KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS
R
I
Pendahuluan
PR
Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendefinisikan
EN
D
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai seluruh penerimaan pemerintah pusat yang
TJ
tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Peran PNBP terhadap penerimaan negara tanpa hibah
SE
cukup signifikan, yaitu rata-rata sekitar 27% dalam rentang waktu 2007-2012. Dilihat dari
–
komposisinya, PNBP sumber daya alam (SDA) merupakan jenis PNBP penyumbang terbesar
BN
yaitu mencapai lebih dari 50% tiap-tiap tahunnya. Besarnya PNBP SDA, terutama disebabkan
AP
tingginya kontribusi PNBP SDA migas yang secara rata-rata mencapai lebih dari 50% dari total
AA
N
PNBP dalam 7 tahun terakhir. Namun mengingat migas adalah sumber daya yang tak dapat
AN
diperbaharui (unrenewable resources), disamping rentannya penerimaan migas terhadap faktor-
KS
faktor eksternal, maka penerimaan bersumber dari migas tidak lagi dapat diandalkan
LA
sepenuhnya. Oleh karena itu, penggalian penerimaan negara yang bersumber dari SDA non
AN
PE
migas layak untuk dioptimalkan.
D
Box 1.
AR AN
Urgensi Revisi UU No 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
BI
R O
AN
AL IS
A
AN
G
G
Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang PNBP telah diterapkan selama 16 tahun. Ditemukan cukup banyak hal yang harus disesuaikan dengan perkembangan situasi aktual dan tantangan di masa depan, disamping telah terjadi amandemen undang-undang yang bersinggungan dengan basis UU No 20/1997. Mengingat hal tersebut, maka banyak hal yang harus diharmonisasikan dalam rangka mengantisipasi kebijakan PNBP ke depan. Titik fokus revisi UU No 20/1997 sebagai berikut : (1) manajemen pengelolaan PNBP yang baik, yaitu mengatur bagaimana hubungan antara fungsi Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial Officer dengan kementerian/lembaga, atau hubungan antara Kementerian Keuangan bersama dengan kementerian/lembaga dalam menjalankan kebijakan publik; (2) mengupayakan agar seluruh lembaga pemerintah dapat bekerja dengan prinsip good governance, transparansi, dan akuntabilitas; (3) meninjau kembali mekanisme penganggaran PNBP, penyetoran, dan pertanggungjawabannya, termasuk juga mengenai tarif dan sanksi atas keterlambatan penyetoran. Disarikan dari wawancara dengan Direktur PNBP, http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-konten-view.asp?id=926
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 1
Kinerja PNBP : PNBP SDA non migas Pendapatan SDA non migas merupakan PNBP yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam, yang terdiri atas kegiatan di sektor pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan
Selama periode 2007-2011, pendapatan SDA non migas
pertambangan panas bumi.
PR
R
I
tumbuh rata-rata 25,8 persen. Dilihat dari komposisinya, pertumbuhan SDA non migas
D
lebih didorong oleh peningkatan penerimaan pertambangan umum yang tumbuh sekitar
EN
29,2 persen dalam rentang waktu yang sama. Sementara untuk PNBP kehutanan dan
TJ
PNBP perikanan masing-masing tumbuh rata-rata sekitar 11,1persen dan 12,1 persen.
SE
Meskipun demikian, penggalian ketiga PNBP tersebut secara lebih optimal masih
AP
BN
–
mungkin untuk dilakukan. Berikut perkembangan PNBP SDA non migas.
LA
KS
AN
AA
N
Gambar 1. Perkembangan PNBP SDA non Migas, 2007-2013 (dalam miliar rupiah)
AR AN
D
2315.5 77.8
116.3
2008
G
2007
2345.4 92
2009
3009.7
92
2010 kehutanan
3216.5
3074.9
183.8
2011
150
2012
4154 180
2013
perikanan
AN
G
Pertambangan
12990.6
PE
AN
5877.9
15622.9
10769.8
10452.7
2114.8
18002.5
16932.5
BI
R O
a.
AN
AL IS
A
Sumber : Data Pokok APBN, diolah oleh penulis Cat : tahun 2007 – 2011 merupakan data realisasi, tahun 2012 merupakan data APBNP, tahun 2013 merupakan data APBN
PNBP pertambangan : pertambangan umum dan pertambangan panas bumi Salah satu bentuk PNBP yang memberikan kontribusi cukup signifikan bagi penerimaan negara adalah PNBP pertambangan, terutama pertambangan umum. Dari segi proporsi penerimaan, secara rata-rata sektor ini menyumbang sekitar 6,5 persen dari total PNBP SDA dan rata-rata sekitar 79,9 persen dari PNBP SDA non-migas selama kurun waktu 2007-2011. Dalam rentang waktu yang sama, realisasi PNBP
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 2
pertambangan selalu melebihi target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan dan cenderung mengalami peningkatan.
R
I
Gambar 2. Perkembangan PNBP Pertambangan, 2007-2011 (dalam miliar rupiah) 18000
PR
16932.5 15750.6
16000 14000
D
12990.6
EN
10769.8
12000
10452.7
10000
TJ
9982.4
realisasi
9040.2
5877.9
SE
8000
6867.8
6000
BN
–
4843.3
4000
target
0 2008
2009
2010
2011
AA
N
2007
AP
2000
KS
AN
Sumber : Data Pokok APBN 2013, diolah oleh penulis
LA
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor
PE
pertambangan ini antara lain adanya praktik penambangan tanpa izin yang
AN
beroperasi di berbagai lokasi di Indonesia dan telah menyebabkan banyak kerugian
BI
R O
AN
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
negara, konflik sosial kemasyarakatan, pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 3
Box 2.
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
Pada Semester II/ 2011, BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan PNBP pertambangan yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan PNBP pertambangan, DBH SDA pertambangan umum dan lingkungan pertambangan batubara tahun 2010 s.d semester I tahun 2011. Cakupan pemeriksaan senilai Rp4,95 triliun atau sama dengan realisasi pendapatan objek yang diperiksa. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa rancangan dan implementasi SPI pada objek terperiksa belum mampu secara efektif menjamin pencapaian tujuan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Kasus-kasus kelemahan SPI yang ditemukan adalah kelemahan atas sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan atas sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan atas struktur pengendalian intern.
I
Temuan BPK Atas Pengelolaan PNBP Pertambangan
Disarikan dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
Hasil pemeriksaan kepatuhan terhadap undang-undang mengungkapkan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan dan administrasi senilai Rp488,52 miliar, ditunjukkan dalam tabel berikut :
AN
b. PNBP kehutanan
BI
R O
PDB sektor kehutanan memiliki kontribusi yang cukup penting. Dari segi proporsi penerimaan, secara rata-rata sektor ini menyumbang sekitar 1,5 persen dari total PNBP SDA dan rata-rata sekitar 19,3 persen dari PNBP SDA non-migas selama kurun waktu 2007-2011. Dalam kurun waktu yang sama, realisasi penerimaan PNBP kehutanan tidak pernah melampaui target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan. Realisasi penerimaan kehutanan mengalami sedikit fluktuasi dengan trend yang
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 4
cenderung meningkat. Namun maraknya pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal masih membayangi penurunan penerimaan sektor ini. Peningkatan PNBP kehutanan dapat dilakukan dengan cara pengembangan sektor
I
penerimaan non-kayu seperti; penggunaan kawasan hutan sebagai tempat hiburan
PR
R
objek wisata alam, dan pemanfaatan hasil hutan lain selain kayu untuk menyumbang
D
PNBP kehutanan. Disamping itu, pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
EN
sebagai pola baru pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi menggantikan pola
SE
TJ
perizinan juga dinilai akan mampu meningkatkan penerimaan dari sektor kehutanan
BN
–
sekaligus tetap memelihara kelestarian lingkungan1.
AA
N
AP
Gambar 3. Perkembangan PNBP Kehutanan, 2007-2011 (dalam miliar rupiah)
AN
7000
2774.8
LA
5000 2291.1
1715
PE
4000
2908.1
2874.4
KS
6000
3000
3009.7
3216.5
2000
2345.4
D
2114.8
AN
2315.5
AR AN
1000 0
2008
2009
2010
2011
realisasi
Sumber : Data Pokok APBN 2013, diolah oleh penulis
BI
R O
AN
AL IS
A
AN
G
G
2007
target
1
Hasil diskusi dengan Dewan Kehutanan Nasional dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pada tanggal 14 Maret 2013
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 5
Box 3. Temuan BPK Atas Pengelolaan PNBP Kehutanan
TJ
EN
D
PR
R
I
Pada Semester II/ 2011, BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan PNBP kehutanan, yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan PNBP kehutanan, rekening pembangunan hutan (RPH), dan DBH SDA kehutanan tahun 2009 s.d triwulan III tahun 2011. Cakupan pemeriksaan senilai Rp6,88 triliun atau sama dengan realisasi pendapatan objek yang diperiksa. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal (SPI) atas pengelolaan PNBP dan DBH sektor kehutanan belum memadai, karena masih ditemukan adanya kelemahan-kelemahan pada unsur lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.
R O
c.
Disarikan dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011
AN
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
Hasil pemeriksaan kepatuhan terhadap undang-undang mengungkapkan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah, potensi kerugian negara/daerah, kekurangan penerimaan, administrasi dan ketidakefektifan senilai Rp2,14 triliun, ditunjukkan dalam tabel berikut :
PNBP perikanan
BI
Dalam kurun waktu 2007-2011, realisasi PNBP sektor perikanan cenderung mengalami penurunan dan bahkan tidak mampu mencapai target yang dianggarkan. Dari segi proporsi penerimaan, secara rata-rata sektor ini hanya menyumbang sekitar 0,1 persen dari total PNBP SDA dan rata-rata sekitar 0,8 persen dari PNBP SDA non-migas selama kurun waktu 2007-2011. Suatu porsi yang sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 6
perikanan Indonesia sangat luas, mengingat Indonesia memiliki kekayaan kelautan yang besar ditunjang oleh garis pantai yang cukup panjang (104.000 Km) dan luas laut ZEE sebesar 2.981.211 Km2.
I
Terdapat beberapa hal yang diduga kuat menjadi penyebab penurunan PNBP sektor
PR
R
perikanan. Pertama, dihapuskannya sistem lisensi dan keagenan kapal asing, sehingga
D
izin penangkapan ikan hanya diberikan kepada orang/ badan hukum Indonesia. Kedua,
EN
tingginya tingkat illegal fishing berupa pemalsuan dokumen penangkapan yang tidak
SE
TJ
sesuai dengan perizinannya dan tidak melaporkan hasil tangkapan. Dan ketiga, adanya
–
pungutan ganda di daerah sebagai salah satu konsekuensi dari desentralisasi2. Hal lain
BN
yang juga menjadi penyebab rendahnya penerimaan dari sektor perikanan ini
AP
diantaranya adalah (1) kapal penangkap ikan didominasi oleh kapal ukuran kecil kurang
AA
N
dari 30GT; (2) deplesi SDA perikanan; (3) rendahnya produktivitas nelayan; serta (4)
AN
faktor bencana alam. Khusus untuk sektor perikanan, terlihat bahwa penurunan
KS
penerimaan PNBP dari PHP perikanan disebabkan oleh adanya indikasi inefficiency loss.
LA
Penguatan kelembagaan merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi
AN
PE
masalah ini3.
AR AN
D
Gambar 4. Perkembangan PNBP Perikanan, 2007-2011 (dalam miliar rupiah)
350
G
300
G
400
150
200
AN
200
250
150
150
200
BI
R O
AN
AL IS
A
183.8
150 116.3
100
92
92
77.8
50
Target
0 2007
2008
2009
2010
2011
Realisasi
Sumber : Data Pokok APBN 2013, diolah oleh penulis
Box 4. 2
Permasalahan Pengelolaan PNBP Pada Instansi Pemerintah Diambil dari Badan Kebijakan Fiskal, .fiskal.depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-view-mobile.asp?id =20120629155649726712012, diakses tanggal 4 Maret 2013 3 Diambil dari Center for Economics and Development Study, Univ. Pajajaran, http://ceds.fe.unpad.ac.id/index.php/publications/analisis-ceds/309-optimalisasi-penerimaan-negara-dariUndang-undang No.20/1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak menyebutkan prinsip-prinsip perikanan.html, 2012. PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara, (2) pengelolaandiakses PNBPtanggal adalah4 maret (1) seluruh penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya, (3) penerimaan BiroKementerian/Lembaga Analisa Anggaran dan tidak Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI 7 boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaranPage (dapat digunakan langsung apabila ada keputusan Menteri Keuangan), (4) seluruh PNBP dikelola dalam sistem APBN, (5) semua penerimaan yang menjadi hak negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN, dan (6) tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam UU
I R PR D EN TJ SE – BN AP N AA AN KS LA PE AN D AR AN G G AN A AL IS AN R O BI Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 8
Lanjutan box 4.
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
tidak sedikit. Waktu, energi, dan biaya yang cukup banyak dalam pembentukan PP tersebut pada gilirannya membuat keengganan bagi K/L untuk mengusulkan jenis PNBP baru atau mengusulkan perubahan atas jenis dan tarif yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Hal inilah yang pada akhirnya sering menyebabkan beberapa satker pengelola PNBP pada K/L melakukan pungutan PNBP tanpa dasar hukum yaitu dengan memungut jenis PNBP baru hanya dengan peraturan dibawah PP atau memungut jenis PNBP yang sebagaimana tercantum di PP namun dengan tarif tidak sesuai di PP.
AN
AA
N
AP
BN
–
b. Temuan PNBP dikelola di luar APBN (penggunaan langsung). Terjadi karena (1) adanya permasalahan alokasi dana, terutama dana operasional pemeliharaan guest house. (2) Adanya pembatasan waktu pengajuan revisi anggaran hanya sampai dengan pertengahan bulan Oktober yang menyebabkan dilema bagi Kementerian/Lembaga mengingat pelayanan dimaksud harus tetap diberikan sedangkan di sisi lain hal ini akan mengakibatkan adanya kelebihan realisasi penerimaan PNBP tetapi biaya pelayanan tidak bisa dicairkan mengingat DIPA sudah tidak bisa dilakukan revisi lagi.
D
AN
PE
LA
KS
c. Temuan PNBP terlambat/ belum disetor ke kas negara. Temuan ini terjadi karena Bendahara Penerima Kementerian/Lembaga umumnya menampung terlebih dahulu setoran PNBP dari Wajib Bayar/masyarakat baru kemudian disetorkan ke Kas Negara. Sementara aturan menetapkan bahwa seluruh jenis PNBP tanpa kecuali harus disetor langsung ke Kas Negara atau maksimal satu hari di rekening Bendahara dan selanjutnya harus disetor seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara.
Penulis : Titik Kurnianingsih
BI
R O
AN
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
Disarikan dari Majalah Warta Anggaran ed.21/2011 dan LKPP Tahun 2010
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR RI
Page 9