KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE OLEH ASTRI SARI RAHMAWATI 802008126 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Astri Sari Rahmawati NIM : 802008126 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi UKSW Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas non-royalti (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE Beserta perangkat yang ada (jika perlu). Dengan Hak Bebas Royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengaliformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Salatiga Pada tanggal: 29 Oktober 2015 Yang menyatakan,
Astri Sari Rahmawati
Mengetahui, Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Jusuf Tj. Purnomo. MA., Psi. Psi
Ratriana Y.E. Kusumiati, M. Si.,
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Astri Sari Rahmawati
NIM
: 802008126
Program Studi : Psikologi Fakultas
: Psikologi, UKSW
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIGE
Yang dibimbing oleh : 1. Jusuf Tj. Purnomo, MA., Psi. 2. Ratriana Y.E. Kusumiati, M. Si., Psi Adalah benar-benar hasil karya saya. Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 29 September 2015
Yang memberi pernyataan,
Astri Sari Rahmawati
LEMBAR PENGESAHAN KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE Oleh Astri Sari Rahmawati 802008126
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui Pada Tanggal : 29 September 2015 Oleh:
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE Astri Sari Rahmawati Jusuf Tj. Purnomo Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pada aspek-aspek dalam kualitas hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage. Penelitian ini dilakukan pada 31 individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage melalui incidental sampling. Peneliti menggunakan The Perceived Relationship Quality Components (PRQC) untuk mengetahui tingkat kualitas hubungan. Hasil yang ditemukan terdapat perbedaan rata-rata nilai pada aspek-aspek dalam kualitas hubungan, namun nilai rata-rata tertinggi terdapat pada aspek cinta, yakni 88,5. Kata kunci: dewasa awal, commuter marriage, kualitas hubungan.
i
ABSTRACT
The purpose of the study is to find the average value of each aspect in quality of relationship in early adult individuals having commuter marriage. This study is done using incidental sampling to 31 early adult individuals having commuter marriage. The researcher used The Perceived Relationship Quality Components (PRQC) to find out the quality level of relationship in each individual. The result is there is average value in the aspects of quality of relationship. However, the highest average value is in love aspects, which is 88,5. Keywords : early adult, commuter marriage, quality of relationship.
ii
1
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Latar Belakang Seorang yang memasuki usia dewasa awal memiliki peran, tanggung jawab serta kebutuhan yang lebih dibandingkan dengan sebelumnya. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 18–40 tahun. Pada masa dewasa awal ini, individu diharapkan lebih matang dan mandiri dalam menghadapi hidupnya, karena terdapat tugas-tugas perkembangan yang khas bagi orang dewasa, antara lain mendapatkan suatu pekerjaan dan memilih seorang teman hidup (Havighurst, 1995). Santrock (2003) menambahkan bahwa membina hubungan intim dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan spesifik bagi individu dewasa awal. Pada masa ini, individu mulai mengkristalisasi hubungan dengan pasangan yang paling dicintai, dipercayai, atau dibina sebelumnya. Mengkristalisasi lebih kepada keputusan seorang individu untuk terikat dengan pasangannya, seperti menikah. Ketika menginjak masa dewasa awal, ia akan segera membentuk hubungan yang lebih erat, intim atau akrab. Hubungan yang berlangsung lama biasanya ditandai dengan derajat keeratan yang semakin kuat. Menurut Kelly (dalam Sears, dkk, 1988), suatu hubungan dapat disebut hubungan yang erat bila di dalamnya terdapat interdependensi yang kuat pula, yakni adanya kecenderungan seseorang untuk saling bergantung sama lain. Pada masa ini pula, seseorang mulai berpikir untuk membangun rumah tangga dengan pasangannya. Ketika diantara laki-laki dan wanita terdapat suatu ketertarikan yang mengarah pada percintaan, guna memenuhi kebutuhan yang lainnya, maka mereka kemudian masuk pada tahap perkawinan (Andaruni & Uyun, 2010). Perkawinan (marriage) merupakan ikatan kudus antara
2
pasangan dari seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah menginjak usia dewasa. Perkawinan dianggap sebagai ikatan kudus karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang wanita telah diakui secara sah dalam hukum agama (Dariyo, 2003). Dewasa ini, dengan terus meningkatnya kebutuhan hidup membuat suami atau istri memilih untuk meniti karir di luar kota atau bahkan di luar negeri dan harus meninggalkan pasangan dan anak-anaknya. Keadaan perkawinan yang mengharuskan pasangan suami istri tinggal terpisah ini biasa disebut dengan commuter marriage (Rhodes, 2002). Sedangkan menurut Gerstel & Gross; Orton & Croosman (2009) tentang commuter marriage adalah sebuah pilihan sukarela, dimana sepasang suami istri tinggal pada dua tempat dengan lokasi geografis yang berbeda, dan mereka berpisah paling sedikit tiga malam dalam seminggu untuk minimal tiga bulan lamanya. Torsina (2007) mengemukakan bahwa long distance relationship atau LDR (dalam perkawinan), merupakan perkawinan dimana karena alasan khusus, menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rohlfing (1995) mengkategorikan partisipan untuk long distance relationship sebagai berikut; dari faktor geografis atau jarak, frekuensi pertemuan, serta alasan untuk berjarak dengan pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh majalah Time (2007), menyatakan bahwa commuter marriage terlah banyak terjadi. Pada tahun 2005, jumlahnya meningkat 30% menjadi 3,6 juta pasangan, namun di tahun 2000 jumlahnya masih 2,7 juta. Dalam Marriage and Family Encyclopedia (2009), diperkirakan bahwa 700.000 sampai 1 juta pasangan di Amerika menjalani gaya hidup commuter marriage. Para peneliti dari The Family Institute di Northwestern University telah menemukan bahwa pasangan yang tinggal berjauhan mengalami perasaan cemas dan depresi yang lebih rendah daripada pasangan yang tinggal di bawah satu atap. Berdasarkan data Center for the Study of Long Distance Relationship, sebanyak 23 lebih dari 3,5 juta pasangan di Amerika hidup terpisah karena karir. Menurut Steve
3
Du, seorang peneliti, mengatakan bahwa hidup terpisah dengan pasangan membuat individu menjadi lebih mandiri, bebas dalam mengejar ambisi pribadi, dan tidur lebih teratur. Di saat yang sama, individu tersebut juga memperoleh manfaat yakni perasaan didukung dalam hubungan. Survei yang dilakukan Steve Du kepada 296 orang yang sudah menikah, sekitar sepertiga diantaranya sedang menjalani LDR, dan sisanya tidak. Dari dua kelompok tersebut memiliki kepuasan yang sama dalam hubungan mereka, namun ada beberapa hal yang mencolok. Pasangan LDR dilaporkan memiliki kecemasan, depresi, dan kelelahan yang lebih rendah, sedangkan pasangan yang hidup bersama lebih unggul dari segi intensitas seks. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Communication mengungkapkan bahwa hubungan jarak jauh dapat membuat pasangan saling terkoneksi dan hubungan menjadi lebih erat. Dalam penelitian tersebut dijelaskan, hubungan dapat semakin harmonis karena komunikasi yang terjaga. Psikolog dan konsultan cinta di Wolipop, Ratih Ibrahim juga menjelaskan tentang pentingnya komunikasi dalam hubungan jarak jauh. Menurut Ratih Ibrahim, ada tiga kunci utama yang harus dijaga dalam hubungan jarak jauh yakni trust, love, dan caring. Menurut penelitian yang dilakukan oleh L. Crystal Jiang dan rekan-rekannya dari University of Hongkong dan Cornell University, interaksi yang jarang karena kerterpisahan jarak ini justru lebih bermakna. Penelitian ini dilakukan terhadap 63 pasangan heteroseksual, setengahnya tinggal seatap, setengahnya lagi menjalani hubungan jarak jauh. Pasangan jarak jauh yang terlibat dalam penelitian ini minimal terpisah selama 17 bulan. Para responden diminta mencatat interaksi yang mereka lakukan bersama pasangannya selama seminggu. Dari catatan ini terlihat, pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh cenderung terbuka dengan kekasihnya serta sangat menunggu respons apa pun dari pasangannya. Setiap waktu yang bisa mereka habiskan untuk berinteraksi, biasanya berlangsung lama. Kondisi ini merupakan fondasi penting untuk membangun keintiman. Pasangan yang terpisah jarak umumnya lebih berupaya keras untuk berkomunikasi penuh kasih dan keintiman,
4
ketimbang pasangan yang sering bertemu. Pasangan yang sering bertemu cenderung bersikap realistis dengan respons kekasihnya, tidak terlalu menunggu-nunggu. Penelitian ini mencatat bahwa jarak jauh antara pasangan kekasih berefek pada keinginan untuk memahami pasangan serta percaya. Sementara pasangan yang sering bertemu cenderung menilai hubungan dari kehadiran pasangannya (semakin sering si dia ada dekat saya, berarti dia makin sayang). Hubungan jarak jauh adalah hubungan dimana pasangan dipisahkan oleh jarak fisik dan tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu (Hampton, 2004). Beberapa penelitian menggunakan batas jarak jauh sekitar 60 mil (Shumway, 2004) sampai 200 mil (Knox, Zusman, Daniels, & Brantley, 2002), namun ada pula beberapa penelitian yang menggunakan batas jarak jauh tergantung dari persepsi subjek akan hubungan jarak jauh yang dialaminya (Dellman-Jenkins dalam Skinner 2005). Mayoritas penelitian menggunakan kriteria “pisah jarak”, bagaimanapun jarak yang digunakan berbeda-beda. Schwebel dkk (1992), menggunakan 50 mil atau lebih dalam penelitiannya. Penelitian lainnya menggunakan definisi berdasarkan persepsi partisipan terhadap hubungan tersebut (Dellman-Jenkins dkk, 1994). Definisi yang berbeda-beda ini menandakan bahwa banyak faktor yang berperan dalam menentukan apakah suatu hubungan termasuk hubungan jarak jauh atau bukan dan ada lebih dari satu jenis hubungan jarak jauh (dalam Skinner, 2005). Dari penelitian-penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti bertujuan untuk fokus meneliti tentang kualitas hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani Commuter Marriage.
5
TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Hubungan Manfred Hassebrauck dan Beverly Fehr (2002), menemukan bahwa kualitas hubungan memiliki dimensi yang mendasar. Terdapat 4 dimensi dalam kualitas hubungan, yakni: intimacy, agreement, independence, dan sexuality. Sedangkan menurut Garth J.O. Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000), terdapat 6 komponen dalam menilai kualitas hubungan meneliti tentang penilaian kualitas hubungan. Beberapa komponen tersebut ialah relationship satisfaction, commitment, intimacy, trust, passion, dan love. Komponen-komponen tersebut sudah tersusun dan secara teori sudah representatif untuk dijadikan sebuah penilaian yang berkaitan dengan kualitas hubungan dengan pasangan. yakni: 1. Kepuasan Hubungan (Relationship Satisfaction) Merupakan keadaan di mana pasangan merasa hubungannya berjalan sesuai dengan harapan. Menurut Walgito (2004: 21) mengungkapkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan keadaan individu yang ingin mendapat perlindungan, kasih sayang, rasa aman dan dihargai sehingga individu akan merasa tenang, dapat melindungi dan dilindungi serta dapat mencurahkan segala isi hatinya kepada pasangan. 2. Komitmen (Commitment) Merupakan elemen kognitif yang berupa tekad mempertahankan keutuhan hubungan cinta dengan orang lain yang dicintainya. Komitmen akan terlihat dengan adanya tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, rasa dihargai, dan rasa dicintai oleh pasangan hidupnya (Sternberg dalam Dariyo, 2003, h. 237) 3. Keintiman (Intimacy) Merupakan elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan
6
individu untuk bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai (Sternberg dalam Dariyo, 2003, h. 137) 4. Kepercayaan (Trust) Merupakan kemauan untuk berpegang pada ketulusan dan keandalan orang lain, dengan adanya kepercayaan maka akan timbul perasaan aman karena merasa bahwa yang lain dapat diandalkan dan diharapkan. 5. Hasrat (Passion) Merupakan elemen fisiologis yaitu berupa dorongan nafsu, biologis atau seksual. Dorongan-dorongan tersebut menyebabkan orang merasa selalu ingin dekat secara fisik ataupun melakukan hubungan seksual. Passion ini meliputi fisik, membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, mencium, dan hubungan seksual (Sternberg dalam Dariyo, 2003, h. 137). 6. Cinta (Love) Merupakan suatu sikap yang diarahkan seseorang terhadap orang lain yang dianggap istimewa, yang mempengaruhi cara berpikir, merasa dan bertingkah laku (Rubin, dalam Luqman el-Hakim, h. 206)
Dewasa Awal Menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2003), tugas-tugas perkembangan dewasa awal: mencari dan menemukan calon pasangan hidup; membina kehidupan rumah tangga; meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga; menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sedangkan Santrock (2003) menambahkan bahwa membina hubungan intim dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan spesifik bagi individu dewasa awal. Individu akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangganya.
7
Commuter Marriage Gerstel & Gross; Orton & Crossman (2009) menyatakan bahwa commuter marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela dimana pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan pasangan tersebut terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama minimal tiga bulan. Torsina (2007) menyatakan bahwa commuter marriage merupakan perkawinan dimana karena alasan khusus, menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga disebut commuter marriage. Lebih lanjut dijelaskan bahwa commuter marriage merupakan kondisi yang mengharuskan suami-istri tinggal terpisah karena berbagai alasan khusus. Selain karena tuntutan pekerjaan juga dapat disebabkan oleh tuntutan pendidikan, atau keadaan ekonomi keluarga.
METODE Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage. Pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling, yaitu dengan cara menentukan subjek dimana saja ketika subjek ditemui dengan cirri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
8
Partisipan Partisipan berjumlah 31 orang. Karakteristik sampel dalam penelitian ini, yaitu: -
Subjek penelitian ini adalah individu dewasa awal (20-40 tahun)
-
Usia pernikahan minimal 1 tahun.
-
Menjalani commuter marriage
Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket (Questionnaire). Dalam penelitian ini analisis angket diukur dengan skala Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat kategori, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Hal ini menghindari kecenderungan subjek untuk jawaban ragu-ragu atau netral, sehingga subjek akan memilih jawaban yang lebih pasti. Penyusunan angket ini berdasarkan 1 jenis item yaitu item favorable (pernyataan yang mendukung pada obyek yang diukur). Pernyataan mendukung (favorable) dalam penelitian ini diberi urutan penilaian yaitu Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan skala penilaian guna mengukur kualitas hubungan.
Pengukuran Kuesioner yang digunakan dipenelitian ini merupakan hasil adaptasi yang sudah dikembangkan dari The Perceived Relationship Quality Component (PRQC) yang disusun oleh Garth J.O. Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000). The Perceived Relationship Quality Component terdiri dari 18 item yang dikelompokan menjadi 6 bagian dengan komponen kualitas hubungan. Terdapat 5
9
item untuk masing-masing komponen, yaitu: relationship satisfaction, commitment, intimacy, trust, passion,dan love.
HASIL Hasil Analisa Deskriptif Variabel kualitas hubungan terhadap subjek yang menjalani commuter marriage memiliki 30 aitem valid dengan jenjang skor antara 1 sampai dengan 4, pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut: Skor tertinggi
: 4 x 30 = 120
Skor terendah
: 1 x 30 = 30
Hasil angket yang dibagikan dipilah menjadi tiga kategori, dimana subjek yang memberikan penilaian pada angket dengan jawaban 1, 2 diberikan kategori rendah, 3 sedang dan 4 tinggi. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
i=
i= i = 30 Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori kualitas hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage sebagai berikut: Tinggi
: 90 < x ≤ 120
Sedang
: 60 < x ≤ 90
Rendah
: 30 ≤ x ≤ 60
10
Dari hasil penghitungan pada masing-masing aspek, diketahui sebagai berikut:
Tabel Kriteria Skor Kualitas Hubungan Aspek
Kepuasan
Komitmen
Keintiman
Kepercayaan
Gairah
Cinta
Interval
Kategori Frekuensi
Presentase Rata(%)
90 ≤ 120
Tinggi
70
45
60 ≤ 90
Sedang
77
50
30 ≤ 60
Rendah
8
5
90 ≤ 120
Tinggi
70
45
60 ≤ 90
Sedang
77
50
30 ≤ 60
Rendah
8
5
90 ≤ 120
Tinggi
60
39
60 ≤ 90
Sedang
82
52
30 ≤ 60
Rendah
13
9
90 ≤ 120
Tinggi
46
30
60 ≤ 90
Sedang
85
55
30 ≤ 60
Rendah
24
15
90 ≤ 120
Tinggi
46
30
60 ≤ 90
Sedang
83
53
30 ≤ 60
Rendah
26
17
90 ≤ 120
Tinggi
71
46
60 ≤ 90
Sedang
79
51
30 ≤ 60
Rendah
5
3
rata
Total
87,83
87,83
85,33 85,25 81,16
80,83
88,5
11
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil diketahui bahwa kualitas hubungan commuter marriage berada pada tingkat kategori sedang untuk tiap-tiap aspek. Pada hasil tabel di atas, ditemukan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan hubungan subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 87,83. Hal ini menunjukkan bahwa subjek merasa cukup bahagia dengan perkawinan yang dijalani, dengan melihat perkembangan hubungan perkawinan subjek dan pasangan yang berjalan cukup baik. Peran pasangan membuat subjek cukup merasa bermakna dalam menjalani hubungan ini. Pada aspek komitmen, sebagian besar subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 87,83. Menunjukkan bahwa subjek tetap memiliki hubungan yang cukup erat dengan pasangannya dan berusaha sepenuhnya untuk menjalani perkawinannya dengan cukup baik. Pada aspek keintiman, sebagian besar subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 85,33. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh jarak antara subjek dengan pasangannya. Namun, subjek tetap menjaga kedekatan dengan pasangan, terlihat dari adanya keterbukaan pada persoalan-persoalan pribadi subjek terhadap pasangannya atau sebaliknya. Pada aspek kepercayaan, sebagian besar subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 81,16. Hal ini menunjukkan bahwa subjek cukup mempercayai pasangannya, walaupun adanya jarak dan pertemuan yang kurang intens. Subjek cukup percaya bahwa pasangannya akan meluangkan waktu ketika dibutuhkan, namun tidak selalu bergantung pada pasangannya. Subjek cukup percaya bahwa mereka dan pasangan benar-benar paham dengan tujuan dari membangun hubungan perkawinan ini. Pada aspek gairah/ hasrat, sebagian besar subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 80,83. Subjek cukup merasakan gairah seksual dengan pasangannya. Walaupun berjarak dengan pasangan,
12
perkawinannya penuh dengan gairah seksual. Subjek menggunakan berbagai cara untuk intens melakukan kontak seksual dengan pasangannya, karena menurut subjek, pasangannya sangat menarik secara seksual. Aspek terakhir yakni cinta, sebagian besar subjek yang menjalani commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 88, 5. Subjek cukup mencintai dan mengagumi pasangannya. Subjek dengan sukarela bersedia meluangkan waktu untuk bersama pasangannya dan cukup mendukung setiap keputusan yang diambil baik bersama ataupun tidak. Pembahasan dari keseluruhan hasil perhitungan diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Garth J.O. Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000), yang menemukan bahwa setiap aspek dari kualitas hubungan konsisten masuk dalam kategori sedang, dan jarak sendiri tidak terlalu memengaruhi kualitas hubungan individu dengan pasangan. Commuter marriage sesungguhnya terjadi pada pasangan yang telah menikah, namun terpisah jarak karena adanya tuntutan karir, jenjang pendidikan atau karena kondisi ekonomi (Gerstel & Gross; Orton & Crossman, 2009; Torsina, 2007; Rhodes, 2002). Artinya, commuter marriage terjadi bukan karena faktor ketidak harmonisan dalam rumah tangga yang mengakibatkan seseorang terpisah jarak dengan pasangannya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Aspek kepuasan hubungan, komitmen, keintiman, kepercayaan, gairah/ hasrat, serta cinta pada individu yang menjalani commuter marriage ratarata masuk pada kategori sedang.
13
2. Secara umum, kualitas hubungan pada commuter marriage berada pada kategori sedang, dengan rata-rata keseluruhan 85,25.
SARAN Adapun saran yang diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain: 1. Saran bagi individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage Bagi tiap individu yang menjalani commuter marriage diharapakan untuk tetap memperhatikan tiap aspek dalam peningkatan kualitas hubungan, dengan menciptakan suasana yang harmonis, keakraban, keintiman, kepercayaan terhadap pasangan. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya 2.1
Diharapkan adanya penelitian yang lebih mendalam, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, agar penelitian dengan topik kualitas hubungan dapat dipaparkan secara mendetail.
2.2
Penentuan subjek atau responden diharapkan lebih fokus pada pasangan, kaitannya dengan commuter marriage dan kualitas hubungan.
2.3
Adanya pengembangan penelitian tentang kualitas hubungan pada pasangan commuter marriage.
14
DAFTAR PUSTAKA Amanah, M. . Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun. Asri, Ariesta, (Juni 10, 2015). Fakta Pasangan LDR Bahagia dengan Pernikahan. Retrieved from http://lifestyle.okezone.com/read/2015/06/10/196/1163263/fakta-pasanganldr-bahagia-dengan-pernikahan . (Juli 19, 2013). Studi: Hubungan Jarak Jauh Lebih Bermakna. Retrieved from http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/126827-studi-hubungan-jarak-jauhlebih-bermakna.html Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Penerbit: PT Grasindo. Jakarta. Dayakisni, Tri dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Penerbit: Universitas Muhammadiyah Malang. Edisi Revisi ke 2. Malang. Fincham, Frank D. & Rogge R. (2010). Understanding Relationship Quality: Theoretical Challenges and New Tools for Assessment. Journal of Family & Review 2, 227-242. Desmayanti, Shintya. (2009). Hubungan antara Gaya Resolusi Konflik dengan Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri Bekerja pada Masa Awal Pernikahan. El, Luqman, H. (2014). Fenomena Pacaran Dunia Remaja. Penerbit: Zanafa Publishing. Riau. Fletcher, G.J.O., Simpson, J.A., & Thomas, G. (2000). Measurement of Perceived Relationship Quality Components: A Confirmatory Factor Analytic Approach. Personality and Social Buletin. Hassebrauck, Manfred & Fehr B. (2002). Dimensions of Relationship Quality. Personal Relationship 253-270. Jayanti, Indah S. (2014). Studi Deskriptif Mengenai Cinta (Intimacy, Passion, dan Commitment) Pada Pasangan Suami-Istri Yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting Couple. Kelmer, G., Rhoades, G. K., Stanley, S., & Markman, H.J. (2013). Relationship Quality, Commitment, and Stability in Long-Distance Relationships. Family Process, 52, 2.
15
Kusuma, Cita T. (2014). Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Penyesuaian Perkawinan Pada Istri Yang Menjalani Commuter Marriage. Oktaviani, Kiki. (Juni 27, 2014). Tips Pernikahan Tetap Awet Meski Menjalani Hubungan Jarak Jauh. Retrieved from http://wolipop.detik.com/read/2014/06/27/091442/2620880/852/tipspernikahan-tetap-awet-meski-menjalani-hubungan-jarak-jauh