PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: ILAL PAJRI SIREGAR NIM : 208044100001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: ILAL PAJRI SIREGAR NIM : 208044100001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M
i
ABSTRAK ILAL PAJRI SIREGAR, NIM: 208044100001, PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. xi +81. Konflik rumah tangga tidak mungkin untuk dihindari. Setiap orang berpotensi untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu penting untuk menjembatani hubungan antara suami dan istri yang sedang dalam konflik. Dalam hal ini Negara sebagai pihak ketiga diwakili oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) didirikan untuk mengurangi potensi semakin meningkatnya perceraian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu dpreskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan wawancara. Sedangkan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan ada tiga hal terkait dalam penelitian ini. Pertama, peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Kedua, langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya meminimalisir telah dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan, maupun advokasi. Serta melakukan seluruh kegiatan yang bersifat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perlunya memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam memajukan Negara dan agama. Ketiga, Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal, sedikitnya ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama, perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kata kunci Pembimbing Daftar Pustaka
: BP4, mediasi, perceraian. : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA. : Tahun 1969 s.d Tahun 2010.
v
KATA PENGANTAR ا
ﷲا
Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Tidak ada kata yang pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dia lah yang pantas dipuji dan hanya Dia lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya, membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada yang menentangnya. Semoga sholawat dan salam menolong hamba pada saat penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan sehari-hari hamba. Penulis sangat berterimakasih kepada kedua orang tua, dan seluruh keluarga penulis yang telah mendidik dari kecil sampai sekrang. Mudah-mudahan Allah swt melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita sekeluarga. Amiin. Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat: 1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal sakhsiyyah sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penulisan Skripsi ini. Ibu Rusdiana, MA., Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah; 3. Muhfida, SHI yang terus rela untuk kami sibukkan dalam setiap pengurusan administrasi, hingga selesai penulisan skripsi ini.
vi
4. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. Sebagai pembimbing skripsi, terimakasih tak terhingga atas masukan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini. 5. Abdul Karim Munthe, Muhammad Rozi dan teman-teman kelas yang telah turut mensuport penulis sampai penulisan skripsi ini selesai ditulis.
Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.
Jakarta, 1 Oktober 2014 Penulis
Ilal Pajri Siregar
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ………………………………………..
iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. iv ABSTRAK ………………………………………………………………………. v KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. vi DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ix BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1 B. Identifikasi Masalah ……………………………………………… 7 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 9 E.
Studi Rivew Terdahulu …………………………………………… 10
F.
Metode Penelitian ………………………………………………… 12
G. Review Studi Terdahulu ………………………………………….. 10 H. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 14
BAB II : TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN viii
A. Pengertian perceraian ……………………………………………… 16 B. Dasar Hukumnya ………………………………………………….. 17 C. Macam-macam Perceraian ………………………………………… 19 D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian ……………………………… 32
BAB III: GAMBARAN
UMUM
TENTANG
BADAN
PENASEHATAN
PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) A. Profile BP4 ………………………………………………………… 35 B. Sejarah BP4 ………………………………………………………...38 C. Tujuan, Visi dan Misi BP4 ………………………………………... 42 D. KebijakanUmum BP4 ……………………………………………... 43 E.
Susunan Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang ……… 49
BAB IV: ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR TERJADINYA
PERCERAIAN
(StudiPada
BP4
Kecamatan
Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012) A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang ……………………….. 55 B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian .. 56 C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4 …………………….61 D. Analisa Penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian ………………………………………………. 69
ix
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………... 77 B. Saran-Saran ……………………………………………………….. 78
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 79 LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkawinan atau rumahtangga adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (ijab kabul) dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera. Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang artinya perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa nafsu saja, karena seorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan sebagian dari syariat agama Islam.1 Pengertian istilah perkawinan lebih luas dari istilah pernikahan. Jika pernikahan merujuk pada sebuah ikatan yang dilakukan atau di buat oleh pihak suami dan istri untuk hidup bersama, dan atau merujuk pada sebuah proses dari ikatan tersebut, perkawinan merujuk pada hal-hal yang muncul terkait dengan proses, pelaksanaan dan akibat dari pernikahan.2 Dengan demikian, perkawinan mencakup bukan saja syarat dan rukun pernikahan dan bagaimana pernikahan
1
Sidi Nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (tt: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), Cet 1, h.2. 2
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta: Depag RI, 2001), h.131.
1
2
harus dilakukan, tetapi juga masalah hak dan kewajiban suami istri, nafkah, perceraian, pengasuhan anak, perwalian dan lain-lain.3 Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.4 Pengertian tersebut hanya melihat dari satu sisi saja yakni kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan. 5 Meskipun demikian, hukum perkawinan Islam bagi kaum muslimin memperoleh jaminan tetap berlaku, sebagaimana dapat dipahamkan dengan jelas dari pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dan yang diisyaratkan dalam banyak pasal Undang-Undang. Hal ini sejalan pula dengan jaminan pada pasal 29 UUD 1945 yang bersumber kepada sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada dasar falsafah Negara Pancasila.6
3
Euis Nurlaelawati, Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h.73. 4
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr,1983), cet.ke-4, jilid 2, h.5.
5
Baharuddun Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jambi: Syari’ah Press IAIN STS, 2008), cet.I, h.54. 6
h.9.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2010), cet. Ke-12,
3
Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hambanya yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai makhluk ciptaan lainnya. Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang melaksanakan perkawinan akan memberikan anugerah yang berlipat ganda. Pada prinsipnya hukum perkawinan di Indonesia menganut asas monogami. Dengan demikian tidak boleh seorang laki-laki atau perempuan memiliki pasangan lebih dari satu. Walaupun demikian seorang suami masih dimungkinkan untuk melakukan poligami jika pihak yang bersangkutan telah benar-benar mampu memenuhi persyaratan untuk beristri lebih dari seorang seperti sang suami punya kemampuan dan sanggup berlaku adil, sedangkan sang istri tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik.7 Keharmonisan dalam suatu rumah tangga yang mawadah warahmah merupakan impian dan cita-cita setiap pasangan suami isteri. Di awal kehidupan berkeluarga, sepasang suami istri memandang bahtera rumah tangga mereka dengan kaca mata emas, penuh keindahan, cinta dan harapan. Dengan berbekal pengalaman hidup masing-masing, mereka memasuki gelanggang kehidupan baru yang masih asing. Sejuta harapan untuk mewujudkan suatu keluarga yang
7
Sidi nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (pedoman Ilmu Jaya, 2001), Cet 1 , h.4.
4
sejahtera, saling menyayangi dan abadi selalu terucap manis disaat bersanding, sebagai “cita-cita indah bersama” mereka.8 Perkawinan disyaratkan dalam Islam adalah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah dengan landasan mawaddah warahmah. Namun demikian, tidak jarang pasangan suami istri yang telah terikat dalam tali perkawinan tidak bisa mewujudkan keluarga yang sakinah. Realita di masyarakat banyak juga pasangan suami istri menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan tidak harmonis, yang ujungnya berkakhir dengan perceraian. Ditinjau dari segi yuridis, ikatan perkawinan akan menimbulkan suatu hubungan hukum yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara timbal balik, selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang erat sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan ajaran agama yang di anut oleh mereka yang akan melangsungkan perkawinan.9 Sehingga masalah hak dan kewajiban suami istri merupakan tindak lanjut dari kehidupan keluarga yang didirikan atas landasan cinta dan kasih sayang. Dengan satu kesadaran, masing-masing pihak (suami-istri) menyadari bahwa 8
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam Mengatasi problematika Rumah Tangga ( Jakarta: Lentera, 2001). 9
Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 2001), Cet.Ke-IV, h.17.
5
antara pria dan wanita mempunyai perbedaan-perbedaan secara alami baik fisiologi (fungsi fisik), psikologi, maupun fungsi. Karena itu hak dan kewajiban suami istri harus didirikan di atas prinsip-prinsip itu.10 Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai, dan menghormati satu dengan lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang diinginkan. Ada
beberapa
tujuan
yang
diharapkan
dapat
tercapai
dengan
disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk tercapainya rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan, sebagaimana disyariatkan dalam surat al-Ruum ayat 21. Tujuan lainnya adalah untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri dan untuk mendapatkan keturunan yang sah serta sehat jasmani, rohani, maupun sosial, juga mempererat silaturahmi serta untuk mencapai masa depan individu dan keluarga yang lebih baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pasangan suami istri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga sejahtera, perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama yang dianutnya dan ketentuan masyarakat.
10
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakînah, (Surabaya: PT. BinaIilmu, 1995), cet.I. h.101.
6
Berbicara mengenai badan atau lembaga yang berperan dan berkiprah seperti halnya di atas, maka diharapkan pula bahwa suatu badan atau lembaga itu adalah suatu wadah yang dapat dijadikan suatu wacana atau tempat untuk mendapatkan pendidikan, bimbingan dan penataran. Sebagai gambaran atau pengajaran bagi calon pasangan suami istri untuk rumah tangganya yang akan mereka lalui bersama sebagai anggota masyarakat yang baru. Dalam kehidupan masyarakat kita terdapat suatu badan yang oleh pemerintah diberi wewenang ikut andil menyelesaikan persoalan rumah tangga dari masyarakat muslim yang kenal dengan istilah BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan) dan diharapakan badan tersebut dapat memberikan bantuan kepada pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dari sebuah perkawinan yaitu perkawinan yang sakinah, mawaddah, warahmah. BP4 juga mempunyai fungsi dan tugasnya yaitu mendamaikan suami istri yang berselisih dan memberikan nasehat atau bimbingan sebelumnya bagi calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan perkawinan. Badan ini telah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sejak dikeluarkannya SK Menteri Agama No.85 Tahun 1961, yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan yang
berusaha
pada
bidang
penasehatan
perkawinan
dan
pencegahan
perkawinan.11
11
Muchtar Zubaidah, fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga, (Jakarta: Maret, 1993), h.36.
7
Sebagai konsultan penasehat keluarga tentu saja tantangan yang dihadapi BP4 adalah bagaimana memberi pelayanan sebaik mungkin, baik dari memahami persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami istri atau menggunakan tenagatenaga yang profesional dalam bidang konsultasi dan bimbingan penyuluhan keluarga dan perkawinan, sehingga mampu berjalan efektif dalam menjalankan tugas-tugasnya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul: “PERAN
BADAN
PERKAWINAN
PENASEHAT DALAM
PEMBINAAN
PELESTARIAN
MEMINIMALISIR
TERJADINYA
PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan)” B. Indetifikasi Masalah Dari latar belakang di atas memberikan gambaran bahwa negara mengambil peran dalam meminimalisir persoalan perkawinan dengan mendirikan lembaga yang disebut dengan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan atau Bp4. Oleh karena itu di sini penulis beberapa permasalahan yang terkait dengan pembahasan di atas, sebagai berikut: 1. Bagaiamana peran Bp4 dalam meminimalisir permasalahan perkawinan khususnya di Kecamatan Pamulang?
8
2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan BP4 dalam meminimalisir perceraian? 3. Apa yang menjadi faktor penghambat kinerja BP4 dalam meminimalisir angka perceraian?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Disamping itu juga untuk mempermudah melakukan penelitian. Oleh sebab itu, penulis membatasi dengan hanya membahas permasalahan tentang bagaimana eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian khususnya pada BP4 di kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan dan hanya membahas pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012. 2. Perumusan Masalah Berangkat dari masalah tersebut peneliti merumuskan permasalahan dengan pertanyaan sebagai berikut : a. Bagaimana peran BP4 Kecamatan Pamulang dalam meminimalisir terjadinya perceraian ? b. Langkah- langkah apa saja yang diambil oleh BP4 dalam meminimalisir terjadinya perceraian ?
9
c. Faktor-faktor apa saja yang menghambat BP4 Kecamatan Pamulang dalam melakukan pencegahan terjadinya perceraian?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan yang telah disebutkan di atas maka tujuan sebuah penelitian ini adalah: a. Untuk
mengetahui
perana
BP4
Kecamatan
Pamulang
dalam
meminimalisir terjadinya perceraian. b. Untuk mengetahui dampak progam BP4 Kecamatan Pamulang dalam mencegah terjadinya perceraian. c. Untuk mengetahui faktor penghambat BP4 Kecamatan Pamulang dalam melakukan pencegahan terjadinya perceraian. 2. Manfaat penelitian Apabila tujuan penelitian bisa tercapai dan rumusan masalah dapat terjawab dengan baik, maka penelitian diharapakan dapat member manfaat baik. Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat terhadap pentingnya BP4 terhadap upaya pembetukan keluarga sakinah. b. Mengetahui perkembangan progam-progam yang dilaksanakan BP4 dan seberapa pengaruhnya progam BP4 terhadap upaya pembentukan keluarga sakinah.
10
c. Sebagai bahan untuk menambah wawasan, memperdalam dan memperluas keilmuan mengenai hokum keluarga dan hokum perkawinan Islam.
E. Studi Review Terdahulu Dalam penulisan karya ini penulis menemukan data yang berhubungan dengan BP4, untuk menentukan arah dalam pembahasan skripsi ini, penulis menelaah skripsi yang membahas tentang judul yang akan penulis kemukakan dalam penulisan skripsi: 1. Dhoni Setiawan menyusun skripsinya yang berjudul “Peran Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah terjadinya perceraian” yang ditulis pada tahun 2006. Skripsi tersebut hanya membahas keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang sangat besar, namun dewasa ini keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang hanya “wujuduhu kaadamihi” yaitu ada tapi seperti tidak ada. Dikarenakan kurangnya peran BP4 kecamatan pamulang untuk memaksimalakan keadaan, karena BP4 masih dalam naungan KUA. Dan dalam skripsinya juga dia memaparkan tentang upaya BP4 kecamatan pamulang yaitu, pemberian nasehat perkawinan kepada calon pengantin, memberikan informasi tentang kehidupan rumah tangga, memberikan ceramah agama, dan memperkecil angka pernikahan dibawah umur.
11
2. Kemudian skripsi yang ditulis Nurjamil dengan judul: ”Peran BP4 dalam mensukseskan perkawinan di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis Jawa Barat” yang ditulis pada tahun 2004. Menggambarkan tentang keberhasilan BP4 Kecamatan Cijeungjing dalam meminimalisir angka perceraian, namun peran ulama setempatlah yang paling besar pengaruhnya dalam keberhasilan tersebut. Penulis juga memaparkan kendala-kendala yang dihadapi BP4 yaitu, masyarakat menginginkan masalah yang praktis sehingga merasa cukup untuk mendapatkan nasehat ketika akad nikah saja, kemudian kurangnya SDM di Kecamatan Cijeungjing itu sendiri.12 3. Hal serupa juga dilakukan Rahmi yang mengambil judul skripsi: ”Peran BP4 dalam membentuk keluarga sakinah (Studi Kasus BP4 Kebayoran Lama)” yang ditulis pada tahun 2004. Di sini ia menulis usaha-usaha BP4 dalam pembentukan keluarga sakinah di antaranya: memberikan penataran kepada calon pengantin yang dilaksanakan 3 kali dalam sebulan, kemudian memberikan buku saku Hukum Munakahat secara Cuma-Cuma kepada calon pengantin, memberikan nasehat, danpemecahan masalah dalam kehidupan rumah tangga, serta meningkatkan mutu pernikahan. Yang membedakan dari ketiga skripsi di atas dengan penelitian skripsi yang akan penulis bahas adalah bahwa penulis membahas eksistensi dari pada BP4 dalam meminimalisir terjadinya perceraian, serta membahas bagaimana 12
Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat”.(skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 2004)
12
dampak progam yang dilaksanakan BP4 dalam mencegah terjadinya perceraian yang dilakukan BP4 Kecamatan Pamulang pada tahun 2011 hingga 2012 saja.
F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif. 13 Metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap kenyataan dilapangan. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu Prosedur Penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang diamati. 2. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yaitu: a. Data Primer Data primer: Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, peraturan pemerintah No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, 13
2004).
Lexy J. Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdayarya,
13
keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 3 Tahun 1999 tentang pembinaan keluarga sakinah, keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/77/1999 tentang petunjuk pelaksanaan pembinaan gerakan keluarga sakinah, Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 85 Tahun 1961. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah AlQuran, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam, serta peraturan-pearturan yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan. 3. Teknik Pengumpulan Data
Agar didalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang akan diteliti, maka tekhnik yang digunakan adalah library research dan wawancara. Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian
terhadap
informasi
atau
keterangan
yang
diperoleh
sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
14
Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lam. 14 Adapun koresponden yang akan diwawancarai adalah kepala BP4 kecamatan Pamulang dan para tokoh masyarakat. 4. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menjelaskan pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skipsi ini dengan menguraikan tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi review terdahulu, serta sistematika penulisan. Bab II. KONSEP DASAR PERCERAIAN Bab ini menjelaskan tentang; konsep dasar perceraian yang akan memberikan gambaran tentang: pengertian
14
kualitatif.pdf.
http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-
15
perceraian dan dasar hukumnya, macam-macam perceraian, sebab akibat terjadinya perceraian dan faktor pengganggu keharmonisan keluarga dan yang menyebabkan terjadinya perselisihan. Bab III. TINJAUAN UMUM TENTANG BP4 bab ini berisikan tentang gambaran umum tentang badan penasehat pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) terdiri dari; Sejarah BP4, Visi dan Misi BP4, kebijakan umum BP4 dan Struktur organisasi dan tugas-tugas BP4. Bab IV. TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN Bab ini berisikan tentang analisis eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian terdiri dari; Deskripsi geografis kecamatan Pamulang, eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian, faktor penghambat pelaksanaan program BP4, pandangan masyarakat terhadap eksistensi BP4 dan analisa penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian. Bab V. PENUTUP bab akhir ini berisi penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran serta akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang di anggap penting.
BAB II TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian perceraian Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan istri untuk membentuk keluarga yang sakinah, berlandaskan mawaddah dan rahmah. Walaupun demikian bukan berarti setiap pernikahan yang dilaksanakan akan tercipta keluarga yang sakinah. Ada juga pernikahan yang berakhir pada perceraian. Secara sederhana perceraian adalah proses putusnya hubungan suami istri. Kalau kita menggunakan logika hukum perjanjian, maka perkawinan adalah ikatan atau kesepakatan. Ketika kesepakatan itu tidak berjalan dengan sesuai harapan maka terjadi putusnya perikatan, dalam istilah hukum perkawinan yang di kenal dengan perceraian. Perceraian terjadi dalam dua kondisi. Perceraian masih hidup dan percerarian karena kematian. Perceraian karena matinya suami atau istri merupakan perceraian yang alami. Semua orang yang telah menikah pada akhirnya akan bercerai karena kematian. Sedangkan perceraian dalam keadaan masih hidup dapat terjadi karena permohonan talak oleh suami atau karena gugatan oleh istri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “cerai” diartikan “pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak”. Sedangkan “perceraian” diartikan sebagai
16
17
“perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan, atau proses, perbuatan, cara menceraikan”.1 Untuk masing-masing pengertian dan macam-macam perceraian akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya. B. Dasar Hukum Perceraian Perceraian bukan perbuatan illegal atau perbuatan yang dilarang oleh hukum. Bercerai baik dalam pandangan hokum Islam maupun menurut undangundang perkawinan diperbolehkan, selama sesuai dengan alasan-alasan yang dibenarkan oleh aturan. Berikut beberapa dasar hukum yang menjadi alasan diperbolehkannya perceraian. 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 sampai dengan pasal 41. 2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 113 sampai dengan pasal 148. Selain dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas. Islam juga memandang bahwa percerain bukan suatu perbuatan yang diharamkan, sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan Hadis Nabi saw. Berikut beberapa kutipan ayat dan Hadis:
ٍ ﺎك ﺑِﻤﻌﺮ ٍ وف أَو ﺗَﺴ ِﺮﻳﺢ ﺑِِﺈ ْﺣﺴ ِ ِ ﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬوا ﺎن َوَﻻ ﻳَ ِﺤ ٌ ْ ْ َ ُْ َ ٌ ﺴ َ ﺮﺗَﺎن ﻓَﺈ ْﻣ اﻟﻄ َﻼ ُق َﻣ ِ ِ ِ ِ َ َﻻ ﻳ ِﻘﻴﻤﺎ ﺣ ُﺪ ﻻ أَ ْن ﻳ َﺨﺎﻓَﺎ أِﻦ َﺷﻴﺌًﺎ إ ﻮﻫ ود َ ﻴﻤﺎ ُﺣ ُﺪ ْ ُ ﻤﺎ آﺗَـ ْﻴﺘُ ُﻤ ﻣ ُ َ ُ َ َ َﻻ ﻳُﻘ ﻪ ﻓَِﺈ ْن ﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ أود اﻟﻠ 1
.1
Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), h. 121.
18
ِ ِ ﺪ وﻫﺎ َوَﻣ ْﻦ ﻳَـﺘَـ َﻌ ْ ﻴﻤﺎ اﻓْـﺘَ َﺪ َ ت ﺑِ ِﻪ ﺗِﻠ ُ ْﻚ ُﺣ ُﺪ َ ِﻪ ﻓَ َﻼ ﺗَـ ْﻌﺘَ ُﺪود اﻟﻠ َ َﻪ ﻓَ َﻼ ُﺟﻨاﻟﻠ َ ﺎح َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻓ (229 :2/ )اﻟﺒﻘﺮة.ﺎﻟِ ُﻤﻮ َنﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟﻈ َ ِ ِﻪ ﻓَﺄُوﻟَﺌود اﻟﻠ َ ُﺣ ُﺪ
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya . Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229).
ِ ِ ِﻪ ﺑْ ِﻦ ﻋُﻤﺮ رَﻋﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬ ِﺪ،ﺾ ٌ ِ َﻖ ْاﻣ َﺮأَﺗَﻪُ َوﻫ َﻲ َﺣﺎﺋﻪُ ﻃَﻠ أَﻧ:ﻪُ َﻋ ْﻨـ ُﻬ َﻤﺎﺿ َﻲ اﻟﻠ ْ َ ََ ِ َ ﺎب رﺳ ِ ر ُﺳ ِ َ ِﻪﻮل اﻟﻠ ُﻰ اﷲﺻﻠ َ ﻪﻮل اﻟﻠ ُ َ ِ ﺴﺄ ََل ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ اﻟ َﺨﻄ َ َ َ ﻓ،ﺻﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ِ »ﻣﺮﻩُ ﻓَـ ْﻠﻴـﺮ:ﻢﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ وﺳﻠ ِﻪ ﺻﻠﻮل اﻟﻠ ،اﺟ ْﻌ َﻬﺎ ُ ﺎل َر ُﺳ َ ﻓَـ َﻘ،ﻚ َ ِ َﻢ َﻋ ْﻦ ذَﻟَﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠ ُ َ َُ ُْ َ َ َ ِ ِ ِ َوإِ ْن،ﻚ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ َﺴ َ ﻢ ﺗَﺤ ُ ﺛ،ﻰ ﺗَﻄ ُْﻬ َﺮﻢ ﻟﻴُ ْﻤﺴ ْﻜ َﻬﺎ َﺣﺘ ُﺛ َ ﻢ إِ ْن َﺷ ُ ﺛ،ﻢ ﺗَﻄ ُْﻬ َﺮ ُﻴﺾ ﺛ َ ﺎء أ َْﻣ 2 ِ ِ َ ﻓَﺘِﻠ،ﺲ «ُﺴﺎء َﻖ ﻗَـ ْﺒ َﻞ أَ ْن ﻳَ َﻤﺎء ﻃَﻠ َ َﺷ َ ﺪةُ اﻟﺘﻲ أ ََﻣ َﺮ اﻟﻠﻪُ أَ ْن ﺗُﻄَﻠ َﻖ ﻟَ َﻬﺎ اﻟﻨ ْﻚ اﻟﻌ
.2
Artinya: “Dari Abdullah ibn ‘Umar Ra. Ibn ‘Umar menalak istrinya yang sedang haid pada masa Rasulullah. Umar ibn Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab “perintahkan ia untuk balik kepada istrinya, sampai istrinya tersebut suci dari haid, kemudian haid lagi dan suci lagi. Kalau dia (Ibn ‘Umar) ingin istrinya tersebut maka bertahanlah, tapi kalau tidak maka talaklah ia sebelum menyetubuhinya. Itulah ‘iddah istrinya yang ditalak.
»أﺑﻐﺾ: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ: ﻗﺎل،ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ 3
.3
«اﻟﺤﻼل إﻟﻰ اﷲ اﻟﻄﻼق
Artinya: “Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bercerita, “Rasulullah saw bersabda: Halal yang paling tidak disukai Allah adalah Talak”. 2
Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. (Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H), h.41.
3
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 1. (Damaskus: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt), h.650.
19
Demikian beberapa kutipan Alquran dan Hadis yang menjelaskan perihal kebolehan melakukan perceraian dengan segala akibat hukumnya. C. Macam-macam Perceraian Dalam Hukum Islam dikenal beberapa macam perceraian yaitu talak, khulû’, zihâr, ila’, dan li’ân. 1. Talak a. Pengertian talak Talak berasal dari kata ithlâq yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.4 Sedangkan menurut istilah syarak, ada beberapa defenisi yang dilontarkan oleh beberapa ulama yaitu: Abdurrahman al-Jaziri:
ٍ ِ ِ ٍ ﺼ ْﻮ ص ِ َﻜإِ َزاﻟَﺔُ اﻟﻨ َ ﺎح أ َْو ﻧـُ ْﻘ ُ ﻪ ﺑِﻠَ ْﻔﻆ َﻣ ْﺨﺼﺎ ُن ﺣﻠ
Artinya: Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi (ikatan) pelepasan dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mendefenisikan talak dengan:
. ِﺔﺰْو ِﺟﻴ اج َوأِﻧْـ َﻬ ِﺎء اﻟ َْﻌﻠَ َﻘ ِﺔ اﻟ ِ ﺰَو ﻞ َراﺑِﻄَ ِﺔ اﻟ ﺣ
Artinya: Talak artinya lepasnya ikatan dan berakhirnya hubungan perkawinan atau hubungan suami istri.
4
Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 121.
20
Abu Zakaria al-Anshari mengartikan talak dengan:
َﻼ ِقﺎح ﺑِﻠَ ْﻔ ِﻆ اﻟﻄ ِ َﻜِﺣ ُﻞ َﻋ ْﻘ ِﺪ اﻟﻨ
Artinya: Melepaskan ikatan nikah dengan menggunakan lafadz talak.
Dari beberapa defenisi talak di atas tersebut, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa talak adalah hilangnya atau lepasnya ikatan perkawinan, tetapi ada beberapa mainstream yang mengakibatkan perbedaan dalam mendefenisikan arti talak. Sebagian ulama menekankan talak pada akibat hukumnya, yaitu hilangnya hubungan suami istri dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri. Sedangkan sebagian ulama lainnya berorientasi pada tindakan seseorang yang bertujuan untuk melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz tertentu. Adapun arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan yang dikemukakan oleh Abdurrahman al-Jaziri adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak itu yaitu yang terjadi dalam talak rajî’. b. Macam-macam Talak Ditinjau dari segi dijatuhkannya, talak dibagi menjadi tiga macam yaitu: 5 1.
5
Talak Sunnî, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah Rasulullah SAW. Dikatakan sunni jika memenuhi syaratsyarat berikut ini:
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, cet I (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 192.
21
a.
Istri yang ditalak sudah pernah digauli, apabila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, maka tidak termasuk talak sunni. b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi’iyyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid (menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau ketika istri sedang haid, semuanya tidak termasuk dalam kategori talak sunni. c. Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan, maupun diakhir suci, walaupun beberapa saat lalu datang haid. d. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan. 2. Talak Bid’î, yaitu talak yang dijatuhkan tidak atau bertentangan dengan tuntutan sunnah dan tidak memenuhi syarat-syarat talak sunnî. Yang termasuk talak bid’î: a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik dipermulaan haid maupun dipertengahannya. b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci yang dimaksud. 3. Talak la sunnî wa la bid’î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’î yaitu: a.
talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b.
talak yang dijatuhkan terhadap istri yang pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
22
c. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.6 Adapun talak ditinjau dari tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1.
Talak shârih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas. Talak dengan kata-kata yang jelas misalnya mencakup perkataan seperti: talak, firâq, dan sarah. Demikianlah pendapat Imam Syafi’î dan Imam Ahmad seperti disebutkan dalam al-Qur’an. Adapun beberapa contoh talak sharih sebagai berikut: a.
engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga.
b.
engkau saya firâq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga.
c.
engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepaskan sekarang juga.
2. Talak kinâyah, yaitu talak dengan memggunakan kata-kata sindiran atau samara, seperti suami berkata pada istrinya:
6
a.
Engkau sekarang telah jauh dari diriku
b.
Selesaikan sendiri segala urusanmu
c.
Janganlah engkau mendekati aku lagi
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.193.
23
Mengenai kedudukan talak dengan kata-kata kinayâh ini, bergantung kepada niat si suami. Artinya, jika suami dengan katakata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak jatuh.7 Sebab, maksud dari ucapan suami tersebut tidak dapat dipahami kecuali diketahui niat suami ketika mengucapkan kalimat tersebut. Kemudian jika kita tinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1.
Talak Raj’î, yaitu talak dimana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istrinya tesebut masih dalam masa iddah. Salah satu diantara syaratnya adalah bahwa si istri sudah pernah digauli, sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri tidak mempunyai masa iddah, berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:
ِ َﻧَ َﻜ ْﺤﺘُﻢ اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨ ﻦ ﻮﻫ ﻦ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒ ِﻞ أَ ْن ﺗَ َﻤ ﻮﻫ ُ ﺴ ُ ْﻘﺘُ ُﻤﻢ ﻃَﻠ ُﺎت ﺛ ُ ُ ٍ ِ .اﺣﺎ َﺟ ِﻤ ًﻴﻼ ُ ﺮ ُﺣ ﻦ َو َﺳ ﻮﻫ ُ ُﻌﺪوﻧَـ َﻬﺎ ﻓَ َﻤﺘـ َﺪة ﺗَـ ْﻌﺘ ﻋ ً ﻦ َﺳ َﺮ ﻮﻫ
ِ آﻣﻨُﻮا إِذَا َ ﻳﻦ َ َﻬﺎ اﻟﺬﻳَﺎ أَﻳـ ﻦ ِﻣ ْﻦ ﻓَ َﻤﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ (49 :33/)اﻷﺣﺰاب
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu 7
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.196.
24
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekalisekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”. (Qs. al-Ahzâb [33]: 49).
Adapun
syarat
lainnya
adalah,
talak
tersebut
tidak
menggunakan uang pengganti dan tidak termasuk syarat untuk melengkapi talak tiga.8 Karena, talak merupakan hak peroregatif suami sehingga tidak perlu ada konpensasi yang diberikan oleh istri maupun suami. Setelah terjadi talak raj’î maka istri wajib menjalani masa iddah, dan apabila dikemudian hari suami ingin kembali kepada bekas istrinya sebelum berakhir masa iddahnya, maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah tersebut, maka kedudukan talak berubah dari talak raj’î berubah menjadi talak ba’in. Apabila sesudah berakhirnya masa iddah itu suami ingin kembali, maka wajib hukumnya melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj’î hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
8
Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, (terj. Dari Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah). Jakarta: Lentera, 2005, cet Ke-xv, h.451.
25
ٍ ٍ وف أَو ﺗَﺴ ِﺮﻳﺢ ﺑِِﺈﺣﺴ ِ َﺮﺗ َﻼ ُق ﻣاﻟﻄ ِ ٌ ﺎن ﻓَِﺈ ْﻣﺴ .(229 :2/)اﻟﺒﻘﺮة. ﺎن َ َ ْ ٌ ْ ْ ﺎك ﺑ َﻤ ْﻌ ُﺮ َ
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 229)
Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyariatkan Allah ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus, dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama dengan cara yang baik, dan demikian juga dengan talak yang kedua. Arti memelihara kembali inilah yang disebut dengan merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan berhak mengumpulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya terdapat dalam talak raj’î. 2. Talak Ba’in, yaitu talak yangi tidak memiliki hak untuk rujuk kepada wanita yang ditalaknya. Mengenai talak ba’in ini. Para fuqaha telah sependapat bahwa talak tersebut karena belum ada pergaulan, karena adanya bilangan tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada khulû’, meski masih diperselisihkan di antara fuqahâ’, apakah khulû’ itu talak atau fasakh.9 Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu:
9
Abdurrahman Haris Abdullah, Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), , cet I, (Semarang: Asy-Syifa,1990), h. 447.
26
a. Talak Ba’in Sughrâ, adalah talak ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri. Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Talak Ba’in Kubrâ, yaitu talak tiga dimana dalam talak tersebut suami tidak bisa rujuk kembali kepada bekas istrinya dan tidak boleh menikah kembali, kecuali bekas istri tersebut telah menikah dengan laki-laki lain, dan telah bercampur dengan laki-laki tersebut, kemudian diceraiakan laki-laki tersebut, serta masa iddahnya juga telah habis dengan laki-laki tersebut. Dan hal ini tidak boleh disengaja atau dibuat-buat. Akan tetapi hal ini harus berjalan dengan sendirinya. 2. Khuluk Khuluk yang dibenarkan dalam hukum Islam tersebut berasal dari kata khala’a ats-tsauba yang berarti menanggalkan pakaian. Hal ini karena perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki pun pakaian perempuan.10 Oleh karenanya apabila seorang istri ingin melepaskan ikatan perkawinan dari suaminya diistilahkan dengan khuluk. Sedangkan menurut istilah syarak, khuluk adalah akad yang dilakukan oleh suami istri untuk membebaskan istri dari pernikahan dengan syarat istri
10
. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 3, (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006) cet I, h. 190.
27
membayarkan sejumlah harta, lalu suami menolaknya atau mengkhuluknya.11 Bisa berarti khuluk adalah tebusan yang diberikan oleh istri supaya suami menceraikannya. Khuluk merupakan penghormatan hukum Islam terhadap seorang istri dengan memberi jalan kepadanya yang menghendaki perceraian dengan mengajukan khuluk sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak. Adapun dasar hukum disyariatkannya khuluk ialah firman Allah SWT sebagai berikut:
ِ .(229 :2/ت ﺑِ ِﻪ )اﻟﺒﻘﺮة ْ ﻴﻤﺎ اﻓْـﺘَ َﺪ َ َﻓَ َﻼ ُﺟﻨ َ ﺎح َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻓ
Artinya: “Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (Qs. al-Baqarah [2]: 229).
Hadis Nabi yang diriwayatkan imam al-Bukhârî dan an-Nasâ’i dari Ibnu Abbâs yang berkata: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah SAW, sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi aku tidak ingin menjadi kafir dari ajaran Islam akibat terus hidup bersama dengannya’. Rasulullah saw bersabda, ‘Maukah kamu mengembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)?’ Ia menjawab, ‘Mau’. Rasulullah SAW bersabda, ‘Terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu kali’.” 11
163-164.
M. Abdullah Mujied dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002) cet III, h.
28
Dengan demikian, apabila istri merasa khawatir suami tidak menunaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh syariah dalam perkawinan mereka, maka istri dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan mereka dengan menyerahkan kembali seluruh atau sebagian dari harta kekayaan yang dulu diterima dari suaminya. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mengatakan bahwa khuluk hanya boleh dilakukan apabila ada alasan yang benar. Antara lain karena suami cacat badan, berakhlak buruk, atau tidak memenuhi kewajibannya. Sedangkan istri khawatir akan melanggar hukum Allah. Apabila tidak ada alasan yang cukup kuat, maka haram hukumnya bagi istri melakukan khuluk.12 Karena talak adalah bagian dari hak peroregatif suami. Di Indonesia, khuluk biasanya dikaitkan dengan taklik talak atau dengan perjanjian talak yang diucapkan oleh suami disaat melangsungkan akad nikah berlangsung. Inti perjanjian itu adalah persetujuan pihak suami untuk menjatuhkan talaknya, apabila taklik talak itu dilanggar oleh pihak suami. Oleh karena itu, di dalam KHI Pasal 116 huruf (g), “pelanggaran terhadap taklik talak bias dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama. Konsekuensi hukum yang ditimbulkan oleh khuluk berbeda dengan talak yang dijatuhkan oleh suami secara bertahap. Apabila seorang istri telah
12
Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h.94.
29
mengkhuluk dirinya, maka secara hukum suami tidak berhak merujuki istrinya, meskipun istrinya bersedia kembali ‘iwad (tebusan) yang telah diberikan kepada suami sebagai syarat terjadinya khuluk. Namun suami bisa kembali kepada bekas istrinya dengan syarat diadakannya akad nikah baru adanya muhallil.13 Yaitu istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah melakukan hubungan suami istri dan pernikahnya telah putus dan masa iddahnya telah selesai. 3. Zihar Zihar berasal dari kata “adz-zahâr” yang berarti punggung.14 Dalam kaitannya dengan suami istri, zihar adalah ucapan suami kepada istrinya yang berisi menyerupakan istri dengan punggung ibu suami, seperti ucapan suami kepada istrinya, “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”. Zihar ini merupakan bentuk talak di zaman jahiliyah yang dipergunakan oleh suami yang bermaksud mengharamkan menyetubuhi isterinya dan berakibat menjadi haramnya isteri itu bagi suami dan laki-laki untuk selama-lamanya. Syariat Islam datang untuk memperbaiki masyarakat, medidiknya, dan melestarikannya menuju kemaslahatan hidup. Hukum Islam menyediakan zihar itu berakibat hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Akibat hukum zihar yang bersifat duniawi adalah menjadi haramnya suami menggauli isterinya 13
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, (Bogor: Prenada Media, 2003), cet I, h.133.
14
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, h.132-133.
30
yang dizihar samapai suami melaksanakan kafarat zihar. Sedangkan ukhrawi adalah bahwa zihar itu adalah perbuatan dosa, dan untuk membersihkannya wajib bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT. 4. Ilâ’ Menurut bahasa ilâ’ artinya “bersumpah” atau terlarang dengan sumpah. Sedangkan menurut istilah hukum Islam ilâ’ adalah sumpah suami yang sah untuk tidak mencampuri istrinya tanpa batas waktu atau lebih dari empat bulan.15 Pada masa Jahiliyah, ilâ’ itu adalah talak, yaitu suami tidak mencampuri istrinya selama setahun atau dua tahun dengan maksud untuk menyakiti istri semata-mata. Kemudian Islam merubahnya, dengan menetapakan waktu empat bulan. Dalam tenggang waktu empat bulan ini suami dapat berfikir untuk kembali atau menceraikannya. Jika suami merujuki istrinya dalam masa itu, dan mencampuri istrinya, maka ia wajib membayar kifarat sumpah, tetapi jika ia tidak mau rujuk setelah lewat masa empat bulan itu, maka ia harus mentalak istrinya. 5. Li’ân Secara harfiyah li’ân berarti saling melaknat. Secara terminologis berarti sumpah suami menuduh istrinya berbuat zina. Sedangkan ia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Akan tetapi, apabila yang melakukan
15
h.37.
Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, cet I. (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994),
31
penuduhan itu adalah suami terhadap istrinya dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi kecuali hanya dirinya saja, maka ia harus menyampaikan kesaksian disertai sumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa ia benar atas tuduhannya. Kali yang kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah atasnya bila ia berdusta dengan tuduhannya itu. Dengan sumpahnya itu, maka suami bebas dari saksi tuduhan zina tanpa bukti. Hal itu berarti tuduhan zina itu adalah benar. Untuk selanjutnya istri dikenai saksi berbuat zina yaitu dera 100 kali. Apabila ia belum dicampuri suaminya dan rajam bila ia pernah dicampuri suaminya. Akan tetapi jika istri merasa tidak pernah berbuat zina seperti yang dituduhkan suaminya itu, maka ia berhak membela dirinya dengan menolak sumpah suami tersebut. Dari sumpah penolakan itu, maka si istri terlepas dari sanksi zina. Sumpah suami dan penolakan sumpah dari istri dilakukan di hadapan pengadilan. Dengan tejadinya saling sumpah dan saling laknat itu maka putuslah
perkawinan
di
antara
keduanya
dan
tidak
boleh
kembali
melangsungkan perkawinan untuk selamanya. Di samping itu anak yang lahir dari perkawinan itu tidak dinisbatkan kepada suami yang meli’an karena li’ân itu di samping menuduh zina. Juga sekaligus memastikan anak yang dikandung istrinya. Adapun dalam hukum Positif yang berlakuku di Indonesia, perceraian diatur dalam Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang terdapat dalam Bab VIII yaitu Putusnya Perkawinan serta Akibatnya, pasal 38
32
yang berbunyi, “Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, dan c. atas keputusan pengadilan”. Adapun dalam KHI, putusnya perkawinan diatur dalam Bab XVI, pasal 113 yaitu: “Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian, dan c. Atas Putusan Pengadilan”. D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian Perceraian sebagai media putusnya ikatan perkawinan bisa diakibatkan dari beberapa faktor, yaitu kematian, perceraian dan putusan peradilan ketentuan ini dapat ditemukan pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113 putusnya perkawinan juga mencantumkan ketiga faktor di atas. Akan tetapi yang ingin dijelaskan di sini bukanlah tiga di atas, akan tetapi alasan yang membolehkan orang bercerai. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 32 ayat (2) dinyatakan bahwa “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri”. Jika melihat ketentuan dalam pasal ini, sangat umum sekali, tidak ada batasan atau alasan yang jelas untuk dapat memenuhi alasan cerai. Akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 diperinci lagi menjadi enam alasan perceraian.
33
Sedangkan Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, mencantumkan alasanalasan perceraian tidak berbeda jauh dengan yang diatur dalam PP di atas, bahkan kata-katanya pun sama, hanya ada dua penambahan alasan. No
PP No. 9/1975 pasal 19
KHI Pasal 116
1
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4.
Salah satu pihak melakukan Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan kekejaman atau penganiayaan berat berat yang membahayakan pihak yang membahayakan pihak lain; yang lain;
5.
Salah satu pihak mendapat cacat Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau menjalankan kewajibannya isteri; sebagai suami/isteri;
6
Antara suami dan isteri terus- Antara suami dan
isteri terus
34
menerus terjadi perselisihan dan menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada pertengkaran dan tidak ada harapan harapan akan hidup rukun lagi akan hidup rukun lagi dalam rumah dalam rumah tangga. tangga; 7
Suami menlanggar taklik talak;
8
Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) A. Profil BP4 BP4 adalah singkatan dari Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan yang bersifat profesi sebagai pengemban tugas dan mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah. Tujuan dibentuknya BP4 adalah untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera materiil dan spirituiil.1 Sebagai lembaga semi resmi, BP4 bertugas membantu Departemen Agama dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangakan gerakan keluarga sakinah dan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Sebagai sebuah organisasi, BP4 senantiasa meningkatkan profesionalisme petugas dan meningkatkan kepuasaan klien dalam melaksanakan tugas tersebut di atas. Pada era pasca reformasi saat ini, peran BP4 sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam menyemangati para keluarga agar semua anggota keluarga dapat menjalankan ajaran agama secara baik dan benar serta memiliki
1
Depag Provinsi Jawa Tengah. Modul Kursus Calon pengantin di Propinsi Jawa Timur, (Semarang: Depag Jateng, 2007), h..47-48.
35
36
nuansa akhlaqul karimah, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah.2 Sebenarnya
penasihatan
perkawinan,
perselisihan
dan
perceraian
hanyalah merupakan bagian kecil dari pembangunan keluarga. Tugas yang membentang dihadapan BP4 adalah upaya menanamkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan
dan akhlaqul
karimah dalam
lingkungan
keluarga.
Untuk
melaksanakan tugas besar ini, tentu BP4 perlu memperkuat organisasinya mulai dari pusat sampai ke daerah. Kemitraaan dengan sesama LSM agama, penggalian sumber daya manusia bahkan kerjasama dengan lembaga internasional perlu dikembangkan untuk meningkatkan sebuah lembaga yang profesional. BP4 hendaknya menjadi tempat berkumpulnya para tokoh agama, pimpinan LSM dan para pakar di bidang pembangunan keluarga sehingga menjadi sebuah organisasi besar yang mandiri, tampil profesional, wibawa dan sanggup menjadi partner pemerintah dalam pembangunan.3 Selain itu, BP4 juga bersifat profesi, sebagai penunjang tugas Departemen Agama dalam bidang penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan menuju keluarga yang sakinah, yang mempunyai tujuan mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah yang kekal menurut ajaran Islam
2
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI, (Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h.1. 3 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI, h.16-17.
37
dan berasaskan Pancasila. Penasihatan bersifat keagamaan karena tujuan BP4 adalah membantu sesama orang Islam untuk menciptakan perkawinan yang bahagia dan membina keluarga mereka sesuai dengan ajaran agama Islam. Tugas utama dari penasihat selama menasihati adalah memastikan kemungkinan para penghadap masih dapat melanjutkan perkawinan mereka dan membuatnya bahagia kembali. Sekiranya tidak mungkin lagi maka tugas berikutnya adalah untuk membantu masing-masing pihak memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sedangkan, penasihatan bersifat pribadi artinya para penghadap akan berbicara jujur terbuka dengan para penasihat kehidupan mereka secara terperinci. dalam usaha mendamaikan/ merukunkan pasangan perkawinan yang berselisih
memerlukan
berbagai
metode
penasihatan.
Metode-metode
penasihatan itu adalah: 1. Metode informasi yang sifatnya memberikan penerangan atau informasi. 2. Metode sugestif dan persuasive yaitu cara mempengaruhi klien agar bersedia mengikuti nasihat yang diberikan. 3. Metode edukatif yaitu cara pemberian nasihat yang lebih bersifat mendidik. 4. Metode penjelasan duduk soal yaitu mengarah pada pemecahan masalah dengan menjelaskan problem yang dihadapi klien. 5. Metode musyawarah kasus yaitu cara membicarakan kasus suatu keluarga yang permasalahannya kompleks dengan melibatkan para pihak yang berselisih.
38
6. Metode campuran yaitu gabungan dari berbagai metode sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Dari berbagai metode penasihatan tersebut, petugas BP4 dapat memanfaatkan berbagai metode yang telah dikembangkan baik metode sugestif, edukatif, maupun metode yang lainnya sesuai dengan berat ringannya masalah secara efektif. Dengan kata lain, berbagai metode itu dapat diterapkan menyesuaikan dengan kasus yang dihadapi oleh klien sehingga BP4 tampil sebagai institusi yang mampu memberikan pemecahan masalah atau setidaknya meringankan masalah. B. Sejarah BP4 Sejarah berdirinya BP4 bermula dari dilakukannya penilaian terhadap statistic (1950-1954) NTR seluruh Indonesia, bahwa telah diketemukan faktafakta yang menunjukkan labilnya perkawinan di Indonesia, dimana angka cerai/thalak di banding nikah mencapai 60% sampai 70%. Hal tersebut mendorong H.S.M. Nasaruddin Latif untuk menggerakkan lahirnya organisasi penasehat perkawinan yang dianggapnya semacam dokter perkawinan bagi pasangan suami-isteri. Maka pada bulan April 1954 di setiap KUA se-Jakarta dibentuk SPP (Seksi Penasehat Perkawinan), kemudian tahun 1956 dirubah menjadi P-5 (Panitia Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) yang bergerak dibidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai-
39
nilaiperkawinan. Hal ini mendapat sambutan luas di Depag Jatim, Kalimantan, Lampung, dan Sumsel.4 Bersamaan dengan itu di Bandung pada tanggal 3 Oktober 1954 mendirikan BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) yang
didukung oleh
organisasi-organisasi
wanita
dan
pemuka-pemuka
masyarakat yang menyebar ke Jateng. Langkah tersebut diikuti oleh DIY tahun 1957 dengan mendirikan BKRT (Badan Kesejahteraan Rumah Tangga) yang menyebar ke tiap Kecamatan dan Kabupaten. Maka pada tanggal 3 Januari 1960 ke tiga organisasi tersebut melebur menjadi satu nama yang bersifat Nasional dengan nama BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian), yang dikukuhkan oleh Menteri Agama dengan SK Menag No. 85 tahun 1961 yang mengakui bahwa BP4 satu-satunya badan yang berusaha dibidang penasehatan
perkawinan
dan
pengurangan
perceraian
dalam
rangka
melaksanakan Penetapan Menag No. 53 tahun 1958 pasal 4 angka 3 huruf f, angka 4 huruf e dan pasal 11 angka 5 huruf a. Dengan Keputusan Menag itu BP4 adalah Badan Semi Resmi. Pada tanggal 8 Juli 1961 yaitu ketika organisasi ini meleburkan diri menjadi satu organisasi yang bersifat Nasional dengan nama Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4). Dan kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961. Bahwa untuk kelancaran
4
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV, (Jakarta: BP4 Pusat, 2009), h.5.
40
pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan segala peraturan pelaksanaannya dipandang perlu
untuk menegaskan kembali
pengakuan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha dibidang penasihatan perkawinan dan pengurangan angka perceraian, maka telah diterbitkan Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun 1977 tentang penegasan pengakuan badan penasihat perkawinan, perselisihan dan perceraian. Dalam keputusan ini telah ditegaskan bahwa kedudukan BP4 sebagai badan semi resmi pemerintah yang bertugas membantu Departemen Agama dan Ditjen Bimas Islam di bidang pemberian penasihatan perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian. Keputusan Menag ini sampai saat ini belum dicabut dan masih berlaku. Dalam upaya merespon aspirasi msyarakat sesuai dengan semangat reformasi maka kiat BP4 adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama, keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dan kehidupan sehari-hari dalam keluarga muslim sehingga kesejahteraan materiil dan spiritual senantiasa terus meningkat untuk mencapai keluarga sakinah yang mencerminkan kemitrasejajaran diantara suami istri. Maka pada tahun 2003 untuk ketiga kalinya BP4 berubah nama dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian menjadi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan. Dengan digantinya nama diharapkan kedepan BP4 mampu melaksanakan tugas pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang maju, mandiri, sejahtera secara lahir dan batin.
41
Menurut data dari pelbagai sumber, ada sejumlah alasan yang mendorong lembaga BP4. Pertama, untuk mempertinggi mutu perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dari Korps Penasehatan Perkawinan agar mampu melaksanakan tugas untuk mewujudkan keluarga sakinah. Kedua, dalam upaya membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa tersebut, diperlukan adanya organisasi yang baik dan teratur serta mampu mengantarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan tuntunan perkembangan zaman dan kemajuan bangsa.5 Sejarah pertumbuhan organisasi tersebut, dimulai dengan organisasi BP4 di Bandung tahun 1954. kemudian di Jakarta dengan nama Panitia Penasihatan Perkawinan dan Penyeleseaian Perceraian (P5), di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan nama BP4 tersebut di atas dan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Sebagai pelaksanaan Keputusan Konferensi Departemen (kini: Kementerian) Agama di Tretes Jawa Timur tanggal 25-30 Juni 1955, maka disatukanlah organisasi tersebut dengan nama “Badan Penasiha-tan Perkawinan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No.85 Tahun 1961. BP4 diakui keberadaannya setelah keluarnya Keputusan Menteri Agama No.30 Tahun 1977 tentang Penegasan Pengakuan BP4 sebagai satu-satunya badan penunjang sebagian tugas Departemen Agama dalam bidang Penasihatan Perkawinan, Perselisihan Rumah Tangga dan Perceraian, maka
5
Mudzakir, Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional (Jakarta: BP4, 2005), h.6.
42
kepanjangan BP4 diubah menjadi Badan Penasihatan Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian. Secara kelembagaan, BP4 masih tetap eksis. Pasca kelahiran Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan penuh kepada Peradilan Agama untuk menangani masalah perceraian masih membutuhkan lembaga kepenasehatan perkawinan seperti BP4. Apalagi menghadapi era globalisasi saat ini yang dampaknya menjadikan tantangan terhadap kelestarian keluarga mendapat goncangan yang sangat berat, menuntut lembaga BP4 untuk mengembangkan program dan misi organisasinya secara lebih profesional. Kehadiran BP4 bersifat profesi, sebagai pengembang tugas dan mitra kerja Departemen Agama, dengan berdasarkan Islam dan berazaskan Pancasila.
C. Tujuan, Visi dan Misi BP4 1.
Tujuan BP4 Tujuan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tanggga (ART) BP4 yaitu : “Mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materiil dan spirituil”.6 6
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV, (Jakarta: BP4 Pusat, 2009), h.5.
43
2.
Visi dan Misi BP4 Adapun visi dan misi dari BP4 sebagai berikut : Visi BP4 adalah terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Sedangkan Misi BP4 adalah: a. Meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan, mediasi, dan advokasi; b. Meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi; c. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM BP4 dalam rangka mengoptimalkan program dan pencapaian tujuan;7
D. Kebijakan Umum BP4 Untuk dapat melaksanakan visi dan misinya maka BP4 memiliki program-program organisasi untuk dijalankan. Program organisasi tersebut yaitu: 1. Mereposisi organisasi sesuai dengan keputusan MUNAS BP4 ke XIV tahun 2009 di Jakarta. 2. Melakukan langkah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas organisasi BP4 pada semua tingkatan organisasi. 3. Membentuk pusat penanggulangan krisis Keluarga (family crisis center). 4. Melaksanakan konsolidasi organisasi BP4 mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah dengan mengadakan Musda I, II, Musyawarah Kecamatan dan
7
h.14.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
44
Musyawarah Konselor dan Penasihat Perkawinan Tingkat Kecamatan; serta meningkatkan tertib administrasi organisasi masing-masing jenjang. 5. Mengusahakan anggaran BP4 melalui jasa profesi penasihatan, dana bantuan Pemerintah, lembaga donor agensi nasional dan Internasional, swasta, infaq masyarakat, dan dari sumber lain yang sah sesuai dengan perkembangan kegiatan dan beban organisasi. 6. Mengupayakan payung hukum organisasi BP4 melalui undang-undang terapan peradilan agama bidang perkawinan dan SKB Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Mahkamah Agung. 7. Menyelenggarakan evaluasi program secara periodik tiap tahun melalui Rakernas. 8. Menyelenggarakan Munas BP4 XV tahun 2014. 9. Membuat website BP4.8 Di samping program organisasi tersebut di atas, masih ada programprogram lain yang terbagi dalam bidang-bidang dibawah ini yaitu:9 1. Bidang Pendidikan Keluarga Sakinah dan pengembangan SDM a. Menyelenggarakan orientasi Pendidikan Agama dalam Keluarga, Kursus Calon Pengantin, Pendidikan Konseling untuk Keluarga, Pembinaan Remaja
Usia
Nikah,
Pemberdayaan
Ekonomi
Keluarga,
Upaya
8
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
9
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.14.
h.16-18.
45
Peningkatan Gizi Keluarga, Reproduksi Sehat, Sanitasi Lingkungan, Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS; b. Menyiapkan kader motivator keluarga sakinah dan mediator; c. Menyempurnakan buku-buku pedoman pembinaan keluarga sakinah. 2. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga a. Meningkatkan pelayanan konsultasi hukum, penasihatan perkawinan dan keluarga di setiap tingkat organisasi. b. Melaksanakan pelatihan tenaga mediator perkawinan bagi perkaraperkara di Pengadilan Agama. c. Mengupayakan kepada Mahkamah Agung (MA) agar BP4 ditunjuk menjadi lembaga pelatih mediator yang terakreditasi. d. Melaksanakan advokasi terhadap kasus-kasus perkawinan. e. Mengupayakan rekrutmen tenaga profesional di bidang psikologi, psikiatri, agama, hukum, pendidikan, sosiologi dan antropologi. f. Menyusun pola pengembangan SDM yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan BP4. g. Menyelenggarakan konsultasi jodoh. h. Menyelenggarakan konsultasi perkawinan dan keluarga melalui telepon dalam saluran khusus (hotline), TV, Radio, Media Cetak dan Media elektronika lainnya. i. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga lain yang bergerak pada bidang Penasihatan Perkawinan dan Keluarga.
46
j. Menerbitkan buku tentang Kasus-kasus Perkawinan dan Keluarga. 3. Bidang Penerangan, Komunikasi dan Informasi a. Mengadakan diskusi, ceramah, seminar/temu karya dan kursus serta penyuluhan tentang: 1) Penyuluhan Keluarga Sakinah. 2) Undang-undang, Perkawinan, Hukum Munakahat, Kompilasi Hukum Islam, undang-undang PKDRT dan undang-undang terkait lainnya. 3) Pendidikan Keluarga Sakinah. b. Meningkatkan kegiatan penerangan dan motivasi Pembinaan Keluarga Sakinah melalui: 1) Media cetak 2) Media elektronikal 3) Media tatap muka 4) Media percontohan/keteladanan c. Mengusahakan
agar
majalah
Perkawinan
dan
Keluarga
dapat
disebarluaskan kepada masyarakat. d. Meningkatkan Perpustakaan BP4 di tingkat Pusat dan Daerah.
4. Bidang Advokasi dan Mediasi a. Menyelenggarakan advokasi dan mediasi. b. Melakukan rekruitmen dan pelatihan tenaga advokasi dan mediasi perkawinan dan keluarga.
47
c. Mengembangkan kerjasama fungsional dengan MA, PTA dan PA. 5. Bidang Pembinaan Keluarga Sakinah, Pembinaan Anak, Remaja dan Lansia a. Menjalin
kerjasama
Kependudukan/BKKBN
dengan dan
Pemerintah instansi
terkait
Daerah, lainnya
Kantor dalam
penyelenggaraan dan pendanaan pemilihan keluarga sakinah teladan. b. Menerbitkan buku tentang Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional. c. Menyiapkan pedoman, pendidikan dan perlindungan bagi anak, remaja, dan lansia. d. Melaksanakan orientasi pembekalan bagi pendidikan anak dalam keluarga. e. Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan anak, remaja dan lansia.10 Upaya dan usaha yang dilakukan BP4 untuk mencapai tujuan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4 dan 5 Anggaran Dasar BP4 mempunyai upaya dan usaha sebagai berikut: 1.
Memberikan bimbingan, penasihatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok.
2.
Memberikan bimbingan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keluarga.
10
h.16-18.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
48
3.
Memberikan bantuan mediasi kepada para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama.
4.
Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di Peradilan Agama.
5.
Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat.
6.
Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri.
7.
Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur dan media elektronik yang dianggap perlu.
8.
Menyelenggarakan kursus calon/pengantin, penataran/ pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis-yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga.
9.
Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah.
10. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina keluarga sakinah. 11. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga.
49
12. Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.11 Memperhatikan tujuan maupun upaya dan usaha yang perlu dilakukan oleh BP4, ternyata bahwa kedudukan BP4 menempati posisi penting dan luhur. Posisi tersebut akan bertambah lagi bagi BP4 yang berkedudukan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan lain-lain, dimana nilai-nilai suatu perkawinan dalam pergaulan hidup antara manusia terus menerus merosot dari tahun ke tahun. Hidup bersama dan kebebasan bercinta yang mulai tampil di masyarakat perkotaan, merupakan suatu tantangan sangat berat untuk menanggulanginya. E. Susun Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang Berikut susunan pengurus Badan Penasihatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tingkat Kecamatan Pamulang Masa Bakti 20112016, sebagai berikut: I.
Pembina
: H. Firdaus, SH. M.Si (Camat Pamulang) : Drs. H. Suganda Halim (Kepala KUA Kec. Pamulang) : Drs. KH. M. Idris Elby, MH., MA. (Ketua Umum MUI Kec. Pamulang)
II.
Pengarah
: KH. M. Saidih, S.Ag. : KH. Dadang Syarif : Drs. KH. Manaf Mulyana
11
h.5-6.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
50
: Drs. KH. Bidawi Zuber III.
Penasihat
: Drs. KH. M. Yusuf Adam : Ir. H. Junaidi : Drg. Rosmawati S : Drs. Sanaman M, M.Pd.
IV.
Pengurus Ketua Umum
: Drs. H. Farchan
Sekretaris Umum : H. Muchtar Kasmarang, S.Ag., MM. Sekretaris I
: Drs. H. Hamdani
Bendahara
: H. Muhyidin
Wakil Bendahara : Hj. Leni Kurniasih V.
Bidang-bidang 1. Bidang Pendidikan dan Latihan Bagi pengembangan SDM untuk Pembinaan Keluarga Sakinah: Ketua
: Hj. Fathiyah, P.Hd.
Sekretaris
: Hj. Tuti Indra
Anggota
: 1. Siti Mujilah Elby 2. Ustadzah Rosdiana 3. Neneng Rukaiyah
4. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga: Ketua
: Ust. Aep Saepuddin
Sekretaris
: Sholechudin, S.Ag.
51
Anggota
: 1. Zaenal Muttaqin 2. Hj. Latifah
Sedangkan program-progam yang dilakukan oleh BP4 kecamatan Pamulang sebagai berikut: 1. PROGRAM ORGANISASI a.
Mereposisi organisasi sesuai dengan keputusan MUNAS BP4 ke XIV tahun 2009;
b.
Melakukan langkah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas organisasi BP4;
c.
Mengadakan konsolidasi organisasi BP4 dan musyawarah konselor dan Penasihat Perkawinan serta meningkatkan tertib administrasi organisasi Tingkat Kecamatan;
d.
Mengusahakan anggaran BP4 melalui jasa profesi penasihatan, dana bantuan/hiba Pemerintah, lembaga donor agensi nasional dan Internasional, swasta, infak masyarakat, dan dari sumber lain yang sah sesuai dengan perkembangan kegiatan dan beban organisasi;
e.
Menyelenggarakan evaluasi program secara periodik tiap tahun melalui Rakernas.
2. PROGRAM KERJA BIDANG a.
Bidang 1) Menyelenggarakan orientasi Pendidikan Agama dalam Keluarga, Kursus Calon Pengantin, Pendidikan Konseling untuk Keluarga,
52
Pembinaan Remaja Usia Nikah, Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, Upaya Peningkatan Gizi Keluarga, Reproduksi Sehat, Sanitasi Lingkungan, Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS; 2) Menyiapkan kader motivator keluarga sakinah dan mediator; 3) Menyempurnakan buku-buku pedoman pembinaan keluarga sakinah. b. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga 1) Meningkatkan pelayanan konsultasi hukum, penasihatan perkawinan dan keluarga di setiap tingkat organisasi; 2) mempersiapkan tenaga mediator perkawinan bagi perkaraperkara di Pengadilan Agama; 3) Melaksanakan advokasi terhadap kasus-kasus perkawinan; 4) Mengupayakan rekruitmen tenaga profesional di bidang psikologi, psikiatri, agama, hukum, pendidikan, sosiologi dan antropologi. 5) Menyusun pola pengembangan SDM yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan BP4; 6) Menyelenggarakan konsultasi jodoh. 7) Menyelenggarakan konsultasi perkawinan dan keluarga melalui telepon dalam saluran khusus (hotline), TV, Radio, Media Cetak dan Media elektronika lainnya;
53
8) Meningkatkan kerjasama dengan lembaga lain yang bergerak pada bidang Penasihatan Perkawinan dan Keluarga; 9) Menerbitkan buku tentang Kasus-kasus Perkawinan dan Keluarga. c. Bidang Penerangan, Komunikasi dan Informasi 1) Mengadakan diskusi, ceramah, seminar/temu karya dan kursus menyangkut tugas dan fungsi BP4. 2) Meningkatkan kegiatan penerangan dan motivasi Pembinaan Keluarga Sakinah melalui media yang memungkinkan. 3) Mengusahakan agar majalah Perkawinan dan Keluarga dapat disebarluaskan kepada masyarakat. 4) Meningkatkan Perpustakaan BP4. d. Bidang Advokasi dan Mediasi 1) Menyelenggarakan advokasi dan mediasi; 2) Melakukan rekruitmen dan pelatihan tenaga advokasi dan mediasi perkawinan dan keluarga; 3) Mengembangkan kerjasama fungsional dengan Pengadilan Agama. e. Pendidikan Usia Dini, Pemuda, Remaja dan Lansia 1) Menjalin kerjasama dengan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil/Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) dan instansi terkait lainnya dalam penyelenggaraan dan pendanaan pemilihan keluarga sakinah teladan.
54
2) Menerbitkan buku tentang Keluarga sakinah teladan tingkat kecamatan. 3) Menyiapkan pedoman, pendidikan dan perlindungan bagi anak, remaja, dan lansia; 4) Melaksanakan orientasi pembekalan bagi pendidikan anak dalam keluarga; 5) Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan anak, remaja dan lansia.
BAB IV ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (StudiPada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012) A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 Km2. Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008, luas wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan (yang kemudian diambil sebagai luas wilayah kota Tangerang Selatan) adalah sebesar 150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas kecamatan masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah 147,19 Km2 karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten. Penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.051.374 jiwa pada tahun 2007, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 532.670 jiwa sedangkan perempuan 518.704 jiwa. Rasio jenis kelamin adalah sebesar 102,69, yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan jumlah perempuan.
55
56
Dengan luas wilayah 147,19 Km2, kepadatan penduduk Kota mencapai 7.143 orang/Km2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Ciputat Timur yaitu 10.396 orang/Km2 sedangkan kepadatan terendah di Kecamatan Setu yaitu 3.812 orang/Km2. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada tahun 2008 menunjukkan bahwa kelompok umur dengan jumlah penduduk terbesar adalah 0–4 tahun, yaitu sebesar 9,69% sedangkan kelompok umur dengan jumlah penduduk terkecil adalah ≥ 60, yaitu sebesar 3,47%.1 Sedangkan penduduk yang terdapat di kecamatan Pamulang 248 jiwa. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki 125.886 sedangkan perempuan 122,315 jiwa.2 B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian Pada masanya, peranan BP4 cukup besar dalam memelihara keutuhan keluarga. Menurut data di Departemen Agama angka perceraian antara 1950-an s/d 1970-an, jumlah perceraian secara nasional mencapai separoh dari jumlah perkawinan yang terjadi di masyarakat. Namun sejak tahun 1970-an angka perceraian tersebut terus menurun, dan dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 yang salah satu asasnya mempersulit perceraian,3 jumlah perceraian semakin
1
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CEAQFjA E&url=http%3A%2F%2Flabpm2.ipdn.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2013%2F05%2FRPJMKeadaanGeografis.pdf&ei=ZYIrVMfzE4PjuQT6gIH4Dw&usg=AFQjCNGfsj2Kk0WZut3_DtA1nahEyxoTGA &bvm=bv.76477589,d.c2E 2
Diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Asas ini dijabarkan dalam Pasal 39 UU yang mengatur tata cara perceraian tersebut, dan dijabarkan dalam dua ketetapan. Pertama: perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding 3
57
menurun. Sejak tahun 1990-an, angka perceraian terus bertahan sekitar 6 -7 % dari angka perkawinan di seluruh Indonesia. Lembaga BP4 memiliki kekuatan secara yuridis, kelembagaan dan ketersediaan SDM. Pembentukan BP4 didasarkan pada hukum, peraturan perundang-undangan yang mendukung keorganisasian BP4. BP4 secara keorganisasian mendapatkan dukungan kuat dari instansi Departemen Agama dari Pusat sampai kecamatan, dukungan masyarakat serta organisasi pemerintah yang lain. BP4 didukung dengan ketersediaan SDM bantuan dari instansi pemerintah, beberapa organisasi kemasyarakatan yang dapat mendukung tugas dan fungsi BP4. Tantangan
dan
permasalahan
tentunya
tidak
lepas
dari
upaya
membesarkan eksistensi kelembagaan BP4 di masa mendatang. Ada setidaktidaknya empat tantangan yang harus dijawab oleh lembaga BP4 agar eksistensi sebagai
lembaga penasehatan
perkawinan
berfungsi
optimal. Pertama,
perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi yang member kan dampak bagi kehidupan masyarakat dan keluarga seperti meluasnya gaya hidup hedonistik, materialistik dan konsumerisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengadilan, kedua: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri, ketiga; diatur dalam peraturan perundangan sendiri. Ketentuan ini lebih lanjut dijabarkan Pasal 14 s/d 36 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Baca huruf e angka 4 Penjelasan Umum UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
58
pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Di luar sejumlah tantangan di atas juga muncul sejumlah kondisi positif yang memberi peluang bagi berfungsi kelembagaan BP4 di masa mendatang. Pertama, adanya harapan dan dukungan moril masyarakat terhadap pembentukan keluarga sakinah yang implikasinya memberikan motivasi bagi pengurus BP4 dalam menjalankan misinya. Disamping itu, dukungan dari instansi pemerintah dan peran BP4 bagi lembaga kemasyarakatan terhadap keberadaan dan peran BP4 itu sendiri ditambah ketersediaan tenaga ahli di bidangnya untuk mendukung tugas dan fungsi BP4 di Pusat dan Daerah. Pasca terintegrasinya peradilan agama ke dalam Mahkamah Agung, BP4 secara
kelembagaan
dituntut
meningkatkan
eksistensinya
secara
lebih
professional. Hal ini mengingat Peradilan agama tidak ada keterlibatan lagi secara struktural maupun moral dengan BP4. Dalam kondisi demikian, praktek penyuluhan hokum yang merupakan cakupan bidang pekerjaan BP4 harus dilakukan secara mandiri dengan payung dan back up pendanaan dari Departemen Agama.
59
Kemungkinan keberhasilan perdamaian yang difasilitasi oleh mediator BP4 akan lebih besar dibandingkan dengan lembaga mediator lainnya. Sejumlah faktor yang mendukung keberhasilan pelaksanan program kerja BP4 yaitu: besarnya dukungan moril masyarakat terhadap pembentukan keluarga sakinah, besarnya dukungan moril instansi pemerintah, lembaga kemasyarakatan nasional dukungan para pakar terhadapupaya penasihatan perkawinan dan pembinaan keluarga dan kesedian masyarakat untuk meniru dan meneladani sikap dan tingkah laku keluarga sakinah yang dipilih melalui pemilihan keluarga sakinah. Terkait dengan keberadaan BP4, beredar gagasan untuk melakukan restrukturisasi terhadap BP4.4 Dalam proses restrukturisasi BP4 diarahkan untuk dipindahkan dari nomenklatur Departemen Agama menjadi di bawah naungan Ditjen Peradilan Agama Mahkamah Agung. Dalam sejarahnya, Ditjen Peradilan Agama adalah bagian dari Departemen Agama. Namun dengan tujuan restrukturisasi menuju optimalisasi peran peradilan agama, nomenklatur peradilan agama dipindahkan ke MA. Dirjen Bimas Islam memberikan empat opsi terkait proses restrukturisasi. Pertama, BP4 dilepaskan dan di bawah Peradilan Agama MA. Kedua, BP4 dialihkan fungsinya kepada Ditjen Peradilan Agama, tanpa mengalihkan institusinya, Ketiga, Direktorat Peradilan Agama membentuk lembaga baru yang menjalankan fungsi BP4. Keempat, masa transisi dengan memberikan kesempatan kepada Peradilan Agama untuk membentuk nomenklatur mediasi 4
Http://bimasislam.depag.go.id/?mod=news&op=detail&id=695, diakses 1 Juli 2009.
60
perkara perkawinan, sambil menunggu selesainya proses kajian dan analisa terhadap restrukturisasi BP4. Gagasan restrukturisasi ini nampaknya menemukan relevansinya dengan mencermati aturan normatif yang ada. Merujuk Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 Pasal 28 ayat (3), bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”. Restrukturisasi kelembagaan BP4 agar perannya lebih optimal diperlukan sebagai respon terhadap problem meledaknya kasus perceraian akhir-akhir ini. Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga.5 Apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami peningkatan, itu sebagai pertanda telah terjadinya desakralisasi dan kemerosotan lembaga
5
Jumlah perkara yang diproses oleh Pengadilan Agama (PA) secara nasional pada tahun 2007 mencapai 217.084. Perkara di bidang perkawinan merupakan jumlah terbesar, yaitu 213.933 perkara, atau sama dengan 98,5%. Dari perkara di bidang perkawinan itu, sejumlah 196.838 atau 90,4% merupakan perkara perceraian. 63 % perceraian diajukan oleh isteri (124.079 perkara), dan 37% perceraian diajukan oleh suami (72.759 perkara). Angka perceraian di atas sungguh sangat memprihatinkan, sebab kalau kita bandingkan dengan jumlah peristiwa pernikahan yang besarnya sekitar 2 juta setiap tahun, maka berari perceraian itu sekitar 9,8%. Ini merupakan angka yang sangat tinggi. Dari perkara di bidang perkawinan itu, sejumlah 196.838 atau 90,4% merupakan perkara perceraian. 63 % perceraian diajukan oleh isteri (124.079 perkara), dan 37% perceraian diajukan oleh suami (72.759 perkara). Angka perceraian di atas sungguh sangat memprihatinkan, sebab kalau kita bandingkan dengan jumlah peristiwa pernikahan yang besarnya sekitar 2 juta setiap tahun, maka berari perceraian itu sekitar 9,8%. Ini merupakan angka yang sangat tinggi. Baca Himpunan Statistik Perkara Peradilan Agama Tahun 2007, Ditjen Badilag MA-RI, tahun 2007.
61
perkawinan. Atas kondisi ini, BP4 ditunggu peran dan kinerjanya secara lebih optimal dalam mengawal dan melestarikan lembaga perkawinan.
C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4 BP4 Kec. Pamulang dalam menjalankan tugasnya masih banyak terdapat hambatan yang dihadapinya. Faktor penghambat tersebut bukan dikarenakan mutu dari BP4 Kec. Pamulang, tetapi masyarakat yang tidak banyak menggunakan jasa pelayanan konsultasi BP4, belum optimalnya pelaksanaan tugas penasihatan dan pembinaan keluarga serta masih lemahnya hubungan atau koordinasi dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Selain itu juga ada beberapa faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan program kerja BP4 sebagai berikut ; besarnya dukungan moril dari masyarakat terhadap pembentukan keluarga sakinah, besarnya dukungan moril instansi pemerintah, lembaga kemasyarakatan nasional dan internasional, dukungan para pakar terdapat terhadap upaya penasihatan perkawinan dan pembinaan keluarga serta kesediaan masyarakat untuk meniru dan meneladani sikap dan tingkah laku keluarga sakinah yang dipilih melalui pemilihan keluarga sakinah. Sebagai sebuah institusi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat dipastikan bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan. Demikian pula dengan BP4 Kec. Pamulang yang memberikan pelayanan kepada masyarakat Kec. Pamulang. Faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam memainkan peran dan fungsi BP4 memberikan cerminan bahwa institusi ini berjalan di atas
62
dinamika yang dimiliki. Dalam sebuah teknik mediasi, faktor-faktor pendukung maupun penghambat tentu memberikan dampak terhadap keberhasilan upayaupaya yang dilakukan. Faktor-faktor yang muncul ke permukaan merupakan sarana untuk memahami dan menjelaskan apakah fungsi dan peran BP4 mampu dijalankan dengan baik atau tidak. Mengaca dari hasil penelitian yang telah lalu, maka BP4 di Kec. Pamulang sebenarnya memiliki faktor-faktor pendukung yang menunjang keberhasilannya dalam menjalankan peran dan fungsinya. Pertama, sebagai sebuah lembaga semi resmi, BP4 Kec. Pamulang, bagaimanapun merupakan bagian internal dari Departemen Agama. Kedudukannya sebagai perpanjangan pemerintah tidak membawa kesulitan bagi BP4 dalam memenuhi kebutuhan institusinya. Persoalan dana dan fasilitas paling tidak bukan hambatan karena seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Bahkan BP4 dapat mengusakan anggaran dari berbagai pemasukan; seperti jasa profesi penasehatan, dana bantuan pemerintah, lembaga donor agensi nasional maupun internasional, swasta, infaq masyarakat, dan dari berbagai sumber lain yang sah sesuai dengan perkembangan kegiatan dan beban organisasi. Dorongan finansial ini tentu memberikan keuntungan bagi BP4 karena dapat terfokus dalam tugas-tugasnya. Sekalipun hanya mengandalkan dana dari pemerintah sesuai dengan pos anggaran yang dimiliki, BP4 masih dapat melakukan kinerjanya. Sementara itu, kedua, BP4 di Kec. Pamulang mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam menjalankan
63
tugasnya
untuk
memberikan
penasehatan,
pembinaan
dan
pelestarian
perkawinan. Berbagai elemen tersebut dapat disebutkan di sini seperti para ulama, LSM, bahkan otoritas Pengadilan Agama Kota Tenggerang menyambut terbuka agar BP4 mampu melaksanakan fungsi dan perannya secara baik. Sebagian masyarakat Kec. Pamulang menyikapi penasehatan yang dilakukan oleh BP4 adalah hal yang berdampak positif dan sangat bermanfaat membantu keutuhan rumah tangga. Tanpa membedakan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, variasi pendapat yang dirasakan masing-masing keluarga baik keluarga yang pernah mengalami masalah maupun calon pengantin yang ingin membina rumah tangganya, menunjukkan beraneka pendapat dalam menyikapi penasehatan BP4. Memperhatikan dari hasil wawancara kepada beberapa keluarga masyarakat di Kec. Pamulang sebagai obyek penelitian, ada tiga pendapat yang dirasakan tentang peran dan fungsi BP4 di Kec. Pamulang dengan melihat berbagai aspek, yakni; membentuk den menjaga keharmonisan, memberi pemahaman tanggung jawab kepada suami atau istri dalam berkeluarga dan mendorong untuk menjalankan kehidupan yang agamis. Kenyataan ini sebenarnya menunjukkan bahwa peran dan fungsi BP4 dapat secara optimal dimainkan dengan dukungan masyarakat. Sebagaimana dalam sebuah mediasi, peran-peran mediator sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat, atau bahkan dari pihak-pihak yang bertikai, dalam hal ini adalah suami istri. Dalam gambaran yang lebih luas, cara-cara seperti ini mirip dengan bagaimana model peace keeping yang perlu diterapkan dalam mediasi, tetapi
64
konteksnya adalah pernikahan. Pertama, bahwa interaksi yang terjadi harus antara pihak-pihak yang memiliki kesejajaran status. Kedua, adanya dukungan dari lingkungan sosial. Ketiga, komunikasi terjadi secara intim (bukan kasual). Keempat, proses komunikasi harus menyenangkan kedua pihak, dan kelima, ada tujuan yang hendak dicapai bersama.6 Dari dua faktor di atas, penting untuk menempatkan dukungan lingkungan sosial dalam tugas-tugas yang diemban oleh BP4. Artinya memang masyarakat Kec. Pamulang sendiri menghendaki sebagai representasi dari masyarakat yang damai dan stabil, meskipun itu dari masyarakat terkecil yaitu keluarga. Ekspektasi sosial seperti ini memungkinkan sebuah institusi yang hadir di tengah-tengah mereka dengan mewartakan sebagai bantuan konsultasi pernikahan, tentu akan sangat melegakan dan menyenangkan. Hal ini sekaligus mencegah agar tingkat perceraian dan intensitas persoalan keluarga dapat diturunkan.Selain itu, kekuatan yang dimiliki oleh BP4 adalah karena saran-saran yang diutarakan berdimensi religius. Hal ini sangat menguntungkan karena mayoritas penduduk Kec. Pamulang, sebagaimana banyak daerah lain di pulau Jawa, adalah beragama Islam. Dorongan untuk mengamalkan ajaran agama Islam, atau dalam hal ini adalah hukum Islam, dapat lebih ditekankan sebagai bagian terpenting dalam proses pembinaan dan penasehatan perkawinan. Bagaimanapun dengan mengamalkan ajaran agama
6
M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik, Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, (Semarang: Walisongo Mediation Center, 2007), h.72.
65
kehidupan keluarga lebih mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketenteraman, kedamaian dan keamanan yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama Islam. Karena pembentukan keluarga yang baik dapat dilakukan melalui ajaran agama. Di sini agama menjadi peran penting dalam pembentukan watak, karakter dan kepribadian seseorang. Dengan demikian baik buruknya seseorang tergantung kepada kebiasaan dan pendidikan yang diterima di rumah tangga. Ajaran agama Islam merupakan rahmatan lil alamin. Apabila mengamalkan ajaran agama diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari akan terbinalah keamanan dan ketertiban. Karena setiap individu merasa tidak perlu mengganggu orang lain maka dampak yang dirasakan tidak hanya bagi keluarga tersebut akan tetapi akan berdampak bagi masyarakat sekitarnya merasakan setiap rumah tangga rukun dan damai. Keutuhan dan keharmonisan keluarga tidak bisa lepas dari faktor agama. Akan tetapi kenyataan tidak banyak sebagian besar orang memandang peran agama sebagai faktor yang bersifat ilmiah, dan beranggapan, bahwa satu-satunya yang bersifat efektif dalam keharmonisan keluarga adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan pendidikan. Tanpa memahami keimanan di dalam agama yang membangun moral dan kepekaan individu serta memperbaiki hubungan-hubungan sosial dan memperkuat tali kekeluargaan. Seperti teori Husain Ali yang berpendapat, bahwa agama menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Apabila seseorang beriman dengan dasar Tauhid (Keesaan Allah) dan Ma’ad (iman kepada Kebangkitan), kehidupan dan gerakan-
66
gerakan akan dibalur oleh kesucian. Hidupnya akan memiliki tujuan yang baik dan cita-cita serta prilakunya kan selaras dengan ajaran-ajaran agama. Keinginan akan selaras dengan perintah agama yang menjamin kemakmuran dan kesejahteraan jiwa dan raga.7 Meskipun berbagai faktor pendukung menstimulasi tugas-tugas BP4, tidak terelakkan bahwa BP4 di Kec. Pamulang mengalami hambatan-hambatan. Hambatan itu, pertama, karena belum optimalnya kinerja BP4. Dari pengamatan peneliti dan beberapa data yang diperoleh, peran BP4 di Kec. Pamulang masih belum optimal karena koordinasi yang dilakukan dengan berbagai pihak masih sangat kurang. BP4 di Kec. Pamulang masih mengandalkan kerjasama terbatas dengan beberapa institusi yang juga merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah,
seperti
pengadilan.
Lembaga-lembaga
masyarakat,
tokoh
masyarakat, atau kelompok-kelompok kecil di desa-desa kurang begitu mendapatkan perhatian sehingga BP4 seolah-olah menjadi “elitis”. Kedua, meskipun keberadaan BP4 telah lama di Kec. Pamulang tetapi banyak masyarakat yang tidak memanfaatkan institusi ini atau bahkan tidak mengenalnya sama sekali. Keadaan ini terjadi karena buruknya sosialisasi yang dilakukan oleh BP4 kepada masyarakat. Anggapan lain mengenai BP4 oleh masyarakat karena institusi ini dinilai tidak capable dalam menjalankan tugasnya sehingga tidak banyak masyarakat yang memanfaatkan. Hal ini dapat ditelusuri
7
Husain Ali Turkamani, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), h.11.
67
melalui sumber daya manusia yang dimiliki oleh BP4 Kec. Pamulang. Beberapa staf atau penasehat perkawinan tidak memiliki latar belakang dunia pendidikan mengenai mediasi, konseling atau keagamaan. Keadaan ini membuat BP4 Kec. Pamulang tidak mampu secara optimal mengeksplorasi sumber daya internalnya, yaitu, para petugasnya agar mampu menjalankan peran dan fungsi BP4 dengan baik. Keadaan lain yang lebih memperburuk citra BP4 adalah anggapan birokratis dari masyarakat. Tentu ini dimaksudkan bahwa BP4 tidak banyak melakukan langkah-langkah revolutif atau mendekati masyarakat sehingga mereka dapat mengenal lebih baik institusi ini. Banyak di antara masyarakat yang lebih melihat bahwa urusan perkawinan, ketika hendak berniat cerai, maka solusinya adalah pengadilan. Kegagalan dalam membangun citra ini memang tidak dapat digeneralisir dalam satu aras. Tetapi selain pandangan nyinyir di atas karena memang BP4 dianggap akan “mengganggu” niatan suami istri yang memang bertekad untuk mengakhiri rumah tangga mereka. Di sinilah fungsi mediasi merasa tidak dibutuhkan oleh masyarakat karena pada akhirnya akan tetap memilih jalan berpisah bagi kehidupan perkawinan. Ketiga, faktor yang menjadi penghambat adalah, kekurangmampuan petugas BP4 dalam melakukan langkah-langkah mediasi, dibandingkan dengan penasehatan atau penerangan, komunikasi, dan informasi. Mediasi memang membutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam menguraikan persoalan, sehingga mediator diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik. Kegagalan dalam
68
menjalankan langkah mediasi ini, karena banyak yang telah mengalami kegagalan dalam proses negosiasi antara suami istri yang bertikai. Berdasarkan faktor pendukung dan penghambat yang telah diuraikan, kiranya peran BP4 memang masih dibutuhkan. Berbagai hambatan perlu dicarikan langkah solutif agar dapat mengoptimalkan kinerja lembaga semi resmi ini. Sebagaimana dalam program kerja bidang advokasi dan mediasi yang tercantum dalam Munas BP4 ke XIV/2009 yang berlangsung di Jakarta 1-3 Juni 2009, disebutkan di sana 3 program kerja yang dapat dilaksanakan; pertama, menyelenggarakan advokasi dan mediasi. Kedua, melakukan rekruitmen dan pelatihan tenaga advokasi dan mediasi perkawinan dan keluarga. Ketiga, mengembangkan kerjasama fungsional dengan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Agama, dan Pengadilan Agama. Dari program kerja yang tampak memang BP4 seharusnya membuka peluang bagi aktor-aktor lain untuk masuk di dalamnya, dalam hal ini adalah berbagai elemen masyarakat seperti ulama dan aktivis lembaga swadaya masyarakat. Hal ini selain akan menunjang kinerja mereka, juga lebih mendekatkan BP4 dengan masyarakat. Keterlibatan elemen masyarakat dengan pola rekruitmen yang ketat akan dapat mengoptimalkan kinerja dalam penasehatan, pembinaan dan pelestarian pernikahan. Apalagi kesan-kesan birokratis, elitis, dan mahal kemungkinan besar akan dapat diminimalisir karena latar belakang mediator mereka berasal dari masyarakat.
69
Selain itu, BP4 perlu melebarkan kerjasama dengan berbagai instansi, baik dari pemerintah maupun non pemerintah yang selama ini kurang begitu dikembangkan. Dalam hal seperti ini memang dibutuhkan gerak aktif BP4 sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat, bukan hanya gerak pasif yang menunggu masyarakat untuk datang kepada BP4 ketika dihadapkan pada persoalan pernikahan. Dengan optimalisasi program kerja ini, maka peran BP4 akan dapat dilakukan secara optimal sehingga membawa kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. D. Analisa Penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian. Kuantitas problem manusia semakin tinggi di tengah arus globalisasi yang semakin cepat. Kehadiran lembaga atau institusi semacam BP4 menjadi cukup penting karena kebutuhan manusia untuk mendapatkan bantuan dalam penyelesaian persoalan mereka juga meningkat. Meskipun peran BP4, dalam konteks perkawinan ini, bukanlah sebuah akhir dari keputusan hukum, tetapi secara psikologis dan sosiologis, penasehatan, pembinaan dan usaha-usaha untuk tetap melestarikan perkawinan sangat membantu masyarakat. Sebagaimana dalam perspektif hukum Islam, perkawinan adalah sebuah ikatan yang kuat sehingga perceraian, meskipun diperbolehkan oleh Allah swt, tetapi dibenci olehNya. Karena itulah peran BP4 hingga saat ini terus dimaksimalkan untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawadah dan rahmah. Hal ini tidak lain
70
agar nantinya dapat menumbuhkan “tumbuh-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus.”8 Peran BP4 berarti menjadi salah satu sarana untuk menjadikan sebuah keluarga tidak hanya sebagai “tempat berkumpul” anggota keluarga, tetapi bagaimana menciptakan keharmonisan dan hubungan timbal balik yang penuh kasih sayang antara mereka. Peran dan fungsi BP4 ini seharusnya lebih dapat bermanfaat bagi masyarakat, terlebih lagi dinaungi oleh pemerintah, yang dalam hal ini adalah Departemen Agama sebagai lembaga semi-resmi. Pemerintah sendiri tentu menilai bahwa keluarga, sebagai bentuk masyarakat terkecil, sepatutnya dinilai sebagai bagian penting untuk menciptakan negara yang stabil, damai dan harmonis. Berdasarkan hasil penelitian ini, yang termaktub dalam bab sebelumnya, pada realitanya keberadaan BP4 memang sangat membantu. Setidaknya bantuan itu dapat dilihat dalam peran-peran; membantu memecahkan masalah keluarga, mendamaikan suami isteri yang diliputi keinginan perceraian dan memberikan wawasan untuk membina rumah tangga. Kedatangan para klien kepada BP4 memberikan gambaran bahwa lembaga semi-resmi ini memiliki fungsi dan peran yang tidak dianggap “berat sebelah”. Netralitas ini menguntungkan BP4 untuk menempatkan dirinya sebagai pihak ketiga atau mediator. Dengan posisi tengah itu maka BP4 memang diharapkan untuk memberikan solusi yang adil serta
8
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 6, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990), h.10.
71
menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai, meskipun boleh jadi klien yang pertama menuju meja BP4 adalah salah satu dari mereka. Dalam konteks ini, Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 35:
َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷ َﻘﺎ َق ﺑَـ ْﻴﻨِ ِﻬ َﻤﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫﻠِ َﻬﺎ إِ ْن ﻳُ ِﺮﻳ َﺪا ِ (35 :4/ )اﻟﻨﺴﺎء.ﻴﻤﺎ َﺧﺒِ ًﻴﺮا ْ ِإ ً ﻪَ َﻛﺎ َن َﻋﻠن اﻟﻠ ِﻪُ ﺑَـ ْﻴـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ إ ِﻖ اﻟﻠﺻ َﻼ ًﺣﺎ ﻳُـ َﻮﻓ Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kalimat (ﺣﻜﲈ
)ﻓﺎﺑﻌﺜﻮاpada ayat di atas menunjukkan bahwa hakam itu
sesungguhnya berkedudukan sebagai wakil. Dengan pengertian ini maka diperbolehkan hakam berasal dari lembaga lain. Dalam pandangan Quraish Shihab, kalimat hakam tersebut diartikan sebagai orang yang bijak dalam menyelesaikan perkara.9 Dengan arti demikian, maka lembaga atau orang yang bijak dapat dimaksudkan memainkan fungsi dan peran serupa dengan BP4, yaitu sama-sama memberikan nasehat, menjauhkan perselisihan dan solusi terbaik, dan anjuran untuk berdamai. Meskipun begitu, BP4 memang tidak dimaksudkan untuk memberikan putusan hukum karena sifatnya yang lebih mengutamakan edukasi dan sugesti.
9
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h.212.
72
Sebagaimana dalam mekanisme mediasi, BP4 juga menempatkan klien yang bertikai atau memiliki masalah dengan posisi setara. Dalam kondisi psikologis tertentu, cara ini memang dibutuhkan. Selain agar klien tidak merasa diperlakukan seperti “orang bersalah”, juga agar klien dapat leluasa mengutarakan seluruh persoalannya tanpa perasaan kikuk, yang justru membuat persoalan tidak menyentuh akarnya. Keleluasaan seperti ini jelas berbeda dengan posisi pengadilan yang memang mendikotomikan antara salah atau benar dan betul atau tidak. BP4 bahkan dapat mengupayakan sebuah solusi yang benar-benar dirasakan sebagai solusi terakhir, yang boleh jadi baru dapat ditemukan setelah berkali-kali melalui proses mediasi. Dengan demikian BP4 sama sekali tidak menempatkan diri sebagai “cara terakhir” sebagaimana pengadilan, tetapi lebih menempatkan diri dalam posisi menyediakan ruang atau menjembatani persoalan. BP4 tidak melakukan justifikasi persoalan atau menyalahkan salah satu pihak, tetapi hanya mengurai, mencoba mendamaikan, dan menawarkan solusi, yang sesungguhnya berangkat dari persoalan para klien itu sendiri. Anshori Umar pernah menyinggung cara ini sebagai alternatif yang baik ketika saat-saat dimana sebuah keluarga tidak mampu menyelesaikan persoalan internal
73
mereka, maka dibutuhkan peran-peran juru damai, yang dalam konteks ini dapat disejajarkan dengan fungsi dan peran BP4 itu.10 Anshori menuliskannya dengan tegas sebagaimana berikut: “Masyarakat Islam pada dasarnya pecinta dan perindu kemaslahatan orang lain dan suka tolong menolong. Namun karena masalah usaha perdamaian (tahkim) tidak bisa dilakukan oleh semua orang, maka sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa ayat an-Nisa ayat (4): 35 ditujukan kepada wakil umat atau pemerintah dan pembantupembantunya. Yang demikian karena perintah Islamlah yang berkewajiban memperhatikan keadaan rakyatnya, memelihara dan berusaha menegakkan perdamaian di tengah-tengah mereka.”11
Pelaksanaan fungsi dan peran BP4 meniscayakan sebuah cara-cara yang persuasif dan bukan represif sebagaimana telah disinggung. Banyak pertimbangan yang dimiliki oleh BP4 dalam mengurai persoalan para klien. Sebagaimana dorongan beberapa keluarga yang menghendaki mengakhiri pernikahan, BP4 tidak semata-mata melihatnya sebagai langkah yang terbaik. Bahkan seringkali teknik ini menjadikan solusi yang diutarakan oleh BP4 berseberangan dengan kehendak para klien. Misalnya saja dalam kasus perceraian dari perkawinan yang telah mendapatkan anak, tidak dapat sematamata yang dipikirkan adalah hak para klien, tetapi juga hak anak dari hasil perkawinan tersebut.
10
Anshori Umar Sitanggal, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, (Surabaya: PT Ina, 1987), h.208. 11
Anshori Umar Sitanggal, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, h.208.
74
Penulis berpandangan bahwa upaya dan usaha BP4 salah satunya adalah menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggungjawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat.12 Oleh karena itu dalam agama Islam sangat dianjurkan untuk mengadakan tindakan preventive (pencegahan) sebagaimana dalam qawa’idul fiqhiyah.
إذا ﺗﻌﺎرض اﻟﻤﺎﻧﻊ واﻟﻤﻘﺘﻀﻰ ﻳﻘﺪم اﻟﻤﺎﻧﻊ Berdasarkan kaidah ini, ketika terdapat dua hal yang sama-sama dikehendaki untuk dicegah, maka pencegahan itu dilakukan terhadap salah satunya
sebagai
prioritas.
Sebab
itulah
penasehatan
mengupayakan
kemaslahatan dalam perkawinan supaya tidak terjadi madharat (perceraian, KDRT, poligami yang tidak memihak dan lain sebagainya) sebagai cara yang terbaik untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Penasehatan, pembinaan, dan pelestarian perkawinan yang dilakukan oleh BP4 sesungguhnya sebagai langkah preventif agar tidak terjadi runtuhnya ikatan perkawinan. Di sisi lain, selain sebagai mediator, pembinaan, dan pencegah runtuhnya mahligai rumah tangga, apa yang dilakukan oleh BP4 dengan
12
Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional (Jakarta: BP4, 2005), h.11.
75
demikian juga sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Hal ini selaras dengan apa yang diuraikan oleh Aisjah Dachlan yang menyatakan:13 “Pendidikan yang pertama dan utama ialah keluarga dan rumah tangga, pendidikan didasari tindakan kebaikan dan diikuti dengan tingkah laku orang tua bagaimana hubungan keduanya (suami istri) baik atau tidak, sehingga dapat mencerminkan suasana rumah tangga itu damai atau tidak, tanpa didasari kondisi seperti itu akan berdampak kepada jiwa anak dari pada pendidikan yang ada di rumah tangga.” Proses edukasi ini misalnya, dilakukan oleh BP4 saat memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan bagi pasangan suami istri maupun calon suami istri. Cara ini setidaknya dilakukan agar calon atau suami istri memiliki pengetahuan dan gambaran seperti apakah kehidupan yang akan dilalui oleh mereka. Bahwa perkawinan tidak semata-mata untuk memenuhi atau mensahkan hubungan
seksual suami istri, tetapi agar memperoleh
kebahagiaan dan kesempurnaan sebagai manusia. Karena itulah setiap usahausaha untuk memenuhi keinginan tersebut perlu disambut dengan baik dan penuh perhatian. Karena itulah dengan bimbingan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh BP4 diharapkan akan tumbuh kedewasaan dan punya orientasi akan masa depan yang lebih baik oleh suami istri. Pengetahuan mengenai hak dan kewajiban suami istri yang mengajarkan adanya tanggung jawab kebersamaan antara keduanya untuk saling menjaga dan melengkapi, menerima kenyataan, musyawarah, suka memaafkan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan pondasi 13
Nj. Aijah Dachlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama Dalam Rumah Tangga (Jakarta: Jamunu, 1969), h.129.
76
pengetahuan yang ditanamkan oleh BP4 bagi calon pengantin maupun suami istri yang bermasalah. Dengan berbekal ilmu pengetahuan, maka di dalam keluarga bisa menyelesaikan problematika rumah tangga dengan lebih mudah, karena pengalaman empiris yang ditunjang wawasan yang didapatkan melalui peran-peran dan fungsi yang dilakukan oleh BP4.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai penutup pada penelitian ini maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat pamulang yang mendatangi BP4 ketika terjadi permasalahan perkawinan. Walaupun harus diakui bahwa untuk tindakan preventif masih perlu usaha lebih keras untuk melakukan kegiatan atau program yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mempersiapkan pisik dan psikis dalam menjalani kehidupan berumah tangga. 2. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya meminimalisir telah dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan, maupun advokasi. Serta melakukan seluruh kegiatan yang bersifat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perlunya memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam memajukan Negara dan agama. 3. Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal, sedikitnya ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama,
77
78
perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. B. Saran-saran Terakhir penulis di sini memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Kepada pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan serta menguatkan lembaga BP4 ini sebagai lembaga yang mengambil peran penting dalam penguatan instansi keluarga. 2. Kepada pihak peradilan, khususnya Pengadilan Agama untuk mengambil peran dalam pengembangan dan penguatan fungsi dan tugasnya. Dalam bentuk kerjasama khususnya dalam hal penyelesaian sengketa perkawinan di luar pengadilan. 3. Kepada pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan hubungan Pengadilan Agama dan BP4 dalam hal mediasi konflik perceraian.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdurrahman Haris. Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), cet I. Semarang: Asy-Syifa,1990. Abdullah, Taufik, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia. Cet.Ke-IV. Bandung: Penerbit Alumni, 2001. Ahmad, Baharuddun. Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis. Jambi: Syari’ah Press IAIN STS, 2008. Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki. “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam Mengatasi problematika Rumah Tangga. Jakarta: Lentera, 2001. Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI, Jakarta: BP4 Pusat, 1998. Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV, Jakarta: BP4 Pusat, 2009. Bakhry, Sidi Nazar. “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” tt: Pedoman Ilmu Jaya, 2001. Bakhry, Sidi Nazar. “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” tt: Pedoman Ilmu Jaya, 2001 Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam, cet. Ke-12. Yogyakarta: UII Press, 2010. Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H. Chaniago, Amran YS. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002. Dachlan, Nj. Aijah. Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Jamunu, 1969. Depag Provinsi Jawa Tengah. Modul Kursus Calon pengantin di Propinsi Jawa Timur, Semarang: Depag Jateng, 2007.
79
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta: Depag RI, 2001. Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakînah. Surabaya: PT. BinaIilmu, 1995. Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat, cet I. Jakarta: Prenada Media, 2003. Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional. Jakarta: BP4, 2005. Himpunan Statistik Perkara Peradilan Agama Tahun 2007, Ditjen Badilag MA-RI, tahun 2007. Http://bimasislam.depag.go.id/?mod=news&op=detail&id=695, diakses 1 Juli 2009. http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metodepenelitian-kualitatif.pdf. Jamil, M. Mukhsin (ed.), Mengelola Konflik, Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik,. Semarang: Walisongo Mediation Center, 2007. Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, Juz 1. Damaskus: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt. Moelang, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdayarya, 2004. Mudzakir, Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional. Jakarta: BP4, 2005. Mughniyyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab, cet Ke-xv, (terj. Dari Kitab alFiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah. Jakarta: Lentera, 2005. Mujied, M. Abdullah, dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet III. Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002. Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 2004.
80
Nurlaelawati, Euis. Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, jilid 6. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990. Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, cet.ke-4. Beirut: Dar al-Fikr,1983. Jilid 2. Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah jilid 3. Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006. Said, Fuad. Perceraian Menurut Hukum Islam, cet I. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996. Sitanggal, Anshori Umar. Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga. Surabaya: PT Ina, 1987. Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqih. cet I. Bogor: Prenada Media, 2003. Turkamani, Husain Ali. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Zubaidah, Muchtar. fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga. Jakarta: Maret, 1993.
81