e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
KEDUDUKAN DANA TABARRU’ DALAM ASURANSI SYARIAH Syarifuddin
[email protected] Abstract The scientific article, discusses the fund position tabarru in Takaful. Issues raised is how to position the fund tabarru on Takaful. The aim is to analyze and understand the concept of funds tabarru, Islamic insurance and fund position tabarru in Takaful. This article, the normative research method conceptual approach. the result is that Takaful is a principled sharia financial institutions, funds tabarru part investment fund clients who deposited with financial institutions Takaful. Fund positions tabarru’ for Takaful is an Islamic insurance essence of existence that can not be separated. Keywords; Takaful, and funds tabarru’ Abstrak Artikel ilmiah ini, membahas tentang posisi dana tabarru’ dalam asuransi syariah. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana posisi dana tabarru’ pada asuransi syariah. Tujuannya adalah untuk menganalisa dan memahami konsep dana tabarru’, asuransi syariah dan posisi dana tabarru’ dalam asuransi syariah. Artikel ini, merupakan penelitian normatif dengan metode pendekatan konseptual. Hasilnya adalah bahwa asuransi syariah adalah merupakan lembaga keuangan yang berprinsip syariah, dana tabarru’ merupakan bagian dana investasi nasabah yang disetorkan kepada lembaga keuangan asuransi syariah. Posisi dana tabarru’ bagi asuransi syariah merupakan inti dari keberadaan asuransi syariah yang tidak bisa dipisahkan. Kata kunci; Asuransi Syariah, dan dana tabarru’ I. PENDAHULUAN Aman dan musibah adalah suatu keniscayaan. Setiap manusia yang melakukan aktivitas tentu akan bertemu dengan rasa aman dan musibah. Oleh sebab itu, Dalam menjalani kehidupan, manusia dituntut untuk menyiapkan bekal atau persediaan untuk masa depannya. Agar dia mampu menghadapi persoalan yang akan muncul baik secara fisik maupun financial.
Anjuran Islam untuk mempersiapkan bekal,
karena pada dasarnya manusia dihadapkan pada ketidakpastian dalam menjalankan roda kehidupan. Oleh karena itu, keberadaan lembaga keuangan non bank seperti
64
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
asuransi dibutuhkan untuk mengelola dana dari masyarakat dalam rangka menanggulangi atau meminimalisir kerugian akibat peristiwa yang dialami manusia. Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas suatu objek dari ancaman bahaya yang akan menimbulkan kerugian (Abdulkadir Muhammad 2006). Pada prinsip opersional asuransi, perusahan mengenal istilah “premi” atau sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta asuransi kepada entitas pengelola. Unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan. Operasinal pengelolaan dana pada asuransi syariah terdapat alokasi distribusi dana yaitu dana tabarru’ dan dana tabungan, dimana bagian-bagian dana tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melakukan manajemen asuransi syariah (Hasan Ali 2004 ). Dana tabarru’ yang diterima asuransi syariah tidak diakui sebagai pendapatan, hal ini mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 108 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa entitas pengelola asuransi syariah tidak berhak menggunakan dana tabarru’ untuk keperluannya, tetapi hanya sebagai wakil para peserta dalam mengelola dana tersebut (PSAK) Nomor 108 Tahun 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka kedudukan dana tabarru’ dalam konteks asuransi syariah sangat penting untuk dianalisa.
II. PEMBAHASAN A. Asuransi Syariah 1. Pengertian Asuransi Syariah Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, penanggung disebut dengan mu’ammim, tertanggung disebut mu’amman lahu, atau musta’min. At ta’min disadur dari kata amana yang berarti member perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut, seperti yang termaktub dalam al Qur’an surah al Quraisy ayat 4 1 yang maknanya “Dialah Allah SWT yang mengamankan dari ketakutan.” 1
....…… واﻣﻨﮭﻢ ﻣﻦ ﺧﻮف
65
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Pengertian dari ta’min ini adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau mendapatkan ganti dari hartanya yang telah hilang (Widyaningsih, 2005. Dalam konteks islam asuransi syariah dianologikan dengan istilah takaful yang disadur dari bahasa Arab takafa-yatakafulu-takaful takaful yang berarti saling menjamin atau saling menanggung. Asuransi dapat dimaknai dengan akad perjanjain yang berhubungan dengan pertanggungan atau penjaminan terhadap suatu risiko tertentu (Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, 2005. Acuan dasar asuransi syariah berasaskan konsep takaful yang merupakan pengintegrasian antara rasa tanggungjawab dan persaudaraan antar peserta. Terbangun dengan saling pikul resiko atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan ketentuan setiap peserta memberikan dana kebajikan yang dikelola untuk menanggung resiko. Pada fatwa Dewan Syariah Nasinal nomor 21/DSN-MUI//X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah menyatakan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang /pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Menurut Wahbah az-Zuhaili, dalam tulisan Abdul Aziz Dahlan, 2000), bahwa asuransi dari sudut pandang pengertian diklasifikasi menjadi dua bentuk yaitu at ta’min at ta’awuni dan at ta’min bi qist sabit. at Ta’min at ta’awuni
atau asuransi tolong menolong adalah persetujuan sejumlah
orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seoarang di antara mereka mendapat kemudharatan. at Ta’min bi qist sabit atau asuransi pembagian tetap adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa
66
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi. Musthafa Ahmad az-Zarqa dalam (Muhammad Syakir Sula, 2004) mengatakan bahwa asuransi adalah sebagai salah satu macam atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam aktifitas hidupnya atau dalam kegaiatan ekonominya. Ia berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan thadamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertenggung kepada orang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka. Pendapat (Muhaimin Iqbal, 2005) asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al qur’an dan as sunnah. Asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan masing-masing peserta. Dengan permberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta’awun yang terpuji yaitu saling tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka (Abdullah Amrin, 2001). Asuransi syariah adalah prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi resiko (Veithzal Rivai dkk, 2007).
67
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Dari beberapa pengertian di atas, penulis membuat pengertian bahwa asuransi syariah adalah akad perjanjian untuk saling menolong dalam menghadapi resiko pada masa yang akan datang dengan sama-sama memberikan konstribusi dana yang sesuai ketentuan syariat.
2. Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah Dasar pokok prinsip asuransi syariah bertitik tolak dari kitab alqur’an yang dikontekskan dalam bahasa ta’awanu alal birri wattaqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan ketaqwaan). Dan at ta’min (rasa aman) (H. A. Djazuli dan Yadi Jazwari , 2002). Dasar pokok ini menjadikan para anggota dan peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan akad transaksi yang dilakukan dalam asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tadabuli (saling
menukar)
yang
selama
ini
dipraktekkan
oleh
asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan pertanggungan. Pokok dasar asuransi syariah, (H. A. Djazuli dan Yadi Jazwari, 2002 adalah a. Tauhid (Unity) Dalam konteks keberimana tauhid adalah dasar utama dalam setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan aktifitas manusia dalam kehidupan harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam steiap perbuatan aktifitas serta aturan hukum harus mereduksi nilai-nilai ketuhanan. b. Keadilan (justice) Dasar kedua dalam berasuransi sesuai syariah adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dalam aktifitas akad asuransi. Keadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah upaya dalam memposisikan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
68
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Menurut Ahmad Azhar Basyir, (2000; 30) keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat dan memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya. Al-Qur'an memerintahkan perbuatan adil dan kebajikan 2. Ihsan (kebajikan) dinilai sebagai sesuatu yang melebihi keadilan. Namun dalam kehidupan bermasyarakat, keadilan lebih utama daripada kedermawanan atau ihsan. Ihsan adalah memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya, atau memperlakukan yang bersalah dengan perlakuan yang baik.
c. Tolong menolong (ta’awun) Pokok dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah hendaknya didasari dengan semangat tolong menolong antara anggota dan peserta asuransi. Seseorang yang berinteraksi dengan asuransi syariah, sejak awal harus memiliki niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban peserta dan anggota asuransi yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. Al qur’an menjelaskan tentang tolong meneolong dalam berbagai ayat seperti yang berikut ini وﺗﻌﺎوﻧﻮاﻋﻠﻲ اﻟﺒﺮ واﻟﺘﻘﻮي وﻻﺗﻌﺎوﻧﻮاﻋﻠﻲ اﻻﺛﻢ واﻟﻌﺪوان
Terjemahannya Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (AL Maidah ; 2)
2
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An Nahal: 90)
69
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
d. Kerja sama3 ( cooperation)
Kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapatkan perintah
dari
Tuhannya
untuk
mewujudkan
perdamaian
dan
kemakmuran di muka bumi mempunyai dua posisi yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. e. Amanah ( trushtworthy) Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas4 perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dilaporkan perusahaan harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public. f. Kerelaan ( al Ridha ) Dalam dunia bisnis asuransi syariah, kerelaan dapat diaplikasikan pada setiap peserta anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang betul-betul diperuntukkan untuk tujuan menolong peserta anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian. 3
QS. Shad ayat 24: Artinya: “...Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini"...(Q.S. Shaat ayat 24). 4
Dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 pasal 7 bahwa akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat/rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan menurut UNDP akuntabilitas adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat mempertanggungjawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat belih meningkatkan kinrja organisasi pada masa yang akan datang.
70
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
g. Larangan Riba5
Salah satu pilar keberadaan asuransi syariah adalah dengan adanya konsistensi pelaksanaan ajaran islam dalam mengelola dana keuangan yang tidak berhubngan dengan riba. Karena islam menghalalkan perniagaan dan mengharankan riba (Tim Pengembang Syariah Institut Bankir Indonesia, 2002). h. Larangan Maisir (Judi) Syafi’i Antonio mengatakan bahwa usnur maisir6 (judi) artinya adalah salah satu pihak yang untung sedang dipihak lainjutru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebabsebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung rugi sebagai hasil ketetapan. i. Larangan Gharar Ketidak Pastian) Gharar7 dalam kamus bahasa adalah penipuan yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. B. Dana Tabarru’ 1. Pengertian dana tabarru8’ bila dilihat dari segi bahasa, maka dana tabarru’ terdiri dari dua kata yaitu dana dan tabarru’. Dalam kamus
5
Ayat-ayat al-Qur’an yang pada umumnya dicatat para ulama dan fuqaha ketika berbicara tentang riba adalah surat al-Baqarah (2): 275-279, Âli Imrân (3): 130-131, an-Nisâ’ (4): 160-161, dan Ar-Rûm (30): 39. 6
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 46/PBI/ 2005 dalam penjelasan pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa maisir adalah transaksi yang mengandung perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi. 7 Penjelasan Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal 2 huruf c, menyatakan gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaaanya atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. 8 Kata tabarru’ dalam arti dana kebajikan yang diafiasika pada kata al birr dapat dilhat pada surah al Baqarah ayat 177 (
71
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
bahasa Indonesia dana berarti uang yang dipersiapkan atau sengaja dikumpulkan untuk suatu maksud, derma, sedekah, perberian atau hadiah. Sedangkan kata tabarru’ berasal dari kata tabarra’a yatabarrou tabarrau’an yang mengandung arti sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Sehingga dapat dipahami bahwa orang yang memberikan hartanya sebagai sumbangan disebut mutabarri’ “dermawan” tabarru' artinya sumbangan/pemberian atau donasi. Setiap anggota peserta (shahibul
maal)
asuransi
syariah
memberikan
sumbangan
atau
mendermakan sebagian dari kontribusi (investasi) untuk menolong peserta/anggota lainnya dalam menghadapi musibah. Atau dikatakan juga merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikkan harta dari pemberi kepada orang lain. Pada sisi lain, pada asuransi konvensional dikenal istilah premi. Premi merupakan pembayaran sejumlah uang yang dilakukan pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan akibat timbulnya perjanjian atas pemindahan resiko dari tertanggung kepada penanggung (tranferof risk) (Abdullah Amrin , 2006). Pelaksanaan asuransi syariah berkenaan dengan dana tabarru’ tidak bisa dilepaskan dari fatwa DSN-MUI nomor 21/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah memutuskan : a. Ketentuan umum 1)
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha
saling
melindungi
dan
tolong-menolong
di
antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang
memberikan
pola
pengembalian
untuk
واﻟﻜﺘﺎب واﻟﻨﺒﯿﻦ وءاﺗﻲ اﻟﻤﺎل ﻋﻠﻲ ﺣﺒﮫ ذ وي اﻟﻘﺮﺑﻲ واﻟﯿﺘﻤﻲ واﻟﻤﺴﺎﻛﯿﻦ واﺑﻦ اﻟﺴﺒﯿﻞ واﻟﺴﺎﺋﻠﯿﻦ وﻓﻲ اﻟﺮﻗﺎب واﻗﺎم اﻟﺼﻠﻮة وءاﺗﻲ ( اﻟﺰﻛﻮاة واﻟﻤﻮﻓﻮن ﺑﻌﮭﺪھﻢ اذا ﻋﮭﺪ وا واﻟﺼﺒﺮﯾﻦ ﻓﻲ اﻟﺒﺄ ﺳﺎء واﻟﻀﺮاء وﺣﯿﻦ اﻟﺒﺄس اوﻟﺌﻚ اﻟﺬﯾﻦ ﺻﺪﻗﻮا واوﻟﺌﻚ ھﻢ اﻟﻤﺘﻘﻮن
72
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2) Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point
(1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba,
zhulm
(penganiayaan),
risywah
(suap),
barang haram dan maksiat. 3) Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersial. 4) Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. 5) Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan
sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 6) Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. b. Akad Dalam Asuransi 1) Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri
atas akad tijarah dan / atau akad tabarru'. 2) Akad
tijarah
yang
dimaksud
dalam
ayat
(1)
adalah
mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. 3) Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan : a) Hak & kewajiban peserta dan perusahaan; b) Cara dan waktu pembayaran premi; c) Jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat
yang
disepakati,
sesuai
dengan
jenis
asuransi
yang
diakadkan c. Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru’
73
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam 1) Dalam
akad
tijarah
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
(mudharabah),
perusahaan
bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); 2) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang
akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. d. Ketentuan dalam akad tijara dan tabarru’ 1) Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru'
bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. 2) Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad
tijarah. e. Jenis asuransi dan akadnya 1) Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. 2) Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah
mudharabah dan hibah. f. Premi 1) Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis
akad tabarru'. 2) Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah
dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan
syarat
tidak
memasukkan
unsur
riba
dalam
penghitungannya. 3) Premi
yang
berasal
dari
jenis
akad
mudharabah
dapat
diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. 74
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam 4) Premi
yang
berasal
dari
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
jenis
akad
tabarru'
dapat
diinvestasikan. Dan fatwa DSN-MUI nomor 53/III/2006 tentang akad tabarru’ pada asuransi syariah memutuskan: a. Ketentuan umum 1) Akad tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. 2) Akad tabarru pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antara peserta pemegang polis 3) Asuransi syariah yang dimaksud pada poin 1 adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi. b. Ketentuan akad 1) Akad tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. 2) Dalam akad tabarru’ harus disebutkan sekurang-kurangnya: a) Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu b) Hak dan kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok. c) Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim d) Syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. 3) Kedudukan para pihak dalam akad tabarru’ a) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah
yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. b) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak
menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, ﻣﺆﻣﻦ/ ﻣﺘﺒﺮع ﻟﮫdan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- ﻣﺆﻣﻦ/ ) ﻣﺘﺒﺮع 75
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
c) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah,
atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. d)
Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima
dana
tabarru’
(mu’amman/mutabarra’
ﻟﮫ
ﻣﺘﺒﺮع
secara
kolektif
ﻣﺆﻣﻦ/
selaku
lahu,
penanggung
(mu’ammin/mutabarri’- ﻣﺆﻣﻦ/ ﻣﺘﺒﺮع.) e) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah,
atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi 4) Pengelolaan a) Pengelolaan asuransi dan reasuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. b) Pembukuan dana tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya. c) Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’. d) Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musyarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad wakalah bil ujrah. 5) Surpus underwriting a) Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut: 1)
Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
76
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam 2)
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
3)
Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
b) Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad. 6) Defisit underwriting a) Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman). b) Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’. 3) Premi (Kontribusi) Premi asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan peserta asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambah investasi pada masa yang berikutnya. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna untuk menambah investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari peserta paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim risiko yang dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional perusahaan. Premi yang dibayarkan oleh peserta merupakan investasi untuk keluarga peserta. Jika premi yang dibayarkan kecil, maka klaim yang akan diterima pun kecil juga, sebaliknya jika premi yang dibayarkan besar, maka klaim yang akan diterima pun juga besar. Premi dalam asuransi syari’ah umumnya dibagi beberapa 77
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
bagian, yaitu:
1. Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan berhenti sebagai peserta. 2.
Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh
pemegang polis dan digunakan untuk tolong-menolong dalam menanggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir. 3. Premi biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana asuransi, termasuk biaya awal, biaya lanjutan, biaya tahun berjalan, dan biaya yang dikeluarkan pada saat polis berakhir. 4) Pengelolaan Dana Asuransi (Premi) Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharabah, keuntungan perusahaan asuransi syari’ah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syari’ah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syari’ah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah 78
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pengelolaan portofolio
risiko, pemasaran, dan
investasi. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) dapat dibagi kepada 2 bagian, yaitu ditinjau dari ada atau tidaknya unsur tabungan dan ditinjau dari aliran dana dalam asuransi syari’ah. Ditinjau dari Unsur Tabungan a) Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara
teratur
kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar premi tersebut, melalui rekening Koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan. Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu: 1.
Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila: a. Perjanjian berakhir. b. Peserta mengundurkan diri. c. Peserta meninggal dunia.
2.
Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong- menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila: a. Peserta meninggal dunia. b. Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana). Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syari’ah 79
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) dan setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi menurut kesepakatan. Persentase pembagian bagi hasil dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dengan peserta. b) Sistem yang Tidak Mengandung Unsur Tabungan Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila: a. Peserta meninggal dunia. b. Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana). Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syari’ah Islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut kesepakatan dalam suatu perbandingan (porsi bagi hasil) tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dengan peserta. c) Ditunjau dari Aliran Dana pada Asuransi Syari’ah Pada asuransi syari’ah semua premi yang masuk merupakan dana peserta setelah dikurangi dengan fee perusahaan atas jasa pengelolaan dana premi. Dalam pengelolaan dana (investasi), baik dana tabarru’ maupun saving, dapat digunakan akad Wakalah bil Ujrah, akad Mudharabah, atau akad Mudharabah
Musyarakah. Ketika
terjadi
klaim,
perusahaan
tidak
mengeluarkan dana apa pun dari kas perusahaan karena penggantian klaim diambil dari dana tabungan peserta (Tabarru’). Surplus underwriter dan keuntungan investasi juga dibagikan kepada peserta yang tidak klaim dan kepada perusahaan asuransi dengan besaran persentase tertentu sesuai nisbah yang telah disepakati oleh perusahaan dan peserta di awal perjanjian. 80
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
2. Mekanisme Pengelolaan Dana Tabarru’
Setiap pembayaran kontribusi yang di setorkan oleh pesereta asuransi syariah akan langsung di bagi 2 rekening yaitu rekening tabarru’ dan investasi, untuk dana tabarru sendiri yaitu dana yang di niatkan peserta dengan niat hibah untuk tolong menolong yang digunakan untuk perealisasian klaim pada peserta yang mengajukan klaim bila terjadi musibah. Dana tabarru’ diperuntukan untuk membantu memproteksi nasabah yang mendapat musibah. Karena dalam bisnis asuransi syariah yaitu melalui akad khusus, maka kemanfaatanya hanya terbatas pada peserta asuransi syariah. Konsep kumpulan dana tabarru’ hanya dapat digunakan untuk kepentingan para peserta asuransi syariah saja yang mendapatkan musibah. Sekiranya dana tabarru’ tersebut digunakan untuk kepentingan lain, berarti ini melanggar syarat akad. Untuk menguraikan akad khusus dalam asuransi syariah adalah dana tabarru di pisahkan dari dana lain, dan dalam akad ini menggunakan akad hibah atau disebut akad tabaru’, jadi dana tabarru diniatkan untuk tolong menolong antar peserta dan di dikhuuskan untuk penyelesain klaim untuk peserta bukan untuk yang lain, dengan itu berarti tidak melanggar syarat akad. Namun apabila dana tabarru’ tidak mencukupi untuk membayarkan klaim, maka peserta bisa meminjam dana kepada operator tanpa dikenakan bunga. Pinjaman ini diperoleh dari dana yang tersedia pada dana cadangan hasil pembagian dari 30% Surplus Sharing. Akad yang dilakukan antara peserta dan operator adalah akad qard9. Pinjaman ini tidak dikenai bunga. Untuk 9
Wahbah az‐Zuhaili, Qard berarti al-qath’. Harta yang diberikan kepada orang yang meminjam (debitur) disebut qard, karena merupakan “potongan” dari harta orang yang memberikan pinjaman (kreditur). Muhammad Amin al‐Kurdi, Qard adalah memberikan (menghutangkan) harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, untuk dikembalikan dengan pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan saja penghutang menghendaki. Akad Qard ini diperbolehkan dengan tujuan meringankan (menolong) beban orang lain
81
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
masalah pengembaliannya, operator sebagai wakil akan mengambilkan dari iuran tabarru’ yang memang berguna untuk membantu peserta yang mengalami kesulitan. Ini sudah sesuai dengan hukum Islam. Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad tabarru’ pada Asuransi Syariah pada poin ketujuh mendefinisikan jika terjasdi pada defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), atau ketidakcukupan dana tabarru’ maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi perusahaan tersebut dalam bentuk Qard (pinjaman), pengembalian Dana qard kepada perusahaan asuransi di sisihkan dari Dana tabarru’. Sehingga dana tabarru’merupakan intrumen asuransi syariah yang sangat mendasar daan merupakan yang menbedakan dengan asuransi konvensional. Perlu tekankan keberadaan asuransi syariah yang dikatakan sebagai suatu lembaga keuangan jasa yang berfungsi untuk melakukan proteksi musibah dananya diambil dari dana tabarru’.
III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan, yaitu: a. Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. b. Dana tabarru’ adalah sejumlah modal kebajikan yang dipersiapkan atau sengaja dikumpulkan untuk suatu maksud, derma, sedekah, perberian atau hadiah untuk memproteksi musibah. c. Dana tabarru’ yang terdapat pada asuransi syariah merupakan esensi dari asuransi syariah, atau bisa juga dikatakan bahwa dana tabarru’ merupakan pilar keberadaan asuransi syariah. Karena jika dana tabarru’ ditiadakan dalam operasional asuransi syariah, maka kesyariaan asuransi akan menjadi sirna.
82
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Daftar Pustaka
Abdul Hayyie al Kaffani dkk, (2011), Fiqih Islam wa Adillatuhu,(penerjemah Arab oleh Wahbah az‐Zuhaili, Al‐Fiqh al‐Islami wa Adillatuhu), Jakarta: Gema Insani. Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Ke-4 Bandung; PT. Citra Aditya Bakti Ahmad Azhar Basyir, 2000, Negara dan Pemerintahan dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta. Amrin Abdullah, 2011, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, Jakarta; PT. Ekex Media Komputindo Amrin, Abdullah, 2006, Asuransi Syaria: Keberadaan dan Kelebihan di Tengah Asuransi Konvensional, Jakarta; IKAPI az-Zarqa, Musthafa Ahmad dalam Sula, Muhammad Syakir, 2004, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta: Gema Insani Press az-Zuhaili, Wahbah dalam Dahlan, Abdul Aziz, et. al. 2000, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. H. A. Djazuli dan Yadi Jazwari, 2002, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Hasan Ali, 2004, Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta; Kencana Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, 2005, Asuransi Takaful dari Teori ke Praktik, Bandung: Mimbar Pustaka Muhaimin
Iqbal,
2005,
Asuransi
Umum
Syariah
Dalam
Praktik
Upaya
Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, (Jakarta: Gema Insani Press Muhammad Amin al‐Kurdi, Tanwir al‐Qulub fi Mu’amalati ‘Allam al-Ghuyub, Beirut: Dar al-Fikr. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 108 Tahun 2010 Tim Pengembang Syariah Institut Bankir Indonesia, 2002, Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta; Djambatan, 2002
83
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 1. Juni 2016
Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, Ferry N. Idroes, 2007, Bank and Financial Institution Management, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2007 Widyaningsih, et. al. 2005, Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta; Kencana
84