Program pembinaan guru melalui MGMP/KKG
Pendidikan sains , seperti pendidikan pada umumnya, memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual siswa. Pembaruan dan pengembangan pendidikan sains diupayakan kearah yang lebih menekankan pada kesesuaian antara perkembangan sains dan kebutuhan masyarakat. Di masa mendatang sebenarnya pningkatan bidang pendidikan IPA perlu berpijak pada society oriented, dimana kebijakan yang diambil pemerintah harus juga berorientasi pada masukan dari maasyarakat khususnya organisasi profesi terkait yang turut serta membina dan mengembangkan pendidikan IPA. Tentu peribahan orientasi ini perlu didukung oleh berbagai persyuaratan yang harus dpenuhi di dalamnya, sehinggga perkembangan pendidikan IPA bisa berjalan secara kontinyu dan maju sesuai dengan kemajuan masyarakat tanpa banyak membebani Negara untuk ikut campur terlalu jauh di dalamnya. Dalam kerangka pemberdayaan organisasi profesi bidang IPA, pemerintah harus dapat mmefasilitasi pemberdayaan organisasi tersebut, baik dalam pembinaan manajemen organisasi maupun kegiatan yang dilakukan. Sehingga di masa mendatang organisasi ini akan mampu menjadi partner pemerintah yang cukup tangguh baik dalam mlahirkan kebijakan pendidikan maupun sebagai kritisi dalam menilai kebijakan pemerintah yang ada. Di negara maju, perti Inggris misalnya professional institution semacam The Royall Society of Chemistry sudah mapan sejak revolusi industri bergulir. Di Amerika setiap Negara bagian mempunyai asosiasi guru mata pelajaran seperti NSTA, BSCS, Science Teacher Association of Florida dan masih banyak lagi. Organisasi tersebut memberikan sumbangan yang sangat penting dalam menentukan arah pendidikan IPA, menyusun standar kompetensi, menyusun program-program pemberdayaan guru, serta menerbitkan sejumlah jurnal yang cukup disegani oleh para pendidik terutama dalam IPA. Organisasi berbasis guru mata pelajaran mempunyai tugas sebagai pihak yang bisa memfasilitasi sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dengan pihak guru dimana ketiga pihak dapat melakukan sharing dan saling melengkapi dalam pengembangan IPA sehingga terhindar dari tumpang tindih dan duplikasi. Selain
itu, organisasi ini bisa mendorong dan memfasilitasi kerjasama yang saling menguntungkan antara semua pihak yang terkait. Pada akhirnya lembaga ini diharapkan
bisa
mempromosikan
dan
memasyarakatkan
perkembangan
pendidikan IPA (Kuswandi, 2000). Kehidupan di masyarakat tentu tidak terlepas dari kemampuan generic dan kemampuan social (social skills). Pengembangan ini tentu membawa konsekuensi pada bentuk-bentuk pengelolaan kelas yang agak berbeda dari pada pengelolaan kelas yang berorientasi pada konsep. Dalam kegiatan pembelajaran dikelas, guru memegang peranan penting. Gurulah yang menciptakan atmosfir belajar dalam kelas. Kebanyakan kelas di Indonesia, guru melaksanakan pembelajaran dalam kelas seorang diri. Bagi guru yang reflektif, ia akan dapat melihat respon siswa untuk digunakan sebagai acuan mengembangkan pembelajaran yang lebih baik. Tetapi kebanyakan guru ada saat merasakan tugas melaksanakan pembelajaran sebagai kewajiban yang rutin, sehingga pelaksanaan pembelajaran kurang berorientasi pada siswa. Jika hal ini sudah berlangsung lama, dampak pola pembelajaran tersebut akan dengan sendirinya tercermin pada hasil belajar siswa. Jika hasilnya cukup baik,maka guru akan tetap mempertahankan pola pembelajaran yang telah dilakukannya. Tetapi jika hasilnya tidak begitu baik, maka guru merasa perlu ada pihak lain selain dirinya untuk melihat apa yang kurang pada pelaksanaan pembelajaran yang telah diterapkan selama ini.
Pihak yang paling mungkin dilibatkan adalah teman
sesama guru karena merekalah yang dianggap lebih dapat memahami bagaimana situasi dan posisi guru dalam pembelajaran. Kegiatan Lesson Study pada tahun 2007 menekankan pada bagaimana mengembangkan kemampuan professional guru melalui forum teman sejawat. Selama ini forum teman sejawat yang telah ada adalah MGMP yang secara periodic berkumpul dengan tujuan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran serta kompetensi guru. Walaupun demikian ada kalanya forum ini kehabisan bahan untuk dibicarakan karena lebih bersifat menunggu informasi dari pihak Pembina dalam hal ini pihak dinas Pendidikan di wilayah masing-masing.
Melalui kegiatan Lesson Study, MGMP akan diarahkan pada kegiatan pengembangan kompetensi guru yang lebih operasional dan nyata. Kegiatan Lesson Study Biologi mengajak guru Biologi untuk mengembangkan model pembelajaran yang didaului dengan identifikasi masalah yang sering ditemukan pada saat melaksanakan pembelajaran Biologi, membuat skala prioritas masalah mana yang akan dibahas dan diselesaikan bersama. Masalah akan dipecahkan melalui penyusunan model pembelajaran yang mudah untuk dilaksanakan, mudah untuk mendapatkan media pembelajarannya, membuat siswa aktif (minds-on dan hands-on), dan berupaya untuk memperbaiki cara mengelola penguatan konsep setelah kegiatan percobaan metode penugasan. Diharapkan setelah kegiatan ini selesai guru memperoleh peningkatan kompetensi dalam melakukan berbagai macam pengelolaan pembelajaran
sehingga
penguasaan konsep serta kemampuan siswa lebih merata dan menyeluruh. Secara jujur harus diakui, keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) selama ini terkesan “mandul” dan belum memiliki peran yang bermakna dalam melakukan perubahan substansial dan mendasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Yang menyedihkan, MGMP dinilai hanya merupakan “tangan panjang” birokrasi semacam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) atau Dinas Pendidikan. MGMP lebih terkesan membela kepentingan birokrasi ketimbang memberdayakan guru. Sikap kritis dan responsif para guru pun dianggap sebagai “kerikil” yang harus disingkirkan. Yang lebih menyedihkan, MGMP dinilai hanya dijadikan “jembatan” bagi guru tertentu untuk memburu jenjang karier yang lebih tinggi, misalnya kepala sekolah atau jabatan kependidikan bergengsi lainnya. Tidak heran jika sikap sinis pun tak jarang ditimpakan kepada MGMP. MGMP lebih sering diplesetkan menjadi “Mulih Gasik Mampir Pasar” (pulang awal, kemudian mampir ke pasar) ketimbang Musyawarah Guru Mata Pelajaran. Sebuah ungkapan yang menyiratkan makna betapa MGMP hanya sekadar tempat kumpul-kumpul dan ngrumpi yang jauh dari ingar-bingar dan dinamika untuk mendiskusikan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan dunia pembelajaran. Jadwal MGMP pun tak jarang dijadikan sebagai alasan pembenar dan apologi untuk mangkir dari tugas-tugas kedinasan di sekolah. Ya, sebuah tragedi bagi wadah profesi guru semacam MGMP. Tak henti-hentinya guru dituding sebagai “biang kerok” merosotnya mutu sumber daya manusia ketika negeri ini mengalami “kebangkrutan” intelektual, sosial, dan moral di segenap lapis dan lini kehidupan. Guru dinilai “mandul” dalam menjalankan fungsinya sebagai “agen pembelajaran” sehingga gagal melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, terampil, dan bermoral.
Dengan nada ironis, Darmaningtyas (2001) pernah menyatakan bahwa profesi guru itu telah mati karena memang sengaja dimatikan agar guru tidak memiliki kemandirian dalam menyiapkan lahan, memberi pupuk, dan menyemai benih-benih yang sedang tumbuh. Tugas guru dalam penyiapan lahan, pemberian pupuk, dan penyemai senantiasa akan tergantung pada pihak yang memberikan komando atau instruksi.
Pernyataan Darmaningtyas hanyalah sepenggal kisah pilu yang mesti dihadapi (hampir) setiap guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Guru masih diposisikan sebagai “aparat” negara yang harus tunduk kepada sang pemberi komando. Akibatnya, profesi guru tidak lebih dari sekadar “tukang ajar” yang mesti tunduk pada “pesanan” penguasa. Lebih-lebih pada era otonomi daerah, di mana peran dan gerak-gerik guru lebih mudah diawasi dan dikontrol, guru semakin tak berkutik dalam melakukan inovasiinovasi yang lebih “liar” dan bermakna bagi perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual siswa. Dalam kondisi yang sarat intervensi dan tekanan, bagaimana mungkin seorang guru mampu melahirkan generasi-generasi jempolan yang amat dibutuhkan dalam membangun peradaban bangsa yang berbudaya, terhormat, dan bermartabat? Guru sebenarnya tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik, tetapi mereka juga harus memerankan dirinya sebagai –meminjam istilah Paulo Freire (2002)– pekerja kultural (cultural workers). Dalam konteks demikian, pendidikan tidak bisa dibatasi fungsinya hanya sebatas area pembelajaran di sekolah. Ia harus diperluas perannya dalam menciptakan kehidupan publik yang lebih demokratis. Dalam pandangan Freire, harus ada semacam kontekstualisasi pembelajaran di kelas. Teks yang diajarkan di kelas harus dikaitkan kehidupan nyata. Dengan kata lain, harus ada dialektika antara teks dan konteks, teks dan realitas. Ini artinya, guru perlu diberikan keleluasaan dalam mengembangkan kemampuan para siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari. Namun, kenyataan yang terjadi, selama ini dunia pembelajaran jauh dari idealisme semacam itu. Para siswa didik justru sering dikarantina dan dimasukkan ke dalam “kerangkeng” ilmu pengetahuan untuk menjadi penghafal kelas wahid sehingga menjadi asing dan buta terhadap persoalan-persoalan riil yang terjadi di sekelilingnya. Ruang kelas tak ubahnya sel penjara yang amat menyiksa; pengap dan singup; jauh dari
sentuhan keilmuan yang dialogis, interaktif, menarik, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik. Kondisi pembelajaran semacam itu jelas tidak relevan dengan amanat UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas yang mewajibkan guru untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis (Pasal 40 ayat 2). Tidak heran apabila keluaran dunia persekolahan kita menjadi bebal dan tidak responsif terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Terlepas dari atmosfer politik yang sangat tidak menguntungkan bagi guru pada era otonomi daerah, secara jujur juga harus diakui, guru masih belum mampu tampil optimal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya. Kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial yang harus dimiliki oleh guru sebagai agen pembelajaran sebagaimana diamanatkan PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) masih dipertanyakan banyak kalangan.
Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru, dua di antaranya dinilai masih menjadi problem serius dan krusial di kalangan guru, yakni kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Dari aspek kompetensi pedagogik, misalnya, guru dinilai belum mampu mengelola pembelajaran secara maksimal, baik dalam hal pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, maupun pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dari aspek kompetensi profesional, banyak guru yang dianggap masih gagap dalam menguasai materi ajar secara luas dan mendalam sehingga gagal menyajikan kegiatan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi siswa.( Sawali Tuhusetya | Monday, 9 June 2008) Dua kompetensi guru yang dinilai masih carut-marut itulah yang tampaknya kini tengah diupayakan secara serius oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) dalam bentuk program pemberdayaan MGMP di jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (SMP dan SMA). Sejumlah dana block-grant dikucurkan oleh pemerintah untuk membantu guru dalam mengembangkan dan mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan yang berkaitan dengan proses pendidikan (khususnya proses pembelajaran dan manajamen).
Oleh karena itu, perlu ada penajaman program yang riil dan praktis agar MGMP benarbenar mampu membantu guru dalam menguasai kompetensi sesuai standar pendidik yang disyaratkan dalam SNP. Paling tidak, ada enam agenda utama yang perlu segera digarap.
Pertama, program memotivasi guru untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional. Kedua, agenda unjuk kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. Ketiga, agenda diskusi untuk membahas permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari solusi alternatif pemecahannya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing, guru, kondisi sekolah, dan lingkungannya. Keempat, agenda penyebaran informasi teknis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan kurikulum, metodologi, dan sistem pengujian yang sesuai dengan mata pelajaran yang bersangkutan. Kelima, agenda saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, simposium, seminar, Diklat, penelitan tindakan kelas, referensi, atau kegiatan profesional lain yang dibahas bersama-sama. Keenam, agenda penjabaran dan perumusan kegiatan reformasi sekolah, khususnya reformasi pembelajaran di kelas (classroom reform) sehingga berproses pada reorientasi pembelajaran yang efektif, menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa didik. Yang tidak kalah penting, pemberdayaan MGMP harus dimaknai sebagai sebuah proses yang terus hidup, tumbuh, dan berkembang sepanjang waktu; tidak seperti “obor blarak” yang –meminjam idiom puitik Chairil Anwar– sekali berarti sesudah itu mati. Melalui pemberdayaan secara terus-menerus dan berkelanjutan, MGMP diharapkan mampu berperan sebagai reformator dalam classroom reform, mediator dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru, agen “penyemangat” dalam inovasi manajemen kelas dan manajemen sekolah, serta kolaborator terhadap unit terkait dan organisasi profesi yang relevan. Keberhasilan MGMP dalam memberdayakan diri akan sangat dipengaruhi oleh etos kerja segenap pengurus, anggota, dan guru mata pelajaran sejenis dalam membangun semangat kebersamaan dan persaudaraan dalam sebuah wadah yang memiliki karakter dan jatidiri, kemampuan membangun jaringan dengan unit terkait, serta kesanggupan untuk tetap steril dari berbagai godaan dan kepentingan. Kini, sudah tiba saatnya MGMP mendinamiskan gerak dalam mentransformasikan dirinya secara utuh dan total ke dalam hiruk-pikuk dunia pendidikan yang semakin rumit, kompleks, dan penuh tantangan I.
TUJUAN A. Tujuan Umum 1. Meningkatkan kualitas pembelajaran IPA khususnya Biologi di SLTP 2. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan model pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 3. Meningkatkan kualitas hubungan kerjasama antara guru dengan dosen melalui kerjasama pengembangan model pembelajaran
4. Meningkatkan kualitas hubungan kerjasama antara sguru dengan siswa maupun sesame siswa melalui penerapan model pembelajaran Biologi 5. Memperbaiki program pendidikan guru berdasarkan pengalaman yang didapatkan selama pelaksanaan program piloting B. Tujuan Khusus Melalui kegiatan piloting ini ada beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai 1. Model pembelajaran yang disusun bersama guru dapat meningkatkan kemampuan bekerja ilmiah siswa secara berkelompok 2. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran biologi 3. Meningkatkan kemampuan guru dalam merancang pertanyaan produktif 4. Meningkatkan kemampuan guru dan siswa membuat media pembelajaran yang sederhana 5. Meningkatkan kemampuan guru menyusun asesmen kemampuan bekerja ilmiah 6. Meningkatkan motivasi siswa untuk mempelajari biologi 7. Meningkatkan motivasi guru bekerja mengikuti pola team teaching. II.
RANCANGAN A. TOPIK PEMBELAJARAN Topik pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan Lesson Study ini adalah Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan serta Jalur Peredaran Darah pada Manusia. Pemilihan topik dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa topik ini mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan dalam bentuk kegiatan menggunakan kelompok siswa serta pengembangan pengelolaan kelas yang lebih bervariasi. B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN Model pembelajaran yang dikembangkan dalam program Lesson Study ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered) dengan menekankan pada pengembangan aspek hands-on dan minds-on 2. Berbasis group investigation 3. Menggunakan bahan pengamatan dan media pembelajaran yang bersifat lokal, murah, mudah didapat 4. Menggunakan asesmen yang bervariasi (Tes tertulis, kinerja)
Pengembangan model pembelajaran berbasis inkuiri dengan menekankan pada pengelolaan kegiatan menggunakan kelompok siswa. C.
PROSEDUR PARTISIPASI Melalui kegiatan piloting ini secara tidak langsung guru diajak untuk menyempurnakan kualitas pembelajaran dengan mengikuti alur classroom action
research atau penelitian tindakan kelas. Tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Pertemuan bersama antara tim pendamping dari Jurusan Pendidikan Biologi dengan 11 orang guru biologi SMP yang akan terlibat dalam kegiatan lesson Study untuk merinci dan menyepakati masalah yang akan dicarikan penyelesaiannya ,
guru model, pendekatan yang akan digunakan, topic
yang dipilih, serta waktu dan tempat pelaksanaan implementasi.. 2. Perancangan model pembelajaran oleh guru dibantu oleh tim pendamping dari UPI. Guru diberi kesempatan untuk merancang model pembelajaran sesuai dengan versinya masing-masing. Pertemuan hanya dilakukan untuk menyamakan pola pendekatan, tahap-tahap pembelajaran secara umum,uji coba media pembelajaran serta alat asesmen. 3. Uji coba prosedur pembelajaran dan penyempurnaan media pembelajaran di laksanakan secara simulasi oleh guru modeldengan teman guru yang lain berperansebagai siswa. Uji coba dilaksanakan di tempat MGMP berlangsung. 4. Penyempurnaan rancangan model pembelajaran dilakukan setelah selesai uji coba. 5. Pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dipilih oleh guru model dihadiri oleh guru dari semua sekolah yang terlibat dalam kegiatan MGMP, para Kepala Sekolah,
Pengawas
dan
tim
pendamping
dari
UPI
.Refleksi
hasil
pembelajaran dengan cara diskusi melibatkan semua yang hadir di kelas pada saat itu. 6. Perancangan model pembelajaran berikutnya dibuat dengan memperhatikan masukan pada saat refleksi pelaksanaan pembelajaran sebelumnya 7. Uji coba prosedur pembelajaran dan penyempurnaan media pembelajaran di laksanakan secara simulasi oleh guru modeldengan teman guru yang lain berperan sebagai siswa. Uji coba dilaksanakan di tempat mgmp berlangsung 8. Penyempurnaan rancangan model pembelajaran dilakukan setelah selesai uji coba. 9. Pelaksanaan pembelajaran di kelas dilanjutkan dengan refleksi hasil pelaksanaan pembelajaran
10. Pembahasan
hasil
secara
keseluruhan
berdasarkan
inferensi
hasil
pengolahan data berupa hasil observasi. CI.
IMPLEMENTASI a. PERSIAPAN Rincian tahap persiapan diuraikan dalam bentuk tabel berikut :
No. 1.
Tabel Rincian Kegiatan Persiapan Program Piloting di SMP Tanggal Jenis Kegiatan Hasil Kegiatan 23-10-2006 Merinci masalah yang sering dihadapi Masalah yang disepakati oleh guru, kemudian menyusun untuk dicarikan prioritas untuk menentukan masalah pemecahannya adalah mana yang akan diselesaikan lebih pengelolaan kelas praktikum. dulu dengan cara membuat model Topik yang disepakati adalah pembelajaran dan dilaksaanakan di Kerja Enzim Amilase kelas dalam Proses Pencernaan
Makanan 2.
7-11-2006
3.
21-11-2006
4.
25-11-2006
5
6.
8-12-2006
3-2-2007
Merinci masalah yang sering dihadapi oleh guru, kemudian menyusun prioritas untuk menentukan masalah mana yang akan diselesaikan lebih dulu dengan cara membuat model pembelajaran dan dilaksaanakan di kelas
Masalah yang disepakati untuk dicarikan pemecahannya adalah pengelolaan kelas praktikum. Topik yang disepakati adalah
Uji coba model pembelajaran di kelas uji coba di SMPN Tanjungsari dengan bu pak Subhan sebagai guru model dan teman lain sebagai siswa. Melaksanakan implementasi model pembelajaran di kelas dengan bu Ayi sebagai guru model di kelas VIII H
Silabus siap pakai, LKS siap pakai, soal siap pakai
Melaksanakan post-class disscusion untuk membahas aspek yang telah terlaksana dan yang belum terlaksana dari model pembelajaran yang telah dibuat
Catatan tentang hal-hal yang perlu ditekankan jika model pembelajaran Kerja Enzim
Mendiskusikan dan menyepakati masalah yang akan dipecahkan selanjutnya yaitu bagaimana mengelola kelas pada topic-topik yang bersifat non-eksperimen dan dilaksanakan di luar ruang kelas.
Masalah yang disepakati untuk dicarikan pemecahannya adalah pengelolaan kelas nonpraktikum dan dilaksanakan di luar ruangan. Topik yang disepakati adalah Jalur
Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan
Model pembelajaran yang sudah dicobakan dengan judul
Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan
Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan akan digunakan lagi di kelas lain
Peredaran Manusia 7.
17-2-2007
Uji coba model pembelajaran di kelas uji coba di SMPN Tanjungsari dengan bu Elly sebagai guru model dan teman lain sebagai siswa.
Darah
pada
Silabus siap pakai, LKS siap pakai, soal siap pakai
8.
17-3-2007
9.
24-3-2007
Melaksanakan implementasi model pembelajaran di kelas dengan pak Subhan di kelas VIIIA Melaksanakan post-class disscusion untuk membahas aspek yang telah terlaksana dan yang belum terlaksana dari model pembelajaran yang telah dibuat. Juga didiskusikan masalah berikutnya yang akan dicarikan pemecahannya.
Jalur Peredaran Darah pada Manusia Catatan tentang hal-hal yang perlu ditekankan jika model pembelajaran Jalur
Peredaran Darah pada Manusia akan digunakan lagi di kelas lain. Masalah berikutnya yang akan dipecahkan adalah mengembangkan kemampuan siswa menulis artikel berdasarkan bacaan yang disediakan guru.
b. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN Implementasi model pembelajaran dilaksanakan selama semester ganjil tahun ajaran 2003/2004. Jadwal pelaksanaannya adalah sebagai berikut : No 1. 2.
Topik
Tanggal
Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan Jalur Peredaran Darah pada Manusia
Sabtu, 25 Nopember 2006 Sabtu, 7 Maret 2007
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan renpel yang dirancang oleh guru dan sebelumnya telah direviu oleh tim pendamping dari UPI untuk melihat kesesuaian antara scenario pembelajaran dengan urutan model pembelajaran, jenis kerja ilmiah serta pertanyaan produktif ,pengelolaan kelasnya serta konsepnya.
Kegiatan
praktikum
yang
diujicobakan
lebih
dahulu
untuk
memperkirakan alokasi waktu serta hasil percobaan. Selain tes tertulis berbasis konsep, dikembangkan juga lembar observasi untuk melihat kinerja siswa pada saat melakukan percobaan. Lembar observasi ini dirancang dan digunakan sebagai alternatif bentuk evaluasi serta mendapatkan umpan balik untuk melihat kemampuan siswa mengikuti setiap tahap scenario praktikum. c. REFLEKSI
Setelah penerapan model pembelajaran, dilakukan diskusi antara guru dengan dosen UPI, Pengawas Mata Pelajaran, beberapa Kepala Sekolah dari sekolah yang menjadi anggota forum MGMP serta guru dari sekolah lain. Diskusi dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai. Dengan cara sepertti ini guru mendapat masukan bukan hanya dari dosen tetapi juga dari guru lain yang terlibat dalam program ini sehingga wawasan guru lebih luas. Selain itu banyak terjadi pertukaran ide pada saat diskusi. Rangkuman hasil refleksi akan disajikan dalam bentuk table berikut. Tabel Rangkuman Refleksi Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri A. Aktivitas Siswa
No.
Topik
1.
Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan
komentar Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Kurang memperhatikan fakta hasil pengamatan untuk dihubungkan dengan konsep Pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan konsep agak kurang terutama pada cara kerja Dalam diskusi sudah diusahakan untuk memeratakan kesempatan berbicara tetapi masih ada beberapa kelompok yang salah seorang anggota kelompoknya mendominasi Pada saat diskusi banyak siswa yang kurang memperhatikan pendapat teman di depan kelas
2.
Jalur Peredaran Darah pada Manusia
Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan terlihat serius mengikuti langkah kegiatan walaupun berada di luar kelas Siswa tampak senang ketika diajak bernyanyi dan menjawab pertanyaan. Dalam diskusi sudah diusahakan untuk memeratakan kesempatan berbicara tetapi masih ada beberapa kelompok yang salah seorang anggota kelompoknya mendominasi Pada saat diskusi banyak siswa yang mau tertawa dan tersenyum Siswa senang dengan hadiah yang diberikan pak Subhan pada siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan baik
B. Aktivitas Guru dan Observer
No.
Topik
1.
Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan
2.
Jalur Peredaran Darah pada Manusia
Komentar Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai rencana yang telah disusun Guru memberikan instruksi tentang cara melakukan prosedur kerja dengan baik Guru selalu berusaha membuat siswa dapat menghubungkan antara fakta hasil pengamatan dengan konsep Guru selalu dapat mengendalikan kelas Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai rencana yang telah disusun Guru meminta siswa melakukan kegiatan sesuai panduan pada lembar kerja siswa disertai dengan contoh di lapangan Guru selalu berusaha membuat siswa dapat menghubungkan antara fakta hasil pengamatan dengan konsep Guru berhasil melibatkan siswa untuk melaksanakan peer-
asesmen Walaupun bukan guru yang mengajar di sekolah tempat implementasi, tetapi berhasil mengelola kelas dengan baik Guru berhasil menkonkritkan konsep yang abstrak dan menjadi lebih mudah dipahami melalui analogi dan permainan.
VI.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI a. KESIMPULAN 1.
Kegiatan Lesson Study yang telah dilaksanakan menghasilkan 2 model pembelajaran untuk 2 topik dari materi pokok untuk kelas 1 SMP yaitu Kerja Enzim Amilase dalam Proses Pencernaan Makanan dan Jalur Peredaran Darah pada Manusia. Model yang terdiri dari alur pembelajaran, rencana pembelajaran/scenario pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan soal dibuat dan diterapkan oleh guru Biologi se Kecamatan Tanjungsari.
2.
Melalui Lesson Study terjalin kerjasama antar guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran di kelas melalui model yang dapat secara nyata dilihat penerapannya di kelas.
b. REKOMENDASI 1. Perluasan wawasan guru dalam hal variasi pendekatan pembelajaran, mencari alternative pengganti alat bahan untuk media pembelajaran, serta variasi asesmen perlu ditingkatkan melalui kontinyuitas hubungan dengan pihak UPI. 2.
Program Leeson Study dirasakan oleh guru cukup membantu peningkatan keterampilan
mengajar
Biologi,
terutama
dalam
hal
meningkatkan
kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran dengan mengikuti alur classroom action research 3.
Modifikasi model pembelajaran, terutama untuk memperbaiki kekurangan dapat direkomendasikan untuk dijadikan bahan untuk menyusun karya tulis ilmiah bagi guru Biologi.
Daftar Rujukan Kuswandi, B.(2000). Pengembangan Pendidikan MIPA melalui pemberdayaan organisasi profesi, National Education Seminar. Proceeding. February,23. Malang: JICA-IMSTEP FPMIPA UM ________. (2006). Lesson Study, Suatu Strategi untuk Mneingkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP JICA). Bandung: UPI Press