GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (3) huruf c Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Penyelenggaraan Perizinan Lintas Kabupaten/Kota Untuk Usaha Perkebunan;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4844); 5. Peraturan Menteri Pertanian 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Perizinan Usaha Perkebunan.
Nomor: Pedoman
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali. 2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 3. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteran bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. 4. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. 5. Usaha budidaya tanaman perkebunan adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi termasuk perubahan jenis tanaman, dan diversifikasi tanaman.
6. Usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah serangkaian kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi dan memperpanjang daya simpan. 7. Perusahaan perkebunan adalah perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. 8. Izin Usaha Perkebunan yang selanjutnya disebut IUP adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. 9. Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya yang selanjutnya disebut IUP-B adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan. 10. Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan yang selanjutnya disebut IUP-P adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. 11. Usaha perkebunan lintas kabupaten/kota adalah usaha perkebunan yang lokasi areal budidaya dan/atau sumber bahan bakunya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan perizinan dan bertujuan untuk melakukan usaha perkebunan lintas kabupaten/kota.
BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi: a. jenis dan perizinan usaha perkebunan; b. syarat dan tatacara permohonan izin usaha perkebunan; dan c. pembinaan dan pengawasan. BAB IV JENIS DAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN LINTAS KABUPATEN/KOTA Pasal 4 (1)
IUP bagi perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih dan terintergrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
(2)
IUP-B bagi perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih dengan lokasi areal budidaya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota.
(3)
IUP-P bagi perusahaan perkebunan yang melakukan usaha pengolahan hasil perkebunan dengan lokasi sumber bahan bakunya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota BAB V PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PERKEBUNAN LINTAS KABUPATEN/KOTA Pasal 5
Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), perusahaan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir; b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Surat keterangan domisili; d. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dari Bupati/Walikota; e. Pertimbangan teknis pengembangan usaha perkebunan dari Dinas Perkebunan Provinsi Bali; f. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan); g. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi peta calon lokasi; h. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota; i. Hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; j. Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan; k. Pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luas maksimum; l. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan untuk malakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; dan m. Pernyataan kesedíaan dan rencana kerja untuk melakukan kemitraan. Pasal 6 Untuk memperoleh IUP-B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), perusahaan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Surat keterangan domisili; d. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dari Bupati/Walikota; e. Pertimbangan teknis pengembangan usaha perkebunan dari Dinas Perkebunan Provinsi Bali; f. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehuhatan (apabila areal berasal dari kawasan hutan); g. Rencana kerja pembangunan perkebunan; h. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi; i. Hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
j. Pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luas maksimum; k. Pernyataan kesanggupan memiliki sarana prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan untuk malakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; l. Pernyataan kesedíaan membangun kebun untuk masyarakat paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang dilengkapi dengan rencana kerja; dan m. Pernyataan kesedíaan dan rencana kerja untuk melakukan kemitraan. Pasal 7 Untuk memperoleh IUP-P sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3), perusahaan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Surat keterangan domisili; d. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dari Bupati/Walikota; e. Pertimbangan teknis pengembangan usaha perkebunan dari Dinas Perkebunan Provinsi Bali; f. Rencana kerja pembangunan unit pengolahan hasil perkebunan; g. Izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi; h. Hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; i. Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota; dan j. Pernyataan kesedíaan dan rencana kerja untuk melakukan kemitraan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 8 (1)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Gubernur membentuk Tim Pembina dan Pengawasan dengan Keputusan Gubernur.
(2) Tim Pembina dan Pengawasan membuat laporan pelaksanaan program secara berkala kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9 (1)
IUP yang telah diterbitkan sebelum diundangkannya Peraturan Gubernur ini, dinyatakan masih tetap berlaku.
(2)
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaan usaha perkebunan tunduk pada Peraturan Gubernur ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10
Peraturan Gubernur ini diundangkan.
mulai berlaku pada tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 21 Juni 2010 GUBERNUR BALI,
Diundangkan di Denpasar pada tanggal 21 Juni 2010
MADE MANGKU PASTIKA
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
I NYOMAN YASA BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2010 NOMOR 24