OPTIMALISASI PENGGUNAAN APLIKASI SISTEM AKUNTANSI INSTANSI (SAI) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DALAM PELAPAORAN KEUANGAN MELALUI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SAI oleh : Rahmat Domu, S.Pd. M.Si Abstrak Kementerian Agama RI, diera Reformasi saat ini, seluruh sektor dituntut bersikap transparan dan akuntabel terutama dalam pelaporan keuangan Negara yang diperhadapkan bagaimana pentingnya keuangan SAI.Dalam perkembangan peraturan perundangan di bidang keuangan saat ini terus mereformasi diri sehingga perlu terus di ikuti dan ditindak lanjuti dalam pelaksanaan tugas, serta kemampuan pegawai dalam mengelola administrasi keuangan terutama pelaporan keuangan dengan menggunakan sistem Akuntansi.Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyusunan Sistem Akuntasi dan Pelaporan Keuangan ini diharapkan mampu membantu peserta Diklat bendahara dalam memahami perkembangan peraturan perundangan yang berlaku dalam memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Khususnya dalam mengelola keuangan Negara. Pentingnya keuangan sistem akuntansi instansi dalam kerangkanya agar dapat mampu memberikan pemahaman Tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara pemerintah pusat. Menjelaskan gambaran umum tentang sistem Akuntansi pelaksanaan anggaran dan memahami kondisi keuangan kementerian agama.Metodologi penulisan naskah ilmiah yaitu menggunakan konsep analisis deskriptif dengan metode pengumpulan data kajian kepustakaan yang dikaitkan dengan contoh ril yang terjadi di lingkungan kantor. Produktivitas kerja pegawai atau Aparatur yang berhasil guna adalah aparatur yang mampu menghasilkan karya nyata. Berarti aparatur pemerintah diharapkan tidak hanya mampu berpikir secara rasional dan menghasilkan konsepsi-konsepsi yang matang, akan tetapi pada tingkat operasional juga mampu berkarya sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya kongkrit dan nyata serta dapat dilihat dan dinikmati oleh masyarakat luas. Untuk itu lembaga pendidikan dan Pelatihan SAI memgang peranan penting dalam peningkatan kompetensi dari para aparatur negara. Untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai maka perlu adanya Pelatihan SAI yang benar-benar sesuai dengan uraian tugas (job description), sehingga ilmu yang dimilikinya dapat diterapkan di Kantor tempat dimana aparatur tersebut bekerja. Keywords: Opimalisasi, Produktivitas kerja
Pendidikan
1
dan
Pelatihan
SAI,
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mewajibkan adanya suatu standar Akuntansi Pemerintahan sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah dan diperkuat dengan UU pemeriksaan keuangan Negara. UU perbendaharaan Negara Nomor 1 tahun 2004 mempunyai implikasi jadwal kerja yang amat ketat dan bensanksi. Menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran wajib menyusun laporan keuangan dan disampaikan paling lambat 2 bulan setelah tahun angaran berakhir. Menteri keuangan menyusun laporan keuangan pemerintah pusat untuk diampaikan kepada presiden dalam tiga bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir. BPK membuat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan dilengkapi dengan opini. Implikasi yang diharapkan dari laporan keuangan pemerintah adalah untuk pengungkapan efektivitas dan efisiensi APBN/APBD, titik awal keikutsertaan seluruh rakyat dalam mengawal setiap rupiah keuangan negara melalui DPR/DPRD, awal era transparansi keuangan Indonesia baru.
Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Manado sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 345 Tahun 2004 tanggal 14 Juni 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Agama yang sebelum itu nomenklaturnya Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Teknis Keagamaan Manado, mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan Pelatihan tenaga administrasi dan tenaga teknis keagamaan sesuai dengan wilayah kerja masing-masing. Dalam melaksanakan tugas, Balai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Keagamaan Manado menyelenggarakan fungsi : 1. Perumusan Visi, Misi dan Kebijakan Balai Diklat Keagamaan. 2. Penyelenggaraan pendidikan dan Pelatihan tenaga administrasi, dan tenaga teknis keagamaan. 3. Pelayanan dibidang pendidikan dan Pelatihan keagamaan. 4. Penyiapan dan penyajian laporan hasil pelaksanaan tugas Balai Diklat Keagamaan. 5. Pelaksanaan koordinasi dan pengembangan kemitraan dengan satuan organisasi atau satuan kerja dilingkungan Kementerian Agama dan pemerintah daerah serta lembaga terkait lainnya. Balai Diklat Keagamaan Manado sebagai unsur pelaksana Badan Penelitian dan Pengembangan Agama dan Diklat Keagamaan yang berada dibawah Kementerian Agama tetap eksis dalam menjalankan tugasnya didaerah yang wilayahnya mencakup Proponsi Sulawesi Utara, Propinsi Gorontalo dan Propinsi Maluku Utara. Balai Diklat Keagamaan Manado sebagai salah satu Balai Diklat Keagamaan yang keseluruhan berjumlah 13 (tiga belas) di seluruh Indonesia, melakukan pendidikan dan Pelatihan SAI di jajaran aparatur keagamaan untuk menciptakan sumber daya aparat yang berdayaguna dan berhasilguna.
2
Sangatlah urgen bilamana sebagai lembaga penyelenggara diklat kurang memiliki Pegawai yang berpotensial, padahal sebagai lembaga yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan Pelatihan aparatur dituntut adanya etos kerja pegawai yang optimal untuk pencapaian tujuan lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi yang di emban. Kenyataan di lapangan sering menemui kendala/hambatan dalam melaksanakan fungsinya sebagai aparatur yang menangani bidang pendidikan dan Pelatihan keagamaan. Indikasinya ialah penyajian laporan yang kurang akuntable, penanganan arsip masih terbengkalai, barang inventaris kantor baik untuk kebutuhan kantor maupun kebutuhan pendidikan dan Pelatihan SAI tidak tertata dengan baik. Dengan kata lain belum tercapainya efektivitas kerja yang optimal dari Pegawai Balai Diklat Keagamaan Manado dalam pelaksanaan kegiatan perkantoran. Melihat begitu pentingnya hal ini, maka penulis ingin membahasnya lebih jauh terkait dengan " OPTIMALISASI PENGGUNAAN APLIKASI SISTEM AKUNTANSI INSTANSI (SAI) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DALAM PELAPAORAN KEUANGAN MELALUI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SAI ". B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada penulisan naskah ilmiah ini adalah : bagaimanakah mengoptimalisasi Penggunaan Aplikasi SAI produktivitas kerja pegawai melalui lembaga pendidikan dan Pelatihan SAI? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan naskah ilmiah adalah : untuk mengetahui Optimalisasi Penggunaan Aplikasi SAI produktivitas kerja pegawai melalui lembaga pendidikan dan Pelatihan SAI. D. Manfaat Penulisan 1. Pengembangan kompetensi widyaiswara dalam menulis karya tulis ilmiah dalam bentuk naskah. 2. Menambah angka kredit widyaiswara khususnya pengembangan profesi widyaiswara. 3.Sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan berkaitan dengan pendidikan khususnya peningkatan produktivitas kerja pegawai
3
PEMBAHASAN A. Metodologi Penulisan Naskah Ilmiah Dalam penulisan naskah ilmiah ini yang berjudul “Optimalisasi Penggunaan Aplikasi SAI terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Melalui Pendidikan Dan Pelatihan ” menggunakan model analisis deskriptif. Langkah-langkah analisis data dalam naskah ilmiah ini , adalah sebagai berikut 1. Pengumpulan referensi berkaitan dengan pendidikan dan konsep pendidikan dan Pelatihan SAI 2. Menyusun dalam bentuk teoritis 3. Membuat pembahasan 4. Membuat Kesimpulan Jadi penulisan naskah ilmiah ini merupakan kajian kepustakaan yang dikembangkan berdasarkan beberapa contoh kasus pengembangan sumber daya manusia khususnya aparatur negara. A. Produktivitas Kerja Pegawai Abad modern sekarang ini, dapat dikatakan sebagai abad profesionalisme dan transparansi/keterbukaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencapai tingkat sedemikian rupa sehingga sorotan publik terhadap kinerja aparatur pemerintahan semakin besar, terutama mengenai kurang optimalnya atau masih minimnya tingkat produktivitas kerja aparatur pemerintah, oleh krena itu, akhir-akhir ini fokus terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi isu sentral yang ramai dibicarakan. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa dengan adanya sumberdaya manusia yang berkualitas dan professional, maka produktivitas kerja akan ,semakin meningkat, dalam artian aparatur pemerintah akan mampu menjalankan tugas-tugasnya dan dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Secara filosofis-kualitatif, produktivitas mengandung pengertian pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari pada hari kemaren. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja. (Simanjuntak, 1998). Pengertian produktivitas secara filosofis kualitatif tersebut sesuai dengan pendapat Suradinata (1996) yang mendefinisikan produktivitas sebagai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa keadaan mutu kebidupan saat ini harus lebih baik dari hari kemarin atau sebelumnya dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal senada di tegaskan dalam Laporan Dewan Produksi Nasional tahun 1983, yang 4
menandaskan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mernpunyai pandangan: "mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini". Sementara untuk definisi produktivitas secara filosofis kuantitatif adalah bandingan antara hasil yang dicapai/output dengan keseluruhan sumberdaya/input (Simanjuntak 1998). Menurut Luis Sabourin (Asian Productivity Congress, 1980), merumuskan produktivitas sebagai rasio dan apa yang dihasilkan (output) terhadap seluruh apa yang digunakan (input) untuk memperoleh basil tersebut. Untuk menentukan produktivitas, terlebih dahulu harus mempersoalkan dua perkara, yaitu: pertama, apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? pertanyaan ini menyangkut hasil guna atau efektivitas). Kedua, sumbersumber apa yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut? (pertanyaan ini menyangkut masalah daya guna atau efisiensi). Hasil guna dihubungkan dengan hasil, sedangkan daya guna dihubungkan dengan pemanfaatan sumber-sumber (Paul Mali, John Wiley dan Sons, 1981). Aparatur yang berhasil guna adalah aparatur yang mampu menghasilkan karya nyata. Berarti aparatur pemerintah diharapkan tidak hanya mampu berpikir secara rasional dan menghasilkan konsepsi-konsepsi yang matang, akan tetapi pada tingkat operasional juga mampu berkarya sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya kongkrit dan nyata serta dapat dilihat dan dinikinati oleh masyarakat luas. Dalam berbagai literatur tentang administrasi dan manajemen banyak penulis yang mempergunakan istilah daya guna dan hasil guna dengan senapas. Penggunaan yang demikian itu memang logis karena kedua istilah tersebut seirama dalam konsepsi dan pengertiannya. Hanya saja jika daya guna lebih menekankan terhadap pemanfaatan sumber dana dan daya, sedangkan hasil guna lebih menekankan terhadap sebuah basil karya khususnya yang dikaitkan dengan jangka dan batas waktu dalam menghasilkan karya tersebut. (Siagian, 1988). Mengaitkan karya nyata dan hasil-hasilnya dengan faktor waktu menjadi penting karena tidak sedikit kegiatan pembangunan pemerintah yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh pemanfaatan waktu dengan sebaikbaiknya. Misalnya, pembangunan infrastruktur fisik tertentu yang penyelesaiannya berkaitan erat dengan manusia. Seperti: pembangunan jembatan yang memerlukan ketepatan dan kecepatan penyelesaianya pada musim kering/kemarau agar jangan sampai terganggu oleh musim hujan. Jika ketepatan dan kecepatan walau dalam menghasilkan karya nyata dalam penyelenggaraan pembangunan nasional tidak terpenuhi, akibatnya ialah pemborosan baik dalam arti pemborosan waktu, dana, daya dan tenaga yang bagaimanapun juga harus dicegah supaya jangan sampai terjadi. Sedangkan Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1994) mengemukakan bahwa "produkrivitas berasal dari bahasa Inggris, dengan kata dasar 5
product atau result atau outcome. Kata dasar tersebut berkembang menjadi productive yang berarti menghasilkan, dan kata productivity yang artinya "having the ability, lto make or create, creative ". Perkataan prodarctivitv ini masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi produktivitas yang diartikan sebagai "kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu". Menurut Paul Mali (1978) produktivitas diterjemahkan sebagai berikut "bagaimana menghasilkail atau meningktakan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumerdaya secara efisien dan efektif'. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan suunberdaya yang digunakan (input) Adapun- yang dimaksud dengan input, ialah semua sumber (resources). yaitu sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses produksi barang atau jasa. Sarana atau sumber-suunber yang digunakan, misalnya tenaga kerja (man), biaya (money), peralatan atau mesin (machine), cara kerja (method), pemasaran atau pelayanan (market atau service), termasuk dalarn hal ini ialah waktu ( time). Di samping itu juga pengguan daripada prasarana misalnya: gedung, alat ,transport. Sementara, yang dimaksud dengan output ialah hasil produksi yang berwujud barang atau jasa (Sedarmayanti 2001). Produktivitas memiliki dua dimensi, yaitu efektivitas dan efisiensi. Dimensi efektivitas berkaitan dengan pencapaian hasil kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi efisiensi berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunanya atau bagaimana pekerjaan terebut dilaksanakan. Sedarmayanti, 2001). Hal senada dikemukakan oleh Siagian, (1989) yang mengatakan bahwa: " produktivitas mempunyai dimensi efisiensi dan efektivitas. Efisiensi yaitu perbandingan yang positif antara basil yang dicapai dengan masukan yang dipergunakan, artinya suatu tugas efisiensi dalam menyelenggarakan apabila hasil kerja yang diperoleh lebih besar dari pada pengorbanannya yang diberikan dalam bentuk sumberdaya insani. Sedangkan efektivitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Pada posisi lain Nawawi dan Martini (1994) mengemukakan bahwa produktivitas dibedakan antara dalam organisasi profit dan organisasi non profit. Organisasi profit adalah suatu organisasi yang mengukur keberhasilatunya secara material/financial. Dari segi perbandingan masukan (input) dengan keluaran (output). Sementara yang dinamakan dengan organisasi non profit adalah organisasi yang pendayagunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
6
Suatu pekerjaan dikatakan produktif jika dapat dikerjakan dengan cara tepat oleh sumberdaya manusia yang sedikit. Pekerjaan dikatakan tidak produktif apabila dikerjakan dengan cara yang keliru oleh lebih banyak sumberdaya manusia. Deimkian juga pekerjaan dikatakan produktif jika diselesaikan lebih cepat atau tepat waktu. Sebaliknya pekerjaan yang sama dikatakan tidak produktif, jika dikerjakan tidak tepat waktu. Oleh karena itu penambahan tenaga kerja sumberdaya manusia dilihat dari segi produktivitasnya, hanya berguna jika mampu mempercepat penyelesaian pekerjaan, dengan hasil yang maksimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa aparat pemerintah yang produkrtif adalah afarat pemerintah yang mampu memanfaatkan waktu, dana, peralatan dan perlengkapan serta keterampilan semaksimal mungkin sehingga diperoleh hasil yang sebesar-besarnya dari usaha yang dilakukan, baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintah maupun dalarn penyelenggaraan berbagai kegiatan pembangunan nasional. Menurut pemikiran Washnis dalam bukunya Productivity Improvement Hanhook ( Saksana, 1988) mengatakan: produktivitas mengandung dua konsep utama, yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi mengukur tingkat sumberdaya, baik manusia, keuangan, maupun alam yang dibutuhkan untuk rnemenuhi tingkat pelayanan yang dikehendaki. Efektivitas mengukur hasil mutu pelayanan yang dicapai". Uraian di atas mencerminkan bahwa produktivitas mempunyai dua dimensi yakni dan efektivitas. Berdasarkan pengertian di atas, produktivitas disini dimaksudkan untuk melihat hasil kerja yang dicapai oleh anggota organisasi di dalam menjalankan pekerjaannya. Dan pengertian di atas menunjukkan bahwa penyelenggaraan administrasi negara bukanlah berorientasi pada keuntungan, tetapi pada hasil pelayanan. Oleh karena itu, maka pengertian efisiensi bukanlah mengacu pada pencapaian hasil sebesar-besarnya dengan pengorbanan sesedikit mungkin. Kondisi ini sesuai dengan kerangka pemikiran Freederickson (1987) yakni: "efisiensi bertujuan memberikan pelayanan yang baik dengan sumberdaya yang tersedia". Untuk itulah maka penelitian ini, lebih menekankan efisiensi dari sudut pandang pelaksanaan pelayanan yang memberikan kepuasan. Dengan ditempatkannya efisiensi sebagai output produktivitas kerja berupa kepuasan kerja, berarti efisiensi dilihat dari sudut moral pekerja akibat dari kegiatan kerjanya. Penempatan kepuasan kerja sebagai output, sesuai dengan pandangan Siagian (1987). Produktivitas pada administrasi negara tidak mengacu pada seberapa jauh target tercapai, tetapi pada pemikiran Siagian di atas. Dengan perkataan lain, suatu tugas dinilai baik atau tidak, bilarnana tugas itu dapat iiiaksanakan sesuai dengan harapan publik.
7
A.
Relevansi Pendidikan dan Produktivitas Kerja Pegawai
Pelatihan
SAI
Dengan
Pendidikan dan Pelatihan pegawai pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepegawaian dalarn manajemen kepegawaian atau personnel management. Oleh karena itu, untuk dapat menelaah tentang pembinaan kepegawaian, maupun pendidikan dan Pelatihan SAI pegawai secara jelas, terlebih dahulu akan ditelusuri apa yang dimaksud dengan manajemen kepegawaian. Mencermati berbagai konsep pendidikan dan Pelatihan SAI sebagaimana dijelaskan di atas, maka dapat diketahui adanya benang merah yang membetuk hubungan kausal antara pendidikan dan Pelatihan SAI pegawai dengan produktivitas kerja pegawai yang telah mengikutinya. Untuk mendapatkan kejelasan mengenai hubungan tersebut, dapat dilihat apa yang dikemukakan oleh Sherwood and Best ( Moekijat l 985) sebagai berikut: “Training the process of aiding employees to gain effectiveness in their present or future work through the development of appropriate habits of through and action, skill, knowledge and attitude. (Pendidikan dan Pelatihan SAI adalah proses membantu pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran dan tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap”. Sejalan dengan hal tersebut, Scott (Moekijat 1991) juga menjelaskan hubungan antara pendidikan dan Pelatihan SAI dengan produktivitas kerja pegawai, sebagai berikut “Latihan dalam ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dalam suatu kegiatan lini dan staf, tujuannya ialah pengembangan pemimpin, untuk memperoleh produktivitas pekerjaan perorangan yang lebih besar, hubungan-hubungan antara perorangan dalam organisasi yang lebih baik dan penyesuaian pemimpin yang ditingkatkan kepada suasana dari seturuh lingkungannya”. Dengan demikian pendidikan dan Pelatihan SAI mempunyai tujuan utama yang dikaitkan dengan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Sebagai tujuan utama, maka suatu program pendidikan dan Pelatihan SAI harus diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, baik produkrtivitas kerja secara individu maupun produktivitas organisasi secara keseluruhan. Tujuan utama ini dapat dicapai apabila tujua-tujuan yang bersifat khsus dapat diwujudkan terlebih dahulu. Tujuan-tujuan khusus yang harus dicapai tersebut menurut Wahyudi (1991) antara lain: “Meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas, meningkatkan mutu perencanaan tenaga kerja, meningkatkan semangat (morale) tenaga kerja sebagai balas jasa tidak langsung, meningkatkan
8
kesehatan dan keselamatan, mencegah kedaluarsa dan kesempatan pengembangan diri”. Berdasarkan uraian tersebut di atas maupun uraian sebelumnya, maka dapat diketahui dengan jelas bahwa peudidikan dan Pelatihan SAI mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tercapainya produktivitas kerja pegawai. Apabila seorang pegawai mengikuti pendidikan dan Pelatihan SAI, sikap dan prilaku kepemimpinannya meningkat, serta pengetahuan dan ketrampilan manajerial juga meningkat, sehingga mampu melaksanakan pekerjaan secara tepat prosedur, tepat waktu dan tepat sasaran. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terwujudnya manajemen pendidikan dan Pelatihan SAI, adalah menjadi tanggung jawab pimpinan dalam melaksanakan fungsi pernbinaan pegawai. tugas manajemen kepegawaian adalah berusaha mendapatkan, memelihara, membina dan mengembangkan pegawai ketercapainya kemampuan kerja pegawai secara optimal, sehingga tujuan organisasi serta unit-unit kerja yang ada di dalamnya dapat dicapai secara efektif. Pengertian produktivitas menurut Ermaya Suradinata (1996) adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa keadaan mutu kehidupan saat ini harus lebih baik dari hari kemarin atau sebelumnya dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Pengertian ini sama dengan Laporan Dewan Poduksi Nasional tahun 1983, yang menandaskan bahwa produktivitas mengandung pegertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan: "mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dan kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini ". Sedangkan pendapat Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1994) adalah, produktivitas berasal dari bahasa Inggris, dengan kata dasar product atau result atau outcome. Kata dasar tersebut berkembang menjadi productive yang berarti menghasilkan, dan kata productivity yang artinya "having the ability to make or create, creative". Perkataan productivity ini masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi produktivitas yang diartikau sebagai " kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu". Menurut (Paul Mali, 1978) mengatakan bahwa produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan efektif. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satua waktu tertentu. Selain itu Whitmore (1979) mengutarakan sebagai berikut: “ Productivity is ameasure of the use of resources of an organization and is usually expressed as a ratio of the output obtained by the use resources to the amount of resources employed". Jadi Whitmore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio keluaran yang dicapai dengan sumberdaya yang digunakan. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara yang dicapai (output) dengan 9
keseluruhan sumberdaya yang digunakan ( intput ). Adapun yang dimaksud dengan input, ialah semua sumber (resources), yaitu sarana atau sumber-sumber yang digunakan, misalnya: tenaga kerja (man), biaya (money), peralatan atau mesin (machine), cara kerja (method), pemasaran atau pelayanan (market atau service), termasuk dalam hal ini ialah waktu (time). Di samping itu juga penggunaan daripada prasarana misalnya: gedung, alat transport. Sedangkan yang dirnaksud dengan output ialah hasil produksi yang berwujud barang atau jasa (Sedarmayanti, 2001). Pada sisi lain, Sedarmayanti (2001) mengemukakan bahwa produktivitas memiliki dua dimensi, yaitu efektivitas dan efisiensi. Dimensi efektivitas berkaitan dengan pencapaian hasil kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. sedangkan dimensi efisiensi berkaitan dengan upaya membandingkan masukan degan realisasi penggunaan atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Hal senada dikemukakan oleh Siagian, (1989) yang megemukakan bahwa: "Produktivitas mempunyai dimensi efisiensi dan efektivitas. Yaitu perbandingan yang positif antara hasil yang dicapai dengan masukan yang dipergunakan, artinya suatu tugas efisiensi dalam menyelenggarakan apabila basil kerja yang diperoleh lebih besar dari pada pengorbanannya yang diberikan dalam bentuk sumberdaya insani. Sedangkan efektivitas kerja berarti penyelasaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan". Konsep produktivitas kerja dalam permasalahan ini dapat diartikan sebagai hasil kegiatan kerja yang dapat melaksanaan program dan dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik serta dapat memberikan pelayanan yang memuaskan dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Sehubungan dengan hal tersebut, Suradinata,(1996) menyatakan bahwa: "Manusia merupakan unsur terpenting sehingga manusia dijadikan unsur yang utama dalam rangka pernecahan masalah produktivitas kerja dalam lingkup adminstrasi negara". Keberhasil output pendididkan dan Pelatihan SAI ( diklat ) Pelatihan Keuangan dan Kultur serta faktor manusia sebagai sub sistem yang turut membidani, mewarnai, dan memberdayakan mereka sesuai dengan kualifikasi dan formasi yang tersedia. Namun, manajemen sumberdaya manusia ( MSDM ) kadangkala sering dipandang tidak berhasil, karena ketidakmampuannya "menyusun secara sistematis dan efektif " efektivitas kerja. Hal ini sejalan dengan pandangan Handoko (1996 : 26) yang menandaskan bahwa "Departemen personalia dianggap gagal untuk :nenunjukkan apa yang dilakukannya, terutarna seberapa banyak kontribusi dan peranannya dalam pencapaian tujuan-tujuan strategi organisasi''. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa "Manajemen sumberdaya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan 10
sumberdaya manusia untuk mencapai baik, tujuan individu maupun organisasi". Manajemen sumberdaya manusia yang baik ditujukan kepada peningkatan kontribusi yang dapat diberikan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah tercapainya tujuan organisasi yang mengelola sumberdaya manusia sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja organisasi secara keseluruhan. Strategi-strategi perubahan sumberdaya manusia tertentu yang ditujukan untuk menimbulkan suatu pengaruh atas apa yang dibawa oleh para individu pada situasi yang bersangkutan dan atas para individu dalam situasi tersebut. Jalan pintas untuk mempengaruhinya adalah menggantikan para individu yang latar belakang mereka menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dengan mereka yang justru memiliki ketrampilan, sikap dan pengalaman yang tepat. Tetapi dengan cara demikian banyak timbul kesulitan-kesulitan dalam praktek, misalnya memecat orang-orang atau memindahkan orang-orang dapat menyebabkan timbulnya aneka macam kesulitan. Akibat dari perasaan ketidakpastian pilhak lain maka orang mengambil sikap defensif lebih besar, moril yang merosot (walaupun dalam kasuskasus tertentu prestasi kerja mungkin meningkat), serikat karyawan mungkin akan bereaksi secara negatif, mungkin muncul problemaproblema yuridis, pekerjaan mungkin terbengkalai sampai ada karyawan baru yang menggantikan karyawan lama. Namun, tidak menjamin bahwa pengganti akan bekerja lebih baik bahkan mungkin pada situasi-situasi tertentu problem yang dihadapi mugkin lebih banyak. Dalam konteks tersebut Winardi (1989) menyatakan bahwa: "Tidak ada jaminan bahwa pengganti akan bekerja lebih baik pada situasi tertentu, tentu problem yang dihadapi mungkin lebih banyak berhubungan dengan situasi di mana terlihat kombinasi orang dalam hubungan dua orang yang kurang serasi dalam suatu kelompok atau pada hubungan antara atasan dan bawahan". Cara pendekatan yang telah dimanfaatkan olebagai organisasi di Amerika Serikat adalah system yang dinamakan System of executive assesiment dengan menggunakan tes psikologikal yang kompleks untuk menemukan potensi-potensi kepemimpinan pada karyawan. Sentral assisment di mana para individu rnengalami suatu seri aktivitas dan simulasi-simulasi organisatoris di mana mereka diawasi secara ketat telah banvak dimanfaatkan orang sebagai cara memperbaiki ramalanramalan tentang prestasi manajerial pada masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut, Winardi (1999) menjelaskan bahwa. " a system of Executive Assecment adalah diterapkan aneka macam tes psikologikal yang kompleks guna menemukan potensial kepemimpinan ". Potensi sumberdaya mannusia akan berakibat efektif dan efisien terhadap organisasi, ketika potensi itu dikembangkan secara positif akan melahirkan karyawan yang memiliki kemampuan berpikir secara rasional 11
dalam memecahkan setiap masalah dalan organisasi. Sebaliknya, potensi sumberdaya manusia akan berakibat tidak efektif dan efisien terhadap organisasi manakala dikembangkan secara negatif, dalam arti mengutamakan kepentingan individu daripada memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Siagian (1987) menyatakan bahwa: “Kemampuan sumberdaya manusia dapat menampakkan dirinya dalam bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif kemampuan berpikir secara rasional memungkinkan seseorang mampu mendahulukan kewajibannya ketimbang haknya sebagai manusia organisasional. Dalam bentuk yang negatif kemampuan itu, apabila tidak terkendali dan diarahkan secara tepat, dapat berwujud sikap, tindak perilaku dan tindak tanduk yang semata-mata mementingkan diri sendiri, tidak peduli apa akibatnya kepada orang lain atau kepada organisasi, di mana seseorang, itu menjadi anggota”. Para teoritisi ilmu-ilmu sosial dan praktisi yang berusaha mendalami masalah pengembangan sumberdaya insani nampaknya sependapat bahwa, salah satu wahana yang paling efektif yang dapat dan harus digunakan dalam pengembangan sumber daya insani adalah melalui pendidikan dan Pelatihan SAI. Pendidikan dan Pelatihan SAIpun tidak terutama ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang perorang dalam organisasi, juga tidak ditujukan kepada pemanfaatan hasil-hasil pendidikan dan Pelatihan SAI itu. Akan tetapi, lebih dipokuskan kepada perumusan berbagai kebijaksanaan yang menyangkut pendidikan dan latihan guna mendukung keseluruhan kebijaksanaan pengembangan sumberdaya manusia sebagai modal terpenting yang dimiliki oleh organisasi. Selain itu, dengan melalui pendidikan dan Pelatihan SAI akan meningkatkan kinerja pegawai, sehingga produktivitas pun semakin meningkat. Dengan demikian efektivitas dan efisiensi organisasi akan semakin optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Siagian (1987) yang menyatakan bahwa : “ Pendidikan dan latihan bertitik tolak dari pemikiran bahwa pengetahuan, keahlian dan ketrampilan para karyawan dalam satu organisasi perlu terus menerus ditingkatkan. Artinya, di samping usaha institusional untuk meningkatkan kemampuan organisasi sebagai satu kesatuan kerja yang bulat untuk mencapai tujuannya, juga melalui peningkatan kemampuan organisasional itu bertambah pula kemampuan para karyawan meningkatkan efisien dan efektivitas individual, yang digabung dengan produktivitas kerja yang semakin meningkat akan memungkinkan para karyawan meningkatkan kariernya ”. Strategi dan program pengembangan sumberdaya manusia seyogyanya menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus, karena hanya dengan pendekatan demikianlah kepentingan organisasi dapat terpenuhi, 12
yaitu kepentingan organisasi dalam bentuk ketangguhan yang terus menerus ditingkatkan untuk mencapai tujuan dan kepentingan seluruh anggota organisasi, baik dalam arti kolektif maupun secara individu. Dalam konteks tersebut, Siagian (1987) mengemukakan bahwa kepentingan organisasi terdiri atas : 1. Kepentingan dalam bentuk ketangguhan yang terus meningkat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang pada analisis terakhir merupakan tolak ukur terpenting atas keberhasilan organisasi. 2. Kepentingan seluruh organisasi, baik dalam arti kolektif maupun secara individual tidak sekedar dalam bentuk peningkatan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang sifamya kebendaan, akan tetapi dikaitkan secara langsung dengan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Melalui pendidikan dan latihan dalam suatu organisasi dapat ditingkatkan dan mengembangkan karier pegawai dan pada gilirannya akan meningkatkanefektivitas dan efisiensi organisasi. Pengembangan karier adalah salah sat upaya priadi seorang karyawan dan juga penunjukan dari lembaga, di mana yang bersangkutan bekerja berdasarkan prestasi yang diperolehnya. Berpijak dari konsepsi di atas, maka bangsa Indonesia juga mengakui bahwa sumberdaya manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi setiap aspek pembangunan. Pengakuan tersebut kemudian diterjemahkan melalui substansi UU No. 43 tahun 1999 Tentang Pokok-pokok kepegawain pada alinea 4 (empat) bahwa : "Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara dan kesempurnaan aparatur negara pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri". Uraian pada UU di atas mengandung dua makna penting, pertama bahwa aparatur negara merupakan titik sentral dan faktor kunci yang menentukan berhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Kedua, bahwa kelancaran penyelenggaraan pemerintahan melaksanaan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya aparaturnya. Berbicara masalah sumberdaya manusia, Sedarmayanti (1995) mengemukakan dari dua sudut pandang, yaitu "Aspek kuantitas menyangkut jumlah sumberdaya manusia, dan aspek kualitas menyangkut kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik yang mengkut kemampuan bekerja, berpikir dan keterampilan lain". Melengkapi pandangan tersebut, Robbins (1996) mengartikan kemampuan sebagai "kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan". Selanjutnya dijelaskan bahwa 13
kemampuan-kemampuan keseluruhan dari seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Lebih lanjut Robbins (1996) mengemukakan bahwa kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan/mengerjakan kegiatan mental. Ada tujuh dimensi yang paling sering dikutip dalam menyusun kemampuan intelektual, antara lain kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan ingatan (memory). Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai dan keterampilan serupa. Upaya meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur menurut Sedarmayanti (1995) dapat dilakukan melalui proses pendidikan, latihan dan pengembangan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Sedarmayanti (1995) bahwa pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan peningkatan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap mengenal dan mengembangkan metode berpikir dan bekerja secara sistematik agar dapat memecakan masalah yang akan dihadapi. Latihan bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk mengembangkan bakat. Oleh karena itu latihan diperuntukkan bagi pegawai yang akan segera diberi tugas mengerjakan pekerjaan yang telah ada dalam lembaga. Sedangkan pengembangan diperlukan untuk mempersiapkan pegawai mengerjakan pekerjaan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut, Didik (2000) mengatakan bahwa ada beberapa jalan untuk meningkatkan kemamnuan aparatur yaitu : “Pertama yang sangat jelas dan konvensional adalah dengan pendidikan formal - baik disekolah umum maupun sekolah kejuruan. kedua, peningkatan kualitas aparatur dapat dibangun dilingkungan kerja (on the job training) yang dilakukan secara formal maupun in formal, serta melalui berbagai organisasi profesi. Ketiga bisa dilakukan dengan pembangunan diri sendiri melalui pencarian pengetahuan dan keahlian, kursus dan lainnya”. Pemerintah Indonesia juga telah memikirkan upaya peningkatan kualitas aparatur mekanisme kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya aparatur melalui Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1994 Tentang Pendidikan dan latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Sesuai dengan pasal l ayat 1 dijelaskan bahwa : “Pendidikan dan Pelatihan SAI jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut pendidikan dan latihan (Diklat) adalah penyelenggaraan proses belajar-mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melaksanakan Jabatannya”. 14
Kemudian dalam konteks pembinaan kemampuan aparatur melalui pelaksanaan pendididikan dan latihan (Diklat) dijelaskan mengenai tujuan dan sasaran pendidikan dan Pelatihan SAI yang ingin dicapai, antara lain: 1. Meningkatkan kesetiaan dan kekuatan Pegawai Negeri Sipil kepada pancasila, UUD 45, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia. 2. Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakau tugas umum pemerintah dan pembangunan. 3. Memantapkan semangat pengabdian dan berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat. 4. Peningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau keterampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil. Sementara sasaran Pendidikan dan Pelatihan SAI adalah tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu persyaratan untuk diangkat dalam jabatan tertentu". Selanjutnya dalam Pembinaan kemampuan aparatur melalui pelaksanaan pendidikan dan Pelatihan SAI ( Diklat) ada beberapa jenis dan jenjang yang dilaksanakan yaitu :(l) pendidikan dan Pelatihan prajabatan, dan (2) pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan. Selain itu, dijelaskan pula bahwa pendidikan dan Pelatihan fungsional ",ialah pendidikan dan Pelatihan SAI yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional. Sedangkan pendidikan dan Pelatihan SAI Teknis adalah pendidikan dan Pelatihan SAI yang diselenggarakan untuk memberi kesempatan atau penguasaan pengetahuan bidang teknis tertentu kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya." Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan peningkatan sumberdaya aparatur tidak lain adalah agar aparatur dapat meningkatkan kinerja secara optimal, yang pada akhirnya akan menjamin produktivitas kerja semakin meningkat. Makna produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang (Sedarmayanti, 1995). Selanjutnya Steers (1985) mengatakan bahwa "kemampuan pegawai dapat mempengaruhi prestasi kerja dalam berbagai cara". Karena itu tingkat kemampuan para pegawai menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena secara langsung akan berdampak terhadap prestasi kerja pegawai. Seorang pegawai yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung akan lebih berprestasi bila dibandingkan dengan pegawai yang memiliki kemampuan yang relatif rendah. Karena itu maka perlu terus dilakukan berbagai upaya agar para meningkatkan kemampuannya sesuai dengan bidang kerjanya, bahkan penempatan
15
pegawaipun harus memperhatikan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh pegawai. Tingkat kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor tingkat pendidikan fornal, Pelatihan SAI yang pernah diikuti serta pengalaman kerja (Steers, 1985). Dharma, 1985, Siswanto, 1989, Handoko, 1992). Melalui pendidikan dan Pelatihan SAI para pegawai akan dapat mengembangkan kemampuanya untuk mengerjakan pekerjaannya baik saat tersebut maupun masa yang akan datang (Steers, 1985). Orang yang memiliki tingkat pendidikan dan Pelatihan SAI cukup pada bidang tertentu akan sangat membantu kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam bidang tersebut. Sebaliknya kalau tingkat pendidikan dan Pelatihan SAI seseorang sangat minim, maka kalaupun orang tersebut ditugaskan untuk mengerjakannya hasilnya tidak akan optimal. Hal senada ,disampaikan oleh Simanjuntak ( 1985) yang mengatakan bahwa pendidikan dan Pelatihan SAI tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas kerja". Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh Lippo ( 1980) yang mengatakan bahwa : "Pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang lingkungan kerja secara umum, sedangkan Pelatihan SAI adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu". Faktor pengalaman kerja juga menjadi salah satu ukuran tingkat kemampuan seseorang, karena dengan pengalaman kerja seseorang secara langsung dapat dilihat sejauhmana keberhasilannya dalam melaksanakan tugas -tugasnya. Melalui pengalaman kerja juga seseorang akan diasah keterampilannya untuk mengerjakan bidang pekerjaan tertentu (Handoko, 1992). Berkat pengaalaman kerja tidak jarang ditemui bahwa seorang pegawai menjadi sangat terampil dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu sebab melalui pengalaman seseorang telah berpengalaman mengerjakan pekerjaan tertentu sampai mencapai keterampilan tertentu. Karena begitu pentingnya faktor pengalaman kerja maka pengalaman kerja seringkali dijadikan syarat utama dalam hal rekrutimen pegawai maupun dalam hal penempatan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu (Dharma, 1985), Siswanto, 1989, Handoko, 1992). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan, Pelatihan SAI dan pengalaman kerja perlu dijadikan ukuran untuk menempatkan seorang pegawai dalam bidang pekerjaan dan jabatan tertentu.
16
PENUTUP A. Kesimpulan Produktivitas kerja pegawai atau Aparatur yang berhasil guna adalah aparatur yang mampu menghasilkan karya nyata. Berarti aparatur pemerintah diharapkan tidak hanya mampu berpikir secara rasional dan menghasilkan konsepsi-konsepsi yang matang, akan tetapi pada tingkat operasional juga mampu berkarya sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya kongkrit dan nyata serta dapat dilihat dan dinikinati oleh masyarakat luas. Untuk itu lembaga pendidikan dan Pelatihan Sistem Akuntansi Instansi memgang peranan penting dalam peningkatan kompetensi dari para aparatur negara. B. Rekomendasi Untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai maka perlu adanya Pelatihan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang benar-benar sesuai dengan uraian tugas (job description), sehingga ilmu yang dimilikinya dapat diterapkan di Kantor tempat dimana aparatur tersebut bekerja.
DAFTAR PUSTAKA Armstrong R. 1998. Performance Management. Clays.Ltd.St.Ives ple. England. Arikunto. S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Rineke Cipta. Jakarta. Bastian M. 2000. Manajemen Bisnis Modern. Edisi Pertama. Offset Andi. Jakarta. Hasibuan B. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hasibuan B. 1996. Organisasi dan Motivasi. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta. Kiggundu. 1989. Manajemen Personalia. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Raya. Jakarta Kurniawan. 1999. Manajemen Sumber Daya Efektif dan Efisien. Edisi Pertama. Penerbit Rosda Karya. Bandung. Mathis. R.L. and J.H. Jackson. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Salemba Emban. Jakarta. Miftahul.1996. Perilaku Manajemen Kepemimpinan. Penerbit Alfabetha. Bandung. Mulyono. 2001. Manajemen Perubahan.Penerbit PT.Rosda Karya. Bandung.
17
Nawawi M. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Nitisemitro S S.I. 1997. Manajemen Personalia. Penerbit Yayasan Kanisius. Jakarta. Paramita E dan Budi S. 1990. Struktur Organisasi di Indonesia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Syaddam dan Gozali. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Suatu Pendekatan Mikro. Penerbit Jembatan. Jakarta. Tambunan M. 2000. Pengantar Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit PT Rineke Cipta. Jakarta. Tangkudung .R. 1983. Organisasi Suatu Uraian Singkat.Azas-azas. Bentuk. Struktur. dan Bagan. Penerbit Yayasan Frater Andreas. Manado Terry G. 1994. Dasar-Dasar Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Triton. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Tugu. Yogyakarta. Tisnawati dan Kurniawan. 2006. Pengantar Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit Prenada Media. Jakarta. Widyaningsih. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Personalia. Penerbit Pustaka Utama. Jakarta. Sumber lain : Modul Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, 2005, Motivasi Kerja Pegawai, Edisi Revisi, Jakarta. Keputusan Menteri Agama RI No. 345 Tahun 2004, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Keagamaan
18