KINERJA KEPALA DESA DALAM RANGKA PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PADA MASYARAKAT DI DESA TUMPAAN BARU KECAMATAN TUMPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN
OLEH: FRANSISKA M MEGA
ABSTRAK Penyelenggaraan Pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem penyelenggaraan Pemerintahan Nasional sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.Landasan pemikiran dalm pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, Otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan mayarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab lemahnya kinerja kepala desa tumpaan dalam hal daya tanggap dan tanggung jawab, akuntabilitas, serta efektifitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan fungsi yang diemban kepala desa sebagai pemerintah desa yaitu: penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Produktivitas Kepala Desa dalam pelayanan administrasi kependudukan ditinjau dari dimensi Daya Tanggap dan Kepastian dinilai belum maksimal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi ini masyarakat belum terlalu puas dengan pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah desa, pada dimensi Bukti Nyata, Kehandalan dan Empati, pelayanan yang diberikan belum cukup berkualitas karena masyarakat juga belum merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
Kata kunci: Kinerja, Pelayanan Administrasi.
Pendahuluan Masa reformasi Pemerintahan Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diperbarui menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo.Undang-Undang No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah sebagai perubahan keduanya, khususnya pada Bab XI pasal 200 s/d 216, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, serta Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Undang-undang ini berusaha mengembalikan konsep, dan bentuk Desa seperti asal-usulnya yang tidak diakui dalam undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa. Adapun yang dimaksud dengan istilah desa dalam hal ini disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya masyarakat setempat seperti Nagari, Kampung, Huta, Bori dan Marga.Sedangkan yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya. Secara substantif Undang-Undang ini menyiratkan adanya upaya pemberdayaan aparatur Pemerintah Desa dan juga masyarakat desa. Pemerintahan Desa atau dalam bentuk nama lain seperti halnya Pemerintahan Marga, keberadaannya adalah berhadapan langsung
dengan masyarakat, sebagai ujung tombak pemerintahan yang terdepan. Pelaksanaan otonomisasi desa yang bercirikan pelayanan yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dengan biaya yang terjangkau, oleh karena itu pelaksanaan di lapangan harus didukung oleh faktor-faktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan tentang Desa tersebut. Posisi Pemerintahan Desa yang paling dekat dengan masyarakat adalah Kepala Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayanan masyarakat sangat berperan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan Desa. Penyelenggaraaan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Nasional, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa selain menjalankan tugasnya dalam bidang Pemerintahan dan bidang Pembangunan, juga melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang kemasyarakatan. Dimana dalam bidang kemasyarakatan, kepala desa dan perangkat desa berperan aktif dalam menangani tugas dibidang pelayanan kepada masyarakat. Kepala Desa turut serta dalam membina masyarakat desa, seperti yang kita ketahui Pemerintah desa mempunyai kewajiban menegakan peraturan perundang-undangan dan memelihara ketertiban dan kententraman masyarakat. Desa Tumpaan Baru, Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan, merupakan desa yang telah ada berdiri sebelum kabupaten Minahasa Selatan dimekarkan. Desa Tumpaan Baru ini mempunyai keberagaman latar belakang kehidupan sosial, budaya, dan agama, karena sesuai dengan topografi desa ini berada di pesisir pantai yang juga merupakan pusat dari kecamatan tumpaan, dimana jumlah penduduk yang ada tergolong cukup banyak membilang angka 2.761 kepala keluarga. Desa Tumpaan Baru sebagai pusat atau ibukota dari kecamatan tumpaan memiliki tingkat pertumbuhan perekonomian, karena di desa ini terdapat pasar tradisional, dan pertokoan, yang memungkinkan bukan hanya penduduk asli yang beraktifitas, tetapi juga ada etnis lain yang menjalankan mata pencahariannya. Sesuai dengan situasi dan kondisi yang disebutkan diatas, dituntut peran pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam bidang pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan fungsinya sebagai pemerintah, yaitu: fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kinerja kepala desa yang dimaksud adalah daya tanggap dan tanggung jawab, akuntabilitas, serta efektifitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sesuai dengan budaya yang berkembang dalam lingkungan adat minahasa, bahwa kepala desa disebut dengan nama lain Hukum Tua, yang artinya orang yang dituakan, panutan, serta pengayom bagi masyarakat. Sehingga hal apapun yang menjadi kebutuhan pelayanan bagi masyarakat menjadi tanggung jawab kepala desa. Berdasarkan kenyataan yang ada, kinerja dalam hal daya tanggap dan tanggung jawab kepala desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan administrasi kependudukan, serta persoalan-persoalan dimasyarakat tergolong masih kurang maksimal, hal ini dapat dibuktikan dengan lambatnya kepala desa untuk turun tangan menyelesaikan perselisihan yang sering terjadi dimasyarakat, khususnya warga masyarakat yang berjualan dipasar tradisional, begitu pula dengan pertanggungjawaban kepala desa selama pelaksanaan tugas-tugasnya, seperti yang diketahui bahwa salah satu sumber pendapatan terbesar bagi desa tumpaan adalah retribusi dari pedagang pasar, sesuai dengan peraturan desa tumpaan nomor 2 tahun 2013 tentang penetapan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa, tidak transparan laporan pertanggungjawaban kepala desa dalam mengelola keuangan desa, sedangkan dipihak lain sarana dan prasarana infrastruktur banyak yang tidak ada perawatan, ataupun peremajaan, sehingga hal ini menimbulkan keresahan dimasyarakat, selanjutnya berdasarkan kenyataan yang ada menyangkut kinerja kepala desa dalam hal efektifitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat dirasa juga kurang maksimal, hal ini
disebabkan oleh kurangnya intensitas keberadaan kepala desa di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya, kepala desa sering keluar desa, dan lebih sering berada di daerah lain, sehingga apabila ada warga yang memerlukan pelayanan administrasi tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena harus menunggu kepala desa berada ditempat. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana kinerja kepala desa dalam memberikan pelayanan administrasi kependudukan dan kemasyaarakatan di Desa Tumpaan Baru? Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab lemahnya kinerja kepala desa tumpaan dalam hal daya tanggap dan tanggung jawab, akuntabilitas, serta efektifitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan fungsi yang diemban kepala desa sebagai pemerintah desa yaitu: penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan yaitu : 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Ilmu Pemerintahan dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang mengunakannya. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai permasalahan dan juga masukan bagi pemerintah desa sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan kinerjanya. Konsep Kinerja Bernardin dan Russel (dalam Dwiyanto, 2002:15) memberikan pengertian atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi- fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu. Menurut Gibson (2003:355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ivancevich (2006:99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi.Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Siagian (1997:19) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Menurut Sinungan (2001:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai.Dessler dalam Sinungan (2001:18) berpendapat: Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan
sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat.Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Berdasarkan beberapa teori tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Simanjuntak, 2005:29). Menurut Wibowo(1999:67) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya. Kinerja dapat berupa penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang menduduki jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personel dalam organisasi. Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja pegawai menurut Thoha(2003:135) adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Sedangkan Winardi(2005:109) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Deskripsi dari kinerja menyangkut dua komponen yaitu tujuan dan ukuran, penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Dwiyanto, 2001:112). Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Dwiyanto (2001:115) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik. Metode Penilaian Kerja Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Dwiyanto (2002:137-145), yaitu : 1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah :rating scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident. (a) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif,
ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari: (1) Alternation ranking: yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. (3) Porced comparation (grading): metode ini sama dengan paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak. (c) Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. (d) Freeform essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan. 2. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah: assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS), dan human asset accounting. Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam. Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan. Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Ukuran dan Indikator Kinerja Agus Dwiyanto (2002:48) mengemukakan ukuran dari tingkat kinerja suatu organisasi publik secara lengkap sebagai berikut : 1. Produktivitas Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antar input dan output.konsep produktivitas ini kemudian dirasa terlalu sempit dan General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan suatu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang didapatkan yang harapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. 2. Orientasi layanan kepada pelanggan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik.Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. 3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. 4. Akuntabilitas Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Kinerja organisasi publik tidak hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target, tetapi juga harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas tinggi kalu kegiatan itu dianggab benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Untuk itu agar penerapan Good Governance dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja organisasi publik ada beberapa hal dapat dilakukan antara lain: 1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. 2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. 3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik; 4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan
antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Konsep Kepala Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam.Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang rendah (Adisasmita, 2002:18). Konsep Pelayanan Publik Istilah pelayanan berasal dari kara “layan” yang artinya membantu menyiapkan atau mengurus segala apa yang diperlukan orang lain untuk perbuatan melayani. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pelayanan diartikan sebagai berikut: 1. Perihal cara melayani. 2. Servis, jasa. 3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang/jasa. L.P. Sinambela (1992:198), menyatakan pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Kotler dalam Sampara Lukman (2000:8) mengemukakan, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sampara Lukman (2000:5) pelayanan merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam Ratminto (2005:2) yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan. Berdasarkan Keputusan Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai: “Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang¬undangan”. Dari defenisi tersebut diatas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai aspek bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di puast, di daerah, di lingkungan
BUMN, dilingkungan BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jenis-jenis Pelayanan Pengelompokan jenis pelayanan umum pada dasarnya dilakukan dengan melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Tjiptono (dalam Santosa, 2008:61) menyimpulkan pendapat beberapa ahli mengenai jenis-jenis jasa sebagai berikut: 1. Dilihat dari pangsa pasarnya, dibedakan antara pelayanan: a. Jasa kepada konsumen akhir. b. Jasa kepada konsumen organisasional. 2. Dilihat dari tingkat keberwujudan, dibedakan antara pelayanan a. Jasa barang sewaan. b. Jasa barang milik konsumen. c. Jasa untuk bukan barang. 3. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara a. Pelayanan profesional. b. Pelayanan non-profesional. 4. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan antara: a. Pelayanan komersial. b. Pelayanan nirlaba. 5. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan antara: a. Pelayanan yang diatur. b. Pelayanan yang tidak diatur. 6. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan menjadi: a. Pelayanan yang berbasis pada alat. b. Pelayanan yang berbasis pada orang. 7. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan menjadi: a. pelayanan dengan kontrak tinggi. b. Pelayanan dengan kontrak rendah. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif yaitu kualitatif. Pada lazimnya suatu penulisan karya ilmiah, biasanya dengan suatu penelitan, hal ini dipandang sangat penting karena tanpa suatu penelitian, data yang dikemukakan akan sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya (Bungin, 2002:48). Informan Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: Kepala Desa Tumpaan Aparat Desa Masyarakat yang pernah membutuhkan pelayanan dari kepala desa Fokus Penelitian Untuk memudahkan dalam penelitian, maka fokus penelitian mengenai kinerja Kepala Desa dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan teori kinerja Agus Dwiyanto (2002:48) mengemukakan ukuran dari tingkat kinerja suatu organisasi publik yaitu: 1. Produktivitas 2. Orientasi layanan kepada pelanggan 3. Responsivitas 4. Akuntabilitas
Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : 1) Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung melalui penelitian lapangan (wawancara) 2) Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari teknik dokumentasi dengan memanfaatkan sumber-sumber yang berkaitan dan dapat mendukung obyek yang akan di teliti. Teknis Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik sebagai berikut : 1) Studi Kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundangundangan dan dokumen-dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 2) Studi Lapangan, yaitu mengumpulkan data dan fakta empirik secara langsung di lapangan guna mendapatkan data-data primer, melalui : o Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab kepada sasaran penelitian untuk memperoleh data yang lebih akurat dari informan. o Pengamatan langsung (observasi), yaitu melakukan pengamatan secara langsung kinerja kepala desa dalam pelayanan kepada masyarakat. Teknis Analisis Data Teknik Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu metode Kualitatif untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Tumpaan Baru Kecamatan Tumpaan Dalam penelitian ini, karakteristik data primer dan data sekunder identifikasi atau penelusuran informan kunci (kinerja dan pelayanan administrasi) diinput dari desa tumpaan baru kecamatan tumpaan. Adapun batas wilayah desa tumpaan baru yaitu: Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Tumpaan Satu. Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Pinamorongan. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Tumpaan Dua. Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Pantai Hasil Penelitian Pada Bab ini peneliti menyajikan data–data yang diperoleh dari hasil penelitian.Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder.Data primer didapatkan melalui hasil wawancara dengan informan kunci dan informan biasa. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang telah ditulis sebelumnya, tetapi tidak menutupi kemungkinan pertanyaan akan dikembangkan pada saat wawancara untuk menyesuaikan dengan permasalahan penelitian yang sebenarnya dan juga berdasarkan teori yang ada. Tidak hanya wawancara saja tetapi juga penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian.Sedangkan data - data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian. Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu melakukan wawancara, wujud kinerja kepala desa dalam penerapan pelayanan administrasi kependudukan di Desa Tumpaan Baru, dapat dilihat melalui:ketentuan pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan, sistem dan prosedur, dan kemampuan sumber daya manusia aparat pemerintah desa.
Produktivitas Kepala Desa Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan Produktivitas kepala desa dalam pelayanan admnistrasi kependudukan ditentukan oleh dua hal yaitu tingkat efektifitas danefisiensi pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antar input dan output.Produktifitas kerja pegawai merupakan hubungan antara kualitas yg dilakukan untuk mencapai hasil dimana produktifitas adalah kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang bersifat materil maupun non materil yang menggambarkan kemampuan aparatur dalam bekerja.Untuk mewujudkan dan melaksanakan segala tugas yang dimaksud di perlukan aparatur pemerintah Kelurahan yang profesional dalam bidangnya. Produktivitas kinerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga pada akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Orientasi Layanan Publik Dalam bidang pemerintahan, tugas pelayanan mempunyai peranan sangat besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan menyangkut rakyat secara keseluruhan. Dalam hal ini pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan pengurusan administrasi kependudukan dan surat keterangan, dimana pelayanan administrasi merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh unit pemerintahan terendah, yaitu ditingkat kelurahan/desa dengan melibatkan seluruh unsur perangkat dan pegawai negeri sebagai abdi atau pelayan mayarakat. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari setiap aparatur pemerintah senantiasa dihadapkan pada berbagai persoalan, baik dalam memberikan pelayanan kepada segenap masyarakat maupun dalam melaksanakan pengaturan terhadap segala aktifitas warga masyarakat.Pelayanan administrasi semakin meningkat kedudukannya dalam kehidupan masyrakat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hak hidup atas pelayanan. Untuk memperoleh pelayanan yang baik dari aparat dibutuhkan manajemen pelayanan yang tepat. Manajemen pelayanan adalah suatu proses yang kegiatannya diarahkan secara khusus pada terselenggaranya pelayanan guna memenuhi kepentingan umum melalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang dilayani. Responsivitas Kepala Desa Dalam Pelayanan a.Kerjasama Antar Perangkat Desa Kerjasama antar perangkat desa, baik antara kepala desa dan perangkatnya maupun antara sesama perangkat dalam suatu organisasi pemerintahan desa sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi, begitu pula dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Aparat hendaknya bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diemban.Setelah penulis melakukan pengamatan langsung di Desa Tumpaan Baru, kerjasama antara sesama perangkat terjalin dengan biasa-biasa saja. b.Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menunjang kinerja para aparat dalam pemberian pelayanan.Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat, para aparat seakan bekerja dengan sia-sia.Partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk mentaati semua aturan-aturan yang berlaku. c. Kedisiplinan Perangkat Desa Perangkat Desa sebagai unsur aparatur desa dalam menjalankan roda pemerintahan dituntut untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.Kepala Desa dan Penrangkatnya juga harus bisa menjunjung tinggi martabat dan citra kepegawaian demi kepentingan masyarakat dan negara namun kenyataan di lapangan berbicara lain dimana masih banyak ditemukan perangkat desa yang tidak menyadari akan tugas dan fungsinya tersebut sehingga seringkali timbul ketimpangan-ketimpangan dalam
menjalankan tugasnya dan tidak jarang pula menimbulkan kekecewaan yang berlebihan pada masyarakat. Akuntabilitas Publik Kepala Desa Dalam pengertian yang sempit akuntabilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban yang mengacu pada keepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggungjawab dan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggung jawab?. Dalam pengertian luas, akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Makna akuntabilitas ini merupakan konsep filosofis inti dalam manajemen sektor publik. Dalam konteks organisasi pemerintah, sering ada istilah akuntabilitas publik yang berarti pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Pembahasan Kinerja suatu institusi atau organisasi salah satunya ditentukan oleh iklim atau atmosfir organisasi.Menurut Morgan (1991) dalam Andriopoulos (2001) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan iklim organisasi merupakan suatu konteks luas yang berkaitan dengan ‘atmosfir’ atau ‘mood’. Suatu ‘working atmosphere’ yang menguntungkan bagi kreatifitas dan inovasi mensyaratkan partisipasi dan kebebasan dalam ekspresi, dan juga permintaan akan standar kinerja. Institusi atau organisasi di sekitar pemerintahan desa berpotensi mempengaruhi kinerja pemerintahan desa. Iklim organisasi pemerintahan desa dalam penelitian ini akan dilihat dari kondisi: (1) hubungan internal antara kepala desa dan perangkat desa; (2) hubungan horizontal antara pemerintah desa dan BPD; (3) hubungan eksternal antara pemerintah desa dan masyarakat desa; dan (4) patologi birokrasi pemerintahan desa. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Produktivitas Kepala Desa dalam pelayanan administrasi kependudukan ditinjau dari dimensi Daya Tanggap dan Kepastian dinilai belum maksimal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi ini masyarakat belum terlalu puas dengan pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah desa, pada dimensi Bukti Nyata, Kehandalan dan Empati, pelayanan yang diberikan belum cukup berkualitas karena masyarakat juga belum merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. 2. Responsivitas dan akuntabilitas kinerja kepala desa dalam pelayanan administrasi kependudukan mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat, hal-hal yang mendukung pelaksanaan pelayanan aparat pemerintah desa adalah kerjasama antar aparat dan partisipasi masyarakat. sedangkan yang menghambat pelaksanaan pelayanan adalah kedisiplinan perangkat desa dan kurangnya sarana dan prasarana. Saran Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah: 1. Diharus pemerintah desa dapat menginformasikan kepada Kepala jaga untuk mensosialisasikan kepada masyarakat masing jaga mengenai jenis-jenis pelayanan,
persyaratan dan prosedurnya. 2. Harus adanya peningkatan disiplin dan juga pemberian motivasi pimpinan dalam hal ini kepala desa agar lebih memperhatikan kedisiplinan bawahan melalui pemberian reward dan punishment sesuai dengan prestasi kerja bawahannya. DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita Rahardjo, 2002, Manajemen Pemerintahan Daerah, Graha Ilmu: Jakarta. Bernardin & Russel. 2006. Pinter Manajer, Aneka Pandangan Kontemporer. Alih Bahasa Agus Maulana. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. Bungin Burhan, 2002.Metode Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta. Dwiyanto, Agus, dkk, 2002, Reformasi Birokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Pusat Studi Kependudukan dan dan Kebijakan, UGM. Dharma Agus, 2003.Manajemen Supervisi, Rajawali Pers: Jakarta. Gibson, 2003.Perilaku Manajemen Organisasi, Erlangga: Surabaya. Irawan, 2001.Manajemen Konflik, Salemba: Jakarta. John Ivancevich, 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Erlangga: Surabaya Lukman Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA LAN Press Mangkunegara Prabu Anwar, 2005. Manajemen dan Motivasi, Balai Pustaka: Jakarta. Monier. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Prawirosentono, 1999.Bahasa Komphrehensif Strategi Pengambilan Keputusan, Bumi Aksara: Jakarta. Ratminto dan Atik Septi Winarsi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siagian S.P, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta Sinungan, 2001 Produktivitas: Apa dan Bagaimana, Edisi Ke-2, Cetakan Ke-3, Bumi Aksara, Jakarta. Sinambela Lijan Poltak dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Suradinata, 1996.Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Tinjauan Wawasan Masa Depan, Cetakan Pertama, Ramadan, Bandung. Thoha, Miftah. 2003, Perilaku Organisasi : Konsep Dasar Aplikasinya, Gramedia Pustaka: Jakarta. Veithzal Rivai, 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Rajawali pers: Jakarta. Widjaja, 2001.Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Rajawali Pers : Jakarta Wibowo, 1999.Manajemen Kinerja, Rajawali Pers: Jakarta Winardi, 2005.Manajemen Perilaku Organisasi, Graha Pustaka: Jakarta
Sumber Lainnya : Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerahsebagaimana telahdirubah Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2008. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa