ISSN 0000-0000
TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK GADAI TOKO EMAS BERSTATUS YAYASAN/KOPERASI. Soeprapti*)
ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat yang kompleks, hukum dan ekonomi saling mempengaruhi, bahkan dalam praktek antara masyarakat yang kompleks, keduanya adakalanya tidak sinkron, dalam arti kadang kala terjadi penyalah gunaan praktek perekonomian tidak sesuai dengan aturan hukum. Seperti masalah yang dijumpai penulis tentang usaha dagang emas yang berfungsi pula secara ganda sebagai usaha praktek gadai. Masalahnya menjadi komplek karena kelengkapan administratip usaha gadai tersebut sudah menyangkut aspek hukum yang berkaitan dengan masyarakat. Dampak timbulnya akibat hukum dari praktek gadai ini adalah sangat relevan untuk dicermati.
Kata-kata kunci : Praktik Gadai, Yayasan, Koperasi
1. LATAR BELAKANG Masalah ini bermula dari salah seorang staf / karyawan di mana penulis dipekerjakan, acap kali ijin keluar menjelang tanggal-tanggal tua, dengan alasan kepentingan keluarga. Karena penulis atasan langsung dari karyawan tersebut, dan belakangan tahu keadaan perekonomiannya, maka secara kekeluargaan penulis menanyakan kepentingan keluarga tersebut, yang ternyata mau menggadaikan kalungnya, di toko emas yang sudah menjadi langganannya. Dengan cerita tersebut, penulis heran ; menggadaikan ke toko emas, mengapa tidak ke rumah gadai. Tertarik tentang cerita menggadaikan perhiasan ke toko emas tersebut, pada suatu hari tanggal 2 Nopember 1994 penulis minta diantar ke toko emas, dengan tujuan yang sama yaitu menggadaikan gelang emas penulis. Pemilik toko menanyakan surat (kwitansi) pembelian gelang, kemudian meneliti keaslian emasnya, dan menimbang berat gelang, kemudian pemilik toko mengatakan bahwa pinjaman maksimum Rp. 140.000,- (seratus empat puluh ribu rupiah), gelang penulis beratnya 9500 gram dengan kadar emas 80 %.
*)
Soeprapti, SH., adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
24
Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 24-31
Setelah penulis memberi persetujuan, pemilik toko memcatat identitas penulis, dan kemudian menyuruh menanda tangani surat / kwitansi. Surat tersebut berfungsi sebagai akta perjanjian. Ternyata begitu mengetahui isi surat tersebut isinya bukan perjanjian gadai, melainkan perjanjian jual-beli dengan dapat dibeli kembali, dan lembaga pengelolahnya sebuah yayasan. Dengan demikian toko emas tersebut melakukan usaha sampingan, dengan berkedok sebuah yayasan. Letak kejanggalannya adalah, apakah dapat dibenarkan sebuah yayasan bergerak dalam bidang usaha yang bersifat komersial (dalam papan pemberitahuan yang dapat terbaca oleh umum peminjam dikenakan jasa satu minggu 1 %). Ternyata ada juga toko emas yang membuka usaha sampingan sebagai penggadai, namun berkedok koperasi. Hal ini dibuktikan penulis dengan cara penulis meminjam uang dengan menunjukkan perhiasan emas 3 (tiga) cincin keroncong berat 6,8 gram kadar emas 80 % , dan pihak pemilik toko emas bersedia memberi pinjaman Rp. 80.000,dengan jasa 1 % tiap minggu. Berlatar belakang tersebut diatas maka penulis sangat tertarik untuk melihat kegiatan sampingan toko emas yang berkedok yayasan atau koperasi dari aspek hukumnya.
2. PRAKTIK GADAI TOKO EMAS BERSTATUS YAYASAN / KOPERASI. A. Keabsahan Usaha Sampingan Toko Emas Yang Berstatus Yayasan/Koperasi Seperti telah dikemukakan pada latar belakang penulisan ini, bahwa penulis menemui kejanggalan yang dilaksanakan oleh toko emas yaitu usaha sampingannya yang oleh salah seoran teman penulis disebut sebagai usaha gadai (pegadaian). Dan setelah penulis membuktikan sendiri dengan menggadaikan gelang, penulis menemui kejanggalan,sebab akte perjanjian yang penulis tanda tangani bukan berjudul perjanjian gadai melainkan perjanjian jual beli. Dari akte tersebut tampak bahwa toko emas menjalankan usaha jual – beli dengan membeli kembali, disamping usaha pokoknya jual beli emas. Adapun akte jual beli dengan hak membeli tersurat dalam syarat syarat perjanjian jual beli sebagai berikut : 1. Barang barang yang dijual kepada yayasan dapat dibeli kembali selambat lambatnya 3 (tiga) bulan, terhitung dari tanggal penjualan. 2. Barang yang akan dibeli kembali oleh pemilik barang akan dikenakan tambahan keuntungan bagi yayasan sebanyak 4% tiap bulan dari harga jual.
Tinjauan Yuridis Praktik Gadai Toko Emas (Soeprapti)
31
3. Apabila kesempatan membeli kembali tidak dipergunakan sebagaimana maksud buti 1 diatas maka yayasan berhak menjual barang tersebut kepada pihak lain tanpa pemberitahuan lagi kepada pemilik semula dan pemilik semula telah kehilangan haknya unruk membeli kembali. 4. Barang barang tersebut diatas adalah milik sah penjual dan penjual menjamin tidak dalam keadaan sengketa maupun tidak ada hubungan dengan suatu kejahatan maupun ditanggungkan/dijaminkan kepada pihak lain. 5. Yayasan telah membayar harga barang tersebut diatas kepada penjual saat perjanjian ini ditanda tangani dan perjanjian ini juga merupakan kwitansinya. 6. Perjanjian ini ditanda tangani /cap jempol oleh kedua belah pihak serta apabila surat perjanjian ini hilang menjadi tanggung jawab pemilik barang. 7. Pemilik barang / penjual telah mengerti dan menyetujui serta sepakat mentaati segala peraturan yang tertuang dalam perjanjian ini. Dari akta syarat syarat perjanjian jual beli tersebut diatas ternyata pihak pemilik toko emas dalam hal menutup perjanjian tidak bertindak atas nama sendiri (toko emas) namun bertindak atas nama pengurus yayasan. Yayasan adalah suatu badan hukum yang bersifat non komersial. Yayasan adalah suatu proyek kemanusiaan yang dibentuk oleh manusia ideal untuk menolong sesama manusia lainnya tanpa pamrih.Hakikat pendirian yayasan bukanlah mencari keuntungan bagi pendiri /pengurusnya. Yayasan sebagai badan hukum dapat dilihat dari beberapa pasal yang ada dalam B.W. yaitu pasal 365; 365a; 899 dan pasal 1680 (R.Soebekti dan R.Tjitro Sudibio,1980:45) juga dapat dilihat dalam Undang Undang Kkepailitan pasal 2 ayat 7 dan pasal 102. Perhitungan berikut ini akan membuktikan apabila toko emas tersebut dalam usaha sampingannya itu bersifat komersiil atau non komersiil. Seperti diuraikan dimuka pada tanggal 2-11-1994 penulis membawa barang perhiasan gelang emas berat 9,5 gram kadar 80%,mengatakan keopada pemilik toko emas membutuhkan uang untuk membiayai SPP salah seorang anak penulis. Penulis mengharapkan dapat pinjaman Rp.200.000,-- dengan suatu alasan yang kuat, yaitu harga emas denga kadar 80% dipasaran pada waktu itu pergramnya Rp.23.000,-- berarti nilai gelang emas Rp. 218.500,- akan tetapi pemilik toko emas hanya bersedia memberi pinjaman Rp.140.000,-- dengan syarat harus dibeli kembali dalam tenggang waktu 3 bulan (syarat perjanjian no.1). Penulis dikenakan bunga 4% setiap bulan (syarat perjanjian no.2). Syarat perjanjian no.3. dan no.4. apabila syarat no.1 tidak dilaksankan barang menjadi milik yayasan/toko emas dan berhak menjual perhiasan tersebut kepada pihak lain. Dengan data tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa usaha sampingan toko emas tersebut komersiil. Murti sumarni dan Jalu Suprihanto (1991:47),mengatakan pada umumnya tujuan yayasan adalah tidak mencari keuntungan, melainkan untuk usaha yang
30
Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 24-31
bersifat sosial. Dapat dikatakan bahwa yayasan kegiatannya jauh dari adanya persaingan usaha . Contoh yayasan Panti Asuhan , Rumah Sakit .Sekolah dan lain sebagainya. B. Keabsahan jual beli dengan hak membeli kembali yang terjadi pada toko emas sebagai pembeli dan masyarakat sebagai penjual Sesuai dengan akta jual beli yang telah disepakati antara pihak penulis dengan yayasan/ toko emas maka penulis akan mengemukakan keabsahan jual beli dengan hak memneli kembali yang tertera dalam syarat syarat perjanjian tersebut. 1. Perjanjian antara penulis dengan toko emas adalah sah sesuai dengan ketentuan pasal 1320 B.W. yaitu : - Sudah ada kata sepakat antara penulis dengan toko emas yaitu tidak kilaf, paksaan maupun penipuan. - Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian cukup yaitu dewasa (umur 21 tahun keatas) dan tidak dibawah pengampunan. - Yang diperjanjikan barangnya tertentu yaitu barang perhiasan dari emas berupa gelang dan cincin. - Causa yang diperbolehkan, yaitu barang-barang tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. 2. Kekuasaan untuk membeli kembali memang tercantum dari isi perjanjian antara pihak pembeli (yayasan / toko emas) dengan pihak penjual (penulis / masyarakat). Ketentuan ini tertuang dalam syarat-syarat perjanjian jual-beli No.1. Ketentuan dalam jual-beli No.2. bahwa barang yang dibeli kembali oleh pemilik barang dikenakan tambahan keuntungan bagi yayasan sebanyak 4 % setiap bulan dihitung dari harga jual. Dua ketentuan dalam akta tersebut sesuai dengan isi pasal 1519 B.W. Jo 1532 B.W. 3. Dalam syarat perjanjian jual-beli No.1. juga disebutkan bahwa, barang yang dijual ke yayasan dapat dibeli kembali selambat-lambatnya 3 bulan terhitung dari tanggal penjualan barang. Ketentuan tersebut jelas tidak melanggar pasal 1520 B.W. Jo pasal 1521 B.W. 4. Tentang kedudukan pihak ketiga tidak disebutkan dalam akta perjanjian, sebab obyek perjanjian adalah benda bergerak, maka ketentuan pasal 1523 B.W. tidak berlaku. Hal ini berarti bahwa pihak pembeli (yayasan / toko emas), apabila menjual barang tersebut kepada pihak ketiga, maka posisi pihak ketiga sebagai pembeli ke dua yang beriktikad baik adalah dilindungi. Penjual pertama tidak berhak menuntut pengembalian barangnya dari pihak ketiga (pembeli kedua).
Tinjauan Yuridis Praktik Gadai Toko Emas (Soeprapti)
31
Kedudukan pihak ketiga (pembeli kedua) dilindungi tertera dalam syarat-syarat perjanjian jual-beli No. 3. Dan No. 4. Nampaknya sepintas perjanjian jual-beli dengan syarat dapat dibeli kembali yang tercantum dalam akta jual-beli yang disepakati oleh yayasan / toko emas dengan penulis / masyarakat adalah sesuai dengan ketentuan pasal-pasal dalam B.W. Namun kalau dilihat nilai harga jual barang (gelang emas) dengan berat 9500 gram dengan kadar emas 80 % yang pada waktu itu (2 November 1994) harga emas per gram Rp. 23.000,- berarti nilai harga jual Rp. 218.500,- dan pihak yayasan / toko emas hanya mau membeli gelang emas tersebut dengan nilai harga Rp. 140.000,- berarti bahwa unsur pokok dari perjanjian jual-beli tentang harga itu harus benar merupakan harga sepadan dengan nilai barang yang sesungguhnya, tidak terpenuhi. C. Keabsahan perjanjian gadai antara toko emas sebagai pemegang gadai dan masyarakat sebagai pemberi gadai Mengacu pada kenyataan tentang pelaksanaan perjanjian pinjam uang oleh penulis/ masyarakat sebesar Rp. 140.000,- dengan disertai penyerahan barang yang berupa gelang emas dengan berat 9500 gram dengan kadar emas 80 % yang pada waktu kejadian tersebut harga emas per gram Rp. 23.000,- berarti harga barang Rp. 218.500,- maka perjanjian tersebut lebih tepat kalau disebut perjanjian gadai. Penulis dapat menyebut demikian sebab : 1. Penulis membutuhkan uang, datang ke toko emas dengan menunjukkan gelang emas seberat 9500 gram dan pemilik toko bersedia meminjami uang sebesar Rp. 140.000,Hal ini sesuai dengan sifat dari gadai yang merupakan perjanjian accessair (buntut) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang (H.Hari Sekerodji, 1980 : 19). 2. Perpindahan penguasaan atas barang penulis / masyarakat kepada yayasan / toko emas, karena penulis meminjam uang adalah sesuai dengan ketentuan syarat-syarat yang ditentukan pasal 1152 B.W. 3. Harga barang penulis Rp. 218.500,- dan pihak toko emas hanya bersedia memberikan uangnya Rp. 140.000,- tidak adanya kesepadanan antara pihak toko emas sebagai pihak pemberi pinjaman kepada penulis dengan nilai barang tersebut, bukan bertentangan dengan syarat-syarat gadai. Sebab B.W. tidak memberi petunjuk sama sekali tentang kesepadanan nilai barang yang sesungguhnya dengan besarnya uang pinjaman. Pertanyaannya, motivasi apa yang mendorong toko emas tersebut yang konkritnya adalah melaksanakan perjanjian gadai namun diselubungi dengan judul perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali.
30
Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 24-31
Keuntungan toko emas dengan tindakannya tersebut adalah : 1. Menghindari larangan hukum atas isi perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam surat perjanjian syarat No. 3 dan No. 4 apabila kesempatan membeli kembali tidak dipergunakan oleh pemilik barang, maka barang menjadi milik yayasan (toko emas). Ini adalah bertentangan dengan pasal 1154 B.W. yang menyebutkan bahwa si berpiutang tidak boleh memiliki barang yang digadaikan (R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, 1980 : 271). 2. Keuntungan ekonomi yang lebih besar, akan diterima oleh toko emas, sebab dalam perjanjian tidak disebutkan adanya kewajiban mengembalikan kelebihan harga barang yang dilelang untuk mengambil pelunasan hutang penulis / masyarakat. Jelas ini bertentangan dengan kewajiban pemegang gadai. Menurut R. Subekti (1982 : 81) kewajiban si pemegang gadai apabila ada kelebihan harga barang harus menyerahkan kepada si berhutang, setelah mengambil pelunasan hutangnya. Berdasarkan perhitungan penulis kelebihan harga adalah sbb : Nilai barang penulis…….……Rp. 218.500,Besar pinjaman……………….Rp. 140.000,Bunga selama 3 bulan 12 %….Rp. 16.800,Besarnya pinjaman + bunga Rp. 156.800,Kelebihan harga barang …. Rp. 62. 700,Penulis memperhitungkan bunga selama 3 bulan, sebab dalam syarat perjanjian No. 1. Barang dapat dibeli kembali dengan selambat-lambatnya 3 bulan terhitung dari tanggal penjualan barang, dan syarat perjanjian No. 3 dan No. 4, yaitu apabila syarat perjanjian No. 1 tidak dipergunakan pemilik barang maka barang menjadi hak milik sah yayasan dan yayasan berhak menjual barang tersebut kepada pihak lain, tanpa memberi tahu lagi kepada pemilik semula dan pemilik semula sudah hilang haknya untuk membeli kembali. D. Keabsahan usaha sampingan toko emas yang berstatus koperasi. Sama kejadiannya yaitu penulis mendatangi sebuah toko emas dengan tujuan meminjam uang dengan menunjukkan perhiasan emas. Namun usaha sampingan dari toko emas ini adalah koperasi. Di dalam akta yang menyebutkan koperasi simpan pinjam, yang berbadan hukum No. 4616/BH/II/80, surat perjanjian kredit mempunyai syarat-syarat antara lain sbb :
Tinjauan Yuridis Praktik Gadai Toko Emas (Soeprapti)
31
1. Peminjam mengakui menerima uang pinjaman dari koperasi sebagaimana oleh koperasi telah diserahkan kepadanya uang sebesar Rp. 80.000,- dan surat perjanjian ini dianggap sebagai kwitansinya. 2. Pinjaman ini dikenakan bunga sebesar 1 % satu minggu, dan pinjaman harus dilunasi dalam waktu 3 bulan. 3. Untuk tiap hari kelambatan pembayaran dikenakan denda 1 % sehari dari jumlah yang terutang. 4. Semua ongkos-ongkos yang tersebut dalam perjanjian ini, termasuk ongkos penafsiran, penyimpanan, pemeliharaan, pemeriksaan barang-barang jaminan, ongkos pengacara, ongkos penjualan, pendek kata segala macam ongkos yang ditimbulkan karena perjanjian ini dibebankan dan dipikul oleh peminjam. 5. Peminjam menyatakan dengan ini menerima baik dan tunduk pada segenap ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam perjanjian ini dan segenap peraturanperaturan dan kebiasaan-kebiasaan koperasi perihal kredit. 6. Peminjam oleh karena kredit yang diterimanya bersedia menjaminkan barang-barang beserta surat-suratnya berupa : 1 cincin eropa dan 3 cincin keroncong berat 6800 gram dan surat perjanjian ini dianggap sebagai tanda terimanya, dan berlaku 3 bulan. Barang penulis yang diserahkan sebagai jaminan, sebuah cincin eropa dan 3 cincin keroncong berat keseluruhan 6,8 gram dengan kadar 80 %. Waktu itu (tanggal 2 November 1994) harga emas dipasaran per gram Rp. 23.000,-. Perhitungan keuntungan yang diperoleh toko emas : Harga jual cincin 6,8 gram @ Rp.23.000,- Rp. 156.400,Nilai pinjaman sebesar Rp.80.000,-- sehingga keuntungannya sebesar Rp,76.400. Pinjaman dikenakan bunga 4 % setiap bulan dan maksimum, lama pinjaman 3 bulan (syarat No.2) untuk kelambatan pengembalian utang dikenakan pembayaran denda 1 % sehari dari jumlah pinjaman (syarat No. 3). Berturut-turut 3 bulan tidak membayar bunga, barang langsung dilelang. Dari data-data tersebut, penulis dapat menyimpulkan usaha sampingan toko emas dengan mendirikan koperasi simpan pinjam hanya sebagai kedok saja yang pada hakekatnya hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Bukti-bukti tersebut adalah : 1. Unsur-unsur yang terkandung dalam koperasi yaitu berazaskan kekeluargaan atau gotong-royong dan bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggotanya, kesejahteraan masyarakat dan daerah ditiadakan sama sekali. (pasal 2,4a UU No.25 tahun 1992). 2. Fungsi sosial koperasi juga diabaikan. Fungsi sosial koperasi yaitu memupuk kehidupan masyarakat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang meliputi rasa persaudaraan, meningkatkan kerja sama dan mengembangkan kepribadian. (pasal 3,4b,c,d, UU No.25 tahun 1992).
30
Ekuitas Vol.3 No.1 Maret 1999 : 24-31
Sesuai dengan akta perjanjian yang juga merupakan kwitansi, bahwa koperasi tersebut sudah berbadan hukum yaitu dengan akta notaris Sugianto S.H. No.8 Tanggal 9 Februari 1985 dan juga telah terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya No. 62 Tanggal 1 Maret 1985. Penulis bukan anggota koperasi, namun penulis dapat juga dilayani kebutuhannya, tidak menyalahi ketentuan pasal 43 UU Koperasi No. 25 Tahun 1992, yang mana disitu disebutkan, bahwa kelebihan kemampuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi. 3. KESIMPULAN. 1. Dalam kehidupan masyarakat yang kompleks, hukum dan ekonomi saling mempengaruhi, bahkan dalam praktek antara keduanya adakalanya tidak sinkron. Maksudnya disini bahwa adanya penyalagunaan praktek perekonomian tidak sesuai dengan aturan hukum. Salah satu masalah yaitu upaya yang dilakukan toko emas, sebagai usaha sampingan diluar usaha pokoknya yaitu jual-beli perhiasan emas. 2. Pengelola usaha sampingan toko emas tersebut adalah berbadan hukum yayasan atau koperasi. 3. Yayasan / koperasi sebagai pengelola usaha sampingan toko emas tersebut dalam pelaksanaan kerjanya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Yayasan & koperasi tersebut pelaksanaan kerjanya bersifat komersiil. Yayasan & koperasi ditekankan sifat kekeluargaan dan gotong- royong / non komersiil. 4. Usaha sampingan toko emas tersebut sebenarnya adalah usaha gadai namun diselubungi dengan perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali. 5. Dengan usaha-usaha sampingan tersebut diatas toko emas mendapatkan keuntungan materiil yang berlipat. 6. Yang menjadi korban dari usaha gadai toko emas tersebut sebagian besar adalah masyarakat yang ekonominya lemah. 4. DAFTAR PUSTAKA. Hari Sekerodji ; Pokok-pokok Hukum Perdata , Penerbit Aksara Baru , Jakarta , 1980. Murti Sumarni ; Jalu Soeprihanto , Pengantar Bisnis , (Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan) , Penerbit Liberty Jogyakarta, 1991. R. Setiawan ; Pokok-pokok Hukum Perikatan , Penerbitan Binacipta , Bandung , 1979. R. Subekti ; Pokok-pokok Hukum Perdata , Penerbit. PT. Interasa , Jakarta , 1982.
Tinjauan Yuridis Praktik Gadai Toko Emas (Soeprapti)
31