HAFNI HAFSAH. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani : Perbandingan Antara Pola Khusus ( Executing) dan Pola Umum (Clzanneling). (Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang Karawang). Dibawah bimbingan MANGARA TAMBUNAN.
Masalah ketahanan pangan merupakan suatu ha1 yang sangat penting dalam suatu negara. Demikian halnya di Indonesia, dimana beras sebagai makanan pokok, menjadikan padi sebagai komoditas yang bersifat politis. Untuk mencapai ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, pemerintah berupaya memberikan bantuan permodalan bagi petani yang membutuhkan melalui penyaluran Kredit Usahatani yang merupakan salah satu kredit program yang disubsidi oleh pemerintah. Kredit Usahatani dalam sejarahnya merupakan kelanjutan dari Kredit Bimas yang diberlakukan sejak tahun 19S5, disebabkan tingginya tunggakan pada saat Bimas, sehingga pemerintah bemsaha mencari bentuk lain dalan~pembiayaan mahataq;, dimana KUT bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui intensifikasi padi, palawija dan hortikultura.
Berbagai perubahan
terjadi dalam ketentuan dan persyaratan KUT, prosedur pennohonan, penyaluran dan pencairan serta dalam ha1 pengembalian. Disamping itu juga adanya perubahan dalam mekanisme penyaluran kredit dan dalam kelembagaan. Kelembagaan yang terlibat dalam pola penyaluran kredit pada pola executing Bank yaitu Bank Indonesia, Bank Penyalur. KUDKoperasi, PPL dan Kelompok Tani, sedangkan pada pola channeling Bank BI/Depkeu, Bank Penyalur, Kandepkop, KUDBoperasiLSM, PPL dan Kelompok Tani. Perubahan dalam kelembagaan ini menyebabkan jalur birokrasi penyaluran kredit semakin panjang. Pada saat executing Bank penyalur didasarkan pada dua pola yakni melalui KUD sebagai executing (Pola Khusus) yang berarti KUDKoperasi berhngsi sebagai pelaksana penyalur kredit dan bertanggungiawab dalam penyaluran dan pengembalian. Pada pola yang kedua dimana KUDKoperasi berfungsi sebagai channeling (Pola Umum) dengan demikian
KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian kredit. Pada Channeling Bank, mekanisme penyaluran hanya melalui satu pola yaitu
KUDKoperasiLSM berfungsi sebagai Executing dengan Pemutus Kredit dan pertanggungjawaban berada pada Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dengan membandingan antara Pola Executing dan Channeling. Pada pola
Executing, Bank berfiwgsi sebagai pemutus kredit dalam penyaluran sedangkan pada Pola
Channeling,
Bank
hanya
berfungsi
sebagai
penyalw
dan
tidak
bertanggungjawah atas pengembalian kredit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi alokasi penggunaan Kredit Usahatani. Adapun tolok ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa kriteria dari pihak Bank seperti Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, Tepat Waktu dun Tepat
Pengembalian Sedangkan dari pihak petani efektivitas diukur berdasarkan beberapa parameter seperti penilaian terhadap Waktu Realisasi, Persyaratan Awal, Tingkat
Bunga. Biaya Adminishasi, dun Prosedur Peminjaman dengan menggunakan teknik skoring melalui Ska!s Likert.
Pengukurannya dilakukan dengan menghadapkan
seorang responden ;&a sebuah pertanyaan, dan kenudian responden diminta untuk memberikan tanggapan atau penilaian yang terdiri dari tiga tingkatan atau kategori. Jawaban-jawaban tersebut diberi skor 1-3 dengan pemberian skor terbesar pada jawaban yang mendukung. Jawaban atau penilaian dari responden, kemudian dibuat dalam tabulasi silang dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimnpulkan bahwa penyalwan KUT, baik pada pola
executing maupun pola channeling sama-sama tidak efektif.
Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani oleh BRI Cabang Karawang berdasarkan perbandingan Pola Executing d c Pola Channeling bila ditinjau dari Tepat Sasarn, baik pada executing maupun channeling belum efektif, karena masih terdapat penyaluran kredit yang tidak mencapai sasaran. Pada executing sebesar 18,32% dan pada channeling sebesar 11,39%. Pada channeling juga terdapat 5,06% peminjam KUT yang bukan petani pemilik maupun petani penggarap, dan sebesar 17,72% peminjam KUT yang tidak dikenal oleh Ketua Kelompok Tani. Tepat Jumlah pada kedua pola, dapat dikatakan efektif, karena perbandigan antara permohonan kredit
dari petani sesuai dengan ketersediaan dana (plafond) yang direalisasikan. Meskipun pada pola executing dari tahun ke tahun plafo~d y a g disediakan mengalami penunman, yang disebabkan besamya tunggakan. Tepat Waktu pada pola executing maupun pada channeling pada dasarnya adalah sama. Jangka waktu peuyaluran kredit pada kedua pola tersebut melebihi satu bulan lamanya. Sementara waktu yang ditentukan pada pola execf.ling adalah satu bulan dan pada channeling dalah 21 hari , dan berdasarkan juklak bulan Desember menunjukkan iamanya proses dalam penyaluran 21 hari pada kedua pola.
Tepat Pengernbalian, pada pola executing
belum efektif. Keadaan ini terlihat dari adanya tunggakan rata-rata seluruh Karawang dari MT95196-MT98199. Pada pola channeling, pengembalian KUT belum jatuh tempo pada saat penelitian dilakukan.
Apabila dilihat dari tingkat suku bunga,
pengembalian akan lebih efektif pada pola executing, disebabkan bunga yang dikenakan adalah bunga harian, yang akan mendorong petani membayar kredit tepat waktu. Meskipun demikian secara keseluruhan berdasarkan pengamatan di lapangan dan didukung oleh defz yang tersedia dapat dikatakan bahwa penyaluran Kredit Usahatani pada Bank Executing @ada pola khusus), lebih baik dibandingkan dengan
Bank Channeling (Pola Umum). Adapun alasan-alasan yang mendukung ha1 tersebut diantaranya adalah jalur birokrasi kelembagaan yang terlibat dalam proses penyaluran yang lebii pendek, karena melibatkan lebih sedikit lembaga. Kemudian penyaluran kredit langsung oleh pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Perhitungan bunga harian akan mendorong petani untuk melunasi kreditnya lebih awal. Pengembalian yang didasarkan pada tang-mg renteng akan meningkatkan kontrol pengembalian kredit (setidaknya tanggungjawab moral) diantara petani peminjam kredit.
Pengalaman
BanldTTA (Tenaga Teknis Administrasi) dalam menilai kelayakan kredit dan analisis kredit perbankan serta pelaksanaan uji petik di lapangan akan meningkatkan efektivitas penyaluran. Efektivkas penyaluran Kredit Usahatani berdzsarkan tanggapan dan penilaian petani secara keseluruhan tergolong efektif dengan perseritase sebesar 94.89% pada
Executing Bank dan 90.22% pada Pola Channeling Bank. Berdasarkan perhitungan
yang diperoleh, terlihat juga bahwa kedua pola memiliki total skor untuk pola executing sebesar 427 dan 406 untuk pola channeling D e ~ g a ndemikian jumlah kedua skor berada pada kriteria efektif yaitu antara 350-450. Penggunaan kredit oleh responden pada umumnya adalah untuk pembiayaan usahatani padi meskipun tidak menutup kemungkiian penggunaan kredit diluar kegiatan tersebut terutama pada saat
Channeling Bank yang kreditnya jauh le'oih besar dari Executing Bank. Tanggapan responden mengenai manfaat KUT secara urnurn adalah untuk menambah modal usahatan padi yaitu 63,33% pada Executing Bank dan 76,66% pada
Channeling Bank dan bila dikaitkan dengan pendapatan usahatani padi maka sebesar 60,00% responden menjawab tidak terjadi peningkatan pendapatan pada Executing Bank dan 66,66% pada Channeling Bank. Jawaban responden yang menyatakan tidak terjadi peningkatan pendapatan dengan adanya kredit yang dipinjam, terkait dengan beberapa faktor, yaitu resiko usahatani, keadaantkesuburan tanah, tingkat pengetahuan petani dalam penerapan teknologi pertanian serta tingkat harga yang berlaku. Hal ini tentunya disebabkan harga sarana produksi yang tens meningkat apalagi setelah krisis ekonomi yang ~ ~ i j a ddii Indonesia dan pencabutan subsidi pupuk. Meskipun harga sarana produksi kian melambung, tetapi pada kenyataannya usahatani padi mash layak untuk dilaksanakan, karena mash memberikan keuntungan bagi petani, dengan catatan tentunya pemerintah berperan besar dalam penetapan harga dasar. Melalui identifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dan alokasi penggunaan serta manfaat kredit bagi petani intensifikasi padi, maka pola penyaluran kredit yang dipilih untuk dikembangkan selanjutnya adalah pola Executing Bank, dengan mekanisme penyaluran kredit langsung dari pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Pemilihan pola &eating
Bank sebagai pola yang dikembangkan
didasarkan pada beberapa alasan, yakni lernbaga yang terlibat dalam proses penyaluran kredit lebih sedikit sehinggga tanggungjawab dan pembagian tugas dari masiqg-masing pihak lebih jelas, pengawasan serta koordinasi lebih baik dnn lebih lnudah dilakukan.
Dengan demikian tujuan dari penyaluran kredit 3S (sukses
penyaluran, sukses penggunaan dan sukses pengembalian) dapat dicapai.
Pengembangan pola penyaluran alternatif ini dimaksudkan bagi tercapainya kesuksesan penyaluran dan pengembalian kredit. Adapun pihak atau lembaga yang hams dihilangkan dari jalur penyaluran kredit ini adalah Kandepkop, Pengusaha Kecil dan Menengah, KUDKoperasilLSM dan PPL, yang pada saat executing kenyaluran pada Pola Umum), lembaga-lembaga ini mash ada dalam jalur penyahran, sedangkan pada Pola Khusus (masih pada executing) KUDIKoperasi berfungsi hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungjawab dalam pengembalian kredit. Sementara Petugas Penyuluh Lapangan pada executing dan channeling ~nasih berperan sebagai pihak yang membantu petani dalam menyusun RDKK. Penghapusan lembaga-lembaga ini ditujukan agar tercipta keefisienan dalatn ha1 biaya dan waktu. Alternatif pengembangan yang disarankan dalam penyaluran KUT adalah dengan memotong jalur birokrasi kelembagaan dengan melibatkan sedikit mungkin pihak yang terlibat.
Sumber pendanaan oleh pihak Bank dan Pemerintah, Bank
berfungsi sebagai pelaksana penyaluran kredit, dengan memberdayakan Tenaga Fe-rldmping sebagai lembaga yang membantu petani dan pihak Bank. Pendamping
berada
dibawah
tanggungjawab
Bank
dan
pemerintah
Tenaga serta
melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Penyaluran kredit diberikan langsung kepada petani oleh Bank untuk menghindari kemungkinan tidak sampainya kredit pada sasaran.