Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
KONFLIK KPK VS KEPOLISIAN DALAM BINGKAI KOMPAS DAN RAKYAT MERDEKA Febi Windya* /Eko Harry Susanto** email :
[email protected] [email protected]
Abstract: This article discusses the frame differences between Kompas and Rakyat Merdeka when both of them were exposing the conflict of KPK-Police (Gecko versus Crocodile). Kompas daily likely considers it a problem of humanity, while Rakyat Merdeka daily seems to scrutinize it representing the interests of the people, ideology, and business. The author concludes that sometimes it is very difficult for media to become objective and avoid taking side in publishing a certain conflict. Keywords: framing, conflict. Pendahuluan
U
sai merayakan pesta demokrasi, seluruh masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kisruh permasalahan yang terjadi antara Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia, yang sering disebut sebagai cicak versus buaya. Kasus ini kemudian menjadi sorotan dan pergunjingan banyak pihak, termasuk media massa. Semua media nasional, mulai dari media cetak, media elektronik, dan internet sibuk memberitakan perkembangan kasus yang menghebohkan di penghujung tahun ini sesuai dengan ideologi media tersebut. Mulai dari media yang berideologi liberal atau netral, atau yang juga disebut sebagai media berporos tengah dalam pemberitaan, sampai media yang beraliran keras yang lebih menyuarakan pendapat masyarakat ketimbang kepemilikan media. Kompas, sebagai salah satu media besar yang memiliki kredibilitas yang tinggi di mata pembacanya, juga tidak pernah luput memberitakan perkembangan KPK versus Kepolisian. Banyak kalangan yang menilai, Kompas selalu berporos netral dalam pemberitaan kasus ini. Jika Kompas dinilai seperti itu oleh masyarakat umum, bagaimana dengan Rakyat Merdeka, yang sangat dikenal dengan ideologi “suara rakyat”, dalam membingkai kasus KPK versus Kepolisian ini? Jadi, sangatlah menarik jika kita dapat melihat dan mengetahui tentang perbedaan persepsi kedua media tersebut terhadap satu peristiwa yang sama. Konflik KPK VS Kepolisian
* Febi Windya adalah alumnus Faklutas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta. Tulisan ini dibuat dari pengembangan skripsi penulis. ** Eko Harry Susanto adalah dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
ISSN : 2085 1979
1
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
Permasalahan antara KPK dengan Kepolisian ini bermula dari ditetapkannya dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, dalam kasus penyalahgunaan wewenang. Mereka dituduh telah terlibat penyalahgunaan tersebut saat mengeluarkan surat cekal terhadap pemimpin PT Masaro Radiokom Anggoro Widjaja, serta mencabut cekal Djoko Soegiarto Tjandra, bos PT Era Giat Prima. Namun saat penyidikan berlanjut, polisi kemudian menduga pimpinan KPK nonaktif juga terlibat dalam kasus penyuapan ini. Mereka diduga menerima suap dari Anggoro Widjaja yang saat ini berstatus sebagai tersangka kasus pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di departemen kehutanan. Anggoro pun kini berstatus sebagai buronan. Kasus ini semakin melebar ketika KPK menemukan bukti bahwa Kabareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji, ternyata telah menemui Anggoro Widjaja di Singapura. Padahal, KPK sudah menetapkan Anggoro sebagai tersangka kasus korupsi dan buron sehingga KPK meminta bantuan polisi untuk menangkapnya. Alih-alih menangkap, Susno pun akhirnya diduga tidak hanya sekadar menemui Anggoro pada 10 Juli 2009 lalu. KPK menduga ada perjanjian gelap yang dilakukan oleh Susno dan sang buronan. Banyak juga yang menduga bahwa kasus penangkapan dua pimpinan nonaktif KPK ini merupakan lanjutan dari kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Dirut PT. Putra Rajawali Banjaran, yang melibatkan Antasari Azhar, yang kemudian berstatus sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Kasus ini juga diduga kuat sebagai upaya dari beberapa pihak untuk menjatuhkan lembaga KPK. Daftar panjang kasus ini semakin bertambah ketika rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjaja dengan adik kandung tersangka yang berbicara kepada beberapa pihak mengenai rekayasa penangkapan Bibit dan Chandra, dan ada upaya perlindungan terhadap Anggoro Widajaja. Rekaman yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi tersebut semakin jelas membuktikan dan membuat posisi KPK semakin berada di atas awan. Sebaliknya, para penegak hukum di Indonesia semakin tersudut. Rekaman percakapan ini kemudian juga membuat masyarakat Indonesia merasa yakin, ada upaya untuk menjatuhkan citra KPK di mata umum. Dalam rekaman itu bahkan terbukti adanya rencana pembunuhan terhadap Bibit dan Chandra. Bukan hanya itu, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun ikut terbawa sebagai pihak yang memberi wewenang kepada Kepolisian untuk menangkap dan menonaktifkan kedua pemimpinan KPK tersebut. Kasus ini jelas sangat mencoreng wajah penegak hukum di Indonesia. Kejaksaan Negeri dan Kepolisian yang seharusnya mengusut dan membela kebenaran kini malah menjadi sebaliknya, mereka justru menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat dan pihak-pihak penegak hukum lainnya. Kasus cicak vs buaya semakin menyeruak ketika Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Presiden SBY ikut campur tangan. Tim ini diketuai oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, yang didampingi oleh Koesparmono Irsan, mantan anggota Komnas HAM, sebagai wakilnya. Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana, dan lima orang anggotanya bertindak sebagai sekretaris tim. Kelima orang tersebut adalah Amir Syamsuddin dan Hikmahanto Juwana yang saat ini menjabat sebagai guru besar Fakultas 2
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
Hukum Universitas Indonesia, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, serta Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat. Tim verifikasi fakta kasus KPK yang biasa disebut sebagai Tim 8 ini dibentuk sesuai dengan Keputusan Presiden pada 2 November 2009, diketuai oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi, mengecek semua fakta, dan memperhatikan proses berjalannya kasus sejak awal. Presiden memberi waktu 15 hari kepada tim ini untuk mencari fakta dan melaporkannya kembali. Berita konflik yang terjadi antara KPK melawan Kepolisian yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir ini selalu mendapat tempat istimewa di berbagai media massa. Ini merupakan konflik terbesar di penghujung tahun ini di mana seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk media massa, memusatkan perhatian mereka pada permasalahan KPK dan Kepolisian. Selain itu, kedekatan (proximity) antara konflik antara KPK dan Kepolisian dengan masyarakat Indonesia juga menjadi pengaruh besar dalam pemberitaan. Framing KOMPAS
Kompas mengutamakan visi humanis transdental yang sering dikaitkan dengan katolik, dan berideologi netral. Sebagai konsekuensi dari humanisme tersebut, Kompas juga menggunakan bahasa humanitatis dalam setiap penyajian fakta terhadap pembacanya. Dalam berbahasa, Kompas tidak kenes, tapi plastis. Tidak memakai bahasa yang kering, formal, abstrak, dan rasional, tetapi menyangkut perasaan, intuisi, dan emosi manusia. Ada tiga strategi pembahasaan yang dilakukan Kompas bila harus mengupas sebuah masalah sensitif yang berkembang di tengah masyarakat. Pertama, model jalan tengah (MJT). Model ini menggugat secara tidak langsung. Mengkritik, tapi disampaikan dengan santun, terkesan berputar-putar, dan mengaburkan pesan yang hendak disampaikan. Kedua, model angin surga (MAS). Dalam mengupas masalah, Kompas tidak menggugat atau mempertanyakan halhal tertentu, tetapi lebih sebagai imbauan serta harapan. Ketiga, model anjing penjaga (MAP), yang bersifat terbuka dan menggunakan bahasa yang lebih berani. Dalam menyusun fakta, Kompas menekankan sifat yang berimbang dan netral, serta tidak memihak pada poros manapun. Sudut pandang Kompas dalam membentuk berita ini adalah di antara kisruh KPK dan Kepolisian dibutuhkan pihak tengah, yaitu Presiden SBY. Dalam mengisahkan fakta berita, Kompas lebih mengutamakan netralitas dan tidak memasukkan opini wartawan ke dalamnya demi menghindari keberpihakan terhadap KPK maupun Kepolisian. Berita tetap dibuat dengan unsur 5W+1H. Kompas juga lebih seimbang dalam memilih tema berita (judul berita), menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan dari narasumber. Dalam menekankan fakta yang ada, Kompas lebih menekankan lewat foto. Tidak melalui kata-kata, grafis, pengandaian, ataupun perumpamaan (metafora). Framing Rakyat Merdeka
Rakyat Merdeka memang berbeda dengan koran-koran lainnya, terutama menyangkut judul berita yang sering dianggap sensasional, provokatif, ISSN : 2085 1979
3
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
“tukang kompor”, sampai ketidaksesuaian judul dan isi berita yang bisa menimbulkan kerusuhan. Di bulan-bulan pertama terbitnya, koran tersebut sering mendapat kecaman dan teror yang bernada protes bahkan disertai ancaman, seperti hendak meledakkan atau membakar kantor koran tersebut. Koran Rakyat Merdeka lebih dikenal sebagai suratkabar politik, tanpa meninggalkan berita hiburannya. Suratkabar ini selalu tampil dengan beritaberitanya yang keras hingga tak salah jika kemudian Rakyat Merdeka menempatkan dirinya sebagai suratkabar oposisi yang siap mengkritik siapapun, yang kekuasaannya merugikan rakyat banyak. Visi dari Rakyat Merdeka adalah menjadi koran oposisi terkuat di Indonesia terhadap siapapun yang nantinya akan berkuasa. Dan akan mengkritik habis-habisan bila ada kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak. Atau dengan kata lain, Rakyat Merdeka memang sengaja dibuat sebagai alat kontrol sosial terhadap pemerintah, dan hadir sebagai penyambung aspirasi suara rakyat. Tampil dengan motto “The Political News Leader”, Rakyat Merdeka, hingga kini, menjadi koran terkemuka dalam menyajikan isu-isu politik terbaru dan terdepan dalam pemberitaannya. Mengenai KPK, Rakyat Merdeka menyusun fakta berita dengan mendominasi isinya dengan kasus tersebut. Dalam setiap teksnya, koran ini selalu memberi kesan menyuarakan keadilan dan mendukung KPK. Wartawan-wartawannya juga punya cara yang berbeda ketika mengisahkan fakta. Mereka mengolah semua hal itu dengan berbagai cara yang dramatis untuk menarik perhatian dan simpati pembaca. Dengan tetap menggunakan unsur 5W+1H, redaksi membiarkan para wartawannya untuk menuliskan persepsi mereka dan mengembangkan fakta yang ada. Tema berita yang dibentuk oleh wartawan Rakyat Merdeka memperlihatkan bagaimana cara wartawan menuliskan fakta, dan siapa yang didukung oleh harian ini dalam kisruh KPK melawan Kepolisian. Rakyat Merdeka lebih dominan dalam memberitakan, menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan narasumber dari KPK. Suratkabar ini juga menekankan fakta berita lewat pengandaian, foto, leksikon, dan metafora (perumpamaan) untuk lebih menonjolkan ideologinya. Perbandingan Framing KOMPAS dan Rakyat Merdeka Dari sepuluh sampel berita yang diteliti, terlihat bahwa Rakyat Merdeka menjadikan dua berita sebagai headline di halaman utama. Kompas menjadikan tiga berita tidak sebagai headline, sementara tujuh berita lainnya menjadi headline di halaman utama. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel I: Judul Berita Kompas dan Rakyat Merdeka Tgl
Judul berita
RAKYAT MERDEKA
KOMPAS
11 Sept Apa Benar Polisi KPK Penuhi 2009 Sudah Jadi Buaya Panggilan polisi
Isi berita
RAKYAT MERDEKA
Petinggi KPK diperiksa oleh kepolisian dalam dugaan (headline, hal. 1, (Rubrik Politik dan penyalahgunaan
4
Ket
KOMPAS
Petinggi KPK penuhi panggilan kepolisian untuk diperiksa dalam
Prakejadian
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
16 Sept 2009
dan lanjutan di hal. 9)
Hukum, hal. 2)
wewenang. Dan munculnya istilah cicak dan buaya semenjak Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji diwawancara oleh majalah Tempo terkait kasus Bank Century.
kasus penyalahgunaa n wewenang. Dan munculnya inisial CMH, yang diduga Chandra M. Hamzah.
11 Jam Diperiksa, Bibit dan Chandra Menjadi Tersangka, Wajah KPK Makin Suram
Presiden Perlu Segera Turun Tangan
Wajah KPK makin suram setelah Antasari Azhar dijerat, ada lagi dua petinggi KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian. Mereka adalah Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu segera turun tangan pada kasus pemeriksaan pimpinan KPK oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Di hari libur lebaran, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah malah diberi libur jabatan. Bukan sekedar liburan, tapi malah benar-benar libur dari posisinya sebagai wakil ketua KPK. Keduanya resmi dinonaktifkan oleh Presiden, terhitung sejak dua hari lalu.
Presiden SBY mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara terhadap dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riantom dan Chandra M. Hamzah.
(Rubrik Politik dan Hukum, hal. 4)
(Headline, hal. 1, berlanjut ke hal. 9)
25 Sept 2009
Bibit Ikhlas, Chandra Tutup Komunikasi. Presiden Nonaktifkan Dua Pimpinan KPK (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
ISSN : 2085 1979
Bibit dan Chandra Berhenti Sementara (Rubrik Politik dan Hukum, hal. 4)
Kejadian
Hal itu bukan intervensi hukum, melainkan mencegah berlarutlarutnya pertengkaran antara KPK dan Polri. Kejadian
5
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
27 Okt 2009
Kasus Bibit & Chandra direkayasa? 2 Jaksa Dicurigai Susun Skenario (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
28 Okt 2009
SBY Merasa Namanya Dicatut (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
30 Okt 2009
Bibit dan Chandra Akhirnya Ditahan Polisi (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
6
Tumpak: Rekaman itu Ada. Jaksa Agung Lakukan Klarifikasi, Kapolri siap Bertanggung Jawab
Beberapa hari terakhir ini, muncul informasi bahwa kasus yang ditimpakan kepada Bibit dan Chandra diduga direkayasa.
Ketua Pelaksana Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, Tumpak Hatorangan Panggabean, memastikan adanya dokumen berupa rekaman pembicaraan. Ia siap memberikan rekaman itu kepada pihak berwajib untuk kejelasan proses hukum yang disangkakan kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah
Kejadian
Konflik antara KPK dengan polisi, menyeretnyeret nama SBY. Bahkan Presiden RI ini merasa namanya dicatut untuk urusan itu.
Presiden SBY merasa namanya dicatut dalam rekaman pembicaraan yang mengindikasika n kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah
Kejadian
Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah akhirnya ditahan oleh polisi. Kedua petinggi KPK nonaktif itu ditahan saat datang kemarin sore ke Mabes Polri untuk wajib lapor seninkamis
KPK meminta kepolisian untuk menangguhkan penahanan terhadap wakil ketua KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Bibit dan Chandra ditahan sejak Kamis (29/10) di Mabes Polri.
Kejadian
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Nama Presiden SBY Dicatut (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Polri: Hak Kami Menahan (Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
2 Nov 2009
3 Nov 2009
4 Tokoh Dipanggil Mendadak ke Istana
Tiga Solusi Diusulkan Kepada Presiden
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
(Headline hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Presiden Bentuk Tim 8. Bongkar Dokumen Perkara!
Harapan Tinggi Kepada Tim
(Hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
18 Nov 2009
SBY Terima Rekomendasi Tim 8 Dengan Senyum
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
ISSN : 2085 1979
(Headline hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Tim 8: Hentikan Proses Hukum
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Presiden SBY mendadak mengundang empat tokoh nasional untuk mendiskusikan masalah penahanan dua pimpinan KPK, Bibit dan Chandra.
Presiden SBY, Minggu (1/11) malam, memanggil empat tokoh. Dalam pertemuan tersebut diusulkan tiga solusi, yaitu gelar perkara kasus Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah, pembentukan tim pencari fakta, dan proses hukum bagi yang terlibat kasus itu.
Sebelum kekecewaan rakyat atas penahanan Bibit dan Chandra menggunung, akhirnya Presiden SBY turun tangan untuk membentuk tim 8.
Pembentukan Penyelesaian Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit-Chandra oleh Presiden SBY memancing reaksi pro dan kontra. Meski demikian, langkah ini diharapkan bisa mengurai kemelut penegakan hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Tim 8 merekomendasik an agar ada pemberian sanksi kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum
Dalam rekomendasi finalnya, Tim 8 tetap meminta proses hukum terhadap Bibit dan Chandra dihentikan. Terkait itu, tim
Penyelesaian
Penyelesaian
7
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
24 Nov 2009
Presiden Selamatkan Bibit-Chandra. Jaksa Agung dan Kapolri Juga Diselamatkan
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 9)
SBY: Tak Perlu ke Pengadilan
(Headline, hal. 1 berlanjut ke hal. 15)
Bibit-Chandra yang dipaksakan. Siapa yang dimaksud? Apakah Kapolri dan Jaksa Agung? Kabareskrim Susno Duadji? Atau siapa?
mengajukan opsi penerbitan surat penghentian penyidikan oleh Kepolisian atau Surat Penerbitan Keputusan Penghentian Penuntutan Kaksa.
Presiden secara tersirat ingin kasus BibitChandra dihentikan. Dalam pidato 25 menit, dia menyerahkan mekanismenya kepada aparat penegak hukum.
Presiden SBY Penyelesaian menyatakan solusi yang lebih baik ditempuh dalam penanganan kasus wakil ketua (nonaktif) KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, adalah dengan tidak membawa kasus ini ke pengadilan.
Sumber: Hasil pengamatan peneliti. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa kasus KPK versus Kepolisian merupakan berita yang memiliki daya pengaruh luas di seluruh lapisan masyarakat. Kecenderungan Kompas tidak menempatkan berita KPK versus Kepolisian menjadi headline pada tanggal 11, 16, dan 25 September 2009, karena Kompas lebih fokus pada kepentingan masyarakat luas, seperti berita mudik lebaran, dan berita menjelang hari raya Idul Fitri. Sedangkan Rakyat Merdeka tidak menempatkan kasus KPK vs Kepolisian sebagai headline pada tanggal 2 dan 3 November 2009, karena berita lain seperti kasus Bailout dana Bank Century lebih menonjol dibanding kasus KPK vs Kepolisian yang sudah memasuki tahapan penyelesaian. Judul berita Rakyat Merdeka sudah sangat jelas menunjukkan pandangan Rakyat Merdeka terhadap kasus ini. Judul itu menominalisasi bahwa penangkapan petinggi KPK oleh Polri merupakan pelemahan terhadap citra KPK. Dengan judul seperti di atas, Rakyat Merdeka ingin menunjukkan bahwa konflik sesungguhnya dimulai dari pihak kepolisian yang melakukan penangkapan para petinggi KPK, dengan tujuan ingin melemahkan citra KPK selama ini di mata masyarakat. Frame Rakyat Merdeka yang lebih mendukung KPK juga diwujudkan dengan bagaimana Rakyat Merdeka mengisahkan peristiwa tersebut. Peristiwa yang diangkat oleh Rakyat Merdeka adalah pihak kepolisian yang berusaha menangkap para petinggi KPK untuk berupaya menjatuhkan citranya di mata publik. 8
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
Cerita ini dikisahkan melalui 5W+1H yang dirangkum wartawan melalui kalimat-kalimat sebagai berikut: “Nah, drama cicak vs buaya kini ramai lagi setelah
petinggi KPK dipanggil polisi untuk diperiksa dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang”. Dalam judul yang menjadi headline di halaman muka terdapat kalimat: “Apakah Polisi sudah menjadi Buaya”, menunjukkan bahwa yang menjadi
objek pemberitaan kali ini adalah kasus Kepolisian melawan KPK. Untuk membentuk cerita lain, wartawan menambahkan fakta lainnya yang terangkum dalam kalimat “kemarin (Kamis, 10 September 2009) tiga pejabat KPK sudah lebih dulu diperiksa”. Kalimat ini dibuat untuk memberi penjelasan sejak kapan kasus mulai terjadi, dan untuk menjelaskan mengapa sampai bisa muncul kasus ini yang ditulis dalam kalimat: “istilah buaya dan cicak dipopulerkan oleh
Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji, dalam wawancara dengan Majalah Tempo edisi 6-12 Juli”.
Wartawan juga menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus tersebut dengan membuat pernyataan yang mengutip hasil wawancara dengan wakil Ketua KPK, Haryono Umar: “Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengaku belum tahu siapa
pimpinan KPK yang sudah menjadi tersangka…” Dalam analisis Kompas, berita kali ini tidak dijadikan sebagai headline di
halaman muka, tetapi justru menempatkannya di rubrik politik dan hukum di kolom kedua. Hal ini menunjukkan bahwa Kompas tidak terlalu menganggap penting berita mengenai pemeriksaan petinggi KPK oleh pihak kepolisian. Berbeda dengan Rakyat Merdeka yang menempatkan berita sebagai headline dan peristiwa penting. Kompas lebih menekankan sikap netral dalam pemberitaan kali ini dengan memunculkan kutipan wawancara dari berbagai sumber, bukan hanya dari pihak KPK atau kepolisian saja. Tidak ada kecurigaan dari Kompas yang menyatakan bahwa ada upaya pelemahan citra KPK di mata publik. Tetapi, isi berita yang dibuat oleh wartawan adalah seputar siapa saja yang diperiksa, apa saja yang ditanyakan oleh pihak kepolisian, dan siapa yang diduga telah menjadi tersangka. Dengan memberi subjudul “Inisial CMH”, wartawan Kompas berupaya mengungkapkan kalau ada kemungkinan petinggi KPK yang ditahan adalah Chandra M. Hamzah. Kompas menyajikan berita sesuai kriteria yang dimiliki oleh berita hardnews, yaitu berita dengan unsur 5W+1H. Wartawan mengisahkan fakta yang ada dengan cara menjelaskan, apa yang menjadi permasalahan di dalam berita ini? (what), siapa yang terlibat dalam kasus ini? (who), kapan polisi melakukan pemeriksaan terhadap para petinggi KPK? (when), kenapa perlu adanya pemeriksaan para petinggi KPK (why), bagaimana akhir dari pemeriksaan, sudah adakah pemimpin KPK yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian? ( how). Wartawan Kompas membentuk tiga tema (tematik) berita yang semuanya merujuk pada tema besar dari berita kali ini: “Petinggi KPK Diperiksa oleh Polisi”. Tema pertama: Ada tiga pemimpin KPK yang dipanggil oleh kepolisian sebagai saksi. Tema tersebut didukung dengan teks berita: “salah seorang saksi yang
diperiksa, yakni kepala biro hukum KPK Chaidir Ramli…”
Kedua, permasalahan bagaimana kasus KPK vs Kepolisian bisa muncul. Teks berita tersebut didukung dengan teks berita “pemeriksaan polisi itu
berdasarkan testimoni dan laporan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Dalam surat panggilan kedua, polisi menyebutkan, para saksi dimintai keterangan atas dugaan ISSN : 2085 1979
9
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh salah seorang pimpinan KPK.” Tema ketiga dibentuk wartawan denga memberi subjudul: “Inisial CMH”,
untuk menjelaskan bahwa ada kabar bahwa pemimpin KPK berinisial CMH yang diduga melakukan penyalahgunaan wewewang, dengan mengutip pernyataan Chaidir Ramli, Kepala Biro Hukum KPK. Tema tersebut diperkuat dengan teks: “Ya,
yang diduga (dilakukan) oleh CMH. Di surat panggilan kedua ada (disebutkan nama) itu.” Frame retoris dibentuk Kompas tidak dengan menggunakan gambar
maupun grafis, serta tidak menggunakan banyak istilah pengganti. Semua cerita dibentuk wartawan sesuai dengan keadaan yang ada dan tidak melebih-lebihkan. Dengan tujuan bahwa Kompas tidak memihak KPK maupun Kepolisian dalam kasus kali ini. Tabel II: Perbandingan Frame ELEMEN SINTAKSIS
SKRIP
10
RAKYAT MERDEKA
KOMPAS
1. Meletakkan berita sebagai 1. Menempatkan berita kali ini headline di halaman utama. bukan di halaman pertama dan tidak dijadikan sebagai headline. 2. Lead yang ditulis dalam berita kali ini merupakan 2. Tidak menggunakan lead. penggabungan dua lead yang 3. Netral. Tidak mendominasi pertama Contrast Lead dan tulisan dari pihak manapun. Question Lead. 4. Membuat pernyataan dengan 3. Mendominasi tulisan dengan sifat netral pendapat sumber dari KPK. 5. Ditutup dengan cerita bahwa 4. Membuat pernyataan keras belum ada pernyataan yang dengan mengoposisi KPK dan jelas mengenai akan dibawa ke mengkritik pemerintah. mana kasus ini, dan siapa saja 5. Penutup dibuat dengan yang terindikasi menjadi memberikan informasi: “belum tersangka. ada satupun pemimpin KPK yang menjadi tersangka.” Sesuai dengan 5W+1H: What—Apa yang menjadi pemberitaan Who—Siapa saja objek pemberitaan When—Kapan kasus mulai terjadi Where—Di mana kasus ini terjadi Why—Mengapa bisa sampai ada kasus tersebut How—bagaimana kesimpulan akhir dari kasus tersebut
Sesuai dengan 5W+1H: What: apa kasusnya; Who: Siapa saja orang yang ada dalam kasus tersebut; When: kapan kasus terjadi; Where: di mana kasus tersebut kini sedang di atasi; Why; mengapa bisa sampai kasus tersebut terjadi; How: Bagaimana akhir dalam penyelesaian kasus tersebut.
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
TEMATIK
Wartawan benar-benar memberikan informasi yang padat serta berita dibuat secara mendetail dalam berita ini. Dan lebih mendetail pada seputar objek berita, terutama KPK.
(1) Diperiksanya petinggi KPK oleh pihak kepolisian dengan alasan penyalahgunaan wewenang, (2) Siapa pihak yang menjadi cicak dan siapa yang menjadi buaya, (3) KPK berusaha untuk tetap tenang, walaupun mendapatkan tekanan dari pihak kepolisian.
Terdapat penggunaan kata ganti dalam beberapa kalimat, seperti: cicak vs buaya seharusnya cicak lawan buaya. “..Suasana pemeriksaan, isinya banyak senda gurau...” seharusnya kata „senda-gurau di ganti dengan kata “canda, bercanda-tawa.” RETORIS
Melakukan penekanan fakta lewat pengandaian kata, seperti: (1) Penggunaan kata “ditekan” dalam kalimat : “meski terlihat “ditekan” namun petinggi KPK tetap beritikad baik memenuhi panggilan kepolisian.”
Wartawan kurang menekankan detail cerita atau informasi dalam berita
(1) Ada tiga pimpinan KPK dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai saksi dalam kasus penyuapan terhadap pejabat KPK saat menangani kasus PT Masaro Radiokom, (2) permasalahan bagaimana kasus tersebut bisa muncul, (3) siapa saja yang menjadi narasumber dalam berita kali ini (4) subjudul: “Inisial CMH” yang isinya menjelaskan pendapat narasumber mengenai siapa CMH.
Jarang sekali menggunakan kata ganti dalam kalimat di setiap paragraf. Namun, seringkali menggunakan singkatan yang bertujuan untuk merahasiakan identitas seseorang.
Tidak menempatkan gambar atau foto, tidak menempatkan grafik, dan tidak juga menggunakan katakata pengandaian.
(2) Penggunaan kata ”cicak dan buaya” dalam awal tulisan menyiratkan suatu makna tertentu. Tidak menggunakan foto ataupun gambar, tidak juga menggunakan grafis sebagai perangkat berita. Namun, menggunakan banyak istilah-istilah seperti kata yang di beri tanda kutip.
Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti
ISSN : 2085 1979
11
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
Dari tabel perbandingan frame antara Rakyat Merdeka dengan Kompas di atas, Rakyat Merdeka lebih menyuarakan bahwa ada upaya penjatuhan citra KPK oleh Kepolisian di mata masyarakat dengan melakukan pemeriksaan terhadap pemimpinnya. Rakyat Merdeka ingin menekankan kepada pembacanya bahwa sebenarnya pihak KPK tidak bersalah dalam kasus ini. Hanya ada upaya berbagai pihak untuk membuat citra KPK buruk di mata masyarakat dengan cara merekayasa kasus ini. Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana cara wartawan menyusun berita. Wartawan lebih dominan memberitakan KPK dibandingkan dengan pihak kepolisian. Dan juga Wartawan ingin menekankan kepada pembacanya bahwa Rakyat Merdeka bersuara keras dan mendukung penuh pihak KPK. Wartawan juga lebih dominan memilih narasumber dari pihak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Hal ini terjadi karena wartawan menilai KPK berusaha dijatuhkan oleh berbagai pihak. Seperti memilih Febridiansyah, seorang peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW), dan mengutip komentarnya “...agar
supaya KPK lebih fokus dengan permasalahan Bank Century, jangan terkecoh atau menjadi lemah dengan adanya kasus ini”. Hal ini menunjukkan bahwa Rakyat Merdeka lebih dominan mendukung KPK daripada Kepolisian.
Tema berita yang dibentuk oleh wartawan juga menekankan bahwa ada pihak-pihak yang sengaja membuat citra KPK jatuh di mata publik. Selain itu, bingkai retoris bentukan wartawan tidak menggunakan foto, gambar, maupun grafis. Tetapi wartawan lebih menekankan pada penulisan kata-kata, seperti kata “ditekan” dalam kalimat: “Meski terlihat ditekan…” yang bermakna bahwa KPK sedang berada di bawah intervensi pihak kepolisian. Dalam penulisan judul berita yang berisi: “Apakah Benar Polisi Sudah Menjadi Buaya?”, kata yang digunakan dalam judul tersebut mengibaratkan bahwa Kepolisian kini berusaha menangkap KPK yang berada di pihak yang lemah. Selain kata-kata tersebut, masih ada “vs” dalam kalimat “cicak vs buaya”. Jika diartikan, sekarang ini sedang ada pertengkaran dari pihak yang lemah, yaitu KPK (cicak) melawan pihak yang kuat, yaitu Kepolisian (buaya). Berbanding terbalik dengan Rakyat Merdeka, Kompas dalam pemberitaan kali ini lebih berusaha bersikap netral dan tidak menekankan atau menyudutkan pihak KPK maupun Kepolisian. Dalam penulisan judul berita, sudah dapat terlihat kalau Kompas tetap mengedepankan sisi netralnya dengan memberikan judul sederhana “KPK penuhi panggilan Kepolisian”. Narasumber yang dipilih oleh wartawan lebih dimaksudkan untuk memberi penjelasan seputar pemeriksaan yang terjadi. Wartawan juga mengisahkan fakta yang sesuai dengan unsur berita hardnews, yaitu dengan 5W+1H (what, where, why, when, who, how). Berita yang dibentuk oleh wartawan Kompas merujuk pada satu tema besar, yaitu petinggi KPK diperiksa oleh Kepolisian. Dengan tidak menambahkan pandangan wartawan dalam berita, tetapi membentuknya sesuai dengan fakta yang ada. Wartawan tidak membentuk frame retoris dalam pemberitaan kali ini. Jika dibandingkan dengan Rakyat Merdeka yang lebih menekankan level retoris dengan menggunakan istilah-istilah dalam tulisan dan sengaja membiarkan wartawan menulis berita sesuai dengan pandangannya, Kompas tidaklah demikian. Wartawan Kompas lebih mementingkan membuat berita sesuai dengan fakta apa adanya, tanpa menambahkan unsur lain, seperi kata istilah, gambar, foto, maupun 12
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
grafis, untuk menghindari kesan keberpihakan terhadap salah satu pihak yang bertikai di mata pembacanya. Setiap media mempunyai paradigma berbeda-beda dalam pembentukan berita. Ada pandangan netral, liberal, menuntut keadilan, komunis, dan masih banyak lagi. Dalam tabel perbandingan bingkai berita mengenai keputusan SBY terhadap penyelesaian kasus Bibit dan Chandra, Kompas dan Rakyat merdeka mempunyai paradigma masing-masing dalam membentuk berita. Rakyat Merdeka menyusun fakta berita dengan lebih mendominasi berita mengenai KPK dalam setiap teks untuk menyatakan bahwa Rakyat Merdeka adalah koran yang menyuarakan keadilan dan mendukung KPK dalam permasalahan yang ada dalam berita. Berbeda dengan Kompas. Harian ini lebih menekankan sifat yang berimbang dan netral, serta tidak memihak pada poros manapun. Masing-masing media punya cara sendiri dalam pemberitaan. Paradigma mereka berbeda-beda dalam membingkai setiap peristiwa. Berbagai pandangan seperti itulah yang kemudian membuat berita menjadi berlainan, meskipun peristiwa yang diberitakan sama. Wartawan Rakyat Merdeka juga punya cara berbeda ketika mengisahkan fakta. Wartawannya mengisahkan cerita tersebut dengan membuat cerita yang lebih dramatis untuk menarik perhatian dan simpati pembaca. Berita dibuat dengan unsur 5W+1H, dan membiarkan wartawan menuliskan persepsi mereka untuk mengembangkan fakta yang ada. Lain halnya dengan Kompas. Dalam mengisahkan fakta berita, koran ini lebih mengutamakan keberimbangan dengan tidak memasukan opini wartawan ke dalam berita demi menghindari keberpihakan terhadap KPK ataupun Kepolisian. Dan berita tetap dibuat dengan unsur 5W+1H. Tema berita yang dibentuk oleh wartawan Rakyat Merdeka memperlihatkan bagaimana cara wartawan menuliskan fakta, dan terlihat siapa yang didukung oleh Rakyat Merdeka dalam kisruh antara KPK vs Kepolisian ini. Rakyat Merdeka lebih dominan memberitakan, menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan narasumber dari KPK. Sedangkan Kompas, dalam menuliskan fakta, lebih seimbang dalam memilih tema berita (judul berita), menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan dari narasumber. Dari perbandingan nilai berita, antara Kompas dan Rakyat Merdeka mempunyai banyak persamaan dan sedikit perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut, misalnya nilai aktualitas. Rakyat merdeka selalu menyajikan berita secara aktual dan faktual. Hal ini dapat terlihat ketika ada permasalahan baru antara KPK vs Kepolisian. Rakyat Merdeka langsung memberitakan permasalahan tersebut. Menempatkan berita di halaman muka juga menjadi salah satu bukti bahwa Rakyat Merdeka mengedepankan nilai aktualitas dalam setiap pemberitaannya. Sementara, Kompas menyajikan berita secara aktual. Hal ini dapat dilihat dengan urutan kejadian kasus. Kompas selalu memberitakan permasalahan atau isu langsung sesuai dengan tanggal kejadian. Namun, berita tidak selalu ditempatkan sebagai headline di halaman muka. Kompas terkadang lebih mengutamakan permasalahan lain dibandingkan kasus KPK vs Kepolisian. Kedua, dalam nilai prominence, yang membedakan adalah antara penempatan berita. Dalam menempatkan berita, Rakyat Merdeka selalu menjadikan berita sebagai headline di halaman utama koran, sementara Kompas ISSN : 2085 1979
13
Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka
tidak. Namun selain perbedaan itu, nilai berita prominence ini juga membawa Kompas dan Rakyat Merdeka memiliki kesamaan: berita ini menjadi penting karena adanya tokoh-tokoh terkemuka yang menjadi pemberitaan. Persamaan Kompas dengan Rakyat Merdeka dalam menilai sebuah berita terletak pada nilai konflik, kedekatan, human interest, dan daya pengaruh yang sama. Penutup
Kompas dan Rakyat Merdeka memiliki cara tersendiri dalam memberitakan kasus KPK vs Kepolisian ini. Rakyat Merdeka dalam setiap pemberitaannya selalu lebih dominan kepada KPK dibandingkan bersifat netral atau berpihak ke Kepolisian. Secara otomatis, hal ini juga mempengaruhi Rakyat Merdeka dalam membentuk fakta berita yang lebih cenderung ke KPK, juga dalam memilih, mengutip pernyataan narasumber, penulisan judul, membentuk tema berita, dan juga menekankan keberpihakan mereka lewat level retoris yang ditekankan lewat kata (pengandaian, leksikon, metafora). Rakyat Merdeka membiarkan wartawan mengembangkan pendapatnya dalam penulisan berita. Hal ini membuat berita tersebut tidak lagi riil dan sesuai dengan fakta karena sudah merupakan hasil bentukan wartawan. Berbeda dengan koran yang satunya lagi. Kompas selama ini merupakan suratkabar yang terkenal dengan paradigma netralnya. Tidak berpihak ke manapun, dan lebih mementingkan unsur kemanusiaan daripada konflik. Karena itu, Kompas lebih cenderung bersikap netral dalam urusan pemberitaan KPK vs Kepolisian ini. Kompas tidak mau dinilai sebagai media yang cenderung berpihak pada satu institusi. Hal ini terjadi karena Kompas ingin menerapkan prinsip jurnalistik di mana media (wartawan) harus bersikap netral atau berimbang terhadap semua pihak, tidak hanya satu pihak saja. Bukti bahwa Kompas merupakan media yang berada di pihak netral dalam pemberitaan kali ini, dilihat dari caranya menempatkan posisi berita. Kompas lebih cenderung untuk tidak menjadikan peristiwa-peristiwa yang tidak mengalami perkembangan signifikan sebagai headline pada halaman muka. Kalau berita itu mempunyai dampak besar yang masif bagi publik, mengandung nilai keaktualitasan, dan nilai prominence, baru Kompas menjadikan berita tersebut sebagai headline di halaman utama. Sebagai contoh, berita SBY menengahi kisruh antara KPK melawan Kepolisian, yang ditaruh di halaman muka tanggal 24 November 2009. Berita yang dikemas Kompas berbeda dengan berita biasanya, yaitu sebagai headline, dan diletakkan di halaman muka, lengkap dengan unsur grafis dan foto. Selain tidak menekankan unsur berita, dalam membentuk tema, Kompas lebih cenderung menyatakan sikap datarnya dan tak bersikeras untuk membela satu pihak, atau dengan kata lain, Kompas tetap berporos pada garis netral, dan tidak membiarkan wartawan menambahkan perspektifnya untuk menghindari kesan buruk bahwa Kompas tidak berimbang. Daftar Referensi: R. Wright, Charles, Sosilogi Komunikasi Massa, CV. Remaja Karya, Bandung, 1952.
14
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
Assegaf, Djafar Husin, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983. Berger, L. Peter, Terjemahan, Konstruksi Sosial atas Realitas, LP3ES, Maret 1990. Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi : Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana, Jakarta, 2006. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rodakarya, Bandung, 2002. Eriyanto, Analisis Framing Kontruksi Ideologi dan Politik Media, LKiS, Jogjakarta, 2002. Hamad, Ibnu, Kontruksi Sosial Politik dalam Media Massa, granit, Jakarta, 2004. Hoeta soehot, A.M, Pengantar Ilmu Komunikasi, Yayasan Kampus Tercinta, IISIP, Jakarta, 2002. Kovach, Rossentiel, The Elements of Jurnalism: What News People Should Know And Public Should Expect, 2001. Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005. Mcquail, Dennis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Edisi Kedua Penerbit Erlangga, Jakarta, 1987. Nimmo, Dan, Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. Rivers, William L. and Cleve Mathews, Etika Media Massa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Sobur, Alex, Analisis Teks Media Massa, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Sumadiria, AS. Haris, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2005. Vivian, Jhon, Teori komunikasi Massa: Edisi Kedelapan, Kencana, Jakarta, 2008.
ISSN : 2085 1979
15