ANALISIS STUDI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DI DINAS/INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT SEKTOR PERTANIAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TIM ANALISIS STUDI: SRI WALNY RAHAYU ABDULLAH ABDUL MUTHALEB ELLY KESUMAWATI DARWANIS RAIDA FUADI
Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala © Sri Walny Rahayu-PresentasiPebruari, 24/02/09 2009
Memahami Gender Gender secara keliru sering diartikan sebagai jenis kelamin sehingga perlu dipahami secara benar apa yang dimaksud gender dan apa yang dimaksud jenis kelamin. Gender BUKAN mengenai perempuan atau pun isu-isu spesifik perempuan, apalagi suatu aliran yang mempertentangkan teksteks suci/wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasul-rasulnya, yang kebenarannya bersifat mutlak. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan Memahami Gender… Gender adalah cara masyarakat membedakan peran laki-laki dan perempuan serta memberikan peranperan sosial kepada mereka. Peranperan yang diberikan tersebut dapat dibentuk, dibuat, dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, kata ”gender” adalah alat analitik untuk memahami realitas sosial dalam hubungannya antara perempuan dan laki-laki. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Peran Gender Peran gender bersifat: Dinamis Dipengaruhi oleh umur (generasi tua, muda, dewasa dan anak-anak) Ras Etnik Agama Lingkungan geografi Pendidikan Sosial, Ekonomi dan Politik
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan Peran Gender
Perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan yang diakibatkan oleh upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural dan pengaruhpengaruh dari kekuatan di tingkat nasional dan global.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Jenis Kelamin atau Seks Wujud penandaan individu manusia ke dalam kategori laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik (kromosom) dan hormon. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Allah Swt yang bersifat melekat (given), permanen dan universal. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Kapan Studi Analisis Gender Diperlukan Pada prinsipnya, STUDI ANALISIS GENDER tidak mempermasalahkan pembedaanpembedaan itu selama tidak melahirkan KETIDAKADILAN. Analisis ini melihat pembedaan secara gender (gender differences) sangat potensial melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang dilakukan analisis gender adalah menggugat pembedaan gender, khususnya yang melahirkan ketidakadilan © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Definisi PUG ”strategi” yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama, dan penghargaan yang sama di masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan PUG memperkuat kehidupan ekonomi, sosial dan politik bangsa. Dalam PUG harus berisi empat fungsi utama manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian/evaluasi.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Tujuan PUG
Menciptakan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu suatu kondisi yang adil (equity) dan setara (equality) dalam hubungan kerjasama antara perempuan dengan laki-laki (relasi gender).
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
SASARAN PUG DALAM INPRES NOMOR 9 TAHUN 2000 MENGINSTRUKSIKAN KEPADA : • MENTERI • KEPALA LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN • PANGLIMA TENTERA NASIONAL INDONESIA • KEPALA KEPOLISIAN RI • JAKSA AGUNG RI • GUBERNUR • BUPATI/WALIKOTA © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Regulasi PUG di Indonesia 1. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah. (telah dicabut) 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Untuk Apa dan Mengapa Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Terkait Sektor Pertanian?
Melalui penerapan PUG dapat ditingkatkan ketepatan desain perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program/kegiatan pembangunan pertanian. Tepat sasaran pemanfataan pembangunan (pelaku agribisnis); antara laki-laki dengan perempuan, generasi tua dengan generasi muda.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan…
Tepat metode dan teknik pendidikan pembangunan pertanian (penyuluhan, pelatihan pendidikan formal dan non formal pertanian). Tepat teknik, metode dan pendekatan implementasi pembangunan pertanian. Tepat penciptaan dan pengembangan inovasi hasil-hasil penelitian yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi pelaku terkait isu pertanian.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan…
Menerapkan PUG berarti: Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pembangunan terkait isu sektor pertanian. Mengakselerasi peningkatan status ekonomi dan kesejahteraan keluarga/rumah tangga pelaku terkait isu sektor pertanian. Mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan bangsa. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Mengapa PUG Menjadi Prioritas Dalam Pembangunan Ketidaksetaraan gender merugikan laki-laki dan perempuan karena berdampak mengurangi produktivitas sehingga menghambat pengentasan kemiskinan. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) adalah pengurangan kemiskinan dan kelaparan. Ketidaksetaraan gender salah satu penyumbang terbesar pada masalah ini. Akumulasi dari pembedaan yan diikuti dengan pembatasan peran SDM di lingkup domestik dan akses tenaga kerja secara sistematis akan mengurangi kapasitas suatu perekonomian untuk meningkatkan standar kehidupan. Hal inilah yang disebut dengan diskrminasi © Sri Walny Rahayu-Presentasigender. 24/02/09
Lanjutan… Akses perempuan pada aset produktif dan berbagai sumberdaya seringkali terbatas. Contoh: mayoritas petani miskin adalah perempuan tetapi mereka tidak terdata dengan baik, tidak memiliki hak legal untuk mempunyai aset agar dapat berinvestasi, termasuk akses memperoleh pendidikan dan pelatihan. Norma sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang patriarkhi menempatkan laki-laki pada sektor publik dan perempuan pada domain domestik.Akibat cara pandang ini, perempuan yang menjadi kepala keluarga sering diluakan dalam pendataan sehingga kurang optimal dalam peran, kontrol dan manfaat dari sebuah program/kegiatan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan …
Paradigma lama pembangunan yang terkait isu pertanian dinyatakan netral gender, umumnya ditujukan bagi keluarga petani. Kondisi riilnya, sumberdaya perempuan dan generasi muda hanya sedikit memperoleh manfaat pembangunan dibandingkan dengan laki-laki dewasa. Laki-laki dan perempuan sebagai sumberdaya pembangunan mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama untuk menjadi partisipan dan memperoleh manfaat dari pembangunan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Isu Gender Terkait Sektor Pertanian
Di Indonesia perempuan pedesaan merupakan jumlah tenaga kerja terbesar di bidang pertanian. Perempuan terlibat mulai dari kegiatan penanaman, perawatan, panen, dan pasca panen. Perempuan cenderung makhluk subordinasi sehingga tidak tampil sebagai pelaku pembangunan. Hal ini terjadi karena domain perempuan berada di ranah domestik sekali pun pekerjaan yang dilakukannya merupakan pekerjaan produktif akan tetapi nilai yang diterimanya tidak seimbang dengan pekerjaan yang dihasilkan. Peran perempuan tidak diperhitungkan dalam statistik dan laporan kemajuan pembangunan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan… Perempuan cenderung makhluk subordinasi sehingga tidak tampil sebagai pelaku pembangunan. Hal ini terjadi karena domain perempuan berada di ranah domestik sekali pun pekerjaan yang dilakukannya merupakan pekerjaan produktif akan tetapi nilai yang diterimanya tidak seimbang dengan pekerjaan yang dihasilkan. Kesempatan untuk peningkatan kualitas SDM bagi perempuan belum optimal. Perempuan kurang mendapatkan akses dan pelayanan prasarana dan sarana produksi, teknologi dan penyuluhan, pelatihan, serta berbagai peningkatan diri. Keterlibatan perempuan diabaikan sehingga kurang optimal dalam program pembangunan pertanian. Misalnya, petani perempuan tidak dapat mengakses untuk mendapatklan kredit usaha tani dibatasi dengan syarat yang mengharuskan penggunaan sistem Kepala Keluarga atau ketua kelompok tani yang mayoritasnya adalah laki-laki. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan Partisipasi perempuan terbatas atau bahkan tidak mempunyai kewenangan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan menyangkut usaha pertaniannya. Upah buruh petani perempuan lebih rendah dari pada petani laki-laki. Penguasaan yang terbatas atas sumber daya seperti tanah dan pendapatan. Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) didesain yang sebagian besar dapat digunakan dengan mudah bagi petani laki-laki, tetapi belum tentu bagi petani perempuan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Dua Hal Pokok Menuju Keberhasilan PUG Pertama, memiliki 7 (tujuh) unsur penting sebagai prasyarat yaitu: 1) dukungan politik 2) kebijakan 3) sumber daya 4) sistem data dan informasi 5) kelembagaan 6) alat analisis gender 7) dukungan masyarakat sipil. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan… Kedua, adanya advokasi terpadu untuk mengintegrasikan dimensi gender dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari setiap kebijakan dan program pembangunan. Dua hal pokok ini harus dilakukan secara sinergis, tanpa mengabaikan salah satunya, termasuk menggalang dukungan politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif) sampai pada kultural, sosial kemasyarakat dan agama. Dengan demikian, pelembagaan PUG menjadi suatu hal yang diterima dan mendapatkan dukungan semua pihak. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
METODE STUDI ANALISIS PUG YANG DIGUNANAKAN PADA STUDI INI • Studi analisis ini menggunakan teknik Gender Analysis Pathway (GAP). • GAP merupakan metode analisis bagi Perencana Program/Proyek/Kegiatan/kebijakan untuk mengetahui kesenjangan gender melalui indikator akses, peran, manfaat, dan kontrol yang berimbang antara laki-laki dengan perempuan dalam setiap program-program pembangunan sampai dengan melakukan monitoring dan evaluasi. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
LANJUTAN • Metode GAP digunakan karena dapat memberikan sumbangan pikiran dalam menetapkan program pembangunan, meningkatkan wawasan pentingnya efektifitas dan efisiensi serta kelayakan perencanaan pembangunan yang selalu memperhitungkan antara laki-laki dengan perempuan. • Dengan kata lain, pemilihan teknik GAP didasarkan bahwa para pemangku kepentingan, perencana dan pelaksanaan program pembangunan tingkat pusat dan daerah selalu melihat prioritas permasalahan, sasaran, solusi dan intervensi yang diperlukan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
KERANGKA GAP (GENDER ANALYSIS PATHWAY) * PERENCANAAN PROGRAM SECARA KOMPREHENSIF
( SIKLUS PERENCANAAN SAMPAI EVALUASI )
5 LANGKAH
1. ANALISIS KEBIJAKAN 2. REFORMULASI KEBIJAKAN 3. RENCANA KEBIJAKAN OPERASIONAL 4. PELAKSANAAN 5. MONITORING DAN EVALUASI © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Analisis Kebijakan Gender Tujuan Kebijakan Saat ini
Data Pembuka Wawasan (terpilih menurut Jenis kelamin) * Kuantitatif * Kualitatif
Faktor Gap * Akses * Partisipasi * Kontrol * Manfaat
Isu-Isu Gender Apa, Dimana, dan Mengapa Ada Gap ?
Gender Analysis Pathway ( GAP )
Formulasi Kebijakan Gender Tujuan Kebijakan Gender Bagaimana mengecilkan/ menutup Kesenjangan ?
Indikator Gender
Rencana Program Gender
Kegiatan
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi
Sasaran
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
6
Tujuan Studi Analisis
Untuk mengidentifikasikan keberadaan, peran Focal Point dan Pokja PUG pada masing-masing SKPD objek studi. Untuk melihat sejauhmana birokrasi yang ada pada masing-masing SKPD sudah memenuhi keseimbangan gender (termasuk pengambilan kebijakan, staf dan posisi stategis) Untuk mengindentifikasi penyebab ketidakseimbangan gender pada lembaga-lembaga utama ini. Untuk menganalisis kebijakan dan anggaran yang responsif gender pada masing-masing SKPD. Merumuskan rekomendasi kebijakan dan Anggaran Berperspektif Gender dalam sektor pertanian kepada pihak pengambil kebijakan dan stakeholders terkait. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
FINDINGS PADA 5 (LIMA) OBJEK STUDI
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
1. Persepsi Partisipan tentang Sensitivitas Gender
Isu kultural yang berpihak kepada maskulin ( patriarkhi) merupakan isu sentral sumber ketidakadilan dalam penyusunan program/kegiatan/proyek di 5 (lima) SKPD objek studi terkait sektor pertanian di Prov. NAD. Rata-rata partisipan yang mengikuti proses pelatihan PUG dalam kondisi “buta gender”, yaitu suatu keadaan seseorang yang belum atau tidak memahami tentang pengertian, konsep gender dan permasalahan gender, bahwa ada perbedaan kepentingan/kebutuhan antara laki-laki dan perempuan.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan Selain buta gender, partisipan juga memahami gender secara bias. Hal ini mengakibatkan setiap kebijakan/program/kegiatan menguntungkan pada salah satu jenis kelamin. Penyangkalan ketidaksetaraan dan perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam akses, peran, kontrol dan manfaat menyebabkan muncul gender gap dalam paradigma atau manajemen pembangunan. Oleh karena itu, aspek ketidakadilan atau gender gap merupakan hal esensial yang paling besar yang digugat oleh pelatihan dan studi analisis PUG ini untuk dieleminir. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
2. Persepsi Partisipan tentang Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan sistem dan struktur di mana perempuan dan laki-laki dapat menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dengan laki-laki baik secara langsung berupa dampak perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundangan atau kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan yang berasal antara lain, dari faktor sosial budaya, interprestasu teks agama yang dipahami secara bias, faktor ekonomi dan faktorfaktor lainnya yang berlaku dalam masyarakat. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Lanjutan Meskipun secara agregat ketidakdilan gender lebih banyak menimpa perempuan namun tidak dapat dipungkiri bila laki-laki juga mengalami hal yang sama. Perubahan kawasan belajar partisipan dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotorik, memahami bentuk-bentuk ketidakadilan dalam tiga kategori, yaitu buta gender, bias gender dan netral gender. Sedangkan ketegori sensitif gender dan responsif gender belum ditemukan dalam training ini ketika mereka menyusun program/kegiatannya. Indikator partisipan dalam memahami bentuk-bentuk ketidakadilan gender dibagi dalam dua sesi, yaitu sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
3. Pemahaman Partisipan tentang Pengarusutamaan Gender dan Landasan Yuridisnya. Semua partisipan pada objek teliti belum memahami tentang PUG dan landasan yuridis yang mengaturnya yaitu Inpres No. 9 Tahun 2000 dan Permendagri No. 15 Tahun 2008. Fenomena ini menunjukkan fakta bahwa implementasi kebijakan tersebut secara keseluruhan belum didukung oleh 7 (tujuh) prasyarat dalam manajemen pembangunan berbasis PUG yaitu dukungan politik, kebijakan, sumber daya, sistem data dan informasi, kelembagaan, alat analisis gender, dan dukungan masyarakat sipil. Hal pokok lainnya, belum optimalnya advokasi terpadu untuk mengintegrasikan dimensi gender dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari setiap kebijakan dan program pembangunan. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
4. Identifikasi Tentang Analisis Gender Terhadap Penyusunan Program Dan Kegiatan Temuan-temuan pada 5 (lima) SKPD objek studi dalam penyusunan program dan kegiatan hingga penerima manfaatnya, diketahui bahwa terjadi ketidakseimbangan dalam hal akses, peran, kontrol dan manfaat secara berimbang antara laki-laki dengan perempuan. Berdasarkan teknik GAP yang digunakan dalam studi ini, semua bentuk ketidakadilan gender yaitu diskriminasi, peminggiran (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereo type), dan beban ganda (double burden), terdapat ketika partisipan melakukan penyusunan program/kegiatan di working group. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Kelemahan/Hambatan dalam Pelaksanaan Studi Analisis
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Isu gender dan PUG masih dianggap bukan hal penting untuk dibicarakan sehingga ditemukan sikap pesimis dan resistensi. Di sisi lain, isu gender masih diasumsikan domainnya perempuan, sama dengan jenis kelamin, bahkan sesuatu hal yang mendobrak nilai-nilai dan tananan yang dianggap sudah mengkristal. Adanya objek teliti yang belum memilki sarana dan prasarana secara maksimal dan layak sehingga berpengaruh kepada tidak optimalnya kinerja dari sebuah SKPD. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Data dan informasi sangat menunjang implementasi strategi PUG, terutama data terpilah berdasarkan jenis kelamin yang belum semua terdokumentasikan dengan baik. Dalam hal ini tim kesulitan memperoleh data dan informasi tersebut. Hal lainnya yang ditemukan adalah data dokumentasi perencanaan dan penganganggaran juga sulit diperoleh tim assesment studi analisis.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Belum tersosialisasi dengan baik Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan Permendagri Nomor 15 tahun 2008 yang mengatur perencanaan pembangunan di daerah berdasarkan PUG dan implementasinya menjadi bagian tanggung jawab Kepala SKPD, berakibat respon dan dukungan terhadap penyelenggaran training dan studi analisis ini kurang mendapatkan apreasiasi. Peserta yang dikirim untuk mengikuti pelatihan belum memenuhi kualifikasi dan kapasitas, karena masih pengawai honorer atau golongan I dan II yang tidak memiliki kewenangan menyusun strategi pengintegrasian gender melalui perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah. © Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
Pelatihan ini dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan waktu berakhirnya tahun anggaran 2008, sehingga pelatihan tidak berjalan efektif.
© Sri Walny Rahayu-Presentasi24/02/09
TERIMA KASIH Pusat Studi Gender (PSG) Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala Lantai III (Tiga) Lab Terpadu (Integrated Laboratorium) Syiah Kuala University Darussalam, Banda Aceh email:
[email protected]
© Sri Walny Rahayu-Presentasi-24/02/09