Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
TIPIKAL MATAAIR MANDALAWANGI Oleh :
Dudi Nasrudin Usman dan Yunus Ashari *) *) Teknik Pertambangan – Universitas Islam Bandung
ABSTRACT The availability of water resources become more limited, even in some places are categorized in critical condition. It is caused by various factors such as pollution, deforestation, agricultural activities that ignore environmental sustainability, and changes in the function of the catchment area. Mount Mandalawangi - Mandalagiri are part of Bandung Basin, into the complex volcanic rocks up the mountain Mandalawangi Nagreg influential volcanic activity has a role in addition to the characteristics and types of springs in the region. Springs found in this region is spread over 30 points, of the amount already exist can be utilized by the community, but largely untapped. It is becoming important characteristics that must be understood in particular springs of groundwater quality aspects that came out of the springs. The results showed the classification based on the temperature of the water in the springs, then there are two groups of 7 springs springs are included in the zoning hipertermal springs, and springs 27 into the zoning hipotermal springs. While the views of parameter values conductivity (EC), showed overall springs microseconds in the range 42.4 - 173.9 microseconds. So it can be seen that kind of springs in the study sites belong to a class of fresh groundwater.
Keywords: Mandalawangi Mountain and Springs Typically
ABSTRAK Ketersediaan sumber daya air semakin terbatas, bahkan di beberapa tempat dikatagorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, dan perubahan fungsi daerah tangkapan air. Gunung Mandalawangi – Mandalagiri merupakan bagian dari Cekungan Bandung, masuk dalam kompleks batuan gunungapi Nagreg sampai Gunung Mandalawangi yang berpengaruh aktivitas vulkanik selain itu mempunyai peran terhadap karakteristik dan tipe mataair di wilayah tersebut. Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
261
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Di kawasan ini dijumpai mataair yang tersebar lebih dari 30 titik, dari jumlah tersebut ada yang sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, namun sebagian besar belum dimanfaatkan. Hal yang menjadi penting adalah karakteristik mataair yang harus dipahami khususnya dari aspek kualitas airtanah yang keluar dari mataair. Hasil pengamatan menunjukkan pengklasifikasian berdasarkan suhu air pada mataair, maka ada dua kelompok mataair yaitu 7 mataair masuk dalam zonasi mataair hipertermal, dan 27 mataair masuk dalam zonasi mataair hipotermal. Sedangkan dilihat dari parameter nilai konduktivitas (DHL), menunjukkan keseluruhan mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk ke dalam kelas air tanah segar.
Kata kunci: Gunung Mandalawangi, dan Tipikal Mataair.
PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi semua makhluk hidup demikian halnya dengan manusia. Perkembangan dan Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat di wilayah ini menyebabkan salah satu efek terhadap permintaan air bersih dan layak digunakan semakin besar, sementara volume air di bumi ini adalah tetap. Gunung Mandalawangi melingkupi 4 Kecamatan dan 2 Kabupaten, yaitu: Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung serta Kecamatan Nagreg dan Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut. Kondisi morfologi wilayah penelitian (wilayah Mandalawangi) merupakan satuan morfologi perbukitan bergelombang lemah sampai dengan perbukitan bergelombang terjal., dengan kemiringan berkisar antara 100 sampai dengan 750. Dengan elevasi berkisar
antara 750m sampai dengan 1650m dpl. (DEM Jawa Barat tahun 2005). Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mencari sumber air alternatif di wilayah Bandung bagian Timur sehingga mampu memenuhi kebutuhan air bersih wilayah Kec. Cicalengka khususnya, Kab. Bandung umumnya. Selain itu maksudnya adalah untuk mengetahui lebih luas mengenai potensi airtanah bersumber pada mataair untuk wilayah Bandung bagian Timur khususnya. Manfaatnya adalah menjadi database Dinas Lingkungan Hidup Subdinas Bidang Airtanah Kabupaten Bandung untuk pengembangan airbersih ke depan, memfasilitasi kebutuhan masyarakat melalui penemuan-penemuan sumber mataair. TINJAUAN PUSTAKA Geologi Regional Mataair (spring) adalah pemusatan keluarnya airtanah yang muncul di permukaan tanah sebagai arus dari
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
262
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
aliran airtanah (Tolman, 1937). Menurut Bryan (1919), dalam Todd (1980), berdasarkan sebab terjadinya mataair diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: mataair yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non gravitational spring) dan mataair yang dihasilkan oleh tenaga gravitasi (gravitational spring). Mataair yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi meliputi: mataair vulkanik, mataair celah, mataair hangat, dan mataair panas. Salah satu wilayah yang mempunyai potensi mataair besar adalah wilayah lereng gunungapi. Pada gunungapi strato muda, umumnya mempunyai pola persebaran mataair yang melingkari badan gunungapi membentuk pola seperti sabuk, yang biasa disebut sabuk mataair (spring belt). Hal ini merupakan gejala pemunculan mataair yang khas dan umum terdapat pada gunungapi strato di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Pada ketinggian-ketinggian tertentu terdapat jalur mataair (spring belt) yang berkaitan dengan sifat orohidrologinya, juga berkaitan dengan perubahan lereng yang diakibatkan oleh perubahan struktur batuan pembentuknya (Purbohadiwidjojo, 1967). Berdasarkan hasil pengamatan singkapan batuan di lapangan, litologi yang dominan adalah Batuan Gunung Mandalawangi – Mandalagiri (Qmm) yang terdiri dari tuf kaca mengandung batuapung, dan lava bersusun andesit piroksen hingga basalan (Dudi Nasrudin, 2010). Selain itu, ada beberapa satuan batuan yang terdapat di sekitar wilayah gunung Mandalawangi, diantaranya yaitu ; Batuan Gunungapi Tak
Teruraikan (Qsu) terdiri dari perselingan breksi tuf, breksi lahar dan lava basal andesitan. Batuan Gunungapi Guntur – Pangkalan dan Kendang (Qgpk) terdiri dari rempah lepas & lava bersusunan andesit – basalan, bersumber dari komplek gunungapi tua Gunung Guntur – Gunung Pangkalan & Gunung Kendang (Qgpk) dan Gunung Kiamis (Qko). Endapan Rempah Lepas Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qypu), terdiri dari lapili tuf pasiran bongkah-bongkah andesit – basal, breksi lahar dan rempah lepas. Dan termuda yaitu Endapan Danau (Qd) terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar dan kerikil, umumnya bersifat tufaan. METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian yang difokuskan kepada inventarisasi sebaran titik mataair, kajian dilihat berdasarkan sifat fisik dan sifat kimia air. Untuk mendapatkan parameter tersebut di atas, dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut ; 1. Studi literatur berkaitan dengan wilayah kajian meliputi peta topografi, geologi, geohidrologi dan informasi lain yang mendukung termasuk batas administratif; 2. Pemetaan geologi wilayah kajian dengan melakukan pengamatan singkapan; 3. Pemetaan sumber mataair yang sekaligus dilakukan pengamatan parameter fisik; 4. Pengamatan kondisi sekitar mataair seperti vegetasi, keberadaan dan status sumber mataair; 5. Sampling air dari sumber mataair yang kemudian untuk uji parameter
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
263
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
fisik dan kimia di laboratorium, termasuk pengukuran debit mataair.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Morfologi Kegiatan pemetaan, inventarisasi dan pengamatan titik mataair dilakukan guna mendapatkan gambaran mengenai keadaan dari titik mataair, dilakukan juga pengukuran sifat fisik, data yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan berupa lokasi, koordinat dan elevasi, serta sifat fisik lainnya. Hasil inventarisasi sumber mataair di wilayah penelitian, didapatkan sebanyak ±34 titik sumber mataair, dimana 23 titik masuk dalam wilayah Kab. Bandung dan 11 titik di wilayah Kab. Garut yang kesemua titik tersebut tersebar di 4 kecamatan, yaitu Kec. Cicalengka, Kec. Cikancung, Kec. Kadungora dan Kec. Nagreg. Kondisi geomorfologi lokasi dibagi menjadi 3 wilayah morfologi, yaitu sebagai berikut ; 1. Morfologi perbukitan bergelombang lemah menempati wilayah bagian Utara sampai ke wilayah bagian Timur, serta pada bagian Baratdaya lokasi penelitian. Ketinggian lokasi berkisar antara 750 mdpl sampai dengan 1.000 mdpl dan Kemiringan lereng berkisar antara 100 - 250. 2. Morfologi Perbukitan Bergelombang Sedang, Untuk morfologi perbukitan bergelombang sedang menempati bagian Tengah dan Timur – Tenggara lokasi penelitian. Ketinggian berkisar antara 1.000 mdpl sampai dengan 1.250 mdpl. Kemiringan lereng
berkisar antara 250 sampai dengan 400. 3. Morfologi Perbukitan Bergelombang Kuat, Morfologi perbukitan bergelombang kuat menempati areal tengah sampai kearah puncak Gunung Mandalawangi, ketinggian lokasi berkisar antara 1.250 mdpl sampai dengan 1.650 mdpl. Dengan kemiringan lereng berkisar antara 400 hingga 750. 2.
Kondisi Sumber Mataair
Pengamatan terhadap kondisi mataair dilihat dari parameter fisika khususnya dan kimia. Hasil inventarisasi sumber mataair di wilayah penelitian, didapatkan sebanyak ±34 titik sumber mataair di beberapa desa dan termasuk yang di wilayah Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung serta Kecamatan Nagreg dan Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut, hal tersebut secara geologi, kondisi dan keadaan lokasi keterdapatan mataair di wilayah Gunung Mandalawangi didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Mandalawangi – Mandalagiri (Qmm) yang terdiri dari tuf kaca mengandung batuapung dan lava bersusunan andesit piroksen hingga basalan. Mataair di lokasi Gunung Mandalawangi dan Mandalagiri banyak dijumpai pada satuan batuan endapan gunungapi dan berada pada lereng yang cukup terjal dengan aliran air keluar sepanjang tahun. 2.1
Suhu Mataair
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
264
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Untuk parameter suhu dilakukan tidak hanya suhu air yang diukur akan tetapi suhu udara luar di sekitar lokasi mataair pada saat sampling dilakukan. Suhu rata-rata mataair pada lokasi penelitian berkisar antara 20,5 °C hingga 24,6 °C, sedangkan suhu udara pada lokasi penelitian berkisar antara 22 °C hingga 24,5 °C. Berdasarkan kepada sebaran data hasil pengukuran di lapangan untuk parameter suhu yang kemudian selanjutnya dibandingkan terhadap suhu udara sekitar maka dapat dilakukan pembagian zonasi mataair menjadi 3 zonasi (Mathess, 1982, halaman.197), di antaranya yaitu: a) Zonasi hipertermal terjadi apabila suhu air pada tubuh airtanah lebih tinggi dari suhu udara sekitarnya; b) Zonasi hipotermal terjadi apabila suhu air pada tubuh airtanah lebih rendah dari suhu udara sekitarnya; c) Zonasi mesotermal terjadi apabila suhu air pada tubuh airtanah sama dengan suhu udara sekitarnya.
Hasil di atas menunjukkan bahwa pengklasifikasian suhu air pada mataair, diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu di mana ada 7 mataair pada lokasi penelitian yang masuk dalam zonasi mataair hipertermal, dan kelompok kedua ada 27 mataair dalam zonasi mataair hipotermal. 2.2
Nilai Konduktivitas (DHL)
Untuk nilai konduktivitas (DHL), mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk kedalam kelas air tanah segar, di mana rentang nilai konduktivitas air tanah segar sekitrar 30 µS – 2000 µS (Mandel & Shiftan, 1981, halaman 182). 2.3
Hasil pengklasifikasian nilai padatan terlarut total (TDS) dari mataair di lokasi penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan mataair memiliki rentang nilai total padatan terlarut 22 ppm – 137 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan mataair pada lokasi penelitian tersebut masuk kedalam standar baku mutu air bersih dengan nilai baku mutu total padatan terlarut maksimal 1000 mg/l (ppm) (Permenkes No.492/MenKes/PER/IV/ 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. 2.4
Gambar 1. Grafik Distribusi Suhu Mataair Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013
Nilai Padatan Terlarut (TDS)
Jenis Akuifer Mataair
Berdasarkan hasil pengamatan dan interpretasi di lapangan terhadap kondisi lokasi kajian dimana jenis akuifer mataair di lokasi penelitian dapat
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
265
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
diklasifikasikan (Gambar 2);
sebagai
berikut Berdasarkan Gambar 7, pengklasifikasian debit keluaran (Discharge) pada mataair, dapat diperoleh keterangan bahwa secara umum mataair pada lokasi penelitian masuk dalam dikategorikan pada debit keluaran tingkat ke-enam dan ke-tujuh (Meinzer dalam Todd, 1981.Op.cit). KESIMPULAN
Gambar 2. Grafik Distribusi Jenis Mataair Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013 Hasil pengklasifikasian jenis mataair di lokasi penelitian menunjukkan mataair yang melalui celahan atau rekahan pada batuan, sebanyak 22 titik dan 12 titik lokasi mataair yang berupa ruang antar butir (pori).
2.5
Debit Mataair
Hasil pengukuran debit mataair dari 34 titik sumber mataair menunjukkan debit rata-rata antara 0.01 liter/detik - 0.1 liter/detik. Klasifikasi ini berdasarkan debit keluaran mataair (Discharge).
Gambar 3. Grafik Distribusi Debit Mataair Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013
1. Potensi sumber mataair di wilayah Gunung Mandalawangi cukup besar dengan jumlah titik temuan mataair sebanyak 34 titik, dari 34 titik mempunyai debit rata-rata antara 0.01 liter/detik - 0.1 liter/detik atau antara 864 ltr/hari hingga 8.640 ltr/hari. 2. Kualitas airtanah secara umum dilihat menunjukkan nilai konduktivitas dari keseluruhan mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk kedalam kelas air tanah segar. 3. Jenis mataair di wilayah Gunung Mandalawangi hasil interprestasi menunjukkan ada 2 tipe yaitu Tipe Celahan dan Tipe Ruang Antar Pori. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulrahman, 1990, Studi Hidrologi Mataair di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, Skripsi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2. Ardina-Purbo, 1985, Hubungan antara Litologi dan Luah di Pulau Jawa, Skripsi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
266
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
3.
Dudi Nasrudin Usman, dkk, 2010, Studi Pendahuluan Penawaran dan Permintaan Air Bersih Berbasis pada Mataair Mandalawangi di Kec. Cicalengka dan Sekitarnya, Kab. Bandung bagi Masyarakat dan Industri, LPPM – UNISBA. 4. Dudi Nasrudin, dkk, 2013, Studi Kualitas Airtanah dari Mataair untuk Memenuhi Kebutuhan Airbersih di Sekitar Gunung Mandalawangi Kec. Cicalengka Kab. Bandung, Provinsi Jawa Barat, DP2M – DIKTI, Batch – 1. 5. Karmono dan Joko Cahyono, 1978, Pengantar Penentuan Kualitas Air, Serayu Valley Project NUFFIC, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. 6. Pannekoek, A.J., 1949, Outline of the Geomorphology of Java, E.J. Bill, Leiden. 7. Purbohadiwidjojo, 1967, Hydrology of Strato Volcanoes, Geological Survey of Indonesia, Bandung 8. Todd, D.K., 1980, Groundwater Hydrology, John Willey & Sons. Inc, New York. 9. Tolman, C.F., 1937, Groundwater, McGraw-Hill Book Company, New York. 10. Yunus Ashari, dkk., 2009, Studi Pendahuluan Mataair Mandalawangi dan Sekitarnya, LPPM – UNISBA.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
267
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Tabel 1. Daftar Lokasi Sampling Mataair Mandalawangi - Mandalagiri Kode Easting Northing Mata Air (mE) (mN) M1 813869 9218920 M2 813855 9218915 M3 813891 9219239 M4 813462 9219477 M5 813920 9219882 M6 813932 9219900 M7 813872 9218130 M8 814759 9217668 M9 815564 9217140 M10 817193 9216006 M11 817461 9216465 M12 819320 9217268 M13 819442 9217288 M14 819397 9217087 M15 818386 9216873 M16 818078 9217109 M17 820728 9219870 M18 820589 9219903 M19 820886 9220024 M20 820860 9220448 M21 820834 9220600 M22 817282 9222248 M23 818120 9222669 M24 816934 9220529 M25 816402 9222893 M26 816285 9223306 M27 816027 9222026 M28 816065 9222078 M29 816012 9222322 M30 815715 9222621 M31 815560 9222418 M32 815525 9222481 M33 815097 9222551 M34 819015 9218084 Sumber : Data Pengamatan Lapangan, 2013
Elevasi (mdpl) 1106 1103 1124 1145 1120 1125 1103 1084 1117 793 785 763 735 753 759 827 841 804 832 753 752 887 881 1037 861 848 906 903 892 1037 901 893 888 884
Suhu Air (°C) 22 22 23,3 22,9 22,8 22,7 23 22,9 20,9 24,6 24,1 23,1 22,6 22,9 23 22,8 23 22,9 23,1 22,9 23 23 23 20,5 22 21,8 22 22 22,5 22,2 22,5 22,5 22 22
Suhu Udara (°C) 22,2 22,3 22,1 22,0 22,2 22,1 22,3 22,4 22,2 24,1 24,2 24,3 24,5 24,4 24,3 23,9 23,8 24,0 23,9 24,4 24,4 23,5 23,6 22,6 23,7 23,8 23,4 23,5 23,5 22,6 23,5 23,5 23,5 23,6
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
268
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 4. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Dudi Nasrudin, 2010 dan Syarifudin A, 2013)
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
269
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 5. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Dudi Nasrudin, 2013)
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
270
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 6. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Nasrudin D, 2013)
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
271
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 7. Kondisi Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah di Bagian Utara (Foto Diambil dari Wilayah Desa Mandalawangi, Nasrudin D, 2010)
Gambar 8. Kondisi Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah di Bagian Timurlaut (Foto Diambil dari Wilayah Nagreg, Nasrudin D, 2010)
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
272
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 9. Foto Kondisi Salah Satu Lokasi Mataair M1 (Sumber : Syarifudin A, 2013)
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
273