Pemenuhan Karakteristik Trust pada Dewasa Muda yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh Nathania Novia & Denrich Suryadi Fakultas Psikologi – Universitas Tarumanagara
[email protected] ABSTRACT Long distance relationship is an unique form of relationship. Unlike the common form of relationship, couples who are involved in this relationship live in different countries. It is challenging if couples are physically separated due to particular circumstances, any personal reasons, education or employment. The distance can be such an obstacle to the durability or relationship itself. Nevertheless, trust is the foundation and core of every kind of relationship, including long distance relationship. Technology in communication such as Skype, Facebook, Line, Whatsapp, BlackBerry Messenger and Yahoo Messenger play main roles in maintaining this kind of relationship. This research was conducted toward six young-adult participants (three couples) who have been involving in long distance relationship for more than two years. Interview method has been undertaken from December 27th 2012 until February 13th 2013. This research concluded that two in three pairs of subject fulfilled five characteristics of trust (attention, acceptance, appreciation, affection, and allowing). However, the rest only fulfilled four of five characteristics. These characteristics of trust are called mutual trust. Thus, when an individual has ability to trust his/her partner, the partner will eventually trust him/her back, vice versa. Keywords: Trust, Long Distance Relationship, Young-Adult, Mutual Trust. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami masa anak-anak dan remaja, individu akan bertumbuh dan memasuki masa dewasa. Individu yang berada di masa remaja akan mencoba untuk menjalin hubungan yang lebih intim dengan orang lain, khususnya dengan lawan jenis. Ketertarikan terhadap lawan jenis biasanya dialami oleh individu pada masa adolescence, atau dalam rentang usia antara 11 tahun hingga 20 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Hubungan romantis dengan lawan jenis merupakan salah satu bagian utama dalam kehidupan pada masa remaja. Hubungan romantis ini dimulai pada masa remaja hingga masa dewasa muda dan berlangsung selama waktu beberapa bulan hingga satu tahun atau bahkan lebih dari satu tahun (Furman & Wehner dikutip dalam Papalia et al., 2009). Kemudian ketertarikan ini pun akan berlanjut ke masa dewasa muda dan berkembang menjadi lebih intim sehingga mereka mulai membentuk komitmen dengan lawan jenis (Bouchey & Furman dikutip dalam Papalia et al., 2009). Menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis merupakan tugas yang sangat penting pada masa dewasa muda (Papalia et al., 2009). Pada masa ini, individu berada di dalam tahap intimacy vs isolation (Erikson dikutip dalam King, 2008). Lambeth dan Hallett (dikutip dalam Papalia et al., 2009) mengatakan bahwa pada masa inilah individu mulai menjalani hubungan yang intim dengan lawan jenis, mencari pasangan hidup dengan membentuk hubungan romantis yang biasa disebut sebagai pacaran, dan terkadang individu harus menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Pacaran jarak jauh dapat diartikan sebagai hubungan yang intim dengan lawan jenis namun terpisahkan oleh jarak fisik dalam periode waktu tertentu (Hampton, 2001). Pacaran jarak jauh dapat dikatakan suatu bentuk yang unik karena berbeda dari fenomena umumnya, di mana pasangan berada dalam jarak yang berdekatan. Individu dan pasangannya akan menjalani komitmen hubungan yang terpisah oleh jarak yang jauh. Jarak ini dapat diartikan sebagai hidup
terpisah kota atau negara dengan pasangan (“Long distance relationships, can they work?”, 2011). Menurut penelitian dari The Center for the Study of Long-Distance Relationships, di Amerika terdapat lebih dari 700.000 pasangan LDR (long distance relationship) akhirnya menikah (“Resep sukses pacaran jarak jauh”, 2009). Berdasarkan data statistik mengenai LDR pada tahun 2005 yang dilakukan oleh The Center for the Study of Long-Distance Relationships, sebanyak 2,9% dari keseluruhan jumlah angka pernikahan di AS merupakan hasil dari hubungan jarak jauh, dengan 1 dari 10 pernikahan yang dilaporkan merupakan hasil dari pacaran jarak jauh selama 3 tahun pertama (“Long distance relationships statistics”, 2008). Lalu penelitian lain juga menyebutkan terdapat sekitar 4 juta hingga 4,5 juta pasangan mahasiswa yang menjalani hubungan jarak jauh di AS (Vorwerck, 2011). Sementara itu di Indonesia, berdasarkan hasil survei yang melibatkan 123 responden mengenai pacaran jarak jauh yang dilakukan oleh Wolipop secara online, diperoleh data bahwa 49% responden berhasil menjalani hubungan pacaran jarak jauh dengan pasangannya, 38% responden tidak berhasil menjalani hubungan pacaran jarak jauh, 5% responden menjalani hubungan pacaran jarak jauh dengan keraguan dan putus asa, sedangkan 10% lainnya berharap hubungan pacaran jarak jauh yang dijalaninya akan berhasil (“Survei: 49% pasangan berhasil menjalani pacaran jarak jauh”, 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa menjalin hubungan pacaran jarak jauh tidaklah mudah dan memiliki persentase keberhasilan kurang dari 50%. Long distance relationship merupakan hubungan yang menantang karena individu dan pasangannya terpisah secara fisik karena situasi tertentu, alasan pribadi, pendidikan, atau pekerjaan (Day, 2002). Situasi tertentu yang mungkin terjadi adalah apabila pasangan berasal dari kota lain atau memiliki kewarganegaraan yang berbeda, pasangan harus pindah ke kota lain atau negara lain karena suatu alasan tertentu seperti harus menempuh pendidikan ke luar negeri, mendapat pekerjaan di luar negeri, atau karena mengikuti orangtua yang pindah lokasi bekerja. Trust merupakan hal yang paling mendasar dan inti dari setiap hubungan (Wall, 2001). Trust dibutuhkan pada hubungan pacaran jarak jauh atau pun pada hubungan pacaran jarak dekat. Namun trust pada hubungan jarak jauh lebih menantang karena pacaran jarak jauh bersifat eksklusif, emosional, membutuhkan komitmen yang tinggi (Hampton, 2001). Tantangan yang dimaksud adalah tidak adanya sentuhan fisik dan kesulitan untuk bertatap muka secara langsung dalam jangka waktu tertentu, membutuhkan kepercayaan yang tinggi, dan komitmen untuk tetap setia terhadap pasangan yang berada di tempat berbeda. Perbedaan jarak yang jauh ini dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat hubungan, karena kondisi jarak yang memisahkan individu dan pasangannya terkadang juga menguras emosi. Selain itu, intensitas pertemuan yang kurang juga menyebabkan timbulnya jarak di dalam hubungan itu sendiri (“Long distance relationships, can they work?”, 2011). Memang saat ini internet dapat membantu dalam menjalin komunikasi dengan pasangan, khususnya pasangan jarak jauh. Namun komunikasi tidak akan ada artinya tanpa adanya kepercayaan (trust) (Feldman, 2009). Pada kondisi seperti ini, hal yang dapat dilakukan oleh individu yang menjalani hubungan jarak jauh adalah mempercayai pasangannya. Individu yang dapat mempercayai orang lain adalah individu yang memiliki kehidupan yang sehat (Richo, 2010). Apabila individu mampu mempercayai orang lain, maka mereka dapat membangun hubungan sosial yang sehat. Mitos bahwa hubungan jarak jauh akan gagal diungkap oleh sebuah penelitian dari Center for Study of Long Distance di Amerika Serikat melalui penelitian Dr Greg Guldnef. Penelitian ini menemukan bahwa sekitar 70% pasangan gagal dalam memperjuangkan hubungan jarak jauh karena kesulitan dengan perubahan yang terjadi dan akhirnya hanya mampu bertahan selama 6 bulan saja (“Long distance relationship mungkinkah?”, 2011). Untuk mengatasi mitos kegagalan dalam hubungan jarak jauh ini, maka dibutuhkan rasa percaya kepada pasangan (trust), dan komitmen untuk jujur dalam berkomunikasi (Richo, 2010). Jika pasangan berkomitmen satu sama lain, saling percaya dan bersedia menanggung risiko bersama-sama, maka tidak menutup kemungkinan hubungan jarak jauh dapat terjalin dan dipertahankan oleh pasangan (Wawa, 2010).
Rumusan Masalah Bagaimana pemenuhan karakteristik trust pada dewasa muda yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban mengenai pemenuhan karakteristik trust pada dewasa muda yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Manfaat Penelitian Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi disiplin ilmu psikologi khususnya pada bidang psikologi sosial, terutama dalam hal trust dan intimacy relationship pada dewasa muda yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berguna bagi semua orang, terutama para dewasa muda yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Selain itu melalui penelitian ini diharapkan para dewasa muda yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh meletakkan trust terhadap pasangan di urutan pertama. Tinjauan Teoretis Dewasa Muda Dewasa muda adalah mereka yang berada dalam rentang usia antara 20 tahun sampai 40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Pada masa ini, banyak hal dapat dilakukan oleh para dewasa muda. Hal-hal tersebut mencakup pembuktian diri dalam banyak bidang yang dipilihnya. Masa transisi dari adolescence menjadi dewasa disebut sebagai emerging adulthood (Arnett dikutip dalam King, 2008). Menurut Arnett (dikutip dalam Papalia et al., 2009) terdapat tiga karakteristik yang dimiliki oleh dewasa muda, yaitu menerima tanggung jawab untuk diri sendiri, membuat keputusan secara bebas, dan mandiri secara finansial. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa muda saat ini berfokus pada beberapa hal, yaitu proses pendidikan, memperoleh pekerjaan, kemudian mencari dan memilih pasangan hidup, menikah, membentuk keluarga baru dan mempunyai anak (Schulenberg, O’Malley, Bachman, & Johnston dikutip dalam Papalia et al., 2009). Berndt (dikutip dalam Miller, Perlman, & Brehm, 2007) mengatakan bahwa intimasi merupakan aspek yang paling penting pada tingkat perkembangan dewasa muda. Individu dewasa muda mulai berfokus untuk mencari pasangan dan membina hubungan yang intim. Hubungan yang intim tidak selalu melibatkan aktivitas seksual, tetapi juga melibatkan aspirasi, kebutuhan, kepekaan, dan keinginan terhadap pasangan. Berdasarkan normative stage model, masa dewasa muda berada pada tahap perkembangan psikososial intimacy vs isolation. Normative stage model menggambarkan perkembangan psikososial dalam urutan tertentu yang terkait dengan usia perkembangan individu (Papalia et al., 2009). Pada tahap perkembangan psikososial intimacy vs isolation, individu berusaha untuk menjalin hubungan yang intim dengan orang lain yang dirasa dekat dan dapat diajak untuk berkomitmen (Strong, DeVault, & Cohen, 2011). Kieffer (dikutip dalam Cox & Demmitt, 2009) mengartikan intimacy sebagai suatu pengalaman intens yang dirasakan oleh individu secara fisik dan emosional dalam berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu menurut Calderone (dikutip dalam Cox & Demmitt, 2009) terdapat komponen-komponen utama di dalam intimacy, yaitu pilihan (choice), kebersamaan (mutuality), hubungan timbal balik (reciprocity), kepercayaan (trust), dan perasaan senang (delight). Hubungan pertemanan dan percintaan merupakan dua hal dasar yang merupakan bagian dari intimasi individu (Strong et al., 2011). Hubungan pertemanan pada dewasa muda lebih terfokus di tempat kerja, berbagi pengalaman dan bertukar pikiran, juga melibatkan dukungan secara emosional (Papalia et al., 2009). Terdapat perbedaan dalam hal berbagi pengalaman dan bertukar pikiran antara pria dan wanita. Helms, Crouter, & McHale (dikutip dalam Papalia et al., 2009) menyatakan bahwa wanita lebih sering berbagi pengalaman pribadi, menerima saran, serta dukungan dalam hubungan pertemanan. Sementara pria lebih tertutup. Membangun hubungan yang intim dengan lawan jenis diawali dengan memulai hubungan pertemanan, kemudian dilanjutkan dengan dating atau kencan. Hal yang umum dirasakan oleh individu saat pertama kali mengajak pasangannya untuk kencan adalah timbulnya perasaan
malu, takut terhadap penolakan, dan kecemasan berlebih. Pada umumnya, pria akan lebih dahulu mengajak pasangannya untuk kencan, misalnya dengan mengajak pasangannya menonton bioskop. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi wanita untuk mengajak pasangannya terlebih dahulu (Laner dan Ventrone dikutip dalam Strong et al., 2011). Proses dating ini menentukan apakah individu berhasil membangun komitmen yang lebih intim dengan pasangannya atau tidak. Jika berhasil, maka individu akan membangun hubungan yang lebih intim dalam romantic relationship. Tetapi apabila individu tidak berhasil, maka secara tidak langsung ia akan mengisolasi diri dan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Erikson dikutip dalam Papalia et al., 2009). Relationship Relationship dapat diartikan sebagai hubungan antara dua orang atau lebih. Sifat hubungan dapat dikategorikan menjadi baru atau lama, hubungan jangka pendek atau hubungan jangka panjang, penuh kebencian atau penuh kasih, hubungan yang penting atau tidak penting, hubungan yang baik atau buruk, hubungan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan sebagainya. (Seiler & Beall, 2005). Sebuah hubungan yang lebih intim akan membantu individu untuk menemukan pasangan yang tepat hingga akhirnya individu dan pasangannya memutuskan untuk membangun komitmen bersama-sama dalam romantic love (Cox & Demmitt, 2009). Hubungan yang lebih intim membantu individu untuk lebih mengenal pasangannya dengan mengetahui apa saja kekurangan dan kelebihan pasangan. Setelah itu apabila mereka merasa cocok satu sama lain dan merasa sudah menemukan pasangan yang tepat, maka mereka pun akan membentuk komitmen dalam hubungan pacaran. Setiap individu memiliki kebutuhan untuk membentuk hubungan dengan orang lain (Seiler & Beall, 2005). Salah satunya adalah dengan menjalin hubungan yang lebih intim dengan pasangan. Hubungan ini melibatkan emosi yang kuat dan mempengaruhi persepsi individu terhadap romantic love (Miller et al., 2007). Romantic love adalah pola eksklusivitas dalam hubungan pasangan, kualitas waktu yang dihabiskan bersama-sama, sentuhan fisik yang menyiratkan keromantis atau keinginan, berbagi informasi pribadi dan cerita, dan komunikasi yang membuat hubungan menjadi lebih intim (Cox & Demmitt, 2009). Romantic love memiliki kualitas yang spesial, terjalin karena adanya keinginan untuk menjalin hubungan (Luqman, 2009). Individu menjalin hubungan romantis bersama pasangannya, dan pasangannya dapat disebut sebagai lover (pacar) (Beebe, Beebe, & Redmon, 2005). Romantic relationship berbeda dengan hubungan pertemanan. Di dalam romantic relationship terdapat ketertarikan yang lebih tinggi dibandingkan ketertarikan dengan teman dan melibatkan cinta dengan lawan jenis. Keinginan untuk menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis (heterosexual) biasanya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan keinginan untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis (homosexual) (Beebe et al., 2005). Pengertian kata romantis di dalam love relationship dapat diartikan sebagai cinta, daya tarik, dan antusiasme atau minat terhadap sesuatu atau seseorang yang diwujudkan dalam tindakan (Luqman, 2009). Setiap pasangan memiliki idealisme tersendiri mengenai romantic relationship. Hal ini dapat dicapai dengan menjalani dating dan proses mengenal satu sama lain (Cox & Demmitt, 2009). Richo (2010) mengungkapkan bahwa di dalam love relationship, terdapat attachment yang dapat diartikan sebagai kedekatan fisik dan emosional terhadap orang lain yang timbul karena adanya keinginan alamiah. Love relationship melibatkan hubungan yang lebih intim, menimbulkan gairah, melibatkan ketertarikan yang lebih tinggi terhadap pasangan, dan lebih daripada sekedar menyukai seseorang. Selain itu love relationship pun melibatkan emosi yang lebih mendalam (Beebe et al., 2005). Komponen dalam Love Relationship Sternberg (dikutip dalam Papalia et al., 2009) mengungkapkan triangular theory of love, yang menyatakan bahwa terdapat tiga komponen dalam love relationship yaitu intimacy, passion, dan komitmen.
Intimacy. Intimacy berhubungan dengan emosi dan melibatkan keterbukaan diri. Keterbukaan diri inilah yang mengarah pada suatu hubungan, kehangatan, dan trust (kepercayaan). Passion. Passion berhubungan dengan motivasi untuk bertindak, berdasarkan dorongan dari dalam diri dan diwujudkan dalam tindakan atau adanya keinginan seksual. Komitmen. Komitmen berhubungan dengan kognitif. Faktor kognitif ini menentukan bagaimana seseorang menentukan pilihan, membuat keputusan untuk mencintai seseorang, dan bertahan dalam hubungan percintaan dengan orang yang dipilihnya. Richo (2010) mengatakan bahwa membentuk komitmen dalam sebuah relationship merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh individu dewasa untuk memenuhi kebutuhan dalam hal membangun intimacy. Pada mulanya individu menjalin pertemanan, kemudian hubungan berkembang menjadi lebih dekat hingga mereka berani mengambil komitmen untuk menjadi pasangan kekasih. Long Distance Relationship Hubungan jarak jauh atau long distance relationship merupakan hubungan yang menantang karena individu dan pasangannya terpisah secara fisik karena situasi tertentu, alasan pribadi, pendidikan, atau pekerjaan (Day, 2002). Hampton (2001) mendefinisikan pacaran jarak jauh sebagai hubungan yang intim dengan lawan jenis namun terpisahkan oleh jarak fisik dalam periode waktu tertentu. Jarak fisik yang dimaksud adalah terpisahnya individu dan pasangannya karena adanya perbedaan lokasi sehingga secara fisik mereka terpisah, misalnya perbedaan lokasi kota atau negara. Sebuah hubungan dapat dikatakan berhasil apabila di antara pasangan terjalin komunikasi yang terbuka. Davis dan Todd (dikutip dalam Hampton, 2001) mendeskripsikan beberapa karakteristik yang mempengaruhi suksesnya sebuah hubungan, yaitu respect (rasa menghargai), understanding (pengertian), trust (percaya), dan intimacy (intim atau kedekatan). Seiler dan Beall (2005) berpendapat bahwa kontak fisik tidak selalu dibutuhkan dalam perkembangan suatu hubungan. Interaksi secara bertatap muka memang diperlukan, tetapi tidak menjamin bahwa hal ini dapat menentukan keberhasilan hubungan karena kualitas dalam suatu hubungan dianggap lebih penting daripada hanya sekedar kontak fisik, yaitu dengan berkomunikasi secara intens. Perbedaan yang dirasakan oleh pasangan yang menjalin hubungan jarak jauh adalah dalam cara berkomunikasi, komunikasi tidak dapat dilakukan dengan cara bertatap wajah secara langsung (Day, 2002). Komunikasi pada hubungan jarak jauh dapat dilakukan melalui media komunikasi yang tersedia. Terdapat beberapa tipe komunikasi yang digunakan dalam menjalin hubungan jarak jauh, yaitu komunikasi melalui telepon, komunikasi melalui tulisan atau surat, bertemu secara langsung, dan komunikasi lainnya (Hampton, 2001). Komputer merupakan salah satu media komunikasi yang paling sering digunakan dalam menjalin komunikasi hubungan jarak jauh. Penggunaan internet melalui komputer sangat membantu dalam berkomunikasi. Hal ini telah mengubah cara individu berinteraksi dan terhubung dengan orang lain di waktu dan berbagai tempat yang berbeda (Seiler & Beall, 2005). Selain komputer, telepon menjadi sarana lain yang berperan penting dalam menjalin komunikasi pada pasangan jarak jauh (Day, 2002). Namun ternyata, komunikasi melalui internet dan telepon tidak dapat menggantikan kesan mendalam seperti pada komunikasi bertatap muka secara langsung (Seiler & Beall, 2005). Komunikasi melalui internet pun tidak selalu dirasa sebagai bentuk komunikasi yang paling baik bagi laki-laki dan perempuan, tetapi Parks dan Floyd (dikutip dalam Seiler & Beall, 2005) mengatakan bahwa perempuan lebih mungkin untuk membentuk hubungan dan menjalin hubungan komunikasi dengan pasangan melalui internet dibandingkan laki-laki. Trust Henslin (dikutip dalam King, 2008) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas orang lain, percaya bahwa orang yang dipercaya akan melakukan seperti apa yang diharapkan. Trust pada bagian ini dapat terjadi apabila individu dapat membentuk hubungan yang baik dengan orang lain. Trust sebagai dasar dari hubungan individu
dapat dilihat pada proses awal terbentuknya basic trust di masa satu setengah tahun pertama kehidupan. Basic trust inilah yang mempengaruhi cara individu menjalin hubungan yang intim dengan orang lain (Papalia et al., 2009).Trust adalah tahap pertama pada perkembangan psikososial yang terjadi selama 18 bulan pertama kehidupan. Jika trust berhasil terbentuk maka akan terbentuk perasaan aman, percaya, dan rasa optimis. Tetapi apabila mistrust yang terbentuk, maka akan terbentuk perasaan tidak aman dan kurangnya rasa percaya diri (Erikson dikutip dalam Papalia et al., 2009). Richo (2010) mengartikan trust sebagai rasa percaya pada kesetiaan, kejujuran, dan rasa aman terhadap orang lain. Trust mempunyai objek yang spesifik. Trust merupakan bagian yang penting dalam suatu hubungan yang sehat. Feldman (2009) mengatakan bahwa trust tidaklah permanen, tetapi trust muncul dari adanya komitmen. Trust juga dapat dilihat dalam suatu hubungan pacaran, karena di dalam hubungan pacaran terdapat komitmen. Trust perlu didukung dengan adanya keterbukaan dalam komunikasi, kejujuran untuk menyampaikan apa yang dibutuhkan, diinginkan, menceritakan kesedihan dan rasa takut, dan dalam hal mengekspresikan diri (Day, 2002). Trust merupakan hal yang paling mendasar dan inti dari setiap hubungan (Wall, 2001). Setiap individu perlu menempatkan trust di urutan pertama dalam setiap hubungan. Di dalam hubungan percintaan, penting bagi seseorang untuk mempercayai pasangannya. Sebuah hubungan akan menjadi lebih kuat apabila trust menjadi salah satu nilai di dalam hubungan tersebut (Feldman, 2009).Trust juga merupakan hubungan timbal balik (Richo, 2010). Maksudnya adalah adanya kepercayaan secara dua arah, individu dapat mempercayai pasangannya dan pasangannya juga akan mempercayainya. Rasa saling percaya ini akan meningkatkan hubungan percintaan yang lebih intim dan meningkatkan rasa cinta dalam suatu hubungan. Rasa percaya terhadap pasangan dapat ditunjukkan dalam cara yang implisit dan tanpa syarat (Richo, 2010). Individu dikatakan tidak memiliki trust terhadap pasangan apabila meragukan perkataan dan kebenaran dari tindakan yang dilakukan oleh pasangan. Jika individu dan pasangan memiliki rasa saling percaya, maka tidak akan ada keraguan untuk berbagi cerita dan saling terbuka mengenai hal-hal yang dapat diterima atau pun tidak dapat diterima dalam menjalani hubungan (Day, 2002). Trust dapat dijadikan sebagai motivasi atau harapan bahwa pasangan kita dapat dipercaya dan tidak akan mengkhianati komitmen yang telah dibuat. Hal ini dilakukan untuk melindungi diri dari rasa sakit yang muncul apabila suatu saat individu mengalami pengkhianatan atau kehilangan (Richo, 2010). Trust dalam long distance relationship merupakan hal esensial yang membuat individu dapat mencintai dan merasa tenang dalam menjalani hubungan dengan pasangan, karena kecurigaan di dalam hubungan akan menimbulkan ketidaknyamanan dan kurangnya rasa kontrol dalam diri individu (Day, 2010). Karakteristik Trust Trust merupakan feeling, choice, dan sesuatu yang dapat dipelajari. Feeling dapat diartikan sebagai perasaan aman dan nyaman ketika rasa percaya ada di dalam hubungan. Choice merupakan pilihan yang diambil oleh individu untuk bertindak jujur. Trust dapat dipelajari dengan meningkatkan keyakinan diri mengenai kepada siapa, kapan, dan seberapa besar rasa percaya yang dapat diberikan oleh individu (Wall, 2004). Trust dimulai dengan munculnya sebuah belief (keyakinan) terhadap orang lain berdasarkan suatu dugaan atau janji yang sudah dibuat sebelumnya (Richo, 2010). Richo (2010) menyatakan bahwa terdapat lima buah karakteristik dalam trust yang biasa disebut the five’s A, yaitu attention (memberi perhatian kepada pasangan), acceptance (sikap penerimaan), appreciation (menghargai pasangan), affection (menunjukkan kasih sayang), dan allowing (kebebasan untuk bertindak). Allowing dapat ditunjukkan untuk tiga area. Pertama adalah kebebasan untuk menunjukkan perasaan yang dialami oleh individu tanpa perlu merasa diganggu, dihukum, atau ditertawai oleh orang lain. Kedua adalah kebebasan dan dorongan untuk menyatakan sesuatu mengenai apa yang kita butuhkan, nilai-nilai, dan harapan-harapan. Ketiga adalah kebebasan untuk menentukan pilihan sendiri. Selain the five’s A, terdapat dua karakteristik lain yang tampak sebagai hasil dari trust yaitu safety dan security (Richo, 2010).
Safety diartikan sebagai perasaan dari dalam diri yang menyatakan bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi, sehingga individu dapat merasa bebas dalam perasaan, perkataan, maupun tindakan. Sementara itu, security dapat diartikan sebagai kenyamanan dan rasa aman apabila seseorang hadir untuk kita. Metode Penelitian Kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa muda yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh beda negara dalam rentang usia 20 tahun sampai 30 tahun. Kriteria lainnya yaitu partisipan sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh dengan lawan jenis yang berada di negara lain (terjadi perbedaan waktu minimal 3 jam) dan telah menjalin hubungan pacaran jarak jauh dengan pasangannya selama minimal dua tahun. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode wawancara secara mendalam untuk memperoleh data dari partisipan penelitian.Penelitian dilakukan di Jakarta, dengan cara mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.Peralatan penelitian yang digunakan adalah inform consent yang menyatakan kesediaan partisipan untuk memberikan data secara benar, daftar pertanyaan sebagai panduan dalam proses wawancara, alat perekam yang digunakan untuk merekam data selama wawancara berlangsung, dan alat tulis untuk melakukan pencatatan. Proses pencarian data dilakukan dengan cara mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria yang telah dibuat. Jumlah subyek minimal adalah 6 orang (tiga pasang dewasa muda yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh, terdiri dari tiga orang pria dan tiga orang wanita). Hasil Analisis Penelitian Tabel 1 Demografi Subyek Inisial Subye k
Keteranga n
P
Subyek 1a
K
Subyek 1b
CM
Subyek 2a
D
Subyek 2b
CS
Subyek 3a
Y
Subyek 3b
Jenis Usia 26 tahu n 21 tahu n 20 tahu n 20 tahu n 28 tahu n 26 tahu n
Agam a
Domisili
Urutan Lahir
Pendidika n
Pekerjaa n
Laki-laki
Katholi k
Jakarta
5 dari 6
S1
Wirausah a
Perempua n
Katholi k
Jerman
Tungg al
Sedang proses S1
Pelajar
Laki-laki
Kristen
Los Angeles, Amerika
3 dari 3
Sedang proses S1
Pelajar
Perempua n
Katholi k
Jakarta
1 dari 4
Sedang proses S1
Pelajar
Laki-laki
Kristen
Jakarta
2 dari 2
S1
Karyawa n
Perempua n
Kristen
Melbourn e, Australia
2 dari 3
S2
Karyawa n
Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa ketiga pasang subyek dalam penelitian ini telah menjalani hubungan pacaran jarak jauh sekitar dua sampai tiga tahun. Hubungan pacaran jarak jauh yang dijalani oleh ketiga pasang subyek terjadi karena salah satu dari mereka harus
tinggal di negara lain karena faktor pendidikan dan bekerja. Ketiga pasang subyek mengaku bahwa pada awalnya hubungan tersebut berawal dari hubungan pertemanan. Kepercayaan merupakan hal yang penting bagi keenam subyek. Basic trust dibangun di masa kecil bersama orangtua dan mempengaruhi cara individu menjalin hubungan dengan orang lain. Empat dari enam subyek, yaitu subyek P, subyek CM, subyek CS, dan subyek Y tidak mengalami masalah di masa kecil bersama orangtua, keempat subyek ini dapat mempercayai orangtuanya dan memiliki hubungan yang baik dengan orangtua. Kepercayaan yang terjalin antara individu dan orangtua membuat subyek mampu untuk mempercayai pasangan. Hal ini menunjukkan pentingnya basic trust untuk membangun kepercayaan dengan orang lain, khususnya dalam menjalin hubungan pacaran. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa empat dari enam subyek memenuhi kelima karakteristik trust yang ada. Kelima karakteristik tersebut adalah attention (memberi perhatian kepada pasangan), acceptance (sikap penerimaan), appreciation (menghargai pasangan), affection (menunjukkan kasih sayang), dan allowing (kebebasan untuk bertindak) yang terdiri dari kebebasan menunjukkan perasaan, kebebasan bicara, dan kebebasan menentukan pilihan. Keempat subyek yang memenuhi kelima karakteristik tersebut adalah subyek P (subyek 1a), subyek K (subyek 1b), subyek CS (subyek 3a), dan subyek Y (subyek 3b). Sementara itu dua subyek lainnya (subyek CM dan D) hanya memenuhi empat dari lima karakteristik trust. Keempat subyek yang memenuhi kelima karakteristik trust mampu mengungkapkan bagaimana cara mereka menunjukkan perhatian, menerima pasangan, menghargai pasangan, menunjukkan kasih sayang, dan merasakan kebebasan di dalam hubungan yang dijalani sekarang. Keempat subyek ini terdiri dari dua pasang, dan dapat terlihat bahwa hubungan timbal balik ada pada tindakan mereka. Sementara itu satu pasangan lainnya hanya memenuhi empat karakteristik trust. Pasangan ini tidak memenuhi salah satu karakteristik trust, yaitu dalam merasakan kebebasan untuk bertindak. Pasangan ini menunjukkan hubungan timbal balik karena keduanya sama-sama kurang memberikan kebebasan pada pasangan untuk bertindak dan hal ini membuat mereka berpikiran negatif atau curiga pada pasangan. Dengan demikian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kelima karakteristik trust ada pada dua dari tiga pasangan yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh, yaitu pasangan pertama (subyek P dan subyek K) dan pasangan ketiga (subyek CS dan subyek Y). Karakteristik No
Subyek P (1a)
Subyek K (1b)
Kesimpulan
Trust Attention Tindakan memberi 1
perhatian kepada
Mengingatkan pacar
Memperhatikan
Terdapat hubungan timbal balik
untuk makan dan
kesehatan pacar,
antara subyek P dan K dalam hal
menjaga kesehatan.
menjadi teman berbagi
memberi perhatian. Subyek
dan pendengar yang
P dan K saling memperhatikan
baik bagi pacar (Skype/Whatsapp)
satu sama lain.
Subyek mengetahui
Subyek mengetahui
Terdapat hubungan timbal balik
dan mampu menerima
dan mampu menerima
antara subyek P dan K dalam hal
kekurangan dan
kekurangan dan
penerimaan terhadap pasangan.
kelebihan pasangan.
kelebihan pasangan.
Subyek P dan K saling menerima
pasangan.
Acceptance Sikap penerimaan 2 terhadap pasangan.
satu sama lain.
3
4
Appreciation
Subyek menghargai
Subyek mendengarkan,
Terdapat hubungan timbal balik
Sikap menghargai
dan mendengarkan
menghormati, peduli,
antara subyek P dan K dalam hal
pasangan.
masukan dari pacar.
menghargai, dan jadi
menghargai pasangan.
pendengar yang baik
Subyek P dan K saling menghargai
bagi pacar.
satu sama lain.
Affection
Subyek menunjukkan
Subyek mengungkapkan
Terdapat hubungan timbal balik
Tindakan untuk
kasih sayang dengan
rasa sayang melalui
antara subyek P dan K dalam hal
menunjukkan kasih
memberikan perhatian dengan mengirim pesan, menanyakan kabar melalui Whatsapp/Skype
perkataan, berbagi, peduli,
menunjukkan kasih sayang.
memperhatikan dan
Subyek P dan K saling menunjukkan
saling menerima.
kasih sayang.
Subyek bebas untuk menunjukkan perasaan, berbicara, dan bertindak.
Subyek bebas untuk menunjukkan perasaan, berbicara, dan bertindak.
Subyek P dan K sama-sama
Subyek tidak takut
Subyek tidak takut
berbicara dengan pacar.
berbicara dengan pacar.
sayang kepada pasangan.
5
Allowing Kebebasan untuk bicara, menunjukkan perasaan, dan bertindak atau menentukan pilihan.
merasakan kebebasan.
Karakteristik No
Subyek CM (2a)
Subyek D (2b)
Kesimpulan
Trust Attention
1
Terdapat hubungan timbal balik antara subyek CM dan D dalam hal
Mengingatkan pacar
Mengingatkan pacar
Tindakan memberi
untuk makan dan
untuk makan dan
perhatian kepada
menemani pacar saat
mendengarkan cerita
memberi perhatian. Subyek
sakit melalui Skype.
pacar.
CM dan D saling memperhatikan
pasangan.
satu sama lain. Acceptance Sikap penerimaan 2
terhadap pasangan.
Subyek mengetahui
Subyek mengetahui
dan mampu menerima
dan mampu menerima
kekurangan dan
kekurangan dan
kelebihan pasangan.
kelebihan pasangan.
Subyek memberi
Subyek mendengarkan,
perhatian lebih dengan
cerita pacar dan
kejutan dan memilih
membahas masalah
Terdapat hubungan timbal balik antara subyek CM dan D dalam hal penerimaan terhadap pasangan. Subyek CM dan D saling menerima satu sama lain.
Appreciation 3
Sikap menghargai pasangan.
Terdapat hubungan timbal balik antara subyek CM dan D dalam hal menghargai pasangan.
berkomunikasi dengan
bersama-sama.
pacar daripada pergi
Subyek CM dan D saling menghargai satu sama lain.
bersama teman-teman. Subyek menunjukkan
Subyek menunjukkan
Tindakan untuk
kasih sayang dengan
kasih sayang dengan
berkorban untuk bangun
berkorban untuk tidur
menunjukkan kasih sayang.
lebih malam agar dapat berkomunikasi dengan Pacar melalui Skype/BBM
Subyek CM dan D saling berkorban waktu agar dapat berkomunikasi.
menunjukkan kasih 4
sayang kepada pasangan.
lebih pagi agar dapat berkomunikasi dengan pacar.
5
Terdapat hubungan timbal balik antara subyek CM dan D dalam hal
Affection
Allowing Kebebasan untuk bicara, menunjukkan perasaan,
Subyek bebas untuk mengungkapkan perasaan, dan pikiran. Namun takut
dan bertindak atau
dalam hal berbicara dan
menentukan pilihan.
bertindak.
Subyek bebas untuk menunjukkan perasaan, dan berbicara. Namun Subyek merasa kurang bebas untuk bertindak.
Subyek CM dan D kurang merasakan kebebasan. Subyek CM merasa takut dalam hal berbicara dan bertindak, dan subyek D takut untuk bertindak.
Karakteristik No
Subyek CS (3a)
Subyek Y (3b)
Kesimpulan
Trust Attention Tindakan memberi
1
perhatian kepada
pasangan.
Acceptance Sikap penerimaan 2
terhadap pasangan.
Mengingatkan pacar
Mengingatkan pacar
Terdapat hubungan timbal balik
untuk makan,
untuk makan,
antara subyek CS dan Y dalam hal
menanyakan kabar dan kegiatan pacar melalui Facebook/Yahoo Messenger
menanyakan kabar dan
memberi perhatian. Subyek
kegiatan pacar serta
CS dan Y saling memperhatikan
memberi dukungan melalui Facebook/YM
satu sama lain.
Subyek mengetahui
Subyek mengetahui
Terdapat hubungan timbal balik
dan mampu menerima
dan mampu menerima
antara subyek CS dan Y dalam hal
kekurangan dan
kekurangan dan
penerimaan terhadap pasangan.
kelebihan pasangan.
kelebihan pasangan.
Subyek CS dan Y saling menerima satu sama lain.
Appreciation Sikap menghargai 3
pasangan.
Subyek menghargai
Subyek menyediakan
Terdapat hubungan timbal balik
dengan memberi
waktu untuk pacar,
antara subyek CS dan Y dalam hal
perhatian, rasa nyaman,
mendengarkan cerita, dan
menghargai pasangan.
dan mempercayai pacar.
menghargai hal yang
Subyek CS dan Y saling
dilakukan bersama pacar.
menghargai satu sama lain.
4
Affection
Subyek menunjukkan
Subyek mengungkapkan
Terdapat hubungan timbal balik
Tindakan untuk
kasih sayang dengan
rasa sayang melalui
antara subyek CS dan Y dalam hal
saling memperhatikan,
perkataan, tindakan, dan
menunjukkan kasih sayang.
dan berkomunikasi
memperhatikan pacar
Subyek CS dan Y saling
melalui video call Skype/Line
melalui Skype/Line..
menunjukkan kasih sayang.
Allowing
Subyek bebas untuk
Subyek bebas untuk
Subyek CS dan Y sama-sama
Kebebasan untuk bicara,
merasakan kebebasan.
menunjukkan kasih sayang kepada pasangan.
5
berbicara, bertindak,
berbicara, bertindak,
menunjukkan perasaan,
serta mengungkapkan
serta mengungkapkan
dan bertindak atau
pikiran dan perasaan.
pikiran dan perasaan.
menentukan pilihan.
Diskusi Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, penulis mengetahui bahwa ketiga pasang subyek menjalani hubungan pacaran jarak jauh karena memiliki alasan tersendiri. Hubungan pacaran jarak jauh oleh Hampton (2001) diartikan sebagai hubungan yang intim dengan lawan jenis namun terpisahkan oleh jarak fisik dalam periode waktu tertentu. Perbedaan lokasi antara individu dan pasangannya disebutkan oleh Day (2002) sebagai hubungan yang menantang karena perpisahan secara fisik terjadi karena situasi tertentu, alasan pribadi, pendidikan, atau pekerjaan. Pasangan pertama (subyek P dan K) dan pasangan kedua (subyek CM dan D) menjalani hubungan pacaran jarak jauh karena faktor pendidikan. Sementara itu pasangan ketiga (subyek CS dan Y) menjalani hubungan pacaran jarak jauh karena faktor pekerjaan. Studi S2 yang dijalani oleh subyek Y sudah selesai dan sampai saat ini subyek masih bekerja di Melbourne, Australia. Hubungan yang dijalani oleh ketiga pasang subyek berawal dari pertemuan yang berlanjut ke hubungan pertemanan dan kemudian hubungan pacaran. Ketiga subyek saat ini berada di tahap perkembangan psikososial intimacy vs isolation yang dimaksudkan oleh Strong, DeVault, dan Cohen (2011) sebagai tahapan dimana individu berusaha untuk menjalin hubungan yang intim dengan orang lain yang dirasa dekat dan dapat diajak untuk berkomitmen. Miller, Perlman, dan Brehm (2007) mengatakan hubungan yang lebih intim diawali oleh hubungan pertemanan, dan kemudian berlanjut karena adanya faktor kedekatan dan banyaknya jumlah intensitas pertemuan. Ketiga pasang subyek memutuskan untuk berkomitmen walaupun harus terpisah jarak untuk waktu tertentu. Faktor kedekatan dan banyaknya jumlah intensitas pertemuan tidak berpengaruh dalam hubungan ketiga pasang subyek. Perbedaan lokasi tempat tinggal membuat masingmasing pasangan jarang bertemu, pertemuan hanya terjadi sekitar 2 sampai 3 kali dalam satu tahun. Namun kedekatan tidak harus ditunjukkan dengan kedekatan secara fisik, ketiga pasang subyek tetap merasa dekat karena selalu berkomunikasi setiap hari. Ketiga pasang subyek merasa dekat karena saling berkomunikasi dan memberi kabar setiap hari. Hal ini didukung dengan pernyataan Seiler dan Beall (2005) yang berpendapat bahwa kontak fisik tidak selalu dibutuhkan dalam perkembangan suatu hubungan. Interaksi secara bertatap muka memang diperlukan, tetapi tidak menjamin bahwa hal ini dapat menentukan keberhasilan hubungan karena kualitas dalam suatu hubungan dianggap lebih penting daripada hanya sekedar kontak fisik, yaitu dengan berkomunikasi secara intens. Ketiga pasang subyek merasakan ada hal yang berbeda dalam hubungan pacaran jarak jauh. Perbedaan terjadi karena mereka tidak dapat bertemu secara langsung dengan pasangannya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Day (2002) mengenai perbedaan yang
dirasakan oleh pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh. Perbedaan ada dalam cara berkomunikasi, komunikasi pada pacaran jarak jauh tidak dapat dilakukan dengan cara bertatap wajah secara langsung. Selama menjalani hubungan pacaran jarak jauh, ketiga pasang subyek menggunakan teknologi untuk membantu mereka berkomunikasi. Seperti yang diungkapkan Hampton (2001) mengenai beberapa tipe komunikasi yang digunakan dalam menjalani hubungan jarak jauh, yaitu komunikasi melalui telepon, komunikasi melalui tulisan atau surat, bertemu secara langsung, dan komunikasi lainnya. Ketiga pasang subyek bertemu secara langsung ketika salah satu dari mereka kembali untuk berlibur. Ketiga pasang subyek juga memanfaatkan penggunaan aplikasi internet seperti Skype, BlackBerry Messenger, Facebook, Whatsapp, Line atau Yahoo Messenger melalui komputer atau telepon genggam untuk berkomunikasi. Penggunaan internet melalui komputer menurut Seiler dan Beall (2005) sangat membantu dalam berkomunikasi. Hal ini telah mengubah cara individu berinteraksi dan terhubung dengan orang lain di waktu dan berbagai tempat yang berbeda. Namun ternyata, komunikasi melalui internet dan telepon tidak dapat menggantikan kesan mendalam seperti pada komunikasi bertatap muka secara langsung (Seiler & Beall, 2005). Ketiga pasang subyek sempat menceritakan mengenai kesulitan yang dialami dalam hal berkomunikasi, mereka mengatakan ada miskomunikasi yang terjadi. Miskomunikasi terjadi karena komunikasi melalui media tentu berbeda dengan komunikasi secara langsung, dan karena itulah maka komunikasi melalui internet tidak dapat menggantikan komunikasi tatap muka secara langsung. Hal selanjutnya adalah mengenai basic trust. Basic trust artinya adalah dasar kepercayaan yang dibangun sejak kecil bersama orangtua. Papalia, Olds dan Feldman, (2009) menyebutkan bahwa basic trust terbentuk di masa satu setengah tahun pertama kehidupan dan mempengaruhi cara individu membangun hubungan yang intim dengan orang lain. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada keenam subyek, penulis mengetahui bahwa empat orang subyek tidak mengalami masalah pada basic trust, yaitu subyek P, subyek CM, subyek CS, dan subyek Y. Sementara itu ada dua orang subyek yang mengalami masalah pada basic trust, yaitu subyek K dan subyek D. Adanya masalah pada basic trust yang dialami oleh subyek D membuatnya sulit untuk percaya pada orang lain. Subyek D pun pernah mengalami perselingkuhan dan hal ini diakui oleh subyek berdampak pada sikapnya dalam membangun relasi dengan pacarnya. Subyek menyadari bahwa dirinya adalah orang yang posesif dan mudah curiga. Perasaan tidak aman dalam diri subyek kemungkinan besar disebabkan adanya masalah pada basic trust dengan orangtua. Hal berbeda juga ditunjukkan oleh subyek CM. Walaupun subyek CM tidak mengalami masalah pada basic trust, subyek menunjukkan sikap kurang percaya pada pacarnya. Sikap kurang percaya diungkapkan subyek ketika merasa yakin bahwa pacarnya pasti pernah membohonginya. Selain itu subyek CM pun akan bertanya secara lengkap dan jelas pada pacarnya mengenai kegiatan yang diikuti oleh pacarnya. Subyek CM akan marah apabila kegiatan yang diikuti oleh pacarnya mengganggu aktivitas pacarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa subyek CM tidak menunjukkan rasa percaya pada pasangan. Sementara ketiga subyek lainnya, yaitu subyek P, subyek CS, dan subyek Y menunjukkan sikap mempercayai pacarnya secara penuh. Ketiga pasang subyek memiliki caranya masing-masing untuk menunjukkan rasa percaya mereka pada pasangan. Hal ini dapat terlihat dari lima karakteristik trust seperti yang diungkapkan oleh Richo (2010) yaitu attention (memberi perhatian kepada pasangan), acceptance (sikap penerimaan), appreciation (menghargai pasangan), affection (menunjukkan kasih sayang), dan allowing (kebebasan untuk bertindak) yang terdiri dari kebebasan menunjukkan perasaan, kebebasan bicara, dan kebebasan menentukan pilihan. Kemampuan subyek untuk mempercayai pasangannya merupakan kelanjutan dari basic trust di masa kecil. Suatu hubungan dapat dikatakan memiliki rasa saling percaya apabila kepercayaan dilakukan secara dua arah. Richo (2010) mengatakan bahwa trust merupakan hubungan timbal balik, maksudnya adalah individu dapat mempercayai pasangannya dan pasangannya juga akan mempercayainya.
Pasangan pertama dan ketiga memiliki rasa saling percaya satu sama lain. Mereka menunjukkan rasa percaya melalui perhatian dan sikap yang ditunjukkan pada pasangan. Rasa percaya ada di dalam hubungan pacaran pasangan pertama dan ketiga karena mereka merasa sudah saling mengenal dan ada keterbukaan di dalam hubungan yang dijalani ini. Selain itu komunikasi yang lancar dan dilakukan setiap hari turut mendukung tumbuhnya kepercayaan di antara mereka. Apabila dilihat dari kelima karakteristik trust, pasangan pertama memenuhi kelima karakteristik ini dan ada hubungan timbal balik di dalam hubungan tersebut. Berbeda dengan pasangan pertama dan ketiga, pasangan kedua tidak memenuhi kelima karakteristik trust. Pasangan kedua hanya memenuhi empat dari lima karakteristik trust yang ada. Karakteristik yang tidak terpenuhi itu adalah allowing (kebebasan untuk bertindak) yang terdiri dari kebebasan menunjukkan perasaan, kebebasan bicara, dan kebebasan menentukan pilihan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, penulis menemukan adanya rasa takut dalam hubungan pacaran pasangan kedua. Subyek CM pernah merasa takut untuk menceritakan kegagalannya pada subyek D karena takut membuat pacarnya kecewa. Selain itu subyek CM pun merasa kurang bebas dalam bertindak, khususnya ketika hendak membantu temannya yang berjenis kelamin perempuan. Ketakutan subyek CM terjadi karena subyek D bersikap posesif dan sering merasa cemburu. Subyek CM juga sempat mengutarakan keyakinannya bahwa pacarnya pasti pernah membohonginya. Sementara itu, subyek D pun juga merasa kurang bebas dalam bertindak. Subyek D merasa bebas dalam berbicara mengungkapkan pikiran dan perasaannya, namun kurang bebas untuk bertindak. Subyek D menceritakan bahwa subyek CM akan bertanya secara jelas dan terperinci mengenai apa saja kegiatan yang diikuti olehnya. Selain itu menurut keterangan dari subyek D, subyek CM akan marah apabila kegiatan yang dilakukan oleh subyek D mengganggu aktivitasnya. Subyek D dapat mempercayai pacarnya, tetapi sikap posesif dan mudah cemburu membuatnya sering berpikiran negatif terhadap subyek CM. Pikiran negatif ini seringkali membuat subyek D merasa curiga terhadap subyek CM dan tidak merasa aman, Subyek D merasa takut apabila subyek CM menemukan orang lain yang dapat membuatnya nyaman di Amerika, dan subyek D juga sempat mengecek status atau message melalui Facebook karena merasa tidak percaya pada subyek CM. Segala pikiran negatif ini akan timbul setiap kali subyek D tidak mendapatkan kabar dari subyek CM. Penulis dapat menyimpulkan bahwa setiap hubungan terjadi secara timbal balik. Apabila subyek memiliki rasa percaya dan menunjukkan rasa percaya itu terhadap pasangan, maka pasangan pun akan menunjukkan rasa percaya. Begitu juga sebaliknya, apabila subyek menunjukkan rasa kurang percaya pada pasangan, maka secara tidak langsung pasangan akan menunjukkan hal yang sama. Rasa tidak percaya dalam hubungan membuat individu merasa tidak aman dan merasa takut dalam menjalani hubungan, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Erikson (dikutip dalam Papalia, et al., 2009) yang menyatakan bahwa jika trust berhasil terbentuk maka akan terbentuk perasaan aman, percaya, dan rasa optimis. Tetapi apabila mistrust yang terbentuk, maka akan terbentuk perasaan tidak aman dan kurangnya rasa percaya diri. Penulis menyadari bahwa sumber kekuatan dalam hubungan pacaran jarak jauh ini berasal dari rasa percaya dan juga komunikasi, yaitu seperti yang diungkapkan oleh Feldman (2009) bahwa di dalam hubungan percintaan, penting bagi seseorang untuk mempercayai pasangannya. Sebuah hubungan akan menjadi lebih kuat apabila trust menjadi salah satu nilai di dalam hubungan tersebut. Saran Saran yang Terkait dengan Manfaat Teoretis Saran ini dapat ditujukan untuk penelitian selanjutnya. Pada penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai trust dan intimacy relationship pada dewasa muda yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Penulis menyarankan supaya penelitian selanjutnya dapat melibatkan subyek yang lebih beragam dalam hal usia, perbedaan jarak, dan mungkin bentuk hubungan yang berbeda. Hal ini dilakukan supaya data yang didapatkan menjadi lebih bermanfaat dan memperdalam pengertian mengenai pentingnya trust dalam suatu hubungan.
Diharapkan pula penelitian selanjutnya memperhatikan batasan waktu mengenai lama berlangsungnya hubungan. Penelitian ini memberikan batas lamanya hubungan pacaran jarak jauh minimal dua tahun bagi pasangan yang akan menjadi subyek wawancara. Pembatasan ini dianggap sebagai keseriusan subyek dalam menjalani hubungan pacaran jarak jauh dengan pasangannya. Selain itu, penelitan selanjutnya juga diharapkan tidak hanya membahas mengenai trust pada hubungan pacaran, tetapi mungkin dapat dilakukan dalam bentuk hubungan lainnya, seperti hubungan antara orangtua dengan anak, antar saudara kandung, atau antar suami-istri yang tinggal di tempat terpisah. Saran yang Terkait dengan Manfaat Praktis Saran bagi semua subyek penelitian. Ketiga pasang subyek yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh hendaknya dapat terus membangun komunikasi secara intens. Komunikasi yang dilakukan setiap hari diharapkan dapat menambah rasa percaya di dalam hubungan. Selain itu hendaknya ketiga pasang ini tetap bertahan di dalam hubungan pacaran jarak jauh hingga saatnya nanti mereka dapat menjalani hubungan pacaran jarak dekat. Dalam menjalani hubungan pacaran jarak jauh, sebaiknya kepercayaan tetap dijadikan sebagai hal utama yang mendasari hubungan. Untuk menghindari adanya miskomunikasi, penulis menyarankan para subyak agar komunikasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang memungkinan percakapan secara langsung seperti telepon atau Skype/Line/YM. Komunikasi yang dilakukan melalui chatting melalui Whatsapp/BBM/FB memungkinkan terjadinya miskomunikasi karena adanya perbedaan persepsi dari masing-masing subyek menanggapi isi pesan dan nada baca melalui tulisan. Saran bagi subyek penelitian yang mengalami masalah pada trust. Pada penelitian ini terdapat tiga orang subyek yang mengalami masalah pada trust, yaitu subyek K, subyek CM, dan subyek D. Bagi subyek K yang mengalami masalah pada basic trust terhadap ayahnya, penulis berharap agar subyek K dapat mulai menjalin komunikasi yang lebih baik dengan ayahnya. Komunikasi ini dimaksudkan supaya hubungan yang terjalin tidak hanya sekedar menghormati saja, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih baik antara ayah dan anak. Kemudian bagi subyek CM dan D (pasangan kedua) yang terkadang saling menaruh curiga, penulis mengharapkan agar kedua subyek dapat lebih saling terbuka, sehingga kepercayaan di dalam hubungan menjadi lebih kuat dan segala pikiran negatif terhadap pasangan dapat dihilangkan. Saran bagi orangtua dari subyek yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai hubungan pacaran jarak jauh yang dijalani oleh anak mereka. Dengan mengetahui kondisi hubungan yang dijalani oleh anak mereka, para orangtua diharapkan dapat terus memberi dukungan dan nasehat untuk hubungan pacaran jarak jauh yang sedang dijalani ini. Dukungan orangtua dirasakan penting oleh keenam subyek, sehingga diharapkan para orangtua dapat terus mendukung hubungan yang dijalani oleh anak. Saran bagi individu yang memiliki kemungkinan menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana kondisi hubungan pacaran jarak jauh. Penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran mengenai kepercayaan, tetapi juga mengenai apa saja kesulitan dan tantangan yang dihadapi para subyek selama menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Menjalani hubungan pacaran jarak jauh memang sulit dan berisiko untuk gagal, namun ketiga pasang subyek ini memberikan bukti bahwa masih ada hubungan pacaran jarak jauh yang dapat berjalan hingga lebih dari dua tahun dan mungkin akan berlanjut ke tahap pernikahan. Bagi individu yang memiliki kemungkinan menjalani hubungan pacaran jarak jauh tidak perlu merasa takut untuk mencoba menjalani hubungan karena sudah terbukti masih ada hubungan pacaran jarak jauh yang berhasil.
Daftar Pustaka Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmon, M.V. (2005). Interpersonal communication relating to others (4th ed.). Boston, MA: Pearson Education, Inc. Cox, F.D., & Demmitt, K. (2009). Human intimacy: Marriage, the family, and its meaning (10th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. Day, C. (2002). At the heart of your long distance relationship: Love deeply, live fully, and grow closer together from near to far. Lincoln, NE: iUniverse, Inc. Feldman, R. (2009). The liar in your life: The way to truthful relationships. New York, NY: Hachette Book Group. Hampton, JR., D.P. (2001). The effect of communication on satisfaction in long-distance and proximal relationships of college students. National Undergraduate Research Clearinghouse, Vol.4. Retrieved from http://www.webclearinghouse.net/volume/4/HAMPTON-TheEffecto.php King, L.A. (2008). The science of psychology: An appreciative view. New York, NY: McGraw-Hill Companies, Inc. Luqman, M. (2009). Effects of romantic relationship on self-esteem, identity and academic performance. National Undergraduate Research Clearinghouse, Vol.12. Retrieved from http://www.webclearinghouse.net/volume/12/LUQMAN-EffectsofR.php Long distance relationship, can they work?. (n.d). Retrieved July 6, 2012, from http://www.essortment.com/long-distance-relationships-can-work-37289.html. Long distance relationship mungkinkah?. (2011, November 1). Koran Jakarta. Retrieved from http://m.koran-jakarta.com/?id=75047&mode_beritadetail=1 Long distance relationships statistics. (n.d). Retrieved June 12, 2012, from http://www.waiit.com/Long_Distance_Relationships_Statistics. Miller, S.R., Perlman, D., & Brehm, S.S. (2007). Intimate relationship (4th ed.). New York, NY: McGraw-Hill Companies, Inc. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2007). Human development (11th ed.). New York, NY: McGraw-Hill Companies, Inc. Rema, D. (2012, September 4). Survei: 49% pasangan berhasil menjalani pacaran jarak jauh. Wolipop. Retrieved from http://wolipop.detik.com/read/2012/09/04/073937/2007046/852/survei49-pasangan-berhasil-menjalani-pacaran-jarak-jauh Resep sukses pacaran jarak jauh. (2009, Maret 6). Kompas. Retrieved from http://nasional.kompas.com/read/2009/03/06/14175433/Resep.Sukses.Pacaran.Jarak.Jauh Richo, D. (2010). Daring to trust: Opening ourselves to real love. Boston, Massachusetts: Shambala Publications, Inc. Seiler, J.W., & Beall, M.L. (2005). Communication: making connection (6th ed.). Boston, MA: Pearson Education, Inc. Strong, B., DeVault, C., & Cohen, T.F. (2011). The marriage and family experience: Intimate relationships in a changing society (11th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. Vorwerck, M. (2011, Maret 30). Long distance formula. The Standford Daily. Retrieved from http://www.stanforddaily.com/2011/03/30/long-distance-formula/ Wall, C.L. (2004). The courage to trust. Oakland, CA: New Harbinger Publications, Inc. Wawa. (2010, April 9). Jangan biarkan LDR menghambat hubungan. Kompas. Retrieved from http://nasional.kompas.com/read/2010/04/09/20293362/