KOMUNITAS RERESIK SAMPAH VISUAL: MEMBANGUN KESADARAN BARU TATA VISUAL IKLAN MEDIA LUAR GRIYA DI YOGYAKARTA Hesti Rahayu Dosen Program Studi Disain Komunikasi Visual Jurusan Disain, FSR ISI Yogyakarta
[email protected] Abstract. The subject of this research is the Reresik Sampah Visual (RSV) community, its efforts and activities in building new awareness of Yogyakarta people about the importance of a visual management should be applied to the out of home (OOH) advertising in Yogyakarta. New awareness will result in a new culture; a culture that is more environmentally friendly. It is hoped that this culture will finally restore the aesthetic and visual management of the OOH advertising that is more comfortable for the public. A qualitative method of research is employed to descriptively analyze the data gathered from observations, interviews, documentations and library study. To gain its objective, the RSV community incessantly campaigns its opinions based on the Five Percepts of RSV. The opinions are buzzed by raiding the OOH ads placed on streets, forming community via social media networking, writing on the mass media, and undertaking discussion forums. The RSV activity is a local movement that is similar to the New Social Movement fighting for the improvement of the quality of life and focuses on the non economy redistribution and non violence issues. Keywords: Community, Reresik Sampah Visual, Visual management, New awareness, Out of home Advertising. Relevance to Visual Communication Design Practice: This article reports how the Komunitas Reresik Sampah Visual practically seeks a more comfortable visual management in public spaces. It is an application of visual communication design knowledge.
PENDAHULUAN
zaman ini yang menandakan konsumsi dan
Perbincangan mengenai semrawutnya iklan
produksi image yang makin meningkat.
media luar griya (Out of Home Media =
Peningkatan
ini
sebenarnya
telah
OOH) di jalanan Yogyakarta sebenarnya
diupayakan antisipasinya oleh pemerintah
bukan hal yang baru, meskipun demikian
daerah
tetap saja hal ini menarik untuk dibahas.
regulasi yang mengatur keberadaan media-
Begitu
banyaknya
billboard,
poster,
dengan
menetapkan
berbagai
media visual luar griya. Ironisnya, tetap saja
spanduk, shop sign yang terdapat di jalan-
terjadi
jalan merupakan satu gejala dari gaya hidup
mengakibatkan
pelanggaran apa
aturan yang
yang
diistilahkan
dengan “sampah visual”. Iklan-iklan media
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
31
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
luar griya yang berbayar maupun tidak,
media
seakan saling berkontestasi untuk berlomba-
penempatannya dan dianggap merusak
lomba dilihat - yang sayangnya seringkali
lingkungan.
justru menimbulkan rasa ruwet dan pusing. Iklan media luar griya yang menempati
luar
griya
Komunitas digagas
dan
yang
tidak
sesuai
Reresik
Sampah
Visual
dimotori
oleh
Sumbo
ruang publik, meskipun ruang publik
Tinarbuko.
keberadaannya bebas sebagai sarana opini
Visual Institut Seni Yogyakarta ini bersama
masyarakat, akhirnya tak pelak menjadi
para relawan yang bergabung bersamanya,
arena ‘perebutan’ kekuasan. Ruang publik
mencabuti iklan-iklan yang penempatannya
kemudian berubah menjadi ‘ruang privat’
tidak sesuai. Sebagai pedoman gerakannya,
bagi
dia
sebagian
kelompok
dan
seolah
Dosen
menetapkan
Desain
Komunikasi
rambu-rambu
yang
‘menindas’ kelompok yang lain. Akibatnya,
disebutnya Lima Sila Sampah Visual. Sumbo
kepentingan ‘publik’ sebagai pemilik yang
mulai membahas tentang sampah visual
sesungguhnya atas ruang publik menjadi
sejak dia diminta untuk mengajar mata
terabaikan.
kuliah kritik desain dan iklan. Sumbo juga
Upaya-upaya untuk mengembalikan
menjadi
anggota
Badan
Pengawasan
dari
Persatuan
Perusahaan
ruang publik menjadi milik publik kembali,
Periklanan
kemudian memunculkan berbagai aksi dan
Periklanan Indonesia pengda (pengurus
komunitas di wilayah Yogyakarta. Misalnya
daerah) DIY.
saja komunitas Bike to Work, Komunitas
Komunitas Reresik Sampah Visual awal
Jogja Last Friday Night dan Paguyuban
digagas sejak empat tahun lalu, yaitu di
Onthel Jogja yang berupaya mengembalikan
tahun 2009 dan akhirnya Sumbo terjun
ruang
kota
langsung menumpas teror sampah visual
Yogyakarta, Komunitas Peta Hijau yang
tersebut. Aksi pertamanya pada 19 Mei
berupaya mengembalikan ruang terbuka
2012, dia menggandeng mahasiswa ISI
hijau dalam ruang publik, komunitas-
untuk mencabuti reklame liar di sepanjang
komunitas street art yang berupaya mengisi
Jalan Sewon, Bantul, Yogyakarta. Ternyata,
pesan-pesan peduli lingkungan dalam karya-
respon masyarakat cukup positif, namun
karyanya, serta Komunitas Reresik Sampah
belum ada tanggapan dari pemerintah
Visual
terkait
bersepeda
yang
membersihkan/
32
bagi
secara
warga
rutin
mencabuti
berupaya iklan-iklan
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
aksi
itu.
Baru
pada
aksi-aksi
selanjutnya, Sumbo berhasil menggandeng
Hesti Rahayu
pejabat pemerintah antara lain walikota
membangun kesadaran baru tata visual iklan
Yogyakarta dan bupati Bantul.
media luar griya di Yogyakarta.
Sumbo aktif mengkritik perihal sampah
Metode penelitian yang digunakan
visual tersebut dengan tulisannya di surat
adalah metode kualitatif, bersifat deskriptif
kabar dan di kegiatan belajar-mengajar.
analisis. Dalam penelitian ini, gaya hidup,
Selain itu, Sumbo juga aktif berkampanye di
cara pandang, ataupun ungkapan emosi
jejaring sosial Twitter (@sumbotinarbuko,
pada komunitas yang diteliti diperlakukan
@sampah_visual)
sebagai
dan
Facebook
data
(Moleong,
1999).
Data
(facebook.com/sumbotinarbuko,
dibedakan menjadi dua, yaitu data primer
facebook.com/SampahVisual).1
dan
Penelitian
ini
sekunder.
Data
primer
diperoleh
memfokuskan
melalui penelitian lapangan yaitu dengan
Komunitas
observasi dan wawancara, sedangkan data
Reresik Sampah Visual dan upaya serta
sekunder didapatkan dari dokumentasi dan
aktivitasnya dalam membangun kesadaran
berbagai sumber pustaka.
pembahasannya
terhadap
baru mengenai pentingnya penataan visual media luar griya di Yogyakarta. Kesadaran baru akan membentuk budaya baru, budaya yang lebih peduli terhadap lingkungan dan pada
akhirnya
diharapkan
dapat
mengembalikan estetika dan tata visual iklan media luar griya yang lebih nyaman bagi publik. Untuk itu tulisan ini menguraikan permasalahan yang meliputi: apa dan bagaimanakah komunitas Reresik Sampah Visual
peran
dan
aktivitasnya,
serta
bagaimana Reresik Sampah Visual sebagai aksi
dan
komunitas
dalam
proses
IKLAN DAN SAMPAH VISUAL Periklanan di Indonesia memiliki sejarah panjang sejak zaman Hindia Belanda. Diawali oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda saat itu, Jan Pieterzoon Coen dengan
silografi
dibuatnya. menerbitkan
(tulisan
Pada sebuah
saat
indah)
yang
itu
Belanda
pamflet
informasi
semacam surat kabar dengan tulisan tangan, Memorie De Nouvelles. Dengan media berkala inilah Coen mengirimkan berita dari Pemerintah Hindia Belanda, khususnya yang menyangkut mutasi dan promosi para pejabat penting di kawasan itu. Tulisan tangan Coen yang indah itu ternyata
1 http://intisari-online.com/read/sampah-visual-3sumbo-tinarbuko-bebersih-sampah-visual accesed on December, 10, 2013.
merupakan refleksi dari naluri bersaing pemerintah
Hindia
Belanda
dengan
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
33
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
Portugis. Kedua negara tersebut terlibat
Overload
communication
di
ruang
persaingan perebutan hasil rempah-rempah
public inilah yang mengakibatkan terjadinya
di kepulauan Maluku, dan Coen “menulis”
“sampah visual”. Istilah sampah visual yang
iklan untuk melawan aktivitas perdagangan
dimaksud dalam tulisan ini mengacu pada
Portugis (Winarno : 2008).
pendapat
Sumbo
Tinarbuko
yang
Periklanan kemudian berkembang dan
menyatakan bahwa “sampah visual” adalah
melampaui berbagai fase mulai dari masa
iklan-iklan yang menggunakan media luar
penjajahan Belanda, masa depresi ekonomi
griya/ media luar ruang yang dalam upaya
Eropa yang berimbas ke negara-negara
pemanfaatan,
jajahan, masa penjajahan Jepang, masa awal
pemasangannya di berbagai tempat strategis
kemerdekaan,
di sudut kota berjubel, saling timpa, dan
hingga
masa
periklanan
Indonesia modern (Setiono (ed.): 2004).
pemilihan,
dan
menimbulkan keruwetan.
Dalam perkembangannya iklan tidak dapat
Media luar griya merupakan salah satu
dipisahkan dari media massa terutama
media di antara berbagai alternatif media
koran. Bahkan dapat dikatakan bahwa
beriklan.
iklanlah yang menghembuskan napas awal
berdasarkan media yang digunakan, iklan
bagi kehidupan surat kabar di Indonesia dan
terbagi menjadi dua jenis yaitu iklan cetak
bukan sebaliknya (Winarno: 2008). Ini
dan iklan elektronik (Widyatama, 2007).
mengindikasikan bahwa iklan merupakan
Iklan cetak yaitu iklan yang dibuat dan
sarana penting dalam meraup uang dalam
dipasang
rangka perputaran modal dan produksi.
cetak,
Di masa sekarang, periklanan disajikan
Dalam
dengan baik
sederhana
teori
periklanan,
menggunakan
cetak maupun
dengan teknologi
teknik
teknologi tinggi.
dalam berbagai strategi dan visual yang
Beberapa bentuk iklan cetak yaitu : iklan
mewarnai media massa, ruang-ruang privat
cetak surat kabar, iklan cetak majalah,
dan ruang-ruang public baik di desa
tabloid, iklan cetak baliho, iklan cetak
maupun kota. Ditambah dengan dinamika
poster, iklan leaflet, iklan spanduk, flyers,
kemajuan
zaman
kemasan produk, stiker, balon udara, bus
teknologi,
periklanan
dan
perkembangan semakin
panel, dan berbagai iklan cetak lainnya.
canggih dan akhirnya mengakibatkan apa
Adapun iklan elektronik, disebut iklan
yang disebut oleh Jean P. Baudrillard sebagai
elektronik karena media yang digunakan
“overload communication”.
sebagai tempat dipasangnya pesan iklan
34
menjadi
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
Hesti Rahayu
adalah karena menggunakan media yang
lokasi-lokasi yang berada di luar titik yang
berbasis
Secara
ditentukan pemerintah. Atau sebaliknya,
spesifik iklan elektronik dapat dibagi dalam
banyak juga pengiklan yang memasang alat
4 jenis, yaitu iklan radio, iklan televisi, iklan
peraga reklamenya di titik-titik di luar
film, serta iklan yang dipasang dalam media
ketentuan pemerintah, tetapi merasa tidak
jaringan/ internet. Iklan media luar griya
ada masalah karena telah membayar pajak.
adalah iklan yang penempatannya berada di
Ini menjadi dilema tersendiri dan turut
ruang terbuka publik. Wujud yang lazim
memperkeruh
ditemui di Indonesia adalah baliho, poster,
sampah visual.
perangkat
elektronik.
spanduk, stiker, balon udara, bus panel, videotron, dan sebagainya. Di kota Yogyakarta sendiri, ada sekitar
permasalahan
mengenai
RERESIK SAMPAH VISUAL SEBAGAI AKSI DAN KOMUNITAS Menurut
penuturan
465 titik pemasangan reklame resmi yang
Sampah
Visual
ditetapkan pemerintah kota Yogyakarta 2 .
Tinarbuko, yang pertama dia lontarkan
Titik-titik
yang
kepada publik adalah istilah “sampah
menyumbang pajak reklame ke pemkot
visual”. Istilah ini awalnya merupakan salah
Yogyakarta.
Koran
satu hal yang dibahas dalam kuliah Kritik
Tempo, Senin, 16 September 20133, rata-rata
Desain Komunikasi Visual di Jurusan
pajak yang diterima per tahun dari reklame
Desain, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
hanya Rp 5 miliar. Tidak sebanding dengan
Saat itu Sumbo mengajak mahasiswanya
total pendapatan asli daerah yang sekitar Rp
untuk berpikir kritis dan menganalisis
180 miliar. Inilah yang kemudian kadang
fenomena “sampah visual” yang bertebaran
menimbulkan permasalahan karena selain
di ruang-ruang publik di Yogyakarta. 4
nilai
reklame
resmi
Menurut
pajaknya
yang
inilah
Liputan
dinilai
rendah,
penggagas
(RSV)
yaitu
Reresik Sumbo
Pembahasan mengenai “sampah visual”
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
ini
ada banyak sekali pemasang iklan luar griya
menggerakkannya
kemudian
menginspirasi untuk
dan
melakukan
yang tidak membayar pajak dan menempati 4
http://hukum.jogjakota.go.id/data/09-075.pdf. accesed on December, 16, 2013. 3 http://sampahvisual.com/sumbo-tinarbuko-kuotaizin-reklame-harus-diatur/ accesed on December, 10, 2013 2
Berdasarkan penuturan Sumbo Tinarbuko dalam diskusi SesiSenja#7 :: bADVisual Syndrome :: Bersama, Drs. Sumbo Tinarbuko, M.Sn (ISI), Edwi Arif Sosiawan, SIP, M.Si (UPN), Affi Aditya Khresna (BMC) feat : Brian "Jikustik" - Jumat, 4 Okt 2013, Jam 18.00 WIB di MIP Mara Advertising Jl. Mawar No. 22 Yogyakarta. JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
35
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
langkah nyata yaitu dengan mendirikan
merk-merk komersial. Akibatnya seolah
komunitas “Reresik Sampah Visual”. Dalam
ruang publik menjadi ruang privat bagi
aksinya, Komunitas RSV memiliki prinsip
sekelompok
dasar
mampu membayar sewa dan membayar
mengenai
bagaimanakah
iklan
yang
luar
musti
griya
di”reresik”
(dibersihkan)? Prinsip dasar ini oleh Sumbo
pemilik
modal
pajak titik-titik reklame. 2.
Iklan-iklan media luar griya yang tidak
dinamai sebagai “5 Sila Reresik Sampah
membayar
pajak
dan
Visual”
memenuhi
ruang
publik
yang
dari
penyebutannya
yang
kemudian dengan
mengingatkan kita pada “5 sila Pancasila”.
beragam variasi iklan, mulai dari
Isi dari 5 Sila Reresik Sampah Visual adalah
banner, rontek, spanduk, umbul-umbul
sebagai berikut:
dan sejenisnya.
1.
Iklan luar ruang tidak boleh dipasang di trotoar
2.
Iklan luar ruang tidak boleh dipasang di taman kota atau Ruang Terbuka Hijau (RTH)
3.
Iklan luar ruang tidak boleh dipasang di berbagai macam tiang (listrik, telpon, dll)
4.
Iklan luar ruang tidak boleh dipasang di tembok atau bangunan heritage
5.
Iklan
luar
ruang
tidak
boleh
dipasang/diikat/dipaku di batang pohon
Adapun keanggotaan RSV sifatnya tidak mengikat, tidak ada keanggotaan khusus, tidak ada struktur organisasi khusus seperti adanya ketua, sekretaris, dan bendahara. Dalam aksi sosialnya membersihkan sampah visual beberapa kali di kota Yogyakarta dan sekitarnya, Komunitas RSV dibantu oleh para sukarelawan dari kalangan mahasiswa, masyarakat biasa, dan juga dari anggota komunitas-komunitas lainnya yang ada di Yogyakarta. Karena sifat keanggotaannya yang tidak
Di samping “5 Sila Reresik Sampah
mengikat inilah, maka Sumbo menyatakan
Visual” Sumbo juga menuturkan bahwa
bahwa esensi dasar dari Reresik Sampah
yang termasuk sampah visual adalah :
Visual adalah pada kesadaran dan upaya
1.
Iklan-iklan media luar griya yang
yang dimiliki masing-masing orang untuk
dengan kuasa uang, seolah menjajah
berani melakukan pembersihan sampah
ruang public, membeli ruang public
visual di sekitar rumahnya, dilakukan oleh
untuk ditukar dengan brand-brand dan
dirinya dan anggota keluarganya, serta
36
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
Hesti Rahayu
mengajak
masyarakat
sekitarnya.
Jadi
3.
Aktivitas Komunitas RSV mengajak
artinya Reresik Sampah Visual itu tidak
siapa pun: pemerintah, anggota DPR,
harus menunggu berkumpulnya banyak
pejabat public, dan masyarakat luas dari
orang
suatu
berbagai profesi dan strata social untuk
komunitas yang melakukan aksi bersama,
membangun kesadran bersama demi
tetapi justru yang terpenting dari RSV
mewujudkan
adalah
menjadi
yang
pada
kemudian
“mental”
menjadi
untuk
bersedia
ruang
milik
public publik,
diprivatisasi
meskipun dilakukan per individu.
dagang, milik caleg, atau milik partai
Sumbo
dengan
memanfaatkan
jejaring
milik
bukan
melakukan aksi Reresik Sampah Visual Pembentukan komunitas RSV dilakukan
menjadi
tetap merek
politik. 4.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
social media, terutama melalui facebook dan
dengan
twitter. Tak lupa, Sumbo juga membuat
Yogyakarta
laman www.sampahvisual.com di samping
keistimewaannya lewat penataan iklan
laman
luar ruang.
pribadinya
www.sumbotinarbuko.com yang berisikan
5.
window
displaynya
harus
kota
menunjukkan
Ramah tidaknya sebuah kota bagi warga
isu-isu yang sengaja digulirkan terutama
masyarakat dan wisatawan, salah satu
mengenai kampanye anti sampah visual.
indikatornya, sejauhmana pemerintah
Dalam tuntutannya untuk mewujudkan
kota mampu menekan tebaran sampah
Kota Yogyakarta yang bersih dari sampah
visual yang cenderung menjadi teroris
visual, setidaknya ada 7 Sikap Komunitas
visual di ruang publik kota tersebut.
RSV yang terutama ditujukan kepada
6.
Mendesak walikota, bupati, dan DPRD
pemerintah daerah di Daerah Istimewa
kabupaten dan Kota Yogyakarta untuk
Yogyakarta, yaitu:
membuat aturan hokum terkait dengan
1.
Komunitas
RSV
bukanlah
tukang
njabut (pencabut) sampah 2.
Komunitas RSV tempat berkumpulnya anak muda yang peduli dengan ruang public serta peduli lingkungan hidup yang ramah secara ekologi visual.
penataan iklan luar ruang. 7.
Lima Sila Sampah Visual yang dibuat Komunitas dapat
Reresik
dijadikan
Sampah rujukan
Visual dalam
membuat aturan hokum terkait dengan penataan iklan luar ruang.
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
37
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
unik, yaitu Bank Sampah “Uwuh Minulyo”. Bersama dengan timnya, limbah sampah visual disulap menjadi tas, tikar, rak sepatu, kap lampu, dan sebagainya. Bank Sampah “Uwuh Minulyo” berada di RW 7 Kelurahan Danurejan, Yogyakarta. Dengan demikian ada banyak aspek positif tambahan dari Komunitas
RSV
ini,
yaitu
aspek
Gambar 1 Postingan di laman komunitas mengenai “7 Sikap Komunitas Reresik Sampah Visual” Sumber: https://www.facebook.com/SampahVisual
pemberdayaan ekonomi.
Dalam setiap aksi Komunitas RSV
Dalam wacana transformasi budaya, dikenal
PROSES MEMBANGUN KESADARAN BARU TATA VISUAL IKLAN MEDIA LUAR GRIYA
ketika turun ke jalanan dan merazia iklan-
adanya
iklan luar griya yang tidak sesuai dengan 5
representation
Sila RSV, didapati berkilo-kilo limbah
individu)
sampah visual yang berupa spanduk, umbul-
(gagasan kolektif), bahwa pada dasarnya
umbul, rontek, banner, dan sebagainya.
semua individu saling berinteraksi meskipun
Kuantitasnya bisa satu atau dua mobil pick-
mempunyai gagasan sendiri. Kemudian,
up, ditambah berkilo-kilo paku bekas yang
interaksi gagasan individu ini membentuk
tadinya digunakan untuk memakukan iklan
gagasan kolektif yang dapat diterima dan
di
dipahami
pohon-pohon.
Sampah-sampah
ini
pendapat
Durkheim
individualle
dan
(gagasan
representations
bersama
untuk
tentang collective
membangun
kemudian digunakan kembali/didaur ulang.
kebudayaan
Sebab jika kemudian hanya dibuang begitu
transformasi kebudayaan kualitatif atau ide
saja, terasa sayang karena masih dapat
dalam hal ini membutuhkan proses yang
dimanfaatkan kembali. Untuk itulah, maka
lebih lama untuk berubah (Sachari, 2001:
RSV
83).
bekerjasama
dengan
seorang
koordinator pengolah limbah sampah visual yaitu Hadi Paryanto.
yang
lebih
besar.
Sifat
Reresik Sampah Visual sebagai suatu aksi mengharapkan terjadinya opini umum
Hadi Paryanto adalah seorang direktur
berupa kesadaran mengenai pentingnya
bank. Bukan bank biasa, tetapi bank yang
menjaga lingkungan dari sampah visual. Itu
38
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
Hesti Rahayu
artinya RSV dalam prosesnya, tengah
pada harmonisasi antara pemerintah
berupaya melakukan transformasi budaya di
dan bukan hanya berorientasi pada
tengah masyarakat, bagaimana agar terjadi
peningkatan PAD (Pendapatan Asli
perubahan budaya yang semula tidak peka
Daerah). Keempat, desakan kepada para
terhadap sampah visual menjadi kepekaan
penegak
dan kesadaran bersama untuk menciptakan
memaksimalkan
lingkungan dan ruang publik yang tata
terhadap pelanggaran pemasangan iklan
visualnya rapi dan bersih dari sampah visual.
luar ruang di ruang public.5
Penderasan opini ini dilakukan dengan
2.
beberapa cara: 1.
berbagai
media
melalui
rubrik
sanksi
hokum
Membentuk komunitas yang dimulai
catatan-catatan yang diposting di akun
massa,
komunitas. Harapannya, semua status
khususnya
Analisis
dan catatan-catatan ini isinya dapat
Harian
tersebarkan ke masyarakat luas. Dan
Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Dalam opini-opininya,
Sumbo
berdasarkan
selalu
segera
dan di paste oleh beberapa pemilik blog
menyusun
yang mendukung semangat Reresik
masterplan iklan luar ruang yang mengontrol
pemasangan
reklame di ruang publik agar tidak
itu,
“sampah
visual”
yang
pada
istilah awal
pejabat publik di Indonesia. 3.
Menggalang aksi langsung di jalanan, baik bekerjasama dengan komunitas
sampah visual. Ketiga, desakan kepada agar
Selain
bahkan disebut oleh para jurnalis dan
bersama masyarakat umum, untuk
dewan
Visual.
ini telah menjadi cukup lazim dikutip
biro iklan, dan tukang pasang iklan
pentingnya menjaga ruang publik dari
Sampah
kemunculannnya terdengar asing, saat
menjadi terror visual. Kedua, kepada
memiliki keasadaran kolektif mengenai
penulis,
berita komunitas tersebut telah dicopi
Pertama, desakan kepada pemerintah untuk
pengamatan
beberapa tulisan Sumbo dan konten
menekankan dalam beberapa poin yaitu
anggota
lebih
internet) dan aktif membuat status serta
yang berupa gagasan-gagasan Sumbo di
mampu
untuk
dari dunia maya (facebook, twitter, situs
Mengopinikan melalui tulisan-tulisan
daerah
hokum
memutuskan
raperda reklame yang lebih berorientasi
http://sumbotinarbuko.com/sampah-visual-diruang-publik.html accesed on December, 10, 2013. 5
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
39
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
lainnya, mengajak mahasiswa, atau
yang ditayangkan bulan Oktober 2013 lalu.
bahkan
Sumbo
Akan tetapi bukan ketenaran maupun
sekeluarga (isteri dan anak-anaknya).
kesohoran yang dijadikan tujuan utama
Dalam aksi melakukan reresik ini
Sumbo
Sumbo
Harapan agar Kota Yogya menjadi kota yang
dilakukan
oleh
selalu
rajin
Komunitas
RSV-nya.
mendokumentasikannya/memfotonya
ramah lingkungan, merupakan harapan
dan mengupload ke akun fb dan twitter
utama dari upaya penyebaran opini ini.
pribadi dan komunitas. Untuk aksi-aksi yang
lebih
besar
dan
Berikutnya adalah mengenai tata visual
melibatkan
iklan media luar griya. Dengan berubahnya
komunitas-komunitas lainnya, Sumbo
landscape komunikasi yang disebabkan oleh
selalu mengundang wartawan untuk
perkembangan teknologi maka pengelolaan
meliput. Aksi langsung Reresik Sampah
media iklan tidak sekedar membutuhkan
Visual yang dilakukan dapat membantu
media planning tetapi juga communication
tugas pemerintah, dalam hal ini satpol
design dan screen exposure management.
PP (satuan polisi pamong praja) untuk
Yang dimaksud dengan perubahan
merazia iklan-iklan luar ruang yang
landscape komunikasi adalah perubahan
tidak sesuai aturan. Selain itu dengan
lanskap dalam dunia marketing komunikasi
disiarkan
oleh
terutama karena adanya migrasi digital yang
komunitas ataupun oleh wartawan,
mengakibatkan terjadinya pergeseran cara
maka
berpromosi
dan akan
diwartakan mendapatkan
efek
penyebaran opini yang lebih meluas. Dari beragam upayanya yang konsisten selama beberapa tahun ini, Sumbo sering menerima tawaran sebagai pembicara di berbagai forum terutama yang berkaitan dengan masalah iklan di ruang publik. Bahkan salah satu televisi swasta Indonesia yaitu Metro TV mengabadikan kegiatan Komunitas Reresik Sampah Visual ini dalam liputan Eagle Award Documentary Series
40
dengan
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
yang
memaksa
untuk
menciptakan sinergi antara iklan tradisional, media massa, pemasaran langsung (direct mail), online dan pemasaran web, media sosial dan mobile marketing. Satu hal yang pasti,
ada
kecenderungan
menuju "lebih digital".
meningkat
Hesti Rahayu
Communication design seeks to attract, inspire, create desires and motivate the people to respond to messages, with a view to making a favorable impact to the bottom line of the commissioning body, which can be either to build a brand, move sales, or for humanitarian purposes. Its process involves Sumber : http://www.gcworldbiz.com/blogscolumns/partner_relationships/bid/102103/TheChanging-Landscape-of-MarketingCommunications
Sedangkan communication design is a mixed
discipline
between
design
and
information-development which is concerned with how media intermission such as printed, crafted, electronic media or presentations communicate with people. A communication design approach is not only concerned with developing the message aside from the aesthetics in media, but also with creating new media channels to ensure the message reaches the target audience. Some designers use graphic design and communication design interchangeably due to overlapping skills. Communication design can also refer to a systems-based approach, in which the totality of media and messages within a culture or organization are designed as a single integrated process rather than a series
strategic business thinking, using market research, creativity, and problem-solving. Communications designers translate ideas and information through a variety of media. Their particular talent lies not only in the traditional skills of the hand, but also in their ability to think strategically in design and marketing terms. The term communication design is often used
interchangeably
with
visual
communication, but has an alternative broader meaning that includes auditory, vocal,
touch
and
smell.
Examples
of
communication design include information architecture, editing, typography, illustration, web design, animation, advertising, ambient media, visual identity design, performing arts, copywriting and professional writing skills applied in the creative industries6. Adapun Screen exposure management maksudnya adalah mengenai intensitas
of discrete efforts. http://en.wikipedia.org/wiki/Communication_desig n accesed on December, 18, 2013. 6
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
41
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
paparan layar yang tersaji ke hadapan audiens yang musti diatur agar dapat sesuai dengan target komunikasinya.
KOMUNITAS RERESIK SAMPAH VISUAL SEBAGAI GERAKAN KEMASYARAKATAN/ GERAKAN SOSIAL (SOCIAL MOVEMENT)
Dari sini maka tata visual iklan media
Tantangan yang dihadapi oleh Komunitas
luar griya sesungguhnya tengah berhadapan
Reresik Sampah Visual bila tidak didukung
yang
oleh masyarakat luas, sebenarnya cukup
berkembang tersebut. Dengan demikian
kompleks. Ini terjadi karena setidaknya dua
maka tata visual iklan media luar griya saat
point: Pertama, di DIY terutama yang
ini yang dibutuhkan bukan hanya bicara
berada di Kota Yogyakarta, belum ada
point
eye
kesepahaman yang utuh antara asosiasi
management. 7 Point billboard adalah titik-
pengusaha, dengan para pemasang iklan luar
titik yang disediakan pemerintah daerah di
griya
lokasi-lokasi tertentu di wilayah tersebut
asosiasi.
untuk dipasangi billboard, spanduk, dan
asosiasi atau organisasi perusahaan yang
iklan media luar griya lainnya secara
berkecimpung di dunia periklanan. Sebut
berbayar (membayar pajak reklame dan
misalnya
sewa titik). Point billboard berpotensi
Periklanan Indonesia) Pengda (Pengurus
menghasilkan keruwetan dan sampah visual
Daerah) DIY yang memayungi perusahaan-
ketika semua berlomba memasang iklan di
perusahaan periklanan secara umum. Selain
point tersebut. Dengan demikian sifat
itu
pariwara/iklan semestinya berubah menjadi
Indonesia Yogyakarta) yang beranggotakan
percakapan (conversation) yang ditunjang
perusahaan-perusahaan
sosial media, bukan sekedar berjajar seolah
menangani iklan media luar griya. Baik PPPI
berlomba-lomba untuk dilihat oleh audience
maupun IBIY, keduanya cukup komunikatif
yang melewatinya di jalanan.
dan
dengan
landscape
billboard,
tapi
komunikasi
juga
public
yang
ada
Di
tidak
Yogyakarta
PPPI
pula
cukup
masuk
keanggotaan ada
(Persatuan
IBIY
sinergis
beberapa
Perusahaan
(Ikatan yang
dalam
Billboard khusus
menjalin
hubungan baik dengan Komunitas Reresik Sampah
Visual.
Hanya
saja
permasalahannya adalah terkadang para penebar sampah visual ini bukanlah bagian Janoe Arijanto, dalam presentasinya di seminar Pinasthika Creative Festival 2012, 18 Oktober 2012, Hotel Melia Purosani Yogyakarta.
7
42
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
dari kedua organisasi ini. Inilah yang masih menimbulkan masalah. Di satu sisi ketika
Hesti Rahayu
klaim sampah visual dialamatkan kepada
individu maupun komunal untuk memiliki
organisasi,
kesadaran kolektif yang sama.
maka
organisasi
mengelak
karena merasa sudah sesuai dengan aturan
Pengamatan
terhadap
Komunitas
hokum dan menyesuaikan dengan peraturan
Reresik Sampah Visual, mengingatkan pada
pemerintah dalam pemasangan iklannya.
tipologi gerakan sosial baru (new social
Sedangkan bila klaim dialamatkan kepada
movement) periode ketiga yang muncul di
pemasang iklan pencipta sampah visual
Eropa, yaitu periode setelah era tahun 70-an.
non-anggota organisasi, maka klaim tidak
Periode pertama gerakan sosial yang ada di
dapat dilakukan karena mereka ada di luar
Eropa dimulai pada dekade 40-an hingga 60-
lingkaran yang terkontrol oleh hukum. Oleh
an dan periode kedua di tahun 60-an hingga
karenanya,
paling
70-an. Gerakan sosial baru periode ketiga
memungkinkan adalah dengan razia dan
seringkali diamggap sebagai suatu gerakan
mengetatkan perda yang isinya melarang
yang
yang disertai sanksi kepada pemasang iklan
sebelumnya yang diwarnai politik kelas
di luar titik yang disediakan pemerintah. Di
tradisional gerakan buruh. Perbedaan yang
samping itu masterplan yang jelas mengenai
mendasar adalah dalam hal tujuan, ideologi,
reklame
strategi, taktik, dan partisipan. Gerakan
maka
dan
jalan
tatakota
yang
harus
segera
diwujudkan.
terpisah
dari
Gerakan
Sosial
Sosial (lama) cenderung kental dengan
Kedua, sifat keanggotaan Komunitas
dimensi kelas (Marxian) yang terbagi dalam
RSV yang terbuka, longgar dan tidak
dikotomi
mengikat. Sifat keanggotaan yang longgar
Bergerak pada seputar masalah ekonomi/re-
dan tidak adanya susunan kepengurusan
distribusi ekonomi yang erat kaitannya
yang ketat memang menjadi dilemma
dengan
tersendiri. Akan tetapi bila keanggotaan
perekonomian
diperketat,
dikhawatirkan
memasuki periode industrial serta kental
memunculkan eksklusivitas. Sehingga jalan
dengan tujuannya untuk mengubah sistem
tengahnya
(menggulingkan kekuasaan) secara radikal/
maka adalah
memaksimalkan
kampanye Reresik Sampah Visual ini tidak pada
penekanan
kampanye
yang
keanggotaan, mendorong
tetapi
kesadaran
kelas
borjuis
masa-masa
dan
dimana
proletar;
dinamika
negara-negara
Barat
revolusioner (Mirsel, 2004). Paradigma
Gerakan
Sosial
baru
bertumpu pada dua klaim utama yaitu: Pertama, Gerakan Sosial Baru merupakan
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
43
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
produk
peralihan
dari
perekonomian
Gerakan Sosial Baru dimotori oleh
industrial menuju post-industrial. Kedua,
kelompok menengah dan pelajar sebagai
Gerakan Sosial Baru bersifat unik dan
partisipannya. Hal ini seolah menegaskan
berbeda dengan Gerakan Sosial di era
bahwa dalam kerangka Gerakan Sosial Baru,
industrial.
Marxisme sudah tidak dianggap relevan lagi
Dari segi ideologi, Gerakan Sosial Baru masih
banyak
ideologi
Sebagai salah satu negara berkembang,
sosialisme walaupun tidak lagi didominasi
Indonesia ternyata merupakan lahan subur
dimensi pertentangan kelas seperti Gerakan
bagi
Sosial (lama). Tujuan yang ingin dicapai
mencoba melawan pasar serta sistem yang
Gerakan Sosial Baru tidak lagi untuk
dianggap mainstream baik secara langsung
menggulingkan kekuasaan formal, akan
maupun tidak langsung. Atau sebaliknya,
tetapi
memperjuangkan
ada pula gerakan-gerakan yang hanya
“ruang”/makna bagi kelompok-kelompok
sekedar memperjuangkan identitas tanpa
tertentu,
memperjuangkan
ada tendensi politis.
kehidupan
(quality
lebih
dipengaruhi
saat ini.
pada
of
life),
kualitas berbicara
tumbuhnya
Gerakan
gerakan-gerakan
sosial
yang
yang
muncul
di
mengenai life style, serta bergerak dalam
Indonesia
masalah non-redistribusi ekonomi, serta
Indonesia sendiri merupakan negara yang
non-kekerasan.
tidak
belum memasuki era industrial, alih-alih
bersinggungan dengan masalah ekonomi,
sebagai negara post-industrial. Oleh karena
ruh Gerakan Sosial Baru adalah melawan
itu, gerakan sosial yang muncul di Indonesia
negara dan hegemoni pasar.
sebagian besar merupakan gerakan yang
Walaupun
Taktik yang digunakan Gerakan Sosial Baru
dalam
mewujudkan
terinspirasi
menjadi
dari
menarik
Barat,
atau
karena
beberapa
tujuannya
merupakan bagian dari jejaring organisasi
berorientasi pada taktik anti-institusional,
sosial Internasional yang berpusat di negara
anti-birokratik, bergerak di luar jalur politik
Barat.
normal, lebih sebagai gerakan kolektif/aksi
Dalam konteks gerakan yang dilakukan Reresik
Sampah
Visual,
bersama tanpa ada kepemimpinan yang
Komunitas
ketat dan memobilisasi opini publik untuk
komunitas ini murni gerakan lokal. Cirinya
meraup pengaruh politik (Nelson, 1997).
mendekati ciri gerakan sosial baru yaitu terletak pada isu-isu yang diusungnya,
44
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
Hesti Rahayu
keanggotaan yang sifatnya longgar dan
Sebagai gerakan kolektif/aksi bersama
terbuka, serta non-kekerasan dan non-
tanpa ada kepemimpinan yang ketat dan
ideologis.
memobilisasi opini publik untuk meraup
Meskipun berbeda dengan yang ada di
pengaruh
politik,
Komunitas
Reresik
Eropa, tetapi apa yang diperjuangkan
Sampah Visual memanfaatkan jejaring sosial
komunitas di Indonesia dari segi ide dan
media, tulisan opini, diskusi forum, dan
kontennya tidak jauh berbeda dengan yang
melakukan aksi razia di jalanan untuk
di Eropa. Indonesia merupakan negara
menderaskan opininya.
berkembang yang dalam perkembangannya
Dalam masalah tata visual iklan media
masih ada banyak permasalahan yang
luar griya, dengan berubahnya landscape
berhubungan dengan sistem dan terutama
komunikasi
tarik-menarik kepentingan antara politik
perkembangan teknologi maka pengelolaan
dan ekonomi. Permasalahan tata visual iklan
media iklan tidak sekedar membutuhkan
media luar griya sendiri, berhadapan dengan
media planning tetapi juga communication
tarik-menarik kepentingan antara tuntutan
design dan screen exposure management. Ini
atas hak warga untuk mendapatkan ruang
membutuhkan
publik yang nyaman, dengan kepentingan
pemerintah agar tata visual iklan media luar
pemerintah daerah untuk mendapatkan
griya misalnya, tidak sekedar bicara point
pemasukan pajak reklame yang tinggi.
billboard yang berpotensi menghasilkan
Komunitas
Reresik
Sampah
Visual,
meskipun
merupakan
murni
gerakan
kemasyarakatan lokal tetapi dapat dibaca sebagai gerakan sosial baru karena memiliki antara
memperjuangkan
lain
kualitas
karena kehidupan
(quality of life) yaitu tata visual iklan media luar griya di ranah publik Yogyakarta, serta bergerak dalam masalah non-redistribusi ekonomi, serta non-kekerasan.
disebabkan
masterplan
dari
oleh
pihak
keruwetan dan sampah visual ketika semua
F. KESIMPULAN DAN SARAN
kemiripan
yang
berlomba memasang iklan di point tersebut serta untuk mengejar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak reklame, tapi juga public eye management. Berpautnya suatu gerakan sosial dan dinamika perubahan landscape komunikasi inilah yang dapat mendorong terbangunnya budaya baru. Meskipun perubahan budaya bukan suatu hal yang mudah, akan tetapi hal ini
dimungkinkan
dengan
adanya
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014
45
Komunitas Reresik Sampah Visual: Membangun Kesadaran Baru Tata Visual Iklan Media Luar Griya di Yogyakarta
penderasan opini dan diskusi yang rasional yang seharusnya makin masif dan sinergis. DAFTAR PUSTAKA [1] Mirsel, Robert. (2004). Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta: INSIST Press. [2] Moleong, L. (1999). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. [3] Pichardo, Nelson A. (1997). “New Social Movements : A Critical Review”, Annual Review Of Sociology, 23; ABI/ INFORM Global pg.411. [4] Sachari, Agus dan Yan Yan Sunarya. (2001). Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: Penerbit ITB. [5] Setiyono, Budi (ed.). (2004). Reka Reklame, Sejarah Periklanan Indonesia 1774-1984. Yogyakarta: Kerjasama Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia dengan Galangpress. [6] Widyatama, Rendra. (2007). Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. [7] Winarno, Bondan. (2008). Rumah Iklan, Upaya Matari Menjadikan Periklanan Indonesia Tuan Rumah di Negeri Sendiri. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
46
JURNAL DEKAVE VOL.7, NO.1, 2014