KUALITAS TERJEMAHAN KITAB RIADHUS SHALIHIN II KARYA SALIM BAHREISY
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
HANI NURAENI 1110024000018
JurusanTarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN Bismillahirrahmannirohim Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Hani Nuraeni
NIM
: 1110024000018
Jurusan
: Tarjamah
Fakultas
: Adab dan Humaniora
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 29 Desember 2014
Hani Nuraeni
i
ii
iii
PRAKATA Assalamu‟alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Ilahi Rabbi, Dzat yang
Maha Pengatur dan Pemberi kemudahan, Allah SWT. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita panjatkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya yang setia sepanjang
zaman dan yang
selalu mengharapkan pertolongannya di akhirat
kelak. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan dan mendapatkan kesulitan-kesulitan. Namun, berkat dorongan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada beberapa pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelasaikan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Drs. Ikhwan Azizi M.A dan Drs. Ahmad Syatibi M. A. atas segala bantuan, koreksian, masukanmasukan, bimbingan, serta waktu luang yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Oman Faturrahman, M. Hum selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Akhmad Saekhudin, M.ag selaku
iv
Wakil Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Ketua Jurusan Tarjamah Drs. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. Sekretaris Jurusan Tarjamah Umi Kulsum, M.A. dan penulis ucapkan terima kasih untuk Dr. Tb. Ade Asnawi, M. A, dan Dr. Abdullah, M.Ag selaku penguji dalam sidang munaqasyah. Dan para dosen jurusan Tarjamah yang selalu sabar mengajarkan dan mendidik saya selama perkuliahan atau pun di luar perkuliahan. Semoga ilmu dan kesabaran yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi amal kebaikan yang tak pernah putus. Dan kepada pihak-pihak lain yang terkait dalam penulisan skripsi ini yang belum disebutkan namanya, hanya Allah Sang Pembalas Keikhlasan ketulusan kalian. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Penulis juga menyadari banyaknya kekurangan pada penyusunan skripsi ini. Karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Ciputat , 29 Desember 2014
Penulis
v
P e r j u a n g a n s a a t i n i a k a n m e n e n t u k a n h i d u p dimasa depan. T e t a p s e m a n g a t , b e r u s a h a , tersenyum dan berdoa , kerja keras, ikhlas dan tuntas. PASTI BISA. Ungkapan hati sebagai rasa Terima Kasihku Alhamdulllahirabbil’alamin…. Akhirnya aku sampai ke titik ini, sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan padaku ya Rabb Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Rabb Shalawat Serta salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia Semoga sebuah karya skripsi ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan bagi keluargaku tercinta Ku persembahkan karya skripsi ini… Untuk kedua Orang Tua yaitu Ayahanda yang telah tiada Alm. H Turmuzi. Beliau bercitacita ingin putra-putrinya lulus menjadi sarjana. Kini aku bisa mewujudkan wasiat dan keinginannya. Teruntuk umi tercinta, sosok yang pertama dari tujuan hidupku yang selalu membangkitkan dalam keterpurukan ku. Terimakasih ya Tuhan telah memberikan malaikat-Mu kepada Ku. Kepada Kakak-kakakku (Asep Kutubi), (Mimi Hazami), Kembaranku (Hana Nurrahmah), dan Adik Bungsuku (Abu Rizky Royani)terima kasih tiada tara atas segala support yang telah diberikan selama ini Keluarga Bani KHAS dan keluarga yang di Karawang terima kasih atas dukungan moril maupun materilnya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Walaupun kendala silih berganti, tetapi karena dukungan dan semangat keluargalah bisa menyelesaikannya. Untuk Sepupuku Uday yang sudah meluangkan waktunya demi membantu kelulusan sepupumu ini. Keberhasilan yang diperoleh pada saat ini tidak lepas dari semua pihak yang membantu. Kepada teman-teman seperjuangan prodi Tarjamah khususnya Novi aryanita yang slalu menemani , Mutz yang telah meminjamkan buku-buku referensinya. Dan ucapan terima kasih kepada kalian semuanya yang tidak bisa di sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan maupun dukungan terhadap perjuangan selama ini. Dan juga terima kasih kepada Keluarga Besar Pramuka Uin Jakarta yang telah mempercayai saat ditugaskan jadi Koordinator Bidang Keswara DRFN 2014/2015 terima kasih telah mau sama-sama berjuang dan bantuannya. Terakhir, untuk kanda R. A Syaukani yang setia menunggu bertahun-tahun lamanya sampai detik kelulusan. Terima kasih telah menemani dan mengisi hari-hari ku yang membuat semangat dan terus berusaha untuk ini semua Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan, serta keberkahan sehingga bisa menambah khasanah keilmuan.
vi
Daftar Isi PERNYATAAN .............................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...........................
iii
PRAKATA .....................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................
xi
SINGKATAN .................................................................................
xvi
ABSTRAK .....................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...........................................
4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .........................................
5
D. TinjauanPustaka ..................................................................
5
E. Metode Penelitian .................................................................
6
F. Sistematika Penulisan ……………......................................
10
BAB II KERANGKA TEORI A. Pengantar ...............................................................................
11
B. Kualitas Terjemahan .............................................................
13
1. Keakuratan ..................................................................... .
14
2. Keberterimaan ................................................................
15
vii
3. Keterbacaan .................................................................... C. Pedoman Kualitas Terjemahan ................................................
16 17
1. Teori Syihabuddin ..........................................................
17
2. Teori Gunadarma .............................................................
20
3. Teori M. Nababan .................................................................... 23 BAB III GAMBARAN UMUM KITAB RIADHUS SHOLIHIN 1. Gambaran Umum Kitab Riadhus Shalihin ..................................
30
2. Biografi Singkat Pengarang Kitab Riadhus Shalihin ..................
33
3. Biografi Singkat Penerjemah Kitab Riadhus Shalihin II ...........
34
BAB VI ANALISIS KUALITAS TERJEMAHAN KITAB RIADHUS SHALIHIN II A. Pengantar ...................................................................................
36
B. Analisis Kualitas Terjemahan Kitab Riadhus Shalihin II ........... 36 1. Hadits Pertama ...........................................................................
37
a. Keakuratan .....................................................................
37
b. Keberterimaan ................................................................
37
c. Keterbacaan ....................................................................
38
2. Hadits Kedua ..............................................................................
38
a. Keakuratan .....................................................................
39
b. Keberterimaan ................................................................
40
c. Keterbacaan ....................................................................
41
3. Hadits Ketiga ..............................................................................
41
viii
a. Keakuratan .....................................................................
42
b. Keberterimaan .................................................................
42
c. Keterbacaan ....................................................................
43
4. Hadits keempat ...........................................................................
43
a. Keakuratan .....................................................................
43
b. Keberterimaan ................................................................
44
c. Keterbacaan ....................................................................
45
5. Hadits Kelima .............................................................................
45
a. Keakuratan .....................................................................
46
b. Keberterimaan ................................................................
46
c. Keterbacaan ....................................................................
47
6. Hadits Keenam ............................................................................
47
a. Keakuratan .....................................................................
47
b. Keberterimaan ................................................................
48
c. Keterbacaan ....................................................................
49
7. Hadits Ketujuh ...........................................................................
49
a. Keakuratan .....................................................................
49
b. Keberterimaan ................................................................
50
c. Keterbacaan ....................................................................
50
8. Hadits Kedelapan .......................................................................
50
a. Keakuratan .....................................................................
51
b. Keberterimaan ................................................................
51
c. Keterbacaan ....................................................................
52
ix
9. Hadits Kesembilan .....................................................................
52
a. Keakuratan .....................................................................
52
b. Keberterimaan ................................................................
52
c. Keterbacaan ....................................................................
53
10. Hadits Kesepuluh .......................................................................
53
a. Keakuratan .....................................................................
54
b. Keberterimaan ................................................................
54
c. Keterbacaan ....................................................................
55
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................
63
B. Saran ........................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
66
LAMPIRAN ...................................................................................
68
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Transliterasi yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini merujuk pada pedoman transliterasi arab-latin yang ditetapkan berdasarkan keputusan dari Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. Berikut pedoman transliterasi yang digunakan tersebut.
1.
Konsonan
No
Huruf Arab
Huruf Latin
1
ا
Tak berlambang
2
ب
3
No
Huruf Arab
Huruf Latin
16
ط
ṭ
B
17
ظ
ẓ
ت
T
18
ع
„
4
ث
Ś
19
غ
G
5
ج
J
20
ف
F
6
ح
ḥ
21
ق
Q
7
خ
kh
22
ك
K
8
ذ
D
23
ل
L
9
ذ
Ż
24
م
M
10
ر
R
25
ن
N
11
ز
Z
26
هـ
H
12
س
S
27
و
W
13
ش
Sy
28
ء
᾿
14
ص
ṣ
29
ي
Y
15
ض
ḍ
xi
2.
Vokal Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal pada bahasa Indonesia. Vokal
bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. a.
Vokal Tunggal (monoftong) Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harokat yang
transliterasinya dapat diuraikan sebagai berikut: TANDA
NAMA
HURUF LATIN
NAMA
ــَــ
Fathah
A
A
ــِــ
Kasrah
I
I
ـــُــ
Dhammah
U
U
Contoh:
َ كَتـَب: kataba سحَة َ ِم ْم: mimsahah b.
Vokal Rangkap (diftong) Vokal rangkap bahasa Arab lambangnya berupa gabungan antara harokat
dengan huruf, transliterasinya sebagai berikut: TANDA
NAMA
HURUF LATIN
NAMA
ــَــ ي
Fathahdengan Ya
Ai
a dan i
ــَــ و
Fathah dengan Wau
Au
a dan u
Contoh:
xii
َ كَيْف: kaifa 3.
Maddah (Vokal Panjang) Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat dan huruf,
transliterasinya adalah sebagai berikut: TANDA
NAMA
HURUF LATIN
KETERANGAN
ــَــ ا
Fathah dengan Alif
Â
a dengan topi di atas
ــِــ ي
Kasrah dengan Ya
î
i dengan topi di atas
ـــُــ و
Dhammah dengan Wau
ȗ
u dengan topi di atas
Contoh:
َ فاعَـل: fâ’ala
ل ُ ْ يَ ُقو: yaqȗlu
َكرِيْم: karîm
4.
Ta’ marbuthah Ada dua macam transliterasi untuk ta‟ marbuthah, yaitu: a. Ta‟ marbuthah hidup Ta‟ marbuthah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasrah, dan dhammah, maka transliterasinya adalah (t). b. Ta‟ marbuthah mati Ta‟ marbuthah
yang mati
atau mendapat
harokat
sukun
dibelakangnya, transliterasinya adalah (h).
xiii
Contoh :
طلْحَة َ : thalhah c. Jika pada kata terakhir dengan ta‟ marbuthah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang “al” serta bacaan yang kedua terpisah, maka ta‟ marbuthah itu ditransliterasikan menjadi (h). Contoh:
طريقة: tarîqah
5.
Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda syaddah. Dalam transliterasi tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh:
رَّبَـنَا: rabbanâ
رَّبِى: rabbî
6.
Kata Sandang Kata sandang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf “al”
baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah.Penulisannya ditulis secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan hubungkan dengan tanda (-). Contoh:
الرّجل: Al-rajulu
xiv
7.
Hamzah Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, hamzah ditransliterasikan
dengan spostrof.Tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang diletaknya ditengah dan
diakhir
kata.Apabila
letaknya
diawal
kata,
maka
hamzah
tidak
dilambangkan. Karena dalam tulisan arab berupa alif. Contoh:
شَـيْئ: syai’un ت ُ ْ ُأ ِمر: umirtu
xv
SINGKATAN
BSa
: Bahasa Sasaran
BSu
: Bahasa Sumber
TSa
: Teks Sasaran
TSu
: Teks Sumber
TBp
: Teks Bahasa Penerima
NBSa
: Naskah Bahasa Sasaran
NBSu
: Naskah Bahasa Sumber
EYD
: Ejaan Yang Disempurnakan
xvi
ABSTRAK Hani Nur‟aini Kualitas Terjemahan Kitab Riadhus Shalihin II
Kegiatan penerjemahan tidak dapat dipisahkan dari masalah makna, karena makna merupakan pusat perhatian penerjemah. Sebagai sebuah produk terjemahan tentunya tingkatan kualitas yang bisa dilakukan oleh berbagai faktor. Pada umumnya, kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari keakuratan, keberterimaan dan keterbacaaan dari terjemahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas terjemahan baik dari segi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif dengan teknik membaca, mencatat dan menganalisis, yaitu dengan mengumpulkan data-data, kemudian di klasifikasikan dan yang terakhir dianalisis. Temuan dari hasil analisis dalam melakukan penelitian 2 bab pada terjemahan kitab Riadhus Shalihin II bab Keutamaan Berbuka Puasa dan Kewajiban Puasa Bulan Ramadhan dan Keutamaannya sebanyak 10 terjemahan. Maka, Dari segi keakuratan berdasarkan skor rata-rata 2,28 menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II Dari segi Keakuratan berdasarkan skor rata-rata menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II ini dikategorikan Kurang Akurat. Sedangkan dari segi Keberterimaan berdasarkan skor rata-rata menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II dikategorikan Kurang Berterima. Dan dari segi Keterbacaan berdasarkan skor rata-rata menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II tingkat keterbacaan sedang.
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menilai kualitas terjemahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam penerjemahan. Ada tiga alasan kualitas terjemahan: (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. 1 Jika penerjemahan berpresentasi dapat memecahkan problem komunikasi antara dua pihak yang sama-sama tidak memahami bahasa masing-masing, wajar kalau suatu terjemahan yang beredar dalam masyarakat dikenai penilaian.2 Terjemahan pada hakikatnya adalah tertuang dalam bahasa tulis sehingga kriteria/aspek penilaian yang berlaku dalam bahasa tulis berlaku pula dalam penilaian terjemahan. Penilaian penerjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori
1
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-an Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia,(Pamulang Barat Pamulang tangerang, Penerbit Dikara, 2010), h. 71. 2 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Pt Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 15.
1
penerjemahan. Karena itu kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun diharapkan penilaian yang diberikan dapat
menilai terjemahan dengan baik karena untuk
menentukan kualitas terjemahan, penilaian sangat diperlukan.3 Penilaian terjemahan sangat penting disebabkan oleh dua alasan: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan, (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemahan, terutama apabila kita menilai beberapa versi teks Bsa dari teks Bsu yang sama. Di samping itu, menurut Newmark ada konsep penilaian secara umum yang diletakan dalam kerangka metode penerjemahan semantik dan komunikatif, yaitu dua metode yang sering digunakan dalam penerjemahan. Akan halnya metode-metode lain yang khusus, yang akan memerlukan metode penilaian yang khusus juga.4 Dalam kualitas terjemahan berhubungan dengan fungsi penerjemahan sebagai dwitindak komunikasi yang melibatkan bahasa sumber dan bahasa target. Sebagai dwitindak komunikasi, proses penerjemahan bisa dipastikan melibatkan dua bahasa yang berbeda, baik pada tataran lingual maupun kultural.5 Kemudian penilaian terhadap sebuah terjemahan pertama-tama dapat ditunjukkan kepada makna atau isi teks, kedua kewajaran menurut bahasa sasaran. Dalam
3
Frans Sayogie, M. Pd, Penerjemahan Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 145 4 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Bandung: Penerbit Kaifa, Pt Mizan Pustaka, 2009), h. 143 5 M. Zaka Al Farisi, M. Hum, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 188
2
penilaian isi teks, hal yang perlu diperhatikan adalah ialah apakah isi teks terjemahan akurat atau tidak. Sejauh mana makna yang terdapat di dalam teks sumber dapat dialihkan secara akurat ke dalam teks terjemahan. Dan pergeseran makna selalu saja bisa terjadi dalam terjemahan, itu sebabnya nida dan finlay berkata bahwa padanan yang diusahakan itu adalah padanan yang terdekat. Dalam padanan pergeseran makna dengan menggunakan pergerseran pada aspek tataran linguistik dan semantik.6 Adapun ketika akan menerjemahkan tentunya harus mengetahui terlebih dahulu tujuan dari terjemahan tersebut, salah satu dari tujuan terjemahan itu adalah untuk menukar informasi atau penemuan baru (atau lebih) bangsa yang menggunakan bahasa yang berbeda.7 Meskipun menerjemahkan adalah pekerjaan yang melibatkan sekumpulan teori dan ilmu, tetapi kemampuan menerjemahkan dengan baik adalah seni. Dan menerjemahkan adalah keterampilan yang melibatkan banyak seni (bakat) dari pada upaya dan teori. Sebab penerjemah sangat bergantung pada rasa kebahasaan seseorang, dan rasa bahasa ini berbeda pada satu individu dengan individu lainnya. Lantas apakah menerjemahkan itu? Menerjemahkan menurut bahasa adalah tafsir, sedangkan menurut istilah menerjemahkan adalah memindahkan atau menyalin gagasan, ide, fikiran, pesan atau informasi lainnya dari satu bahasa (disebut bahasa
6
Maurits D.S. Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1999-2000), h.131 7 Nur Mufid, Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h.2
3
sumber atau bahasa asli) ke dalam bahasa lain (disebut bahasa sasaran atau bahasa penerima atau bahasa target).8 Agar mudah menerjemahkan maka penerjemah harus mengetahui terlebih dahulu tentang bagaimana metode menerjemahkan tersebut seperti saat seorang penerjemah saat hendak memutuskan menerjemahkan suatu Tsu. Banyak metode penerjemahan yang dikembangkan oleh para ahli. Namun, diantara metode yang ada, metode yang di tawarkan oleh Newmark dinilai sebagai paling lengkap dan memadai. Metode ini terbagi dalam 8 bagian di antaranya : Penerjemahan Kata Demi Kata, Penerjemahan Harfiah, Penerjemahan Setia, Penerjemahan Semantik, Penerjemahan Adaptasi, Penerjemahan Bebas, Penerjemahan Idiomatik, dan Penerjemahan Komunikatif.9 Sehingga dalam menerjemahkan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia, penerjemah harus memilih padanan makna kata yang sesuai dengan tuntunan konteks, dan dalam segi makna yang akurat agar hasil terjemahannya tepat dan benar.
B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah Adapun kajian yang menjadi objek pembahasan penulis dibatasi pada dua bab saja dan dalam pembatasan penelitian ini juga penulis membatasinya dengan melihat kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II.
8
Nur Mufid, Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), (Surabaya,: Pustaka Progressif, 2007),h. 6. 9 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-an Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia, (Pamulang Barat Tangerang: Penerbit Dikara, 2010), h. 31.
4
Dalam hal ini, penulis memilih 2 bab karena dalam terjemahan ini terdapat arti yang kurang dipahami dan terjemahan kitab ini pun dalam menerjemahkannya masih kaku sehingga masih belum tepat pada teks sasaran. Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas maka dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan perumusan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II berdasarkan dari segi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kualitas terjemahan pada kitab Riadhus Shalihin II baik dari segi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan? Manfaat dari penilitian ini adalah untuk menambah khasanah keilmuan dan wawasan bagi penulis baik dalam dunia penerjemahan maupun dalam kualitas terjemahan. D. Tinjauan Pustaka Pada penelitian skripsi ini penulis menggunakan terjemahan kitab Riadhus Shalihin II adapun judul skripsi ini terinspirasi dari skripsi yang sebelumnya. Dan dalam penilaian kualitas terjemahan sudah banyak sekali yang membahasnya akan tetapi ada perbedaan penelitian yang sebelumnya pertama yaitu dari segi objek dan kedua dari segi judul penulisan skripsi. Yang pertama Amir Hamzah menulis tentang “Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Kitab Fiqh Al-Islâm Wa Adilatuh Karya
5
Wahbah Al-Zuhaili).” Yang kedua Tatam, menulis tentang “Kritik Atas Terjemahan Hadits” (Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahih Al-Bukhari). Dan yang ketiga Siti Hamidah yang menulis tentang “Peribahasa Arab dalam Buku Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat” (Pendekatan Penilaian Penerjemahan). Sedangkan dalam penelitian ini penulis mengambil tema “Kualitas Terjemahan Kitab Riadhus Shalihin II)”. Dengan sebab dan gejala yang ada dalam permasalahan kitab tersebut sehingga sangat menarik dan menantang, untuk dikaji. Sedangkan, dalam kitab Riadhus Shalihin penelitian sebelumnya tentang Analisis Kalimat Efektif Studi Kasus Terjemahan Kitab Riyadus Shalihin Jilid I. Atas dasar itulah penulis melakukan penelitian ini.
E. Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan (dalam mengumpulkan data). Metode penelitian bahasa berhubungan erat dengan tujuan penelitian bahasa. Penelitian bahasa bertujuan untuk mengumpulkan
dan
mengkaji
data,
serta
mempelajari
fenomena-fenomena
kebahasaan. Dalam penelitian bahasa (linguistik) dapat dilakukan di lapangan ataupun di perpustakaan. Di lapangan akan melibatkan hubungan-hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti, sedangkan di perpustakaan akan melibatkan hubungan peniliti dengan buku-buku (kepustakaan) sebagai sumber data.10
10
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik (Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, ( Bandung: Pt. Refika Aditama, 2006), h. 14
6
1. Sumber data Riadhus Shalihin karya Al Imam Al „Alamah al Muhaddits, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an Nawawi ad Dimasqi as Syafi‟i. merupakan kumpulan hadis-hadis yang shahih dari kitab-kitab yang masyhur. Dengan demikian tidak akan ada satu hadis dho‟if pun yang dimasukkan ke dalam kitab ini. Kitab ini telah diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dan diterbitkan melalui penerbit Pt Al-Ma‟rif Bandung. Kitab ini telah dijadikan pegangan selama ratusan tahun bagi para ulama, pelajar dan penuntut ilmu agama di belahan dunia. Di Indonesia sendiri kitab Riadhus Shalihin ini merupakan salah satu kitab wajib bagi seluruh pesantren. Namun setelah diteliti dan dikaji dari sisi penerjemahannya, ternyata terjemahan dalam kitab ini sangat sulit dipahami dan dimengerti. maka penulis memutuskan untuk mengambil 2 bab saja yaitu tentang Keutamaan Segera Berbuka Puasa yang terdiri dari 7 hadits dan yang kedua tentang Kewajiban Puasa Bulan Ramadhan dan Keutamaannya yang terdiri 3 hadits. Oleh karena itu kitab Riadhus Shalihin ini dijadikan penulis sebagai sumber utama untuk dikaji. 2. Pendekatan penelitian Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan
deskriptif-kualitatif
dengan
fokus
pada
bahasa
sasaran
dalam
menggunakan teks-teks yang ada dalam kitab Riadhus Shalihin. Kemudian, menganalisisnya berdasarkan kualitas terjemahan yang meliputi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.
7
Hal ini tentu tidak lepas pula dari hakikat penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan yang tengah diteliti, yang berbeda dengan hakikat penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang sedang dikaji. Oleh karena itu, analisis kualitatif fokusnya pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka. Meskipun pada sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam analisis kualitatif data yang digunakan bukan berupa angka-angka, namun pada hakikatnya dalam analisis kualitatif tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif , karena berguna bagi hal-hal berikut11: a) Pengembangan analisis data kualitatif itu sendiri dan tentunya penggunaan data tersebut sampai batas tertentu sesuai dengan kebutuhan. b) Karena sifat data kuantitatif itu kaku dan belum bermakna, maka pada saat penggunaannya harus dilakukan secara luwes dan memaknainya sebagaimana yang diinginkan dalam kaidah-kaidah penelitian kualitatif. c) Penggunaan
data
kuantitatif
sekaligus
mempertajam
sekaligus
memperkaya analisis kualitatif itu sendiri. 3. Teknik pengumpulan data Proses pengumpulan data yang penulis ambil adalah berupa teks arab yang ada dalam terjemahan kitab Riadhus Shalihin II pada bab Kewajiban Puasa Bulan 11
Mahsun, M.S, Metode Penelitian Bahasa, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 257
8
Ramadhan Dan Keutamaannya kemudian pada bab Keutamaan Segera Berbuka Puasa. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini penulis juga merujuk pada sumbersumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, kamus bahasa Arab dan Indonesia, internet, dan lain-lain. 4.
Teknik penyajian data
Dalam proses menentukan kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II ini penulis lebih cenderung menggunakan pedoman yang dikemukakan oleh M Nababan. Penulis lebih memilih teori tersebut karena proses atau cara menentukan kualitas terjemahan
mempunyai
instrumen
masing-masing.
Yaitu
bagian
pertama
menunjukkan kategori terjemahan, bagian kedua merupakan skor atau angka dengan skala 1-3 yang diurutkan menurut piramida terbalik yaitu semakin berkualitas suatu terjemahan, semakin skor atau angka yang diperolehnya dan demikian sebaliknya. Dan yang terakhir merupakan parameter kualitatif dari masing-masing kategori terjemahan. Penulis juga menggunakan kajian pustaka (library research). Secara teknis penulisan skripsi ini didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
F. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini terbagi dalam V bab, dimulai dengan bab I yang merupakan bab pendahuluan. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, di antaranya yaitu: Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab berikutnya Bab II merupakan bab kerangka teori yang berisi dari beberapa sub bab diantaranya tentang wawasan penerjemahan, , kemudian kualitas terjemahan, dan yang terakhir teori yang digunakan oleh Syihabudin, Gunadarma dan M Nababan. Selanjutnya Bab III, bab ini berisikan: Gambaran umum kitab Riadhus Shalihin, sekilas biografi singkat pengarang kitab Riadhus Shalihin dan penerjemah kitab Riadhus Shalihin II. Dilanjutkan dengan Bab IV, merupakan bab kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II. Dan terakhir adalah Bab V, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
10
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengantar Dalam bidang teori
penerjemahan terdapat
istilah
translation dan
interpretation yang digunanakan dalam konteks yang berbeda-beda meskipun kedua istilah itu terfokus pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pada umumnya istilah translation
mengacu pada pengalihan
pesan tertulis dan lisan. Namun, jika kedua istilah tersebut dibahas secara bersamaan, maka istilah translation menunjuk pada pengalihan pesan tertulis dan istilah interpretation mengacu hanya pada pengalihan pesan lisan. Perlu pula kita membedakan antara kata penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari suatu penerjemahan.1 Begitupun bagi seorang penerjemah ia bersungguh-sungguh menyandang tangggung jawab yang besar, dan dapat memberikan sumbangan yang besar kepada nusa, bangsa dan dunia: tidak hanya bangsa sendiri yang akan maju, tetapi juga seluruh dunia akan maju. Untuk itu, pertama-tama penerjemah harus mengetahui dan memahami tugasnya, adapun menurut Eugene A. Nida dan Charles R. Taber dalam sebuah buku mereka yang berjudul The theory and Practice of Translation, memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut:
1
M. Rudolf Nababan, M. Ed, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003), h.18
11
“Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Menerjemahkan merupakan kegiatan yang menghasilkan kembali didalam bahasa penerima barang yang secara sedekatdekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertamatama menyangkut maknanya dan kedua secara gayanya.2 Kata dasar terjemah berasal dari bahasa arab tarjamah yang maknanya adalah ihwal pengalihan dari satu bahasa kebahasa lain. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa kedalam teks bahasa lain. Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSU) dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSA). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa Tsa disebut terjemahan, sedangkan penerjemahan adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan. Ihwal penerjemahan biasanya disebut penerjemahan.3 Dalam pekerjaan menerjemahkan, ada paling sedikit empat kelompok besar (ber)bahasa yang diperhatikan untuk mencapai kewajaran, yaitu aturan gramatikal, aturan kolokasi, aturan fonologi, dan aturan tata krama berbahasa. Adapun menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali didalam bahasa sasaran dengan bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Jadi, yang dialihkan adalah makna bukan bentuk. Kewajaran menurut bahasa sasaran harus diusahakan agar pembaca hasil terjemahan tidak menyadari bahwa ia sedang membaca suatu terjemahan. Jadi, 2
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h11 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Pt Dunia Pustaka Jaya, 2006), h.23 3
12
teks terjemahan yang dibacanya itu aslinya seolah-olah ditulis dalam bahasa sasaran.4 Dalam kamus
المنجد فى اللغة واألعالمedisi 1986 menyebutkan bahwa
menerjemahkan adalah menyalin “kalam” (juga teks) dan menjelaskan dari bahasa tertentu kedalam bahasa lain. Kalam disini berarti ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu bukan huruf-huruf atau kata-kata yang terpotong dari konteksnya atau lingkungannya – siyaqnya. Sementara doster mendefinisikan terjemah sebagai :”memindahkan arti suatu teks dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain.” Lebih jauh doster mengatakan bahwa terjemah adalah cabang linguistik terapan yang secara khusus berurusan dengan masalah pemindahan makna dari suatu simbol bahasa ke dalam simbol bahasa yang lain. Sedangkan Oetinger mengatakan bahwa terjemah adalah pemindahan simbol, yaitu proses pemindahan tanda atau representasi (bahasa) ke dalam tanda atau representasi yang lain. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa menerjemah, secara umum, adalah memindahkan gagasan, ide atau pikiran dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Bahasa pertama disebut bahasa sumber atau bahasa asli ( source language/al-lughat al-manqul minha/lughat al-matn) dan bahasa yang kedua disebut bahasa target atau bahasa sasaran (target language/al-lughat almanqul ilaiha/lughat al-syarh).5
4
Maurits D.S. Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1999-2000), h.2 5 Nur Mufid, Kaserun As. Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h.8
13
B. Kualitas Terjemahan Sebagai sebuah produk, terjemahan tentunya mempunyai tingkatan kualitas yang bisa dilakukan oleh berbagai faktor. Pada umumnya, Kualitas hasil terjemahan ditentukan tiga aspek yaitu keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.6 Tentu saja, yang paling baik ialah hasil terjemahan dengan tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi. Namun, dengan berbagai macam pertimbangan dalam praktiknya terkadang sulit untuk menghasilkan terjemahan yang sempurna. 1. Keakuratan Keakuratan berkaitan dengan kesepadanan makna antara BSu dan BSa. Pesan yang diterjemahkan harus tersampaikan secara akurat, dan makna referensialnya harus menjadi pembatas antara "benar" dan "salah" (menyimpang/tidak menyimpang). Makna dalam keakuratan menjadi faktor yang paling penting dalam
proses alih bahasa ini. Suatu terjemahan dikatakan akurat, apabila makna mampu tersampaikan secara sepenuhnya tanpa ada penambahan dan pengurangan. Dibandingkan faktor lain yaitu keberterimaan dan kewajaran, keakuratan adalah faktor terpenting yang tidak boleh terabaikan.
6
http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitasterjemahan.html./ (diakses pada hari jum’at, 12 September 2014 19:18)
14
2. Keberterimaan Keberterimaan ialah sederajat dengan kewajaran suatu teks terjemahan terhadap norma, kaidah, budaya BSa. Terjemahan dengan tingkat keberterimaan yang tinggi akan menghasilkan terjemahan yang alamiah, luwes dan tidak kaku. Keberterimaan menjadi aspek penting dari suatu terjemahan karena menentukan kepantasan suatu terjemahan dilihat dari bahasa sasaran. Suatu terjemahan dikatakan berterima apabila terjemahan tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan dalam bahasa sasaran. Terkadang penerjemah hanya menerjemahkan suatu teks perkata tanpa memperdulikan perbedaan „Style’ dari kedua bahasa tersebut. Karakteristik Bahasa Arab Ada beberapa perbedaan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang penting diperhatikan seorang penerjemah, agar kerja kepenerjemahannya tidak hambar. Berikut beberapa karakteristik yang harus diperhatikan:7 Pola dasar kalimat Bahasa Arab adalah P (v)+S (N), seperti: ذهب زيد إلى الجامعة Zaid pergi ke kampus Kalimat
ذهب زيد إلى الجامعةadalah kalimat berita. Jika nomina (subjek)
didahulukan, maka kalimat ini bertujuan untuk penekanan bahwa Zaid yang pergi ke kampus, dan bukannya orang lain. Ini berbeda dengan bahasa Indonesia yang mempunyai pola dasar kalimat S (N) + P (N/V).
7
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-an Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia,(Pamulang Barat Pamulang tangerang, Penerbit Dikara, 2010), h.23
15
Bahasa Arab mengenal pronominal relatif (Ism Muasȗl) yang lebih komplek daripada bahasa Indonesia. Sementara dalam bahasa Indonesia hanya yang. Bahasa Arab mengenal nomina demonstrative (Ism al-isyârah) yang lebih komplek daripada bahasa Indonesia. Sementara dalam bahasa Indonesia hanya mengenal ini dan itu. Bahasa Arab bentuk komparatif berpola { منأفعل+ } dan superlatif (ism altafdhîl) berpola أألفعلatau (nomina jamak atau nomina kolokatif+ )أفعل. Berbeda dengan pola superlatif dalam bahasa Indonesia yang ditandai dengan keberadaan kata paling dan ter- di depan kata yang hendak disuperlatifkan. Sementara itu, bentuk komparatif dalam bahasa Indonesia ditandai dengan keberadaan kata lebih + dari di depan kata yang hendak dikomparatifkan. 3. Keterbacaan Keterbacaan ialah suatu tingkatan mudah tidaknya suatu teks terjemahan dapat dipahami. Teks terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi apabila teks tersebut mudah dipahami serta dimengerti oleh pembaca teks bahasa sasaran. Di sini peran pembaca sangat diperlukan dalam penentuan tingkat keterbacaan. Selain itu, tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain panjang rata-rata kalimat, jumlah kata-kata baru, dan kompleksitas gramatika dari bahasa yang digunakan. Ketiga faktor tersebut harus ada dalam sebuah terjemahan. Kualitas terjemahan sangat ditentukan oleh keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Dan ketiganya memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas terjemahan. Tetapi, keakuratan tetap menjadi tujuan utama suatu penerjemahan.
16
C. Pedoman Kualitas Terjemahan Seperti halnya seorang penulis perlu mengembangkan teknik menulisnya, tidak dapat dipungkiri bahwa penerjemah juga perlu mengembangkan kualitas terjemahannya.
Penerjemah
tidak
hanya
bertanggung
jawab
untuk
mengalihbahasakan sebuah naskah, tetapi dia juga perlu berperan sebagai pengamat yang mengevaluasi hasil terjemahannya. Hanya saja, penerjemah biasanya merasa sulit menilai pekerjaannya sendiri, karena secara psikologis dia mungkin akan beranggapan terjemahannya sudah bagus. Hal ini tentu saja akan memengaruhi penilaiannya terhadap sebuah teks.8 Dari alasan di atas, maka penulis melakukan teori berdasarkan pada tokohtokoh terkenal yaitu Syihabuddin, Teori Gunadarma, dan M. Nababan 1. Teori Syihabudidin Dalam buku yang di gagas oleh Dr. Syihabuddin, M. A ia menyebutkan bahwa kualitas terjemahan dapat dilihat dari tingkat keterpahamannya, evaluasi kualitas terjemahan, dan karakteristik terjemahan yang berkualitas.9 a. Kualitas terjemahan dan tingkat keterpahaman Sesungguhnya
kualitas
terjemahan
berkaitan
dengan
keterpahaman
terjemahan. Kualitas ini dapat bersifat intrinsik, yaitu berupa ketepatan, kejelasan dan kewajaran. Namun, dapat pula bersifat ekstrinsik, yaitu yang berkenaan dengan tanggapan pembaca dan pemahamannya terhadap terjemahan.
8
http://pelitaku.sabda.org/menilai_kualitas_terjemahan, Di akses Pada Hari Jum’at 7 November 2014, 19:22. 9
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005), h. 193
17
Dalam telaah tentang nas, kualitas intrinsik tersebut diistilahkan dengan keterbacaan, keterpahaman, dan ketedasan. Sakri menggunakan ketiga istilah tersebut secara bergantian dan mendefinisikannya sebagai derajat kemudahan sebuah nas untuk dipahami maksudnya. Keterpahaman ini ditentukan oleh ketadasan, dan ketadasan itu sendiri ditentukan oleh jumlah kata dalam kalimat, bangun kalimat, penempatan informasi, penempatan panjang ruas kalimat, ketaksaan informasi yang terkandung, dan pemakaian gaya kalimat. Demikianlah, kualitas intrinsik nas identik dengan tingkat keterbacaan nas, dan keterbacaan itu sendiri berhubungan dengan keterpahaman dan kejelahan. Istilah keterahaman terfokus pada tingkat kemudahan nas untuk dipahami maknanya, sedangkan kejelahan terfokus pada kejelasan penampilan nas itu dilihat dari segi bentuk huruf, lebar kertas, lebar sembir, jarak antar paragraf, dan hal-hal lain yang mendukung kejelasan penglihatan. Pandangan di atas selaras dengan pendapat Larson yang menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan oleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian antara pesan terdapat dalam bahasa sumber dan pesan yang terdapat dalam bahasa penerima. Kejelasan berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam mengalami maksud nas. Adapun kewajaran berkaitan dengan kealamiahan nas sehingga ia tak terasa sebagai sebuah terjemahan. b. Evaluasi kualitas terjemahan Menilai kualitas terjemahan berarti menilai tingkat keterpahamannya. Nida dan Taber mengemukakan bahwa tes keterpahaman itu terutama berkaitan dengan
18
ada dan tiadanya dua ungkapan: (1) ungkapan yang dapat menimbulkan salah paham dan (2) Ungkapan yang membuat pembaca sangat sulit memahami amanat yang dikandungnya karena faktor kosa kata dan gramatika. Nida dan taber menyatakan bahwa kualitas terjemahan dapat diukur dengan beberapa teknik yaitu: a) Menggunakan teknik rumpang b) Meminta tanggapan pembaca terhadap nas terjemahan c) Mengetahui reaksi para penyimak terhadap pembacaan nas terjemahan dan d) Membaca terjemahan dengan nyaring sehingga dapat diketahui apakah pembacaannya itu lancar atau tersendat-sendat Sementara itu Larson membicarakan masalah penilaian kualitas terjemahan dari empat aspek, yaitu: a) Alasan dilakukannya penilaian; b) Orang yang menilai; c) Cara melakukan penilaian; dan d) Pemanfaatan hasi penilaian Sebuah nas dikategorikan memiliki kualias yang baik apabila seseorang membaca nas itu dengan penampilan yang menyenangkan, iramanya teratur, dan melakukan perpindahan antar kalimat, antar paragraf, dan antar halaman secara mulus dan dan lancar. c. Karakteristik terjemahan yang berkualitas
19
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa terjemahan yang bekualitas memiliki tiga ciri yaitu tepat, jelas dan wajar. 2. Teori gunadarma Berkualitas tidaknya suatu terjemahan dapat ditentukan melalui tiga sudut pandang yaitu keakuratan, kejelasan, dan kewajaran. Sesuai dengan tujuan tersebut, ada beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan, yaitu uji keakuratan, uji keterbacaan, uji kewajaran, uji keterpahaman, terjemahan balik , dan uji kekonsistenan. a. Uji Keakuratan Menguji keakuratan berarti mengecek apakah makna yang dipindahkan dari TBsu sama dengan yang di TBp. Tujuan penerjemah adalah mengkomunikasikan makna secara akurat. Penerjemah tidak boleh mengabaikan, menambah, atau mengurangi makna yang terkandung dalam TBsu, hanya karena terpengaruh oleh bentuk formal BSa. Untuk menyatakan makna secara akurat, penerjemah bukan hanya boleh tetapi justru harus melakukan penyimpangan/perubahan bentuk atau struktur gramatika. b. Uji Keterbacaan Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, menyatakan derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Tulisan yang tinggi keterbacaannya lebih mudah dipahami daripada yang rendah. Sebaliknya, tulisan yang lebih rendah keterbacaannya lebih sukar untuk dibaca. Keterbacaan bergantung pada ketedasan dan kejelahan. Ketedasan berhubungan dengan keterbacaan bahasa, yang ditentukan oleh pilihan kata, bangun kalimat, susunan
20
paragraf, dan uTBsur ketatabahasaan yang lain. Kejelahan berhubungan dengan keterbacaan tata huruf, yang ditentukan oleh besar huruf, kerapatan baris, lebar sembir, dan uTBsur tata rupa yang lain. c. Uji Kewajaran Beekman dan Callow (1974:24) menegaskan, “dalam penerjemahan idiomatik, penerjemah berusaha menyampaikan makna TBsu kepada pembaca BSa dengan menggunakan bentuk gramatika dan kosa kata yang wajar.” Penerjemah hanya terikat pada makna atau pesan. Dia tidak boleh terikat pada bentuk. Penerjemahan idiomatik juga telah dikenal secara luas dengan penerjemahan padanan dinamis yang dipopulerkan oleh Nida. Penerjemahan padanan dinamis bertujuan untuk menghasilkan terjemahan yang diterima secara wajar oleh pembaca BSa baik dari sudut linguistik maupun nonlinguistik. d. Uji Keterpahaman Keterpahaman, atau dalam bahasa Inggris disebut comprehensibility berarti bahwa terjemahan yang dihasilkan dapat dimengerti dengan benar oleh penutur BSa atau tidak. Uji keterpahaman ini terkait erat dengan masalah kesalahan referensial yang mungkin dilakukan oleh penerjemah. Kesalahan referensial adalah kesalahan yang menyangkut fakta, dunia nyata, dan proposisi, bukan menyangkut kata-kata. e. Terjemahan Balik Cara lain menilai berhasil tidaknya suatu terjemahan adalah melalui terjemahan balik. Tujuan utama terjemahan balik adalah untuk mengetahui apakah makna yang dikomunikasikan sepadan dengan makna dalam TBsu atau tidak, bukan pada kewajaran terjemahan.
21
Teknik terjemahan balik adalah meminta orang lain yang menguasai BSu dan BSa menerjemahkan balik naskah terjemahan ke dalam BSu. Dia melakukannya tanpa membaca TBsu.
Penerjemahan balik ini memungkinkan penerjemah
mengetahui apa yang ia komunikasikan.Terjemahan balik berbeda dengan menerjemahkan. Dalam menerjemahkan, penerjemah menggunakan bentuk wajar dan jelas; dalam penerjemahan balik, bentuk literal (harfiah) digunakan untuk menunjukkan struktur naskah terjemahan. Terjemahan balik tidak menilai kewajaran, tetapi pada kesepadanan makna.
f. Uji Kekonsistenan Uji kekonsistenan sangat diperlukan dalam hal-hal yang bersifat teknis. Duff menegaskan bahwa tidak ada aturan baku mengenai bagaimana cara yang terbaik menyatakan ungkapan BSu. Namun, dapat dicatat bahwa ada beberapa kelemahan yang harus dihindari. Salah satu kelemahan itu adalah ketidakkonsistenan. TBsu biasanya memiliki istilah kunci yang digunakan secara berulang-ulang. Jika TBsu panjang atau proses penyelesaian terjemahan memakan waktu lama, maka ada kemungkinan terjadinya ketidakkonsistenan penggunaan padanan kata untuk istilah kunci. Pada akhir pekerjaan terjemahan perlu dilakukan pengecekan terhadap hal tersebut. Hal ini biasanya terjadi pada dokumen tertentu, seperti politik, teknik, ekonomi, hukum, pendidikan, atau agama. Sebagai contoh istilah “exposure” dalam pengajaran bahasa diterjemahkan menjadi “eksposur” atau “pajanan”. Penilai harus melihat secara cermat bahwa TBp menggunakan istilah yang konsisten. Selain itu, ada juga frase kunci, yaitu frase yang selalu digunakan di seluruh bagian naskah dan memiliki makna yang sama di setiap kemunculannya. Pemeriksaan harus dilakukan untuk istilah dan frase kunci semacam itu untuk meyakini bahwa istilah yang sama benar-benar digunakan, atau karena ada alasan khusus menggunakan istilah yang berbeda dalam suatu konteks. Sebagai contoh dalam menerjemahkan frase “source text” perlu dilakukan secara konsisten,
22
apakah “teks sasaran” atau “teks bahasa penerima ”. Terserah kepada penerjemah apakah dia secara konsisten menggunakan “teks sasaran” atau “teks bahasa penerima ”. Yang perlu diperiksa adalah kekonsistenan penerjemah menggunakan istilah itu. Kekonsistenan
dalam
pengeditan
membutuhkan
perhatian
cermat.
Kekonsistenan dalam hal ejaan nama orang dan tempat amat diperlukan. Katakata asing yang dipinjam yang terjadi beberapa kali harus diperiksa kekonsistenan ejaannya. Penggunaan tanda baca, huruf kapital harus diperiksa secara cermat. Apakah penggunaan tanda tanya (?), koma (,), kurung ( ), titik dua (:), titik koma (;), tanda seru (!) atau tanda baca lainnya digunakan secara konsisten. Pada pengecekan terakhir, format naskah dan materi pelengkap lainnya seperti catatan kaki, glosari, indeks, atau daftar isi harus diperiksa secara cermat. Jika penerjemah tidak yakin bagaimana menangani hal ini, dia perlu berkoTBsultasi dengan buku menyangkut ejaan, tanda baca, dan sebagainya.
3. Teori M. Nababan Terjemahan yang berkualitas harus memenuhi tiga aspek, yaitu aspek keakuratan, aspek keberterimaan dan aspek keterbacaan. Pada tiga aspek tersebut dapat diuraikan di bawah ini:10 a. Aspek Keakuratan Aspek keakuratan merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam perngevaluasian terjemahan untuk merujuk apakah teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan mengarah pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya. Di dalam literatur teori
10
M. Nababan, Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni (Surakarta, UMS, 2012), hal 39-57.
23
penerjemahan terdapat beberapa teknik penerjemahan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi
masalah
padanan.
Dua
di
antaranya
adalah
penghilangan(deletion) dan penambahan (addition). Kedua teknik penerjemahan itu bukan dimaksudkan untuk mengurangi informasi atau menambahi informasi sesuka hati, tetapi dimaksudkan untuk menghasilkan terjemahan yang berterima dan mudah dipahami oleh pembaca sasaran. b. Aspek Keberterimaan Aspek kedua dari terjemahan yang berkualitas terkait dengan masalah keberterimaan. Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Konsep keberterimaan ini menjadi sangat penting karena meskipun suatu terjemahan sudah akurat dari segi isi atau pesannya, terjemahan tersebut akan ditolak oleh pembaca sasaran jika cara pengungkapannya bertentangan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya bahasa sasaran. c. Aspek keterbacaan Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakekat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat
24
ini indicator yangdigunakan untuk mengukur tingkat keterbacan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Bahkan, Gilmore dan Root berpendapat bahwa ukuran suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan dan pesonainsani tidak lebih dari sekedar alat Bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks dengan kemampuan para pembaca teks itu. Terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami anggitan atau konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam melakukan tugasnya. Adapun instrumen penilaian kualitas terjemahan meliputi: 1) instrumen penilai
tingkat
keakuratan
pesan,
2)
instrumen
penilai
tingkat
keberterimaanterjemahan, dan 3)instrumen penilaitingkat keterbacaan terjemahan. Masing-masing dari instrumen penilai kualitasterjemahan terdiri atas tiga bagian. Bagianpertama menunjukkan kategori terjemahan. Bagian kedua merupakan skor atau angkadengan skala 1sampai dengan 3, yang diurutkan menurut piramida terbalik yaitu semakin berkualitas suatu terjemahan, semakin skor atau angka yang diperolehnya dan demikian pula sebaliknya. Bagian ketiga merupakan parameter kualitatif dari masing-masing kategori terjemahan. Ketiga instrumen itu disajikan di bawah ini.11 Tabel I Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan
11
M. Nababan, Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni (Surakarta, UMS, 2012), hal 39-57.
25
KATEGORI
SKOR
PARAMETER KUALITATIF
Akurat
3
Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna.
Kurang Akurat
2
Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna
yang
dihilangkan,
yang
mengganggu keutuhan pesan. Tidak Akurat
1
Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted).
Instrumen penilai tingkat keakuratan terjemahan tersebut menganut skala 1 sampai dengan 3. Semakin tinggi skor yang dberikan penilai, maka semakin akurat terjemahan yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diberikan terhadap terjemahan, maka semakin rendah keakuratan terjemahan tersebut.
26
Tabel II Instrumen Penilai Keberterimaan Terjemahan Kategori Terjemahan
Skor
Parameter Kualitatif
Berterima
3
Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang
digunakan
dengan
sudah
kaidah-kaidah
sesuai bahasa
Indonesia. Kurang berterima
2
Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal.
Tidak berterima
1
Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
Instrumen penilai tingkat keberterimaan terjemahan merupaka pedoman bagi penilai dalam menentukan tingkat keberterimaan terjemahan. Skala yang disediakan berkisar antara 1 sampai dengan 3. Setiap skor yang diberikan merupakan cerminan dari tingkat keberterimaan terjemahan. Instrumen Penilai Tingkat Keterbacaan Terjemahan Kategori Terjemahan
Skor
27
Parameter Kualitatif
Tingkat Keterbacaan
3
Kata,
istilah
klausa,
Tinggi
teknis,
kalimat
frasa,
atau
teks
terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Tingkat Keterbacaan
2
Pada
umumnya
terjemahan
dapat dipahami oleh pembaca;
Sedang
namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali
untuk
memahami
terjemahan. Tingkat Keterbacaan
1
Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca.
Rendah
Di atas telah dijelaskan bahwa suatu terjemahan yang berkualitas harus akurat, berterima, dan mudah dipahami oleh pembaca sasaran. Masing-masing dari ketiga aspek tersebut mempunyai bobot nilai yang berbeda.12 Pembobotan dari aspek kualitas yang dinilai No
Aspek Kualitas Yang Dinilai
Bobot
1.
Keakuratan
3
2.
Keberterimaan
2
3.
Keterbacaan
1
12
M. Nababan, Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni (Surakarta, UMS, 2012), hal 52.
28
Instrumen ketiga yang digunakan adalah instrumen untuk menentukan tingkat keterbacaan terjemahan, yang juga didasarkan pada skala 1 sampai dengan 3. Dari ketiga teori di atas maka penulis menggunakan teori yang digunakan oleh M Nababan.
29
BAB III GAMBARAN UMUM KITAB RIADHUS SHALIHIN
1.
Kitab Riadhus Shalihin Kitab Riadhus Shalihin adalah sebuah kitab yang sangat terkenal dalam dunia
Islam. Kitab ini telah dijadikan pegangan selama ratusan tahun bagi para ulama, pelajar dan penuntut ilmu agama di belahan dunia. Di Indonesia sendiri kitab Riadhus Shalihin ini merupakan salah satu kitab wajib bagi seluruh pesantren. Dalam mukaddimah kitab Riadhus Shalihin, Imam Nawawi mengatakan bahwa kitabnya mengandung hadis-hadis yang beliau kutip dari Kutubussittah (enam kitab utama), yaitu kitab hadis yang paling utama dalam Islam. Dan secara tegas dikatakan bahwa beliau hanya mengutip hadis-hadis yang shahih dari kitab-kitab yang masyhur. Dengan demikian tidak akan ada satu hadis dho‟if pun yang dimasukkan ke dalam kitab ini. Dalam hal ini, para ulama se-dunia selama ratusan tahun sudah membuktikan kebenaran ucapan Imam Nawawi itu. Selanjutnya, dalam perjalanan sejarah, kitab Riadhus Shalihin terbukti telah berhasil membantu para ulama untuk membentuk murid-murid mereka di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah, atau pada majelis-majelis ta‟lim di masjid-masjid di seluruh Indonesia. Kemudian Syaikh Muhamamd bin Al-lan as-Shiddiqi as-Syafi‟i al-Asy‟ari alMakki, seorang ulama Hijaz yang wafat pada tahun 1057 H telah mensyarahkan kitab Riadhus Shalihin karya Imam Nawawi ini ke dalam sebuah kitab yang berjudul Dalilul Falihin Li Thariqi Riadhus Shalihin sebanyak 4 jilid tebal. Kitab Syarah 30
Riadhus Shalihin ini juga sangat terkenal di kalangan para ulama ahlusssunnah wal jama‟ah di dunia Islam, khususnya bagi para ulama dan santri di tanah air Indonesia. Diawali dengan „kitab Ikhlas‟, beliau membuka kitab Riadhus Shalihin itu dengan menyertakan ayat-ayat Qur‟an yang mendukung pembahasan kitab ikhlas tersebut. Hampir seluruh isi kitab ini mengandung ruh akan dorongan menghambakan diri kepada Allah serta mengajarkan mengenai amal shalih. Mayoritas isi pada kitabkitab awal adalah mengenai masalah hati dan kebersihan jiwa. Seperti masalah ikhlas niat, taubat, sabar, shiddiq, murraqabah, yaqin, tawakal, istiqamah, mujahadah, hemat, rajin, zuhud, qana‟ah, dermawan, tolong-menolong, nasehat, amal ma‟ruf-nahi mungkar, amanat, dan menghindari kezaliman.1 Pada bagian berikutnya beliau menekankan kepada masalah muamalat mu‟asyarah, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia bermasyarakat sebagai makhluk sosial, seperti: mendamaikan manusia, berbelas kasih pada anak yatim, orang miskin, menjaga hak wanita, hak suami dan istri, belanja keluarga, hak-hak tetangga, orang tua, anak dan keluarga, menghormati ulama, kaum kerabat, orang-orang sholeh dan lain-lain. Pada pembahasan masalah moral dan adab, beliau menekankan juga tentang perihal keadilan, hubungan antara rakyat dan pemimpin, menjaga adab kesopanan terhadap orang hidup maupun orang mati, sampai adab-adab pribadi untuk diamalkan sehari-hari, tidak luput dari pembahasan beliau. Sedemikian lengkapnya, sehingga urusan pribadi umat dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, secara „manis‟ dan rapi beliau bahas satu persatu. 1
Toto Edi, dkk. Ensiklopdedia Kitab Kuning, (Pamulang: Aulia Press), h. 91.
31
Dalam masalah syariat, secara panjang lebar beliau membahas pula hukumhukum dalam berbagai masalah; mulai dari masalah berpakaian, wudhu, sholat-sholat wajib, sholat-sholat sunat, puasa sunat, ziarah kubur, sumpah, jual-beli, dan lain-lain dengan menyertakan adab-adab dan kesempurnaan amal, lengkap dengan fadhilah amal, sehingga tidak monoton membahas masalah pokok fiqihnya saja. Pembahasan kitab ini diakhiri dengan indah pada Bab Istighfar, mulai dari dalil perintah beristighfar sampai kelebihan orang-orang yang beristighfar. Adapun keistimewaan dari Kitab Riadhus Shalihin yaitu: Pertama, isi kandungannya yang memuat bimbingan yang dapat menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang besar untuk berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa tersebut dan mengantarnya kepada kebahagiaan dan kebaikan, karena kitab ini umum meliputi Targhib dan Tarhib serta kebutuhan seorang muslim dalam perkara agama, dunia dan akhiratnya. Kitab ini adalah kitab tarbiyah (pembinaan) yang baik yang menyentuh aneka ragam aspek kehidupan individual (pribadi) dan sosial kemasyarakatan dengan uslub (cara pemaparan) yang mudah lagi jelas yang dapat dipahami oleh orang khusus dan awam. Dalam kitab ini Imam Nawawi mengambil materinya dari kitab-kitab sunnah terpercaya seperti Shohih al-Bukhoriy, Muslim, Abu Daud, An Nasaa‟i, At Tirmidziy, Ibnu Majah dan lain-lainnya. Beliau berjanji tidak memasukkan ke dalam bukunya ini kecuali hadits-hadits yang shohih dan beliau pun menunaikannya sehingga tidak didapatkan hadits yang lemah kecuali sedikit itu pun kemungkinan menurut pandangan dan ilmu beliau adalah shohih.
32
Kedua, tingginya kedudukan ilmiah yang dimiliki pengarang Riadhus Shalihim ini diantara para ulama zamannya karena keluasan ilmu dan dalamnya pemahaman beliau terhadap sunnah Rasulullah.2 2.
Biografi Singkat Pengarang Kitab Riyadus Shalihin Imam Nawawi mempunyai nama lengkap Abu Zakaria Muhyididin Yahya bin
Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi, seorang ahli fikih dan hadits dari kalangan madzhab syafi‟i. Imam Nawawi dilahirkan pada tahun 631 H disebuah kampung bernama “Nawawi”, yang termasuk wilayah Hauran di selatan Damaskus. Pada tahun 649, beliau pergi ke Damaskus dan tinggal di sekolah “Rawahiyah”.3 Beliau merupakan pionir Islam di zamannya, dan sampai sekarang masih sebagai panutan, khususnya bagi kalangan ulama muslim dan umumnya bagi kaum muslimin. Hal ini tentunya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena beliau layak untuk dijadikan teladan bagi semua orang. Imam Nawawi, -Rahimahullah- dikenal sebagai seorang ulama yang mempunyai kapasitas kelimuan yang tinggi, ahli zuhud dan wara‟, senang berbuat baik, dan mempunyai keberanian yang mengagumkan, baik ketika menghadapi kalangan bawah maupun atas, termasuk para sultan. Beliau menjaga dirinya dari (kekayaan) milik orang lain (zuhud), karena merasa cukup dengan apa yang akan diperolehnya dari sisi Allah. Beliau mempunyai otoritas yang tinggi atas semua orang dalam membimbing mereka. Meskipun imam nawawi bukan merupakan ulama tertua pada 2
http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html, (di akses pada hari kamis, 28 Agustus 2014, 19:13) 3 http://wisnualfarisy28.blogspot.com/2012/03/biografi-imam-nawawi-dan-kitab-riyadush.html, (di akses pada hari kamis 28 Agustus 2014, 19:30)
33
masanya, juga bukan merupakan ulama seangkatannya, begitu juga dengan ulama yang datang setelahnya, namun
Allah SWT telah menjadikan semua orang
mencintainya dan menerima semua karangan yang telah beliau sumbangkan kepada umat islam untuk mereka manfaatkan. Ini adalah anugrah illahi yang tidak dapat dicampuri oleh manusia sebagai bukti keridhaan-Nya. Sesungguhnya Allah memberikan karunianya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dalam rangka menuntut ilmu –ilmu islam, beliau memulainya dengan belajar alqur‟an dan kitab-kitab tafsir, hadits dan syarh-Nya (kitab yang menjelaskan haditshadits Rasulullah SAW), serta belajar fikih berdasarkan dalil-dalil yang diambil dari al-qur‟an dan sunnah Rasulullah, dan membandingkannya dengan pendapat para ulama dari berbagai mazhab fikih. Beliau juga sempat mengumpulkan pendapatnya sendiri sebagai hasil dari ijtihadnya dalam sebuah buku yang menjadi rujukan penting dalam bidang ilmu fikih, yang diberi nama Al majmu’ namun beliau lebih dulu meninggal dunia sebelum menyelesaikannya. Imam Nawawi wafat di Nawi pada tahun 676 H pada usia yang relatif muda, yaitu 45 tahun. 3. Biografi Singkat Penerjemah Kitab Riadhus Shalihin II Sebelum penulis menyebutkan biografi penerjemah Kitab Riadhus Shalihin II maka penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu mengenai objek pertama dalam penelitian ini. Penulis dalam menganilisis kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II ini mengacu pada terbitan ke 10 tahun 1987 yang di terbitkan oleh PT Al-Ma‟rif Bandung kemudian di terjemahkan oleh Salim Bahreisy.
34
Salim Bahreisy merupakan seorang pendakwah di daerah surabaya beliau dikenal sebagai ustadz yang berbagi ilmu kepada murid-muridnya terutama di Masjid Agung Sunan Ampel. Salim bahreisy dilahirkan pada tahun 1919 M di sebuah kota surabaya. Ia semasa kecilnya sekolah di Madrasah dekat rumahnya kurang lebih selama 13 ia belajar di Madrasah kemudian otodidak mendalami ilmu bidang agama. Beliau menjadi ustadz karena berdasarkan keturunan-keturan sebelumnya sehingga ia mengikuti dan mempelajari secara otodidak bidang ilmu agama. Selain menerjemahkan kitab Riadhus Shalihin II, karya-karyanya Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Al- lu’lu wa Marjan, pedoman Orang Shalih. Dan, sebelum wafat beliau menyelesaikan sebuah buku yang berjudul Tarjamah shahih Bukhari dan Muslim. Setelah beliau wafat, kini digantikan oleh putranya yang bernama Abdullah Bahreisy. 4
4
Wawancara Pribadi dengan Abdullah Bahreisy, Jakarta, 10 Januari 2015.
35
BAB IV ANALISIS KUALITAS TERJEMAHAN KITAB RIADHUS SHALIHIN II A. Pengantar Masalah makna merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bidang penerjemahan. Jika kita berbicara tentang penerjemahan, kita juga berbicara tentang makna. Alasannya adalah karena tujuan penerjemahan erat kaitannya dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh posisinya dalam suatu kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu yang menggunakan kata itu. Tidak jarang pula makna suatu kata sangat ditentukan oleh situasi pemakaiannya dan budaya penutur suatu bahasa. Pada kesempatan kali ini penulis akan menganalisis dan mengetaui kualitas terjemahan yang ada dalam kitab Riadhus Shalihin II. Akan tetapi, penulis tidak akan melakukan secara keseluruhan mengingat terlalu banyak terjemahan yang ada dalam kitab tersebut. Penulis hanya menggunakan 2 bab saja yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian. B. Analisis kualitas Terjemahan Kitab Riadhus Shalihin II Dalam pembahasan ini, penulis akan menganalisis dan mengetahui kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu Bab II penulis dalam melakukan proses kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II ini merujuk pada teori yang digunakan oleh M Nababan. Analisis yang digunakan dalam mengidentifikasikan terjemahan ini yaitu dari segi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.
36
Berikut adalah beberapa hadits dan terjemahan yang terdapat dalam Kitab Riadhus Shalihin II yang akan penulis analisis:
(1)
Sahl bin Sa’ad r.a: Rasulullah s.a.w bersabda: Selalu manusia itu dalam kebaikan selama mereka segera berfutur (buka puasa). (Buchary, Muslim).1 a. Keakuratan Analisis yang penulis dapatkan dalam terjemahan hadits pertama ini adanya ketidakakuratan pada kata berfutur. Karena, kata
diterjemahkan Buka Puasa.
Sehingga menurut penulis sebaiknya langsung saja diterjemahkan menjadi buka puasa.2 Analisis lain yang penulis dapati yaitu dari kata ُال يَزَال َ diterjemahkan menjadi Selalu,3 menurut penulis dalam terjemahan di atas sebaiknya di terjemahkan dengan kata senantiasa. Karena, penerjemah dalam menerjemahkannya masih secara harfiah. b. Keberterimaan Dalam kualitas terjemahan ini terdapat ketidakberterimaan dalam struktural jika kata manusia diletakkan setelah kata selalu maka menurut penulis ini belum tepat. Karena kata manusia ini berfungsi sebagai S (Subjek), sedangkan pada kata selalu menurut penulis masih belum tepat. Kata se.la.lu adv 1 senantiasa; selamanya; 1 2
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 243. Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
2002), h. 1063. 3
Atabik Ali. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika), h. 1006.
37
contohnya; mereka – baik terhadap kami; 2 sering; terus-menerus; tidak pernah tidak: contohnya: ia – marah-marah saja kalau di rumah; ia – mengharapkan kedatangannya.4 maka seharusnya diterjemahkan dengan kata senantiasa. Menurut penulis sebaiknya, apabila setelah sabda Nabi maka diberikan tanda kutip. Karena untuk membedakan antara sabda Nabi dan perawi. Dan terjemahan di atas menurut penulis sudah menjadi kalimat yang bergramatikal karena fungsi (S) nya sudah dapat diterima, yakni pada kalimat Manusia senantiasa mendapatkan kebaikan, selama mereka menyegerakan buka puasa”. Dan pada kalimat ini pun termasuk dalam kalimat Aktif Transitif. c. Keterbacaan Berdasarkan terjemahan di atas dalam segi keterbacaan menurut penulis pesan yang dikomunikasikan sudah dipahami oleh pembaca. Tetapi, ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Menurut penulis hadits di atas harus di terjemahkan menjadi Dari Sahl bin Sa’ad r.a Rasulullah s.a.w bersabda:”Manusia senantiasa mendapatkan kebaikan, selama mereka menyegerakan buka puasa”. ( H. R. Bukhari dan Muslim).
(2)
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 1016
38
Abu Athijah berkata: Saya dengan Masruq pergi kepada Aisjah bertanya tentang kejadian yang terjadi antara dua orang sahabat Nabi yang berbeda, yaitu yang satu menyegerakan berbuka sebelum sembahyang maghrib dan yang kedua sesudah sembahyang maghrib. Oleh Aisjah ditanya: Siapakah yang mendahulukan buka sebelum sembahyang itu? Jawab Masruq: Abdullah bin Mas’ud. Maka berkata Aisjah: Begitulah kelakuan Rasulullah s.a.w”. (Muslim).5 a. Keakuratan Hadits ke dua ini penulis mendapati adanya ketidakakuratan dalam kalimat ال َي ْألُى َ
خيْ ِر َ ْن ال ِع َ karena tidak teterjemahkan. Menurut penulis, sebaiknya pada kata tersebut di terjemahkan saja agar tidak menggangu dalam keutuhan pesan yang terkandung didalamnya. Selanjutnya, menurut penulis ada juga kesalahan penerjemah yang tidak memberikan catatan kaki setelah kalimat خيْ ِر َ ْن ال ِع َ الَ يَ ْألُى. Karena, sebagai penjelas mengenai perkataan Masruq dan Abu Atijah. Adapaun, catatan kaki tersebut yaitu :ُقىْلُه .ِخيْر َ ْ أَيْ َال يُ َقّصِرُ فِى ال، َال يَأْلُى.
5
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 243
39
Selanjutnya menurut penulis pada klausa kejadian terdapat ketidakakuratan dalam pengalihan maknanya. Karena, kata pe.ris.ti.wa n 1 kejadian (hal, perkara, dsb); kejadian yang luar biasa (menarik perhatian dsb); yang benar-benar terjadi: contohnya; memperingati – penting dlam sejarah; 2 pada suatu kejadian (kerap kali dipakai untuk memulai cerita). Sehingga hemat penulis sebaiknya diterjemahkan menjadi peristiwa.6 Analisis lain yang menurut penulis dapatkan dalam penelitian ini adanya ketidakakuran dalam penggunaan kata Kelakuan. Sebaiknya, dalam pengalihan makna tersebut menggunakan padanan yang tepat agar memudahkan pembaca untuk memahaminya. b. Keberterimaan Menurut penulis dalam struktur kalimat yang pertama menyegerakan berbuka sebelum sembahyang maghrib, dan yang kedua sesudah sembahyang maghrib adalah termasuk klausa subordinasi yang berupa klausa adverbal yakni berfungsi sebagai keterangan. Selanjutkan pada kata sem.bah.yang n 1 Isl shalat: air --, air wudu: meninggalkan --, melalaikan kewajiban salat; 2 permohonan (doa) kpd Tuhan , ber.sem.bah.yang v 1 melakukan sembahyang (shalat): Contohnya; mereka – hari raya di lapangan dekat msjid Al-Azhar; 2 berdoa (memohon) kpd Tuhan; --di gereja; 3 upacara selamatan untuk menghormati (memuliakan) para leluhur dsb: -- contohnya; Tahun Baru.7 Sebaiknya diterjemahkan dengan kata shalat, karena jika menggunakan kata sembahyang biasa digunakan untuk agama lain.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 860. 7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 1026.
40
Berdasarkan Syarah Riadhus Shalihin tujuan dari kandungan hadits ini ialah menjelaskan tentang betapa gigihnya para sahabat Muhammad S.a.w. memburu kebaikan dan berlomba-lomba untuk mendapatkan amal kebaikan dan takwa, serta berpegang teguh terhadap sunnah Rasulullah. Maka, mengakhirkan makan sahur dan segera berbuka itulah as-Sunnah. c. Keterbacaan Analisis penulis dari segi keterbacaan terjemahan tersebut sudah pahami oleh pembaca. Namun, ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali. Maka Hadits tersebut seharusnya di terjemahkan menjadi Dari Abu Atiyah berkata,”Saya dan Masruq mendatangi Aisyah, lalu Masruq berkata pada Aisyah tentang peristiwa yang terjadi antara dua orang sahabat Nabi yang masing-masing tidak ingin menyia-nyiakan kebaikan, yaitu yang satu mendahulukan shalat Magrib dan berbuka, yang satu lagi mengkahirkan shalat magrib dan berbuka. Kemudian Aisyah bertanya: Siapa yang mendahulukan berbuka sebelum sholat? Masruq menjawab:Abdullah bin Mas’ud. Ujar Aisyah: Begitulah, yang biasa di lakukan Rasulullah s.a.w”. (H.R. Muslim).
(3)
41
Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Allah telah berfirman: HambaKu yang lebih Aku sukai yalah yang lebih cepat berbuka (pada waktunya). (Attirmidzi).8 a. Keakuratan Terjemahan di atas menurut penulis adanya ketidakakuratan dalam penggunaan struktur kalimat kata Rasulullah s.a.w bersabda seharusnya di terjemahkan bersabda Rasullah. Analisis lain yang penulis dapatkan sebaiknya di tuliskanlah H. R. (Hadits Riwayat). b. Keberterimaan Pada terjemahan di atas terdapat ketidakberterimaan dalam penulisan sehingga terjadi kekeliruan dalam penulisannya. Kata yalah seharusnya ditulis ialah. Karena, kata Ia.lah p penghubung di antara dua penggal kalinat yang menegaskan perincian atau penjelasan atas penggal yang pertama itu. Contoh; yang perlu dikerjakan sekarang – membawa korban ke rumah sakit.9 Menurut penulis sebaiknya, apabila setelah sabda Nabi maka diberikan tanda kutip. Karena, untuk membedakan antara sabda Nabi dan perawi. Selanjutnya, kata hambaku ini termasuk pronomina posesif. Pronomina itu sendiri adalah unsur yang mengganti nomina atau berfungsi sebagai nomina, yang menggantikan benda-benda atau orang.
8
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 244. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 415. 9
42
c. Keterbacaan Menurut penulis pada terjemahan di atas dalam segi keterbacaan sudah dapat dipahami. Maka, seharusnya terjemahan hadits di atas menjadi: Dari Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Rasulullah s.a.w: “Allah berfirman: Hamba-Ku yang paling aku cintai ialah orang yang paling mendahulukan berbuka”. (H.R. Attirmidzi).
(4)
Umar bin Alchotthob r.a berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Jika telah datang malam dari sini (timur) dan lalu siang dari sini, dan terbenam matahari, maka telah tiba waktu berbuka orang yang berpuasa. (Buchari, Muslim).10 a. Keakuratan Pada penerjemahan di atas penulis mendapati ketidakakuratan dalam menggunakan kata penghubung. Penggunaan kata hubung dan sebaiknya diterjemahkan di akhir saja, karena sebagai penjelas dari secara keseluruhan. kata dan p penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa dan kalimat) yang setara, yang termasuk tipe yang sama serta memiliki fungsi yang tidak berbeda; contohnya: ayah – ibu, bibi – paman, serta para
10
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif 1987), h. 244
43
anak, cucu – kemenakan bersama-sama merayakan 50 tahun perkawinan nenek mereka.11 Selanjutnya, penulis juga mendapatkan ketidakakuratan dalam mengalihkan pesan, pada frasa ُ وََأ ْدبَرَ النهَارُ ِمنْ ه ُهنَا َوغَرَبَتِ الشَمْس, ِاذَا أَ ْق َبلَ الَل ْيلُ ِمنْ ه ُهنَاditerjemahkan menjadi “Jika telah datang malam dari sini (timur) dan lalu siang dari sini, dan terbenam matahari”. Sebaiknya langsung saja dari arah timur. Sedangkan, pesan yang terkandung pada frase ini apabila malam datang dari arah timur, siang telah berlalu dan matahari terbenam maka tiba waktu buka puasa. b. Keberterimaan Penulis mendapati ketidakberterimaan struktural pada kata terbenam matahari. Karena Subjeknya itu matahari jadi sebaiknya kata matahari itu berada diawal. Sedangkan pada kata terbenam sebagai Predikatnya. Maka sebaiknya, kata kalimat tersebut diterjemahkan menjadi matahari terbenam. Menurut penulis sebaiknya, apabila setelah sabda Nabi maka diberikan tanda kutip. Karena, untuk membedakan antara sabda Nabi dan perawi. Berdasarkan Syarah Kitab Riadhus Shalihin ketika berbuka puasa pasti ada sisa-sisa kegelapan. Dan syarat berbuka puasa tidak lepas dari tiga hal, yaitu: datangnya malam, hilangnya siang dan terbenamnya matahari. c. Keterbacaan
11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 234.
44
Berdasarkan terjemahan di atas dalam segi keterbacaan menurut penulis pesan yang dikomunikasikan sudah dipahami oleh pembaca. Tetapi, ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Hadits di atas di terjemahkan menjadi: Dari Umar bin Khattab r.a berkata: Rasulullah S.a.w bersabda: “Apabila malam datang dari arah timur, siang telah berlalu dan matahari terbenam maka tiba waktu buka puasa”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
(5)
Abu Ibrahim (Abdullah) bin Abi Aufa r.a berkata: Kami pergi bersama Rasulullah s.a.w dan ketika terbenam matahari, ia berkata kepada salah seorang: Hai Fulan kau turun membuat membuat makanan buat kami. Jawabnya: Nanti sore saja. Turunlah buat makanan. Jawabnya: Masih siang. Berkata Nabi: Turunlah buatlah Makanan. Maka turunlah membuat makanan maka Nabi s.a.w. lalu minum dan berkata:
45
Jika kamu melihat malam telah datang dari sebelah sini sambil menujuk ke timur, maka telah berbuka orang yang puasa. (Buchary, Muslim).12 a. Keakuratan Penulis mendapati adanya ketidakakuratan dalam menerjemahkan kata انْزِلyang berbentuk fiil ‘Amr yakni fiil amr ini menunjukkan perintah Maka hemat penulis sebaiknya padanan yang tepat pada kata tersebut adalah turunlah, sehingga diterjemahkan menjadi Hai fulan, turunlah buatkan makanan untuk kami. Kemudian pada analisis ini penulis mendapati adanya ketidakakuratan dalam menggunakan kata hubung dan. Selanjutnya, pada terjemahan di atas penulis mendapati adanya ketidakakuratan pada penggunaan kata titik dalam periwayat hadits. b. Keberterimaan Menurut penulis juga pada terjemahan di atas terdapat ketidakberterimaan struktur kalimat Kami pergi bersama Rasulullah s.a.w dan ketika terbenam matahari, karena pada kalimat tersebut terdapat kesalahan dalam menempatkan fungsi Subjek dan predikatnya. Yakni pada kata terbenam matahari. Karena Subjeknya itu matahari jadi sebaiknya kata matahari itu berada diawal. Sedangkan pada kata terbenam sebagai Predikatnya. Maka sebaiknya, kata kalimat tersebut diterjemahkan menjadi matahari terbenam. Menurut penulis sebaiknya, apabila setelah sabda Nabi maka diberikan tanda kutip. Karena, untuk membedakan antara sabda Nabi dan perawi. Dan pada kalimat Kami pergi bersama Rasulullah s.a.w ketika matahari terbenam ini termasuk klausa terikat, dimana dalam klausa terikat ini biasanya diawali dengan konjungsi subordinatif. 12
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif 1987), h. 244.
46
c. Keterbacaan Berdasarkan terjemahan di atas dalam segi keterbacaan menurut penulis pesan yang dikomunikasikan sudah dipahami oleh pembaca. Tetapi, ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Menurut penulis seharusnya diterjemahkan menjadi: Dari Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufa r.a berkata: “Kami pergi bersama Rasulullah s.a.w ketika matahari terbenam kemudian beliau berkata pada sebagian kaum: Hai fulan, turunlah buatkan makanan untuk kami. Si Fulan menjawab: Ya Rasulullah, Nanti sore saja. Kemudian Nabi berkata lagi: Turunlah, buatkan makanan untuk kami. Si fulan kembali menjawab: Sungguh, sekarang masih siang. Nabi berkata: Turunlah, buatlah Makanan”. Abu Ibrahim Abdullah bin Abi Aufa r.a berkata: kemudian si fulan turun dan membuat makanan untuk sebagian kaum. Kemudian Rasulullah minum dan berkata: “apabila kamu sudah melihat malam dari arah timur, maka berbukalah orang yang berpuasa. Dan nabi mengisyaratkan dengan tangannya ke arah timur”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
(6)
47
Salman bin Amir Addlobly r.a berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: Jika berbuka salah satu kamu hendaknya berbuka kurma, kalau tidak ada maka berbukalah air, maka sesungguhnya air itu pencuci. (Abu Dawud. Attirmidzy).13 a. Keakuratan Menurut penulis pada terjemahan periwayat hadits di atas sebaiknya di tambahkan kata dan bukan tanda titik. Karena, yang meriwayatkannya ini ada dua orang bukan berarti hanya Abu Dawud saja. Sehingga menjadi Abu Dawud dan Attirmidzi. b. Keberterimaan Terjemahan hadits di atas terdapat ketidakberterimaan stuktural, karena masih menggunakan terjemahan secara harfiah sehingga makna yang tersampaikan tidak mudah dimengerti. Yakni pada kalimat jika berbuka salah satu kamu hemat penulis sebaiknya diterjemahkan Jika salah seorang dari kalian. Menurut penulis dalam terjemahan kata kurma, sebaiknya di terjemahkan dengan buah kurma. Karena, kata kur.ma n 1 pohon yang termasuk suku Arecacear, berasal dari Arab, buahnya berbentuk bulat lonjong, dijadikan semacam manisan dan enak dimakan phoenix dactylifera; 2 buah kurma.14 Maka hemat penulis kalimat tersebut diterjemahkan menjadi Jika salah seorang dari kalian berbuka puasa, maka berbukalah buah kurma.
13
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif 1987), h. 246 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 617. 14
48
Pada kalimat jika berbuka salah satu kamu hendaknya berbuka dengan kurma, kalau tidak ada maka berbukalah dengan air ini termasuk klausa subordinatif yang berupa klausa adverbal, di mana klausa ini befungsi sebagai keterangan. c. Keterbacaan Berdasarkan terjemahan di atas dalam segi keterbacaan sudah dapat dipahami oleh pembaca. Dan terjemahan hadits di atas saharusnya menjadi: Dari Salman bin Amir Addobly r.a berkata: Nabi s.a.w. Bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan buah kurma. Kalau tidak ada buah kurma, maka berbukalah dengan air. Karena air itu suci. (H.R. Abu Dawud dan Attirmidzi).
(7)
Annas r.a berkata: Adanya Rasulullah s.a.w. berbuka sebelum sembahyang maghrib tiga kurma ruthob (yang masih basah), maka kalau tidak ruthob maka kurma, kalau tidak ada maka meneguk tiga teguk air. ( Abu Dawud, Attirmidzy).15 a. Keakuratan Ketidakakuratan pada hadits ketujuh ini pada frase tiga kurma ruthob (yang masih basah), langsung saja di terjemahkan dengan kurma basah. Selanjutnya klausa maghrib, 15
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 245
49
jika diamati terdapat penambahan kata. Karena, menurut penulis menunjukkan keterangan waktu bahwa berbuka puasa itu ketika maghrib. Selanjutnya, pada terjemahan di atas penulis mendapati adanya ketidakakuratan pada penggunaan kata titik dalam periwayat hadits. b. Keberterimaan Terjemahan di atas terdapat penambahan frase pada kata meneguk tiga tegukan air bahwa dalam hadits di atas tidak disebutkan bilangan dari tiga tersebut. Dan di sini juga terdapat penambahan frase sedangkan dalam konteksnya tidak di tuliskan tiga kurma ruthob nya. c. Keterbacaan Berdasarkan terjemahan di atas dalam segi keterbacaan menurut penulis pesan yang dikomunikasikan sudah dipahami oleh pembaca. Tetapi, ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Maka pada pengalihan terjemahan di atas seharusnya menjadi Dari Annas r.a, ia berkata: Sebelum shalat Magrib Rasulullah berbuka dengan kurma basah, kalau tidak ada kurma basah maka dengan kurma kering, kalau tidak menemukan kurma, maka dengan meneguk beberapa tegukan air. (H.R. Abu Dawud dan Attirmidzi).
(8)
50
Abu sa’id Alchudry r.a berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Tiada seorang yang berpuasa sehari saja karena Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka jarak tujuh puluh tahun. (Buchary, Muslim).16 a. Keakuratan Menurut penulis dalam terjemahan di atas kata jarak sebaiknya di terjemahkan dengan sejauh. Selanjutnya, pada terjemahan di atas sebaiknya diberikan kata penegas ‘pun’. Karena, sebagai penjelas dan sebaga penegasan untuk melengkapi terjemahan kata yang sebelumnya. b. Keberterimaan Terjemahan di atas terdapat ketidakberterimaan dalam tanda baca, yaitu pada kalimat Tiada seorang yang berpuasa sehari saja karena Allah sebaiknya sesudah kalimat tersebut diberikan tanda koma. Dan kata خَرِيْفًاditerjemahkan menjadi musim gugur namun ketika bertemu dengan angka maka berubah menjadi tahun. Rasulullah S.a.w. menyebutkan kata-kata al-kharîf (musim gugur). Karena, musim gugur merupakan musim yang paling indah. Yakni, ketika buah-buahan dipetiknya. Selanjutnya penulis mendapatkan adanya ketidak efektifan dalam terjemahan pada kalimat Tiada seorang yang berpuasa sehari saja karena Allah melainkan Allah sebaiknya langsung saja diterjemahkan menjadi Tiada seorang yang berpuasa sehari saja karena Allah. 16
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 235
51
c. Keterbacaan Menurut penulis terjemahan di atas sudah dipahami oleh pembaca. Maka sebaiknya terjemahan di atas menjadi Dari Abu Sa’id Alkhudri r.a berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Tiada seorang pun yang berpuasa sehari saja karena Allah, maka akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun. (H.R. Bukhari dan Muslim).
(9)
Abu Hurairah r.a berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: siapa yang puasa bulan Romadlon karena percaya dan benar-benar mengharapkan pahala dari Allah, maka diampunkan dosa yang telah lalu. (Buchary, Muslim).17 a. Keakuratan Analisis penulis dalam terjemahan di atas pada kalimat siapa yang puasa bulan Romadlan sebaiknya menggunakan prefiks di. Karena, di p 1 kata depan untuk menandai tempat; bapak saya bekerja – kantor; semalam ia tidur – rumah temannya; 2 cak kata depan untuk menandai waktu: -- hari itu ia tak datang; 3 Mk akan, kepada: tidak tahu – jerih orang; 4 Mk dari: jauh – mata. di- prefiks pembentuk verba dikenai suatu tindakan: dibeli; dipukul; dites. Maka sebaiknya di terjemahkan menjadi siapa yang puasa di bulan Romadlan.18 Menurut penulis dengan dimunculkan prefiks di 17
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 236 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 260. 18
52
karena untuk memperjelas dan menggunakan bahasa yang biasa digunakan dalam bahasa sasaran. b. Keberterimaan حتِسَابًا ْ ِإيْمَانًا وَاmaksudnya adalah membenarkan bahwa puasa itu wajib, senang untuk mendapatkan pahalanya, bersih jiwanya di dalam berpuasa, berpuasa bukan karena terpaksa, tidak merasa berat melakukannya, dan tidak merasa hari-hari puasanya panjang. Keutamaan bulan Ramadhan, dan ketinggian derajat, serta keterangan bahwa Ramadhan adalah bulan puasa. c. Keterbacaan Menurut penulis terjemahan di atas sudah dipahami oleh pembaca. Dan hadits di atas seharusnya diterjemahkan menjadi Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi s.a.w bersabda.: “Barang siapa puasa di bulan Ramadhan karena percaya dan benar-benar mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (H. R. Bukhari dan Muslim).
(10) (()
53
Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Allah telah berfirman: Semua amal kelakukan anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali puasa, maka itu melulu untukKu, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa sebagai perisai, maka jika seorang sedang puasa, janganlah berkata keji atau ributribut. Dan kalau seorang mencaci-maki padanya, atau mengajak berkelahi maka hendaknya dikatakan padanya: Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, bau mulut orang yang puasa bagi Allah lebih harum dari bau misik (kasturi). Dan untuk orang puasa dua kali masa gembira, yaitu ketika akan berbuka puasa, dan ketika ia menghadap kepada Tuhan akan gembira benar, menerima pahala puasanya. (Buchary, Muslim).19 a. Keakuratan Terjemahan hadits di atas menurut penulis adanya ketidakakuratan pada kalimat kecuali puasa, maka itu melulu untukKu, dan Aku sendiri yang akan membalasnya sebaiknya diterjemahkan dengan maka sesungguhnya puasa itu diperuntukan untuk-Ku. Dan Akulah yang membalas pahala puasanya. b. Keberterimaan Menurut penulis terjemahan di atas terdapat kekeliruan kata kelakukan sebaiknya kata ini diterjemahkan perbuatan. Dan pada kata dicampuri sebaiknya diterjemahkan dengan diperuntukkan. Penulis juga menemukan adanya ketidakefektifan dan 19
Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Pt. Al Ma’arif, 1987), h. 233
54
ketidaktepatan dalam kalimat Semua amal kelakukan anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu sebaiknya diterjemahkan dengan Semua perbuatan Anak Adam itu diperuntukkan untuk dirinya kecuali puasa. Selanjutnya penulis juga mendapati ketidak efektifan dalam kalimat hendaknya dikatakan padanya: Aku puasa. Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya sebaiknya diterjemahkan hendaknya ia berkata. sungguh aku berpuasa. Kemudian pada kalimat Dan untuk orang puasa dua kali masa gembira, yaitu ketika akan berbuka puasa, dan ketika ia menghadap kepada Tuhan akan gembira benar, menerima pahala puasanya. Sebaiknya diterjemahkan orang yang berpuasa ada dua kebahagian, yaitu ketika berbuka puasa, dan ketika menghadap Tuhannya maka ia akan bergembira dengan pahala puasanya. c. Keterbacaan Berdasarkan pada hadits di atas sudah dapat dipahami oleh pembaca. Hanya saja, harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Hadits di atas bisa diterjemahkan menjadi Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Allah telah berfirman: Semua perbuatan Anak Adam itu diperuntukkan untuk dirinya kecuali puasa. Maka sungguh puasa itu diperuntukan untuk-Ku. Dan Akulah yang membalas pahala puasanya. Puasa sebagai perisai, jika seorang sedang berpuasa, janganlah berkata keji atau ribut. Dan jika seorang mencaci-maki padanya, atau mengajak berkelahi maka hendaknya ia berkata: sungguh Aku sedang berpuasa. Demi Allah yang jiwa-Ku ada ditangan-Nya, bau mulut orang yang puasa bagi Allah lebih harum dari bau misik (kasturi). Dan orang yang berpuasa ada dua kebahagian, yaitu
55
ketika berbuka puasa, dan ketika menghadap Tuhan-Nya maka ia akan bergembira dengan pahala puasanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dari analisis di atas maka penulis dapat memberikan instrumen penilaian kualitas terjemahan kitab Riadhus Shalihin II sebagai berikut: No
1.
2.
Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
Ketepatan
Kejelasan
Kewajaran
Sahl bin Sa’ad r.a: Rasulullah s.a.w bersabda: Selalu manusia itu dalam kebaikan selama mereka segera berfutur (buka puasa). (Buchary, Muslim).
2
2
2
2
3
2
Abu Athijah berkata: Saya dengan Masruq pergi kepada Aisjah bertanya tentang kejadian yang terjadi antara dua orang sahabat Nabi yang berbeda, yaitu yang satu menyegerakan berbuka sebelum sembahyang maghrib dan yang kedua sesudah sembahyang maghrib. Oleh Aisjah ditanya: Siapakah yang mendahulukan buka sebelum sembahyang itu? Jawab Masruq: Abdullah bin Mas’ud. Maka berkata Aisjah: 56
Begitulah kelakuan Rasulullah s.a.w”. (Muslim).
3.
4.
Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Allah telah berfirman: HambaKu yang lebih Aku sukai yalah yang lebih cepat berbuka (pada waktunya). (Attirmidzi).
Umar bin Alchotthob r.a berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Jika telah datang malam dari sini (timur) dan lalu siang dari sini, dan terbenam matahari, maka telah tiba waktu berbuka orang yang berpuasa.
57
2
2
3
2
2
2
5.
Abu Ibrahim (Abdullah) bin Abi Aufa r.a berkata: Kami pergi bersama Rasulullah s.a.w dan ketika terbenam matahari, ia berkata kepada salah seorang: Hai Fulan kau turun membuat membuat makanan buat kami. Jawabnya: Nanti sore saja. Turunlah buat makanan. Jawabnya: Masih siang. Berkata Nabi: Turunlah buatlah Makanan. Maka turunlah membuat makanan maka Nabi s.a.w. lalu minum dan berkata: Jika kamu melihat malam telah datang dari sebelah sini sambil menuju ke timur, maka telah berbuka orang yang puasa. (Buchary, Muslim).
Salman bin Amir
58
2
2
2
6.
7.
8.
Addlobly r.a berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: Jika berbuka salah satu kamu hendaknya berbuka kurma, kalau tidak ada maka berbukalah air, maka sesungguhnya air itu pencuci. (Abu Dawud. Attirmidzy).
Annas r.a berkata: Adanya Rasulullah s.a.w. berbuka sebelum sembahyang maghrib tiga kurma ruthob (yang masih basah), maka kalau tidak ruthob maka kurma, kalau tidak ada maka meneguk tiga teguk air. (Abu Dawud, Attirmidzy).
Abu sa’id Alchudry r.a berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Tiada seorang yang berpuasa sehari saja karena Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka jarak tujuh puluh tahun. (Buchary, Muslim).
59
3
2
3
2
3
2
3
2
3
9.
Abu Hurairah r.a berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: siapa yang puasa bulan Romadlon karena percaya dan benar-benar mengharapkan pahala dari Allah, maka diampunkan dosa yang telah lalu. (Buchary, Muslim).
Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Allah telah berfirman: Semua amal kelakukan anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali puasa, maka itu melulu untukKu, dan Aku
60
3
2
3
2
2
2
10
sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa sebagai perisai, maka jika seorang sedang puasa, janganlah berkata keji atau ribut-ribut. Dan kalau seorang mencacimaki padanya, atau mengajak berkelahi maka hendaknya dikatakan padanya: Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, bau mulut orang yang puasa bagi Allah lebih harum dari bau misik (kasturi). Dan untuk orang puasa dua kali masa gembira, yaitu ketika akan berbuka puasa, dan ketika ia menghadap kepada Tuhan akan gembira benar, menerima pahala puasanya. (Buchary, Muslim).
61
Jumlah
23
22
24
Skor Rata-rata
2,3
2,2
2,4
Skor rata-rata Keakuratan
Keberterimaan
Keterbacaan
Jumlah rata-rata
2,3 x 3 = 6,9
2,2 x 2 = 4,4
2,4 x 1 = 2,4
13, 07 : 6 = 2,28
Berdasarkan hasil analisa penulis sebagai objek pertama dalam melakukan penelitian 2 bab pada terjemahan kitab Riadhus Shalihin II bab Keutamaan Berbuka Puasa dan Kewajiban Puasa Bulan Ramadhan dan Keutamaannya sebanyak 10 terjemahan. Maka, penulis dapat memberikan jawaban dari hasil analisis pada kualitas terjemahan yaitu: Dari segi keakuratan berdasarkan skor rata-rata tersebut menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II kurang akurat. Sedangkan dari segi keberterimaan berdasarkan skor rata-rata tersebut menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II kurang berterima. Dan dari segi keterbacaan berdasarkan skor rata-rata tersebut menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II tingkat keterbacaan sedang. 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis penulis sebagai objek pertama dalam melakukan penelitian 2 bab pada terjemahan kitab Riadhus Shalihin II bab Keutamaan Berbuka Puasa dan Kewajiban Puasa Bulan Ramadhan dan Keutamaannya sebanyak 10 terjemahan. Maka, penulis dapat memberikan jawaban dari hasil analisis pada kualitas terjemahan yaitu: Dari segi Keakuratan berdasarkan skor rata-rata 2,28 menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II kurang akurat. Sedangkan dari segi Keberterimaan berdasarkan skor rata-rata menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II kurang
berterima.
Dan
dari
segi
Keterbacaan
berdasarkan
skor
rata-rata
menggambarkan bahwa terjemahan kitab Riadhus Shalihin II tingkat keterbacaan sedang.
63
B. Saran Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan di sini, yaitu: 1. Apabila kitab ini digunakan sebagai bahan ajar maka sebaiknya pengajar memperhatikan kembali makna konteks yang diterjemahkan oleh penerjemah. Agar ketika di sampaikan baik secara lisan ataupun tulisan dapat dimengerti serta dipahami oleh audiens. 2. Apabila dalam terjemahan ini dijadikan sebagai rujukan kembali maka sebaiknya melukan penelitian mengenai konteks yang disampaikannya, atau gaya bahasa yang digunakannya sudah sesuai atau belum berdasarkan pada pengguna bahasa saat ini.
64
DAFTAR PUSTAKA Hoed, H. Benny. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka Jaya, 2006.
Bahreisj, Salim. Tarjamah Riadhus Shalihin, Bandung: PT Al-Ma’rif , 1987.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah, Bandung: Penerbit Kaifa, Pt Mizan Pustaka, 2009.
Hidayatullah, Moch Syarif. Tarjim Al-an Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia, Pamulang Barat Pamulang tangerang: Penerbit Dikara, 2010.
Zaka, Al Farisi, M. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2011.
Sayogie, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Simatupang, D. S. Maurits. Pengantar Teori Terjemahan, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1999-2000.
Rahman, Kaserun AS. Nur Mufid. Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.
Parera, J.D. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis, Jakarta: Erlangga, 2009.
Parera, Jos Daniel. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Hipologi Sturuktural, Jakarta: Erlangga, 1991.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
65
Nababan, Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003.
Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Syihabudin. Penerjemahan Arab-Indonesia, Bandung, Humaniora,2005.
Chaer, Abdul. Sintaksis Bahasa Indonesia(Pendeketan Proses), Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Alwi, Hasan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003. Mu’minin, Imam Saiful. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf , Jakarta: Amzah, 2009.
Ali, Atabik. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke III, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.
66
Rujukan Internet http://pelitaku.sabda.org/menilai_kualitas_terjemahan Nababan, M. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra,
Vol. 24, No. 1, Juni
(Surakarta, UMS, 2012) http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html. http://wisnualfarisy28.blogspot.com/2012/03/biografi-imam-nawawi-dan-kitabriyadush.html.
67