KONTRIBUSI DANA MIGAS UNTUK SEKTOR PENDIDIKAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Dr. Nazamuddin, MA PENDAHULUAN Banyak kalangan sangat khawatir bahwa dengan merosotnya produksi gas alam cair oleh PT. Arun NGL di Lhokseumawe penerimaan bagi hasil migas yang 70% untuk provinsi NAD akan berkurang drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak tahun 2005, produksi gas alam cair akan tinggal hanya separuh dari tahun-tahun sebelumnya. Konsekuensinya adalah berkurangnya alokasi anggaran untuk Dana Pendidikan yang sejak tahun 2002 mencapai Rp. 700 milyar per tahun. Kilang gas alam cair Arun diperkirakan terus mengalami penurunan produksi karena perusahaan gas alam yang semakin berkurang. Ekspor gas alam cair (LNG) ke Jepang, Korea dan Taiwan melalui Arun (Aceh) akan terus merosot, sementara pasokan gas untuk pabrik pupuk dan kertas juga telah dihentikan. Total produksi Kilang Arun hanya akan tersisa 800 juta kaki kubik per hari dari 4 cluster dan lapangan lebas pantai (NGO) cadangan gas Arun mencapai 13 triliun kaki kubik. Padahal pada tahun 2002 produk gas alam mencapai nilai Rp. 14,5 triliun dan pemerintah memperoleh pendapatan melalui pajak penghasilan gas sebesar Rp. 10,7 triliun. Penurunan produksi di tahun-tahun mendatang akan membawa dampak antara lain: 1. Penerimaan pemerintah akan merosot tajam sehingga penerimaan provinsi NAD dari bagi hasil penerimaan migas akan berkurang drastis di masa yang akan datang. Diperkirakan penerimaan Provinsi NAD melalui mekanisme DAU dan penerimaan dalam rangka otonomi khusus (bagi hasil 70%) akan berkurang drastis. 2. Pengalihan ekspor dari Arun ke Bontang dan pasokan Arun hanya untuk industri lokal berpengaruh pada penerimaan pemerintah karena harga jual lokal sebesar 1 hingga 1,8 dollar AS per mmbtu (million metric british thermal unit) hanya sekitar sepertiga dari harga jual ke Korea dan Jepang, yakni sebesar 3,5 dollar AS per mmbtu. Hal ini akan berpengaruh pada Net Operating Income (NOP) Pertamina (yang memegang 55 % saham PT. Arun NGL di samping Exxon Mobil 30% dan Japan – Indonesia LNG Company 15%). Dampak selanjutnya adalah berkurangnya penerimaan negara dari migas dan pada gilirannya penerimaan NAD dalam rangka otonomi khusus juga akan berkurang secara drastis. 3. Pengalihan ekspor dari Arun ke Bontang dan pasokan Arun untuk industri hilir lokal di sisi lain membawa dampak positif berupa meningkatnya nilai tambah industri lokal, yakni meningkatnya produksi dan kesempatan kerja lokal melalui PT. PIM, PT. AAF dan PT KKA. Tetapi penerimaan negara dari industri-industri hilir ini lebih rendah karena saham pemerintah dalam tiga perusahaan ini kecil. dan penerimaan PPh juga rendah karena nilai produksi yang tidak sebesar PT. Arun. Apalagi kalau pasokan gas untuk industri-industri ini dihentikan sama sekali, maka lengkaplah dampak negatif bagi perekonomian daerah ini. 4. Efek ikutan dari berkurangnya penerimaan negara dari migas adalah berkurangnya bagi hasil untuk provinsi NAD. Dengan demikian maka akan berkurang pula alokasi dana pendidikan di tahun-tahun mendatang.
1
Melihat kecenderungan di atas, ada kekhawatiran tentang semakin berkurangnya dana yang dapat dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan di Provinsi NAD. Juga ada kekhawatiran tentang tidak berlanjutnya program-program pelayanan pendidikan secara berkesinambungan (sustainable). Penelitian ini merupakan satu langkah awal mengidentifikasi alokasi dana pendidikan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota sejak tahun 2002, yakni tahun pertama alokasi 30% pendapatan migas untuk penyelenggaraan pendidikan sejak UU No. 18/2001 diefektifkan. Pada bagian akhir, tulisan ini memberikan beberapa rekomendasi agar dana pendidikan dikelola secara lebih efektif dan berkesinambungan di masa yang akan datang. DATA DAN METODOLOGI Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya Dinas Pendidikan NAD. Data ini kemudian ditabulasikan dalam tabeltabel sederhana dan beberapa kesimpulan ditarik dari kecenderungan yang tampak dari faktafakta yang ada. Analisis bersifat deskriptif dan kesimpulan ditarik dari data yang tersedia, yakni untuk periode 2002-2004. Kendati periode yang diamati terbatas, tetapi kecenderungan pengelolaan dana pendidikan yang bersumber dari dana migas dapat diobservasi. Beberapa rekomendasi ke depan dibuat berdasarkan kecenderungan tersebut. KAJIAN LITERATUR Dalam era desentralisasi, fenomena yang lebih menarik lagi adalah semakin kurangnya perhatian pada pembangunan pendidikan oleh kabupaten-kabupaten dan kota-kota di Indonesia, tercermin pada rendahnya alokasi anggaran APBD untuk sektor pendidikan. Anakanak dari keluarga kurang mampu umumnya mendapatkan kesempatan bersekolah di sekolahsekolah publik yang tidak mempunyai fasilitas dan guru yang lebih baik, seperti halnya pada sekolah-sekolah swasta. Akibatnya terjadi segregasi yang pada akhirnya semakin memperparah kesenjangan sosial ekonomi masyarakat antara golongan mampu dengan golongan kurang mampu. Anak-anak dari keluarga mampu akan mengenyam pendidikan yang relatif baik, dan karenanya mempunyai peluang lebih besar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan bahkan akses kepada kekuasaan karena status sosial ekonominya itu (Suryadi, 2002). Konklusi utama dari model pertumbuhan Solow adalah bahwa akumulasi modal fisik tidak dapat merupakan penyebab pertumbuhan antar waktu dalam output per pekerja atau perbedaan geografis dalam output per pekerja (David Romer, 1996). Hanya pertumbuhan dalam effectiveness of labor lah yang dapat membawa pertumbuhan yang permanen dalam output per pekerja. Yang menjadi faktor utama dalam efektivitas tenaga kerja adalah pendidikan dan pelatihan.
2
Denison (1985 dalam McDonald, 1997) memberikan estimasi bahwa 20 persen dari pertumbuhan output per pekerja selama periode 1929-1982 di Amerika Serikat disebabkan oleh meningkatnya tingkat pendidikan dan pelatihan dari angkatan kerja. Menurut North (1990) sepanjang sebagian besar sejarah, insentif kelembagaan untuk melakukan investasi dalam ilmu pengetahuan produktif umumnya tidak ada, dan bahkan dalam perekonomian Dunia ketiga dewasa ini insentif tersebut sering salah arah. Kalaupun terdapat investasi pendidikan, sering pula investasi tersebut salah arah kepada pendidikan tinggi, bukan pendidikan dasar (yang sebenarnya mempunyai social rate of return yang lebih tinggi daripada pendidikan tinggi di negara-negara Dunia Ketiga). Selanjutnya kendatipun pasar swasta efisien, investasi terjadi melalui organisasi-organisasi sukarela. Jika pasar tidak sempurna, private rates of returns demikian rendahnya sehingga tidak menguntungkan bagi swasta menjalankannya, sehingga seharusnya pembiayaan pendidikan dasar harus diambil alih oleh pemerintah, sepanjang masyarakat menilai bahwa social rate of returns untuk pendidikan dasar adalah cukup tinggi. Rendahnya investasi di sektor pendidikan, baik di Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya, terkait erat dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan lambannya perubahan struktur ekonomi dan kesempatan kerja. Tenaga kerja dengan pendidikan yang rendah hanya sesuai untuk mengakomodasi pertumbuhan pertanian tradisional dan tidak untuk mempersiapkan diri menuju masyarakat industrial. Tetapi perubahan struktur yang lamban, dan karenanya pertumbuhan ekonomi yang lamban, juga adalah penyebab kurangnya kemampuan individu masyarakat dan pemerintah di dalam melakukan investasi di bidang pendidikan. ANALISIS Pengelolaan dana pendidikan sejak 2002 hingga 2004 oleh pemerintah daerah tampaknya tidak efektif mengangkat taraf pendidikan di daerah ini. Dana yang besar dirasakan telah dikelola dengan tidak benar sehingga tidak membawa dampak positif yang memadai bagi perbaikan kualitas sumberdaya manusia di provinsi yang dilanda konflik untuk waktu yang begitu lama. Beberapa indikasi tentang tidak baiknya pengelolaan dana pendidikan selama ini antara lain adalah sbb; 1. Tidak terdapatnya suatu visi pendidikan daerah yang dapat mewarnai semua pengguna dana pendidikan NAD. Kendati Qanun No. 23 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Provinsi NAD telah disahkan, tetapi tidak terdapat suatu Visi yang tegas tentang arah pendidikan di provinsi ini. 2. Pengelolaan Dana Pendidikan tampak mubazir di mana rentang manajemennya yang begitu luas, di mana dana pendidikan didistribusikan ke dinas-dinas yang sering tidak terkait langsung dengan pendidikan dan ke kabupaten/kota dalam bentuk bloc grant dan specific grant yang penggunaannya sering disalahgunakan oleh kabupaten/kota. Tabel 1 s/d 3 menampilkan peruntukan dana pendidikan NAD tahun 2002 hingga 2004 dan alokasi per kabupaten/kota. Banyak kasus yang dipaparkan kepada publik tentang bagaimana dana pendidikan baik yang dikelola oleh provinsi maupun oleh kabupaten sering disalahgunakan oleh aparatur pemerintah daerah. (lihat Lampiran tentang beberapa contoh kekeliruan peruntukan dana pendidikan.) 3. Tidak terdapat suatu sistem monitoring dan evaluasi terhadap setiap penggunaan dana pendidikan. Alokasi tahun berikutnya tidak pernah mengacu pada bagaimana misalnya
3
sebuah dinas atau suatu kabupaten mengelola dana pendidikan. Demikian juga tidak terdapat target-target yang jelas dan dapat diukur (measurable) atas setiap kegiatan yang menggunakan dana pendidikan. Pemerintah provinsi dan kabupaten jarang sekali mengacu pada Standar Pelayanan Minimal di bidang pendidikan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. 4. Pemerintah Daerah tidak mempunyai kapasitas manajemen yang memadai dalam pengelolaan dana pendidikan dan sering pula disertai dengan tindakan penyelewengan yang tidak terpantau. Tidak pula terdapat mekanisme sanksi internal dalam pemerintahan sendiri untuk mendorong penggunaan dana pendidikan yang efektif. Bantuan-bantuan dana dalam bentuk beasiswa, bantuan kepada dayah, bantuan kepada perguruan tinggi tidak didasarkan pada mekanisme manajemen yang baik sehingga dana pendidikan tidak membekas dalam dampak positif yang memadai. 5. Tidak terdapat mekanisme transfer yang baku dengan formula objektif kepada kabupaten sehingga alokasi kepada kabupaten kadangkala dipengaruhi oleh lobbylobby dan penggunaan dana tidak termonitor dan tidak dievaluasi.
4
Tabel 1 ALOKASI DANA PENDIDIKAN NAD 2002-2004 2002 No.
Pengelola
Jumlah
2003 %
2004
Jumlah
%
Jumlah
%
49.000.000.000
7,0
70.000.000.000
10,0
70.000.000.000
10,0
Dikelola oleh Kab/Kota
279.633.454.000
39,9
262.133.157.400
37,4
264.500.000.000
37,8
Dinas Pendidikan
221.824.025.500
31,7
214.131.442.600
30,6
237.000.000.000
33,9
0,0
1.300.000.000
0,2
0,1
10.180.000.000
1,5
7.600.000.000
1,1
800.000.000
0,1
0,1
300.000.000
0,0
200.000.000
0,0
500.000.000
0,1
300.000.000
0,0
100.000.000
0,0
1
Dana Abadi
2 3 4
UPTD Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
5
Dinas Kebudayaan
5.889.447.500
0,8
1.000.000.000
6
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
7.750.000.000
1,1
7
Dinas Kelautan dan Perikanan
750.000.000
8
Dinas Peternakan
9
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
10
Dinas Kesehatan
11
0,0
500.000.000
0,1
300.000.000
0,0
100.000.000
0,0
1.525.000.000
0,2
3.000.000.000
0,4
2.100.000.000
0,3
Dinas Pemuda dan Olahraga
12.025.000.000
1,7
3.500.000.000
0,5
4.500.000.000
0,6
12
Dinas Syariat Islam
42.000.000.000
6,0
15.400.000.000
2,2
10.400.000.000
1,5
13
UPTD Pengembangan Dakwah Islamiyah
0,0
0,0
500.000.000
0,1
14
UPTD Pengembangan Lajnah Tilawatil Quran
0,0
0,0
500.000.000
0,1
15
Biro Keistimewaan Aceh
16
20.878.500.000
3,0
7.000.000.000
1,0
25.655.000.000
3,7
Biro Perlengkapan
3.500.000.000
0,5
1.500.000.000
0,2
1.000.000.000
0,1
17
Badan Perpustakaan
2.000.000.000
0,3
2.000.000.000
0,3
1.700.000.000
0,2
18
Badan Diklat Provinsi
6.000.000.000
0,9
6.999.100.000
1,0
7.665.000.000
1,1
19
RSU Zainul Abidin
0,0
3.000.000.000
0,4
5.000.000.000
0,7
20
BAPPEDA Provinsi
0,0
1.000.000.000
0,1
1.500.000.000
0,2
21
Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan
22
Bantuan untuk PTN
23
MPD
24
Penanggulangan Akibat Konflik JUMLAH
0,0
4.500.000.000
0,6
4.300.000.000
0,6
45.224.573.000
6,5
50.000.000.000
7,1
50.000.000.000
7,1
1.000.000.000
0,1
2.000.000.000
0,3
1.000.000.000
0,1
0,0
44.336.300.000
6,3
0
0,0
100,0
700.000.000.000
100,0
700.000.000.000
100,0
700.000.000.000
Sumber: Dinas Pendidikan NAD dan APBD NAD
5
Tabel 2 ALOKASI DANA PENDIDIKAN NAD KE KABUPATEN/KOTA, 2002-2004 (Rp. Milyar)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kabupaten/Kota Aceh Utara Pidie Bireun Aceh Besar Aceh Timur Banda Aceh Aceh Selatan Aceh TAmiang Aceh Tenggara Aceh Barat Aceh Tengah Kota Lhokseumawe Aceh Singkil Kota Langsa Aceh Barat DAya Nagan Raya Bener Meriah Aceh Jaya Simeulue Gayo Luwes Sabang JUMLAH
2002 38* 32 23 21,8 43,1** 15,5 25,5 16,2 27,2 16,8 8,8 4,8 4,2 279,6
2003 31,1 28,971 19,7 19,1 18,1 15,2 13,7 12,1 11,942 17,82 17,6 9,0 9,3 8,1 7,9 7,4 6,2 5,9 3 262,133
2004 31,219 29,121 19,838 19,275 18,2 15,3 13,852 12,2 11,876 11,752 10,932 9,079 9,439 8,1 7,995 7,534 7,641 6,3 5,967 5,6 3,1 264,5
Sumber : Dinas Pendidikan NAD dan Serambi Indonesia 29 Mei 2004 Keterangan : * termasuk Kota Lhokseumawe sebelum pemekaran ** termasuk Kota Langsa sebelum pemekaran
6
Tabel 3
Alokasi Dana Pendidikan yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Kab/jota (dalam rupiah) No.
Komponen
2002
%
2003
%
1
Beasiswa
51.387.000.000
18,38
34.534.290.000
2
Kesejahteraan Guru
63.486.200.000
22,70
64.290.192.000
24,53
3
Rehabilitasi Gedung
24.500.000.000
8,76
9.052.500.000
3,45
4
RKB/USB
17.500.000.000
6,26
13.366.500.000
5,10
5
Meubiler
17.500.000.000
6,26
9.518.000.000
3,63
6
Dana Bantuan Operasional
55.831.000.000
19,97
66.321.580.000
25,30
7
Pembinaan Siswa/santri
10.500.000.000
3,75
8.156.814.000
3,11
8
Pembangunan Mushalla
-
-
6.564.000.000
2,50
9
Pembangunan Pagar
-
-
3.945.000.000
1,50
10
Koordinasi dan Sinkronisasi
11
Bloc Grant Pendidikan
12
Pembinaan Lab/Pustaka
13
Kemakmuran Remaja Mesjid
9.231.000.000
14
Pendidikan Luar Sekolah
1.883.754.000
0,67
279.632.454.000
100,00
JUMLAH
787.500.000 27.026.000.000 -
13,17
0,28
813.500.000
0,31
9,66
34.191.281.400
13,04
-
8.311.500.000
3,17
3,30
3.068.000.000
1,17
-
262.133.157.400
-
100,00
Sumber : Dinas Pendidikan NAD.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan umum yang dapat ditarik adalah bahwa dana pendidikan meningkat luar biasa setelah otonomi khusus, namun karena alokasi dana pendidikan tersebut tidak berdasarkan suatu formula yang baku, maka alokasinya lebih merupakan hasil dari tarikan-tarikan politis dari berbagai pihak yang berkepentingan. Di samping itu, belum adanya kemauan politik dari pihak pemerintah daerah sendiri, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, menyebabkan pengelolaan dana pendidikan selama ini belum dilakukan dalam perspektif jangka panjang, yakni dengan mempertimbangkan keberlanjutannya (sustainability). Alokasi dana pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mesti dilakukan dengan menganut prinsip-prinsip efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan kecukupan (adequacy). Efisiensi bermakna bahwa alokasi dana pendidikan harus sesuai dengan pembagian wewenang penyelenggaraan pendidikan. Jenjang pemerintahan yang paling efisien menyelenggarakan suatu jenjang pendidikan diberi wewenang membiayainya. Pemerataan bermakna bahwa daerah yang tertinggal di bidang pendidikan harus mendapat perhatian lebih (pemerataan horizontal) dan kelompok masyarakat atau anak didik yang kurang beruntung karena dari keluarga miskin atau cacat mental atau fisik mendapat perlakuan khusus (pemerataan vertical). Kecukupan bermakna bahwa setiap penduduk yang berusia sekolah yang diwajibkan (wajib belajar) mendapatkan jaminan untuk memperoleh pendidikan dengan fasilitas yang memadai. 1. Pada prinsipnya dana pendidikan harus dialokasikan ke jenjang pemerintahan yang paling efisien menyelenggarakannya (subsidiarity principle). Prinsip desentralisasi
7
2.
3. 4.
5.
pembiayaan pendidikan (otonomi) demikian pada akhirnya harus sampai pada tingkat sekolah, yakni sekolah menjadi unit otonom yang terendah. Desentralisasi atau otonomi demikian harus pula diikuti oleh akuntabilitas. Lembaga yang mengontrol penggunaan dana pendidikan di tingkat sekolah adalah Komite Sekolah, di tingkat kabupaten/kota adalah Dewan Pendidikan. Alokasi dana pendidikan mesti benar-benar efektif sehingga Standar Pelayanan Minimum (SPM) di bidang pendidikan dapat dicapai. Daerah juga harus mempunyai data pendidikan yang baik sehingga penggunaan dana pendidikan benar-benar didukung data yang akurat. Pembagian wewenang penyelenggaraan pendidikan yang tegas dan terperinci antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota akan dapat mengatasi perdebatan yang tidak habis-habisnya tentang alokasi dana pendidikan Provinsi NAD. Pembagian wewenang ini dapat dituangkan dalam Keputusan Gubernur sebagai implementasi Qanun Pendidikan. Alokasi dana pendidikan didasarkan pada formula yang baku, tidak didasarkan pada tarikan-tarikan kepentingan berbagai pihak yang dapat mengarah pada investasi pendidikan yang tidak efisien dan tidak efektif mencapai sasaran pendidikan. Alokasi dana pendidikan di NAD harus didasarkan pada kebutuhan yang riil, yakni dikaitkan dengan kebutuhan per murid pada tiap jenjang pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan daerah masing-masing. Alokasi dari provinsi pada prinsip untuk menutupi kesenjangan kemampuan (fiscal gap) di bidang pembiayaan pendidikan. Alokasi oleh daerah tidak boleh berkurang karena daerah mendapat transfer dari pemerintah lebih tinggi. Selain itu, harus terdapat aspek pemerataan di dalam transfer, dimana daerah yang kemampuannya rendah mendapat lebih banyak transfer, dengan tidak mengurangi alokasi APBDnya sendiri untuk pendidikan. Transfer atau sering disebut grants-in-aid dapat dibuat dalam tiga bentuk; a. Foundation grants (Bantuan dasar) Bantuan ini didasarkan pada perhitungan dengan menggunakan rumus (formula tertentu, dirancang untuk menjamin bahwa daerah kabupaten/kota memperoleh dana yang cukup, minimal untuk membiayai pendidikan wajib (yakni tingkat pendidikan minimum yang diperlukan atau program wajib belajar). Berapa pun kemampuan sendiri, daerah harus menyediakan dana yang cukup untuk membiayai pendidikan minimum tersebut. Bantuan dasar ini dimaksudkan untuk menjamin cukupnya dana tersedia untuk membiayai kebutuhan dasar operasional sekolahsekolah. (Formula yang dapat diterapkan dapat dilihat pada Lampiran makalah). b. Matching grants (Bantuan penyeimbang) Dalam mekanisme transfer bantuan penyeimbang ini, bantuan provinsi kepada kabupaten/kota tidak berupa lump-sum, melainkan dikaitkan dengan pengeluaran kabupaten/kota sendiri untuk pendidikan. Daerah penerima disyaratkan membelanjakan sejumlah (atau persentase tertentu) dari APBD-nya untuk dapat memperoleh dana pendidikan provinsi. Dana dari provinsi dianggap hanya sebagai penyeimbang (matching). Bantuan penyeimbang ini seringkali dapat memotivasi dan meningkatkan pemerataan penyelenggaraan pendidikan antar daerah. Penggunaan dana bantuan penyeimbang ini diserahkan kepada pemerintah
8
kabupaten/kota, di luar untuk gaji dan upah. Formula yang dapat diterapkan dapat dilihat dalam Lampiran makalah). c. Categorical grants (Bantuan kategorikal) Bantuan menurut kategori penggunaan ini dirancang oleh pemerintah provinsi untuk membiayai program-program pendidikan pada tingkat provinsi, sesuai visi dan misi pendidikan di Provinsi NAD. Program-program tersebut adalah programprogram yang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas. Contoh program adalah pelatihan guru yang dirancang oleh provinsi tapi pelaksanaannya di kabupaten/kota, pendidikan untuk anak-anak unggul, pendidikan anak dari keluarga tidak mampu, pendidikan anak cacat, dan pendidikan khusus. Untuk alokasi dalam kategori ini tidak perlu formula, jumlah yang dialokasikan untuk masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan kegiatan. Dua jenis transfer (bantuan dasar dan bantuan penyeimbang) setelah dihitung berdasarkan kebutuhan riil yang perlu dibiayai kemudian diserahkan kepada daerah kabupaten/kota untuk dikelola. Bantuan ini adalah bloc-grant yang penggunaanya sesuai kebutuhan daerah, terutama untuk biaya operasional kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh Komite Sekolah (pada tingkat sekolah) dan Dewan Pendidikan (pada tingkat kabupaten/kota). Bantuan kategorikal adalah specific grant yang penggunaan oleh daerah kabupaten/kota tidak bebas, melainkan sesuai dengan program provinsi. Penggunaannya disesuaikan dengan ketetapan atau petunjuk dari provinsi sesuai dengan misi pendidikan provinsi. d. Dana Warisan Pendidikan (Educational Heritage Fund) perlu segera dibuat agar kepentingan investasi dalam bidang pendidikan jangka panjang di Provinsi NAD dapat terakomodasi. Fund ini diperlukan untuk pembiayaan investasi pendidikan (misalnya beasiswa ke luar negeri) yang cukup sebagai pembiayaan multi-tahun. Pembiayaan pendidikan yang komitmennya hanya per tahun tidak menjamin tercapainya sasaran-sasaran yang diharapkan. Pada tingkat provinsi, langkah pertama yang mesti ditempuh dalam mengalokasikan dana pendidikan Provinsi NAD adalah sbb; 1. Menyisihkan anggaran dari alokasi 30 % dari APBD untuk pembiayaan programprogram pendidikan provinsi (termasuk menyisihkan persentase tertentu untuk Dana Warisan Pendidikan (Educational Heritage Fund), dalam bentuk dana abadi. Penggunaan penghasilan dari dana abadi (bagi hasil atau bunga) diutamakan untuk beasiswa yang kriteria penerimanya sesuai dengan yang ditetapkan (dikaitkan dengan visi pendidikan provinsi). 2. Menghitung jumlah transfer (bantuan kepada pemerintah kabupaten/kota) untuk dialokasikan kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi NAD (tiga jenis bantuan/transfer). Jumlah transfer kepada kebupaten/kota merupakan total bantuan dalam tiga kategori; bantuan dasar, bantuan penyeimbang , dan bantuan kategorikal seperti dikemukakan di atas.
9
Semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholders) dilibat dalam pembuatan kebijakan di bidang pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu diterapkan dengan baik. Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan perlu diberdayakan. Pelibatan semua stakeholder perlu agar tidak terdapat hegemoni pemerintah daerah dalam menentukan arah pendidikan di Provinsi NAD, selain juga memberi kesempatan kepada masyarakat sipil untuk tumbuh kuat. Pembentukan Dana Abadi Pendidikan dirasakan sangat mendesak mengingat sumber penerimaan migas yang bakal habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dana Abadi ini juga dimaksudkan agar dana pendidikan yang jumlahnya besar selama cadangan gas masih ada hanya berlangsng beberapa tahun. Setelah itu Aceh harus mempunyai sumber dana yang lebih sustainable untuk peningkatan mutu SDM di masa depan. Dengan Dana Abadi (suatu Trust Fund Pendidikan) dana pendidikan sekarang dapat ditabung sebagian dan dimanfaatkan untuk program-program pendidikan dalam jangka panjang, seperti peningkatan aksesibilitas pendidikan dasar dan menengah, peningkatan mutu guru dan proses pendidikan, pemberian beasiswa, dan insentif guru. REFERENSI Becker, Gary S. (1964), Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis with Special Reference to Education, New York: National Bureau of Economic Research. Bokros, Lajos, and Jean-Jacques Dethier (1998), Public Finance Reform during the Transition: The Experience of Hungary, Washington, D.C. The World Bank BPS (bekerjasama dengan BAPPENAS dan UNDP)(2001), Menuju Konsensus Baru; Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional (2002), Education Reform in the Context of Decentralization, DSEF Project Report (tidak dipublikasikan) International Finance Corporation (IFC) (1999), Investing in Private Education in Developing Countries, Washington, D.C. Kaufman, Bruce E. (1994), The Economics of Labor Markets, Fort Worth; The Dryden Press. McDonald, John F. (1997), Fundamental of Urban Economics, Upper Saddle River, NJ.: Prentice Hall. Meier, Gerald M. (1989), Leading Issues in Economic Development, Fifth Edition, New York: Oxford University Press.
10
Nazamuddin (2002), Pendanaan Pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Makalah disampaikan pada Lokakarya Pendidikan Nanggroe Aceh Darussalam, Hotel Kuala Tripa, 18 April 2002. North, Douglass C. (1990), Institutions, Institutional Change and Economic Performance, New York : Cambridge University Press. Patrinos, Harry Anthony (1999), Decentralization of Education; Demand-Side Financing, Washington, D.C.: The World Bank. Rosenzweig, Mark R. (1995), “Why Are There Returns to Schooling”, American Economic Review, Vol. 85 No.2, pp. 153-158. Schwartz, Amy Ellen, Leanna Stiefel, and Ross Rubenstein, “Education Finance”, dalam Fred Thompson and Mark Green (1998), Handbook of Public Finance, New York: Marcel Dekker Suryadi, Ace (2002), “Aspek Keadilan dalam Pembiayaan Pendidikan”, Kompas, Senin, 24 Juni 2002. Tan, L.H. Joseph (editor) (1999), Human Capital Formation as an Engine Of Growth; The East Asian Experience, Singapore: ISEAS Thompson, Fred and Mark Green (1998), Handbook of Public Finance, New York; Marcel Dekker. World Bank (1990), Indonesia : Strategy for a Sustained Reduction in Poverty, Washington D. C. World Bank (1994), Indonesia : Sustaining Development, Washington D.C.
11
12
Lampiran ALOKASI DANA PERIMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM MENURUT PP No. 104/2000 No. Penerimaan 4
5
Penerimaan Minyak Bumi Penerimaan Gas Alam
Pusat
Daerah Propinsi
Daerah Kabupaten/Kota
85%
3%
6%
70%
6%
12%
Lain-lain 6% (untuk daerah lain bukan penghasil dengan porsi sama) 12% ( untuk daerah lain bukan penghasil dengan porsi sama)
Keterangan Setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
SUMBER PENERIMAAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (Menurut UU No.18/2001)
PENDAPA TAN ASLI DAERAH (PAD)
ØPajak Daerah ØRetribusi Daerah ØZakat ØBUMD dan hasil pengelola an kekayaan daerah lainnya ØLain-lain pendapata n daerah yang sah
DANA PERIMBANGAN
A. Bagi Hasil Pajak dan SDA • PBB (90%) • BPHTB (80%) • PPh pribadi (20%) • Kehutanan (80%) • Pertambangan umum (80%) • Perikanan (80%) • Minyak bumi (15%) • Gas alam (30%) B. Dana Alokasi Umum (DAU) C. Dana Alokasi Khusus (DAK)
PENERIMAAN NAD DLM RANGKA OTONOMI KHUSUS 8 tahun pertama ØMinyak Bumi (55%) ØGas alam (40%) Tahun ke-9 dst. ØMinyak Bumi (35%) ØGas alam (20%)
PINJAMAN DAERAH
LAIN-LAIN PENERIMA AN YANG SAH
A.Pinjaman Dalam Negeri Harus dengan persetujuan DPRD NAD
A. Bantuan luar negeri (harus memberi tahu pemerintah pusat) B. Penyertaan modal pada BUMN yang berdomisili di ACEH C. Bagian keuntungan dari BUMN yang beroperasi di ACEH
B.Pinjaman Luar Negeri Harus dengan persetujuan DPRD dan Pemerintah Pusat
13
Pengeluaran APBD Provinsi NAD Untuk Pendidikan 2000-2003 Tahun Anggaran
Belanja Total Belanja APBD (Rp)
(%)
Belanja Pendidikan (Rp)
2000
173,186,860,862
13,408,197,247
7.74
2001
494,760,403,266
30,924,234,143
6.25
2002
1,384,492,251,119 291,595,924,068
21.06
2003*
1,612,558,863,787 331,610,712,600
20.56
Sumber: Bappeda Provinsi NAD
Keterangan : * Budget
14