Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
KOMUNIKASI DALAM BINGKAI LINTAS BUDAYA DAN AGAMA
Muhammad Awwad
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram Email: Abstrak Pada dasarnya setiap prilaku dan aktivitas manusia adalah komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non-verbal yang mengandung dimensi antarbudaya. Apabila kita sepakat dengan asumsi ini, maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi setiap individu untuk mempelajari dan mengenal setiap prilaku budaya dari individu dan kelompok. Oleh karena itu, efektivitas komunikasi yang terjalin antar individu akan berjalan dengan baik apabila masing-masing kedua belah pihak dapat memahami setiap prilaku budaya. Alih-alih, individu akan terhambat dalam proses interaksi dengan individu lainnya, ketika terjadi misunderstanding. Karena itu, sebuah keniscayaan individu harus sensitif terhadap keberagaman budaya, agar tidak terjadi konflik antarbudaya. Dengan demikian, secara ringkas tulisan ini akan menggambarkan dinamika komunikasi dalam bingkai lintas budaya dan agama. Mengingat, faktor agama dan budaya adalah dua aspek yang urgen dalam membentuk identitas prilaku individu. Harapan besar dalam tulisan yang singkat ini agar dapat menjadi pertimbangan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi, baik pada level pribadi maupun pada level komunitas. Kata Kunci: Komunikasi, Lintas budaya, Agama.
Muhammad Awwad
65
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
A. Pendahuluan Sebelum masuk dalam ranah pembahasan komunikasi dalam konteks lintas budaya dan agama, perlu kiranya meriview mengenai definisi komunikasi, budaya, agama dan kesimpulan komunikasi dalam konteks lintas budaya dan agama. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.1 Jika, ada dua orang terlibat komunikasi dalam bentuk per cakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Jadi mengerti bahasa saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Dikatakan komu nikatif apabila keduanya saling mengerti bahasa yang dipergunakan, dan juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.
Sederhananya komunikasi itu minimal harus mengandung ke samaan makna antara kedua belah pihak yang sedang terlibat komunikasi. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau ke yakinan, melakukan suatu per buatan atau kegiatan dan lain-lain.2 Kebanyakan individu-individu yang berasal dari kebudayaan yang ber beda mereka akan berkomunikasi dengan bergantung pada bahasa nonverbal.3 Sedangkan definisi budaya ada lah hal-hal yang berkaitan dengan pikiran dan hasil dari tenaga pikiran tersebut. Budaya berasal dari kata budi-daya yang asal muasalnya dari bahasa sansekerta yang dalam arti bahasa Indonesiannya adalah “dayabudi”.4Menurut Koenjaraningrat budaya adalah keseluruhan dari ke lakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar
Ibid.. 9. Bernad T. Adeney. Etika Sosial lintas Budaya (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 185. 4 Khadziq. Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat (Yogyakarta: Teras, 2009), 28. 2 3
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Rosdakarya, 2007), 9. 1
66
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyrakat. Dan dalam istilah asing, budaya disebut juga sebagai culture.
bahasa Arab kebudayaan berasal dari istilah peradaban yang berasal dari kata dasar adab yang bermakna sopan santun, etika dan hidup beraturan.7
Deddy Mulyana menjelaskan bahwa cirri cirri budaya adalah: (1) budaya bukan bawaan, tetapi dipelajari. (2) budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, dan dari generasi ke generasi. (3) budaya berdasarkan symbol. (4) budaya bersifat dinamis, suatu system yang terus berubah sepanjang waktu (5) budaya bersifat selektif, merepresentasikan pola-pola peri laku pengalaman manusia yang jumlahnya terbatas. (6) berbagai unsure budaya seling berkaitan. (7) Etnosentrik (menganggap bahwa budaya sendiri sebagai yang terbaik atau standar untuk menilai budaya lain).5
Selain kebudayaan manusia hidup juga dipengaruhi oleh agama. Agama atau religi adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya, di hati sebagai hakikat bersifat ghaib hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk kultus serta ritus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. Dalam tataran empiris agama terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu sistem kepercayaan kepada Tuhan, sistem aturan dalam kitab suci, sitem ritual dan simbol-simbol agama yang bersifat kebendaan.8
Hanya manusia yang senantiasa menjalani proses berpikir, berke inginan dan berbuat sesuatu terhadap lingkungannya untuk merubah dari satu keadaan menjadi keadaan yang lain demi kebutuhannya.6 Dalam Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya, cet. Ke-3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 23. 6 Khadziq. Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat,,, 33. 5
B. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya Komunikasi lintas budaya me rupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi di antara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Pada awalnya, studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga kajiannya lebih bersifat depth description, yakni penggambaran 7 8
Ibid., 34. Ibid., 24.
Muhammad Awwad
67
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan budaya tertentu. Maletzke, mendefenisikan komunikasi lintas budaya sebagai proses perubahan mencari dan menemukan makna antar manusia yang berbeda budaya. Komunikasi lintas budaya adalah terjadinya pengiriman pesan dari seseorang yang berasal dari satu budaya yang berbeda dengan pihak penerima pesan. Bila disederhanakan, komunikasi lintas budaya ini memberi penekanan pada aspek perbedaaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan bagi keberlangsungan proses komunikasi. Kendatipun studi komunikasi lintas budaya ini membicarakan tentang perasamaanpersamaan maupun perbedaan karakteristik kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasi, namun titik perhatian utamanya adalah proses komunikasi antara individuindividu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan, yang mencoba untuk saling berinteraksi. C. Landasan Komunikasi Lintas Budaya dan Agama 1. Pengaruh Teknologi Mulai pada abad ke-17 dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Gutenberg, menciptakan gelombang munculnya media massa
68
yang semakin maju dan beragam. Kehadiran buku, majalah, koran, selebaran, poster, dan sebagainya merupakan pertanda bahwa 9 kemajuan media. Media juga tidak hanya sebagai penyampai pesan, melainkan sudah menjelma sebagai sumber dari hiburan, pendidikan, sosial, gaya hidup, hingga bisnis yang menguntungkan.10 Dengan adanya kemajuan tekno logi yang sangat progress dan cepat menciptakan sebuah perubahan yang signifikan dalam komunikasi antar budaya dan agama. Dekade terakhir ini muncul banyak sosial media mulai dari facebook, twitter, line dan banyak lain sosial media yang mampu mempertemukan berbagai komunikasi antar budaya. Orang Jawa tak perlu pergi jauh ke Padang untuk bertemu dan berinteraksi. Cukup dengan lewat sosial media mereka bisa berkomunikasi antar budaya kebiasaan dan adat istiadatnya. Dengan hal itu sangat besar kemungkinannya terjadi komunikasi lintas agama maupun budaya. Karena dengan adanya kemajuan teknologi tersebut membawa dampak pada ditemukannya dua atau lebih antar Rulli Nasrullah. Komunikasi Antar Budaya di Era Budaya Siber. ( Jakarta: Kencana. 2012), 23. 10 Ibid., 24. 9
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
budaya dan agama yang berbeda. Terdapatnya perbedaan dua unsur tersebut menjadikan kajian Bimbingan dan Konseling menjadi Bimbingan Konseling Lintas Agama dan Budaya (Cross Multiculture Guidance and Counseling). 2. Keunikan Demografis Ras, suku, agama, latar belakang sosial, pendidikan, warna kulit, dan sebagainya merupakan realitas yang tidak dapat dihindarkan. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya melakukan interaksi sebatas pada mereka yang memiliki kesamaan saja. Apalagi diera global saat ini di mana mulai dari alat transportasi dan alat komunikasi dan informasi menjembatani perbedaan geografis. Melalui komunikasi antar budaya dan agama, kita diberikan pemahaman bahwa dalam proses komunikasi hendanya mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan keunikan demografis.11 Syarat adanya komunikasi lintas agama dan budaya adalah adanya sebuah hal yang beda. Perbedaan itu yang sangat mudah dilihat adalah keunikan dari demografis. Dikatakan mudah dilihat karena bisa langsung dilihat secara kasat mata, orang itu ada yang hitam dan ada yang putih, 11
Ibid., 27.
ada orang dari Papua juga ada yang dari Aceh. Dan dengan melihat juga terlihat pendidikan seseorang mempengaruhi perbedaan cara pandang dan cara berpikir serta berperilakunya. Dengan mengetahui adanya perbedaan tersebut maka sebagai konselor harus faham betul bahwa konseli mempunya sebuah keunikan dari hal-hal tersebut. 3. Pengaruh Politik-Ekonomi Pengaruh politik ekonomi ini merupakan perspektif kritis yang mencoba mendekati teori komunikasi antar budaya untuk melihat bahwa budaya dan komunikasi tidak dengan apa adanya. Bahwa di dalam komunikasi antar budaya ada terkandung kekuatan sosial atau politik yang ada di dalamnya.12 4. Bentuk Kesadaran Diri Dalam proses komunikasi, Jalaludin Rahmat menegaskan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi individu, salah satunya berupa persepsi interpersonal dan konsep diri. Persepsi interpersonal menjelaskan makna pada stimuli indriawi, atau menfasirkan informasi indriawi. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indriawi yang 12
Ibid., 30.
Muhammad Awwad
69
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
berasal dari sender atau komunikan, yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan mempengaruhi terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah member makna terhadap pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi. Sementara dalam konsep diri, merupakan pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri. Tentu saja pandangan tentang dirinya ini direfleksikan dalam proses komunikasi.13 5. Kepentingan Etika Etika bisa didefinisikan sebagai prinsip-prinsip yang mengikat bagi individu maupun kelompok tertentu. Prinsip ini pada dasarnya bisa dikatakan sebagai sesuatu yang muncul dari perspektif komunitas tertentu untuk menyatakan mana yang baik dan mana yang buruk dalam proses komunikasi. Mempelajari komunikasi antar budaya tidak hanya sekadar menggambarkan bagaimana pola-pola budaya yang ada di tengah masyarakat semata. Teori ini memberikan semacam alat bantu untuk mengetahui etika yang ada dalam interaksi antar budaya
13
70
Ibid., 30-31.
yang terjadi sehingga perbedaan bahkan konflik bisa dihindari.14 6. Pengaruh Media Media sangatlah memberikan dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sulit dikontrol pengaruh dari adanya perkembangan media, baik Televisi maupun Radio dan media online lainnya. Semua elemen masyarakat dengan bebas tanpa terkecuali bisa mengakses informasi dan hiburan dari media sosial tersebut. Apalagi di Indonesia banyak media yang dimiliki oleh orang-orang yang sangat determine dalam kancah perpolitikan dan ekonomi-bisnis di negeri ini. Setidaknya ada 3 stasiun televisi yang akhir-akhir ini berusaha memberikan influence tentang politik sosial dan budaya di tahun politik 2014 ini. Media tersebut adalah MNC Group (RCTI,GLOBAL TV, MNC TV) yang dimiliki oleh Hari Tanoe, yang saat ini menjadi cawapres dari partai Hanura. Sedangkan tidak kalah dengan MNC Group, Abu Rizal Bakri yang notabene adalah calon presiden dari partai Golkar dengan membawa sederet gerbong medianya (VIVA, TVone, ANTV), dan media yang terakhir adalah MetroTV yang dimiliki oleh 14
Ibid., 32.
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Surya Paloh (ketum partai Nasional Demokrat/Nasdem). D. Pendekatan Komunikasi Lintas Budaya dan Agama 1. Pendekatan Fungsionalis Pendekatan fungsionalis ini atau yang dikenal dengan pendekatan ilmu sosial (social science) beranjak dari disiplin ilmu psikologi dan sosial. Pendekatan ini menyatakan bahwa pada dasarnya kebiasaan manusia itu dapat diketahui melalui penampilan luar dan dapat digambarkan. Oleh karena itu, kebiasaan manusia dapat diprediksi dan dapat dikenali melalui perbedaan-perbedaan budaya.15 2. Pendekatan Interpretatif Pendekatan interpretatif (inter pretative approach) ini menegaskan bahwa pada dasarnya manusia itu mengkonstruk dirinya dan realitas yang berada di luar dirinya. Oleh karena itu, tidak bisa dipandang sebagai cerminan ekspresi manusia itu sendiri. Pendekatan ini meyakini bahwa baik budaya dan komunikasi itu bersifat subjektif. Oleh karena itu, pendekatan ini memberikan arahan bagaimana menggambarkan dan memahami kebiasaan manusia
serta bukan bermaksud memprediksi kebiasaan.16
3. Pendekatan Kritis Pendekatan kritis (critical approach) pada dasar memiliki kesamaan dalam pendidikan inter pretative yang memandang manusia dalam kacamata subjek dan bukan dalam kacamata objek. Namun, pendekatan ini memberikan metode untuk mengetahui bagaimana konteks makro, misalnya kekuatan sosial dan politik memberikan pengaruh terhadap komunikasi. Budaya tidak hanya merupakan tempat di mana interpretasi muncul secara banyak dan beragam, melainkan juga terdapat kekuatan dominan di dalamnya. Oleh karena itu, pendekatan kritis tidak sekadar mempelajari kebiasaan manusia, tapi dengan mempelajari bagaimana kekuasaan sosial atau politik itu berfungsi dalam situasi budaya tertentu akan memberikan manusia itu solusi dalam menyikapi kekuasaan tersebut.17 Dalam konteks komunikasi Lintas Budaya dan Agama paling tidak harus memiliki lima aspek. 1) Komunikator, 2) Pesan, 3) Medium, 4) Komunikan. 5) Efek.
16 15
Ibid., 36-37.
untuk
17
Ibid. . Ibid. .
Muhammad Awwad
71
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
E. Dimensi-Dimensi Komunikasi Antar Budaya Menurut Dodd, Gudykunst dan Kim, Samovar, Porter, dalam Devito ada 5 faktor komunikasi antar budaya menjadi penting: 1. Mobilitas Mobilitas masyarakat di seluruh dunia sedang mencapai puncaknya. Perjalanan dari negara ke negara, benua ke benua lain banyak dilakukan, untuk menggali peluang-peluang bisnis. Sehingga hubungan pribadi menjadi hubungan antar budaya. Bahkan kebanyakan Negara secara ekonomi sekarang bergantung pada negara lain. 2. Saling ketergantungan ekonomi Ketergantungan ekonomi ini misalnya, kondisi ekonomi di amerika banyak terkait dengan negara-negara Eropa yang kulturnya banyak kemiripan dengan kultur di Amerika. 3. Teknologi komunikasi Pesatnya teknologi komuni kasi membawa kultur luar masuk ke rumah kita. Teknologi telah membuat komunikasi antar budaya mudah, praktis, dan tidak terhindarkan. Menurut Sihabudin cepat atau lambat
72
akan terjadinya pertukaran secara besar-besaran di dalam kelompok yang dinamakan masyarakat diakibatkan oleh revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, aehingga teknologi tinggi menjadi percepatan dalam hal informasi. 4. Pola imigrasi Hampir disetiap kota di dunia kita dapat menjumpai orangorang dari belahan dunia lain. Kita bergaul dan bersekolah dengan orang-orang yang berbeda. Kegagalan komunikasi antar budaya menjadikan pertentangan agama, diskriminasi seks, dan ketegangan-ketegangan yang lainnya. 5. Kesejahteraan politik Kesejahteraan politik kita sangat bergantung pada kesejahteraan budaya politik. Komunikasi dan saling pengertian antar budaya saat ini terasa lebih penting daripada sebelumnya. F. Penerapan Bahasa dalam Suatu Komunitas Budaya 1. Pertukaran Komunikasi Menggunakan bahasa terjadi setiap hari pada setiap orang diseluruh dunia. Tanpa bahasa kita tidak dapat berbicara, membaca,
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
menulis, mendengarkan orang lain bahkan tidak dapat berbicara dengan diri anda sendiri dan sebagai akibatnya kita tidak akan dapat berkomunikasi tanpa bahasa. Bahasa juga berperan dalam komuniksi secara langsung menyatakan atau bertukar pikiran atau pandangan mengenai orang lain. Bahasa juga digunakan untuk meminta pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. 2. Fungsi bahasa dalam Komunikasi Bahasa berperan besar dalam membentuk dan menyatakan identitas. Kehadiran bahasa dalam kehidupan manusia tidak dapat dianggap berada dalam suatu ruang hampa. Bahasa merupakan wahana komunikasi utama manusia.
bahasa sunda? Jawabannya sederhana yaitu karena menurut pengalaman komu nikasi maka ucapan itu berhubungan dengan bahasa sunda yang berbeda dengan jawa dan batak. b. Sebagai wahana interaksi sosial
c. Sebagai katarsis
Menurut Arnold dan Hirsch dalam liliweri ada empat fungsi bahasa: a. Sebagai pengenal (identitas)
Kita mengatakan bahwa orang atau tulisan yang sedang dihadapi adalah bahasa yang telah dikenal. Pada saat seseorang me ngatakan: kumaha damang. Mengapa kita tahu bahwa itu
Manusia mempunyai naluri hidup bersama dan ber interaksi sosial dengan orang lain. Tanpa bahasa bagaimana mungkin orang bisa berinteraksi sosial secara lisan maupun tertulis Katarsis merupakan konsep dalam psikologi yang men jelaskan proses pembebasan manusia dari setiap tekanan. Misalnya kalau kita dalam kondisi marah, sedih, dan gembira. Cukupkah dengan berdiam diri? Pada umumnya manusia me nempuh cara-cara tertentu untuk membebaskan diri dari tekanan. Misalnya menyebut “keterlaluan”, “kurang ajar”, “aduh”, dll.
d. Sebagai manipulasi
Bahasa sebagai alat manipulasi terlihat dalam fungsinya, umpamanya ketika kita menganjurkan untuk berkata
Muhammad Awwad
73
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
untuk tidak terlalu sering menonton televisi nanti jadi bodoh. Dalam hal ini bahasa merupakan alat manipulasi karena ia menganjurkan orang untuk mengubah perilakunya. F. Tujuan
Komunikasi
Lintas
Budaya Sedangkan mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin menguraikan bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk: 1. Lebih peka secara budaya 2. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan orang tersebut. 3. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri 4. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang 5. Mempelajari keterampilan komu nikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri. 6. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
74
7. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsiasumsi, nilai-nilai, kebebasankebebasan dan keterbatasanketerbatasannya. 8. Membantu memahami modelmodel, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komu nikasi antar budaya. 9. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami. Untuk mencapai interaksi budaya yang efektif, maka perlu melihat konteks keseluruhan tem pat berlangsungnya komunikasi tersebut. Saral, mengemukakan bahwa lingkungan kontekstual (contextual environment) secara terus menerus berubah, yang disebut kenyataan bukanlah suatu yang tunggal, pasti atau mutlak dan tidak ada cara melihat, menyadari, berpikir dan berkomunikasi yang berlaku secara universal. Oleh karenanya menurut Saral, kita harus mengakui kemungkinan dianutnya serta disebarluaskannya kenyataankenyataan komunikasi yang berbeda oleh lingkungan komunikasi yang berlainan.
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Disadari sepenuhnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh manusia selalu mengandung potensi perbedaan. Sekecil apapun perbedaan itu, sangat membutuhkan upayaupaya untuk memberhasilkan proses komunikasi secara efektif; yakni dengan menggunakan informasi budaya mengenai pelaku-pelaku komunikasi yang bersangkutan. Komunikasi lintas budaya menjadi kebutuhan bagi semua kalangan untuk dapat menjalin hubungan yang lebih baik dan memuaskan, terutama bagi mereka yang berbeda budaya. Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses-proses komunikasi manusia transmitting, receiving, processing, tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi, pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal/ nonverbal serta hubungan-hubungan dasarnya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi proses komunikasi lintas budaya. Komunikasi lintas budaya terjadi bila pemberi pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dengan
demikian, penyampaian pesan dari sumber komunikasi harus diberi sandi sehingga penerima pesan sebagai anggota budaya yang berbeda tersebut dapat menyandi ulang informasi/pesan yang diterimanya. G. Pentingnya Komunikasi Antar budaya dan Agama dalam Ke hidupan Kontemporer Gambaran al-Qur’an tentang aneka ragam bangsa, bahasa, dan warna kulit dikalangan manusia serupa dengan gambarannya tentang aneka ragam wajah yang terdapat di alam. Allah berfirman, “tidaklah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan diantara gununggunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya. Dan demikian pula di antara manusia, binatang-binatang melata, dan binatang-binatang ternak yang bermacam-macam jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Dan selain itu ada firman Allah yang mempertimbangkan perbedaan letak geografis karena manusia hidup
Muhammad Awwad
75
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
bersuku-suku, berbangsa-bangsa masing-masing dengan tempat tinggalnya sendiri, “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersukusuku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu, sesungguhnya Allah paling mengetahui dan paling mengenal. “ Pada zaman sekarang ini, tingkat mobilitas manusia sedang mencapai puncaknya, pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain begitu leluasa, dengan adanya inovasi teknologi menurut Gergen bahwa kehidupan kontemporer merupakan lautan hubungan sosial yang melingkar-lingkar. Dialutan itu ita melakukan hubungan antarbudaya yang semakin banyak, dengan jaringan komunikasi elektronik yang meningkat komunikasi antar budaya dapat berkembang secara pesat. Kalau kita cermati ayat Allah tersebut sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada umat manusia untuk saling mengenal, ini dalam arti tidak perlu adanya prasangka sosial, prasangka antar etnik, prasangka antar kelompok, intinya kita harus hidup saling
76
mengasihi. Karena memang sejak al-Qur’an diturunkan kita sudah diberikan nilai normatif, bagaimana seharusnya hubungan antarbudaya, kelompok dan etnik dilakukan. H. Hubungan Kebudayaan de
ngan Pendidikan Kebudayaan merupakan hasil budi manusia, dalam hal ini ber bagai bentuk dan menifestasinya dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah serta membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman tradisional ketika memasuki zaman modern. Manusia sebagai mahluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju, ketika alamlah yang mengendalikan manusia dengan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa keingin tahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna, maka alamlah yang dikendalikan oleh manusia.
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilainilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mentransfernya yang paling efektif adalah dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainnya. Tujuan pendidikan adalah melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri. Sehingga, dengan adanya pendidikanlah seseorang bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya. Hal ini dilakukan agar terwujudnya masyarakat dan kebudayaan yang lebih baik ke depannya. Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan merupakan usaha untuk menimbang dan menghubungkan potensi individu. Adapun dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan me rupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara. Dalam konteks ini dapat dilihat hubungan antara pendidikan dengan tradisi budaya serta kepribadian suatu masyarakat, betapapun sederhananya masyarakat tersebut. Dan tradisi sebagai muatan budaya
senantiasa terlestarikan dalam setiap masyarakat, dari generasi ke generasi. Hubungan ini tentunya hanya akan mungkin terjadi bila para pendukung nilai tersebut dapat menuliskannya kepada generasi mudanya sebagai generasi penerus. Transfer nilai-nilai budaya paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Dalam masyarakat modern proses pendidikan tersebut didasarkan pada program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam penyelenggarannya dibentuk kelembagaan pendidikan formal. Seperti dikemukakan Hasan Langgulung bahwa pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Maka sudah jelas sekali bahwa kedua hal tersebut pendidikan dan kebudayaan berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan antara satu sama lainnya. I. Penutup
Komunikasi lintas budaya adalah terjadinya pengiriman pesan dari seseorang yang berasal dari satu budaya yang berbeda dengan pihak penerima pesan. Bila disederhanakan,
Muhammad Awwad
77
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
komunikasi lintas budaya ini memberi penekanan pada aspek perbedaaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan bagi keberlangsungan proses komunikasi. Komunikasi lintas budaya dan Agama memiliki beberapa landasan diantaranya: 1) Pengaruh Teknologi, 2) Keunikan Demografis, 3) Pengaruh PolitikEkonomi, 4) Bentuk Kesadaran Diri, 5) Kepentingan Etika, 6) Pengaruh Media. Selain itu, landasan komunikasi lintas budaya dan Agama memiliki beberapa pendekatan yaitu: 1) Pendekatan Fungsionalis, 2) Pendekatan Interpretatif, 3) Pendekatan Kritis. Sedangkan antara kebudayaan dengan pendidikan memiliki hubungan yang erat. Kebudayaan
78
merupakan hasil budi manusia, dalam hal ini berbagai bentuk dan menifestasinya dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah serta membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman tradisional ketika memasuki zaman modern. Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilainilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mentransfernya yang paling efektif adalah dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainnya.
Komunikasi dalam Bingkai Lintas Agama dan Budaya
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Daftar Pustaka Adeney, Bernad T., Etika Sosial lintas Budaya, (Yogyakarta: Kanisius, 2000) Sihabudin, Ahmad, Komunikasi Antarbudaya, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2011) Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008) Khadziq. Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Samovar, A., Larry, Ricard E. Porter, and Edwin R. McDaniel. Komunikasi Lintas Budaya, ( Jakarta: Salemba Humanika, 2010) Mulyana Dedi, Rakhmat Jalaludin, Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010) Nasrullah, Rulli, Komunikasi Antar Budaya Di Era Budaya Siber, ( Jakarta: Kencana, 2012) Uchjana, Effendy, Onong, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Rosdkarya, 2007)
Muhammad Awwad
79