BAB II BIOGRAFI TAN MALAKA
II.1. Masa Anak-anak. Sejarah pemikiran politik Modern di Indonesia diawai dengan bangkitnya nasionalisme modern, dimulai awal abad ke-20, ketika sekelompok kecil orang-orang terpelajar (kaum terdidik) mulai menyadari arti kemodernan dan tantangan bangsanya dimasa-masa yang akan datang. Umumnya mereka memandang masa-masa yang akan datang, akan banyak bergantung pada mereka dan anggapan peemimpin potensial masa depan begitu diyakininya. 33 Tan Malaka dilahirkan dengan nama Ibrahim namun kelak dia mendapatkan gelar dengan nama sutan Ibrahim Gelar datuk Tan Malaka. Sebuah gelar feudal terlihat tidak tepat untuk disandangnya karena sebenarnya dia membenci feodalisme, Tan Malaka lahir di desa kecil bernama Padang Gadang, suliki, Minangkabau, Sumatera Barat. Dari data yang ditemukan Haary Poezoe, Tan Malaka menganggap tanggal lahirnya adalah tanggal 14 Oktober 1894 sementara muncul juga data yang beragam misalnya 1893, 1894, 1895, 2 Juni 1896, 2 Juni 1897 dan 1899. Poezoe cenderung berpendapat bahwa tahun kelahiran tan malaka adalah 1897, asumsinya pada 1903 dia telah mengikuti pendididkan di sekolah rendah, maka dapat disimpulkan bahwa Tan Malaka berusia lebih kurang 6 Tahun. 34 Ayah Tan Malaka adalah seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah daerah setempat dan mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap bulannya.
35
Dikantornya ayah Tan Malaka termasuk pegawai biasa-biasa saja, Tan
33
Safrizal raambe. 2003. Pemikikiran politik Tan Malaka. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.Hal.1. Fahsin M. Fa’al.,Op.,Cit., Hal.15. 35 Harry.A.Poeze, 1988. Tan Malaka :Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta,. hal.10 34
Universitas Sumatera Utara
Malaka lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut agama secara puritan, taat pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Islam. Sejak kecil Tan Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh bersama bocah-bocah sebaya di kampung-nya dan telah menampakkan bakatnya sebagai seorang anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka. Masa kecil Tan Malaka dilewati sebagaimana anak-anak seusianya pada masa itu. Ia sering dimarahi ibunya karena bandal dan nakal seperti dikisahkan, Beberapa tahun dibelakang ketika nafas masih lemas, kaki dan tangan masih lemah, diajak oleh kanak-kanak teman olahraga berenang menyebrangi sungai Ombilin, maka tewaslah nafas, kaki dan tangan itu, dan hilanglah ingatan saya diombang-ambingkan ombak yang deras. Untunglah ada teman yang besar ada disamping dan segera memberi pertolongan. Setelah ingatan kembali, tiba-tiba saya sudah berada didepan rotannya ibu yang siap hendak memukul sebagai pelajaran. Ayah yang rupanya tahu benar, bahwa pukulan ibu sungguh jitu pedih mengajak member pelajaran yang katanya lebih tepat. Dengan kekang kuda dimulut, saya ditempatkan dipagar pinggir jalan supaya ditonton anak-anak para Engku yang tidak diperbolehkan bermain dengan anak kampong seperti saya, bercampur gaul dengan mereka. Tetapi ibu menganggap itu hanya diplomasi ayah buat menghindarkan saya dari ibu. Sesudah melihat saya dengan kekang kuda di mulut itu, walau ayah berdiri disamping menjaga, dan banyak anak-anak berkerumun, ibu tidak merasa puas. Sangka ibu ada lagi otoriteit yang lebih tinggi yakni Guru-Gadang (Guru Kepala). Atas aduan ibu, maka Guru Gadang itu menjalankan hukuman pada diri saya, hukuman yang dikenal anak-anak disana
Universitas Sumatera Utara
dengan nama pilin pusat ( cabut pusar). Cerita ini menggambarkan betapa Tan Malaka mendapatkan pendidikan moralitas yang ketat dan penuh dispilin yang tinggi. Setamat dari sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda dikampungnya yang mendapat kesempatan sekolah pada Kweekschool di Bukit Tinggi (1908-1913). Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak Indonesia di Sumatera Barat 36. Ia di kirim bersekolah beradasarkan Keputusan rapat tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk memperkaya alamnya. Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bernama Horensma. Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda. Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh "Engkufonds" yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malakameninggalkan tanah kelahiranya 37. Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di
36
Inlanders adalah sebutan dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang bangsa pribumi, sebutan iniberkonotasi kasar dan merendahkan 37
Tan Malaka.DPkP 1, Teplok Press, Jakarta, Hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai menjadi anggota dewasa di dalam alam. 38 Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya. Keberangkatanya ke Belanda saatitu adalah buah dari politik etis yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang pentingnya membalas budi pada negara jaiahan yang telah banyak menghasilkan kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di Parlemen Belanda bemama Conrad Theodore Van Deventerlewat sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudul"Een Eeresschuld" (Hutang Budi) pada tahun 1899. Conrad terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar. Sebelum Van Deventer masih ada tokoh bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol yang pada tahun 1896 menyerukan Geen roof meer ten bate van Nederland (berhentilah merampok Hindia Belanda untuk kepentingan Nederland). Gagasangagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda. 39
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka memulai hidup baru dinegeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampong halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan di negeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka 40. Kondisi iklim Belanda yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot, bulan Juli 1915 ia terserang radang paru-paru yang cukup parah dimana penyakit 38
Rudolf. Mrazek, 1994. Semesta Tan Malaka. Bigraf Publishing.Yogyakarta..hal.13 Harry. A.Poeze. op.cit, hal.6 40 Edi Cahyono, 2000. Negara dan Pendidikan Di Indonesia. Hal. 5. 39
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat kambuh setiap saat 41. Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan berakibat pada terhambatnya studi Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk memulihkan kesehatanya TanMalaka terpaksa pindah kekota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa. Tan Malaka mulai berkenalan dengan soal-soal filsafat, ia banyak membaca karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya membuatnya mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme .la pun mempelajari Het Kapital Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl Kautsky ,surat kabarradikal Hel Volk milik Partai Sosial Demokrat Belanda serta brusur-brosur yangmenceritakan perjuangan dan kemenangan Revolusi Bolsyhevik Oktober 1917 42. Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I sangat berkesan bagi diri Tan Malaka. Revolusi sosial menumbangkan kediktatoran Tsar yang dilakukan oleh kaumburuh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial. Tan Malaka kemudianmengga nggap dirinya sebagai seorang Bolsyevik yang lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya,bukan dogma melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang Marxis perlu bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat ditekankan pada kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor sosial dari suatu masyarakat disbanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan diperoleh kesimpulan oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali dengan yang diperoleh di Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.
41 42
Tan Malaka,op.cit, hal 21 Ibid. hal 28-29
Universitas Sumatera Utara
II.2. Masa Kembalinya Dari Belanda Akhir tahun 1919 ia kembali ke Indonesia setelah enam tahun dalam masa perantauan yang mengubah banyak hal dalam dirinya. Dengan menenteng ijazah Diploma guru (Hulpace) karena ia gagal dalam ujian guru kepala (Hoofdacte) dan segudang pengalaman baru. la pun memulai karirnya dengan menjadi seorang guru untuk anak-anak kuli kontrak yang bekerja di perkebunan Senembah My, Tanjung Morawa Sumatera Timur milik seorang Belanda bernama C.W Janssen. Di sana ia mendapatkan tempat dan penghasilan yang sangat baik, gaji sebesar 350 Gulden perbulan, diberikan fasilitas-fasilitas serta diperlakukan sama layaknya orang Eropa. 43 Daerah timur Sumatera merupakan lahan yang strtegis bagi perkebunan tembakau. Tepatnya di daerah Deli dan Serdang yang dimiliki oleh perusahaan Sanemba. Perusahaan tersebut memiliki akses yang cukup baik dengan beberapa daerah diluar negeri. Seiring di bukanya Terusan Suez, perusahaan mengekspor hasilhasil perkebunan tembakau dari Deli. Perkebunan-perkebunan itu tidak hanya memperkerjakan karyawan dari daerah setempat tetapi juga mengambil secara besarbesaran buruh dari daerah lain terutama orang China dan Jawa. Buruh-buruh tersebut dikontrak dalam waktu yang cukup lama. Para buruh ini diambil dari daerahnya dalam kondisi yang menyedihkan. Tidak ada kepastian nasib untuk masa depan mereka. Para buruh ini juga tidak mungkin untuk melarikan diri karena akan berhadapan dengan hokum di pengadilan. Jika ddihitung dengan anggota keluarganya jumlah para buruh bisa mencapai lebih dari satu juta orang. 44 Awalnya ia merasa senang mendapatkan pekerjaan tersebut, dengan harapan dapat mencicil hutang pada gurunya Horensma dan Engkufonds yang telah membantu pembiayaan studinya. Namun kegelisahan terhadap nasib bangsanya
43 44
Harry. A.Poeze., Op.,Cit.,hal 15 Fahsin M. Fa,al., Op.,Cit. Hal.24.
Universitas Sumatera Utara
dimana ia menyaksikan kekejaman para kapitalis Belanda mengeksploitasi tanah perkebunan dan menyiksa buruh-buruh pribumi bangsanya menyebabkan Tan Malaka memutuskan untuk meninggalkan pekerjaanya sebagai guru. la semakin yakin bahwa system kapitalislah yang melahirkan praktek kolonialisme dan imperialisme sehingga meyebabkan bangsanya terjajah dan di perbudak secara tidak berperikemanusiaan. Ia pun memutuskan meniggalkan kehidupan yang mewah serta perlakuan istimewa untuk selanjutnya menerjunkan diri secara total kedalam gelanggang politik yang penuh dengan bahaya 45. Kekagumannya atas pengalaman kaum Bolsyevik di Rusia mengilhaminya untuk menulis sebuah artikel pertamanya yang berjudul Parlemen atau Soviet telah mengumandangkan dirinya menjadi seorang teori tikus Marxis yang handal. Tulisan ini berisi suatu pandangan teoretis mengenai bentuk pemerintahan, yang membandingkannya dengan teori kiri pada waktu itu dan selanjutnya lebih lengkap dibahas dalam karya visionernya "Naar de Republik Indonesia" (Menuju Republik Indonesia). Di sini ia menyampaikan banyak hal seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan bahkan militer. Bolsyevikisme telah menjadi suluh penerang sekaligus sumber inspirasinya untuk memulai suatu perjuangan mengusir kolonialisme. Tahun 1921 Tan Malaka datang ke Jawa yang saat itu merupakan pusat tumbuhnya pergerakan rakyat dan bertekad untuk terjun ke dalam gelanggang politik pergerakan. Disana Tan Malaka berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional seperi Cokroaminoto, Semaun dan Darsono.Tan Malaka merasa bertemu dengan lingkungan yang tepat, yaitu lingkungan pergerakan. Perkenalannya dengan Semaun (Wakil ISDV dan Ketua Sarekat Islam/SI Semarang) yang kemudian menawarkan Tan Malaka tinggal di Semarang untuk mendirikan sekolah-sekolah yang diperuntukan bagi kalangan proletariat atas sponsor SI Semarang. 46
45 46
Ibid., Hal. 17. Tan Malaka,DPkP I.,Hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
Tan Malaka kemudian mulai mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak anggota SI sekaligus untuk penciptaan kader-kader baru. Langkahnya tersebut didasarkan pada beberapa alasan. Pertama memberi jalan kepada para kebanyakan murid yang rata-rata berasal dari kalangan buruh, tani, pegawaikecil, dan para pedagang kecil untuk mendapatkan pelajaran berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain. Kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulanperkumpulan sebagai upaya mendorong majunya pergerakan. Ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo atau kaum miskin. 47 Untuk keperluan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Mengajari anak-anak kampung, menyebarkan propaganda menjadi aktifitas sehari-harinya. la mengajari anak-anak kecil lagu persatuan kaum komunis sedunia Internasionale. 48 Untuk penggalangan dana
ia berkeliling dari kampung untuk mencari
sumbangan dari penduduk sebagai biaya operasional sekolahnya. Sekolah modelini kemudian tumbuh dengan cepat dan menjadi besar tidak hanya di Semarang tapi juga di Malang dan Bandung yang dikenal dengan nama Sekolah Tan Malaka. Tekadnya untuk bergabung dalam pergerakan kemerdekaan membuatnya bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang notabene adalah partai komunis pertama di Asia yang di dirikan di luar Uni Soviet. Dengan semangat yang berkobar Tan Malaka banyak
mengumpulkan
pemuda-pemuda
komunis,
merencanakan
suatu
pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI untuk menyusun sistem kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, keahlian berbicara, jumalistik serta keahlian mengorganisasikan rakyat. Namun pemerintah kolonial Belanda segera melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu dan 47
Tan Malaka,Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris, Makalah, 2001 dalam .www.briknster.indomarxist.com 48 Hary, Prabowo, op.cit.,Hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
mengambil tindakan tegas bagi pesertanya. Prestasi kerjanya yang gemilang membuat Tan Malaka semakin mendapat kepercayaan dikalangan pimpinan PKI. Maka tak heran ditengah krisis kader dan pemimpin dikalangan PKI tahun 1921 Tan Malaka dipercaya untuk menjadi Ketua PKI menggantikan Semaun yang sedang melawat ke Rusia walau hanya untuk beberapa bulan saja sebelum akhimya dibuang. Awal yang gemilang sekaligus berat ketika ia harus pasang badan dalam situasi
pergerakan.
Langkah
pertama
yang
dilakukannya
adalah
berusaha
mendamaikan perseteruan antara golongan Komunisme dan golongan Islam yang sedang meruncing saat itu yang termanifestasikan dalam perpecahanantara Sl Cokroaminito dan SI Semaun yang notabene beraliran komunis. La menilai hal tersebut bukanlah kontradiksi yang bersifat antagonistik dan perseteruan tersebut hanya akan menguntungkan pihak penjajah yang gemar melakukan politik pecah belah dan adu domba. Baginya berkolaborasi dengan kaum muslimin yang merupakan salah satu elemen revolusioner adalah hal penting dalam menumbangkan kolonialisme di Indonesia. Bahkan dalam Kongres Komunisme Intemasional (Komintem) IV pada tahun 1922. 49. Tan Malaka tetap mempertahankan argumentasinya tentang pentingnya kolaborasi dengan gerakan Pan-Islamisme yang menyebabkannya berseberangan dengan mayoritas elite Komintern. 50 Tan Malaka menolak pandangan Komintem yang bermusuhan dengan Pan Islamisme karena dianggap sebagai kekuatan borjuasi yang oportunis. Tan Malaka menyatakan bahwa potensi revolusioner Islam dinegeri negeri jajahan dan pentingnya bagi kaum komunis untuk bekerjasama untuk mencapai kemerdekaan serta fakta
49
Komintern sebagai singkatan dari Komunisme Intemasional adalah pertemuan kaum komunis sedunia
50
46
Hary.A.Poeze, Op Cit,hal 313-314
Universitas Sumatera Utara
bahwasanya kebanyakan orang Islam adalah kaum pekerja dan kaum tani, satu keberanian sikap dari Tan Malaka. 51 Keterlibatanya dalam gerakan-gerakan melawan kaum kolonial Belanda seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat Vakcentral. Revolusioner seperti VSTP dan aksi-aksi pemogokan kaum buruh, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh. Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh"....Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pemyataan simpati, apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan di berhentikan akan di dorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner." 52 Konsekuensi dari aktifitas politiknya adalah hal yang lazim bagi para tokoh pergerakan saat itu yakni dibunuh, ditangkap ataupun dibuang. Pada tanggal 13 Februari 1922 Tan Malaka ditangkap polisi kolonial dengan alasan melakukan tindakan-tindakan berbahaya yaitu menggerakan aksi-aksi buruh yang gencar dan dianggap mengganggu Rest en Orde (keamanan dan ketertiban) bagi pemerintahan Belanda . Bulan Maret 1922 ia dibuang ke Belanda. 53 Politik pembuangan adalah politik yang dilakukan pemerintah Kolonial Belanda untuk memisahkan tokoh-tokoh pergerakan dengan massanya. Ini adalah pembuangan pertama Tan Malaka sebagai seorang aktivis pergerakan. 54 Tempat di mana Tan Malaka mengajar sangat dekat dengan wilayah perkebunan yang dikelola Belanda. Pada saat itulah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana menderitanya para petani yang ditindas oleh tuan tanah 51
lbid, Hal. 316. Tan Malaka, Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris, Op.cit, Hal. 4. 53 Rest enOrdeadalah aturandari pemerintahkolonialBeianda untuk meredam pergerakan-pergerakan rakyatyang saat itu bermuncuian- Konsekuensi dariaturan ini adalah pembuangan bagi setiap pemimpin atau aktifisgerakan yang merupakanrekayasa pihak kolonialuntuk memisahkanmereka denganmassa rakyat 54 Tan Malaka,Tunduk Kepada Kekuasaan, Tetapi Tidak Tunduk Kepada Kebenaran!, 52
Universitas Sumatera Utara
dan para pengawas perkebunan milik kompeni tersebut. Dari situ, semangat juangnya terpanggil. Ia kemudian memutuskan untuk memulai aksi perjuangannya melawan kolonialis Belanda yang sudah menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Pada tahun 1921 ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan para anggota Sarekat Islam faksi komunis. Sarekat Islam faksi komunis inilah yang kemudian berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedekatannya dengan tokoh PKI membuat gerak-geriknya masuk daftar pengawasan Belanda. Maklum, PKI pada saat itu adalah organisasi yang paling keras melawan Belanda. Di PKI, karirnya meningkat dengan pesat. Kemampuan orasi dan pemahaman Tan Malaka yang luas di berbagai bidang membuatnya tidak kesulitan untuk meraih banyak simpati atau pengikut. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan, di antaranya pemogokan buruh kereta api, pendirian berbagai kursus kepemudaan dan rapat-rapat umum. Tapi sayangnya, pada Januari 1922, ia kemudian ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Kupang. Dua bulan kemudian ia dibebaskan tetapi diusir dari Indonesia. Sejak saat itu petualangannya dimulai. Pertama-tama ia pergi ke Berlin, Jerman. Di sana ia berusaha menjalin komunikasi dengan para tokoh antiimperialisme dari banyak negara. Kemudian ia diterima bekerja di Komintern, sebuah federasi partai-partai komunis sedunia yang pada waktu itu berada di bawah kendali Joseph Stalin, pemimpin tertinggi Uni Soviet. Banyak petinggi Komintern yang kemudian memusuhinya. Ini karena perbedaan pandangan antara Tan Malaka dan para petinggi Komintern lain. Mayoritas tokoh Komintern menilai gerakan Islam sebagai penghalang dan juga sisasisa feodalisme yang harus dibasmi, sedang Tan Malaka sangat tidak setuju. Ia bahkan menilai gerakan Islam sebagai kawan seperjuangan untuk memusnahkan kapitalisme dan kolonialisme. Atas perbedaan itulah ia kemudian dipecat dari Komintern. Selanjutnya ia menjadi buronan, tidak hanya oleh para polisi Belanda, tetapi juga kaki tangan Komintern. Tan kemudian berpindah dari satu negeri ke
Universitas Sumatera Utara
negeri lain dengan lusinan nama samaran. Ia pernah menjadi pengajar di Shanghai, Cina. kemudian menjadi pengawas sekolah di Singapura. Ia juga turut andil dalam mendirikan partai komunis Filipina. Hampir setiap hari ia hidup dalam bayangbayang penangkapan. Tetapi karena Tan Malaka seorang yang cerdas dan berani, Ia selalu dapat meloloskan diri. 55 II.3. Masa Pembuangan dan Pelarian Setibanya di Belanda bulan April 1922 ia mendapatkan sambutan hangat dari Partai Komunis Belanda (CPH). Bersamaan dengan waktu pemilihan umum di Belanda ia di minta untuk ikut berkampanye dan juga dicalonkan sebagai anggota Parlemen Belanda menempati nomor urut tiga. Sambutan masyarakat Belanda atas kampanye politik Tan Malaka dilaporkan sangat apresiatif namun karena CPH hanya mendapatkan jatah suara untuk dua kursi saja maka Tan Malaka gagal menjadi anggota Parlemen Belanda. 56 Pada tahun yang sama, Tan Malaka menghadiri Kongres Komunis Intemasional (Komintem) IV di Moskow, la ditugaskan sebagai wakil Komintem untuk wilayah Asia Tenggara yang meliputi Burma, Siam, Annam, Filipina, Malaysia dan Indonesia. Selanjutnya hidupnya diwarnai dengan pengembaraan dan pelarian dari polisi rahasia kaum kolonial dari satu negeri ke negeri lainya. la pun sempat bertemu dengan berbagai tokoh pergerakan yang disegani di Asia seperti Dr. Sun Yat Sen yang dinilainya berpikir dengan cara borjuis kecil yang tidak percaya pada kekuatan massa untuk melakukan perubahan. Di akhir tahun 1924 ia menghadiri Konferensi Buruh Angkutan Pasifik yang dihadiri oleh sejumlah utusan termasuk Alimin
dan
Budi
Sutjitro.
Hasil
dari
konferensi
ini
adalah
bagaimana
55
http://mediapublica.co/2013/07/04/tan-malaka-bapak-republik-yang-terlupakan/ diunduh tanggal 26 Oktober 2013, Pukul 12.37. 56 Hary.Prabowo, 2008. Perspektif Marxisme Pergulalan Teori dan Praksis Menuju Republik, 2008, Hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
menyambungkan mata rantai perjuangan revolusi nasional di Asia dengan perjuangan revolusi proletariat di negara-negara Barat (Eropa dan Amerika) . 57 Tan Malaka diangkat sebagai Ketua Biro Buruh lalu lintas Asia dan memimpin majalah berbahasa Inggris bemama "The Dawn". 58
Tan Malaka pun
kemudian menetap di Canton untuk beberapa waktu. Namun lagi-lagi dengan alasan kesehatan Tan Malaka disarankan untuk tinggal didaerah khatulistiwa yang hawanya cocok untuk tubuhnya. Bulan Juni 1925 , ia masuk menyusup ke Filipina menumpang kapal samudra. Disana Tan Malaka tinggal disekitar Manila tepatnya di Santa Mesa menetap disalah seorang kenalannya dengan nama samaran Elias Fuentes. 59 Walaupun menetap di negeri orang totalitas perjuangan Tan Malaka pada masalah-masalah pergerakan nasional untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia tidak diragukan sejak awal. Pada esensinya pemikiran-pemikiran dan perjuangan Tan Malaka terpusat kepada tujuan bagaimana memerdekakan bangsanya sekaligus merombak secara total seluruh tatanan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Jauh hari sebelum Sukarno menulis Indonesia Menggugat tahun 1932 yang berisi arti penting kemerdekaan bagi bangsa Indonesia atau Hatta dengan Ke arah Indonesia Merdeka tahun 1930, Tan Malaka sudah menulis pamflet berjudul Naar De Republic (Menuju Republik Indonesia) sebagai satu konsepsi menuju kemerdekaan Indonesia yang terbit pertama kali di Kowloon Cina, April 1925 semasa pembuanganya. Dalam buku ini ia menuliskan progam-program untuk mencapai atau berdirinya Republik Indonesia yang menyangkut berbagai macam bidang seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan bahkan militer. Program-program itu
57
Hary.Prabowo. Ibid., Hal .9. Ibid. hal 20 59 Tan Malaka,DPkP I,hal 111-116 58
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya diperuntukan untuk PKI yang dianggap sebagai partai yang mampu menjadi pelopor penggerak revolusioner cita-cita kemerdekaan Indonesia. 60 Ketegasan sikapnya terhadap praktek kolonialisme Belanda tercermin dalam buku tersebut : ".....Kami kaum Komunis Indonesia tak akan dapat menggantungkan politik kami melulu pada pengharapan, agar negeri-negeri kapitalis di dunia runtuh terlebih dahulu. "Jika kapitalisme kolonial di Indonesia besok atau lusa jatuh, kita harus mampu menciptakan tata tertib baru yang lebih kuat dan sempurna di Indonesia…" Dalam konsepsi Menuju Republik Indonesia adalah revolusi kelas sebagai jalan yang dipilih menuju kemerdekaan Indonesia adalah bukan tanpa sebab. Menurutnya revolusi adalah jalan terbaik untuk mengusir kolonialisme dan imperialisme dari Indonesia. Selain itu pula bangsa Indonesia belum memiliki riwayat sendiri selain riwayat perbudakan baik perbudakan dalam bentuk feodalisme (oleh bangsa sendiri) ataupun perbudakan oleh bangsa asing lewat penjajahan. Maka revolusi dianggap sebagai jalan terbaik, karena itu Revolusi Indonesia karena memiliki dua tujuan yaitu mengusir Imperialisme Barat dan mengikis sisa-sisa feodalisme. Implikasinya, jika revolusi tersebut berhasil di wujudkan maka Indonesia akan memiliki sejarah baru. 61 Buku kecil ini segera menjadi bahasan oleh studi-studi klub, kelompokkelompok debat termasuk studi klub yang dipimpin Sukamo dan Ir. Anwari. Di katakan saat itu Sukamo selalu membolak-balik, mencorat-caret dan membawa kedua buku itu, kenang Sayuti Melik yang saat itu bersama Sukarno. Gagasan-gagasan visioner Tan Malaka memberikan inspirasi luas di kalangan aktifis pergerakan saat itu dan menguatkan keyakinan bahwasanya kemerdekaan 100% bukanlah hal yang mustahil. Sebagai seorang tokoh Komintem ia punya peranan yang cukup signifikan
60 61
Tan Malaka. 2000Menuju Republik Indonesia, Jakarta. Komunitas Bambu. Jakarta. hal10 Tan Malaka, 1962 Menudju RepublikIndonesia, DJakarta, Jajasan Massa, Hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
bagi perkembangan gerakan komunis di Indonesia. la tidak Cuma berhak untuk memberi usul-usul dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern berjalan seperti yang telah ditentukan di Moskow. Dengan demikian sebenarnya
tanggung-jawabnya sebagai
wakil
Komintem lebih
berat
dari
keanggotaannya di PKI. Namun perbedaan pendapat mengenai soal rencana pemberontakan PKI yang diputuskan dalam Konferensi Prambanan pada 25 Desember 1925 menyebabkan tegangnya hubunganya dengan para pimpinan teras PKI. Menyikapi proposal pimpinan teras PKI yang memutuskan untuk segera melakukan pemberontakan kontan ditanggapi Tan Malaka dengan ketidak sepakatan. Ketidak sepakatan Tan Malaka didasarkan pada pendapat bahwasanya kesadaran kelas buruh belum cukup tinggi dan masih terlalu dini untuk berhadapan secara frontal. Pendeknya ia mengungkapkan bahwa kondisi subyektif partai belum cukup kuat dan kondisi obyektif yang belum mendukung. Disamping itu pula rencana tersebut belum dikonsultasikan dengan Komintern sebagai sentral kepemimpinan komunis sedunia. Kecelakaan sejarah tak dapat dihindarkan, apa yang terjadi pada akhir tahun 1926- awal 1927, merupakan suatu perlawanan umum pertama terhadap diktator Belanda, perjuangan bersenjata pertama yang bertujuan bukan lagi untuk mencegah kekuasaan kolonial bercokol, tapi untuk menggulingkan dan menggantikannya dengan suatu kekuasaan baru yang berasal dari rakyat yang terhisap. Kendati pemberontakan itu telah dipersiapkan selama beberapa bulan oleh PKI, namun akhimya pemberontakan itu gagal atau tepatnya merupakan kegagalan total dari para pimpinan partai. Sampai disitu apa yang diramalkan oleh Tan Malaka benar-benar terbukti, pemberontakan PKI 1926 yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
singkat dapat dipatahkan oleh Belanda. 62 Akibatnya sekitar 13.000 pejuang politik ditangkap dan ditahan, dengan 5.000 diantaranya di adili dan dihukum (16 orang diantaranya di hokum mati dan digantung), serta sekitar 1.000 orang dibuang tanpa di adili ke Irian Barat dalam suatu kamp konsentrasi yang khusus dibuat untuk itu. Namun yang terberat adalah segera dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial Belanda . Perjuangan nasional mendapat pukulan yang sangat berat serta pelajaran berharga tentang perjuangan mengusir kolonialisme. Ditubuh PKI pun mengalami kehancuran serius yang diakibatkan ditangkapnya hampir semua tokoh utama PKI. Tan Malaka yang sejak awal tidak sepakat dengan pemberontakan tersebut dianggap sebagai pengkhianat, dicap Trotskys dan dituduh sebagai biang keladi kegagalan pemberontakan. Berbagai kecaman dialamatkan pada Tan Malaka dan hal tersebut membuat Tan Malaka memutuskan untuk keluar dari PKI. Tan Malaka pun kemudian menulis sebuah Pamflet berjudul Massa Actie yang menjelaskan tentang pentingnya peranan massa yang terdidik dan sadar untuk melahirkan kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka amat menekankan bahwa Revolusi Indonesia hanya mungkin terjadi dan berhasil jikalau didukung oleh massa rakyat yang tersusun atau terorganisasi. 63 Pamflet yang sesungguhnya merupakan kritik terhadap pemberontakan PKI yang gagal ini ditulis dan dicetak pertama kali di Manila tahun 1926 dan segera disusul dengan pamflet lainya berjudul Semangat Muda yang dicetak di Singapura pada tahun yang sama. Tan Malaka yang saat itu berada diluar negeri, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok Thailand. Bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) yang menolak berkoordinasi dengan Komintern.
62
Jacques,Leclerc, Aliran Komunis Sejarah dan Penjara,Makalah diterbitkan dalam Majalah Prisma tahun 1983, Hal. 4. 63 Tan Malaka,Menuju Republik Indonesia,op.cit hal 40
Universitas Sumatera Utara
Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memutuskan untuk memisahkan diri dan memutuskan hubungan dengan PKI. Dokumen-dokumen yang diumumkan PARI menyatakan bahwa partai itu independen dari Komintern. Nama Partai dan program-program PARI diambil dari Pamflet Menuju Republik Indonesiayang diterbitkan Tan Malaka dua tahun sebelumnya. PARI disiapkan menjadi partai pelopor yang dibangun dari bawah tanah untuk memimpin jalanya Revolusi Indonesia menggantikan peran PKI pasca pemberontakan 1926. Selanjutnya sejarah gerakan kiri di Indonesia di warnai dengan fragmentasi antar golongan dan faksi yang memperburuk soliditas di kalangan gerakan rakyat. Namun PARI, yang dimaksudkannya sebagai kendaraan untuk menuju Revolusi Indonesia yang dicita-citakanya, tidak sempat berakar luas di Indonesia. Dua orang pendiri lainnya yang notabene adalah tangan kanan Tan Malaka, Subakat dan Djamaluddin Tamim tertangkap. Menariknya pada tahun 1928 Tan Malaka justru diangkat kembali oleh Komintern sebagai salah seorang agennya untuk Asia Tenggara. Saat itu, Komintern belum mengetahui tentang kegiatan Tan Malaka dan PARI. Selanjutnya sejak tahun1927 sampai 1932 kegiatan politik Tan Malaka semakin terhambat. Tan Malaka Lebih sering berada dalam pengejaran intel Imperialis Belanda, Inggris dan Amerika dan praktis terputus hubungannya dengan teman-temannya atau boleh di katakan bergerak sendiri. Sewaktu ia memasuki Hongkong dari Shanghai pada tahun 1932, dalam perjalanan menuju Birma sebagai agen Komintem, Tan Malaka ditangkap Inggris dan ditahan selama beberapa minggu. Penangkapan Tan Malaka di Manila juga menimbulkan kegemparan dimanamana, seluruh aktivis pergerakan kemerdekaan Filipina memberikan pembelaan terhadapnya. Pers Nasional, Parlemen bahkan Presiden pertama Republik Filipina Manuel Quezonikut sibuk membela Tan Malaka. Tan Malaka dianggap sebagai martir kemerdekaan Indonesia dan dianggap sejajar dengan Dr. Joze Rizal pahlawan
Universitas Sumatera Utara
kemerdekaan Filipina. Sesudah dilepas,ia kembali ke Cina, disana ia menghidupi dirinya dengan mendirikan sekolah bahasa asing sampaitahun 1937. Dia terpaksa lari lagi sewaktu Jepang menyerang kota itu. Ia menyingkir ke Singapura, menyamar sebagai guru Sekolah Menengah Tinggi Singapura sampai tahun 1942. 64 Sementara itu, Komintern dan orang-orang Komunis Indonesia yang telah mengetahui tentang PARI dan itu dengan sendirinya merespon dengan keras dengan menjelaskan kepada rakyat siapa Tan Malaka yang sebenarnya. Untuk kelompok Komunis Indonesia di Eropa, yang baru mengetahui bahwa PARI-nya Tan Malaka telah menyatakan independensinya dari Internationale Communiste, PARI tidak boleh dianggap sebagai PKI bentuk baru jadi harus dicegah jangan sampai golongan Komunis Indonesia bergabung di sekitar Tan Malaka, dan untuk itu partai harus dibangun kembali sambil melakukan hubungan dengan Komintern. Misi itulah yang pada tahun 1935 dipercayakan kepada Musso, anggota pimpinan PKI yang berada di Eropa pada saat meletusnya peristiwa 1926-1927, dan yang menggantikan Semaun di Belanda. Misi tersebut kemudian mendapat perlawanan dari para pendukung Tan Malaka, diluarnegeri dan juga di Indonesia,yang menyatakan bahwa PKI sudah mati dan bahwa PARI adalah ahli warisnya. 65 Tan Malaka dikecam habis-habisan, antara lain oleh tokoh PKI Musso, yang berhasil masuk Indonesia dari Moskow tanpa diketahui Belanda. Tan Malaka yang pemah menjadi ketua PKI dan agen Komintem,kinimenjadimusuh utama PKI. BagiMusso seorang pimpinan PKI, PKI tetap ada dan PARI hanyalah merampas. Namun Kejaksaan Belanda tidak ambil pusing terhadap perbedaan itu, bagi mereka semua itu adalah "Komunis","Ekstrimis yang berbahaya" dan jalan keluamya adalah membuang mereka ke Irian tanpa diadili bagi siapa saja yang berhasil ditangkap.
64 65
Tentang Tan Malaka,PARI dan perjalananya ditahun-tahun tersebut, lihat Poeze,op cit Bab X dan XI Jacques, Leclerc, op cit, Hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun Tan Malaka lebih sering berada dalam pengasingan ataupun pelarian tapi ia hadir lewat pikiran-pikiranya dalam kancah pergerakan nasional. Cerita tentang sosok Tan Malaka saat itu dilukiskan lewat sebuah novel berjudul Pacar Merah Indonesia cerita saduran dari The Scarlet Pimpernet karangan Baroness Orczy yang menceritakan kisah Sir Percy Blakeney dan Revolusi Perancis. Nove setengah fiksi tersebut semakin menimbulkan rasa kagum rakyat Indonesia terhadap sosok pejuang Tan Malaka. II.4.Masa Kembalinya Tan Malaka ke Indonesia Saat kembali lagi ke Indonesia tahun 1942 setelah 20 tahun dalam pelarian diluar negeri, Jepang sudah mendarat dan berkuasa. Semenjak meninggalkan Bangkok (1927), kecuali hubungan surat-menyurat yang terbatas dan kemudian terputus. Tan Malaka menjadi seorang pejuang revolusioner yang kesepian, tetapi juga tetap setia pada cita-cita revolusi dan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu ia masih belum keluar dengan nama aslinya, llyas Husein adalah nama samaran yang dipakainya. Pengalaman pahitnya sebagai buronan politik di luar negeri menyebabkan-nya merasa masih perlu menyembunyikan identitas. Ia tinggal dalam kehidupan serba kekurangan di Radjawati dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan. la berkonsentrasi menulis sebuah karya terpentingnya : MADILOG (Materialisme Dialektika dan Logika) buku yang ditulis sejak 15 Juli 1942 sampai 30 Maret 1943. Buku yang mengajak dan memperkenalkan kepada Bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah, meninggalkan segala macam bentuk takhayul dan cara berpikir hafalan yang menyebakan seseorang menjadi dogmatis. MADILOG yang kemudian dianggap sebagai karya terbaik peninggalanya dibuat dengan harapan agar rakyat Indonesia dapat berpikir secara logis, materialistik, dialektik dan memandu revolusi kaum proletariat Indonesia. Tujuan dari uraian semacam ini, seperti dikemukakannya berulang kali, adalah untuk mengubah pandangan dunia banyak komunitas di Indonesia yang berdasarkan kegaiban. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itulah, materialisme Tan Malaka bukanlah pertama-tama propaganda pro kebendaan, melainkan lebih merupakan kampanye anti-mistifikasi yang menjadi pandangan dominan masyarakat Indonesia. Kekejaman fasis Jepang tambah memuakan hatinya ketika ia menyaksikan sendiri di pertambangan Bayah, Banten. Tan Malaka kembali menyaksikan, sebagaimana pemah dialaminya di perkebunan Senembah dulu, pengeksploitasian bangsanya oleh Jepang, kekuasaan Imperialis baru. Tan Malaka melihat sendiri kondisi yang amat menyengsarakan, kaum Romusha yang dipekerjakan Jepang secara paksa. Hal ini tentunya semakin memperkuat keyakinannya tentang keperluan adanya aksi massa untuk melahirkan revolusi. Ia mulai mencium posisi Jepang yang semakin terdesak akibat Perang Dunia II akan membuat cita-cita kemerdekaan Indonesia semakin dekat. Tan Malaka kemudian membangun komunikasi dengan para pemuda pejuang saat itu, memberikan
informasi-informasi
terbaru
dan
perkembangan
perjuangan
kemerdekaan. Kehadiranya semakin meningkatkan semangat dan gairah perjuangan kemerdekaan. Dia pun sempat menulis Manifesto Jakarta di tahun 1945 yang berisi tentang ikhwal kedatanganya, perjalanan selama pelarianya serta gambaran tentang penjajahan Jepang serta tentara sekutu yang ia katakana sebagai Imperialisme yang siap masuk setiap saat. Diakhir masa pendudukan Jepang ia mulai sering menjalin kontak dengan para tokoh pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, Adam Malik, Maruto, Pandu Kartawiguna dan lain-lain. Para pemuda itu lah yang kelak berperan besar dalam "Peristiwa Rengas dengklok" untuk mendesak para tokoh seperti Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Potret misterius tentang pejuang revolusioner Tan Malaka dilukiskan Adam Malik dalam bukunya Riwayat Proklamasi Agustus 1945. Dimana pada suatu Maghrib tanggal 14 Agustus 1945,
Universitas Sumatera Utara
datanglah seorang tua berpakaian kumuh, bercelana hitam pendek dan topi ditanganya ke rumah Sukarni. Ia memperkenalkan diri sebagai wakil pemuda dari Bayah-Banten dan mengajak Sukarni berdiskusi panjang situasi intemasional pada waktu itu. Sukarni yang terkejut karena pandangan-pandangan yang diberikan amat sesuai dan sejalan dengan semangat revolusioner dikalangan kaum muda saat itu. Orang tua yang dikemudian hari membuka identitasnya tersebut ternyata adalah Tan Malaka. Ia menekankan agar para pemuda untuk bersiap bersama rakyat menghadapi peperangan dan segala konsekuensi dari kemerdekaan. Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia dalam suatu upacara yang singkat dan terburu-buru di pekarangan rumah Soekarno di Jakarta, Hadirinnya terbatas pada sejumlah kecil perintis. Langkah ini dianggap tepat setelah mendapat desakan dari kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan setelah mendengar kabar tentang menyerahnya Jepang kepada sekutu. Setelah proklamasi bukan berarti Indonesia telah merdeka sepenuhnya, Belanda kembali ingin menguasai Indonesia. Berbagai perundingan politik dan perang masih terus berlangsung. Namun perkembangan politik saat itu dimana Pemerintahan Kabinet Syahrir lebih memilih jalan diplomasi dengan Belanda menyebabkanya kecewa. Ketidak setujuannya didasarkan pada konsepsi bahwa untuk mencapai kemerdekaan adalah hasil jerih payah perjuangan rakyat bukan atas konsesi hasil diplomasi dan proses diplomasi hanya akan membuat pihak sekutu lebih leluasa untuk mengkonsolidasikan kekuatanya di Indonesia. Pamflet Syahrir yang berjudul Perdjoeangan Kita yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan pada tanggal 10 November 1945 langsung dibahas lewat tulisan Tan Malaka yang berjudul Moeslihat, Politik dan Rentjana Ekonomi yang berisi tentang Trilogi Revolusi Indonesia sebagai panduan praktis dari konsep awal Menuju Indonesia Merdeka 100% yang dicitacitakannya.
Universitas Sumatera Utara
Tan Malaka sama sekali menolak pandangan Syahrir yang mencerminkan keragu-raguan tentang proses revolusi demokratis yang sedang berjalan dengan bersikap lembek terhadap Amerika Serikat dan Inggris. Jalan Syahrir yang mengedepankan diplomasi yang lihai dan fleksibel dianggap tidak sesuai dengan kondisi semangat massa yang sedang bergelora setelah Proklamasi Kemerdekaan. Tulisan ini mendapatkan respon positif dari kalangan pemuda dan gerakan bawah tanah yang konsisten untuk terus berjuang mengusir Belanda. Apalagi setelah peristiwa pertempuran bersejarah di Surabaya 10 November 1945 dimana para pemuda dan rakyat secara berani dan sukarela mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ketidak sepahamanya dengan pilihan strategi pemerintah yang kompromis berujung pada pilihan untuk mendirikan suatu organisasi berbentuk front untuk mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang menolak kebijakan kompromis pemerintah. Tan Malaka memandang kondisi demikian menyebabkan kondisi Indonesia menurutnya sudah terpinggir dan semakin terdesak
Tanggal 15 Januari dengan dukungan dari para pemuda seperti Sukarni,
AdamMalik, Chairul saleh, Pandu Wiguna dan Maruto Nitimiharjoia mendirikan Persatuan Perjuangan (PP) suatu bentuk oposisi atas dasar solidaritas nasional yang menginginkan segala bentuk perundingan dengan Belanda dibatalkan dan segera menasionalisasikan aset-aset asing. Persatuan Perjuangan (PP) mendapatkan dukungan luas dari 141 organisasi, termasuk hampir semua partai politik dan organisasi militer. Tak terkecuali Jenderal Sudirman pun hadir untuk memberikan dukunganya dengan mengatakan lehih baik di atoom sama sekali dari pada tidak merdeka 100%. Persatuan Perjuangan (PP), secara resmi menjadi oposisi bagi pemerintah dan juga bagi Sukarno tentunya. Program Minimum Persatuan Perjuangan (PP), segera mendapatkan sambutan luas dari kalangan rakyat yang sedang dalam masa pasang revolusi. Semboyan Merdeka 100%,
Universitas Sumatera Utara
Diplomasi! Bambu Runcing! Tidak Ada Kompromi Dengan Penjajah! Mendapatkan respons dihati rakyat. Hebatnya menurut Muhamad Yamin Program minimum sampai dengan nama Persatuan Perjuangan diambil dari pidato Tan Malaka ,yaitu : “1. Berunding atas dasar pengakuan Kemerdekaan 100% 2. Pemerintahan Rakyat (dalam arti: kemauan Pemerintah sesuai dengan kemauan Rakyat) 3. Tentara Rakyat (dalam arti: kemauan Tentara sesuai dengan kemauan Rakyat) 4. Menyelenggarakan Tawanan Eropa 5. Melucuti senjata Jepang 6.Menyita hak dan milik musuh 7. Menyita perusahaan (pabrik, bengkel dan lain-lain) dan pertanian (perkebunan, pertambangan, dan lain-lain).” Tan Malaka kemudian terpilih menjadi salah seorang dari 11 anggota sub komite yang bertugas untuk menyempumakan organisasi. Gerakan politik Tan Malaka bersama Persatuan Perjuangan tidak sebatas memboikot seluruh kebijakan diplomasi pemerintah seperti Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville. Tan Malaka juga mengarahkan pada suatu bentuk revolusioner tanpa kompromi untuk mengusir penjajah sampai ke akar-akamya. Kondisi demikian menyebabkan meningkatnya suhu rivalitas politik dikalangan pimpinan nasional saat itu. Saling tangkap dan culik antar tokoh terjadi. Sebagai contoh Sutan Syahrir pernah diculik seorang perwira muda bemama Abdul Kadir Jusuf pada tanggal 25 Juni 1946 atas izin atasanya Mayor Jenderal Sudarsono di Gedung Javasche Bank di Surakarta karena Syahrir dinilai sebagai penghianat Revolusi Nasional Agresi Militer Belanda kedua tanggal 19 Desember 1948 menyebabkan parapejuang Republik harus
Universitas Sumatera Utara
menyingkir ke pedalaman. Bulan Februari 1949 Tan ditangkap bersama tentara Republik di Desa Mojo untuk kemudian dibawa sampai kedekat Sungai Brantas. Dan pada 19 Februari 1949 ia ditembak ditepian Sungai Brantas, Dengan luka disekujur tubuhnya, mayat pejuang sejati itu dibuang begitu saja ke Sungai Brantas tempat kuburan sekaligus batu nisan abadinya. Mayatnya hilang tanpa jejak dan gemuruh revolusi telah memakan anak-anaknya sendiri.
Universitas Sumatera Utara