SURVEY HAMA PENDATANG BARU Aulacaspis yasumatsui TAKAGI (HEMIPTERA: DIASPIDIDAE) PADA TANAMAN SIKAS DI BOGOR
RIDWAN SUFYANA YUSUF
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
i
ABSTRAK
RIDWAN SUFYANA YUSUF. Survey Hama Pendatang Baru Aulacaspis yasumatsui Takagi (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Sikas di Bogor. Dibimbing oleh AUNU RAUF. Kutu aulacaspis sikas (KAS), Aulacaspis yasumatsui Takagi (Hemiptera: Diaspididae), pertama kali ditemukan di Bogor pada akhir tahun 2011, dan menyebabkan kerusakan berat pada Cycas revoluta. Serangan berat yang terusmenerus dapat menyebabkan kematian tanaman dalam rentang waktu 2-3 bulan.Pada keadaan serangan ringan, proporsi kutu betina lebih banyak daripada jantan. Musuh alami yang umum ditemukan adalah parasitoid Arrhenophagus chionaspidis Aurivillius (Hymenoptera: Encyrtidae) dan Signiphora bifasciata Ashmead (Hymenoptera: Signiphoridae). Peran A. chionaspidis dalam menekan populasi KAS diperkirakan sangat terbatas karena hanya memarasit kutu jantan,dan pada saat yang bersamaanS. bifasciatamenurunkan populasinya karena bersifat sebagai hiperparasitoid. Musuh alami lain yang ditemukan adalah kumbang predator Cybocephalus nipponicusEndrody-Younga (Coleoptera: Cybocephalidae). Hingga saat ini, A. yasumatsui ditemukan menginfestasi tanaman di beberapat tempat di Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. Upaya pencegahan perlu dilakukan agar hama ini tidak menyebar lebih luas ke wilayah lainnya Indonesia. Untuk menghambat perkembangan populasi KAS, pengendalian dini perlu dilakukan dengan menyikat atau memangkas daun yang terserang.
ii
SURVEY HAMA PENDATANG BARU Aulacaspis yasumatsui TAKAGI (HEMIPTERA: DIASPIDIDAE) PADA TANAMAN SIKAS DI BOGOR
RIDWAN SUFYANA YUSUF
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian padaDepartemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa NRP
: Survey Hama Pendatang Baru Aulacaspis yasumatsui Takagi (Hempitera: Diaspididae) pada Tanaman Sikas di Bogor : Ridwan Sufyana Yusuf : A34080091
Disetujui,
Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc NIP. 195006221977031001
Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 196506211989102001
Tanggal lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP
Ridwan Sufyana Yusuf adalah putra dari pasangan Yusuf Miftah dan Deti Haryati, merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Dilahirkan di Cianjur pada tanggal 9 Februari 1989. Menempuh pendidikan SMA di dua sekolah, yaitu Sekolah Indonesia Jeddah kemudian di SMA Pasundan I Cianjur. Lulus dari SMA pada tahun 2007 kemudian bekerja selama satu tahun di International Parfume Center, Jeddah. Penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mengambil Strata Satu Program Studi Proteksi Tanaman pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menempuh pendidikan, penulis aktif tergabung dalam kepanitiaan dan berorganisasi. Di kepanitiaan, penulis aktif di divisi Hubungan Masyarakat Green Competition PTN IPB tahun 2009, divisi Hubungan Masyarakat Field Trip Migratoria PTN IPB tahun 2009, Wakil Ketua Umum Green Competition PTN IPB tahun 2010, Koordinator Lapang Masa Perkenalan Departemen (MPD) PTN IPB tahun 2010, divisi Hubungan Masyarakat Launching Outbond Departemen Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB tahun 2010, dan Ketua Divisi Acara Field Trip Entomologi Club tahun 2010. Pada masa SMA Penulis aktif di OSIS Sekolah Indonesia Jeddah divisi Upaca dan Kedisiplinan dan Paskibra Kabupaten Cianjur. Saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Tjiandjoer (HIMAT), Entomologi Club di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) periode 2009-2010 sebagai ketua komisi pengawas Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) periode 2010-2011 sebagai Ketua Umum, dan sebagai Koordinator Komite Senior Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (KS DPM A) periode 2011-2012.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Tak lupa sholawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penelitian dengan judul “Survey Hama Pendatang Baru Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Sikas di Bogor” dilaksanakan di Kabupaten Bogor dari Bulan Maret hingga Agustus 2012 bertujuan untuk mengetahui kerapatan populasi dan tingkat serangan KAS di wilayah Bogor, menginventarisasi musuh alaminya, serta mengumpulkan informasi tentang persebarannya di Indonesia. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc., yang telah banyak membimbing selama penelitian, Ibu Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU., selaku Dosen Penguji, Ibu Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih banyak atas bimbingannya selama di Departemen Proteksi Tanaman, juga emeritus Prof. B. M.Shepard dari Clemson University atas foto parasitoid, Dr. Natalia von Ellenrieder dan Dr. Gillian Watson dari Plant Pest Diagnostic Center, California, yang telaha mengidentifikasi hama, Dr. Gregory A. Evans dari United States Departement of Agriculture – Animal and Plant Health Inspection Service, yang telah mengidentifikasi parasitoid,dan Prof. Soemartono Sosromarsono dari IPB atas waktu untuk berdiskusi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, orang tua, Yusuf Miftah dan Deti Haryati atas perjuangan, semangat, doa, dukungan moril juga materil, dan kasih sayang yang tiada terkira juga adik yang selalu memberi semangat, Sela Yusuf. Kepada Bapak Wawan Yuwandi dan Ibu Euis Salsiah, wali mahasiswa selama di Bogor. Terima kasih juga dihaturkan kepada Vela Rostwentivaivi Sinaga, S.E.,atas bantuannya selama di lapang dan di laboratorium, beserta keluarga yang telah banyak memberikan semangat, masukan, dukungan dan kehangatan bagi penulis. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan kepengurusan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor periode 2009-2011, kak Joko, kak Atik, Cahya, Andre, Hasti, Artika, Endro, Elsa, Catur, Salwa, Warih. Terima kasih dan salam hangat saya sampaikan kepada kakak-kakak mahasiswa PTN angkatan 43, 44, temanteman terbaik sepanjang masa mahasiswa PTN angkatan 45, juga adik-adik tercinta mahasiswa PTN angkatan 46 dan 47, terima kasih atas dukungan, persahabatan, kasih sayang, kehangatan, pengalaman, dan perjuangan yang menginspirasi penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Penulis menerima saran serta kritik yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor,
Desember 2012
Ridwan Sufyana Yusuf
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang..................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Cycas revoluta ..................................................................................................... 4 Taksonomi dan Asal Tanaman ........................................................................ 4 Morfologi Tanaman ......................................................................................... 4 Aulacaspis yasumatsui......................................................................................... 5 Taksonomi dan Morfologi ............................................................................... 5 Biologi Hama ................................................................................................... 6 Kisaran Inang ................................................................................................... 7 Persebaran Hama ............................................................................................. 8 BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 9 Tempat dan Waktu .............................................................................................. 9 Bahan dan Alat .................................................................................................... 9 Metode Penelitian ................................................................................................ 9 Pemilihan Lokasi Penelitian ............................................................................ 9 Pengambilan Sampel ..................................................................................... 10 Kerapatan KAS .............................................................................................. 11 Intensitas Serangan ........................................................................................ 11 Parasitoid dan Predator .................................................................................. 12 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 13 Kerapatan Populasi, Banyaknya Telur dan Nisbah Kelamin ............................ 13 Intensitas Serangan ............................................................................................ 17 Parasitoid dan Predator ...................................................................................... 19 Persebaran KAS dan Tanaman Inang di Indonesia ........................................... 21 Hama Lain pada Tanaman Sikas ...................................................................... 22 Pengendalian yang Dilakukan ........................................................................... 23 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 25 Kesimpulan ........................................................................................................ 25 Saran .................................................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
Kisaran inang A. yasumatsui(Howard et al. 1999) ................................ 7 Kerapatan kutu sikas A. yasumatsui pada berbagai lokasi di Bogor (ekor/1 cm2 anak daun) ......................................................................... 14 Intensitas serangan berdasarkan persentase daun terserang (%) .......... 18 Intensitas serangan berdasarkan tingkat keparahan (%) ....................... 19 Banyaknya parasitoid yang muncul pada berbagai lokasi dan waktu pengamatan ........................................................................................... 20
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Lokasi pengamatanKAS ..................................................................... 10 Letak koloni KAS ............................................................................... 13 Telur yang berada di bawah perisai betina ......................................... 15 Banyaknya telur yang terdapat di bawah tubuh imago betina pada tingkat serangan yang berbeda............................................................ 15 Gambar 5 Perbedaan bentuk perisai KAS ........................................................... 16 Gambar 6 Komposisi A.yasumatsui berdasarkan jenis kelamin.......................... 16 Gambar 7 Perkembangan serangan KAS ............................................................ 17 Gambar 8 Tanaman sikas yang terserang berat KAS .......................................... 17 Gambar 9 Musuh alami KAS. ............................................................................. 21 Gambar 10 Chilades pandava ............................................................................... 22 Gambar 11Pemankasan tajuk ................................................................................ 23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sikas adalah kelompok tanaman yang paling banyak diusahakan sebagai tanaman lanskap karena memiliki nilai estetika sangat tinggi, daya tahan hidup yang
cukup
lama
dan
tidak
memerlukan
perlakuan
khusus
untuk
pemeliharaannya. Sikas memiliki vigor tanaman yang sangat indah, menimbulkan kesan karismatik, karakter mulia, dan menambahkan sentuhan eksotis. Kelompok sikas lebih dikenal dengan nama King atau Queen Sago Palm, itu sebabnya sikas juga melambangkan status sosial pemiliknya. Sikas juga merupakan tanaman lanskap yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Tanaman sikas dengan tinggi batang satu meter di wilayah Bogor dijual dengan harga tidak kurang dari satu juta lima ratus ribu rupiah. Sikas (Cycas spp.) adalah kelompok tanaman purba yang tergolong ke dalam Famili Cycadaceae. Kelompok tanaman ini paling banyak dibudidayakan sebagai tanaman lanskap. Lindstorm et al. (2009) melaporkan bahwa terdapat sepuluh tanaman sikas yang merupakan tanaman asli Indonesia, yaitu C. apoa, C. scratchleyana, C. javana, C. montana, C. falcata, C. rumphii, C. edentate, C. sundaica, C. glauca, dan C. papuana.Di indonesia, tanaman C. revoluta merupakan spesies sikas yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena memiliki memiliki tajuk yang sangat indah. Tanaman ini diketahui berasal dari wilayah Jepang. Sebagaimana layaknya tanaman purba, perlu perhatian ekstra untuk menghindari dari kepunahan. Salah satu penyebab kepunahan tanaman adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan hama pada tanaman telah banyak dilaporkan menimbulkan kerugian dalam jumlah cukup besar. Sama halnya pada tanaman produksi, tanaman lanskap tidak luput dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) ini. Serangan hama pada tanaman lanskap akan menimbulkan kerugian secara ekonomis dan artistik – visualnya. Kehilangan nilai artistik – visual tanaman lanskap akan menghilangkan sisi arsitektural.
2
Aulacaspis yasumatsui diketahui sebagai hama utama pada kelompok tanaman sikas. Kutu aulacaspis sikas (KAS) ini lebih dulu berkembang di wilayah Amerika.
Seperti
yang
diungkapkan dalam Publikasi
UFL
Extension-
IFAS(2005), bahwa kutu perisai yang berasal dari wilayah Thailand ini masuk ke wilayah Florida melalui import tanaman sikas yang legal. Infestasi serangga ini berkembang sangat cepat di seluruh negara bagian Amerika sejak hama ini ditemukan pada pertengahan 1990 di Miami. Pada tahun 1995, kutu perisai A. yasumatsui, dilaporkan telah meyerang koleksi tanaman sikas di Contgomery Botanical Center, Coral Gabes, Florida. Sikas dengan spesies C. revoluta adalah sikas yang paling populer sebagai tanaman lanskap. Meski demikian, tanaman ini adalah spesies yang paling rentan terhadap serangan kutu A. yasumatsui. Beberapa tanaman sikas di wilayah Florida dan Karibia bahkan mengalami kematian akibat serangan hama ini (Cave 2006). Mengingat semakin maraknya perdagangan global yang saat ini tengah berjalan, dimungkinkan bagi hama menyebar akan semakin cepat. KAS tidak menjadi masalah besar di Thailand karena musuh alami yang ada cukup berlimpah. KAS masuk ke wilayah Indonesia tidak langsung dari Thailand. KAS diduga masuk ke wilayah Indonesia melalui importasi sikas dari Florida, mengingat banyaknya tanaman hias yang diimpor dari Florida (Rauf, komunikasi pribadi). Banyak cara yang telah dipelajari untuk mengendalikan serangan hama. Karena kutuA. yasumatsui merupakan hama pendatang baru di Indonesia, tidak banyak diketahui mengenai tingkat serangan, persebaran, dan musuh alaminya. Informasi ini sangat dibutuhkan agar hama tidak menyebar lebih luas ke wilayah lain di Indonesia.
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan populasi dan tingkat serangan KAS di wilayah Bogor, menginventarisasi musuh alaminya, serta mengumpulkan informasi tentang persebarannya di Indonesia.
3
Manfaat Penelitian Dengan adanya hasil penelitian ini diaharapkan dapat membantu menyediakan informasi awal tentang serangan, musuh alami, dan persebaran KAS untuk dijadikan landasan bagi penyusunan strategi pengendaliannya.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Cycas revoluta Taksonomi dan Asal Tanaman C. revoluta pertamakali dikenalkan oleh Thunberg. Sejak saat itu C. revolutamenjadi tanaman primadona sebagai tanaman lanskap dengan segala kelebihannya. Sikas ini termasuk tanaman dalam famili Cycadaceae. Nama Cycadaceae sendiri diambil dari bahasa Yunani dari kata Cyca yang berarti palem. Namun, berbeda dengan palem sebenarnya yang termasuk dalam kelompok angiospermae, Cycas spp. merupakan tanaman yang termasuk ke dalam kelompok gymnospermae. Cycas spp. secara taksonomi dapat diklasifikasikan sabagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Cycadophyta
Kelas
: Cycadopsida
Superfamili
: Cycadales
Famili
: Cycadaceae
Genus
: Cycas
Spesies
: C. revoluta
Tanaman ini berasal dari Jepang dan Cina bagian Selatan. Sikas ini memiliki beberapa nama, antara lain Sago Palm, King Sago Palm, dan Japanese Sago Palm (Northropetal. 2010).
Morfologi Tanaman C. revoluta memiliki batang yang pendek, warna cokelat tua dan tidak bercabang. Daun tumbuh secara spiral pada pelepah yang memiliki ukuran panjang dua sampai tiga kaki. Anak daun sikas ini memiliki tipe daun majemuk pinate dan tidak memiliki tulang daun. Daun berwarna hijau tua dengan panjang mencapai empat sampai delapan inci, daun majemuk membentuk sisir, panjang, ramping, dan meruncing di ujung. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai ketinggian delapan kaki, namun laju pertumbuhannya sangat lamban yaitu satu
5
sampai dua inci per tahun. Perakaran C. revoluta merupakan akar serabut.Sikas ini termasuk ke dalam kelompok diecious, yang artinya struktur kelamin jantan dan betina berada pada tanaman terpisah. Jika ingin mendapatkan benih, tanaman jantan dan betina haruslah ditumbuhkan dengan posisi berdekatan agar spora dapat disebarkan baik oleh angin ataupun serangga. Struktur kelamin jantan dinamakan mikrosporophills, berbentuk corong yang terletak pada tengah-tengah lingkaran pelepah. Struktur kelamin betina disebut megasporophylls biasanya terletak lebih rendah, berbentuk bulat, dan berada di tengah-tengah lingkaran pelepah (Geisel 2001).
Aulacaspis yasumatsui Taksonomi dan Morfologi Secara taksonomi A. yasumatsui dapat dikelompokkan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Superfamili
: Coccoidea
Famili
: Diaspididae
Subfamili
: Diaspidinae
Genus
: Aulacaspis
Spesies
: A. yasumatsui
Kutu jantan mengalami perubahan dari instar, pupa, kemudian imago hanya dalam beberapa hari. Imago jantan memiliki tungkai, sepasang sayap, dan tidak makan. Kutu betina mengalami tiga perubahan instar dan satu imago. Instar kedua, ketiga, dan imago betina tidak memiliki tungkai (pub. USDA).Instar pertama (crawler) aktif bergerak karena memiliki tiga pasang tungkai. Perisai berwarna putih terbentuk dari kulit fase sebelumnya dan sekresi lilin. Bagian perisai pada KAS jantan berwarna putih, memanjang, hampir sejajar sama sisi, dengan dua atau tiga garis punggung. Imago KAS betina memiliki panjang sekitar 2.0 mm, lebih besar dari jantan, berbentuk hampir oval, dengan perisai putih bertekstur halus.Jika perisai diangkat, terlihat tubuh KAS betina berwarna cokelat
6
kemerahan dan telur yang diletakkannya.Telur berwarna kuning pucat saat pertama kali diletakkan dan menjadi cokelat kemerahan saat hampir menetas (Muniappanet al. 2012).
Biologi Hama Telur disimpan di bawah perisai imago betina dan menetas dalam 12 hari pada suhu 25oC (Weisslinget al. 1999). Bailey et al. (2010) melaporkan bahwa imago betina KAS dapat meletakkan telur lebih dari seratus butir.Setelah menetas, hama masuk pada fase instar satu yang disebut crawler. Crawler memiliki kemampuan memencar untuk mencari titik tempat ia menghisap cairan tanaman. Selain itu, crawler juga dapat disebarkan oleh angin. Saat mereka menemukan tempat yang tepat untuk makan, mereka akan mulai menghisap, berganti ke fase perkembangan berikutnya, dan akan menetap menyelesaikan siklus hidupnya. Bergantung kepada suhu setempat, kutu betina memasuki imago, melakukan perkawinan, bertelur, hingga melahirkan generasi berikutnya dalam 21-35 hari (pub. USDA). Instar pertama akan mengalami perubahan ke fase berikutnya setelah dua minggu. Sekitar satu bulan setelah menetas, hama masuk ke fase instar (pradewasa). Selanjutnya pada kutu betina, mereka akan langsung memasuki fase imago (dewasa). Sedangkan kutu jantan mengalami fase pupa. Kemudian muncul sebagai imago. Setelah melakukan perkawinan, spesies betina mampu bertahan hidup selama kurang lebih satu bulan untuk berreproduksi dengan meletakkan hingga 100 telur di bawah perisainya (Howard et al. 1999). Perkembangan hama sangat bergantung pada suhu lingkungan. Baileyet al. (2010) melaporkan tentang biologi A. yasumatsui pada kondisi laboratorium, yaitu dengan suhu 24 ± 1oC dan kelembapan udara 70 ± 10% RH. Telur yang diletakkan oleh imago betina memiliki masa inkubasi dengan kisaran 7.27 sampai 7.30. Pada KAS betina perkembangan yang diamati adalah fase nimfa instar satu dengan rataan lama hidup 8.58 hari, fase nimfa instar dua dengan rataan lama 10.08 hari, lama fase nimfa instar tiga mencapai rataan 10.00 hari, lama hidup untuk fase pradewasa mencapai rataan 35.92 hari, dan imago dapat mencapai hidup maksimal enam puluh tujuh hari. Berbeda dengan KAS betina, spesies jantan memiliki rentang waktu hidup lebih singkat. Fase instar satu diselesaikan
7
dalam waktu rataan 9.40 hari, lama fase instar dua mencapai rataan 9.60 hari, fase pradewasa kutu jantan diselesaikan dalam waktu rataan 26.33 hari, dan imago jantan hanya hidup satu hari saja.
Kisaran Inang Diungkapkan oleh Weisslinget al. (1999), A. yasumatsui telah menyebar di wilayah negara-negara bagian, terutama sepanjang Miami dan menyerang berbagai tanaman sikas. Kisaran inang KAS disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1 Famili Cycadaceae
Zamiaceae
Kisaran inang A. yasumatsui(Sumber: Howard et al. 1999) Genus Cycas
Dioon
Encephalartos
Microcycas Stangeriaceae
Stangeria
Spesies media R. Brown panzhlhuaensis L. Shou dan S. Y. Yang revoluta Thunberg rumphii Miguel seemannii A. Braun szehuanensis W. C. Cheng dan L. K. Fu thouarsii R. Brown ex Gaudich wadei Merrill califanoi De Luca dan Sabatori edule Lindley merolae De Luca rzedowskii De Luca, Moreti, Sabatori, dan Vasquez spinulosum Dyer (hanya strobilus) tomasellii De Luca var. Sonorense barteri Miguel (hanya strobilus) ferox Bertoloni hildebrandtii nr. Lembombensis A. braun dan Bouch manikensis Gililand pterogonus R. A. Dyer dan I. Verd whitelockii P. J. H. hurter colocoma (Miguel) de Candolle (hanya strobilus) eriopus (Kunze) Bailon
Asal Geografis Australia & Papua Nugini China Jepang, kepulauan Ryukyu India, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik Kepulauan Pasifik Cina Afrika Filipina Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Afrika Afrika Afrika Afrika Afrika Afrika Cuba Afrika
8
Persebaran Hama Hama ini untuk pertama kalinya dipertelakan oleh Dr. Sadao Takagi di Thailand pada tahun 1977 dari koleksi spesimen K. Yasumatsu yang berasal dari wilayah Bangkok pada tanaman Cycas sp. pada tahun 1972. Sejak awal tahun 1990-an KAS menyebar ke luar wilayah asalnya, yang diduga karena adanya importasi sikas dari wilayah terserang. Pada tahun 1996 hama ini ditemukan menyerang C. revoluta di Florida (Howard et al. 1999) dan pada tahun 1999 di Puerto Rico (Segarra-Carmona dan Perez-Padilla 2008). Hal yang sama terjadi juga di Asia. Hama KAS masuk ke Cina bagian selatan pada tahun 1990-an melalui importasi C. insermis Lour dari Vietnam, kemudian menyebar
ke
Hongkong, lalu ke Taiwan, dan juga ke Singapura. Hama ini juga dilaporkan kemudian menyebar ke wilayah Pasifik seperti Hawaii dan Guam (Haynes 2005). Hama KAS dilaporkan beberapa kali terintersepsi pada sikas di beberapa pelabuhan masuk seperti di Republik Korea (Suh & Hodges 2007).A. yasumatsui terintersepsi di pelabuhan Perancis pada Januari 2006, kutu ini masuk bersamaan dengan importasi tanaman sikas dari Pantai Gading, Afrika. Sedangkan pada April 2006, hama ini terintersepsi pula di pelabuhan Inggris, kutu ini ditemukan pada daun sikas yang diimpor dari Vietnam melalui Belanda (Germain dan Hodges 2007). Pada tahun 2011, KAS ditemukan menyerang C. revoluta di beberapa lokasi di Bogor (Muniappan et al. 2012).
9
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilakukan di berbagai tempat yang terdapat pohon sikas di wilayah Bogor, sedangkan pemeriksaan specimen dilakukan di Laboratorium Ekologi Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai Agustus 2012.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beberapa tingkatan larutan alkohol yaitu 80%, 95%, 96%, 100%, larutan KOH, larutan acid alkohol 50%, acid fuchsin, glacial acetic acid, carbol xylene, minyak cengkeh,
dan
tanaman yang terinfestasi oleh KAS. Alat yang digunakan adalah tabung penyimpanan, kotak pemeliharaan, mikroskop compound dan mikroskop stereo, kaca preparat beserta penutupnya, gunting, kamera digital, hand tally counter, label, kuas, jarum bertangkai, logbook, dan alat tulis.
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui pengamatankerapatan populasi dan tingkat serangan KAS di wilayah Bogor, menginventarisasi musuh alaminya, dan mengumpulkan informasi tentang persebarannya di Indonesia.
Pemilihan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian diambil secara purposive di wilayah Bogor pada halaman rumah, kantor, atau kebun (Gambar 1). Pemilihan diawali dengan survey pendahuluan dengan menyebarkan surat izin kepada pemilik tanaman. Dari perizinan tersebut, didapat sepuluh titik pengamatan tanaman sikas yang terinfestasi oleh KAS.
10
Gambar 1
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Lokasi pengamatan KAS: Warung Jambu (A), Yasmin III (B), FKH IPB (C), Cimanggu (D), Bogor View (E), Cibeureum (F), RM. Ampera (G), Rafflesia Raya (H), Kebun Raya Bogor I (I depan) dan II (I belakang)
Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan setiap dua minggu dengan memotong pelepah sepanjang 10 cm. Pengamatan berikutnya dilakukan pada pelepah yang sama dengan asumsi dinamika populasi hama terjadi secara alami pada daun yang sama, sehingga dapat diketahui kerapatan hamanya berdasarkan waktu pengamatan. Pemindahan daun sampel dilakukan bila daun sampel sebelumnya telah habis terpotong atau karena dilakukan sanitasi
oleh pemiliknya. Daun
sampel kemudian diamati di Laboratorium Ekologi Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
11
Kerapatan KAS Pengamatan kerapatan KAS dilakukan dengan memotong daun dengan ukuran 1 cm2 sebanyak tujuh helai kemudian dilakukan perhitungan populasi A. yasumatsui. Pengamatan jumlah telur dilakukan pada satu imago betina yang masing-masing terdapat pada tujuh anak daun berukuran luas 1 cm2. Begitu pula pengamatan komposisi A. yasumatsui berdasarkan jenis kelamin dilakukan pada tujuh helai anak daun seluas 1 cm2. Pengamatan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan mikroskop stereo dan dihitung dengan bantuan hand tally counter. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu. Pembuatan preparat KAS menggunakan metode seperti yang dikembangkan oleh William dan Watson (1988). Kutu yang sudah dibuat preparatnya kemudian dikirim ke Plant Pest Diagnostic Center, California. Identifikasi dilakukan oleh Dr. Natalia von Ellenrieder dan Dr. Gillian Watson.
Intensitas Serangan Intensitas serangan didekati dengan dua cara perhitungan, yaitu persentase banyaknya daun terserang serta tingkat keparahan serangan. Persentase daun terserang KAS ditentukan sebagai berikut: Persentase daun terserang
N
100%, dengan
n
= jumlah daun yang terserang
N
= jumlah total daun pada pohon sampel
Keparahan serangan didasarkan pada kategori serangan sebagai berikut: Skor
Uraian
0
Tidak ada hama
1
Hama dalam jumlah sangat sedikit
2
Hama sedikit, dominasi kutu betina, daun berwarna hijau
3
Hama cukup banyak, gejala lebih sedikit dari hijau daun
4
Hama cukup banyak, gejala sama luasnya dengan hijau daun
5
Hama banyak, gejala lebih luas dari hijau daun
6
Hama sangat banyak, daun yang kering
12
Selanjutnya dilakukan penentuan tingkat keparahan dengan rumus: Tingkat keparahan
∑ N V
100%, dengan
n
= banyaknya daun yang tergolong dalam satu kategori serangan
v
= skor pada tiap kategori serangan
N
= banyaknya daun yang diamati
V
= skor untuk kategori serangan terberat
Parasitoid dan Predator Pengamatan parasitoid dilakukan setiap dua minggu dan didasarkan pada individu parasitoid yang muncul dari tubuh KAS. Untuk maksud tersebut anak daun yang ada pada petiol sepanjang 10 cm dikumpulkan dari lapangan, kemudian disimpan pada wadah plastik yang diberi lubang udara dan ditutup dengan kain organdi. Parasitoid yang muncul lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi alkohol 96%. Spesimen parasitoid dikirim ke USDA-APHIS (United States Departement of Agriculture – Animal and Plant Health Inspection Service) atau Departemen Pertanian Amerika untuk diidentifikasi. Pengamatan predator dilakukan langsung pada pohon sampel di lapangan bersamaan dengan pengamatan kerapatan populasi KAS dan intensitas serangan. Predator yang dijumpai dicatat jumlahnya dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan Populasi, Banyaknya Telur dan Nisbah Kelamin Tanaman yang terinfestasi oleh KAS dicirikan oleh adanya koloni kutu. Pada serangan awal, KAS umumnya terdapat pada permukaan bawah anak daun..Dengan meningkatnya serangan, kutu ini dapat ditemukan pada permukaan atas daun, tangkai daun,bagian bunga, bahkan kuncup yang baru muncul dari bagian tengah batang dapat juga diserangnya (Gambar 2).
A
B
D
Gambar 2
C
E
Letak koloni KAS: permukaan bawah daun (A), permukaan atas daun (B), petiol daun (C), bunga jantan (D, Foto: A. Rauf), kuncup yang baru muncul (E, Foto: A Rauf)
Pohon sikas yang terserang berat biasanya penuh ditutupi lapisan kerak putih, yang tiada lain terdiri dari kutu yang telah mati pada bagian atas dan kutu yang masih hidup di bagian bawahnya (Weissling et al. 1999). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan kerapatan KAS dapat mencapai 200-an ekor per 1 cm2 luasan permukaan anak daun (Tabel 2). Segarra-Carmona dan Perez-Padilla (2008) melaporkan kerapatan KAS dapat mencapai 500 ekor per 1 cm2 pada sikas di Puerto Rico. Karena hidupnya menetap, kutu KAS diperkirakan tidak
14
mengalami penurunan populasi akibat migrasi.KAS menyebar secara pasif, yaitu terbawa oleh angin, alat-alat pemeliharaan tanaman, menempel pada baju manusia, dan terbawa hewan lain seperti burung atau lebah. Tabel 2
Kerapatan kutu sikas A. yasumatsui pada berbagai lokasi di Bogor (ekor/1 cm2anak daun)
Waktu Pengamatan 11 25 9 23 6 20 Apr Apr Mei Mei Jun Jun FKH IPB 146.33 226.67 137.67 77.00 126.00 165.33 Cibeureum 0.00 0.00 0.00 0.67 1.00 0.33 Bogor View 108.67 85.33 55.67 93.67 40.67 34.67 Yasmin III 185.00 126.00 16.67 35.33 72.33 112.67 Rafflesia Raya 124.00 147.00 131.33 147.67 160.33 237.00 Cimanggu 141.67 105.33 117.00 161.67 135.33 155.00 RM. Ampera 75.67 76.33 55.00 21.00 88.33 24.33 Warung Jambu 9.00 51.67 52.33 42.67 45.00 83.67 Botani Square 145.00 117.67 149.00 144.67 2.33 25.33 KRB (I) * * * * 47.00 184.67 KRB (II) * * * * 94.00 90.00 KRB (III) * * * * 51.00 3.00 * Tidak dilakukan pengamatan karena belum diberikan izin. Lokasi
4 Jul 158.67 113.67 116.00 172.00 150.00 122.33 43.00 78.00 35.00 193.67 173.00 0.00
18 Jul 139.00 14.33 85.00 124.67 136.00 129.00 22.00 35.00 57.33 104.33 48.33 0.00
Kerapatan KAS maksimum terdapat pada sampel lokasi FKH pada tanggal 25 April yang mencapai nilai rataan 226.67 ekor. Kerapatan KAS minimum terdapat pada sampel lokasi Cibeureum pada tanggal 20 Juni dengan nilai rataan 0.33. Penurunan populasi yang tajam lebih disebabkan oleh perpindahan daun sampel karena habis terpotong atau perpindahan pohon karena dilakukan pemangkasan tajuk oleh pemilik tanaman. Hal ini terjadi di lokasi pengamatan Cimanggu 25 April, Yasmin III 9 Mei, FKH IPB 23 Mei, dan Botani Square 6 Juni. Telur berwarna oranye dan tidak terlihat dari luar karena berada di bawah perisai imago betina (Gambar 3).Hasil pengamatan menunjukkan banyaknya telur yang ditemukan di bawah tubuh betina tergantung pada kerapatan populasi atau tingkat serangan. Pada keadaan serangan berat (populasi tinggi), rataan banyaknya telur yang terdapat di bawah tubuh imago betina yaitu 23.86 butir (n = 7), sementara pada keadaan serangan ringan yaitu 49.71 butir (n = 7) (Gambar 4). Kualitas makanan yang tersedia diduga sebagai faktor yang mempengaruhi banyaknya telur yang diletakkan. Namun demikian, kedua angka ini bukan menunjukkan keperidian kutu, karena larva instar satu (crawler) yang telah meninggalkan tubuh induknya tidak terhitung, begitu pula telur yang masih ada
15
dalam ovari. Hasil penelitian Baranowski and Glenn pada tahun 1999 dalam Bailey et al. (2010) mendapatkan rataan banyaknya telur yang diletakkan yaitu 256 butir telur per betina selama hidup betina (5 minggu), dengan masa inkubasi telur 9.6 hari pada suhu 25oC (Cave et al. 2009).
Jumlah telur
Gambar 3
60 50 40 30 20 10 0
Telur yang berada di bawah perisai imago betina
49.71 23.86
Ringan
Berat Tipe Serangan
Gambar 4
Banyaknya telur yang terdapat di bawah tubuh imago betina pada tingkat serangan yang berbeda.
Crawler (nimfa instar satu) yang baru keluar dari tubuh imago betina kemudian bergerak mencari tempat untuk makan, lalu menetap pada suatu titik dimana kutu akan menghisap cairan tumbuhan sampai menyelesaikan satu siklus hidupnya. Serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk tubuhnya (Gambar 5). Imago betina dewasa ditutupi struktur seperti perisai berbentuk bundar dengan diameter 0.15 cm serta berwarna putih. Serangga pradewasa jantan juga ditutupi perisai putih, tetapi berbentuk memanjang dan berukuran lebih kecil. Berbeda dengan betina, imago jantan berwarna cokelat-jingga, bersayap satu pasang, memiliki tungkai dan antena.
16
Gambar 5
Perbedaan bentuk perisai KAS: betina (kiri) danjantan (kanan)
Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pada keadaan serangan ringan, kutu betina lebih banyak daripada jantan, dengan perbandingan 62% terhadap 38% (Gambar 6). Sebaliknya pada keadaan serangan berat, kutu betina jauh lebih sedikit daripada kutu jantan dengan perbandingan 5% terhadap 95%. Pola yang sama dilaporkan pula oleh Heu et al. (2003) di Florida. Serangan Ringan
Serangan Berat 5%
38%
Jantan Betina
62% 95%
Gambar 6
Komposisi A.yasumatsui berdasarkan jenis kelamin.
Pola komposisi hama berdasarkan jenis kelamin ini berkaitan dengan faktor ketersediaan makan yang ada, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada serangan ringan, baik kualitas maupun kuantitas makanan yang ada masih dapat menjamin kelangsungan hidup KAS jantan maupun betina. Namun pada saat serangan berat di mana kualitas tanaman menurun dalam arti tanaman merana akibat aktifitas makan KAS yang berlangsung secara terus menerus dan kuantitas makanan yang tersedia semakin sedikit, maka dalam perkembangannya KAS lebih banyak berkembang menjadi imago jantan. Hal ini berkaitan dengan cara hidup KAS, di mana spesies jantan hidup hanya satu hari saja sedangkan lama hidup imago betina dapat mencapai enam puluh tujuh hari (Bailey et al. 2010). Agar tetap dapat bertahan dan menyelesaikan satu siklus hidup, KAS pradewasa
17
lebih cenderung berkembang menjadi imago jantan di mana KAS jantan memiliki aktifitas makan yang jauh lebih singkat.
Intensitas Serangan Serangan berat KAS dapat menyebabkan serluruh tajuk mengering dalam waktu 2-3 bulan, karena terjadinya pengisapan cairan tanaman oleh kutu secara terus-menerus (Gambar 7). Jika serangan ini terus berlanjut, KAS dapat menyebabkan seluruh tajuk menjadi berwarna cokelat dan kering sehingga mengakibatkan tangkai daun patah. Hampir seluruh tajuk mengalami kerontokan sehingga tanaman hanya memiliki dua sampai tiga daun saja atau bahkan tidak ada daun sama sekali. Dalam kondisi ini, tanaman dapat mengalami kematian seperti yang terjadi pada sikas yang tumbuh di Rafflesia Raya, FKH IPB, dan KRB III (Gambar 8).
A
Gambar 7
B
Perkembangan serangan KAS: Gejala pada tanggal 25 April 2012 (A) dantanggal 23 Mei 2012 (B)
A
Gambar 8
B
Tanaman sikas yang terserang berat KAS: Rafflesia Raya (A), FKH IPB (B), KRB III(C)
C
18
Intensitas serangan yang didasarkan pada persentase banyaknya daun terserang disajikan pada tabel 3. Tampak bahwa sebagian besar pohon sikas yang diamati, seluruh daunnya terserang oleh KAS. Penurunan intensitas serangan pada sampel 23 Mei di FKH, 9 Mei di Yasmin III, dan 6 Juni di Botani Square disebabkan oleh pergantian tanaman sampel, karena tanaman sampel sebelumnya telah dipangkas oleh pemiliknya. Tabel 3
Intensitas serangan berdasarkan persentase daun terserang (%)
Lokasi FKH IPB Cibeureum Bogor View Yasmin III Rafflesia Raya Cimanggu RM. Ampera Warung Jambu Botani Square KRB (I) KRB (II) KRB (III)
11 Apr 100.00 0.00 22.73 100.00 100.00 11.86 100.00 40.00 100.00 * * *
25 Apr 100.00 0.00 29.41 100.00 100.00 7.02 100.00 53.33 100.00 * * *
9 Mei 100.00 0.00 100.00 96.55 100.00 90.00 100.00 53.33 100.00 * * *
Waktu Pengamatan 23 6 Mei Jun 76.19 90.48 40.00 51.11 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 46.32 100.00 93.75 100.00 64.00 * 100.00 * 100.00 * 100.00
20 Jun 100.00 62.22 100.00 100.00 100.00 100.00 46.32 100.00 89.29 63.64 87.18 100.00
4 Jul 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 40.00 80.00 100.00 100.00 100.00 0.00
18 Jul 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 37.89 47.62 100.00 100.00 100.00 0.00
* tidak dilakukan pengamatan karena belum dapat izin
Intensitas serangan yang didasarkan pada tingkat keparahan disajikan pada Tabel 4. Tingkat keparahan yang tinggi terjadi pada sikas yang ada di FKH IPB dan Rafflesia Raya. Penurunan tingkat keparahan lebih disebabkan oleh perpindahan pohon sampel atau perpindahan daun sampel. Habisnya daun karena pemotongan akan mengurangi keberadaan daun yang terserang dengan kategori skor tertentu. Daun yang habis terpotong tidak dimasukkan sebagai data karena skor serangan hama hanya dapat ditentukan dengan adanya sampel daun utuh. Penurunan intensitas serangan akibat perpindahan sampel pohon tampak nyata pada sampel 23 Mei di FKH, 9 Mei di Yasmin III, dan 6 Juni di Botani Square. Pengaruh perpindahan sampel daun terlihat cukup nyata pada pengamatan 20 Juni di Cimanggu dan RM. Ampera. Faktor lain yang dapat menurunkan intensitas serangan adalah munculnya daun baru. Hal ini dapat dilihat dari data pada pengamatan 6 Juni di RM. Ampera dan 20 Juni di KRB I dan II. Penurunan
19
intensitas serangan pada pengamatan 25 April di Cimanggu karena pemotongan daun yang terserang berat oleh KAS. Tabel 4
Intensitas serangan berdasarkan tingkat keparahan (%)
Waktu Pengamatan 11 25 9 23 6 Apr Apr Mei Mei Jun FKH IPB 100.00 100.00 100.00 23.02 26.98 Cibeureum 0.00 0.00 0.00 6.67 8.52 Bogor View 5.30 7.84 20.59 27.45 36.27 Yasmin III 48.00 65.33 16.09 17.82 31.03 Rafflesia Raya 86.84 91.52 92.37 93.79 94.07 Cimanggu 4.80 3.22 40.83 46.11 47.95 RM. Ampera 33.33 34.44 45.45 45.45 7.72 Warung Jambu 6.67 8.89 8.89 16.67 15.63 Botani Square 40.63 52.78 60.12 81.25 10.67 * * * 16.67 KRB (I) * * * * 20.10 KRB (II) * * * * 66.67 KRB (III) * * tidak dilakukan pengamatan karena belum dapat izin Lokasi
20 Jun 33.33 9.63 40.20 35.65 94.07 47.15 7.37 16.67 14.88 16.67 17.95 100.00
4 Jul 45.24 18.52 43.14 51.39 86.11 58.54 6.67 15.00 28.57 36.36 20.51 0.00
18 Jul 50.88 26.30 39.74 54.17 81.94 72.06 6.32 15.08 32.14 42.42 26.50 0.00
Parasitoid dan Predator Terdapat dua jenis parasitoid yang muncul dari tubuh KAS, yaitu Arrhenophagus
chionaspidis
Aurivillius
(Hymneoptera:
Encyrtidae)
dan
Signiphora bifasciata Ashmead (Hymenoptera: Signiphoridae) (Gambar 9). Kedua spesies parasitoid ini diidentifikasi oleh Dr. Gregory A. Evans dari USDA – APHIS (United States Departement of Agriculture – Animal and Plant Health Inspection Service), Beltsville, Maryland, USA. Walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan tingkat parasitisasi, tetapi imago parasitoid yang muncul cukup berlimpah (Tabel 5). Dilaporkan bahwa A. chionaspidis memarasit kutu jantan, sementara S. bifasciata kemungkinan besar adalah hiperparasitoid (Muniappan et al. 2012). Hasil pengamatan menunjukkan bila populasi S. bifasciata rendah maka populasi A. chionaspidis tinggi, seperti terjadi di lokasi FKH IPB dan Bogor View. Sebaliknya, bila populasi S. bifasciata tinggi maka populasi A. chionaspidis rendah, seperti terjadi di lokasi Yasmin III dan Cimanggu (Tabel 5). Dari pengamatan perkembangan kedua parasitoid ini diketahui bahwa A. chionaspidis hadir saat serangan KAS beranjak dari tipe serangan ringan menuju serangan berat. Hal ini dapat dimengerti karena pada tahap ini seiring dengan meningkatnya kerapatan KAS dan menurunnya kualitas
20
juga kuantitas makanan yang tersedia, kutu akan lebih banyak berkembang menjadi jantan. Saat populasi A. chionaspidis sangat tinggi, kehadiran S. bifasciata mulai terlihat. Sebagai hiperparasitoid, secara perlahan populasinya semakin meningkat. Sementara itu, populasi A. chionaspidis mengalami penurunan. Dari pola perkembangan kedua musuh alami ini, diketahui bahwa parasitoid yang kini ada di lapangan tidak mampu menekan perkembangan populasi KAS. Tabel 5
Banyaknya parasitoid yang muncul pada berbagai lokasi dan waktu pengamatan
Waktu Pengamatan 11 25 9 23 6 20 Apr Apr Mei Mei Jun Jun FKH IPB A. chionaspidis 0 0 0 1674 1301 1338 S. bifasciata 0 0 0 14 30 4 Cibeureum A. chionaspidis 0 0 0 0 0 0 S. bifasciata 0 0 0 0 0 0 Bogor View A. chionaspidis 77 11 119 152 9 54 S. bifasciata 5 4 8 8 2 1 Yasmin III A. chionaspidis 8 43 11 78 44 14 S. bifasciata 118 439 54 24 309 454 Rafflesia Raya A. chionaspidis 11 41 75 58 70 15 S. bifasciata 154 43 44 61 104 68 Cimanggu A. chionaspidis 53 0 54 23 19 40 S. bifasciata 347 218 301 100 120 391 RM. Ampera A. chionaspidis 17 0 0 2 0 0 S. bifasciata 0 0 0 0 1 0 Warung Jambu A. chionaspidis 31 8 0 24 200 570 S. bifasciata 5 24 1 2 18 49 Botani Square A. chionaspidis 12 58 7 16 1 60 S. bifasciata 173 141 60 15 1 0 KRB (I) A. chionaspidis * * * * 13 4 S. bifasciata * * * * 11 80 KRB (II) A. chionaspidis * * * * 10 9 S. bifasciata * * * * 5 64 KRB (III) A. chionaspidis * * * * 0 0 S. bifasciata * * * * 2 0 * tidak dilakukan pengamatan karena belum dapat izin Lokasi
Jenis Parasitoid
4 Jul 241 0 48 0 71 0 5 287 19 14 15 189 0 0 14 213 257 6 63 73 260 92 0 0
18 Jul 1469 121 4 3 219 175 47 369 41 22 78 314 0 0 1 2 857 11 49 746 24 222 0 0
Total 6023 169 52 3 712 203 250 2054 330 510 282 1980 19 1 848 314 1268 407 129 910 303 383 0 2
21
A
Gambar 9
B
C
D
Musuh alami KAS: Parasitoid A. chionaspidis (A, Foto: B.M. Shepard), hiperparasitoid S. bifasciata (B), predator Halmus sp.(C), predator C. nipponicus (D)
Selain parasitoid, selama pengamatan dijumpai juga dua spesies kumbang predator yaitu yaitu Cybocephalus nipponicus Endrody-Younga (Coleoptera: Cybocephalidae) dan Halmus sp. (Coleoptera: Coccinellidae). Di lokasi Warung Jambu, kumbang C. nipponicus selalu ditemukan setiap kali pengamatan dengan jumlah berkisar antara 14 sampai 57 ekor. Tidak diketahui dengan pasti pengaruh dari kumbang predator ini terhadap populasi KAS. Namun pada tahun 1998, kumbang C. nipponicus sengaja didatangkan dari Thailand ke Florida untuk mengendalikan KAS (Cave 2006). Kumbang Halmus sp. ditemukan pada dua pengamatan terakhir di Kebun Raya Bogor dengan jumlah empat dan dua ekor.
Persebaran KAS dan Tanaman Inang di Indonesia Sejak pertama kali ditemukannya di Bogor pada tahun 2011, KAS tampaknya telah menyebar ke wilayah lainnya di Indonesia. Selain di Jawa Barat, hama ini telah ditemukan menyerang sikas di Provinsi DKI, Banten dan Jawa Tengah (Rauf, komunikasi pribadi), serta Sulawesi Utara (Sembel, komunikasi pribadi). Kiranya perlu dilakukan upaya untuk mencegah hama ini menyebar ke wilayah lainnya di Indonesia. KAS dapat menyebar ke wilayah lain melalui bahan tanaman yang terserang atau larva instar satu (crawler) yang terbawa angin atau menempel pada pakaian, burung, serangga dan hewan lain (Heu et al. 2003). Serangan berat umumnya terjadi pada C. revoluta. Namun demikian, KAS juga ditemukan menyerang sikas asli Indonesia yaitu C. rumphii. Di Kebun Raya Bogor tanaman Zamia loddigesii Miq. dan Macrozamia miquelii F. Muell.
22
dilaporkan terserang oleh KAS (Muniappanet al. 2012). Dari hasil pengamatan di Kebun Raya Bogor, diketahui bahwa KAS menyerang tanaman Cycas sp. (KRB I), C. neocaledonica (KRB II) dan Macrozamia miquelii (KRB III). Adapun Zamia loddigesii yang dilaporkan oleh Muniappan et al. (2012) terinfestasi KAS, pada masa penelitian tidak ditemukan. Hal ini kemungkinan besar karena adanya tindak pengendalian yang dilakukan oleh instansi terkait.
Hama Lain pada Tanaman Sikas Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pohon sikas, terutama C. revoluta dan C. rumphii, juga terserang oleh ulat Chilades pandava Horsfield (Lepidoptera: Lycaenidae) (Gambar 10). Ulat menyerang pucuk atau daun muda dan sering dikunjungi semut (Kalshoven 1981) karena hasil ekskresinya berupa embun madu yang berasa manis. Beberapa ulat dipelihara di laboratorium untuk memastikan bahwa kupu – kupu yang ditemukan di lapang adalah imago dari ulat yang menyerang pucuk tanaman. Ulat disimpan di dalam kotak pemeliharaan yang dilubangi dan ditutup oleh kain organdi. Beberapa pucuk sikas disimpan di dalam kotak agar larva tetap mendapatkan makanan. Larva kemudian berubah menjadi pupa, selanjutnya keluar imago. Imago berbentuk kupu – kupu tersebut dicocokkan dengan gambar yang diambil dari lapang. Dari langkah ini diketahui bahwa kupu – kupu yang ditemukan di lapang adalah imago dari larva yang menyerang pucuk sikas.
A
Gambar 10
B
C
Chilades pandava: larva berasosiasi dengan semut (A), imago (B), gejala kerusakan (C)
Serangan berat KAS dapat menyebabkan daun mengering dan rontok.Hal tersebut dapat merangsang tanaman untuk mempertahankan diri agar tetap bertahan hidup, yaitu dengan inisisasi pucuk baru. Pucuk juga akan tumbuh jika
23
seluruh tajuk dilakukan pemangkasan. Pucuk yang baru tumbuh dihinggapi imago C. pandava dan imago betina meletakkan telur pucuk. Setelah telur menetas, larva berukuran sedang, berbentuk oval, dan berwarna hijau mulai memakan anak daun dari pucuk tanaman yang sudah membuka atau menggerek pucuk tanaman yang masih menguncup. Akibatnya, pucuk baru tidak dapat tumbuh dengan baik.
Pengendalian yang Dilakukan Berdasarkan hasil pengamatan di lapang diketahui bahwa beberapa pemilik pohon sikas telah melakukan tindak pendalian KAS. Pengendalian yang dilakukan adalah metode sanitasi, yaitu dengan memangkas daun yang terserang berat ataupun memangkas keseluruhan tajuk (Gambar 11), dengan harapan akan muncul pucuk baru. Pada pohon sikas yang terserang berat, cara pengendalian ini tidak begitu efektif, karena setelah daun yang terserang dipangkas masih banyak kutu yang tersisa pada pangkal petiol. Oleh sebab itu, seiring tumbuhnya daun baru, dalam waktu singkat segera diserang lagi oleh KAS.
A
Gambar 11
B
C
Pemangkasan tajuk: keadaan sebelum dipangkas (A), setelah dipangkas (B), kutu yang tersisa setelah pemangkasan (C).
Serangan yang terus-menerus menyebakan pertumbuhan terhambat atau bahkan kematian tanaman, seperti yang terjadi pada pohon sikas yang tumbuh di halaman depan gedung Radar Bogor (pengamatan lain). Oleh karena itu, pengendalian perlu dilakukan sedini mungkin pada saat serangan masih ringan. Daun yang terserang dapat dibersihkan dengan sikat agar kutu jatuh ke tanah atau dipangkas secara terbatas. Beberapa penjual tanaman menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltamethrin, dan profenofos untuk mengendalikan KAS. Penyemprotan dilakukan berkala dengan interval waktu antara 3 sampai 7 hari. Penggunaan insektisida yang berlebihan dapat berpengaruh buruk terhadap
24
kehidupan musuh alami. Sedikitnya musuh alami yang dijumpai pada sikas di RM. Ampera diduga berkaitan dengan intensifnya penyemprotan insektisida. Ketiga insektisida tersebut bersifat racun lambung dan racun kontak. Insektisida racun lambung hanya efektif terhadap hama defoliator, yaitu pelahap daun. Insektisida racun lambung kurang efektif karena KAS merupakan hama pengisap daun. KAS juga termasuk hama yang sulit dikendalikan dengan racun kontak karena tubuhnya yang ditutupi lapisan perisai. Namun begitu, insektisida ini cukup ampuh dalam membunuh crawler KAS yang belum memiliki lapisan perisai.
25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kehadiran hama pendatang baru A. yasumatsui banyak menimbulkan kerusakan berat pada pohon sikas, khususnya C. revoluta. Serangan kutu yang terus-menerus
menghambat
pertumbuhan
tanaman
bahkan
menyebabkan
kematian pohon sikas. Pada awal serangan atau pada keadaan serangan ringan, jumlah individu betina jauh lebih banyak daripada jantan, sedangkan pada keadaan serangan berat jumlah individu jantan yang lebih banyak. Musuh alami yang banyak ditemukan adalah parasitoid A. chionaspidis dan S. bifasciata. Kedua parasitoid tampaknya tidak berperan dalam menekan perkembangan populasi KAS, karena parasitoid A. chionaspidis hanya memarasit kutu jantan, sedangkan S. bifasciata berperan sebagai hiperparasitoid. Musuh alami lainnya yang dijumpai adalah kumbang predator C. nipponicus dan Halmus sp. Persebaran hama ini di Indonesia sampai saat ini masih terbatas di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
Saran Pengendalian terhadap hama KAS sebaiknya dilakukan pada saat serangan masih ringan dengan metode mekanis yaitu menyikat permukaan daun atau sanitasi dengan dipangkas secara terbatas. Selain itu, perlu adanya upaya pencegahan agar hama KAS tidak menyebar ke wilayah lainnya di Indonesia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Bailey R, Chang NT, Lai PY, Hsu TC. 2010. Life Table of Cycad Scale, Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Diaspididae), Reared on Cycas in Taiwan. J Asia-Pacfic Entomol 13: 183-187. Cave RD. 2006. Biological Control Agents of the Cycad Aulacaspis Scale, Aulacaspis yasumatsui. Proc.Fla.State Hort. Soc. 119:422-424. Cave RD, Ngyuyen R, Manrique V, Avery PB. June/September 2009. New Research on Two Natural Enemies of the Cycad Aulacaspis Scale. The Cycad Newsletter 32/(2/3): 22. Geisel PM. 2001. Sago Palms in the Landscape.ANR Publication 8039. Germain JF, Hodges GS. 2007. First Report of Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Diaspididae) in Africa (Ivory Coast), and Update on Distribution. Florida Entomologist 90(4): 755 – 756. Haynes J. 2005. Cycad Aulacaspis Scale: A Global Perspective. Cycad Newsl 28: 3-6. Heu RA, Chun M, Nagamine WT. 2003. Sago Palm Scale, Aulacaspis yasumatsui Takagi (Homoptera: Diaspididae). State of Hawaii, Department of Agriculture.New Pest Advisory No. 99-01. Howard FW, Hamon A, Mclaughlin M, Yang SL. 1999. Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Sternorrhyncha: Diaspididae), a Scale Insect Pest of Cycads Recently Introduced into Florida. Florida Entomol 82(1): 14-27. Kalshoven LGE, 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Lindstrom AJ, Hill KD, Stanberg LC. 2009. The Genus Cycas (Cycadaceae) in Indonesia. Telopea 12(3): 385-418. Muniappan R, Watson GW, Allyn Evans GA, Rauf A, Ellenrieder N. 2012. Cycad Aulacaspis Scale,aNewly Introduced Insect Pest in Indonesia. Hayati Journal of Biosciences. [internet]. 19(3): 110-114. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/hayati. DOI :10.4308/hjb.19.3.110. Northop RJ, Andreu GM, Friedman MH, McKenzie M, Quintana HV. 2010. Cycas revoluta, Sago Palm. IFAS-UFL FOR 254. Segarra-Carmona E, Perez-Padilla W. 2008. The Cycad Scale, Aulacaspis yasumatsui Takagi (Homoptera: Diaspididae): A New Invasive Pest to Puerto Rico. J Agric Univ PR 92(1-2): 123-129. Suh SJ, Hodges GS. 2007. Key to Species of Aulacaspis (Hemiptera: Diaspididae) Intercepted at The Republic of Korea ports of Entry. Journal Asia-Pacific Entomol. 10(4):375-378. [UFL-IFAS] University of Florida – Institute of Food and Agriculture Science. 2005. Asian Cycad Scale. 2005. Hillsbrough Country Coop Ext Serv. March. [USDA-CSREES] United States Departement of Agriculture - Cooperative State Research, Education, and Extension Service. 2005. Regional Pest Alert Cycad Aulacaspis Scale, Aulacaspis yasumatsui Takagi. 2005.
27
Weissling TJ, Howard FW, Hamon AB. 1999. Cycad Aulacaspis Scale, Aulacaspis yasumatsui Takagi (Insecta: Homoptera: Sternorrhyncha: Diaspididae). Florida Coop Ext Service Publ. EENY-096.July. Williams DJ, Watson GW. 1988. The Scale Insects of the Tropical South Pacific Region. Part 2. The Mealybugs (Pseudococcidae). CAB International Institut of Entomology.