BAB II BIOGRAFI HAJI AGUS SALIM 2.1 Den Bagus dari Koto Gadang Perjalanan sejarah suatu bangsa kadang-kadang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin besar yang penuh pesona dan membawa gelora bangsa di jamannya, atau disebut juga melahirkan pemikir, pejuang yang ingin membawa bangsanya keluar dari kemelut kehidupannya dengan memberikan alternatif lain sebagai tandingan terhadap sistem yang dianut dalam hidup dan kehidupan bangsanya. Menurut catatan sejarah bangsa Indonesia, sejak dahulu sampai sekarang, nama-nama dari para pemimpin, pemikir, pejuang yang terkenal jumlahnya cukup besar di bumi Indonesia, antara lain: Imam Bonjol, Teuku Umar, Diponegoro, dan lain-lain yang tampil sebagai tokoh jauh sebelum pergerakan Belanda yang dilakukannya, menunjukkan bahwa kesadaran untuk mengubah keadaan menuju yang lebih baik, bagi kehidupan masa depan bangsanya telah ada sejak akhir abad ke 19. 21 Demikian
juga
nama-nama
seperti,
Haji
Agus
Salim,
HOS
Cokroaminoto, Tan Malaka, Sutan Syahrir, Soekarno dan lain-lainnya adalah sederatan nama yang pernah hadir dan mengisi sejarah bangsa Indonesia di awal abad ke 20, yang dikenal sebagai awal dari periode pergerakan nasional. Tokohtokoh tersebut sekaligus sebagai generasi yang menjadi cikal bakal adanya berbagai corak ideologi yang mewarnai sejarah perjuangan bangsa Indonesia22. Adanya berbagai corak ideologi tersebut, sangat berkaitan dengan latar belakang pengalaman, pendidikan serta pribadi tokoh yang melahirkan gagasan tersebut. Demikian juga erat hubungannya dengan kondisi sosial, budaya, politik dan agama. Di samping itu juga pengaruh bangsanya dewasa ini. beberapa faktor yang ada tersebut, menimbulkan kesadaran terhadap keadaan yang sebenarnya, yang sedang dialaminya sendiri serta bangsanya. Sehingga lahirlah gagasangagasan baru sebagai produk dari proses berpikir antara dirinya dengan persoalan yang sedang dihadapi bangsanya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas tokoh 21
Abdurrachman Surjomihardjo, “Pola-Pola Pemikiran Menuju Kemerdekaan Indonesia”, Jakarta: Prisma, 1976, hal. 17. 22 Daniel Dhakidae, “Ideologi”, Jakarta: Prisma, 1979, hal. 3.
16 Universitas Sumatera Utara
yang bernama Haji Agus Salim memang sangat penting artinya bagi sejarah kebangkitan kaum Muslimin di Indonesia, bahkan sebagai tolak ukur dari generasi di kalangan kaum Muslimin modern di Indonesia. Pada tanggal 8 Oktober 1884, di sebuah kampung kecil yang dikenal dengan Koto Gadang, Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, lahirlah putera Minangkabau dari keluarga Sutan Mohammad Salim dengan isterinya Sitti Zainab. Putera itu semula diberi nama Masyhudul Haq. Tentu selalu ada cerita di balik nama. Masyudul anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Sutan Mohammad Salim, menikah tiga kali setelah dua istrinya meninggal berturutturut. Sang ayah terkesan oleh nama Masyudul Haq, tokoh utama buku yang sedang dia baca. Ketika Mohammad Salim sedang di surau beberapa hari kemudian, datang kabar gembira. Istrinya, Siti Zainab, baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki. Maka dinamakanlah bayi itu Masyudul Haq23. Tak disangka, nama yang bermakna luhur itu di kemudian hari tenggelam ditelan oleh gelombang kebiasaan dan bayi Masyudul Haq yang tumbuh dewasa serta benar menjadi tokoh pembela umatnya itu, dikenal secara luas baik di tingkat nasional maupun internasional hanya dengan nama “Agus Salim”. Ketika Masyudul Haq masih kecil, ia diasuh oleh seorang pembantu asal dari Jawa. Sebagaimana diketahui seorang pembantu dari Jawa mempunyai kebiasaan untuk memanggil momongannya, anak majikannya dengan sebutan “den bagus” atau secara pendek “gus”. Panggilan kesayangan yang mengandung unsur menghormati ini tanpa terasa diikuti oleh keluarga dan kemudian ditiru pula oleh kalangan lebih luas, yaitu di lingkungan teman sekolah dan guru-gurunya24. Sutan Mohammad Salim menjabat sebagai seorang Jaksa Kepala. Ia pernah bertugas di Riau dan Medan. Ayah dan Ibu Agus Salim juga berasal dari koto Gadang. Agus Salim adalah campuran dari keturunan ulama dan pegawai negeri. Kakek Agus Salim bergelar Tuanku Abdul Rahman. Beliau juga mempunyai sepupu yang bernama Akhmad Khatib, yang bermukim di Saudi Arabia, ia menjadi ulama terkenal di negara Arab dengan gelar Syekh Akhmad Khatib. 23
TEMPO, “Agus Salim, Diplomat Jenaka Penopang Republik”, Jakarta: PT. Gramedia, 2013, hal. 119.
24
Panitia Buku peringatan,”Seratus Tahun Haji Agus Salim”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 36.
17 Universitas Sumatera Utara
Masa kanak-kanak Agus Salim diliputi suasana bahagia. Walaupun mempunyai banyak saudara, namun semuanya dapat bersekolah. Tambahan lagi masyarakat Koto Gadang mempunyai tradisi yang baik. Kalau ada anak yang cerdas, dari keluarga tidak mampu, maka masyarakat akan bergotong royong menyekolahkannya sampai berhasil. Setelah itu, anak tersebut mempunyai kewajiban untuk berbakti bagi desanya. Misalnya dengan menyekolahkan anakanak dari keluarga tidak mampu. Kebiasaan baik ini berlangsung terus sehingga hampir tidak ada anak cerdas di Koto Gadang yang tidak selesai sekolahnya. Masyarakat Koto Gadang merupakan masyarakat yang maju waktu itu di Sumatera Barat. Agus Salim termasuk anak yang cerdas dalam keluarganya. Beliau juga terkenal pandai bergaul dengan teman-temannya, dan orang kampungnya. Agus Salim anak yang jenaka, inilah yang menyebabkan ia disenangi oleh kawankawannya. Dalam pergaulannya sehari-hari, Agus Salim menjadi pemimpin dari teman-temannya karena kecerdasannya. Lagi pula, ia tidak sombong walaupun anak seorang jaksa. Agus Salim bergaul dengan anak-anak kampung, tanpa membeda-bedakan kedudukan orang tuanya. Agus Salim bisa bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) lantaran posisi ayahnya sebagai pegawai pemerintah. Bagi orang Hindia Belanda, posisi hoofd djaksa (Jaksa Kepala) termasuk tinggi dan terhormat. Di sekolah, bintang Agus Salim mulai berkilau. Agus Salim mulai menunjukkan ciri-cirinya sebagai anak cerdas, suka berdebat dan berpikir kritis. Hobinya main bulu tangkis, hoki, tenis, dan bridge. Meski tegolong nakal, suka bertengkar, dan keras dalam pendirian, dia disukai guru dan teman-temannya karena pintar. Agus Salim pun menonjol dan menunjukkan punya kecerdesan di atas rata-rata, termasuk untuk pelajaran bahasa Belanda. Aktivitas pergaulannya yang luas itu tak menyurutkan prestasinya. Agus Salim tetap cakap di berbagai mata pelajaran, bukan hanya bahasa, melainkan juga dalam hal berhitung dan sejarah. Saat itu, sempat beredar kabar Agus Salim anak yang istimewa, pandai tanpa belajar. Namun dalam kenyatannya tidak demikian. Semua prestasinya merupakan buah dari ketekunannya. Agus Salim belajar keras di rumah, meski lingkungan kurang mendukung karena dia kerap menerima tugas rumah dan ajakan bermain dari teman-temannya.
18 Universitas Sumatera Utara
Untuk menyiasati kondisi ini dan menghindari gangguan dari luar, Agus Salim punya jalan keluar. Pada siang hari setelah makan, dia mengendap-endap naik ke loteng. Disana dia menekuni pelajaran yang baru didapat sekaligus mempersiapkan untuk esok harinya. Karena di atas plafon itu gelap, dia selalu membuka beberapa genting agar cahaya dengan leluasa masuk. Selesai belajar, sebelum turun dia membereskan kembali genting-genting itu. Aksi belajar diamdiam ini baru terbongkar setelah terjadi “kecelakaan”. Suatu hari sehabis belajar, Agus Salim lupa menutup genting tersebut. Naas hujan turun tak lama kemudian. Air pun masuk membajiri rumah, dan Agus Salim sebagai “si biang kerok” muncul sambil cengar-cengir. Kecerdasannya menarik perhatian Jan Brouwer, guru Belanda yang berjiwa revolusioner. Melihat bakat potensial Agus Salim, Brouwer meminta kepada Sutan Mohammad Salim agar Agus Salim boleh tinggal bersamanya. Brouwer ingin memberi bimbingan langsung kepada “bibit unggul” itu sambil memberinya makanan bergizi yang dibutuhkan anak dalam pertumbuhan. Ayah Agus Salim tertarik, tapi memilih jalan kompromi. Sesekali Agus Salim boleh tinggal pada keluarga Brouwer sepulang sekolah sampai sehabis makan malam. Sesudah itu, dia harus pulang. Masa ini menjadi salah satu fragmen berharga dalam kehidupan Agus Salim, yang akhirnya membuat dia semakin percaya diri berhadapan dengan bangsa asing. Agus Salim juga belajar mengaji Al Quran. Ini membuat keseimbangan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Keduanya harus dicapai untuk mendapatkan kesempurnaan hidup. Apalagi Agus Salim berasal dari keluarga berketurunan ulama terkenal. Ia harus matang dalam pengetahuan agama, sebagai bekal hidupnya kelak. Agus Salim juga belajar silat, karena silat berguna untuk membela diri. Agus Salim mempunyai keyakinan dan kepribadian sendiri agar tidak terpengaruh oleh adat kebiasaan orang Barat. Agus Salim mempunyai dasar agama yang kuat. Sebelum menamatkan pelajarannya di sekolah dasar, Agus Salim telah khatam mengaji Al Quran. Ilmu silatnya juga bisa diandalkan. Pada tahun 1897, Agus Salim menyelesaikan sekolah dasarnya di ELS dengan hasil yang memuaskan.
19 Universitas Sumatera Utara
Dalam usia 13 tahun, sesudah tamat dari ELS dengan baik, Agus Salim berangkat menuju Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Dengan kapal laut Agus Salim berangkat ke Jakarta, ia meninggalkan kampung halaman, ayah ibunya, dan sanak familinya. Sesampai di Jakarta Agus Salim masuk ke HBS (Hogere Burgerschool), yaitu sekolah menengah Belanda. Dalam kurun waktu lima tahun, Agus Salim selesai dan berhasil menempuh ujian di HBS (1903) dengan nilai terbaik sekaligus menjadi juara. Pada saat itu, dapat dikatakan hampir tidak anak pribumi yang dapat duduk di bangku sekolah HBS, terkecuali Agus Salim dan P.A. Hoesein Djajadiningrat, dan sisanya adalah anak-anak bangsa Eropa. Kecerdasaan yang dimiliki oleh Agus Salim sudah pernah diramalkan oleh gurunya, bahwa kelak Agus Salim akan menjadi orang penting di Indonesia. Sebenarnya Agus Salim memiliki minat yang besar terhadap pendidikan tingkat selanjutnya. Oleh karena itu ia berusaha mendapatkan beasiswa ke negeri Belanda, bahkan ada yang mengajurkan supaya ia melanjutkan pendidikannya di Stovia. Tetapi semua usaha yang dilakukan itu mengalami kegagalan. Sehingga beritanya terdengar oleh R.A. Kartini, yang dirinya ditawari beasiswa ke negeri Belanda oleh pemerintah. Pada saat itu, menurut Kartini dirinya tidak mungkin pergi sejauh itu, meskipun untuk melajutkan pendidikan. Dibalik itu juga keadaan adat budaya saat itu belum memberikan keleluasaan terhadap kaum wanita. Begitu pula Kartini tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahannya. Oleh karena itu Kartini memberikan saran kepada pemerintah agar beasiswa tersebut diberikan kepada Agus Salim. Usul tersebut diterima oleh pemerintah yang selanjutnya ditawarkan kepada Agus Salim. Tetapi Agus Salim menganggap cara yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sebuah penghinaan terhadap dirinya. Agus Salim tidak ingin mendapatkan beasiswa tersebut karena anjuran Kartini, menurutnya pemerintah harus memberikan beasiswa kepadanya karena kemauan pemerintah sendiri, bukan karena Kartini. Sejak peristiwa itu, Agus Salim mengurungkan niat untuk melanjutkan pendidikannya.
20 Universitas Sumatera Utara
Di usia menginjak 19 tahun, Agus Salim dihadapkan pada kenyataan yang tidak diharapkan sebelumnya. Sementara dirinya menganggur, datanglah permintaan orang tuanya agar Agus Salim segera bekerja di pemerintah. Minat membaca yang dimilikinya merupakan modal yang sangat baik untuk menjadi pegawai pemerintah. Akan tetapi beliau merasa enggan, bahkan mulai timbul rasa bencinya terhadap Belanda. Itulah sebabnya harapan orangtuanya tidak dapat dipenuhinya. Dari sikap Agus Salim yang seperti itu, kemudian timbul suasana tegang antara dirinya dengan orangtuanya. Sementara itu Agus Salim mulai bekerja sebagai penterjemah, kemudian bekerja lagi sebagai pembantu notaris. Memasuki usia 21 tahun, Agus Salim meninggalkan Jakarta merantau ke Indragiri untuk bekerja pada sebuah pertambangan. Di saat yang sama, pemerintah menawarkan kerja sebagai konsul Belanda di Jeddah untuk mengurus jamaah haji Indonesia di Arab. Awalnya tawaran pemerintah itu ditolaknya, tetapi karena sikap tersebut menambah beban penyakit yang diderita ibunya, bahkan ibunya kemudian meninggal dunia, maka akhirnya Agus Salim menerima tawaran tersebut. Dengan catatan bahwa beliau bekerja di Jeddah hanya untuk memenuhi pesan terakhir dari ibunya tercinta.
21 Universitas Sumatera Utara
2.2 Islam dalam Pergulatan Encik Salim Haji Agus Salim mempunyai pengetahuan yang luas tentang agama Islam karena gemar membaca buku agama. Ketika bekerja pada Konsulat Belanda di Jeddah, Agus Salim menggunakan kesempatan itu untuk mendalami agama Islam. Selama 5 tahun ia belajar pada saudara sepupunya, Syekh Akhmad Khatib, seorang ulama Islam terkemuka di Mekah. Ia membaca buku Islam modern, yang dikarang oleh Jamaluddin Al Afghani. Pembaharuan dalam ajaran agama Islam menarik perhatian Agus Salim, beliau berkata “Islam bukanlah agama yang statis, tapi dinamis. Tidak beku, tetapi dapat mengikuti zaman sesuai dengan perkembangan zaman. Dasar agama Islam tidak boleh berubah, tetapi pelaksanaan dalam masyarakat harus disesuaikan dengan kemajuan zaman”. Agus Salim juga mempelajari berbagai agama lain sebagai bahan perbandingan
dan
untuk
memperkuat
keyakinan
agamanya.
Dengan
memperbandingan agama Islam dengan agama-agama lain, kita akan semakin mantap melaksanakan syariat Islam. Agus Salim juga mempelajari bahasa Arab dengan sempurna dan mendalam. Pengetahuan tentang bahasa Arab diperlukan untuk mendalami agama Islam. Pengetahuannya bertambah luas tentang agama. Ia selalu mendapat bimbingan dari saudar sepupunya, Syekh Akhmad Khatib yang bermukim di Mekah. Setelah lima tahun di Arab, akhirnya Agus Salim fasih berbahasa Arab. Pada tahun 1911, Agus Salim kembali ke Indonesia dengan membawa titel Haji. Agus Salim segera pulang kampung untuk mendirikan sekolah. Ia mendirikan Hollands Inlandse School (HIS) atau sekolah dasar bumi putra. Di sekolah ini berlaku aturan yang istimewa, anak-anak yang cerdas namun tidak mampu akan dibebaskan dari uang sekolah. Pendidikan kebangsaan amat dipentingkan di sekolah ini. Agus Salim selalu berkata “Bibit kebangsaan perlu ditanamkan kepada anak-anak di samping pelajaran lainnya. Anak-anak yang bersekolah
disini
dipersiapkan
untuk
menjadi
pemimpin,
yang
akan
menggantikan pemimpin yang sudah tua”. Di tahun 1915 ia memasuki Sarekat Islam dan kemudian dipilih menjadi pemimpin bersama-sama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis, Agus Salim juga giat memimpin Kongres Al Islam I di Cirebon pada tahun 1921.
22 Universitas Sumatera Utara
Tujuannya ialah untuk mencari cara mewujudkan persatuan aliran dan kerjasama di antara kaum muslimin. Perbedaan pendapat bukanlah mengenai hal pokok, tetapi hanya berbeda dalam pelaksanaannya. Agus Salim berusaha untuk mempersatukan kaum muslimin. Dalam kongres Al Islam II di Garut pada tahun 1922, Agus Salim menguraikan dengan panjang lebar tentang fungsi agama dan ilmu pengetahuan. Kemudian, ia juga melancarkan kecaman terhadap nafsu memperkaya diri yang berlebihan. Islam menolak nafsu itu dengan adanya larangan riba. Islam menolak nafsu itu berarti penolakan terhadap penjajah Belanda di Indonesia, yang hanya mengejar keuntungan dengan merugikan bangsa Indonesia. Islam menolak segala bentuk penjajahan. Islam tidak akan memaksakan pemeluk agama lain untuk menganut agama Islam. Agama itu berdasarkan kepada keyakinan, sedangkan keyakinan itu tidak bisa dipaksakan walaupun dengan kekuatan senjata sekalipun. Dalam Kongres Al Islam III tahun 1924, Agus Salim menguraikan tentang nasionalisme berdasarkan Islam. Juga bagaimana cara memajukan negeri berdasarkan cita-cita Islam. Pada tahun 1926 diadakanlah lagi kongres Al Islam IV di Surabaya. Diputuskan untuk mendirikan Muktamar Al Islami yang membicarakan soal khalifah. Rupanya pendapat ialah, bahwa khalifah atau pengganti Nabi Muhammad tidak perlu diadakan. Masing-masing berusaha memajukan agama Islam dan memperbanyak pemeluknya di negara masingmasing. Setahun kemudian, yaitu tahun 1927, Agus Salim dikirim ke Mekah untuk menghadapi Kongres Al Islam di Saudi Arabia. Kebetulan di dekat Aden, kapal yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Ia pindah ke kapal lain yang akan singgah di Sudan. Ketika kapal berlabuh di pelabuhan Sudan, Agus Salim ingin turun ke darat untuk meninjau. Akan tetapi, polisi Inggris di Sudan mencurigainya. Waktu itu Sudan dijajah Inggris. Mereka menganggap rombongan Agus Salim dari Indonesia sebagai orang-orang yang berbahaya. Mereka melarang Agus Salim menjejakkan kakinya di tanah Sudan. Ketika Agus Salim sampai di Mekah, Kongres Al Islam sudah selesai. Walaupun begitu, perjalanan Agus Salim tidak sia-sia. Ia diterima Raja Ibnu Sa’ud dengan kehormatan sebagai utusan dan wakil umat Islam Indonesia. Agus
23 Universitas Sumatera Utara
Salim juga menjadi penasehat dari organisasi pemuda Islam Jong Islamieten Bond. Di depan pemuda-pemuda Agus Salim selalu berkata “Pemuda-pemuda Islam harus memajukan pengetahuannya dan hidup secara agama. Kebangsaan hendaknya dijiwai cita-cita keagamaan”. Tokoh terkemuka dari Jong Islamieten Bond ialah Moh. Roem, Kasman Singodimedjo, dan R. Samsurizal. Semuanya menjadi pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia di kemudian hari. Jong Islamieten Bond ikut dengan organisasi-organisasi pemuda lainnya dalam melahirkan deklarasi Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober di Jakarta. Pemuda Islam mempunyai cita-cita kebangsaan, dan mendukung segala usaha ke arah Indonesia Merdeka. Agus Salim juga mengajar mengaji Al Quran kepada anak-anak muda yang terpelajar. Beliau mengajarkan agama Islam dalam bahasa Belanda sehingga pemudapemuda itu benar-benar menjadi kagum dan yakin. Setelah Indonesia Merdeka, Agus Salim memasuki partai politik Islam Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada waktu itu, seluruh partai politik dan organisasi Islam sesuai dengan cita-cita Agus Salim. Itulah yang menyebabkan beliau memasuki Masyumi. Dalam kongres Masyumi yang pertama di Yogyakarta, Agus Salim ingin agar persatuan seluruh umat Islam diikrarkan. Seluruh organisasi Islam dilebur ke dalam Masyumi dan dibentuklah pengurus pusat yang terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka seperti Agus Salim, Moh. Roem, A.M Sangaji (Penyedar), Abikusno, Arudji Kartawinata, Harsono Tjokroaminoto, Anwar Tjokroaminoto (PSII), Dr. Sukiman, Wiwoho, Z.A. Achmad (PII). Begitu pula perkumpulan sosial seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menggabungkan diri dalam Masyumi. Akan tetapi, pada tahun 1947 timbul perpecahan antara Masyumi dan PSII. Pada waktu itu, Agus Salim sedang berada di luar negeri. Dengan demikian, PSII dan Masyumi kembali menjadi partai politik Islam yang berdiri sendiri-sendiri. Agus Salim kecewa atas perpecahan ini. Seandainya beliau ada di Indonesia, mungkin perpecahan itu dapat dielakkan. Akhirnya, beliau keluar dari partai politik Islam. Agus Salim tidak masuk PSII maupun Masyumi. Walaupun demikian, Agus Salim tetap diakui sebagai pemimpin Islam terkemuka yang susah dicari tandingannya.
24 Universitas Sumatera Utara
Ia tokoh pemersatu umat Islam di Indonesia. Walaupun beliau telah meninggalkan PSII maupun Masyumi, kedua partai politik Islam itu tetap menganggap Agus Salim sebagai pemimpin mereka. Agus Salim merupakan lambang dari persatuan umat Islam Indonesia. Pandangan agamanya tidak sempit, tetapi sangat luas sesuai dengan luasnya pengetahuan yang dimilikinya. Ia menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Agus Salim mempunyai sifat toleransi yang besar. Sebaliknya ia akan bersikap sebagai singa terhadap orangorang atau golongan yang memusuhi Islam, Agus Salim berpendapat : “Toleransi berarti menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Akan tetapi, kita tidak dapat mentolerir golongangolongan yang akan menghancurkan Islam”. 2.3 Perjuangan dalam pergerakan Nasional hingga akhir perjalanan hidupnya Pada tahun 1915, Haji Agus Salim memasuki perkumpulan Sarekat Islam. Itu adalah pengalaman yang pertama dalam dunia politik. Sarekat Islam pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan itu didirikan oleh H. Samanhudi di Solo pada tahun 1911. Adapun tujuan SI yaitu, pertama ialah untuk memajukan agama Islam dan memurnikan pelaksanaan agama Islam. Kemudian memajukan perdagangan batik bangsa Indonesia. Organisasi ini berkembang, setelah tampilnya H.O.S Tjokroaminoto. Nama perkumpulan di ubah menjadi Sarekat Islam, disingkat SI25. Di bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto, SI memang maju dengan pesat. Kemudian pimpinan SI diperkuat dengan tampilnya H. Agus Salim dan Abdul Muis. Agus Salim ketika itu telah penuh dengan pengetahuan dan pengalaman. Ilmu agamanya dalam pengetahuan politiknya luas. Ternyata Agus Salim seorang pemimpin yang cerdas dan bersemangat. Ramalan guru-gurunya selama di sekolah menengah adalah tepat. Dalam tempo yang singkat SI mendapat kemajuan yang besar. Bukan hanya di Jawa rakyat berbondong-
25
Sutrisno Kutoyo, “Haji Agus Salim”, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986, hal. 23.
25 Universitas Sumatera Utara
bondong memasuki SI, melainkan juga di pulau-pulau lain, terutama sekali di Sumatera. Dalam suatu pemilihan, Agus Salim terpilih sebagai anggota Pengurus Besar. Pemimpin-pemimpin SI lainnya ialah H.O.S Tjokroaminoto, Abdul Muis, Wondoamiseno, Sosrokardono, Surjopranoto, dan Alimin Prawirodirdjo. SI muncul di tengah-tengah bangsa Indonesia pada saat masyarakat sedang kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Dalam lapangan ekonomi, politik, dan agama, masyarakat sedang mengalami kemunduran. SI berhasil memberikan arah dan tujuan yang tegas kepada perjuangan rakyat Indonesia. SI mempunyai cita-cita kebangsaan yang bercorak Islam. Oleh karena itu, pada tahun 1917 diterbitkan Harian Neraca, Harian ini sangat berpengaruh di Indonesia. Melalui harian itu rakyat dapat mengetahui pergerakan kebangsaan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Agus Salim sebagai pemimpinnya juga menjadi pemimpin Redaksi Bahasa Melayu pada Komisi Bacaan Rakyat di Balai Pustaka, Jakarta. Agus Salim mempergunakan surat kabar ini sebaik-baiknya sebagai alat perjuangan rakyat Indonesia. Dalam waktu yang pendek, SI berkembang dengan pesat. Menjelang akhir tahun 1919, anggota SI berjumlah dua juta orang. Cabang-cabangnya berjumlah 80 buah yang bertebaran di seluruh tanah air. Pada tahun 1919, Haji Agus Salim menjadi ketua redaksi surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad di Jakarta. Hal tersebut membuat Agus Salim semakin terkenal dan perjuangan SI semakin maju. Agus Salim tidak hanya memimpin partai dan surat kabar, tetapi juga memimpin Perserikatan Kaum Karyawan. Di tahun 1919, Agus Salim juga diangkat menjadi sekretaris persatuan kaum buruh. Hampir seluruh segi perjuangannya dimasuki oleh Agus Salim26. Namun, sikap pemerintah Hindia Belanda berusaha menghalang-halangi perkembangan SI karena dapat membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam tubuh SI sendiri terdapat usaha yang tidak sehat. Kekuatan komunis menyusup ke dalam Sarekat Islam di bawah pimpinan Semaun dan Darsono. Akhirnya pada tahun 1920 timbullah perpecahan dalam Sarekat Islam. Dalam kongres nasional SI pada tahun 1921 di Surakarta terjadilah perdebatan antara H. Agus Salim dan Semaun. Pada kongres itu 26
Ibid, hal 24.
26 Universitas Sumatera Utara
diputuskan supaya para anggota menentukan sikap, yaitu antara masuk Islam atau Komunis. Semaun dan kawan-kawannya akhirnya dikeluarkan dari SI. Selanjutnya, Sarekat Islam kembali menjadi kuat dan bersatu. Agus Salim adalah seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana. Pada tahun 1921, Agus Salim diutus oleh Sarekat Islam untuk duduk dalam Dewan Rakyat atau Volksraad. Di sini Agus Salim bukan hanya berjuang untuk SI, melainkan juga untuk seluruh bangsa Indonesia. Dengan otaknya yang tajam dan kemahirannya berpidato, Agus Salim berusaha mempengaruhi pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya supaya lebih giat berjuang untuk bangsa sendiri. Berbeda dengan kedatangannya pada tahun 1929, pada tahun 1930 Agus Salim dihargai dan mendapat sambutan dari orang Eropa. Para wartawan dan pemimpin Eropa telah mengenal Agus Salim. Agus Salim sebagai pemimpin dari bangsa yang terjajah, berhasil secara selangkah demi selangkah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga sama dengan bangsa-bangsa lain. Di tahun 1913-1939, H. Agus Salim memimpin Harian Mustika di Yogyakarta, Harian itu merupakan satu-satunya harian terbesar di Indonesia pada saat itu. Dari tahun 1932-1936 Agus Salim membuka Kantor Biro Penerangan Umum untuk membantu rakyat biasa. Rakyat biasa yang sering dirugikan harus dibantu. Agus Salim dengan penuh pengabdian melakukan pekerjaan ini. Rakyat yang tidak mampu tidak dipungut bayaran. Biro ini memberikan penerangan kepada rakyat tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Rakyat kecil harus dilindungi haknya. Haji Agus Salim bersama-sama dengan H.O.S Tjokroaminoto sering kali mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk usaha penghapusan pajak paksa. Pajak paksa harus segera dihapuskan karena membuat rakyat sengsara. Pajak lain juga harus diukur dengan kemampuan rakyat banyak. Pada tahun 1934, Agus Salim dan H.O.S Tjokroaminoto menyusun program perjuangan PSII. Dasar perjuangan PSII telah diletakkan oleh kedua pemimpin besar itu, yang akan dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Tahun 1934 juga H.O.S Tjokroaminoto wafat. Setelah itu, pemimpin PSII berada di bawah Agus Salim. Keadaan tahun 1934 sungguh berat. Pemerintah Belanda menangkap pemimpinpemimpin pada saat itu.
27 Universitas Sumatera Utara
Di kalangan anggota PSII, ada juga yang tidak menyetujui kepimpinan Agus Salim. Hal tersebut akhirnya menimbulkan perselisihan. Agus Salim berusaha untuk berdamai dan bermusyawarah. Akan tetapi, usahanya tidak berhasil. Pada tahun 1936, Agus Salim mendirikan barisan Penyedar dari PSII. Menjelang pecahnya Perang Dunia II, yaitu antara tahun 1940-1942, Agus Salim tidak giat lagi dalam lapangan pergerakan. Ia banyak mengarang risalah agama, kebudayaan, dan politik. Ia juga sering berpidato mengenai berbagai hal, misalnya tentang kebudayaan, agama, dan kemasyarakatan. Hingga jatuhnya pemerintahan Hindia Belanda, Agus Salim tetap tidak mau bekerja pada pemerintah Hindia Belanda. Walaupun pemerintah Belanda menawarkan suatu kedudukan dalam pemerintahan, tetapi tetap ditolaknya. Pada zaman pendudukan Jepang, Agus Salim mula-mula tidak mengikuti kegiatan apa-apa. Menurutnya penjajahan Belanda dan Jepang tidak ada bedanya. Walaupun Jepang menyatakan kedatangannya untuk membebaskan bangsa Indonesia, namun Agus Salim tidak percaya. Penjajahan yang dilakukan Jepang lebih kejam daripada Belanda. Oleh karena itu, ia diam di rumah saja dan tidak ikut bekerja pada Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang, Agus Salim mencari nafkah dengan berdagang arang. Sungguh sulit hidupnya pada zaman itu, apalagi pada saat itu semua serba mahal karena perang berkecamuk. Barang industri dari luar negeri tidak bisa diimpor. Hasil bumi juga sedikit karena dipakai untuk keperluan perang. Walaupun demikian, Agus Salim dan keluarga tetap tabah. Agus Salim tidak segera melakukan pekerjaan apa saja, asal halal dan tidak melanggar agama. Akan tetapi, pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya seperti Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta segera menghubungi Agus Salim. Mereka memberitahu Agus Salim bahwa bangsa Indonesia memerlukan tenaganya. Mereka juga berkata bahwa pemerintah militer Jepang tidak dapat dilawan dengan terang-terangan, seperti pemerintah Hindia Belanda. Pada zaman penjajahan Jepang, semua perkumpulan politik dibubarkan. Tidak ada harapan untuk bergerak seperti dulu lagi atau orang harus bergerak dengan sembunyi-sembunyi di bawah tanah. Lagi pula harus diingat, pada zaman pendudukan Jepang, Agus Salim sudah berusia lanjut. Belia sudah mendekati usia 60 tahun. Boleh dikatakan bahwa satu-satunya jalan bagi pemimpin
28 Universitas Sumatera Utara
Indonesia ialah bekerja sama, itu hanya taktik. Secara diam-diam para pemimpin-pemimpin pada saat itu terus mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Agus Salim menerima buah pikiran itu. Agus Salim rela bekerja sama dengan Jepang untuk perjuangan rakyat Indonesia. Kemudian bersama-sama dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta, Agus Salim juga ikut membantu memimpin Pusat Tenaga Rakya (Putera) dan duduk dalam Dewan Pertimbangan. Demikian pula Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mansyur. Pada saat-saat terakhir pendudukan Jepang, Agus Salim juga diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Kemudian, ia menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Agus Salim duduk dalam panitia kecil PPKI bersama Prof. Soepomo dan Prof. Husein Djajadinigrat. Salah satu tugasnya ialah menghaluskan susunan bahasa Indonesia dari rencana undang-undang dasar. Agus Salim ikut memikirkan dasar-dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Agus Salim adalah salah satu seorang bapak pendiri Republik Indonesia atau Founding Fathers. Disinilah mulai terjadi perdebatan ideologi, antara kelompok nasionalis sekuler dan nasionalis Islam. Kelompok nasionalis sekuler menghendaki agar Indonesia akan dibangun kelak berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khusus pada ideologi keagamaan. Lahirnya gagasan pemisahan agama dari negara dalam pandangan Soekarno karena menurutnya agama merupakan urusan spiritual dan bersifat pribadi, sedangkan masalah negara adalah persoalan dunia dan kemasyarakatan27. Bertentangan dengan pendapat tersebut, Agus Salim bersama kelompok nasionalis Islam menganggap Islam tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam. Masalah-masalah ini menjadi polemik dan perdebatan sengit antara golongan nasonalis sekuler dan nasionalis Islam, baik menjelang Indonesia merdeka (perumusan Piagam Jakarta 1945), demokrasi parlementer
27
Ahmad Suhelmi, “Polemik Negara Islam”, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 2001, hal. 75.
29 Universitas Sumatera Utara
(perdebatan di bawah konstituante 1957-1959), masa Orde Baru, dan era reformasi pasca-Soeharto sekarang ini28. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia. Agus Salim termasuk di antara pemimpin yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu, beliau sudah berusia 61 tahun. Jadi bukan pemimpin muda lagi. Walaupun demikian, semangat juangnya masih berkobar-kobar. Pada zaman Republik, beliau disebut The grand old man, artinya orang tua yang berjiwa besar. Sebutan itu sungguh tepat karena Agus Salim adalah orang tua dengan raut muka yang menimbulkan rasa hormat. Lagi pula hati dan jiwanya besar dan agung. Agus Salim terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Beliau mengambil peranan yang besar dalam pergolakan revolusi. Kemudian pada tahun 1946, beliau diangkat menjadi juru bicara Perdana Menteri Sutan Syahrir. Beliau ikut menghadapi Belanda dalam meja perundingan. Perjuangannya maju terus dalam lapangan politik. Dalam kabinet Syahrir II, Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri atau Wakil Menteri Luar Negeri. Agus Salim banyak memberikan tenaga dan pikirannya secara diam-diam. Sebagai orang tua yang telah banyak pengalaman politik dalam maupun luar negeri, ia mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Kabinet Syahrir II bubar, dibentuk Kabinet Syahrir III. Agus Salim kembali ditunjuk menjadi Menteri Muda Luar Negeri, beliau selalu menjadi penasihat PM Syahrir dalam perundingan dengan pihak Belanda. Pada bulan Maret 1947, Agus Salim diutus ke New Delhi untuk memimpin utusan Indonesia ke Konferensi Antar-Asia atau Inter Asian Relation Conference. Setelah itu, Agus Salim mengadakan perjalanan keliling. Ia diangkat sebagai Duta Keliling Republik Indonesia. Ia juga mengadakan perjalanan ke negaranegara Arab seperti Mesir, Lebanon, Siria, Yaman, dan Irak. Agus Salim menjelaskan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. 28
Kamal Hasan, “Muslim Intelectual Respone to New Order Modernization In Indonesia” Kuala Lumpur: Dewan Pustaka dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1980, hal. 24.
30 Universitas Sumatera Utara
Sebagai seorang tokoh Islam terkemuka, Agus Salim sangat terkenal di negara-negara Arab. Atas perjuangan Agus Salim akhirnya, negara-negara Arab mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pada tanggal 11 Juni 1947 ditandatanganilah perjanjian persahabatan antara Mesir dan Republik Indonesia (RI). Kemudian pada tanggal 11 Juni 1947 juga ditanda-tangani perjanjian persahabatan antara Siria dan Republik Indonesia. Selain itu, Afghanistan, Saudi Arabia, dan Birma (Myanmar) juga memberikan pengakuan kepada Republik Indonesia. Kerja sama dan pengakuan dari negara-negara itu adalah juga berkat jasa dan usaha Agus Salim. Setelah Kabinet Syahrir III menyerahkan mandat, ditunjukklah Amir Sjarifuddin menjadi Perdana Menteri. Agus Salim diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Sementara itu, Belanda melancarkan serangan Agresi Militer I terhadap Republik Indonesia. Pecahlah perang yang hebat. Di samping bertempur, Pemerintah RI juga mempergunakan jalan diplomasi di luar negeri. Oleh karena itu, diutuslah Agus Salim dan Sutan Syahrir ke Perserikatan BangsaBangsa (PBB) di New York. Pada waktu itu, negara kita belum mempunyai devisa atau uang yang cukup seperti sekarang. Akan tetapi, bangsa kita tidak kehabisan akal. Perjuangan Agus Salim dan Sutan Syahrir ke luar negeri itu dibiayai dengan persediaan buah panili yang diseludupkan di bawah bantal tempat duduk di pesawat terbang. Hal ini tentunya tidak diketahui oleh matamata Belanda. Agus Salim dan Sutan Syahrir singgah dulu di Singapura, India, dan Mesir. Mereka mengadakan pembicaraan dengan pembesar-pembesar negara tersebut untuk membantu rakyat Indonesia. Setelah sampai di New York, Agus Salim dan Sutan Syahrir berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Mereka mendesak PBB untuk membentuk panitia pemisah dalam persengketaan Indonesia dan Belanda. Untuk pertama kali wakil Republik Indonesia berbicara di forum internasional. Pihak Belanda tentu berusaha untuk menghalang-halangi, tetapi mereka tidak menyadarkan PBB. Kemudian dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN), terdiri dari Belgia, Australia, dan Amerika Serikat. Komisi Tiga Negara itu segera berangkat ke Indonesia untuk memulai tugasnya. Dalam perundingan dengan pihak Belanda yang dihadiri oleh KTN, Indonesia diwakili oleh suatu delegasi (utusan) yang terdiri dari Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamidjojo, Moh. Roem, Haji Agus Salim, dan
31 Universitas Sumatera Utara
Moh. Nasroen. Perundingan diadakan di atas kapal Amerika Serikat yaitu kapal Renville.
Persetujuan
ini
terkenal
dengan
Persetujuan
Renville
yang
menghasilkan beberapa keputusan penting. Sementara itu, Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh dan digantikan oleh Kabinet Hatta I pada tanggal 29 Januari 1948. Agus Salim tetap ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri. Perjuangan berjalan terus, Belanda seringkali mengadakan penyusupan ke daerah RI. Mereka tidak mengindahkan Persetujuan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Ibukota Republik Indonesia, dan Yogyakarta mereka duduki. Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa menteri termasuk Agus Salim ditawan oleh Belanda. Mula-mula ditawan di Prapat, Sumatera Utara. Kemudian, mereka dipindahkan ke Pulau Bangka. Selama dalam penahanan itu, Agus Salim tidak pernah mengeluh dan berkecil hati. Beliau tetap taat melakukan ibadah. Bila ada kesempatan, Agus Salim membaca buku dan menulis karangan. Manusia yang taat beragama akan lebih tabah menerima segala cobaan berat. Hati Agus Salim tetap teguh untuk melanjutkan perjuangan mencapai kemerdekaan. Sifat humornya tidak pernah hilang walau dalam keadaan sulit. Ia selalu menghibur pemimpin-pemimpin lainnya dalam masa pengasingan itu. Meskipun pemimpin-pemimpin Indonesia telah berhasil ditawan oleh Belanda dan Ibukota Yogyakarta diduduki, Republik Indonesia belum tamat riwayatnya. Kendali pemerintahan dilanjutkan oleh Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara, yang berpusat di Koto Tinggi, Sumatera Barat. Adapun di Pulau Jawa dan daerah-daerah lain berkobar perang gerilya yang dahsyat. PBB juga mengutuk tindakan Belanda yang melancarkan Agresi Militer II itu. Atas perintah PBB, Belanda akhirnya terpaksa mengembalikan pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta dan tembak menembak dihentikan. Pemimpin-pemimpin yang ditawan dikembalikan lagi ke Yogyakarta. Pada tanggal 4 Agustus 1949 dibentuklah Kabinet Hatta II. Agus Salim sekali lagi ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri. Agus Salim memegang peranan penting dalam perundingan-perundingan yang diadakan dengan pihak Belanda. Kemahiran Agus Salim dalam diplomasi sangat menonjol. Pihak lawan
32 Universitas Sumatera Utara
mengakuinya sebagai diplomat Indonesia yang ulung. Setelah beberapa kali berunding, akhirnya diadakanlah Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda. Akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda dan dunia internasional. Dengan adanya persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda pun mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Sejak tahun 1950, bangsa Indonesia memulai tahap baru dalam sejarah. Pada masa ini, Agus Salim ditunjuk sebagai penasihat Menteri Luar Negeri. Waktu itu, kabinet dipimpin oleh Perdana Menteri Moh. Hatta. Tenaga Agus Salim sebenarnya masih diperlukan di pemerintahan, tetapi karena usia yang sudah lanjut, beliau hanya ditunjuk sebagai penasihat. Sebagai penasihat, Agus Salim tidak begitu aktif dalam pemerintahan. Boleh dikatakan sejak tahun 1950, Agus Salim telah mulai meninggalkan kegiatan politik. Namun beliau kembali menggeluti dunia karangmengarang, baik di majalah maupun di surat kabar. Susunan kalimatnya sangat kuat dan menarik para pembaca. Pada tanggal 17 Januari 1953, Agus Salim pergi ke Amerika atas undangan Cornell University dan Princeton University. Beliau diminta untuk memberi kuliah tentang agama Islam. Perguruan tinggi disana sangat menghargai jasanya di bidang diplomasi, jurnalistik, dan pemerintahan. Saat itu, Agus Salim begitu masyhur di kalangan mahasiswa, ia disebut The Grand Old Man of Indonesia. Adalah George McTurnan Kahin, Direktur Program Asia Tenggara Cornell University, yang mengundang Agus Salim mengajar. Awalnya permintaan Kahin itu tidak ditanggapi Agus Salim. Beliau merasa minder karena Cuma lulusan Hogere Burger School. Setelah diyakinkan, Agus Salim akhirnya bersedia dengan catatan bisa membawa istrinya, Zainatun Nahar ke Amerika. Saat itu, Kahin mengiyakan syarat Agus Salim. Kahin memang dekat dengan Agus Salim. Dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim (1984), disebutkan Kahin mengenal Agus Salim di Yogyakarta pada tahun 1948. Saat itu, Agus Salim menjabat Menteri Luar Negeri. Kahin sendiri wartawan kantor berita Amerika, Overseas News Agency. Saking dekatnya, Agus Salim memfasilitasi pengiriman berita Kahin dengan sandi Republik Indonesia melalui saluran diplomatis via New Delhi.
33 Universitas Sumatera Utara
Sebagai dosen tamu, Agus Salim mengajar dua kelas serta memberikan kuliah tentang agama Islam dan pengaruhnya di Asia Tenggara dan Timur Tengah, khususnya Indonesia dan Pakistan. Semua perkuliahannya disampaikan dalam bahasa Inggris dan direkam. Ada 31 materi kuliah. Perkuliahan Agus Salim digelar setiap Sabtu pukul 11 siang. Yang hadir, menurut buku Seratus Tahun Haji Agus Salim, begitu banyak. Padahal waktu itu adalah masa mahasiswa menyiapkan acara malam Minggu. Saat mengajar Agus Salim memiliki daya tarik sendiri, walau berjas dan berdasi, namun saat mengajar Agus Salim selalu memakai peci khusus yang bagian sampingnya bisa dibuka. Bila cuaca dingin, peci itu bisa menutupi kupingnya. Peci itu, dibuat sendiri oleh Agus Salim dan mulai dipakai sejak 1930-an ketika ia aktif di Sarekat Islam. Kekhasannya yang lain adalah rokok kretek. Rokok menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Kahin. Selain bertugas menjinjing tas Agus Salim, ia harus menjamin agar Agus Salim selalu bisa merokok. Kalau tidak, Agus Salim tidak mungkin memulai kelas. Tapi ada juga keuntungannya. Tatkala ruang kuliah dipindahkan, mahasiswa hanya perlu mengikuti bau kreteknya. Agus Salim juga menjadi penghulu dalam upacara pernikahan Islam yang pertama kali dilakukan di Cornell pada 19 Mei 1953. Pasangan yang menikah adalah Yulia Madewa, saat itu 29 tahun, dan Hassan Shadily, 32 tahun, dua mahasiswa Indonesia. Upacar pernikahan dilakukan di Annabel Taylor Hall, kapel universitas yang masih digunakan untuk acara khusus sampai hari ini. Pada awal April, Agus Salim diundang memberikan ceramah di acara Majelis Umum Simulasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang berlangsung di Myron Taylor Hall Cornell University. Pembicara lainnya adalah Duta Besar Israel untuk PBB, Abba Eban. Di depan 350 mahasiswa dari 62 universitas seluruh Amerika, kedua pembicara memberikan pandangannya mengenai persoalan dunia pada tahun itu. Agus Salim fasih dalam berbagai bahasa dan pandai mengemukakan pendapat. Kahin pernah dibuat terperangah mendengar percakapan dalam bahasa Prancis antara Ngo Dinh Diem, yang baru diangkat menjadi Perdana Menteri Pemerintah Vietnam Selatan, dan Agus Salim. Percakapan itu terjadi di Ruang Pertemuan Tenaga Pengajar Cornell University, dan Kahin duduk di tengah kedua orang tersebut. Dalam bukunya, Kahin menulis bahwa percakapan Diem
34 Universitas Sumatera Utara
dan Agus Salim begitu intim. Tapi Agus Salim mendominasi yang membuat Diem banyak diam. Dalam pertemuan The Indonesia-Pakistan Cultural Association, 9 Desember 1953 di Jakarta, dalam pidatonya Agus Salim mengaku gembira bisa mengajar di Cornell. Ia senang karena Amerika merupakan tempat yang tepat untuk mengantarkan pesan Islam ke seluruh dunia. Dalam kedinginan cuaca bersalju, Agus Salim mengatakan: “Saya hanya berkumpul selama empat bulan di sana. Rasanya sudah bersahabat seumur hidup.” 29 Ia juga mengungkapkan seminar yang diselenggarakan atas kerja sama Perpustakaan Kongres Amerika Serikat itu adalah pengalaman perjalanan luar negeri paling mengesankan. “Kaum muslimin yang diwakili disana beraneka ragam. Dari utusan Turki, yang berkukuh bahwa syariat tidak sesuai sebagai dasar perundangan modern, hingga Kadi Agung dari Sanaa, yang menerangkan tepatnya syariat sebagai dasar konstitusi Yaman,” ujar Agus Salim dalam pidatonya30. Tahun 2013 ini tepat 60 tahun sejak Agus Salim pertama kali menginjakkan kaki di kampus tersebut. Walau sudah lebih dari setengah abad, jejak Agus Salim masih bisa ditemukan. Di arsip Perpustakaan Kroch, salah satu dari 17 perpustakaan di Cornell, catatan tentang Agus Salim bisa dilihat di salah satu map yang terjepit di antara koleksi lain. Di dalamnya tersimpan salinan surat lama yang diketik dan ditulis tangan oleh Agus Salim. Ada juga sehelai telegram tahun 1953 yang sudah menguning, beserta kertas pengumuman Cornell tentang dua kelas baru yang akan diberi materi kuliah oleh Agus Salim pada semester musim semi.
29
TEMPO, op.cit; hal 152.
30
TEMPO, op.cit; hal 157.
35 Universitas Sumatera Utara
Kunjungan ke Princeton mengakhiri petualangan Agus Salim dan istirnya ke luar negeri. Meski kondisi kesehatannya semakin turun, dia tetap beraktivitas di kampung halaman. Ia sempat mempersiapkan diri mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Yogyakarta (kini Universitas Islam Sunan Kalijaga). Tapi, hingga akhir hayatnya, ia tak sempat mengajar di sana. Perayaan ulang tahun Agus Salim ke-70 pada 8 Oktober 1954 berlangsung meriah. Selain dihadiri Presiden Soekarno, para sahabat dan muridnya mengumpulkan dan menerbitkan semua tulisan Agus Salim dalam buku berjudul Djedjak Langkah Haji Agus Salim. Agus Salim juga sempat memberikan wawancara khusus yang terakhir kepada wartawan harian Indonesia Raya, Kustiniyati Mochtar. Wawancara sehari sebelum perayaan ulang tahun ke-70 itu berlangsung seraya Agus Salim berbaring di tempat tidur. Agar tak melelahkan, wawancara disepakati hanya 30 menit, ditandai bunyi weker. Salah satu hal menarik yang terungkap dari wawancara itu adalah tanggapan Agus Salim mengenai pernikahan SoekarnoHartini yang menghebohkan saat itu. Ia tak mau menanggapi kehebohan itu secara frontal, Agus Salim hanya mengatakan,” Saya telah mengecap kehidupan kekeluargaan yang amat berbahagia selama 42 tahun. Memang hidup kekeluargaan yang berbahagia itu tak ada bandingannya.” Jam weker berbunyi, dan selesailah wawancara dengan seorang tokoh pemikir Islam dan pergerakan nasional itu. Pada suatu upacara yang khidmat dan meriah, Agus Salim berkata bahwa beliau akan meninggalkan urusan kenegaraan dan politik. Selanjutnya, beliau akan terjun ke dunia ilmu pengetahuan semata-mata. Kegiatan karangmengarang juga diteruskan. Agus Salim juga membuat tafsir Al-Quran. Beliau akan menghabiskan sisa usianya di lapangan ilmu dan amal, guna berbakti kepada Allah SWT. Akan tetapi, kira-kira 27 hari kemudian Agus Salim jatuh sakit dan berbaring di tempat tidur. Manusia membuat rencana, tetapi Allah SWT yang memutuskan. Allah berbuat sekehendak-Nya. Agus Salim dipanggil sang pencipta tepat pada hari kamis tanggal 4 November 1954. Wafatnya The Grand Old Man of Indonesia ini diratapi oleh seluruh bangsa Indonesia. Bahkan, dunia luar pun ikut berduka. Kaum muslimin di Masjidil Haram, Mekkah, mengadakan shalat gaib untuk arwah Haji Agus Salim.
36 Universitas Sumatera Utara
Upacar penguburannya dilakukan secara kenegaraan, dan jasad beliau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, dan pejabat-pejabat tinggi lainnya, sipil maupun militer ikut melawat ke rumah Agus Salim. Pada waktu jenazah diberangkatkan, berpuluh-puluh ribu orang mengantarnya. Barisan kendaraan yang mengiringi sangat panjang. Begitu pula rakyat yang berjalan kaki. Para Duta Besar dari negara sahabat tidak ketinggalan, begitu pula orang-orang asing lainnya di Indonesia. Mereka semua memberikan penghormatan yang terakhir kepada pemimpin besar bangsa Indonesia ini. Negara dan bangsa merasa kehilangan seorang tokoh besar yang dihormati dan dicintainya. Untuk tetap menghargai jasa-jasa Agus Salim, pemerintah mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional. Penghargaan lainnya ialah berupa Bintang Mahaputra Kelas I dan Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan. Haji Agus Salim seorang pemimpin besar yang selalu hidup sederhana, bahkan lama sekali berada dalam kemiskinan. Lima puluh tahun lebih kehidupannya diserahkan untuk perjuangan bangsanya. Ia tidak meninggalkan pusaka berupa kekayaan, uang, dan barang, tetapi meninggalkan harta yang tidak ternilai dalam bidang ilmu berupa buku dan buah pikirannya. Di samping itu, ia meninggalkan pakaian, peci, dan tongkatnya. Agus Salim seorang pemimpin yang jujur, bersih dari noda. Ia bukan seorang yang berusaha memperkaya diri sendiri. Beliau dapat dijadikan teladan oleh generasi baru, angkatan muda bangsa Indonesia. Ia memimpin perjuangan rakyat Indonesia dengan kemiskinan dan penderitaan di alam penjajahan dan revolusi fisik. Agus Salim adalah seorang pemimpin yang dihormati, baik oleh kawan maupun lawannya. Sebagian besar pemimpin dan bangsa Indonesia menghargai Agus Salim. Nama beliau terkenal di dunia. Para pemimpin luar negeri menghormati Agus Salim, lebih-lebih para pemimpin dari bangsa-bangsa Islam. Ketua Komisi Jenderal Belanda Prof. Schermerhorn yang memipin delegasi negaranya untuk berunding dengan pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1946 juga menghormati Agus Salim. Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim adalah seorang yang luar biasa pandainya. Ia seorang yang sangat menarik dan pandai berbicara. Pihak Inggris sangat menghargai dan segan terhadap Agus
37 Universitas Sumatera Utara
Salim. Selanjutnya diceritakan oleh Prof. Schermerhorn bahwa Agus Salim seorang Lobbyist (percakapan tidak resmi) yang ulung. Agus Salim sangat aktif dalam perundingan-perundingan walaupun ia hanya seorang penasihat. Agus Salim memberikan bantuan yang besar untuk melancarkan perundingan. Pemerintah Inggris mengirimkan diplomatnya nomor satu, Lord Killern, untuk mengimbangi Agus Salim dalam usaha mendamaikan pihak Belanda dengan Indonesia. Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim mempunyai satu kelemahan, yaitu kehidupannya yang miskin. Agus Salim memang mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai Menteri Muda Luar Negeri. Akan tetapi, beliau tidak kaya. Dalam perundingan, Agus Salim kaya dengan berbagai pemikiran. Agus Salim memang paling pandai di antara pemimpin Indonesia lainnya. Demikian penilaian dari Prof. Schermerhorn, orang Belanda yang menjadi lawan dalam perundingan. Meskipun Haji Agus Salim sudah meninggal dunia tetapi nama beliau tetap harum sepanjang masa. Sikap hidupnya yang selalu optimis adalah cerminan
dari
keyakinannya
terhadap
agama
(Islam),
begitu
pula
kesederhanannya merupakan cerminan dari kepribadiannya yang islami. Sehingga menjadi teladan bagi generasi-generasi di Indonesia. Beliau tidak meninggalkan setumpuk harta kekanyaan bagi keturunannya, tetapi beliau meninggalkan prestasi yang tidak ada duanya, yang besar manfaatnya terhadap umat Islam di Indonesia baik pada jamannya, sekarang maupun yang akan datang.
38 Universitas Sumatera Utara
2.4 Karya-karya The Grand Old Man of Indonesia Ketika Agus Salim masih hidup, berbagai artikel dan sejumlah risalah telah ia terbitkan, baik berupa buku maupun terbit melalui surat kabar dan majalah. Banyak buku dan karangan yang ditulisnya. Buku-buku itu ditulis dalam berbagai bahasa. Banyak pula yang dicetak di luar negeri. Beliau tergolong sebagai orang yang produktif dalam dunia tulis menulis. Bahkan dilihat dari jaman itu, karya-karyanya merupakan jasa dan sumbangan beliau yang sangat besar nilainya bak terhadap agama dan dunia Islam maupun bangsa dan tanah airnya. Kebanyakan buku-buku karangan beliau berupa risalah-risalah pendek, selain tipis isinya, juga ringan sifat isi buku-bukunya, umumnya membahas sesuatu masalah, seperti misalnya mengenai soal-soal politik, kebudayaan, sejarah, tetapi yang terutama sekali ialah mengenai soal agama. Buku-buku karangan maupun terjemahan Agus Salim banyak pula jumlahnya. Boleh dikatakan dalam soal karang mengarang, Agus Salim mempunyai corak dan gaya bahasa tersendiri. Walaupun karangan-karangan beliau disusun tidak sistematis sebagaimana dikatakan oleh Bung Hatta dalam pidatonya, namun Agus Salim mempunyai daya hidup. Karangan-karangan beliau meskipun ditulisnya dalam waktu yang cukup lama, namun sampai sekarang masih tampak segar. Beliau menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, pandangannya jauh kedepan, karena itu tulisan-tulisannya tidak hanya diperuntukkan bagi generasinya, tetapi untuk generasi yang akan datang. Sementara itu saat Agus Salim memasuki usia 70 tahun, kawan, pengikut, pecinta serta murid-muridnya membentuk panitia peringatan hari ulang tahun ke 70nya. Mereka berusaha mengumpulkan dan kemudian menerbitkan buku berbagai tulisan yang pernah dimuat dalam berbagai masalah, surat kabar, risalah-risalah kecil yang merupakan karya Agus Salim yang dihadiahkan sebagai kenang-kenangan pada usianya yang ke 70 tahun. Buku kenangkenangan tersebut di beri judul: “Djejak Langkah H. Agus Salim, Pilihan Karangan, Ucapan, dan Pendapat Beliau dari dulu sampai sekarang”, Penerbit Tintamas Jakarta, 1954.
39 Universitas Sumatera Utara
Karya-karya Agus Salim yang berhasil dihimpun berdasarkan tema permasalahan sebagai berikut31: 1. Anutan dan Dasar, meliputi: a. Persatuan Islam (Khotbah Jumat), dimuat dalam surat kabar Dunia Islam, 23 Maret 1923. b. Wajib bergerak (Khotbah Jumat), dimuat dalam surat kabar Dunia Islam, 12 Januari 1923. 2. Kemajuan Tanah Air dan Bangsa, meliputi: a. Kemajuan Diperoleh Dengan Usaha, dimuat dalam surat kabar Neratja, sabtu 15 September 1917. b. Kemajuan Perkara Hatta. dimuat dalam surat kabar Neratja, selasa 4 September 1917. c. Kemajuan Perempuan Bumiputera, dimuat dalam surat kabar Neratja, selasa 4 September 1917. d. Mana yang Harus Didahulukan? dimuat dalam surat kabar Neratja, kamis 24 Januari 1918. 3. Tinjauan dan kecaman, meliputi: a. Lahirnya Tipis, Isinya Dalam, dimuat dalam surat kabar Neratja, kamis 4 Oktober 1917. b. Benih Pentjederaan, dimuat dalam surat kabar Neratja, Selasa 7 Januari 1919. c. Herziening van het Regeeringsreglement, Algemene Bschouwingen (Verlag), dimuat dalam HVR 1922, 4e Vergedering, Maandag 13 November 1922. d. Iste Algemeene Aavullingsbegrooting voor 1923; Afd. Iv, dept. Van Bennerlandsch Bestuur, dalam HVR 1922, 17 e Vergadering, Zatendag, 9 Desember 1922. 31
Suhatno, dkk, “Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan: Haji Agus Salim dan Mohammad Husni Thamrin”, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1995, hal. 79-83.
40 Universitas Sumatera Utara
e. Iste Algemeene Aavullingsbegrooting voor 1923; Afd. IV dept. Van Bennerlandsch Bestuur, dalam HVR 1922, 25 site Vergadering, Dinsdag, 19 Desember 1922. f. Wijazigingen Aanvulling van de Koeleidonantie Sumatra’3 oostkust, dalam HVR 1923 e Vergadering, Vrijdag, 2 November 1923. g. Onwelwildend, onbillijk, onwar, maarniet onpartijdig dalam majalah Het Lich, no 1 tahun 2, Maret 1926. h. Hak Berserikat dan Berkumpul, dalam buku Berserikat dan Berkumpul, Jakarta, 1919. i. Pergerakan Politik Indonesia, dalam Pemimpin Umum “Pergerakan Penyadar” 4. Islam, meliputi: a. De Behofte oom Godsdienst, dalam majalah Het Lich, tahun I, 1925 b. De Sluiering en Afzondering der Vrouw, dalam Majalah Het Liecht, tahun 2, 1926 c. Dari Qur’an dan sebagainya, dalam buku Adat Contra Islam, Jakarta 26 Mei 1934 d. Hari Raya Idul Fitri, dalam buku Idul Fitri. e. Cerita Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW, Sumber Ilmu, Jakarta 1354 H-1935M. f. Godsdiest, dari buku Tauhid (de belijdenis van de Emnige God), No 1, Sumber Ilmu, 1353 H- 1935 M. g. Goldlaatste Boodschap, de Universele gods dients, dari buku Gods Laatste Boodschap De Universele godsdienst, Sumber Ilmu, Jakarta, 1937. h. Hukum yang Lima, dari buku hukum yang Lima dan Dalam Agama Islam, Sumber Ilmu, Jakarta 1941. 5. Kebudayaan, meliputi: a. Agama dan Kebudayaan, dari Majalah Kebudayaan tahun 1953 b. Dardaulla, dari Majalah Pujangga Baru, tahun I, 1933-1934. 6. Falsafah, meliputi:
41 Universitas Sumatera Utara
Keterangan Filsafat tentang Tauhid, Taqdir dan Tawakal dari buku: Keterangan Filsafat tentang Tauhid, Taqdir dan Tawakal, Tintamas, Jakarta, 1953. Disamping itu Haji Agus Salim juga memiliki karya terjemahan, antara lain: a. CW. Leadbester, Kitab Theosofi, disalin oleh AF. Fakersma dan Haji Agus Salim, Weltevieden, 1915. b. Syarafoeddin Maneri, Tasauf dapat diterima oleh berbagai golongan atau kekuatan sosial politik yang ada. Dan sesudahnya orang mengalami kesulitan mencari nama-nama tokoh lain yang dapat diterima oleh berbagai kelompok masyarakat sebagai pemimpin mereka32.
32
Alfian, “Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia” Jakarta: LP3ES, 1980, hal. 70.
42 Universitas Sumatera Utara