Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
2
Kertas Posisi
Saatnya Kerja Nyata Selamatkan Sumber Daya Alam ! Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam menegaskan bahwa sejumlah inisiatif untuk mencegah dan memberantas korupsi di sektor pertambangan BUKAN merupakan alat legalisasi kejahatan pertambangan. Inisiatif tersebut diantaranya adalah penerbitan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Stategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 20122025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014; Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi; melengkapi inisiatif Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) melalui penandatanganan piagam deklarasi Penyelamatan Sumber Daya Alam oleh Ketua KPK, Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung pada 9 Juni 2014 di Ternate, Maluku Utara. Deklarasi penyelamatan sumber daya alam (SDA) tersebut berisi pernyataan tekad secara tegas untuk: (1) Mendukung tata kelola SDA Indonesia yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) Mendukung penyelamatan kekayaan SDA Indonesia; (3) Melaksanakan penegakan hukum di sektor SDA sesuai dengan kewenangan masing masing. GNP-SDA yang meliputi sektor Kelautan/Perikanan, Pertambangan, serta Kehutanan dan Perkebunan tersebut terdiri atas kelompok kerja yang antara lain meliputi Tim Litbang KPK bersama Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Keuangan, serta Pemerintah Daerah dan segenap instansi Penegak Hukum lainnya. Di dalam GNSDA ini juga mengakomodasi keterlibatan masyarakat sipil secara intensif dan bersama-sama dalam pelaksanaannya, seperti akademisi dan organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organisation – NGO). Sejumlah capaian, khususnya melalui Koordinasi dan Supervisi Sektor Minerba (Korsup Minerba) sebagai bagian dari GNP-SDA, diantaranya, penerbitan Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan; Publikasi Pencabutan IUP; Menerapkan sistem on-line dalam melaksanakan pelayanan perizinan yaitu melalui e-tracking document, pelayanan SKT Online, mengembangkan Minerba One Map Indonesia (MOMI) dan Minerba One Data Indonesia (MODI); Perbaikan SOP tata cara pengenaan, pemungutan dan penyetoran PNBP; pelaksanaan pembayaran PNBP melalui SIMPONI; maupun pembentukan Direktorat Penerimaan Minerba. Akan tetapi pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi baik melalui Stranas PPK, Aksi PPK, maupun melaluai pelaksanaan GN-PSDA Sektor Minerba masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Banyak temuan dan rekomendasi yang dihasilkan belum ditindaklanjuti sepenuhnya baik oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat (ESDM, KLHK, Kemenkeu, Kemendagri) maupun Aparat Penegak Hukum. Koalisi masyarakat sipil se-Kalimantan, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara menyusun kertas posisi ini untuk disampaikan dalam Kegiatan Forum Anti Korupsi Indonesia ke-5 (IACF5), guna mengukur kinerja pemberantasan korupsi di sektor pertambangan serta capaian dari implementasi GNP-SDA oleh KPK, Kementerian, Lembaga Negara, Institusi Hukum serta pemerintah daerah. Kertas posisi ini diarahkan untuk menjadi rujukan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di sektor SDA.
Area Pertambangan di Kawasan Hutan 67% luasan area pertambangan berada di kawasan hutan, yakni 26 dari 39 juta hektar, dengan 6,3 juta ha diantaranya berada dalam kawasan hutan lindung & konservasi. Berdasarkan hasil overlay peta IUP, KK dan PKP2B dengan Peta Kawasan Hutan dan IPPKH menunjukkan bahwa total luasan izin/ kontrak pertambangan di Kawasan Hutan dan IPPKH adalah sebesar 25,96 juta hektar. Terdapat IUP/
3
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
KK/PKP2B berada di kawasan Hutan Konservasi dengan luasan sebesar 1,37 juta hektar, dan berada di kawasan Hutan Lindung sebesar 4,93 seluas juta hektar. Selain itu, ditemukan 90% area pertambangan yang berada di hutan produksi tidak memiliki IPPKH, yakni 17,6 dari 19,6 juta hektar. Di Kaltim, 10.425 Ha (20 IUP) terindikasi berada dalam kawasan Tahura Bukit Soeharto yang merupakan Hutan Konservasi (JATAM Kaltim, 2016) dan PT Gemah Ripah Pratama terindikasi beroperasi di cagar alam Morowali (JATAM Sulteng, 2016). Tabel 1. Hasil Overlay IUP, KK dan PKP2B dengan Peta Kawasan Hutan dan IPPKH – Nasional
Kategori Izin IUP KK PKP2B Grand Total
Hutan Konservasi (A) 1,160,181 110,219 101,998 1,372,398
Hutan Lindung (B) 3,922,584 890,541 123,752 4,936,878
Hutan Produksi (C) 17,909,481 837,558 927,171 19,674,211
Kawasan Hutan (D=A+B+C) 22,992,246 1,838,318 1,152,921 25,983,486
Sumber : Ditjen Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Diolah (2014)
Merujuk UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan bahwa kegiatan pertambangan hanya diizinkan di hutan produksi serta hutan lindung untuk pertambangan tertutup (underground mining), yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Sementara pelaksanaan kegiatan pertambangan di hutan konservasi sepenuhnya dilarang. UU Kehutanan juga dengan tegas menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan sebelum perusahaan memiliki IPPKH. Gambar 1 - IUP CnC Dalam Kawasan Hutan Lindung
Keterangan: Kawasan hutan lindung di sekitar tambang mengalami kerusakan, serta akibat adanya aktivitas illegal logging dalam kawasan tersebut. Lokasi koordinat 2°13’32.29”S; 110°15’59.16”E. Foto diambil pada tanggal 8/3/2016. Sumber: Jaringan EoF Kalbar, 2016
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
4
Kurang dari 30% IUP Non-Clean and Clear (CnC) se-Indonesia ditindaklanjuti dalam Korsup Minerba Data capaian progress penertiban dan penataan IUP yang dikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada November 2016, menunjukkan bahwa kurang dari 30% IUP non CnC yang ditindaklanjuti baik oleh Kementerian ESDM maupun Pemerintah Daerah. Masih terdapat 3.603 IUP non CnC yang belum ditindaklanjuti dari 4.957 IUP non CnC yang menjadi temuan di awal Korsup Minerba (2014) dimana 40%-nya atau setara 1.440 IUP non CnC berasal dari Pulau Kalimantan, Provinsi Sulawesi Tengah, dan Sulawesi tenggara. Tabel 2. Progress Penataan IUP se-Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara No. 1
Provinsi Kalimantan Barat
2
Kalimantan Tengah
4
Kalimantan Timur
3
Sebelum Korsup (Desember, 2014)
CNC 370 555
372
237
609
387
814
295
993
450
1,393
851
309
1,160
244
199
443
224
108
332
3,066
1,962
2,929
1,440
4,369
Kalimantan Utara
186
7
Sulawesi Tenggara TOTAL IUP NASIONAL
Non CNC
606
5
TOTAL
682
CNC
JUMLAH IUP
866
404
Sulawesi Tengah
312
Sesudah Korsup (November, 2016)
311
Kalimantan Selatan
6
Non CNC
JUMLAH IUP
314
6.231
441 65
184
4.957
845 251
498
4,978 11.188
427 113
336
6.496
28
76
3.603
901
141
412
10.099
Sumber : Kementerian ESDM, Diolah. 2016
Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi dan Penertiban IUP Sektor Minerba dalam rangka mendorong percepatan pelaksanaan tindak lanjut Korsup Minerba sekaligus memberikan kewenangan kepada Menteri/Gubernur untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh IUP yang telah diterbitkan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan Permen ESDM Nomor 43/2015 tersebut mencakup 5 aspek, yaitu administrasi, kewilayahan, teknis dan lingkungan, dan finansial. Gubernur mempunyai waktu untuk menyampaikan hasil evaluasi penerbitan IUP sesuai dengan yang tercantum dalam Permen ESDM Nomor 43/2015 kepada Direktur Jenderal Minerba paling lambat 90 hari kalender sejak penandatanganan berita acara serah terima dokumen perizinan dari bupati/walikota (2 Oktober 2016), sehingga batas waktu penyampaian rekomendasi jatuh pada 2 Januari 2017.
CnC, Masih Sekedar Legitimasi Administratif ? Permen ESDM Nomor 43/2015 menyebutkan bahwa cakupan CnC meliputi aspek administratif (perizinan; pengajuan, perpanjangan, peningkatan status dan penciutan izin); aspek kewilayahan (tumpang tindih izin dan kesesuaian lokasi izin), aspek teknis (laporan eksplorasi bagi pemegang IUP eksplorasi dan laporan eksplorasi dan studi kelayakan bagi pemegang IUP memasuki tahapan operasi produksi); aspek lingkungan (kelengkapan dokumen lingkungan); dan aspek finansial (pemenuhan kewajiban PNBP). Dalam prakteknya, banyak pemegang IUP yang mendapatkan CnC menjalankan usahanya secara tidak prosedural, abai tehadap peraturan perundang-undangan dan tata kelola pertambangan yang baik (good mining practices). Realitas ini mengggambarkan bahwa CnC sebagai salah satu solusi dalam mendorong perbaikan tata kelola pertambangan justru dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk lepas dari jeratan hukum. Di Kalimantan Barat, 95% IUP CnC yang tumpang tindih dengan kawasan hutan tidak memiliki
5
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) (EoF Kalbar, 2016). 26 nyawa anak terenggut di lubang tambang Kaltim, nyatanya dimiliki oleh 17 IUP CnC (Jatam Kaltim, 2016). Sementara di Sulteng, dari 14 IUP CnC yang diinvestigasi masyarakat sipil, 4 IUP diantaranya tidak menempatkan jaminan reklamasi, sedangkan 10 IUP sisanya menempatkan jaminan reklamasi, akan tetapi tidak melakukan reklamasi (Jatam Sulteng, 2016). Kotak 1 IUP CnC Dalam Kawasan Hutan Lindung
Keterangan : Salah satu lubang tambang PT. KPL yang tidak di reklamasi berada dalam hutan lindung. Lokasi Koordinat 2°13’32.15”S; 110°15’58.59”E. Foto tanggal 8/3/2016
PT. Kendawangan Putra Lestari (KPL) merupakan perusahaan pemegang IUP operasi produksi bauksit melalui SK Bupati Ketapang Nomor 253/2010 seluas 2.602 hektar dan telah sertifikat CnC Tahap 3 oleh kementerian ESDM. Hasil monitoring Jaringan Eyes On The Forest (EoF) Kalbar menunjukkan bahwa berdasarkan data KemenLHK tahun 2015, PT. KPL tidak memiliki IPPKH. Terdapat aktivitas pembukaan lahan oleh PT. KPL dalam kawasan hutan lindung di Sungai Tapah desa Mekar Baru, Kec. Kendawangan, Kab. Ketapang seluas 11,4 hektar. Terdapat 3 (tiga) lubang tambang di kawasan hutan lindung yang tidak direklamasi dan disekitranya ditemukan pondok-pondok pembalak liar (illegal logger), bekas potongan kayu balok, serta jalur rel untuk pengangkutan kayu ilegal. Berdasarkan Permenhut Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, pada Pasal 5 ayat (1) huruf b disebutkan bahwa, “Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah; 2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah”. Dengan demikian, aktivitas PT KPL di kawasan hutan lindung jelas melanggar ketentuan peraturan-perundangundangan yang berlaku. Sumber: Jaringan EoF Kalbar, 2016
75% Pemegang IUP Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
6
75% Pemegang izin usaha pertambangan di seluruh Indonesia belum memenuhi kewajiban terkait Jaminan Reklamasi dan Pasca-tambang. Korsup Minerba terlalu fokus pada aspek penertiban dan penataan IUP sehingga terkesan abai terhadap persoalan reklamasi dan pasca tambang. Padahal dalam aspek ini, nyaris tidak ada perbaikan yang signifikan baik dalam hal penempatan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang maupun pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang. Sejak dari awal pelaksanaan Korsup Minerba hingga kini, minim sekali perkembangan data mengenai penempatan jaminan reklamasi dan pasca-tambang.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Rata-rata hanya 43% dari seluruh kabupaten di provinsi se-Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara melakukan tindak lanjut terkait persoalan Grafik 1 Jumlah Kabupaten yang Lakukan Tindak Lanjut Persoalan Jaminan Reklamasi jamrek. Tindak lanjut berupa penerbitan surat tindak lanjut, peringatan & penempatan jamrek baru. Selain itu, ditemukan 32 IUP di Samarinda meninggalkan 232 lubang tambang yang tidak direklamasi. 14 IUP CnC yang diinvestigasi di Sulteng tidak satupun melakukan reklamasi. Sementara 25 dari 201 IUP CnC di Kalbar telah lakukan pembukaan lahan sebesar 1602 Ha dan tidak lakukan reklamasi, yang mana sembilan diantaranya berada di hutan lindung. Kalimantan Barat
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kab tindak lanjut
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
Kab tidak tindak lanjut
Sumber : Bahan Paparan KPK, Diolah. Maret 2016
Sulawesi Tenggara
Negara (Tidak) Hadir Dalam Kasus Eks Lubang Tambang di Kaltim ?
Selasa, 8 November 2016, Dias Mahendra (14) dan Edy Kurniawan (15), ditemukan tidak bernyawa di lokasi tambang PT. ECI, Kota Samarinda. Peristiwa ini tidak hanya menggenapi jumlah korban lubang tambang di Kaltim menjadi Grafik 2 26 anak, namun menandai tragedi Jumlah Korban Lubang Tambang di Kaltim 9 kemanusiaan yang ironisnya diabaikan oleh negara. Bagaimana tidak, dalam 8 dua tahun terakhir jumlah korban 7 lubang tambang di Kalimantan Timur tidak menurun justru meningkat dua 6 kali lipat. Dimanakah kehadiran negara 5 dalam situasi ini? 4
3
2
1
0 2011
2012
2013
Sumber : JATAM Kaltim, 2016
7
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
2014
2015
2016
Hadirnya Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang (KRPT) serta Pansus Reklamasi dan Investigasi Korban Lubang Bekas Tambang (PRIKLBT) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimatan Timur (Kaltim); Pakta
Integritas (20 Juni 2016) yang ditandatangani oleh pemegang IUP di hadapan perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP), Kementrian ESDM, KLHK dan KPK; Pembentukan “Task Force Lubang Tambang” yang dipimpin langsung oleh KSP; Investigasi oleh Komnas HAM; laporan kepada sejumlah instansi penegak hukum; ternyata tidak memberikan hasil yang signifikan. Negara benar-benar tidak hadir dalam kasus tragedi kemanusiaan akibat lubang tambang. Kotak 2 Pelanggaran HAM Kasus Eks Lubang Tambang Batubara di Kalimantan Timur
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) baru-baru ini (2016) merilis laporan pelanggaran HAM dalam kasus eks lubang tambang batubara di Kalimantan Timur, dimana telah terjadi pelanggaran HAM atas hak hidup, hak atas kesehatan dan lingkungan yang sehat, hak untuk memperoleh keadilan, hak atas rasa aman dan hak anak. Terjadi dugaan pembiaran secara berlarut-larut oleh Aparat Negara baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 281 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 71 Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bahwa proses penegakan hukum yang seharusnya dapat dilaksanakan oleh Kepolisian dan Penyidik lainnya belum menjangkau luasnya persoalan maupun jumlah korban dalam kasus matinya korban di bekas galian tambang batubara. Telah terjadi dugaan pelangaran hak atas anak sebagaimana yang diatur dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM, UU No. 35/2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak.
Lebih dari 26 Trilyun Potensi Kerugian Penerimaan Negara dari PNBP Pertambangan Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa terdapat potensi kerugian negara piutang PNBP Ditjen Minerba sebesar Rp 26,2 Trilyun. Sebesar Rp 21,85 Trilyun hanya dari 5 (lima) Perusahaan PKP2B Generasi I periode tahun 2008 s.d Grafik 3 Piutang Iuran Tetap IUP Se-Kalimantan, Sulteng dan Sultra 2012; sebesar Rp 296,7 Milyar dari 57 perusahaan PKP2B; sebesar 280,15 Milyar dari 28 Perusahaan KK; dan sebesar 3,8 T dari 3003 Perusahaan Pertambangan pemegang IUP. Piutang tersebut telah dilakukan penagihan namun belum dilunasi oleh Perusahaan Pertambangan. Di Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara terdapat 3419 IUP minerba yang memiliki tunggakan PNBP dari pembayaran iuran tetap (2013Sumber : ESDM, Diolah, 2016 2015) hingga 943 miliar rupiah.
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
8
Kotak 3 Perluasan Kualifikasi Tindak Pidana Korupsi SDA berbasiskan Valuasi Ekonomi Lingkungan. Sumber Daya Alam (SDA) kerap disebut kekayaan negara, tapi belum pernah dirumuskan sebagai basis penentuan perhitungan kerugian negara. Pengabaian kewajiban pembayaran PNBP, landrent, PSDH, royalti, juga jamrek, lebih dianggap sebagai kewajiban administratif dan bahkan beberapa peristiwa tertentu dianggap hanya sebagai pelanggaran hubungan kontraktual (perdata). Jika SDA dianggap sebagai kekayaan atau aset startegis negara, maka seharusnya diberi nilai melalui valuasi ekonomi lingkungan. Tindakan membiarkan pengguna SDA yang merusak-mencemari-menurunkan/menghilangkan nilai ekonomi SDA, menghilangkan estetika lingkungan merupakan tindakan memperkaya korporasi yang menyebabkan menurunnya kekayaan negara. Dalam perspektif hukum, perumusan kualifikasi pidana mempersyaratkan adanya nilai kolektif yang memerlukan proteksi dari negara. Tindakan menghilangkan/mengurangi kekayaan negara dapat mengancam keselamatan publik, dan bahkan dalam jangka panjang akan mengancam keberlanjutan kesinambungan keuangan negara. Oleh karena itu, harus dilakukan recovery lingkungan, termasuk mengembalikan atau menginternalisasi biayabiaya eksternal dari kasus pelanggaran HAM ataupun konflik yang timbul dari pemanfaatan SDA. Kotak 4 Aliran Uang Haram dan Kejahatan Perpajakan Sekor Pertambangan PWYP Indonesia mencatat dugaan aliran uang haram di Indonesia pada Tahun 2014 dapat men- capai Rp. 227,7 triliun, setara dengan 11,7% dari total APBN–P Tahun 2014. Aliran uang haram pada sektor pertambangan Tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp. 23,89 triliun. Dimana Rp. 21,33 triliun diperkirakan berasal dari transaksi ilegal perdagangan (miss-invoicing trade) dan Rp.2,56 triliun berasal dari celah aliran uang panas (hot money narrow). Tax ratio sektor pertambangan di Indonesia pada Tahun 2013 hanya sebesar 9,4%, rendahnya tax ratio tersebut diindikasi terkait dengan maraknya praktek pengemplangan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).
Minimnya Penegakan Hukum Sektor Pertambangan Piagam deklarasi Penyelamatan Sumber Daya Alam oleh Ketua KPK, Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung pada 9 Juni 2014 di Ternate, Maluku Utara, secara tegas menyebutkan untuk : (1) Mendukung tata kelola SDA Indonesia yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) Mendukung penyelamatan kekayaan SDA Indonesia; (3) Melaksanakan penegakan hukum di sektor SDA sesuai dengan kewenangan masing masing. Dalam pelaksanaannya, penegakan hukum di sektor SDA, khususnya sektor pertambangan masih sangat minim. Padahal telah banyak temuan yang menjurus pada indikasi tindak pidana korupsi selama perjalanan Korsup Minerba. Termasuk juga masih lambannya tindak lanjut aparat penegak hukum atas berbagai laporan masyarakat terkait kasus korupsi di sektor pertambangan. Laporan kasus yang disampaikan publik banyak yang tidak ditindaklanjuti, dengan berbagai alasan teknis seperti dokumen pelaporan kurang alat buktinya. Transparansi terkait penanganan kasus korupsi sektor
9
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam
pertambangan masih minim, terutama terhadap kasus-kasus yang mangkrak di penegak hukum. Aparat penegak hukum belum menjadikan korporasi tambang sebagai pihak yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, ada kecenderungan terjadinya praktik kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat yang mempertahankan hak-hak terkait sumber daya alam. Tabel 3. Kasus Dugaan Korupsi Tambang Mangkrak di Kaltim Tahun
Provinsi
Kasus
Aparat Penegak Hukum
Status
2014
Kalimantan Timur
KPK
Belum ada perkembangan
2013
Dugaan TPK dalam Pemberian Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan Operasi Produksi di Kasawan Hutan Produksi tanpa IPPH di Kabupaten Berau
Kalimantan Timur
KPK
Belum ada perkembangan
2012
Dugaan Gratifikasi PT Graha Benua Etam (GBE) terhadap Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2006, sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar)
Kalimantan Timur
Tim Dik
Tim Dik menunggu petunjuk pimpinan
2012
Dugaan TPK dalam pembayaran jaminan reklamasi dan pembayaran royalty (iuran produksi) dengan tersangka Rudi Tanair
Kalimantan Timur
Tim Dik
Tim Dik menunggu petunjuk pimpinan
2012
Dugaan TPK dalam pembayaran jaminan reklamasi dan pembayaran royalty (iuran produksi) dengan tersangka Suharto Nasran Basri
Kalimantan Timur
Dugaan penanda tanganan dua IUP yang tumpang tindih antara PT Pasifik Resorce Energi, PT Mandiri Sejahtera Energindo, dan PT Paser Prima Coal.
Kapolda Kaltim
Pra Peradilan Menang dengan alsan data yang dimiliki Polisi tidak lengkap.
Kasus sudah di SP3, ketika kalah ditetapkan menjadi tersangka kembali tahun 2015. Sumber : Pokja 30 dan Jatam Kaltim
Rekomendasi 7 (Tujuh) hal yang direkomendasikan oleh Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam adalah sebagai berikut : 1. Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan kejahatan pertambangan 2. Gubenur dan Kementerian ESDM segera mencabut IUP yang berstatus Non CnC sasesuai dengan tenggat waktu 2 Januari 2016 dan segera melakukan evaluasi kembali terhadap seluruh IUP yang berstatus CnC. 3. KLHK dan KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap IUP CnC maupun Non CnC yang tidak memiliki IPPKH 4. KLHK dan Kementerian ESDM segera melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang pemegang IUP yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang signifikan dan menyebabkan hilangnya nyawa. 5. KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap korporasi pemegang IUP berdasarkan temuan Korsup Minerba yang tidak ditindaklanjuti baik aspek kewilayahan, lingkungan dan keuangan 6. Kapolri dan Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan dan memastikan penyelesaian kasus-kasus lubang tambang dan korupsi sektor pertambangan. 7. Terkait Kasus Lubang Tambang di Kaltim, Gubernur, Bupati/Walikota dan Kapolda Kaltim segera menindaklanjuti hasil Rekomendasi dari Komnas HAM
Koalisi Anti Mafia Sumberdaya Alam JATAM Kaltim - WALHI Kaltim - Pokja 30 - Yayasan Bumi - STABIL - Prakarsa Borneo - SAMPAN Kalimantan - Swandiri Institute - WALHI Kalbar - WALHI Kalteng - JARI Kalteng WALHI Kalsel - JATAM Sulteng - Yayasan Tanah Merdeka - WALHI Sultra - PWYP Indonesia.
11
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam