ABSTRACT SALWATI, Simulation Model Application to Predict Impact of Climate Change on Potato Productivity in Indonesia, Under supervision of HANDOKO, IRSAL LAS, and RINI HIDAYATI. Potato is an important horticulture crop in Indonesia in terms of planted area more than 55.000 ha and its production 864.000 ton. The crop is commonly grown in upland areas above 800 m where runoff and erosion often cause environmental problem whereas the yield is relatively low due to various reasons. The crop growth depends on climatic variables particularly rainfall, solar radiation and temperature. Climate change, particularly temperature increase and rainfall decrease, is expected to adversely impact potato growth with the results of even lower yield of the crop compared to the current yield. In order to develop potato crop simulation model, field experiment at Pacet and Galudra (West Java Province) and Kerinci (Jambi Province) were conducted to derive parameters that are required for model building and validation. The experiments were conducted from December 2009 to September 2011. The model being constructed consists of (1) crop-development submodel, (2) crop-growth submodel, and (3) water-balance submodel. Model was calibrated using data collected from three field experiments. The application includes determining potential yield of potato crop under different climates, both under current condition and under different climate change scenarios. The model was also run at different planting dates to find the maximum yield from which optimum planting date was determined. Result showed that in general validation results using paired t-test suggest that model predictions are not significantly different (P > 0,05) with field measurements at Galudra and Kerinci for variables of periods of developmental phases, biomass of root, stem, leaf and tuber, leaf area index, and soil water content (Granola cultivar) and biomass of stem, tuber and soil water content (Atlantic cultivar). However, graphical test of the relationships between model predictions and field measurements have coefficients of determination (R2) higher than 0,80 for all of variables being tested. The simulation model of development, growth and waterbalance of potato crop could predict climate change impact on potato productivity in several potato production centers in Indonesia (Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Pasuruan, Wonosobo, and Deli Serdang). Predicted potato yields in the six potato production centers using three scenarios of increasing temperature and decreasing rainfall for the year 2020, 2050, and 2080 based on climate change projection in Indonesia for the future (SRES A1) were in the range of 13% – 31%, 25% – 47% and 37% – 63%, respectively. Potato production center in Pangalengan was predicted to experience the biggest decline in yield for all scenarios. Predicted yield of Atlantic variety was 25 ton ha-1, which was higher than Granola variety of 16 ton ha-1. Climate change adaptation options based on simulation of the model are: optimal planting time, use of superior potato varieties that have higher value of RUE, and select application of suitable potato varieties that are more tolerant to high temperatures. Keywords: climate change, productivity, prediction, potato, simulation model
RINGKASAN SALWATI. Aplikasi Model Simulasi untuk Prediksi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Indonesia. Dibimbing oleh: HANDOKO, IRSAL LAS, RINI HIDAYATI. Pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) tergantung pada unsur-unsur cuaca terutama curah hujan, radiasi surya dan suhu udara. Fluktuasi unsur-unsur cuaca merupakan salah satu penyebab kesenjangan produktivitas kentang saat ini. Perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan membawa dampak yang signifikan terhadap produksi kentang nasional karena tanaman kentang hanya berproduksi tinggi pada daerah bersuhu rendah dan sangat sensitif terhadap perubahan suhu udara. Antisipasi dampak perubahan iklim khususnya peningkatan suhu udara dan fluktuasi curah hujan terhadap produksi kentang nasional memerlukan informasi tentang hubungan antara perubahan unsur-unsur cuaca/iklim tersebut dengan perubahan produksi kentang di Indonesia. Model simulasi tanaman yang mampu menjelaskan pengaruh unsur-unsur cuaca terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang di Indonesia akan bermanfaat untuk memprediksi potensi produksi dan antisipasi dampak perubahan iklim terhadap penurunan produksi pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun model simulasi perkembangan, pertumbuhan, dan neraca air tanaman kentang yang dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. Model simulasi yang sudah disusun dan divalidasi digunakan untuk memprediksi dan mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (potensi produksi) kentang pada sentrasentra produksi kentang di Indonesia. Percobaan lapang pada tiga lokasi di Pacet dan Galudra, Provinsi Jawa Barat, serta di Kerinci, Provinsi Jambi, dilakukan untuk menunjang penyusunan model, yaitu untuk kalibrasi model (Pacet) dan validasi model (Galudra dan Kerinci). Percobaan lapang dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang akan digunakan untuk menyusun model, yang mencakup pengukuran unsur-unsur cuaca, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, kadar air tanah dan parameter pertumbuhan serta tanah. Model simulasi tanaman kentang disusun setelah mendapatkan nilai-nilai parameter yang diturunkan dari hasil percobaan lapang dan studi literatur. Model simulasi tanaman kentang yang disusun merupakan model mekanistik yang dapat menjelaskan proses-proses yang berhubungan dengan pertumbuhan, perkembangan dan neraca air tanaman kentang sesuai dengan percobaan lapang dan masukan yang diberikan. Selanjutnya, validasi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan dan pengukuran pada Percobaan II di daerah Galudra, Jawa Barat, perlakuan J2U1 dan Percobaan III, di daerah Kerinci, Jambi, perlakuan J1V1(varietas Granola) dan J1V2 (varietas Atlantis) Hasil pengujian dengan uji t berpasangan antara model dengan observasi di Galudra dan Kerinci untuk varietas Granola menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) pada peubah umur tanaman, biomassa akar, batang, dan umbi, LAI serta kadar air tanah. Pengujian pada varietas Atlantis menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) hanya pada biomassa akar dan umbi serta kadar air tanah. Namun demikian, berdasarkan uji grafik hubungan antara model dengan pengukuran lapang menghasilkan koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dari 0,80 untuk semua peubah yang diuji. Berdasarkan validasi model tersebut, model simulasi tanaman kentang mampu menduga umur tanaman, produksi biomassa dari masing-masing organ tanaman berupa akar, batang, daun, dan umbi, serta LAI dan kadar air tanah sesuai dengan pengukuran lapang. Model simulasi yang disusun dapat diaplikasikan untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas kentang pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia yang dapat digunakan untuk membantu perencanaan guna mengantisipasi dampak perubahan iklim. Prediksi dilakukan menggunakan skenario peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan berdasarkan proyeksi perubahan iklim di Indonesia pada masa yang akan datang (SRESA1). Skenario yang digunakan yaitu : 1) skenario I (tahun 2020): suhu udara naik 1 °C dan curah hujan turun 5%, 2) skenario II (tahun 2050) : suhu naik 1,8 °C, curah hujan turun 10% dan, 3) skenario III (tahun 2080): suhu naik 2,3 °C, curah hujan turun 15%. Hasil prediksi menunjukkan peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C (tahun 2020), 1,8 °C (tahun 2050), serta 2,3 °C (tahun 2080) dibanding kondisi cuaca saat ini, mengakibatkan jumlah hari dari masing-masing fase perkembangan tanaman kentang di Minahasa, Alahan Panjang Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang semakin pendek sehingga umur tanaman menjadi lebih singkat. Umur tanaman yang singkat berdampak pada pengurangan biomassa tanaman yang selanjutnya akan menurunkan hasil (produktivitas) tanaman kentang masing-masing 8% – 28%, 16% – 41%, dan 29% – 57%. Produktivitas kentang mengalami penurunan pada lima sentra produksi kentang masing-masing 2% – 12%, 4% – 27%, dan 8% – 31% akibat penurunan curah hujan sebesar 5%, 10% , dan 15%. Penurunan produktivitas terbesar terjadi di Pasuruan dan dan terkecil di Pangalengan. Penurunan curah hujan pada ketiga skenario di Alahan Panjang tidak menyebabkan terjadi penurunan produktivitas. Hal ini disebabkan karena air tidak menjadi faktor pembatas, sehingga penurunan curah hujan tidak menyebabkan penurunan biomassa selama masa pertumbuhan tanaman kentang. Hasil model menunjukkan bahwa peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan secara bersama-sama mengakibatkan penurunan periode masingmasing fase perkembangan tanaman dan penurunan kadar air tanah, yang akhirnya mengakibatkan pengurangan pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Pengurangan biomassa umbi semakin besar pada peningkatan suhu udara yang makin tinggi atau penurunan curah hujan yang makin besar sesuai Skenario I, II dan III. Pada penelitian ini prediksi penurunan produktivitas untuk Skenario I, II dan III berkisar masing-masing 13% – 31%, 25% – 47% dan 37% – 63%. Pangalengan diprediksi akan mengalami penurunan terbesar pada ketiga skenario perubahan iklim. Analisis dampak perubahan iklim juga dilakukan dengan mensimulasikan waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang. Analisis dilakukan dengan simulasi waktu tanam tiap 10 hari (dasarian) mulai 1 Januari sampai 31 Desember di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli
Serdang. Prediksi perbedaan waktu tanam terhadap umur tanaman dan produktivitas dianalisis pada keenam sentra produksi kentang tersebut Secara umum umur tanaman kentang yang panjang akan menghasilkan produktivitas tinggi dibandingkan umur tanaman yang pendek. Prediksi waktu tanam kentang (varietas Granola) saat ini di Minahasa menunjukkan produktivitas maksimum (18 ton ha-1) dapat dicapai apabila kentang ditanam pada Juni I. Di daerah Minahasa tersebut, untuk mencapai produktivitas di atas 15 ton ha-1 penanaman kentang saat ini dapat dilakukan mulai dari Februari III sampai Juni III. Produktivitas di bawah 12 ton ha-1 didapatkan apabila kentang ditanam pada Juli III/III, sehingga pada waktu tanam ini tidak dianjurkan untuk menanam kentang. Sementara itu, produktivitas maksimum (21 ton ha-1) di Alahan Panjang dapat dicapai pada waktu tanam September II sampai Desember III, sedangkan waktu tanam yang lain menghasilkan produktivitas di atas 15 ton ha-1. Produktivitas kentang tertinggi pada sentra-sentra produksi kentang yang lain juga dicapai pada waktu tanam yang berbeda-beda. Dengan menjalankan model berdasarkan waktu tanam tiap dasarian dari Januari hingga Desember, diperoleh produktivitas tiap waktu tanam tersebut yang bervariasi dan waktu tanam optimal didefinisikan sebagai waktu tanam yang menghasilkan produktivitas tertinggi. Waktu tanam optimal pada kondisi peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan berdasarkan Skenario I, II dan III akan menyebabkan penurunan produktivitas kentang pada keenam sentra produksi masing-masing 11% – 29%, 22% – 43%, dan 28% – 57%. Pangalengan juga diprediksi akan mengalami penurunan terbesar pada waktu tanam optimal tersebut pada Skenario II dan III sebesar 43%, dan 57%. Pengaruh perbedaan varietas terhadap hasil tanaman kentang juga diprediksi menggunakan model simulasi untuk periode fase-fase perkembangan serta hasil umbi tanaman. Hasil prediksi menunjukkan varietas Atlatis memerlukan jumlah hari yang lebih lama untuk menyelesaikan masing-masing fase perkembangan tanaman dibanding Granola, sehingga umur kentang varietas Atlantis (116 hari) lebih panjang dari Granola (110 hari) pada tempat dan waktu tanam yang sama. Umur tanaman yang lebih panjang menyebabkan biomassa umbi varietas Atlantis lebih tinggi dari Granola. Produktivitas Atlantis sebesar 25 ton ha-1, sedangkan Granola hanya 16 ton ha-1. Varietas Atlantis memiliki nilai RUE sebesar 1,79 g MJ-1, sedangkan Granola sebesar 1,12 g MJ-1, sehingga biomassa yang dihasilkan Atlantis dari prediksi model ini lebih besar dari Granola. Parameter penting dalam perhitungan biomassa menggunakan konsep RUE berbeda-beda antar tanaman maupun varietasnya, sehingga salah satu opsi adaptasi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil simulasi model ini adalah memilih varietas kentang unggul yang memiliki nilai RUE tinggi. Di samping itu, skenario peningkatan suhu udara menyebabkan umur tanaman semakin pendek yang mengakibatkan produktivitas kentang rendah. Oleh sebab itu, opsi adaptasi lainnya dapat dilakukan dengan memilih varietas kentang yang lebih toleran terhadap suhu tinggi sehingga memiliki umur lebih panjang. Opsi lain adalah menanam kentang pada dataran yang lebih tinggi, namun opsi ini akan menghadapi kendala keterbatasan lahan termasuk problem lingkungan yang akan diakibatkannya.