17
BAB II BIOGRAFI AL - GHAZALI
A. Riwayat Hidup al-Ghazali Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi as-Syafi'i al-Ghazali. Secara singkat dipanggil al-Ghazali atau Abu Hamid al-Ghazali.1 Dan mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-Ghazali Hujatul Islam.2 Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah beliau adalah tukang pintal benang wol. Sedang yang lazim ialah Ghazali (satu z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya.3 Beliau lahir di Thus, Khurasan, Iran,4 dekat Masyhad sekarang, pada tahun 450 H/1058 M. Beliau dan saudaranya, Ahmad, ditinggal yatim pada usia dini. Pendidikannya dimulai di Thus. Lalu, al-Ghazali pergi ke Jurjan. Dan sesudah satu periode lebih lanjut di Thus, beliau ke Naisabur, tempat beliau menjadi murid al-Juwaini Imam al-Haramain hingga meninggalnya yang terakhir pada tahun 478 H/1085 M. Beberapa guru lain juga disebutkan, tapi kebanyakan tidak jelas. Yang terkenal adalah Abu Ali al-Farmadhi.5 Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar "Pembela Islam" (Hujjatul Islam), "Hiasan Agama" (Zainuddin), "Samudra yang Menghanyutkan" (Bahrun Mughriq), dan lain-lain.6 Riwayat hidup dan pendapat-pendapat beliau telah banyak diungkap dan dikaji oleh para pengarang baik dalam bahasa Arab, bahasa Inggris maupun bahasa dunia 1
M. Sholihin, Epistimologi Ilmu Dalam Sudut Pandang al-Ghazali, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), Cet. 1., hlm. 20. 2 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan Dari al-Ghazali, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 7. 3 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), Cet. 1., hlm. 9. 4 Imam Ghazali Sa'id, Silsilat Al-Muallifat al-Ghazali (2) Matnu Bidayat Al-Hidayat fi AtTawassuth Bainal Fiqh wa Tasawuf lil Imam Hujjatul Islam Abi Hamid al-Ghazali, (Surabaya : Diyantara, T. Th.), hlm. ن 5 M. Amin Abdullah, The Idea of University of Ethical Norms in Ghazali and Immanuel Kant, (Turkiye Diyanet Vakfi : Ankara, 1992), hlm. 9-10. 6 Abidin Ibnu Rusn, Op. Cit., hlm. 9.
18
lainnya, termasuk bahasa Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi para pemikir generasi sesudahnya dapat mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan pemikiran-pemikiran baru.7 Dalam pengantar Ihya' Ulumuddin disebutkan bahwa :
,ﻰ ﻼ ِﻣ ﱢ َﺳ ْ ﻼ ِم اْﻟ ِﻔ ْﻜ ِﺮاْﻹ َﻋ ْ ﻦأ ْ ﻋ ْﻠﻤًﺎ ِﻣ ِ ي ﺠ ِﺮ ﱡ ْ ﺲ اْﻟ ِﻬ ُ ن اْﻟﺨَﺎ ِﻣ ُ ﺐ اْﻟ َﻘ ْﺮ َ ﺠ َ َو َﻗ ْﺪ أ ْﻧ 8
.ﺤﻤﱠ ْﺪ اﻟ َﻐﺰَاﻟِﻰ َ ﻦ ُﻣ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ا ْﺑ َ ﻦ ُﻣ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﻼ ِم أ ُﺑ ْﻮ ﺣَﺎ ِﻣ ْﺪ ُﻣ َﺳ ْ ﺣﺠﱠ ُﺔ اْﻹ ُ ُه َﻮ
"Pada abad ke 5 H lahirlah beberapa ilmu dari pemikir Islam, yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad alGhazali." Sebelum meninggal ayah al-Ghazali berwasiat kepada seorang ahli tasawuf temannya, supaya mengasuh dan mendidik al-Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah ayahnya meninggal, maka hiduplah al-Ghazali di bawah asuhan ahli tasawuf itu.9 Harta pusaka yang diterimanya sedikit sekali. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain bulu (wol), disamping itu, selalu mengunjungi rumah para alim ulama, memetik ilmu pengetahuan, berbuat jasa dan memberi bantuan kepada mereka. Apabila mendengar uraian para ulama itu maka ayah al-Ghazali menangis tersedu-sedu seraya memohon kepada Allah SWT kiranya beliau dianugerahi seorang putra yang pandai dan berilmu. Pada masa kecilnya al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqh di negerinya sendiri pada Syeh Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Kemudian pergi ke negeri Jurjan dan belajar pada Imam Ali Nasar al-Ismaili. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negeri tersebut, berangkatlah al-Ghazali ke negeri Nisapur dan belajar pada Imam al-Haramain. Disanalah 7
Ibid., hlm. 1. Badawi Thaba'i, Ihya 'Ulumuddin Lil Imam al-Ghazali ma'a Muqaddimah fi al-Tasawuf al-Islamiyyi wa Dirasati Tahlilihi Lisyahsiyati al-Ghazali wa falasifatihi fi al-Ihya, Juz I, (T.T : Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyah, T.Th.), hlm. 7. 9 Al-Ghazali, Ihya' al-Ghazali, Jilid I, (Surabaya : Faizan, 1969), Cet. 4., hlm. 18. 8
19
mulai kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu, seperti ilmu Mantik (logika), Filsafat dan Fiqh Mazhab Syafi'i.10 Setelah Imam al-Haramain wafat, lalu al-Ghazali berangkat ke alAskar mengunjungi menteri Nizamul Mulk dari pemerintahan Dinasti Saljuk. Beliau disambut dengan kehormatan sebagai seorang ulama besar. Kemudian dipertemukan dengan para alim ulama dan pemuka-pemuka ilmu pengetahuan. Semuanya mengakui akan ketinggian dan keahlian al-Ghazali.11 Pada tahun 484 H/1091 M, beliau diutus oleh Nizamul Mulk untuk menjadi guru besar di madrasah Nizhamiyah, yang didirikan di Baghdad. Beliau menjadi salah satu orang yang terkenal di Baghdad, dan selama empat tahun beliau memberi kuliah kepada lebih dari 300 mahasiswa. Pada saat yang sama, beliau menekuni kajian Filsafat dengan penuh semangat lewat bacaan pribadi dan menulis sejumlah buku.12 Atas prestasinya yang kian meningkat, pada usia 34 tahun beliau diangkat menjadi pimpinan (rektor) Universitas Nizhamiyah. Selama menjadi rektor, beliau banyak menulis buku yang meliputi beberapa bidang Fiqh, Ilmu Kalam dan buku-buku sanggahan terhadap aliran-aliran Kebatinan, Ismailiyah dan Filsafat.13 Al-Ghazali telah mengarang sejumlah besar kitab pada waktu mengajar di Baghdad, seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz dan Al-Khalasah Fi Ilmil Fiqh. Seperti juga kitab-kitab Al-Munqil Fi Ilmil Jadl, Ma'khudz AlKhilaf, Lubab Al-Nadhar, Tahsin Al-Maakhidz dan Mabadi' Wal Ghāyat Fi Fannil Khilaf. Sekalipun mengarang beliau tidak lupa berpikir dan meneliti hal-hal dibalik hakikat. Beliau tidak ragu-ragu mengikuti ulama yang benar, yang tidak seorangpun berpikir mengenai kekokohan kesahannya atau untuk meneliti sumber pengambilannya. Pada waktu itu beliau juga mempelajari
10
Ibid. Ibid 12 M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam, (Terj). Hamzah, (Bandung : Mizan, 2002), Cet. I, hlm. 29. 13 Abidin Ibnu Rusn, Op. Cit., hlm. 11 – 12. 11
20
ilmu-ilmu yang lain.14 Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di Universitas Nizhamiyah. Setelah itu beliau mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi akidah dan semua jenis ma'rifat. Secara diam-diam beliau meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun sahabat dosen seuniversitasnya. Al-Ghazali berdalih akan pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian, amanlah dari tuduhan bahwa kepergiannya untuk mencari pangkat yang lebih tinggi di Syam. Pekerjaan mengajar ditinggalkan dan mulailah beliau hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang beliau tempuh.15 Pada tahun 488 H, beliau mengisolasi diri di Makkah lalu ke Damaskus untuk beribadah dan menjalani kehidupan sufi.16 Beliau menghabiskan waktunya untuk khalwat, ibadah dan i'tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Berzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan taqarubnya kepada Allah SWT beliau pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah beliau tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjalankan ibadah haji. Dengan segera beliau pergi ke Makkah, Madinah dan setelah ziarah ke makam Rasulullah SAW dan nabi Ibrahim A.S., ditinggalkanlah kedua kota tersebut dan menuju ke Hijaz.17 Dari Bait Al-Haram, al-Ghazali menuju ke Damsyik. Al-Maqrizi, dalam Al-Muqaffa, mengatakan : Ketika di Damsyik, al-Ghazali beri'tikad di sudut menara masjid AlUmawi dengan memakai baju jelek. Di sini beliau mengurangi makan, minum, pergaulan dan mulai menyusun kitab Ihya' Ulumuddin. Al-Ghazali putar-putar untuk berziarah ke makam-makam para syuhada' dan masjidmasjid. Beliau mengolah diri untuk selalu bermujahadah dan
14
………, Al-Ghazali dan Plato, (Surabaya : Bina Ilmu, 1986), Cet. I., hlm. 7. Abidin Ibnu Rusn, Op. Cit., hlm. 12. 16 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta : Gema Insani Press, 1998), Cet. I, hlm. 15
34.
17
Abidin Ibnu Rusn, Op. Cit.,
21
menundukkannya untuk selalu beribadah hingga kesukaran-kesukaran yang dihadapinya menjadi persoalan biasa dan mudah.18 Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan berpuluh-puluh tahun dan setelah memperoleh kebenaran yang hakiki pada akhir hidupnya, beliau meninggalkan dunia di Thus pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M, dihadapan adiknya, Abu Ahmadi Mujidduddin. Beliau meninggalkan tiga orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum wafatnya (alGhazali), karena itulah beliau diberi gelar "Abu Hamid" (Bapak si Hamid).19
B. Karya-Karya Al-Ghazali Al-Ghazali meninggalkan banyak tulisan. Karya-karya tulis yang ditinggalkan beliau menunjukkan keistimewaannya sebagai seorang pengarang yang produktif. Pada seluruh masa hidupnya, baik sebagai penasehat kerajaan maupun sebagai guru besar di Baghdad dan sewaktu mulai dalam masa skeptis20 di Naisabur maupun setelah berada dalam keyakinan yang mantap, beliau tetap aktif mengarang.21 Al-Ghazali mulai mengarang saat berusia 20 tahun, ketika itu beliau masih berguru kepada Imam al-Haramain al-Juwaini di Naisabur. Jika beliau meninggal dalam usia 55 tahun sesuai dengan kalender hijriyah, berarti beliau mengarang buku-bukunya selama 35 tahun. Jumlah bukunya mencapai 380 buah, baik yang kecil sampai yang besar seperti Ihya' Ulumuddin.22 Beliau melakukan perjalanan selama 10 hingga 11 tahun dan menghabiskan waktunya untuk membaca, menulis dan mengajar. Selain itu, 18
Thaha Abdul Baqi Surur, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam, (T.T : Pustaka Mantiq, T. Th.), 54 – 55. 19 Zainuddin, dkk., Op. Cit., hlm. 10. 20 Al-Ghazali memulai mengarang sebagai seorang yang skeptis. Sikap skeptisnya itulah yang mendorongnya untuk mencari dan mencari ilmu, serta dengan ilmu beliau melakukan petualangan dari keraguan menuju keyakinan sebagaimana dilakukan banyak ilmuwan dari timur maupun barat. Lihat Abdul Ghani Abud, "Wahai Ananda" Wasiat al-Ghazali atas Pengaduan Seorang Muridnya, (Terj). Gazi Saloom, dari kitab asli Al-Fikr Al-Tarbawi 'Inda Al-Ghazali Kama Yabdu Min Risalatihi Ayyuhal Walad, (Jakarta : Iiman, 2003), Cet. I., hlm. 43. 21 M. Sholihin, Op. Cit., hlm. 22. 22 Abdul Ghani Abud, Op. Cit., hlm. 42.
22
beliau harus menjawab sekitar 2000 pucuk surat yang berasal dari dekat dan jauh untuk meminta fatwa dan putusannya.23 Dr. Abd ar-Rahman badawi mencatat, bahwa karya (kitab) yang telah dikarang oleh sang Hujjah al-Islam al-Ghazali mencapai, setidaknya 457 buah dan berisi kajian dengan ragam pendekatan baik ringan maupun tajam, mendalam atas berbagai tema (topik) yang penting.24 Hamid Dabasyi (1999) menyebut al-Ghazali sebagai manusia yang pertama kali menguasai dan melampaui seluruh diskursus dominant yang otoritatif di zamannya; dari teologi sampai yurisprudensi, filsafat, mistisisme bahkan sampai teori politik, al-Ghazali menguasai hal terbaik dalam sejarah intelektual, melampaui semua yang lain, dan mencapai prestasi yang paling tinggi dalam sejarah intelektual Islam. Teks-teks akhir al-Ghazali dihasilkan setelah melakukan perjalanan soliter menuju ranah kesadaran diri yang sempurna, diantaranya al-Munqidz min ad-Dzalal, Ihya 'Ulumuddin, ataupun Kimiya as-Sa'adah.25 Adapun kitab-kitab beliau meliputi Filsafat dan Ilmu Kalam, Fiqh, Ushul Fiqh, Tafsir, Tasawuf dan Akhlak. Adapun kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam meliputi : 1. Maqdshid Al-Falasifah 2. Tahafut Al-Falasifah 3. Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad 4. Al-Munqidz min Adz-Dzalal 5. Maqashid Asna fi Ma'ani Asma Al-Husna 6. Faishal At-Tafriqat 7. Qisthas Al-Mustaqim 8. Al-Mustazhiri 9. Hujjat Al-Haqq 10. Munfashil Al-Khilaf fi Ushul Ad-Din 11. Al-Muntahal fi 'Ilm Al-Jadal 12. Al-Madhnun bin Al-Ghair Ahlihi 13. Mahkun Nadhar 14. Ara 'Ilm Ad-Din 23
Imam al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, (Terj). Purwanto, dari Judul Asli Imam Ghazzali's Ihya Ulum-id-din, (Bandung : Marja', 2003), Cet. I., hlm. 14 – 15. 24 Kamran As'ad Irsyady, Al-Ghazali Menggapai Hidayah, (Yogyakarta : Pustaka Sufi, 2003), hlm. xiii. 25 Ibid, hlm. xiii – xiv.
23
15. 'Arba'in fi Ushul Ad-Din 16. Iljam Al-'Awam 'An 'Ilm Al-Kalam 17. Mi'yar Al-'Ilm 18. Al-Intishar 19. Isbat An-Nadhar Kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh, meliputi : 20. Al-Basith 21. Al-Wasith 22. Al-Wajiz 23. Al-Khulashah Al-Mukhtashar 24. Al-Mustasyid 25. Al-Mankhul 26. Syifakh Al-'Alil fi Qiyas wa Ta'lil 27. Adz-Dzari'ah Ila Makdrim Asy-Syari'ah Kelompok Tafsir, meliputi : 28. Yaqut At-Ta'wil fi Tafsir At-Tanzil 29. Jawahir Al-Qur'an Kelompok Ilmu Tasawuf dan Akhlak, meliputi : 30. Ihya 'Ulum Ad-Din 31. Mizan Al-'Amal 32. Kimiya Sa'adah 33. Misykat Al-Anwar 34. Mukasyafah Al-Qulub 35. Minhaj Al-'Abidin 36. Al-Dar Al-Fakhirat fi Kasyfi 'Ulum Al-Akhirat 37. Al-'Ainis fi Al-Wahdat 38. Al-Qurbat Ila Allah 'Azza Wajalla 39. Akhlaq Al-Abrar wa Najat min Asrar 40. Bidayat Al-Hidayah 41. Al-Mabadi wa Al-Ghayah 42. Nashihat Al-Mulk 43. Tablis Al-Iblis 44. Al-Risalah Al-Qudsiyah 45. Al-Ma'khadz 46. Al-Amali 47. Al-Ma'arij Al-Quds 48. Risalah Al-Laduniyyah26
26
M. Sholihin, Op. Cit., hlm. 23.
24
Adapun dalam bukunya al-Ghazali yang berjudul misykaat alAnwaar wa misshfaat al-Asraar disebutkan beberapa karangan al-Ghazali, adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Al-Basiith Al-Wasiith Al-Wajiiz Al-Khalaashah Ihya' Ulumuddin Al-Mustashfa Al-Mankhuulu fi Ushuul al-Fiqh Al-lubaab Bidayat Al-Hidayah Minhaj Al-'Aabidin Kitab al-Firdaus Kimiya' as-Sa'adah Al-Ma-aakhidz Al-Tahshiin Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad Iljamu Al-Awwam Kitab Al-Mustadhary Al-Raddu 'ala Ibni syariikh fi Mas'alati Al-Thalaq Al-Fataawa Al-Raddu 'ala Al-Batiniyyah Maqaasid al-Falaasifah Tahaafut Al-Falaasifah Jawaahir Al-Qur'an Al-Ghaayat Al-Quswa Fadhaaikhu al-imamiyyah Gauru Al-Dauur, Hadza Hua Al-Raddu 'ala Ibni syariikh Makhak Al-Nadhar Mi'yaar Al-Ilmi Mizan Al-Amal Al-Siraat Al-Mustaqim Madaarik Al-Uquul Syifaa Al-'Aliil Asaas Al-Qiyas Kitab fi Mas'alat Kulli Mujtahid Mushiib Haqiiqat Al-Qur'an Walmuntakhil fi Al-Jadal Syarkhu Asma Allah Al-Husna Misykaat al-Anwar Al-Munqid Min Adz-Dzalal Kitab Al-Arba'in Kitab Asraru Al-Mu'aamalatiddin Kitab Badaai' Shun'illah
25
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88.
Kitab Maraaqy Al-Zulaf Kitab Al-Mubiin 'an Daqaaiqi Ulumuddin Kitab Al-Tauhid Kitab Al-Nawaadir Kitab Khoshooish Al-Muqarrabin Kitab Al-Kunuz wa Al-'Iddah wa Al-Aniis fi Al-Waahidah Kitab Akhlaq Al-Abraar Kitab Al-Tafarraqat Baina Al-Imaan wa Al-Zindiiqat Kitab Qaanuun Al-Rasul Sallallahu Alaihi Wasallam Kitab Al-Qurubat ila Allah Kitab Al-Nushukh fi Al-Mawaa'idh Kitab Talbiis Ibliis Kitab Sirrul 'Alamin wa Kasyfu maa fi Ad-Darain Kitab Al-Mi'raaj Kitab Nashaaikh Al-Salaathiin Kitab Khuli Al-Auliyaa' Kitab Qaanun Al-Ta'wiil Kitab Mantiq Al-Thoiir Kitab Al-Wasaail Ila Ilmi Al-Wasaail Kitab Al-Imlaa' Kitab Hujjat Al-Haqq fi Taujiih Al-As-ilah 'ala al-A-Immah Kitab Tanbiih Al-Ghafiliin Kitab Asraru Al-Anwari Al-Ilahiyah Kitab Al-Isyraaf 'ala Mathali'i al-Inshaf Kitab Al-Masaail Al-Baghdadiyyah Kitab Ma-aakhidz Al-Adillah Kitab Libab Al-Nadhar Kitab Masaail Al-Khilaaf Kitab Al-Mustarsyidy Kitab Al-Mabaadi' wa Al-Ghaayaat Kitab Qawaashim Al-Baathiniyyah Kitab Ta'liq Al-Ushul Kitab Maqashid Al-Akhlaq Kitab Nihaayat Al-Wushul fi Masaail Al-Ushul Kitab Ifkham Ahl Al-Bid'i Kitab Tahdzib Al-Ushul Kitab Al-Jadaawa Al-Marquumah Kitab Al-Ujuubati Kitab Al-Ta'liq Al-Kabiir Kitab Al-Mufradaat Kitab fi Qatli Al-Muslim Bi Al-Dzimmi Kitab Al-Ihtishaar Kitab Al-Ma-Aakhid (Wahua Al-Ghaayat Al-Qushwa fi Al-Bahtsi) Kitab Al-Nafkhi wa At-Taswiyah Kitab Kasyfi Ulum Al-Akhirat Kitab Al-Fataawa fi Al-Madzaahib
26
89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101.
Kitab Khazaain Al-Diin fi Asraar Al-Alamin Kitab Maraasim Al-Islam Kitab Al-Ujuubati Al- Musaktati Kitab Qaanun Al-Ta'wil Risaalat fi Al-Mantiq Al-Risaalat Al-Laduniyyah Aalat Al-Ma'aarif Al-Aqliyyah Wasaail Al-Haajaat Al-Inshaf fi Masaail Al-Khalaf Kitab Al-ta'liiq Kitab Libaab Ihya' Ulumuddin Khalashat Al-Mukhtashar Wajawab 'An Masaaili Mutafarriqat.27
C. Diskripsi Kitab Bidayat Al-Hidayah 1. Latar Belakang Pemikiran Al-Ghazali Membicarakan pemikiran seorang tokoh senantiasa harus dihubungkan dengan keadaan yang mengelilinginya, sebab al-Ghazali adalah bagian dari sejarah pemikiran Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, situasi dan kondisi yang berkembang ikut menentukan perkembangan arah pemikirannya. Dari pemikiran yang dituangkan al-Ghazali, orang semakin mengakui bahwa al-Ghazali adalah seorang figur pemikir muslim yang selalu menarik untuk dibicarakan. Banyak karyanya yang diteliti dan dijadikan bahan kajian oleh kalangan muslim maupun non muslim. Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir yang teliti. Hal itu dapat disaksikan pada keterangan mengenai dirinya dalam bagian pengantar dari Munqidz Min Adz-Dzalal, sebagai berikut : "Sejak masa mudaku, sejak aku menginjak masa baligh sebelum usia 20 tahun hingga kini dalam usiaku 50 tahun, senantiasa aku mengarungi gelombang lautan ma'rifat yang maha dalam, aku mengarunginya sedalam-dalamnya tanpa mengenal lelah, semua kegelapan aku tembus, segala kerumitan aku hadapi dan aku senantiasa menyelidiki
27
Imam Al-Ghazali, Misykat Al-Anwar Wa Mishfat Al-Asraar, (Beirut : Al-mazra'at Binaayat Al-Imaan, T.Th.), hlm. 22 – 26.
27
benar-benar setiap akidah dan setiap golongan, aku berusaha sekerasnya untuk mengungkapkan semua rahasia mazhab pada setiap golongan agar dapat kubedakan mana yang benar dan mana yang palsu, mana yang mengikuti sunnah dan mana yang tidak mengikuti sunnah (bid'ah)." Dan al-Ghazali mengatakan bahwa : "Tidak aku tinggalkan seorang ahli kebatinan kecuali setelah aku mengetahui tentang kebatinannya." "Tidak seorangpun ahli dhahir kecuali setelah aku mengetahui kedhahirannya." "Tidak seorang ahli filsafatpun sebelum aku memahami maksud dari filsafatnya." "Tidak seorang ahli theologipun kecuali aku berusaha sekerasnya untuk kupelajari ilmu theologinya dan cara berdebatnya sampai sedalamdalamnya." "Tidak seorang sufipun kecuali aku selidiki segala rahasia yang ada pada tasawufnya." "Tidak seorang ahli ibadahpun kecuali harus kucari hasil yang diperoleh dari ibadahnya itu." "Tidak seorang zindiq (seorang kafir yang pura-pura beriman) pun kecuali setelah aku selidiki dirinya agar aku waspada terhadap sebab-sebab penyelewengan dan kezindiqkannya."28 Atas dasar yang dikatakannya itu, kemudian al-Ghazali diserang keraguan yang tajam atas seluruh pengetahuan yang ada selama ini di dalam diri beliau. Keraguan tersebut bersifat menyeluruh dan umum selama dua bulan. Akan tetapi, keraguan itu akhirnya sirna, tentunya hal itu bukan karena membuat dalil atau pembicaraan, tetapi karena Nur Ilahi yang dipancarkan Allah dalam hatinya.29 Banyak penguasa dan kepala suku datang kepada Imam alGhazali untuk mendapatkan fatwa dalam perkara theologi dan soal mengurus negara. Ratusan ulama, pejabat kekhalifahan dan bangsawan yang berkuasa menghadiri perkuliahan beliau yang disampaikan dengan penuh pemikiran, argumen dan alasan. Kebanyakan bahan perkuliahan 28
Imam Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad alGhazali, Munqidz Min Adz-Dzalal, (Beirut, Libanon : Al-Maktabah al-Su'baniyyah, T.Th.), hlm. 24 – 25. 29 Abdul Halim Mahmud, Hal Ihwal Tasawuf Analisa Tentang Al-Munqidz Min AdzDzalal (Penyelamat Dari Kesesatan), (Indonesia : Darul Ihya, T.Th.), hlm.43.
28
dicatat oleh Sayyid bin Faris dan Ibn Lubban, keduanya mencatat kira-kira 183 bahan perkuliahan yang lalu dikumpulkan dalam satu kitab yang bernama Majalis-i Ghazzaliyah.30 Pikiran imam besar ini kemudian berpaling kepada usaha untuk meraih ketinggian spiritual. Keadaan dan alasan yang menuntun pikirannya berpaling kepada usaha tersebut ditulis dalam bukunya Munqidz Min Adz-Dzalal (lepas dari kesesatan). Beliau adalah pengikut imam Syafi'i dalam usia mudanya, tetapi di Baghdad beliau bergaul dengan banyak orang dari berbagai mazhab Fiqh, pemikiran, dan gagasan : Syi'i, Sunni, Zindiqi, Majusi, Theolog Skolastik, Kristen, Yahudi, Atheis, penyembah api dan penyembah berhala. Mereka sering bertemu dan adu arumentasi dan berdebat. Ini berpengaruh pada pikiran beliau, sehingga seluruh kehidupannya berubah total dan beliau mulai mencari kebenaran dengan penalaran yang bebas. Gagasan lamanya surut dan beliau mulai hidup dalam keraguan dan kegelisahan. Dan beliau cenderung pada sufisme. Diilhami oleh gagasan tersebut, beliau meninggalkan kedudukan terpandangnya di Baghdad, mengenakan pakaian sufi dan menyelinap meninggalkan Baghdad di suatu malam pada tahun 488 H.31 Beliau pergi ke Damaskus, lalu mengasingkan diri dalam sebuah kamar masjid dan dengan penuh kesungguhan melakukan ibadah, tafakur dan zikir. Disini beliau menghabiskan waktu selama dua tahun dalam kesendirian dan kesunyian.32 Masa hidup al-Ghazali adalah masa munculnya aliran-aliran pemikiran ditengah-tengah masyarakat Islam. Aliran-aliran itu berpijak dari beraneka ragam permasalahan yang tumbuh ditengah-tengah majemuknya pemeluk agama Islam. Diantaranya adalah berkembangnya faham rasionalis di kalangan theolog sebagai akibat dimulainya penterjemahan buku-buku asing (Yunani) dan sebagai dampaknya yang sangat menonjol adalah lahir golongan filosof yang bendera filsafatnya 30
Imam al-Ghazali, Op. Cit., hlm. 12 – 13. Ibid, hlm. 13. 32 Ibid. 31
29
cenderung mengembangkan teori-teori Plato, Aristoteles dan Neo Platonisme. Dan disisi lain berkembang pula aliran Bathiniyah.33 Ketiga aliran tersebut (Theolog, Filsafat dan Bathiniyah) pada masa al-Ghazali lahir masih sangat dominan, sehingga al-Ghazali sebagai pribadi yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan cenderung mempelajari ketiga aliran tersebut dengan seluruh ajaran-ajarannya.34 Penguasaannya terhadap ketiga aliran tersebut menyebabkan alGhazali ahli di bidang itu dengan memunculkan karya-karyanya pada setiap bidang tentang faham itu yang bersifat kritik dan ventikatif developmental. Finalisasi dari evolusi pemikirannya muncullah skeptisisme dalam dirinya sebagai dampak penelitiannya terhadap hakekat yang diajarkan oleh ketiga aliran itu. Secara jelas, al-Ghazali menjelaskan dalam karyanya "Al-Munqidz Min Adz-Dzalal" (pembebasan dari kesesatan).35 Demikianlah hal-hal yang melatarbelakangi pemikiran alGhazali, yang pada akhirnya beliau dengan cermat melakukan suatu "Sintetik Islami" terhadap aliran-aliran yang muncul pada masanya. Sehingga beliau mampu tampil dengan teori-teorinya sendiri tentang kebenaran yang selalu dikaitkannya pada ajaran Islam. Puncak pemikirannya adalah lahirnya karya terbesarnya yakni "Ihya 'Ulumuddin" sebagai suatu upaya besar dalam rangka kritik terhadap aliran-aliran itu adalah "karena terdorong oleh gejala berkecamuknya pikiran bebas waktu itu yang banyak membuat orang meninggalkan ibadah." Jadi, pemikiran al-Ghazali muncul sebagai usaha untuk mengembangkan aliran-aliran kepangkalnya dengan pemahaman ilmu islami.36
33
M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali Suatu Tinjauan Psikologik Pedagogik, (T.T. : Ilmu Jaya, 1991), Cet. I., hlm. 25 – 27. 34 Ibid, hlm. 27. 35 Ibid. 36 Ibid, hlm. 28.
30
2. Gambaran Kitab Bidayat Al-Hidayah Salah satu karya al-Ghazali adalah Bidayat Al-Hidayah yang merupakan sumber primer dan kajian utama dari penelitian ini, yang secara umum akan digambarkan tentang isi kitab Bidayat Al-Hidayah dengan tanpa mengurangi isi yang terkandung didalamnya. Kitab Bidayat Al-Hidayah ini merupakan kitab yang mempunyai karakteristik tersendiri. Yang merupakan kitab pengantar ilmu tasawuf berupa bimbingan permulaan sebagai jembatan mentaati hubungan antara manusia dengan Allah SWT dengan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT. Dan juga membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dapat digunakan sebagai jembatan hubungan dan pergaulan antara sesama manusia.. Dan hal ini adalah sesuatu yang sangat penting dan harus diketahui oleh manusia dalam menjalankan hidupnya di masyarakat. Latar belakang dari ditulisnya kitab Bidayat Al-Hidayah ini adalah berawal dari Hadits Nabi :
ﻣﻦ ازداد ﻋﻠﻤﺎ وﻟﻢ ﻳﺰدد هﺪى ﻟﻢ ﻳﺰدد ﻣﻦ اﷲ إﻻ ﺑﻌﺪا "Siapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah hidayah (bagi)-nya, maka ia (sebenarnya) tidak mendapat apa-apa dari Allah kecuali kejauhan." Dalam menafsirkan hadits ini, al-Ghazali menjelaskan, bahwa hidayah adalah buah (efek) ilmu. Orang yang tidak berilmu, tidak tekun menuntut pengetahuan, jangan harap bisa menggapai hidayah Tuhan. Namun, demikian al-Ghazali, hidayah ada awal dan akhirnya, ada (aspek) lahir dan batinnya. Seseorang tidak akan bisa mencapai hidayah final kecuali setelah mengetahui hikmah pada permulaan (awal)-nya. Mustahil, seseorang akan menggapai aspek batin hidayah sebelum merasakan aspek lahirnya.37 37
Kamran As'ad Irsyady, Op. Cit., hlm. xv.
31
Tajuk asal kitab ini adalah Bidayat Al-Hidayah, menjelaskan secara detail, apa dan bagaimana fase-fase, tahapan-tahapan baik lahir maupun batin, yang harus ditempuh hamba demi mengapai hidayah Sang Khalik. Ini merupakan karya utama al-Ghazali yang merefleksikan pemikiran fiqh – sufistiknya. Benar-benar karya yang menarik, karena akan membawa kita kepada pengetahuan tentang berbagai makna dan filosofi yang terkandung dibalik ritus keseharian yang kita amalkan sebagai Muslim yang taat (saleh). Kitab Bidayat Al-Hidayah ini tergolong kitab yang berisi tentang ilmu fiqh dan ilmu tasawuf yang ditulis oleh al-Ghazali pada sekiktar abad ke -5 H. yang di dalamnya terbagi menjadi tiga dimensi, yaitu : pertama; dimensi tata krama menjalankan ketaatan, kedua; dimensi tata krama dalam menjalankan kemaksiatan, ketiga; dimensi tata krama dalam pergaulan dengan manusia. Ini adalah penjelasan umum yang mencakup tata krama interaksi antara seorang hamba dengan Sang Pencipta sekaligus dengan makhluk (manusia). Sehingga kitab ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi manusia dalam beretika, bergaul dan berhubungan, baik dengan Allah dan sesama makhluk. Adapun kitab Bidayat Al-Hidayah ini disusun dalam dua bagian, yang masing-masing bagian tersusun oleh beberapa bab, sebagai berikut : Bagian Pertama : Al-Qismu Al-Awwal Al-Tha'at Bab 1
: Fasal fi Adab Al-Istiiqadh min An-Naum
Bab 2
: Adab Dukhul Al-Khala'
Bab 3
: Adab Wudlu
Bab 4
: Adab Al-Guslu
Bab 5
: Adab At-Tayammum
Bab 6
: Adab Al-Khuruj Ila Al-Masjid
Bab 7
: Adab Dukhul Al-MAsjid
Bab 8
: Adab Mā Ba'du Tulu' Al-Syamsi Ila Al-Zawal
Bab 9
: Adab Al-Isti'dad Lisāiti Al-Shalawat
32
Bab 10
: Adab Al-Naum
Bab 11
: Adab Al-Shalat
Bab 12
: Adab Al-Imāmah wal Qudwah
Bab 13
: Adab Al-Jum'at
Bab 14
: Adab Al-Shiyam
Bagian Kedua
: Al-Qismu Al-Tsani Al-Qaulu wi Ijtinābi Al-Ma'āshi
Bab 15
: Al-Qaulu fi Ma'āshi Al-Qalbi
Bab 16
:Al-Qaulu fi Adābi Al-Shuhbah wa Al-Mu'āsyarah Ma'a Al-Khāliq Subhanahu wa Ta'ala wa Ma'a Al-Khuluq.