KONSEP KEADILAN I Gusti Bagus Rai Utama NIM. 1090771010 PROGRAM: PPS S3 PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA BALI
1. Plato (427-347 SM) a. Apakah keadilan itu? Menurut Plato, keadilan dimaknai sebagai seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidupnya disesuaikan dengan panggilan kecakapan “talenta”
dan
kesanggupan
atau
kemampuan.
Sehingga
keadilan
diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dapat dikatakan adil adalah seseorang yang mampu mengendalikan diri dan perasaannya yang dikendalikan oleh akal. b. Bagaimana metode untuk mewujudkan keadilan? 1) Kembalikan Masyarakat pada Struktur aslinya Menurut Plato, metode untuk mewujudkan keadilan adalah dengan mengembalikan
masyarakat
pada
struktur
aslinya,
misalnya
jika
seseorang sebagai guru baiklah tugasnya hanya mengajar saja, jika seseorang sebagai prajurit baiklah tugasnya hanya menjaga kedaulatan negara, jika seseorang sebagai pedagang baiklah tugasnya hanya dibidang perniagaan saja. Jika seseorang sebagai gubernur atau presiden baiklah tugasnya hanya untuk memimpin negara dengan adil dan bijaksana. 2) Negara
melakukan
Pengawasan
terhadap
Fungsi
Struktur
Masyarakat. Metode berikutnya adalah tugas untuk mengembalikan masyarakat pada struktur aslinya adalah tugas Negara untuk menciptakan stabilitas agar tidak terjadinya penyimpangan struktur masyarakat. Dengan demikian keadialan
bukan
mengenai
hubungan
antara
individu,
melainkan
hubungan antara individu dan negaranya. Sehingga lahir juga motto “jangan tanyakan apa yang dapat diberikan Negara kepadamu, namun tanyakan! Apa yang dapat engkau berikan kepada negaramu?” artinya Page |1
kekaryaan dan karya seseorang harusnya dapat dipersembahkan untuk Negara sesuai dengan karya kelasnya. 3) Memilih Pemimpin dari Putra Terbaik Metode yang lainnya adalah dengan memilih pemimpin dari putra terbaik dalam masyarakat tidak dilakukan melalui pemilihan langsung atau “voting”
melainkan
dengan
kesepakatan
tertentu
sehingga
dapat
ditentukan pemimpin yang benar-benar manusia super dari masyarakat tersebut artinya yang memimpin Negara seharusnya manusia super “the king of philosopher” karena keadilan juga dipahami secara metafiisis keberadaannya tidak dapat diamati oleh manusia, akibatnya adalah perwujudan keadilan digeser ke dunia lain di luar pengalaman manusia, dan akal manusia yang esensial bagi keadilan harus tunduk pada caracara Tuhan yang keputusanNya berlaku absolute atau tidak bisa diubah dan tidak bias diduga.
c. Bagaimana keadaan kehidupan masyarakat yang adil? Keadaan kehidupan masyarakat yang adil akan terlihat jika struktur yang ada dalam masyarakat dapat menjalankan fungsinya masing-masing, dan elemen-elemen principal dalam masyarakat tetap dapat dipertahankan, elemen-elemen dasar tersebut adalah: 1) Adanya pemilahan kelas-kelas yang tegas dalam masyarakat, para pemimpin dalam masyarakat harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kecakapan untuk menjadi pemimpin dan kesanggupan untuk memimpin dengan adil. 2) Adanya pengawasan yang ketat atas dominasi serta kolektivitas kepentingan-kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat sehingga fungsi-fungsi masyarakat tetap berjalan sesuai struktur aslinya. 3) Kelompok pada kelas penguasa tidak berpartisipasi atau turut campur dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam mencari penghasilan, namun, penguasa tetap memiliki monopoli yang kuat atas semua hal seperti militer, pendidikan, sehingga dalam hal ini Negara harus “self sufficient” atau mandiri jika tidak demikian, para penguasa akan
Page |2
bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. 4) Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka sehingga kesatuan dalam masyarakat tetap dapat dipertahankan artinya kontrol sosial berjalan dengan baik.
2. Arestoteles (384-322 BC) a. Apa yang dimaksud dengan tujuan akhir (utama) manusia? Menurut Aristoteles, tujuan tertinggi sebagai makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Karena apabila sudah bahagia, orang tidak memerlukan apa-apa lagi. Tidak masuk akal jika orang masih mencari sesuatu yang lain lagi apabila ia sudah bahagia. Kebahagiaan itu adalah baik pada dirinya sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan karena demi nilai lain yang lebih tinggi, melainkan karena demi dirinya sendiri. Semua tujuan yang lain bermuara pada kebahagiaan sebagai tujuan terakhir.
b. Bagaimana gambaran keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir (utama)?
1) Hidup Bijaksana Keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir adalah mereka telah memiliki kebijaksanaan, hidup sempurna dengan mencintai kebenarankebenaran abadi, mampu merasakan cukup dalam sagala hal atau tidak rakus dan tamak. Unsur kebijaksanaan adalah unsur tujuan akhir yang paling utama. 2) Hidup Kerkeutamaan Keadaan manusia yang hidup dalam berkeutamaan ”arete” mampu bertindak
adil
dan
dikontrakkan/dijanjikan
berani, atau
melakukan
”satya
wacana”
tindakan dan
yang
telah
melaksanakan
kewajiban sesuai dan berkaitan dengan kontrak, serta melakukan semua tindakan yang harus dapat dipertanggungjawabkan. Unsur berkeutamaan adalah unsur kedua dalam tujuan akhir manusia. Page |3
3) Selalu Merasa Senang Keadaan manusia yang hidup mampu merasakan kenikmatan atau rasa senang,
menikmati
rasa
senang
merupakan
buah
hasil
hidup
berkeutamaan artinya orang yang baik senang hidupnya. Unsur rasa senang adalah unsur ketiga dari tujuan akhir manusia.
4) Banyak Sahabat, Sehat, Kaya, dan bernasib baik Keadaan manusia yang hidup memiliki banyak sahabat, sehat jasmani dan rohani atau tidak sakit-sakitan, memiliki kekayaan (jika orang hidup kekurangan maka tidak bahagia), dan keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir juga ditunjukkan bahwa manusia tersebut dipenuhi keberuntungan dan nasib baik dan selanjutnya unsur ini disebutkan sebagai unsur turunan atau tambahan dari tiga unsur lain di atas yakni, kebijaksanaan, berkeutamaan, dan rasa senang.
c. Mengapa ada manusia yang tidak mencapai tujuan akhir (utama)?
1) Ambisi yang berlebihan Karena tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan, dan kebahagiaan tersebut terpusat pada diri sendiri dan sangat sebyektif dan bersifat relatif bagi setiap manusia, jika manusia tidak mampu mengontrol ambisi diri yang berlebeihan maka seseorang tidak mampu bersikap adil, selalu merasa kurang, tidak pernah merasa puas diri, dan akhirnya seseorang manjadi sangat rakus dan tamak dan pastinya dia tidak akan mendapatkan
kebijaksanaan
tersebut.
Artinya
jika
penafsiran
kebahagiaan bersifat subyektif maka manusia tidak mencapai tujuan akhir kebahagiaan karena mereka tidak pernah ”merasa” bahagia. 2) Terlalu Mementingkan diri sendiri Kebahagiaan ala Arestoteles menurutnya dapat dicapai pada saat manusia masih hidup dan sifat dari kebahagiaan tersebut bersifat amanen atau duniawi. Kontemplasi dalam pemikiran Aristoteles tidak berarti Page |4
pertemuan atau persatuan dengan sesuatu di luar atau di atas manusia, melainkan pemenuhan bakat/kemampuan manusia yang paling tinggi, kemampuannya untuk melakukan kegiatan yang sifatnya mencukupi pada dirinya sendiri (self-sufficient) artinya seseorang bisa terjebak pada hal-hal yang bersifat mementingkan diri sendiri untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut, jika manusia terjebak pada sifat mementingkan diri sendiri seseorang akan dengan mudah tidak memenuhi janji-janji yang pernah dikontrakkan atau dikrarkan dan cenderung berpihak pada hal-hal yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Pada saat inilah seseorang tidak dapat merasakan kebahagiaan.
3) Sakit-sakitan, kurang bisa bergaul, hidup miskin, kurang beruntung Ironis
sekali,
Arestoteles
memandang
kebahagiaan
juga
dapat
digambarkan bahwa seseorang yang sakit-sakitan tidak akan merasa bahagia, orang yang tidak memiliki banyak teman akan merasa tidak bahagia, orang yang kehidupannya miskin tidak akan merasa bahagia, dan seseorang yang sering mendapat musibah atau bencana atau kurang beruntung dianggap tidak akan merasa bahagia. Artinya tujuan akhir manusia tidak akan tercapai jika mereka sakit-sakitan, tidak banyak teman, miskin, atau dikodratkan bernasib buruk karena dalam kondisi seperti ini tidak mungkin seseorang merasa bahagia.
Page |5