KUTUKEBUL (Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA DI WILAYAH BOGOR
MOHAMMAD KARAMI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
ABSTRAK
MOHAMMAD KARAMI. Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Wilayah Bogor. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT. Beberapa spesies kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan serangga hama yang dapat merugikan tanaman hortikultura di lapangan. Informasi tentang kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura masih terbatas, untuk itu penelitian tentang jenis kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman kutukebul pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan sekitarnya. Pengambilan sampel dilakukan pada berbagai tanaman hortikultura yang dikelompokkan kedalam tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, dan tanaman hias. Sampel diambil dengan mengumpulkan daun dari cabang tanaman bagian bawah sebelah kiri dan kanan tajuk tanaman inang yang terdapat nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago kutukebul. Setiap sampel diambil secara acak dari tiap petak tanaman inang dengan total 2 daun sampel per tanaman inang. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label lokasi serta tanggal pengambilan sampel. Masing-masing sampel kemudian dihitung jumlah kutukebulnya (nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago). Pembuatan preparat slide dilakukan dengan teknik pembuatan preparat permanen. Identifikasi dilakukan dengan mengamati karakter morfologi pupa atau kantung pupa dengan menggunakan kunci identifikasi kutukebul Martin (1985, 1987), Dooley (2007), dan Dubey et al. (2009). Kutukebul yang ditemukan pada tanaman hortikultura di Bogor berjumlah 12 spesies pada 32 spesies tanaman inang. Spesies kutukebul yang paling umum ditemukan pada tanaman hortikultura ada 4 yaitu: Aleurodicus dispersus, Aleurodicus dugesi, Bemisia tabaci, dan Trialeurodes vaporariorum. Famili Solanaceae paling banyak terserang kutukebul. Kunci identifikasi kutukebul yang ditemukan di Bogor dibuat dengan metode gambar dan dikotomus berdasarkan karakter morfologi kutukebul tersebut.
Kata kunci: Hama hortikultura, identifikasi morfologi, kutukebul
iii
KUTUKEBUL (Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA DI WILAYAH BOGOR
MOHAMMAD KARAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
Judul Penelitian : Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Wilayah Bogor Nama Mahasiswa : Mohammad Karami NRP
: A34080055
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP. 19601218198601 1 001
Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jakarta, DKI Jakarta pada tanggal 25 Maret 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Bambang Setiabudi dan Ibu Siti Mulyanah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDI Al-Azhar 1 pada tahun 2002. Penulis melanjutkan studi ke SMPI Al-Azhar 2 pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 49 Jakarta. Semasa menjalani pendidikan di SMP penulis aktif di kegiatan ekstrakulikuler seperti Pramuka, Sepak Bola, dan Pencak Silat. Ketika di bangku SMA, penulis aktif berorganisasi di ROHIS SMAN 49 Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Setelah menjalani masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama), penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman (PTN). Selama menjalani perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya HIMASITA (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman) dengan menjabat sebagai Ketua Divisi Keprofesian pada tahun 2010-2011. Penulis juga menjabat sebagai Ketua Entomologi Club Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2010-2012. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Entomologi Umum (Entum) tahun 2011.
vi
PRAKATA
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Wilayah Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juli 2012 bertempat di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan beberapa wilayah di dua belas kecamatan di Kabupaten Bogor dan satu kecamatan di Kabupaten Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayangnya; Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, dan motivasi selama berlangsungnya penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik; seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan; staf pengajar dan warga Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, atas ilmu, bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan selama penulis melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi; semua rekan PTN angkatan 45 yang selalu memberikan semangat, serta semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi dan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, khususnya ilmu dibidang perlindungan tanaman.
Bogor, November 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Taksonomi ............................................................................................... Biologi ..................................................................................................... Ekologi .................................................................................................... Arti Penting Ekonomi ............................................................................. Penyebaran Kutukebul ............................................................................ Identifikasi dari Kutukebul ..................................................................... Kutukebul di Indonesia ...........................................................................
3 3 3 6 6 7 7 9
BAHAN DAN METODE ........................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. Bahan dan Alat ........................................................................................ Metode Penelitian.................................................................................... Pengambilan Sampel Kutukebul di Lapangan .................................... Pembuatan Preparat Mikroskop Kutukebul ........................................ Identifikasi Kutukebul .........................................................................
12 12 12 13 13 14 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel ......................................... Hasil Pengambilan Sampel Kutukebul.................................................... Deskripsi Kutukebul ............................................................................... Subfamili Aleurodicinae ..................................................................... Aleurodicus dispersus Rusell ................................................. Aleurodicus dugesii Cockerell ................................................ Paraleyrodes minei Iccarino...................................................
18 18 19 24 24 24 25 27
viii
Subfamili Aleyrodinae ............................................................................. Trialeurodes vaporariorum Westwood .................................. Bemisia tabaci Gennadius ...................................................... Aleurocanthus spiniferus Quintance....................................... Aleurocanthus citriperdus Quintance & Baker ...................... Aleurocanthus cocois Corbett................................................. Parabemisia myricae Kuwana ............................................... Dialeuropora decempuncta Quintance................................... Orchamoplathus mammaeferus Quintance & Baker .............. Rusostigma sp. Quintance & Baker. ....................................... Kisaran Inang .......................................................................................... Kunci Identifikasi .................................................................................... Kunci Sederhana ................................................................................. Kunci Dikotomus ................................................................................
28 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 39 39 43
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ Simpulan ................................................................................................. Saran ........................................................................................................
53 53 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
54
LAMPIRAN ................................................................................................
57
ix
DAFTAR TABEL No
Halaman
1
Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan ..
10
2
Lokasi pengambilan sampel kutukebul pada berbagai ketinggian dan tempat ...................................................................................................
18
Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura ......
20
3
x
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Siklus hidup kutukebul (Gill 1990) ......................................................
4
3
Morfologi umum dari kantung pupa kutu kebul (Martin 1987)...........
8
4
Peta lokasi pengambilan sampel di wilayah Bogor dan sekitarnya .....
14
5
Mikroskop yang langsung terhubung ke komputer..............................
16
6
Jumlah keanekaragaman kutukebul pada berbagai ketinggian ............
22
7
Jumlah individu kutukebul yang ditemukan di wilayah Bogor dan sekitarnya .............................................................................................
23
8
Koloni A. dispersus pada daun mengkudu (a) dan daun pisang (b) .....
25
9
Ciri morfologi A. dispersus; 4 pasang pori majemuk (a), lingula oval (b), dan alur pori-pori padat (c) ............................................................
10 Koloni A. dugesii pada daun kecipir (a) dengan massa yang padat (b).
25 26
11 Ciri morfologi A. dugesii; lingula melebar bulat (a), pori majemuk yang tereduksi seperti lonceng (b) .......................................................
27
12 Koloni P. minei pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) ...........
27
13 Ciri morfologi P. minei; pori majemuk bentuk tangkai (a), pori majemuk tereduksi (b) .........................................................................
28
14 Koloni T. vaporariorum pada daun buncis (a) dan kantung pupanya (b) .........................................................................................................
28
15 Ciri morfologi T. vaporariorum; papila submarginal (a), papila subdorsal (b) .........................................................................................
29
16 Koloni B. tabaci pada daun timun (a) dan kantung pupanya (b) .........
29
17 Ciri morfologi B. tabaci yaitu seta pada ekor (a) dan abdomen tereduksi (b) .........................................................................................
30
18 Koloni A. spiniferus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) ....
30
19 Ciri morfologi A. spiniferus adanya 11 pasang duri submarginal dengan panjang yang sama (a) .............................................................
31
20 Koloni A. citriperdus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) ...
31
21 Ciri morfologi A. citriperdus adanya 16 pasang duri submarginal panjang (a) dan pendek (b)...................................................................
32
xi
No
Halaman
22 Koloni A. cocois pada daun alpukat (a) dan kantung pupanya (b) ......
32
23 Ciri morfologi A. cocois; lubang vasifrom menonjol (a) dan seta diantara duri (b) ....................................................................................
33
24 Koloni P. myricae pada daun srikaya (a) dan kantung pupanya (b) ....
33
25 Ciri morfologi P. myricae adanya 14 pasang seta halus (a) dan lubang vasiform (b) .......................................................................
34
26 Kutukebul D. decempuncta pada daun nangka ....................................
34
27 Ciri morfologi D. decempuncta adanya pori disk besar (a) dan jarak antar pori disk simetris (b) ...................................................................
35
28 Koloni O. mammaeferus pada daun puring .........................................
35
29 Ciri morfologi O. mammaeferus adanya kelenjar bergigi (a) dan celah trakea bentuk sisir (b) .................................................................
36
30 Koloni Rusostigma sp.pada daun alpukat ............................................
36
31 Ciri morfologi Rusostigma sp. adanya pori berpola (a) dan invaginasi ujung trakea (b) ...................................................................
37
32 Grafik famili tanaman inang kutukebul pada tanaman hortikultura ....
38
33 Pori-pori majemuk ...............................................................................
43
34 Lubang vasiform dengan lingula yang memanjang melebihi perbatasan lubang .................................................................................
43
35 Tidak adanya pori majemuk (a) dan lubang vasiform dengan lingula di dalamnya (b) ........................................................................
44
36 Berbagai bentuk pori majemuk ............................................................
44
37 Pori majemuk abdominal bentuk tangkai (a) dan pori yang tereduksi (b) .........................................................................................................
45
38 Lingula berbentuk oval (a) dan alur pori-pori padat tepat di bawah lingula (b).............................................................................................
45
39 Lingula melebar (a) dan 2 pasang pori majemuk bentuk lonceng (b) .
46
40 Duri pada dorsum (a) dan tepian bergerigi halus (b) ...........................
46
41 Kutikula berwarna pucat ......................................................................
47
42 Duri bagian dorsal memanjang jauh melebihi tepian (a) .....................
47
43 Deretan 16 pasang duri yang berbeda panjang (a) ...............................
48
xii
No
Halaman
44 Deretan 11 pasang duri yang panjangnya hampir sama .......................
48
45 Empat belas pasang seta halus (a) dan lubang vasiform berbentuk segitiga (b)............................................................................................
49
46 Lima pasang pori disk besar (a) ...........................................................
49
47 Barisan kelenjar bergerigi (a) celah trakea bentuk sisir (b) .................
50
48 Tidak terdapatnya seta di daerah kepala (a) .........................................
50
49 Papila submarginal (a) dan papila subdorsal (b) ..................................
51
50 Pola pori-pori pada saluran trakea (a) invaginasi ujung saluran (b) ....
51
51 Ekor pada seta yang kuat (a) dan segmentasi abdomen ke 7 yang tereduksi (b) .........................................................................................
52
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan salah satu kelompok serangga hama penting pada pada tanaman hortikultura. Klasifikasi kutukebul termasuk kedalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, dan famili Aleyrodidae. Secara umum famili Aleyrodidae terbagi ke dalam dua subfamili, yaitu Aleurodicinae dan Aleyrodinae. Tubuh serangga dewasa kutukebul biasanya ditutupi lilin putih dan apabila imago tersebut beterbangan akan terlihat seperti “kebul” (dalam bahasa Jawa kebul berarti asap). Seluruh stadia kutukebul hidup pada bagian bawah daun agar sekresi embun madu yang dikeluarkan jatuh dan tidak mengotori tubuhnya. Cairan embun madu yang jatuh pada permukaan atas daun akan merangsang tumbuhnya cendawan Capnodium sp., karena cairan embun madu tersebut menyediakan substrat yang ideal bagi perkembangan cendawan tersebut (Hoddle 2004). Embun jelaga yang timbul di bagian atas permukaan daun akan mengganggu proses fotosintesis daun sehingga dapat menurunkan produktivitas tanaman (Watson 2007). Kutukebul tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan secara langsung, tetapi juga merusak secara tidak langsung. Kutukebul merusak secara langsung dengan cara mengisap bahan makanan dan juga menyuntikkan racun ke dalam jaringan tanaman yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi kering, layu, kerdil, bahkan hingga mati. (Botha et al. 2000). Kerusakan tidak langsungnya adalah sebagai vektor beberapa virus penyebab penyakit pada tanaman, salah satunya adalah menjadi vektor virus gemini yang dapat menyebabkan daun tanaman menjadi kuning dan keriting (Byrne et al. 1990). Kerusakan yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh kutukebul sering lebih merugikan dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama kutukebul itu sendiri. Sebagai contoh penularan virus gemini oleh kutukebul, dapat menyebabkan kegagalan panen hampir 100% (Hidayat et al. 2008). Keberadaan kutukebul di Indonesia pertama kali diketahui pada tahun 1920an. Menurut Dammerman (1929) melaporkan ada 5 spesies kutukebul yang menjadi hama pada pertanaman penting di Indonesia. Pada tahun 1950-an diketahui sebanyak 12 spesies kutukebul telah menjadi hama di Indonesia
2
(Kalshoven dan Vecht 1950). Hasil penelitian selanjutnya menyatakan ada 17 spesies kutukebul yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terdapat di Bogor, Jawa Barat (Bintoro 2008). Kutukebul memiliki ukuran yang relatif kecil dan mempunyai kemiripan satu dengan yang lainnya sehingga sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu informasi mengenai identifikasi spesies berdasarkan karakter morfologi sangat diperlukan agar pengendalian dapat dilakukan dengan tepat dan memberikan landasan pengendalian hama terpadu pada tanaman hortikultura (Hidayat et al. 2008). Informasi mengenai kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura masih terbatas, untuk itu penelitian tentang informasi dasar seperti taksonomi dan biologi kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura sangat diperlukan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman kutukebul beserta tanaman inangnya pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang keanekaragaman spesies kutukebul beserta dengan tanaman inangnya pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan sekitarnya.
3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Sebagian besar taksonomi kutukebul adalah berdasarkan karakteristik nimfa tahap ke empat yang dikenal sebagai puparium, namun informasi mengenai fase kehidupan lainnya juga dapat membantu meski data yang tersedia masih sedikit (Hodges and Evans 2005). Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) termasuk ke dalam superfamili Aleyrodoidea yang masih dekat kekerabatannya dengan Psylloidea (kutu loncat), Coccidea (kutu tempurung), dan Pseudococcidea (kutu putih). Mound dan Halsey (1978) mencatat 1.156 spesies dalam 126 genus kutukebul (Aleyrodidae) di katalog dunia. Martin dan Mound (2007) baru-baru ini menerbitkan sebuah daftar dari kutukebul di dunia yang mencakup 1.556 spesies dalam 161 genus dengan 3 subfamili yang masih ada sampai saat ini (Aleurodicinae, Aleyrodinae dan Udamosellinae), serta satu fosil dari subfamili Bernaeinae. Subfamili Aleurodicinae merupakan subfamili utama yang baru menyebar di seluruh dunia belakangan ini, dengan cakupan 118 spesies dalam 18 genus. Subfamili Aleyrodinae di seluruh dunia mencakup 1.424 spesies dalam 148 genus. Pada subfamili Udamoselis meliputi 2 spesies di Amerika Selatan (Evans 2007).
Biologi Seluruh siklus hidup kutukebul (Gambar 1) terjadi pada permukaan bagian bawah daun. Seperti kutu loncat, imago kutukebul bersayap penuh dengan sistem reproduksi secara seksual. Menurut Ludji (2011) keperidian imago kutukebul Bemisia tabaci cenderung bereproduksi secara seksual dibandingkan secara parthenogenesis. Telur diletakkan oleh imago di bawah permukaan daun, telur menempel pada permukaan dengan bantuan struktur pedisel halus, dimana kelembapan telur diperoleh dari jaringan daun melalui sistem kapilaritas. Beberapa spesies kutukebul meletakkan telur berpediselnya ke dalam stomata daun. Pada saat telur menetas, larva instar pertama (crawler) bergerak mencari tempat yang cocok untuk penyerapan makanan. Selama siklus pradewasa hanya larva instar pertama yang memiliki tungkai untuk mencari tempat yang sesuai,
4
nimfa instar selanjutnya tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak lagi walaupun keadaan makanan di daerah feeding site kian memburuk. Nimfa kutukebul mendapatkan makanan dengan cara mengambil cairan makanan dari tanaman inang (Dreidstadt et al. 2001). Sebagai penerbang yang aktif, imago betina akan mencari lokasi yang baik untuk meletakkan telur yaitu pada daun muda yang memiliki ketersediaan nutrisi yang tinggi. Imago betina yang belum kawin (2N) akan menghasilkan keturunan jantan (1N) secara parthenogenesis hanya sesekali saja. Telur yang dibuahi oleh imago jantan akan menjadi keturunan (2N) (Martin et al. 2000). Setiap imago betina meletakkan sekitar 30 telur, dan sekitar 150-300 butir telur dapat dihasilkan selama masa hidupnya. Pada banyak spesies, imago betina membuat semacam lingkaran pada saat meletakkan telurnya, kadangkala ditutupi debu lilin atau filamen lilin; ada yang membentuk pola spiral, meletakkan telurnya dan menutupinya dengan lilin (contohnya pada Aleurodicus dispersus); ada pula spesies kutukebul yang meletakkan telurnya secara acak pada bagian bawah daun (contohnya pada Bemisia tabaci).
Gambar 1 Siklus hidup kutukebul (Gill 1990)
5
Sampai pada tahap instar akhir, siklus hidup kutukebul mirip serangga famili Coccidae (kutu tempurung) lainnya. Akan tetapi pada stadia akhir, layaknya larva pada sistem metamorfosis sempurna, kutukebul instar akhir ini akan menghentikan aktifitas makannya dan membentuk semacam kantung sebagai tempat pergantian proses pradewasa ke fase dewasa (Gambar 2). Oleh karena itu, stadia ini biasanya disebut stadia “puparium”, meskipun secara teknis tidak tepat. Sayap dari serangga imago akan tumbuh dan berkembanng di dalam puparium. Setelah keluar dari puparium kutukebul akan menjadi imago dan kantung puparium yang kosong akan tetap berada pada permukaan bagian bawah daun dalam jangka waktu yang lama (tergantung dari keadaan lingkungan). Identifikasi dari kutukebul dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan struktur dari kantung pupa tersebut.
Gambar 2 Proses keluarnya imago kutukebul dari puparium (Gill 1990)
6
Ekologi Stadia pradewasa kutukebul dapat ditemukan di bagian bawah daun, dengan sekresi lilin transparan dikeluarkan dari bagian ventralnya. Beberapa spesies bersifat spesifik pada inang tertentu tapi banyak dari spesies lainnya terbiasa sebagai hama polifag (memiliki inang berbagai macam famili tanaman). Faktor keadaan lingkungan seperti iklim dan curah hujan turut berperan langsung maupun tidak langsung pada aspek kehidupan kutukebul. Di daerah yang beriklim subtropis, seringkali kutukebul hanya menghasilkan satu generasi per tahun dengan menjadi puparium pada saat musim dingin. Namun pada daerah yang beriklim lebih hangat yaitu di daerah tropis kutukebul dapat menghasilkan sampai 15 generasi tiap tahunnya (Brown 1994) yang kurang lebih membutuhkan waktu 6-8 minggu per generasi.
Arti Penting Ekonomi Banyak hal yang menjadikan kutukebul sebagai hama penting tanaman pertanian, khususnya apabila kutukebul menyerang pada tanaman bernilai tinggi seperti buah-buahan, tanaman hias, dan sayur-sayuran. Di daerah subtropis, T. vaporariorum sudah menjadi masalah serius di berbagai tanaman rumah kaca dan lapangan. B. tabaci, A. dispersus, dan A. dugesii juga dapat menyebabkan kerusakan yang serius di berbagai varietas yang memiliki arti ekonomi tinggi. Kutukebul bisa merusak tanaman dengan menyuntikkan saliva beracun pada jaringan daun. Dalam 30 tahun terakhir, tinggkat kerusakan yang diakibatkan oleh kutukebul meningkat drastis. Munculnya biotipe kutukebul baru sebagai akibat dari penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan biotipe ini menjadi tahan akan pestisida komersial dan menjadikan hama ini sulit untuk dikendalikan. B. tabaci biotipe B pada contohnya, biotipe ini menyebabkan gejala daun tomat menjadi keriting dan keperakan serta kuning dan keriting pada tanaman cabai, sekaligus juga dapat merusak buahnya. Di Indonesia, awal mula serangan virus kuning yang ditularkan B. tabaci pada tahun 2003 berada di daerah Jawa Tengah, setelah 5 tahun terakhir (2003-2007) perkembangan virus ini bertambah hingga 14 provinsi. Luas serangan awal pada tahun 2003 seluas 884 ha dan pada tahun 2007 meningkat tajam mencapai 3.015,05 ha, dengan serangan terluas terjadi di Jawa
7
Tengah 1.014,6 ha, Nangroe Aceh Darussalam 404 ha, dan Jawa Barat 307 ha (Jakes 2012). Rahayu (2004) melaporkan, kejadian penyakit kuning yang ditularkan oleh kutukebul pada tanaman cabai di Yogyakarta dan Magelang mencapai 100%, hal yang sama terjadi pula di Sumatra (Sudiono et al. 2005). Banyaknya infestasi kutukebul mengakibatkan kerusakan jaringan tanaman dengan cara menghabiskan cairan tanaman dan nutrisinya.
Penyebaran Kutukebul Meskipun kutukebul dikategorikan ke dalam penerbang yang aktif, menurut Byrne and Bellows (1991), kutukebul disimpulkan ke dalam penerbang jarak pendek. Hal ini berkebalikan dengan fakta bahwa kutukebul makin menyebar luas keberadaanya di lapangan. Migrasi kutukebul jarak jauh diduga disebabkan oleh manusia, banyak kasus menyebutkan terdapat telur atau nimfa serangga ini yang terbawa pada tanaman yang akan diekspor ataupun diimpor ke negara tujuan. Ada 3 alasan utama mengapa keberadaan kutukebul terus meningkat yaitu perkembangan dari biotipe yang sangat agresif, peningkatan transportasi antar negara, dan peningkatan kemampuan dalam menularkan penyakit virus tanaman (Watson 2007).
Identifikasi dari Kutukebul Berbagai stadia pada kutukebul memiliki perkembangan struktur yang unik di sekitar bagian analnya yaitu struktur lubang vasiform, lingula, dan operculum yang tidak dimiliki oleh golongan serangga lainnya. Imago kutukebul dapat ditemukan beterbangan dan hinggap pada tanaman yang bukan inangnya, dimana struktur morfologinya sangat mirip dan tidak mudah untuk dibedakan. Oleh karena itu dipilih stadia akhir kutukebul yang berupa “puparium” untuk tujuan identifikasi. Para ilmuan telah banyak mempelajari tentang perbedaan karakter morfologi dari identifikasi menggunakan stadia akhir berupa puparium, sedangkan sedikit diketahui tentang perbedaan variasi imago kutukebul. Meskipun telah diketahui perbedaan dan karakter morfologi khusus pada imago kutukebul, namun hal ini belum banyak membantu dalam proses identifikasi kutukebul (Martin 1987).
8
Identifikasi kutukebul memerlukan spesimen berupa puparium. Morfologi dari nimfa dan puparium kutukebul sangat bergantung pada lingkungannya. Bentuk dan rupa dari puparium dapat berubah secara drastis tergantung dari banyak sedikitnya bulu halus atau lapisan lilin pada permukaan daun. Panjang dari puparia kutukebul berkisar antara 0.5-1.75 mm. Bentuk morfologi puparium kutukebul sangat bervariasi tergantung pada tanaman inangnya, hal ini yang menyebabkan banyaknya taksonomi yang sinonim pada beberapa spesies kutukebul (contohnya genus Bemisia) (Rahayuwati 2009). Karakter taksonomi yang paling banyak digunakan dalam proses identifikasi terdapat pada bagian dorsal, hanya sedikit ditemukan pada bagian ventral. Secara umum, karakter kutukebul yang menjadi ciri identifikasi (Gambar 3) di antaranya adalah compound pores (pori majemuk) di bagian subdorsal dan bentuk lubang vasiform di bagian posterior tubuhnya (Martin 1999).
Gambar 3 Morfologi umum dari kantung pupa kutu kebul (Martin 1987)
9
Struktur dari lubang vasiform (Gambar 3) terdiri dari lingula (Gambar 3) yang memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi untuk masing-masing spesies. Beberapa spesies kutukebul memiliki karakter yang khusus, seperti adanya barisan duri, seta, atau bahkan rambut halus pada sekeliling tepian dari puparia, adanya papilla atau tuberkel, keberadaan pori trakea (tracheal pore), struktur warna dari kutikula puparia (Gambar 3) dan sebagainya.
Kutukebul di Indonesia Kutukebul di Indonesia sudah ditemukan pada awal abad ke-19, (Dammerman 1929) melaporkan adanya 5 spesies kutukebul yang menjadi hama penting pada beberapa jenis tanaman Indonesia. Selanjutnya Kalshoven and Vecht (1950) melaporkan 12 spesies kutukebul yang menjadi hama penting di Indonesia, 5 diantaranya yang telah dilaporakan oleh Dammerman. Penelitian mengenai keanekaragaman kemudian dilanjutkan oleh Bintoro (2008) yang telah melaporkan adanya 17 spesies kutukebul yang belum pernah dilaporkan sebelumnya di Indonesia. Sumber publikasi yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari keanekaragaman kutukebul di Indonesia ialah; buku karangan LGE Kalshoven (1981) yang berjudul The Pests of Crops in Indonesia; jurnal ilmiah JH Martin (1988) yang berjudul
Whitefly of Northern Sulawesi, Including New
Species From Clove and Avocado (Homoptera: Aleyrodidae);jurnal ilmiah G A Evans (2005) yang berjudul The Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the World and Their Host Plants and Natural Enemies; draft kompilasi G W Watson (2007) yang berjudul Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Reentry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th to 26th April 2007. Keanekaragaman spesies kutukebul di Indonesia lebih lengkapnya dapat diamati pada Tabel 1.
10
Tabel 1
Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan (Bintoro 2008)
Spesies Kutukebul Aleurocanthus citripedus Quaintance & Baker Aleurocanthus cocois Corbett Aleurocanthus destructor Mackie Aleurocanthus longispinus Quaintance & Baker Aleurocanthus nigricans Corbett Aleurocanthus pendleburyi Corbett Aleurocanthus rugosa Singh Aleurocanthus serratus Quaintance & Baker Aleurocanthus spiniferus Quaintance Aleurocanthus wolgumi Ashby Aleuroclava neolitseae Takahashi Aleuroclava nitidus Singh Aleurocybotus setiferus Quaintance & Baker Aleurodicus antidesmae Corbett Aleurodicus dispersus Rusell Aleurodicus holmesii Maskell Aleurodicus wallaceus Martin Aleurolobus barodensis Maskell Aleurolobus marlatti Quaintance Aleurolobus musae Corbett Aleuromarginatus sp. Aleuroplatus dorsipallidus Martin Aleuroplatus pectiniferus Quaintance & Baker Aleuroplatus sp. Aleuroputeus perseae Aleurothrixus antidesmae Takahashi Aleurotrachelus annonae Corbett Aleurotuberculatus neolitseae Takahashi Aleurotuberculatus nitidus Singh Aleurotuberculatus sp. Aleyrodes lacteal Aleyrodes sp. Asialeyrodes sp. Bemisia afer Group. Priesner & Hosny Bemisia pongomidae Bemisia tabaci Gennadius Crenidorsum celebes Martin Dialerolonga sp.
LGEK √ √ √ √ -
Penulisa JHM GAE √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
GWW √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
11
Lanjutan Tabel 1 Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan (Bintoro 2008) Spesies Kutukebul Dialeurodes minahassai Quaintance & Baker Dialeurodes sp. Dialeuropora decempuncta Quaintance & Baker Dialeuropora mangiferae Corbett Dialeuropora sp. Neomaskellia andropogonis Corbett Neomaskellia bergii Signoret Nipaleyrodes elongate Orchamoplatus mammaeferus Quaintance & Baker Parabemisia myricae Kuwana Rabdostigma minahassai Martin Rhachispora capitalis Rusostigma radiirugosa Quaintance & Baker Rusostigma euginiae Maskell Siphoninus phillyreae Haliday Taiwanaleyrodes indica Takahashi Trialeurodes rex Martin Trialeurodes sp. Trialeurodes vaporariorum Westwood Vasdavidius setiferus Quaintance & Baker a
LGEK √ √ √ -
Penulisa JHM GAE √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
GWW √ √ -
LGEK = LGE Kalshoven (1981) ; JHM = J H Martin (1985) ; GAE = Gregory A Evans (2005) ;
GWW = Gillian W Watson (2007).
12
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di berbagai macam lahan pertanian seperti sayuran, pekarangan, kebun buah-buahan, dan pertamanan hias. Lokasi pengambilan sampel terdapat di 12 kecamatan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor yaitu: Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Kemang, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Cipanas, Kecamatan Ciomas, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Bogor Utara; serta satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Cianjur yaitu kecamatan Pacet. Identifikasi kutukebul dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus tahun 2012.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kutukebul berupa daun dari tanaman inang, alkohol 50 sampai dengan 100% yang berfungsi untuk melarutkan lapisan lilin pada puparium kutukebul, larutan KOH 10% untuk memudarkan warna kutukebul yang terlalu pekat (hitam), asam asetik glasial untuk mempermudah proses pewarnaan, karbol xylene untuk melarutkan lemak pada kantung pupa kutukebul, asam fuchsin untuk proses pewarnaan, minyak cengkeh untuk mempermudah proses penataan di preparat mikroskop, serta kanada balsam untuk media pembuatan preparat slide. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo Olympus® SZ-ST, mikroskop cahaya Olympus® model CX21FS1 yang dihubungkan dengan kamera (DinoEye ocular lens camera) dan langsung terhubung ke komputer, perangkat lunak Dinocapture, perangkat lunak GPS (Global Positioning System) Compass and Altitude pada Smartphone Samsung® Galaxy S, kamera digital Canon® PowerShot A2200, kantung plastik transparan, alat tulis, label, tabung reaksi, tisu, cawan sirakus, jarum, kuas, dan kaca objek serta penutup preparat.
13
Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul di Lapangan Lokasi pengambilan kutukebul beserta inangnya dilakukan di 18 desa atau kelurahan: Desa Babakakan dan Cikarawang Kecamatan Dramaga; Desa Sibanteng dan Kalong Kecamatan Leuwisadeng; Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung; Desa Cibeteung Kecamatan Kemang; Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua; Desa Ciloto Kecamatan Cipanas; Desa Sukaharja Kecamatan Ciomas; Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat; Kelurahan Baranangsiang dan Katulampa Kecamatan Bogor Timur; Kelurahan Pakuan, Bojongkerta, dan Kertamaya Kecamatan Bogor Selatan; Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara; serta Desa Sukaresmi dan Cipendawa Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (Gambar 4). Koordinat dan ketinggian tempat lokasi pengambilan sampel diukur dengan menggunakan GPS. Sampel diambil dengan mengumpulkan daun dari cabang tanaman bagian bawah sebelah kiri dan kanan tajuk tanaman inang yang terdapat nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago kutukebul. Setiap sampel diambil secara acak dari tiap petak tanaman inang dengan total 2 daun sampel per tanaman inang. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah kutukebul (nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago) yang terdapat pada masingmasing sampel. Hasil perhitungan dicatat kemudian diolah lebih lanjut untuk dapat menentukan kutukebul jenis apa yang paling banyak ditemukan pada suatu inang di tiap lokasi pengambilan sampel. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk dibuat menjadi preparat mikroskop.
14
Leuwisadeng Ciomas
Megamendung Rancamaya
Legenda : Pertanian Sayuran Pertanaman Buahan Pertamanan Hias
Sukaresmi
Gambar 4 Peta lokasi pengambilan sampel di wilayah Bogor dan sekitarnya
Pembuatan Preparat Mikroskop Kutukebul Pembuatan preparat mikroskop pada penelitian ini dilakukan dengan metode preparat permanen untuk tujuan identifikasi dan penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Spesimen yang umumnya digunakan dalam pembuatan preparat mikroskop kutukebul adalah pupa atau kantung dari pupa tersebut yang telah kosong. Pada dasarnya pembuatan preparat mikroskop kutukebul disesuaikan dengan tipe pupa atau kantung pupa dari kutukebul itu sendiri. Pembuatan preparat mikroskop kutukebul dilakukan dengan metode Watson (2007) dengan sedikit modifikasi. Modifikasi tersebut dilakukan pada pupa atau kantung pupa dari kutukebul yang berwarna gelap (pekat). Dengan melakukan perendaman kantung pupa atau pupa kutukebul yang berwarna gelap tersebut terlebih dahulu pada KOH 10% selama 10 menit sampai 3 hari hingga warnanya menjadi pudar (kecoklatan). Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengamatan karakter morfologi yang dimiliki pada saat proses identifikasi. Pembuatan preparat dari spesimen berupa pupa yang berisikan kutukebul dimulai dengan memisahkan pupa tersebut dari permukaan daun. Pupa tersebut
15
diangkat dengan menggunakan jarum mikro di bawah mikroskop stereo. Spesimen dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang di dalamnya telah berisikan alkohol 80%. Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisikan KOH 10% lalu dipanaskan pada suhu 80-100 oC selama 10 menit. Selanjutnya spesimen dituangkan kedalam cawan sirakus, KOH 10% dibuang dan digantikan dengan asam asetat glasial yang ditambah dengan alkohol absolut lalu diaduk selama 3 menit. Dua tetes karbol xylene ditambahkan lalu dikocok sampai bersih. Larutan tersebut kemudian dibuang dan digantikan dengan asam asetat glasial yang dicampur dengan asam fuchsin dan direndam selama 10 menit sampai dengan satu malam. Larutan dari spesimen kemudian dibuang dan digantikan dengan minyak cengkeh, lalu didiamkan selama 10 menit sampai satu malam. Spesimen kemudian dikeluarkan dari minyak cengkeh dan ditaruh di atas kaca objek lalu ditambahkan minyak cengkeh untuk dilakukan penataan. Minyak cengkeh kemudian diserap dengan menggunakan kertas tisu lalu spesimen dibubuhi dengan kanada balsam secukupnya dan kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pembuatan preparat spesimen berupa kantung pupa dimulai dari pemisahan kantung pupa dari daun inang, kemudian dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisikan alkohol 95%. Alkohol kemudian dibuang dan digantikan dengan asam asetat glasial, lalu didiamkan selama 10 menit, setelah itu spesimen dicuci dengan menggunakan aquades. Selanjutnya spesimen direndam ke dalam karbol xylene selama 1 menit lalu dicuci kembali dengan aquades. Spesimen selanjutnya direndam ke dalam asam asetat glasial selama 10 menit, lalu ditambahkan asam fuchsin dan didiamkan selama 10 menit sampai dengan satu malam. Setelah itu spesimen dicuci dengan menggunakan alkohol bertahap dari 50 sampai dengan 100%. Spesimen kemudian siap untuk diletakan ke dalam kaca objek dengan cara yang sama dengan spesimen berupa pupa. Preparat mikroskop kutukebul yang telah selesai dibuat selanjutnya dikeringkan di atas hotplate Fisher Scientific Slide Warmer dengan suhu 60 oC selama 6-8 minggu hingga medium pada preparat tersebut benar-benar kering. Proses identifikasi dapat dilakukan pada saat preparat sudah dikeringkan selama 1 minggu, setelah selesai diidentifikasi preparat tersebut diletakan kembali ke dalam
16
hotplate untuk dilanjutkan proses pengeringan mediumnya. Preparat mikroskop kutukebul yang telah selesai dikeringkan dan diidentifikasi diberi label dan kemudian disimpan ke dalam kotak preparat secara sistematis.
Identifikasi Kutukebul Proses identifikasi kutukebul dilakukan berdasarkan pengamatan karakter morfologi dari kantung pupa atau pupa kutukebul tersebut. Hal ini disebabkan kantung pupa atau pupa dari kutukebul tersebut memiliki karakter yang spesifik dari masing-masing spesies. Secara umum, karakter kutukebul yang menjadi ciri identifikasi di antaranya adanya compound pores (pori majemuk) di bagian subdorsal dan bentuk lubang vasiform di bagian posterior tubuhnya. Struktur dari lubang vasiform terdiri dari lingula (struktur seperti lidah) yang memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi untuk masing-masing spesies. Beberapa spesies kutukebul memiliki karakter yang khusus, seperti adanya barisan duri, seta, atau bahkan rambut halus pada sekeliling tepian dari puparia, adanya papilla atau tuberkel, keberadaan pori trakea (tracheal pore), dsb. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi kutukebul Rusell (1964), Martin (1985, 1987), Dooley (2007), dan Dubey et al. (2009) dengan bantuan mikroskop compound yang dihubungkan dengan camera DinoEye ocular Lens (Gambar 5), serta bantuan program Dinocapture untuk mengambil gambar dari karakter morfologi kutukebul tersebut.
Gambar 5 Mikroskop dengan lensa okuler yang langsung terhubung ke komputer
17
Pembuatan kunci identifikasi kutukebul yang ditemukan dibuat dari hasil pengamatan karakter morfologi kutukebul, proses pertama adalah melakukan pembuatan matriks atau tabel kesamaan morfologi hingga dapat diklasifikasi dan dibedakan menurut karakter morfologinya. Kunci identifikasi dibuat dengan metode gambar sederhana dan dikotomus berdasarkan karakter morfologi kutukebul tersebut. Preparat slide kutukebul yang telah didapat disimpan di Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel Secara umum lokasi pengambilan sampel kutukebul memiliki ketinggian yang bervariasi (Tabel 2). Berdasarkan data ketinggian tempat lokasi pengambilan sampel kutukebul dikelompokkan menjadi 3 kisaran ketinggian yaitu daerah rendah dengan kisaran ketinggian 0-500 mdpl, daerah sedang dengan kisaran ketinggian 501-1000 mdpl, dan daerah tinggi dengan ketinggian >1000 mdpl. Selama waktu pengambilan sampel di bulan Februari hingga April 2012, cuaca pada saat itu adalah musim penghujan, sehingga pengambilan sampel kutukebul di lapangan mengalami kesulitan karena keberadaan kutukebul yang hilang tersapu air hujan. Mulai bulan Mei hingga Juli 2012 cuaca di lokasi pengambilan sampel sudah mulai mendukung karena memasuki musim kering atau kemarau, sehingga keberadaan populasi kutukebul di lapangan meningkat. Tabel 2 Lokasi pengambilan sampel kutukebul pada berbagai ketinggian dan tempat No Kecamatan
Kelurahan / Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Cibeteung Cikarawang Situ Gede Sibangteng Cimahpar Babakan Kalong Sukaharja Baranangsiang Katulampa Pakuan Bojongkerta Kertamaya Sukagalih Sukaresmi Tugu Selatan Cipendawa Ciloto
Kemang Dramaga Bogor Barat Leuwisadeng Bogor Utara Dramaga Leuwisadeng Ciomas Bogor Timur Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Selatan Bogor Selatan Megamendung Pacet Cisarua Pacet Cipanas
Ketinggian ( mdpl ) 118 161 174 190 205 207 231 242 318 336 340 423 432 700 825 919 1.227 1.278
19
Dari 18 lokasi pengambilan sampel kutukebul di wilayah Bogor dan sekitarnya terdapat 13 lokasi berada di daerah rendah, 3 lokasi berada di daerah sedang dan 2 lokasi berada di daerah tinggi.
Hasil Pengambilan Sampel Kutukebul Berdasarkan hasil pengambilan sampel yang dilakukan di wilayah Bogor dan sekitarnya, jumlah kutukebul yang diperoleh dari tanaman pertanian sebanyak 12 spesies. Sebanyak 4 spesies kutukebul relatif sering ditemukan dan sering menjadi penyebab masalah di pertanaman diantaranya adalah A. dispersus, A. dugesii, B. tabaci, dan T. vaporariorum. Keempat spesies tersebut bersifat polifag dengan kisaran tanaman inang yang cukup luas. Kutukebul A. dispersus dan A. dugesii merusak tanaman secara langsung (pengisapan cairan dan nutrisi tanaman), kedua spesies ini sering ditemukan dalam massa populasi yang tinggi, sehingga menyebabkan daun pada tanaman inang menjadi kering dan layu bahkan sampai rontok atau mati. Spesies lainnya yang juga ditemukan adalah A. spiniferus, A. citriperdus, A. cocois, P. minei, D. decempuncta, P. myricae, O. mammaeferus, dan Rusostigma sp. Kesembilan spesies tersebut banyak ditemukan pada tanaman karena bersifat polifag, namun O. mammaeferus hanya ditemukan pada tanaman hias puring (Codiaeum variegatum) dari famili Euphorbiaceae. Daun tanaman inang yang telah dikumpulkan pada saat pengambilan sampel kemudian dihitung jumlah kutukebulnya (Tabel 3), pada satu permukaan bagian bawah daun dihitung jumlah nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago kutukebul yang ada.
20
Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura Kecamatan Dramaga
Leuwisadeng
Ketinggian (mdpl) 161 - 207
190-231
Tanaman Inang
Populasi Kutukebul
Mengkudu / Rubiaceae (Merinda citrifolia) Jambu Biji / Myrtaceae (Psidium guajava) Jeruk Bali / Rutaceae (Citrus maxima) Kastuba / Euphorbiaceae (Euphorbia pulcherrima) Kamboja / Apocynaceae (Plumeria sp.) Kelapa / Arecaceae (Cocois nucifera) Puring / Euphorbiaceae (Codiaeum verigatum) Jambu air / Myrtaceae (Eugenia aquacea) Alpukat / Lauraceae (Persea americana)
113 (A. dispersus)
Mangga / Anacardiaceae (Mangifera foetida) Sawo / Sapotaceae (Manilkara zapota) Jeruk nipis / Rutaceae (Citrus aurantifolia)
Bogor Barat
174
Megamendung 700
Manggis / Clusiaceae (Garcinia mangostana) Durian / Bombacaceae (Durio zibethinus) Timun / Cucurbitaceae (Cucumis sativus) Terong / Solanaceae (Solanum melongena) Cabai rawit / Solanaceae (Capsicum frutescens) Cabai merah / Solanaceae (Capsicum annum) Pisang / Musaceae (Musa paradisiaca)
73 (A. dispersus) 67 (A.spiniferus) 41 (A. dispersus) 37 (A. dugesii) 35 (A. destructor) 13 (O.mammaeferus) 67 (A. dispersus) 55 (A. citriperdus) 38 (A. cocois) 31 (A. dispersus) 15 (P.minei) 36 (A. dispersus) 21 (D.decempuncta) 35 (A. dispersus) 27 (A.spiniferus) 23 (A. dispersus) 13 (P.minei) 7 (A. dispersus) 3 (A. dispersus) 57 (B. tabaci) 38 (B. tabaci) 14 (B. tabaci) 11 (B. tabaci) 21 (A. dugesii)
21
Lanjutan Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura Kecamatan Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Kemang
Ketinggian (mdpl) 340 - 432
318 - 336
205
118
Ciomas
242
Cisarua
919
Tanaman Inang
Populasi Kutukebul
Mangga / Anacardiaceae (Mangifera foetida) Rambutan / Sapindaceae (Nephelium lappaceum) Jambu air / Myrtaceae (Eugenia aquacea) Jeruk limau / Rutaceae (Citrus aurantifolia) Srikaya / Annonaceae (Annona squamosa) Pepaya / Caricaceae (Carica papaya) Kamboja / Apocynaceae (Plumeria sp.) Kembang sepatu / Malvaceae (Hibiscus rosa-sinensis) Rambutan / Sapindaceae (Nephelium lappaceum) Nangka / Moraceae (Artocarpus heterophyllus) Timun / Cucurbitaceae (Cucumis sativus) Cabai rawit / Solanaceae (Capsicum frutescens) Rambutan / Sapindaceae (Nephelium lappaceum) Manggis / Clusiaceae (Garcinia mangostana) Durian / Bombacaceae (Durio zibethinus) Cabai rawit / Solanaceae (Capsicum frutescens) Buncis / Fabaceae (Phaseolus vulgaris) Tomat / Solanaceae (Solanum lycopersicum) Oyong / Cucurbitaceae (Luffa acutangula) Pariya / Cucurbitaceae (Momordica charantia)
36 (Rusostigma sp.) 24 (A. dispersus) 32 (A. dispersus) 8 (P. myricae) 27 (A. dispersus) 25 (Rusostigma sp.) 24 (A. spiniferus) 8 (P.minei) 21 (A. dispersus) 11 (P. myricae) 22 (A. dispersus) 28 (A.dugesii) 17 (A.dugesii) 33 (A. dispersus) 3 (D. decempuncta) 41 (B. tabaci) 20 (A. dispersus) 26 (A. dispersus) 7 (A. dispersus) 3 (A. dispersus) 13 (A. dispersus) 97 (A. dugesii) 21 (T. vaporariorum) 45 (A. dugesii) 38 (A. dugesii)
22
Lanjutan Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura Kecamatan Cipanas
Pacet
Ketinggian Tanaman Inang (mdpl) 1278 Buncis / Fabaceae (Phaseolus vulgaris) Tomat / Solanaceae (Solanum lycopersicum) Cabai rawit / Solanaceae (Capsicum frutescens) Kedelai / Fabaceae (Glycine max) 1227 Buncis / Fabaceae (Phaseolus vulgaris) Tomat / Solanaceae (Solanum lycopersicum) Kentang / Solanaceae (Solanum tuberosum) Kecipir / Fabaceae (Psophocarpus tetragonolobus) Mawar / Rosaceae (Rosa sp.)
Berdasarkan
data
hasil
pengambilan
Populasi Kutukebul 99 (T. vaporariorum) 24 (T. vaporariorum) 13 (T. vaporariorum) 48 (A. dugesii) 102 (T. vaporariorum) 26 (T. vaporariorum) 23 (T. vaporariorum) 102 (A. dugesii)
13 (A. spiniferus) 8 (D.decempuncta) sampel,
diperoleh
jumlah
keanekaragaman kutukebul (Gambar 6) lebih banyak ditemukan pada daerah rendah (0-500 m dpl). Hal ini dikarenakan keanekaragaman tanaman inang lebih banyak dijumpai pada daerah rendah dimana hampir semua jenis tanaman
Jumlah kutukebul
hortikultura terdapat di ketinggian tersebut, seperti tanaman sayur dataran rendah, 1400
1299
1200 1000 800 600
458
400
222
200 0 Rendah (0-500 mdpl)
Sedang (501-1000 mdpl)
Tinggi (>1000 mdpl)
Ketinggian lokasi
Gambar 6 Jumlah keanekaragaman kutukebul pada berbagai ketinggian
23
buah tropika, dan tanaman hias pekarangan. Sedangkan untuk daerah sedang (501-1000 mdpl) hanya ditemukan beberapa tanaman buah dan sayur. Sedangkan untuk daerah tinggi (>1000 mdpl) kebanyakan ditemukan pada tanaman sayur dataran tinggi serta beberapa tanaman hias. Makin luasnya kisaran inang dari satu kutukebul makin banyak pula keberadaan kutukebul tersebut di lapangan. Diketahui A. dispersus ditemukan paling banyak keberadaanya. Menurut Murgianto (2010) spesies ini menyerang hingga 111 tanaman inang dari 53 famili yang berbeda, selanjutnya diikuti dengan A. dugesii yang mana kutukebul ini pertama kali ditemukan pada tahun 2008 dan sampai saat ini masih banyak dijumpai di lapangan, selanjutnya T. vaporariorum, dan B. tabaci yang mana meskipun kedua spesies tersebut tidak begitu banyak jumlah individunya akan tetapi memiliki hasil kerusakan secara tidak langsung yang lebih besar dibandingkan dengan kerusakan secara langsungnya, dimana kedua kutukebul tersebut dapat menularkan berbagai macam virus penyebab
Spesies kutukebul
penyakit pada tanaman (Gambar 7). B. tabaci Rusostigma sp. T. vaporariorum O. mammaeferus D. decempuncta P. myricae A. citriperdus A. spiniferus A. cocois A. dugesii A. dispersus A. destructor P. minei
161 (4)
61 (2) 305 (7) 13 (1) 32 (3) 19 (2) 55 (1) 131 (4) 38 (1) 433 (9) 657 (20) 35 (1) 36 (3) 0
200
400
600
800
Jumlah individu kutukebul
Gambar 7 Jumlah individu kutukebul yang ditemukan pada setiap daun tanaman inang. Angka dalam tanda kurung merupakan jumlah spesies tanaman inang
24
Dari hasil jumlah penghitungan individu kutukebul, diperoleh bahwa jumlah kutukebul yang paling banyak berada di wilayah Bogor dan sekitarnya adalah A. dispersus dengan jumlah sebanyak 657 individu, A. dugesii sebanyak 433 individu, T. vaporariorum sebanyak 305 individu, B. tabaci sebanyak 161 individu, A. spiniferus sebanyak 131 individu, dan sisanya hanya berjumlah kurang dari 100 individu. Hal ini menunjukkan bahwa makin luas kisaran inang suatu spesies kutukebul maka makin banyak pula jumlah individu yang ditemukan di lapangan.
Deskripsi Kutukebul Subfamili Aleurodicinae Aleurodicus dispersus Rusell. Kutukebul ini ditemukan menyerang 21 spesies tanaman dari 12 famili tanaman yang berbeda yaitu rambutan (Sapindaceae), jambu biji (Myrtaceae), alpukat (Lauraceae), jambu air (Myrtaceae), sirsak (Annonaceae), sawo (Sapotaceae), mangga (Anacardiaceae), mengkudu (Rubiaceae), kestuba (Euphorbiaceae), cabai merah (Solanaceae), durian (Bombaceae), manggis (Clusiaceae), nangka (Moraceae), cabai rawit (Solanaceae), srikaya (Annonaceae), dan pepaya (Caricaceae). Bintoro (2008) melaporkan ada 12 inang dari 10 famili tanaman yang menjadi inang kutu kebul ini. Mugianto (2010) menemukan bahwa kutukebul ini menyerang 111 spesies dari 53 famili tanaman. Oleh karena itu hampir disetiap lokasi pengambilan sampel dapat ditemukan tanaman inang yang terserang kutukebul ini. Kutukebul ini ditemukan di daerah berketinggian rendah (100-400 mdpl) yaitu pada Kecamatan Dramaga, Kemang, Leuwisadeng, Ciomas, Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan. Serangga ini membentuk struktur lilin yang khas dalam berkoloni (jalur spiral) (Gambar 8), oleh karena itu serangga ini sering dinamai sebagai spiraling whitely.
25
a
b
Gambar 8 Koloni A. dispersus pada daun mengkudu (a) dan daun pisang (b)
Ciri morfologi serangga ini yaitu; tepian yang halus, hanya terdapat 4 pori majemuk abdominal, lingula berbentuk oval (Gambar 9a); adanya alur pori-pori padat yang menyebar luas tepat persis di bawah lingula (Gambar 9b).
b 0,3 mm
a
c
Gambar 9 Ciri morfologi A. dispersus; 4 pasang pori majemuk (a), lingula oval (b), dan alur pori-pori padat (c) Aleurodicus dugesii Cockerell. Kutukebul ini ditemukan menyerang 9 spesies tanaman dari 6 famili tanaman yang berbeda yaitu kamboja (Apoccynaceae), kembang sepatu (Malvaceae), pisang (Musaceae), buncis (Fabaceae), oyong (Cucurbitaceae), kecipir (Fabaceae), dan kedelai (Fabaceae). Bintoro (2008) menemukan terdapat 9 tanaman inang dalam7 famili tanaman yang menjadi inang kutukebul ini. Menurut Murgianto (2010) kutu kebul ini menyerang 47 tanaman inang dalam 27 famili tanaman yang berbeda. Kutukebul
26
ini ditemukan di daerah berketinggian rendah, sedang, dan tinggi dengan kisaran ketinggian 200-1200 mdpl yaitu pada Kecamatan Dramaga, Megamendung, Cisarua, Pacet, Cipanas, dan Bogor Selatan. Serangga ini sering dijumpai berkoloni pada beberapa tanaman dengan dengan massa yang berlimpah, sehingga menyebabkan daun tanaman inang menjadi layu dan kering (Gambar 10). Kutukebul ini memproduksi lilin yang lebih banyak dari genus Aleurodicus lainya. Lilin serangga ini memiliki bentuk yang menyerupai jenggot (Dreistadt et al. 2001). Hanya lilin serangga ini yang dapat dibedakan karena lilin serangga genus Aleurodicus lainnya berbentuk sama seperti untaian-untaian benang tipis. Lilin tersebut berfungsi sebagai sistem pertahanan diri dari lingkungan yang buruk seperti paparan insektisida ataupun untuk melindungi kutukebul dari predator (Murgianto 2010).
a
b
Gambar 10 Koloni A. dugesii pada daun kecipir (a) dengan massa yang padat (b)
Ciri morfologi serangga ini yaitu; memiliki lingula cenderung melebar bulat (Gambar 11a); terdapat 2 pasang pori majemuk di bagian posterior yang tereduksi seperti bentuk lonceng (Gambar 11b).
27
0,4 mm
a b
Gambar 11 Ciri morfologi A. dugesii; lingula melebar bulat (a), pori majemuk yang tereduksi seperti lonceng (b) Paraleyrodes minei Iccarino. Kutukebul ini ditemukan menyerang 3 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu alpukat (Lauraceae), jeruk nipis (Rutaceae), dan jeruk limau (Rutaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah berketinggian rendah (100-300 mdpl) yaitu pada Kecamatan Bogor Selatan. Biasanya kutukebul ini ditemukan tersembunyi diantara koloni kutukebul lainya seperti A. citriperdus atau A. dispersus. Kutukebul ini belum pernah dilaporkan keberadaanya di Indonesia dan kini telah ditemukan pada beberapa tanaman di wilayah Bogor dan sekitarnya.
a Gambar 12 Koloni P. minei pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
b
28
Ciri morfologi kutukebul ini yaitu; terdapat 5 sampai 6 pori majemuk abdominal dengan bentuk tangkai (Gambar 13a); paling tidak ada 1 atau 2 pori majemuk anterior yg tereduksi (Gambar 13b).
0,3 mm
b
a
Gambar 13
Ciri morfologi P. minei; pori majemuk bentuk tangkai (a), pori majemuk tereduksi (b)
Subfamili Aleyrodinae Trialeurodes
vaporariorum
Westwood.
Kutukebul
ini
ditemukan
menyerang 7 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu tomat (Solanaceae), buncis (Fabaceae), kentang (Solanaceae), dan cabai rawit (Solanaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah berketinggian sedang hingga tinggi (900-1200 mdpl) yaitu pada Kecamatan Cisarua, Cipanas, dan Pacet. Serangga ini dan tidak banyak mengeluarkan lilin (tidak terlihat jelas secara langsung).
a
b
Gambar 14 Koloni T. vaporariorum pada daun buncis (a) dan kantung pupanya (b)
29
Ciri morfologi serangga ini yaitu; terdapat papilla di daerah sekeliling tepian dengan bentuk yang hampir sama dengan diselingi beberapa yang besar dan kecil (Gambar 15a); terlihat atau tidak barisan tunggal papilla besar maupun kecil di daerah subdorsal (Gambar 15b).
0,3 mm
b a
Gambar 15
Ciri morfologi T. vaporariorum; papila submarginal (a), papila subdorsal (b)
Bemisia tabaci Gennadius. Kutukebul ini ditemukan menyerang 4 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu timun (Cucurbitaceae), terong (Solanaceae), cabai rawit (Solanaceae), cabai merah (Solanaceae). Kutukebul ini memiliki inang seperti T. vaporariorum yaitu berupa tanaman sayur-sayuran, akan tetapi pada umumnya kutukebul B. tabaci ditemukan di daerah berketinggian yang lebih rendah. B. tabaci dan T. vaporariorum sudah sering dilaporkan menjadi hama utama pada tanaman di rumah kaca (greenhouse whitefly). Kutukebul ini ditemukan di Kecamatan Bogor Barat. Bintoro (2008) menemukan terdapat 14 spesies tanaman dari 9 famili tanaman yang berbeda. Imago kutukebul ini meletakkan telur secara acak pada bagian bawah permukaan daun (Gambar 16).
a
b
Gambar 16 Koloni B. tabaci pada daun timun (a) dan kantung pupanya (b)
30
Ciri morfologi dari kutukebul ini yaitu terdapatnya seta pada ekor dengan ukuran setidaknya sepanjang lubang vasiform (Gambar 17a) dan panjang dari abdomen segmen ke 7 tereduksi secara medial (Gambar 17b).
1 2 3 4 5 6
0,2 mm
b
7
a Gambar 17 Ciri morfologi B. tabaci yaitu seta pada ekor (a) dan abdomen tereduksi (b) Aleurocanthus spiniferus Quintance. Kutukebul ini ditemukan menyerang 4 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu jeruk nipis (Rutaceae), jeruk bali (Rutaceae), jeruk limau (Rutaceae), dan mawar (Rosaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah hingga sedang (100-800 mdpl) yaitu pada Kecamatan Leuwisadeng, Dramaga, Bogor Selatan, dan Pacet. Kutukebul ini hidup berkoloni cukup padat pada suatu daun tanaman inang. Pada beberapa inang tanaman kutukebul ini ditemukan berasosiasi dengan kutukebul spesies lain dalam satu daun inang.
a
b
Gambar 18 Koloni A. spiniferus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
31
Ciri morfologi serangga ini adalah terdapat hanya 11 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang hampir sama (Gambar 19a).
0,3 mm
a
Gambar 19 Ciri morfologi A. spiniferus adanya 11 pasang duri submarginal dengan panjang yang sama (a) Aleurocanthus citriperdus Quintance & Baker. Kutukebul ini ditemukan menyerang 1 spesies tanaman famili Lauraceae yaitu alpukat. Kutukebul ini memiliki inang yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan A. spiniferus. Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah (190 m dpl) yaitu di Kecamatan Leuwisadeng. Kutukebul ini hidup berkoloni pada suatu permukaan bawah daun, dan sering dijumpai hidup berasosiasi bersama kutukebul lain dalam satu tanaman inang.
a Gambar 20 Koloni A. citriperdus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
b
32
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya 16 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang berbeda (Gambar 21a).
0,3 mm
a
b
Gambar 21 Ciri morfologi A. citriperdus adanya 16 pasang duri submarginal panjang (a) dan pendek (b) Aleurocanthus cocois Corbett. Kutukebul ini ditemukam menyerang 1 spesies tanaman famili Lauraceae yaitu alpukat. Pada dasarnya inang utama kutukebul ini adalah tanaman kelapa (Watson 2007). Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah (190 m dpl) yaitu pada Kecamatan Leuwisadeng. Kutukebul ini hidup berkoloni dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, Kutukebul ini mudah untuk dicirikan karena memiliki warna yang pucat jika dibandingkan dengan genus Aleurocanthus lainya. Kutukebul ini juga ditemukan hidup berasosiasi dengan kutukebul lainya pada suatu daun tanaman inang.
a Gambar 22 Koloni A. cocois pada daun alpukat (a) dan kantung pupanya (b)
b
33
Ciri morfologi serangga ini yaitu memiliki; puparium berbentuk oval dengan kutikula berwarna pucat, tepian bergerigi, lubang vasiform agak menonjol (Gambar 23a); terdapat seta-seta diantara barisan duri di sekeliling tepian (Gambar 23b).
0,3 mm
b
a
Gambar 23 Ciri morfologi A. cocois; lubang vasifrom menonjol (a) dan seta diantara duri (b) Parabemisia myricae Kuwana. Kutukebul ini ditemukan menyerang 2 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu rambutan (Sapindaceae) dan srikaya (Annonaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah (340 mdpl) yaitu di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah dari individu kutukebul ini tidak bisa dipastikan karena morfologi pupa atau kantung pupa dari kutukebul ini sangat sulit untuk bisa dibedakan pada saat proses penghitungan, setelah diidentifikasi lebih lanjut barulah bisa dipastikan jumlahnya dalam pembuatan preparat mikroskop.
a Gambar 24 Koloni P. myricae pada daun srikaya (a) dan kantung pupanya (b)
b
34
Ciri morfologi dari serangga ini yaitu; adanya seta halus disekeliling tepian dengan normalnya berjumlah 14 pasang (Gambar 25a); Lubang vasiform berbentuk segitiga dengan sisi yang hampir lurus atau cekung (Gambar 25b).
0,3 mm
b a Gambar 25 Ciri morfologi P. myricae adanya 14 pasang seta halus (a) dan lubang vasiform (b) Dialeuropora
decempuncta
Quintance.
Kutukebul
ini
ditemukan
menyerang 3 spesies tanaman dari 3 famili tanaman yang berbeda yaitu mangga (Anacardiaceae), nangka (Moraceae), dan mawar (Rosaceae). Serangga ini ditemukan di daerah rendah hingga sedang (100-800 mdpl). Keberadaan kutukebul ini ditemukan tidak memiliki koloni dimana hanya terdapat satu kutukebul pada setiap daun tanaman yang terserang.
Gambar 26 Kutukebul D. decempuncta pada daun nangka
35
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya 5 pasang pori disk besar (Gambar 27a) dengan jarak yang sejajar simetris dari masing-masing trakea subdorsal dibagian toraks (Gambar 27b).
b
0,4 mm
a
Gambar 27 Ciri morfologi D. decempuncta adanya pori disk besar (a) dan jarak antar pori disk simetris (b) Orchamoplathus mammaeferus Quintance & Baker. Kutukebul ini ditemukan menyerang hanya satu spesies tanaman yaitu puring (Codiaeum verigatum) dari famili Euphorbiaceae. Kutukebul ini ditemukan di daerah rendah (200 mdpl) yaitu di Kecamatan Dramaga. Kutukebul ini dapat ditemukan diatas permukaan daun puring.
Gambar 28 Koloni O. mammaeferus pada daun puring
36
Ciri morfologi serangga ini yaitu; adanya barisan kelenjar bergerigi yang memanjang melebihi tepian (Gambar 29a); adanya celah trakea toraks dan ekor berbentuk sisir (Gambar 29b).
0,3 mm
a
b
Gambar 29 Ciri morfologi O. mammaeferus adanya kelenjar bergigi (a) dan celah trakea bentuk sisir (b) Rusostigma sp. Quintance & Baker. Kutukebul ini ditemukan menyerang 2 spesies tanaman dari 2 famili yang berbeda yaitu mangga (Anacardiaceae) dan jambu air (Myrtaceae). Serangga ini ditemukan pada daerah rendah (340 mdpl) yaitu di Kecamatan Bogor Selatan. Kutukebul ini ditemukan hidup soliter atau berkelompk dan tersebar banyak di seluruh permukaan bagian bawah daun.
Gambar 30 Koloni Rusostigma sp.pada daun alpukat
37
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya saluran trakea pada bagian toraks dan kaudal terdiferensiasi menjadi pola pori-pori (Gambar 31a); pada bagian kaudal saluran trakea mengalami invaginasi di bagian ujungnya (Gambar 31b).
0,5 mm
a b
Gambar 31 Ciri morfologi Rusostigma sp. adanya pori berpola (a) dan invaginasi ujung trakea (b)
Kisaran Inang Kisaran inang dari 12 kutukebul yang ditemukan di wilayah Bogor dan sekitarnya sangat bervariasi yaitu pada 32 spesies tanaman inang dari 20 famili tanaman yang berbeda. Pertanaman sayuran banyak ditemukan pada daerah berketinggian rendah hingga tinggi (0 sampai dengan >1000 mdpl). Pertanaman buah-buahan lebih banyak ditemukan pada daerah berketinggian rendah (0 sampai dengan 500 mdpl). Tanaman hias yang ditemukan selama penelitian berada pada daerah berketinggian sedang hingga tinggi (501 sampai dengan >1000 mdpl). Kutukebul yang ditemukan digolongkan kedalam hama polifag (memiliki inang pada berbagai famili tanaman yang berbeda). Meskipun pada beberapa spesies hanya ditemukan pada satu famili tanaman saja, hal ini bukan berarti spesies tersebut tergolong ke dalam hama monofag (memiliki inang hanya pada satu spesies tanaman saja), dikarenakan pada penelitian lain kutukebul tersebut ditemukan pada tanaman lainnya. Famili tanaman hortikultura yang paling banyak diserang oleh kutukebul adalah famili Solanaceae yaitu sebanyak 10 spesies tanaman inang (Gambar 32).
38
Hal ini dikarenakan banyak tanaman sayuran dari famili Solanaceae terserang oleh kutukebul. B. tabaci dan T. vaporariorum merupakan spesies kutukebul yang inangnya banyak menyerang famili Solanaceae.
Jumlah tanaman
12
10
10 8 5
6 4 2
1
2
3 3 1
1
2
1
2 2
4
3 1
1 1 1 1
2
0
Famili Tanaman Inang Gambar 32 Grafik famili tanaman inang kutukebul pada tanaman hortikultura
39
Kunci Identifikasi Kunci Sederhana
Famili Aleyrodidae
a
b
b a
Pori majemuk abdominal (a) dan pori majemuk kepala (b)
a
Tidak adanya pori majemuk abdominal (a) dan pori majemuk kepala (b)
a
b
b
Lubang vasiform (a) dan lingula menjulur keluar (b)
Lubang vasiform (a) dan lingula di dalam lubang (b)
a
a Cakar pada ujung tungkai (a)
Subfamili Aleurodicinae
Tak ada cakar pada ujung tungkai (a)
Subfamili Aleyrodinae
40
Subfamili Aleurodicinae
Pori majemuk bentuk kerucut
Pori majemuk bentuk tangkai
0,3 mm
a
0,3 mm
b
4 pasang pori majemuk abdominal (a)
0,3 mm
c
4 pasang pori majemuk bentuk kerucut panjang (b)
1-2 pasang pori majemuk tereduksi (c)
b c
a Alur pori-pori padat tepat di bawah lingula (a)
A. dispersus
2 pasang pori majemuk kaudal tereduksi seperti lonceng (b)
Pori majemuk abdominal normal (c)
A. dugesii
P. minei
41
42
43
Kunci Dikotomus
1.
Pada puparia terdapat pori-pori majemuk (Gambar 33a) atau tidak; Setiap tungkainya dilengkapi dengan cakar (Gambar 33b). Lingula sangat panjang, biasanya sampai melewati lubang vasiform (Gambar 34) dan dengan 2 pasang seta diujungnya ………......……………………………………...……..Aleurodicinae (2)
b
a Gambar 33 Pori-pori majemuk (a) dan cakar pada tungkai (b)
Lubang vasiform
Lingula
Gambar 34 Lubang vasiform dengan lingula yang memanjang melebihi perbatasan lubang
44
1’.
Puparia tanpa adanya pori majemuk (Gambar 35a), tungkai tanpa adanya cakar. Lingula biasanya tidak panjang, tidak sampai melewati perbatasan lubang vasiform (Gambar 35b) dan hanya terdapat 1 pasang seta di ujungnya.............Aleyrodinae (5)
b
a
Gambar 35 Tidak adanya pori majemuk (a) dan lubang vasiform dengan lingula di dalamnya (b) 2(1). Pori majemuk tidak nampak; lingula pendek dan terdapat di dalam lubang vasiform.....................……………………………………………………....Dialeurodicus 2’.
Pori majemuk tampak (Gambar 36)……………………...…………………...……..3 Paraleyrodes
Aleurodicus
Bentuk tangkai
Bentuk kerucut Gambar 36 Berbagai bentuk pori majemuk
45
3(2). Terdapat 5 sampai 6 pori majemuk abdominal dengan bentuk tangkai (Gambar 37a); paling tidak ada 1 atau 2 pori majemuk anterior yg tereduksi (Gambar 37b)............…………..……………………………Paraleyrodes minei (Iaccarino)
b
a
Gambar 37 Pori majemuk abdominal bentuk tangkai (a) dan pori yang tereduksi (b) 3’.
Tidak adanya pori majemuk abdominal bagian anterior yang tereduksi...........….....4
4(3). Tepian puparium halus, hanya terdapat 4 pori majemuk abdominal, lingula berbentuk oval (Gambar 38a); adanya alur pori-pori padat yang menyebar luas tepat persis di bawah lingula (Gambar 38b)…....………...Aleurodicus dispersus (Russell)
b
a Gambar 38 Lingula berbentuk oval (a) dan alur pori-pori padat tepat di bawah lingula (b)
46
4’.
Lingula cenderung melebar bulat (Gambar 39a); 2 pasang pori majemuk di bagian posterior tereduksi seperti bentuk lonceng (Gambar 39b)............................................ ....................................................................................Aleurodicus dugesii (Cockerell)
b b
b b
a Gambar 39 Lingula melebar (a) dan 2 pasang pori majemuk bentuk lonceng (b)
5(1). Terdapat duri atau sifon seperti tabung pada dorsum (Gambar 40a); Tepian bergerigi halus (Gambar 40b).….…………. .....…………...…………....……...…..6
a
b
Gambar 40 Duri pada dorsum (a) dan tepian bergerigi halus (b)
5’.
Duri atau sifon tidak tampak………….…...…………..……………………………8
47
6(5). Puparia berbentuk oval, dengan kutikula berwarna pucat; tepian bergerigi; lubang vasiform agak menonjol (Gambar 41a); terdapat seta-seta diantara barisan duri disekeliling tepian (Gambar 41b)....…………………Aleurocanthus cocois (Corbett)
b
a Gambar 41 Kutikula berwarna pucat (a) dan seta-seta diantara duri tepian (b)
6’.
Kutikula puparia berwarna coklat sampai hitam; dengan duri di bagian dorsal memanjang jauh melebihi tepian (Gambar 42a)....…...…......……………..………..7
a
Gambar 42 Duri bagian dorsal memanjang jauh melebihi tepian (a)
48
7(6). Terdapat 16 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang berbeda (Gambar 43)……...………………...……….Aleurocanthus citriperdus (Quaintance & Baker)
a
Gambar 43 Deretan 16 pasang duri yang berbeda panjang (a)
7’.
Terdapat hanya 11 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang hampir sama (Gambar 44).…………………………..Aleurocanthus spiniferus (Quaintance)
Gambar 44 Deretan 11 pasang duri yang panjangnya hampir sama
49
8(5). Terdapat seta halus disekeliling tepian dengan normalnya berjumlah 14 pasang (Gambar 45a); Lubang vasiform berbentuk segitiga dengan sisi yang hampir lurus atau cekung (Gmbar 45b)…..……..……......………Parabemisia myricae (Kuwana)
b
a
Gambar 45 Empat belas pasang seta halus (a) dan lubang vasiform berbentuk segitiga (b)
8’.
Terdapat 5 pasang pori disk besar dengan jarak yang sejajar simetris dari masingmasing trakea subdorsal dibagian toraks (Gambar 46)................................................. ......................................................Dialeuropora decempuncta (Quaintance & Baker)
a
Gambar 46 Lima pasang pori disk besar (a)
50
9.
Terdapat barisan kelenjar dan papila disekeliling tepian..……...…….……………10
9’.
Tidak adanya barisan kelenjar dan papilla disekeliling tepian……………….…….11
10(9). Adanya barisan kelenjar bergerigi yang memanjang melebihi tepian (Gambar 47a); adanya celah trakea toraks dan ekor berbentuk sisir (Gambar 47b); tidak adanya seta di daerah kepala (Gambar 48a)..................................................................................... ................................................Orchamoplathus mammaeferus (Quaintance & Baker)
a
b
Gambar 47 Barisan kelenjar bergerigi (a) celah trakea bentuk sisir (b)
a
Gambar 48 Tidak terdapatnya seta di daerah kepala (a)
51
10’. Terdapat papilla di daerah sekeliling tepian dengan bentuk yang hampir sama dengan diselingi beberapa yang besar serta berderet secara tidak teratur (Gambar 49a); terlihat atau tidak barisan tunggal papilla besar maupun kecil di daerah subdorsal (Gambar 49b)….........…………..Trialeurodes vaporariorum (Westwood)
b
a
Gambar 49a Papila submarginal (a) dan papila subdorsal (b) 11(9’). Saluran trakea pada bagian toraks dan kaudal terdiferensiasi menjadi pola poripori (Gambar 50a); pada bagian kaudal saluran trakea mengalami invaginasi di bagian ujungnya (Gambar 50b).……......…Rusostigma sp. (Quaintance & Baker)
a
b
Gambar 50 Pola pori-pori pada saluran trakea (a) invaginasi ujung saluran (b)
52
11’. Saluran trakea pada bagian toraks dan caudal tidak terdiferensiasi..…………….(12)
12(11’). Seta pada ekor kuat dengan ukuran setidaknya sepanjang lubang vasiform (Gambar 51a); panjang dari abdomen segmen ke 7 tereduksi secara medial (Gambar 51b)..................................................................................Bemisia tabaci (Gennadius)
Gambar 51 Ekor pada seta yang kuat (a) dan segmentasi abdomen ke 7 yang tereduksi (b)
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kutukebul yang ditemukan pada tanaman hortikultura di Bogor dan sekitarnya berjumlah 12 spesies yang menyerang 32 spesies tanaman inang. Famili Solanaceae merupakan inang yang paling banyak diserang kutukebul. Empat spesies kutukebul yang umum ditemukan dan menjadi hama penting pada berbagai spesies tanaman yaitu A. dispersus dan A. dugesii yang banyak ditemukan pada hampir seluruh tanaman hortikultura, T. vaporariorum yang banyak ditemukan pada tanaman sayuran dataran tinggi, serta B. tabaci yang banyak ditemukan pada tanaman sayuran dataran rendah. Keanekaragaman spesies kutukebul lebih banyak ditemukan pada daerah dataran rendah dibandingkan dengan dataran tinggi, hal ini disebabkan keanekaragaman tanaman inang lebih banyak terdapat pada daerah dataran rendah. Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari cara pengendalian kutukebul yang efektif pada tanaman hortikultura di Indonesia.
54
DAFTAR PUSTAKA Bintoro D. 2008. Keanekaragaman kutukebul di wilayah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Brown JK. 1994. Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector in agro ecosystems word wide. FAO Plant Prot. Bull. 42: 3–32. Byrne DN and TS Bellows. 1990. Whitefly biology. Annnual Review of Entomology 36: 431–457. Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiraling Whitefly Aleurodicus disperses, Exotic Threat to Western Australia. Fact Sheet no. 18/2000. Dooley J. 2007. Key to the Commonly Intercepted Whitefly Pest [internet]. [diunduh 2012 Mar 15]. Tersedia pada: http://keys.lucidcentral.org /keys/v3/whitefly/PDF_PwP%20ETC/Key%20to%20commonly%20interc epted%20pests%20embedded%20images%20.pdf. Dubey AK, Ko CC, David BV. 2009. The genus Lipaleyrodes Takahashi, a junior synonym of Bemisia Quaintance and Baker (Hemiptera: Aleyrodidae): a revision based on morphology. Zool Studi [internet]. [diunduh 2012 Mei 13]; 48(4):539-557. Tersedia pada: http://docsdrive.com/pdfs/ansinet/jbs /2002/505-507.pdf. Dammerman KW. 1929. The Agricultural Zoology of The Malay Archipelago: The Animals Injurious and Beneficial to Agriculture, Horticulture, and Forestry in the Malay Peninsula, The Dutch Eas Indies and The Philippines. Amsterdam (NE): JH de Bussy Ltd. Dreistadt SH, Clark JK, Flint ML. 2001. Integrated Pest Management for Floriculture and Nurseries. Oakland: University California Agriculture National Resources Publication: 3402. Evans GA. 2007. The Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the World and Their Host Plants and Natural Enemies [internet]. [diunduh 2012 Okt 14]. Tersedia pada: http://keys.lucidcentral.org/keys/v3/whitefly/PDFPwP %20 ETC/world-whitefly-catalog-Evans.pdf Gill RJ. 1990. Whiteflies: Their Bionomics, Pest Status and Control. UK: Intercept Ltd. Hidayat P, Aidawati N, Hidayat SH, Sartiami D. 2008. Tanaman indikator dan teknik RAPD-PCR untuk penentuan biotipe Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) [abstrak]. J HPT Trop [internet]. [diunduh 2012 mar 11]; 8(1):1-7. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/ 123456789/7081.htm.
55
Hoddle
MS. 2004. The biology and management of the silverleaf whitefly, bemisia argentifolii Bellows and Perring (Homoptera: Aleyrodidae) on greenhouse grown ornamentals. Biol Contr. [internet]. [diunduh 2012 Agu 24]; 13(3).123-220. Tersedia pada: http://biocontrol.ucr.edu/bemisia.html.
Hodges Gregory S, Evans Gregory A. 2005. An identification guide to the whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the southeastern united states. Florid Entomol. [internet]. [diunduh 2012 Apr 7]; 88 (4). Tersedia pada: http://fcla.edu/FlaEnt/fe88p518.pdf. Jakes. 2012. Pengendalian gemini virus dalam upaya peningkatan produksi cabai [internet]. [diunduh 2012 Okt 14]. Tersedia pada: http://penyuluhthl. wordpress.com/2012/05/16/pengendalian-gemini-virus-dalam-upayapeningkatan-produksi-cabai-2/ Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Ludji R. 2011. Kajian reproduksi kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai merah dan tomat [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Martin JH. 1985. The whitefly of New Guinea (Homoptera: Aleyrodidae). Bulletin of the British Museum (National History Museum) Entomology [internet]. [diunduh 2012 Jul 9]; 50(3):303-351. Tersedia pada http://biostor.org/reference/151. Martin JH. 1987. An identification guide to common whitefly pest species of the world (Homoptera: Aleyrodidae). Tropi Pest Manage. 33(4): 298-322. Martin JH. 1999. The whitefly fauna of Australia (Sternorrhyncha: Aleyrodidae) a taxonomic account and identification guide. CSIRO Entomologycal Teechnical Paper 38. 197 hlm. Martin, JH. and LA Mound. 2007. An annotated check list of the world's whiteflies (Insecta: Hemiptera: Aleyrodidae). Zootaxa 1492: 1-84. Mound, L. A. and S. H. Halsey. 1978. Whitefly of the World. A systematic catalog of the Aleyrodidae (Homoptera) with host plant and natural enemy data. British Museum (Natural History)/John Wiley & Sons, Chichester. 340 pp.
56
Murgianto F. 2010. Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie, Aleurodicus dispersusI Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan daerah lain di sekitarnya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahayu STS. 2004. Understanding the flight activity for decision in making management of Bemisia tabaci [tesis]. Yogyakarta (ID): Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Rahayuwati S. 2009. Variasi morfologi puparium dan DNA penyandi gen mitokondria sitokrom oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sudiono, Yasin N, Hidayat SH, Hidayat P. 2005. Penyebaran dan deteksi molekuler virus gemini penyebab penyakit kuning pada tanaman cabai di Sumatera. J HPT Trop (5) 2: 113-121. Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th to 26th April 2007.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Posisi geografis lokasi pengambilan kutukebul Kelurahan / Desa
Dramaga
Babakan
06o33,110 S; 106o44,035 E
207
Cikarawang
06o33,096 S; 106o44,324 E
161
Sibangteng
06o54,206 S; 106o72,865 E
190
Kalong
06o55,942 S; 106o57,425 E
231
Leuwisadeng
Posisi geografis
Ketinggian
Kecamatan
o
o
( m dpl )
Ciomas
Sukaharja
06 60,250 S; 106 74,381 E
242
Kemang
Cibeteung
06o48,662 S; 106o71,227 E
118
Megamendung Sukagalih
06o42,900 S; 106o00,203 E
700
Cisarua
Tugu Selatan
06o68,815 S; 106o95,014 E
919
Cipanas
Ciloto
06o71,355 S; 106o00,344 E
1278
Bogor Barat
Situ Gede
06o60,250 S; 106o74,381 E
174
o
o
Bogor Utara
Cimahpar
06 57,453 S; 106 82,252 E
205
Bogor Timur
Baranangsiang
06o62,788 S; 106o83,006 E
318
Katulampa
06o52,419 S; 106o44,700 E
336
Pakuan
06o38,880 S; 106o49,247 E
340
Bojongkerta
06o66,560 S; 106o83,449 E
423
Kertamaya
06o65,845 S; 106o83,799 E
432
Bogor Selatan
Pacet
o
o
Sukaresmi
06 57,453 S; 107 82,252 E
825
Cipendawa
06o75,276 S; 107o03,475 E
1227