BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Hutan tidak hanya mempunyai peranan dalam segi ekologi, tetapi sebagai salah satu sumber devisa negara. Dalam UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, dinyatakan bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Perum Perhutani adalah perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan (khususnya di Pulau Jawa dan Madura) dan mengemban tugas serta wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan sumber daya hutan dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Dalam operasionalnya, Perum Perhutani berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN dengan bimbingan teknis dari Departemen Kehutanan. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang awalnya berada di bawah Departemen Kehutanan diberi tanggung jawab dan hak pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972. Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya diperluas pada tahun 1978 1
dengan masuknya kawasan hutan negara di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2 tahun 1978 (Perum Perhutani, 2013, h. 50). Pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan Perum Perhutani pada hutan negara bertujuan untuk mendapatkan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Hasil hutan kayu yang dihasilkan Perum Perhutani diantaranya adalah kayu jati dan kayu rimba (mahoni, pinus, damar, sengon, rasamala, akasia, sonokeling). Hasil hutan non kayu berupa gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, kopal, cengkeh, kopi, bambu, rotan, arang dan benang sutera. Jasa lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan wanawisata ke objek-objek wisata alam di kawasan hutan Perum Perhutani. Dari ketiga produk yang dihasilkan, hasil hutan kayu menjadi produk unggulan Perum Perhutani. Tabel 1.1. Pendapatan Perum Perhutani Uraian Pendapatan kayu tebangan Pendapatan kayu olahan Pendapatan industri non kayu Pendapatan agroforesty dan wisata Pendapatan hasil usaha lain
2012 (Rp) 1.525.556.627.000 285.338.000.000 1.347.084.855.000 397.971.145.000 120.248.000.000
2011 (Rp) 1.413.849.904.000 199.809.000.000 1.280.859.607.000 247.793.688.000 146.956.000.000
Sumber: Laporan Tahunan Perum Perhutani (2013) Tabel 1.1. menunjukkan bahwa pendapatan terbesar Perum Perhutani berasal dari kayu tebangan dimana pendapatan kayu tebangan tahun 2012 naik sebesar 7,9 % terhadap pendapatan tahun 2011. Terhadap total pendapatan, pendapatan kayu tebangan berkontribusi sebesar 41% pada total pendapatan Perum Perhutani tahun 2012. 2
Gambar 1.1. Kontribusi Pendapatan Perum Perhutani Tahun 2012 Sumber: Laporan Tahunan Perum Perhutani (2013) Pendapatan kayu tebangan berasal dari hasil penjualan kayu bundar jenis jati sebesar 390,288 m3 dan jenis rimba sebesar 586,448 m3. Harga jual kayu bundar jati A III, A II, dan KBP dalam pasar dalam negeri tahun 2012 mengalami kenaikan terhadap harga jual tahun 2011. Tabel 1.2. Harga Jual Kayu Jati Perum Perhutani Penjualan Dalam Negeri Uraian
Satuan
Realisasi s/d Desember 2012
Realisasi s/d Desember 2011
Kayu bundar jati A III Kayu bundar jati A II Kayu bundar jati A I KBP Kayu persegian jati
Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3
5.551.884 2.761.571 1.335.554 1.994.356 1.958.206
4.760.141 2.512.536 1.343.827 1.462.218 4.224.604
Sumber: Laporan Tahunan Perum Perhutani (2013) Kayu bundar jati A III mempunyai diameter ≥ 30 cm, kayu bundar jati A II mempunyai diameter 20 - 29 cm, dan kayu bundar jati A I mempunyai diameter ≤ 19
3
cm. Kayu Bahan Parket (KBP) adalah kayu yang tidak dapat dibuat kayu pertukangan, mempunyai panjang 0,40 s/d 1,90 m dan diameter 16 cm keatas (Perum Perhutani, 1995, h. 2-3). Sampai saat penelitian dilaksanakan, belum ada studi mengenai manajemen risiko operasional Perum Perhutani, khususnya risiko operasional dalam produksi tebangan jati di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Padahal seperti terlihat dalam gambar 1.1. dan tabel 1.1. produk kayu jati menjadi unggulan sumber pendapatan Perum Perhutani. Risiko operasional merupakan risiko yang melekat yaitu risiko yang muncul karena perusahaan menjalankan bisnisnya (Hanafi, 2012, h. 194). Risiko operasional dalam pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan Perum Perhutani berkaitan dengan lamanya daur yang ditetapkan. Menurut Arief (2001, h. 35) daur yaitu jangka waktu yang diperlukan antara penanaman hutan sampai hutan tersebut dianggap masak untuk dipanen atau umur tebang dari suatu tegakan. Daur pada kelas perusahaan jati Perum Perhutani ditetapkan sesuai dengan kondisi hutan pada tiap BKPH. Perum Perhutani unit I Jawa Tengah sebagai objek penelitian karena sumber daya hutan yang ada relatif kecil yaitu sekitar 21 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah atau sekitar 0,8 % dari luas hutan Indonesia, tetapi menjadi ekosistem penyangga kehidupan bagi penduduk sekitar 15 % dari jumlah penduduk Indonesia (Santoso, 2008, h. 46). Perum Perhutani unit I Jawa Tengah terdiri dari 20 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) antara lain KPH Balapulang, KPH Blora, KPH Banyumas 4
Barat, KPH Banyumas Timur, KPH Cepu, KPH Gundih, KPH Kebonharjo, KPH Kedu Selatan, KPH Kendal, KPH Kedu Utara, KPH Mantingan, KPH Pati, KPH Pekalongan Barat, KPH Pekalongan Timur, KPH Pemalang, KPH Purwodadi, KPH Randublatung, KPH Semarang, KPH Surakarta dan KPH Telawa. Kawasan hutan Perum Perhutani Unit I seluas 635.746,79 ha, paling kecil dibanding 2 unit lainnya. KPH Gundih sebagai lokasi penelitian karena semua bagian hutan yang berada di kawasan hutan KPH Gundih mempunyai kelas perusahaan jati. Kawasan hutan KPH Gundih seluas 30.049,42 ha dan secara administratif pemerintahan berada di Kabupaten Grobogan. Tabel 1.3. Luas Hutan KPH Gundih Berdasarkan Bagian Hutan Bagian Hutan Gundih Monggot Panunggalan Kradenan Sulur
Kelas Perusahaan Jati Jati Jati Jati Jati Jumlah
Luas (ha) 5.470,40 8.817,70 5.255,70 7.547,00 2.959,22 30.049,42
Sumber: Profil KPH Gundih (2013) Yuwono (2008, h. 55-56) mendefinisikan bagian hutan sebagai suatu areal penataan hutan yang luasnya dibatasi oleh ketentuan sebagai daerah (penghasil) produksi dan sebagai kesatuan daerah eksploitasi. Kesatuan daerah produksi berfungsi untuk mengatur kelestarian hutan dan kekekalan perusahaan dengan penentuan besarnya etat dan penentuan daur tebangan. Prinsip dasar dari kelestarian hutan adalah luas areal penanaman sama dengan luas hutan yang ditebang, sedangkan 5
kekekalan perusahaan akan tercapai saat diperolehnya keuntungan finansial untuk mengelola hutan dari mulai kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengamanan, penebangan, pembuatan jalan, dan pekerjaan administrasi. Sedangkan kesatuan daerah eksploitasi yaitu pengaturan efektifitas dan efisiensi kegiatan eksploitasi hutan, dimana bagian hutan umumnya merupakan suatu kesatuan DAS ataupun sub DAS. Pendekatan DAS ataupun sub DAS ini lebih ditekankan pada efektifitas pengangkutan hasil hutan. Tabel 1.4. Luas Hutan KPH Gundih per BKPH BKPH Luas Wilayah Hutan Produksi (ha) Juworo 2.733,80 Madohmedino 2.954,50 Monggot 3.002,60 Gundih 3.167,30 Kuncen 2.201,40 Jambon 2.427,30 Panunggalan 2.763,80 Dalen 4.060,50 Kragilan 3.372,00 Segorogunung 2.897,52 Alur 468,70 Jumlah 30.049,42 Sumber: Profil KPH Gundih (2013) KPH Gundih terdiri dari 10 BKPH dan BKPH Dalen mempunyai kawasan hutan terluas yaitu 4.060,50 ha yang dibagi menjadi 100 petak hutan dan tersebar pada 5 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). RPH yang ada di BKPH Dalen antara lain RPH Nglangon, RPH Dalen, RPH Juron, RPH Suwatu dan RPH Banyutarung. Secara
6
administratif pemerintahan, BKPH Dalen terletak pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Gabus dan Kecamatan Kradenan. Batas wilayah kawasan hutan BKPH Dalen adalah sebagai berikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan jalan raya Kradenan - Gabus. 2) Sebelah timur berbatasan dengan BKPH Segorogunung. 3) Sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Kragilan dan KPH Ngawi. 4) Sebelah barat berbatasan dengan BKPH Kragilan.
1.2. Rumusan Masalah Perusahaan kehutanan merupakan perusahaan yang rentan terhadap risiko. Menurut Hanafi (2012, h. 1), risiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Risiko perusahaan kehutanan tidak hanya berupa risiko harga pasar, tetapi termasuk risiko biofisik seperti badai, salju, api dan serangan serangga hama dan penyakit. Perusahaan harus melakukan manajemen terhadap keseluruhan risiko, karena lamanya periode investasi (daur) pada sektor kehutanan (Knoke, 2012, pp. 591). Perum Perhutani sebagai perusahaan kehutanan di Indonesia tidak terlepas dari risiko yang berdampak pada ketidakpastian produksi tebangan jati tahunan. Tebangan jati yang dilakukan Perum Perhutani terdiri dari tebangan A, tebangan B, tebangan C, tebangan D dan tebangan E. Penjelasan bentuk tebangan dalam kelas perusahaan jati Perum Perhutani oleh Yuwono (2008, h.104-105) adalah sebagai berikut:
7
1.
Tebangan A (tebang habis biasa) yaitu penebangan habis hutan produktif dari kelas perusahaan tebang habis yang pada umumnya digunakan sebagai dasar untuk perhitungan etat tebangan. Tebang habis biasa terbagi menjadi: a) A1 (lelesan bidang tebang habis jangka lampau) Tebangan A1 yaitu lapangan yang telah ditebang habis dalam jangka perusahaan yang dulu. b) A2 (tebang habis biasa pada jangka berjalan) Tebangan A2 yaitu penebangan habis biasa yang dilaksanakan dalam jangka perusahaan berjalan. c) A3 (tebang habis biasa pada jangka berikut) Tebangan A3 yaitu lapangan-lapangan yang akan ditebang dalam jangka perusahaan yang akan datang.
2.
Tebangan B (tebang habis lanjutan pada kawasan hutan yang tetap) yaitu penebangan habis dari hutan tidak produktif dari lapangan yang baik untuk tebang habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. Tebang habis lanjutan terbagi menjadi: a) Tebangan B1 yaitu tebang habis bidang-bidang tidak produktif tetapi baik untuk perusahaan tebang habis, meliputi tebangan pada tanah kosong, hutan jati rawang (tjbk), dan hutan tanaman kayu lain (tkl). b) Tebangan B2 yaitu tebang habis hutan tidak produktif yang jelek buat perusahaan tebang habis, meliputi tebang habis pada lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. 8
c) Tebangan B3 (tebang habis bidang-bidang yang jelek untuk jati) yaitu penebangan habis pada lapangan yang tidak baik untuk jati meliputi tanah kosong, hutan jati merana, dan tanaman jenis kayu lain (tjkl). 3.
Tebangan C (tebang habis hutan-hutan yang dihapuskan) yaitu penebangan habis pada lapangan-lapangan yang pada permulaan jangka perusahaan telah dihapuskan, lapangan–lapangan yang yang telah direncanakan pasti akan dihapuskan, dan tidak akan ditanami kembali.
4.
Tebangan D (tebang lain-lain) a) Tebangan D1 (tebang pembersihan atau tebang limbah) yaitu penebangan pohon-pohon merana, condong atau rebah yang berada di hutan alam, baik pada lapangan yang baik untuk tebang habis maupun tidak baik untuk tebang habis. b) Tebangan D2 (tebangan tak tersangka) yaitu penebangan yang berasal dari lapangan-lapangan yang mengalami kerusakan angin, bencana alam, dan sebagainya,
5.
Tebangan E (tebangan penjarangan) yaitu tebangan yang berasal dari hutanhutan yang dijarangkan, dan hasil yang diperoleh merupakan hasil pendahuluan. Tabel 1.5. menunjukkan bahwa produksi tebangan A jati untuk kayu
pertukangan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah paling tinggi dibanding
9
tebangan tebangan B, D dan E. Tidak ada tebangan C yang dilakukan selama tahun 2010-2012. Tabel 1.5. Produksi Tebangan (ABCDE) Kayu Jati Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Tahun 2010 2011 2012
Tebangan A Kayu Kayu pertukangan bakar (m3) (sm) 111.475 674 121.372 977 109.503 1.088
Tebangan BD Kayu Kayu pertukangan bakar (sm) (m3) 63.980 1.223 36.491 327 46.894 625
Tebangan E Kayu Kayu pertukangan bakar (sm) (m3) 17.230 232 15.893 338 17.111 162
Sumber: Buku Saku Statistik Perum Perhutani (2013) BKPH Dalen sebagai salah satu unit pelaksana teknis Perum Perhutani unit I Jawa Tengah tidak dapat memenuhi target produksi tebangan A2 jati yang ditetapkan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Pada tahun 2012 realisasi produksi tebangan A2 jati di BKPH Dalen sebesar 99% atau 1.287,279 m3 dan realisasi di tahun 2013 sebesar 91,53% atau 832,901 m3. Tabel 1.6. Kemajuan Pekerjaan Tebangan (ABCDE) Jati BKPH Dalen Tahun 2012 Uraian Tebangan A2 Tebangan B1 Tebangan E
Rencana produksi Kayu pertukangan Kayu bakar (m3) (sm) 1.299,0477 1.244 61 -
Realisasi (m3)
Realisasi (%)
1.287,279 1.268,457 63,925
99 102 105
Sumber: Laporan Kemajuan Pekerjaan BKPH Dalen (2012) Tebangan A2 tahun 2012 dilaksanakan di RPH Nglangon petak 41b dan RPH Dalen petak 31a dengan realisasi masing-masing sebesar 469,805 m3dan 817,474 m3. 10
Tebangan B1 dilaksanakan di RPH Juron petak 75b dan RPH Suwatu petak 78d, 79b dan 115b. Realisasi di RPH Juron sebesar 1.052,32 m3. Realisasi di RPH Suwatu masing-masing sebesar 34,893 m3; 64,532 m3; dan 116,712 m3.Tebangan E dilaksanakan di RPH Nglangon petak 41a; RPH Dalen petak 56b; dan RPH Banyutarung petak 92b dengan realisasi masing-masing sebesar 31,416 m3; 5,272 m3; dan 27,237 m3. Tabel 1.7. Kemajuan Pekerjaan Tebangan (ABCDE) Jati BKPH Dalen Tahun 2013 Uraian Tebangan A2 Tebangan B1 Tebangan E
Rencana produksi Kayu pertukangan Kayu bakar (m3) (sm) 908 41 398 155 -
Realisasi (m3)
Realisasi (%)
832,901 447,498 168,844
91,53 112 109
Sumber: Laporan Kemajuan Pekerjaan BKPH Dalen (2013) Tebangan A2 tahun 2013 dilaksanakan di RPH Nglangon petak 33d dan 40c; dan RPH Suwatu petak 120a1 dengan realisasi dari masing-masing sebesar 202,418 m3; 217,345 m3; dan 413,138 m3. Tebangan B1 dilaksanakan di RPH Dalen petak 64a1 dan petak 64d; dan RPH Juron petak 63d dan 76e. Realisasi di RPH Dalen masing-masing sebesar 148,599 m3 dan 121,060 m3.Realisasi di RPH Juron masingmasing sebesar 59,970 m3 dan 117,869 m3. Tebangan E dilaksanakan di RPH Nglangon petak 43d dan 44c; RPH Dalen petak 45a, 46b1, 57a, 64b, 68a, 69a dan 73a; dan RPH Juron petak 62c. Total realisasi di RPH Nglangon sebesar 32,351 m3, RPH Dalen sebesar 123,802 m3dan RPH Juron sebesar 12,691 m3.
11
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini
antara lain: 1. Melakukan identifikasi risiko operasional di BKPH Dalen dalam produksi tebangan jati. 2. Melakukan pengukuran risiko operasional di BKPH Dalen dalam produksi tebangan jati. 3. Melakukan evaluasi manajemen risiko operasional di BKPH Dalen dalam produksi tebangan jati.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan a) Memberikan rekomendasi manajemen risiko operasional di BKPH Dalen untuk meminimalisir dampak dan frekuensi setiap risiko dalam produksi tebangan jati. b) Menyediakan dokumen manajemen risiko operasional BKPH dalam produksi tebangan jati.
2. Bagi Investor Memberikan gambaran kepada investor yang akan melakukan investasi di bidang kehutanan mengenai risiko dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan dan manajemen untuk setiap risiko.
12
3. Bagi Akademisi Memberikan panduan dan referensi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen risiko
perusahaan,
khususnya
manajemen risiko
operasional di BKPH Perum Perhutani.
1.5.
Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tentang berbagai literatur yang menjadi landasan teori dalam penelitian. Teori yang digunakan antara lain teori mengenai risiko, manajemen risiko, proses manajemen risiko, risiko operasional, matriks risiko dan risiko operasional Perum Perhutani. Bab III: Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Bab ini meliputi metode pengumpulan data dan metode analisis data. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari identifikasi, pengukuran dan evaluasi manajemen risiko operasional di BKPH Dalen KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. 13
Bab V: Kesimpulan dan Saran Bab ini menyajikan kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian dan saran terhadap perbaikan manajemen risiko operasional BKPH Dalen serta saran terhadap penelitian di masa mendatang.
14