Sekretariat Negara Republik Indonesia
Ketidakmangkusan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dalam Mengatasi Kesenjangan Ekonomi antar Wilayah Senin, 21 Juli 2014
Pendahuluan
Masalah kebijakan ekonomi wilayah di Indonesia yang sering mengemuka adalah masalah kesenjangan ekonomi antar wilayah terutama antara kawasan timur dan kawasan barat Indonesia. Sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 telah menetapkan dua kawasan pembangunan yaitu Kawasan Barat Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Bali) dan Kawasan Timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian (sekarang Papua), Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).
Berdasarkan GBHN 1993 tersebut maka ditetapkanlah Keputusan Presiden No. 120 Tahun 1993 sebagai dasar hukum dalam pembentukan Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang bertugas menggagas dan merumuskan konsepsi pengembangan KTI, termasuk menghimpun pemikiran dan saran yang diperlukan dalam menyusun kebijakan dan strategi pengembangan KTI. Didalam Keppres ini Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur disebut sebagai provinsi tertentu lainnya. Setelah itu ditetapkan Keputusan Presiden No. 89 Tahun 1996 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 9 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
Berdasarkan Keppres 89/1996, yang dimaksud dengan KAPET adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi persyaratan:a) memiliki potensi untuk cepat tumbuh; b) mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya; dan/atau c) memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
Sedangkan Keppres 9/1998, memberikan perlakuan di bidang pajak penghasilan bagi pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di dalam wilayah KAPET, berupa: a) pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang modal, bahan baku, dan peralatan lain, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi; b) pilihan untuk menerapkan penyusutan dan/atau amortisasi yang dipercepat di bidang Pajak Penghasilan; c) kompensasi kerugian, mulai tahun berikutnya berturut-turut sampai paling lama 10 tahun; d) pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Dividen, sebesar 50% dari jumlah yang seharusnya dibayar; e) pengurangan biaya berupa natura yang diperoleh karyawan yang tidak diperhitungkan sebagai penghasilan karyawan dan biaya pembangunan dan pengembangan daerah setempat, yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang fungsinya dapat dinikmati umum.
Selain perlakuan perpajakan, dengan memperhatikan kondisi masing-masing KAPET, kepada pengusaha KAPET dapat diberikan perlakuan perpajakan tambahan berupa tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atas: a) pembelian dalam negeri dan/atau impor barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di KAPET, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi; b) impor Barang Kena Pajak oleh pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut; c) penyerahan Barang Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut; d) penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, antarpengusaha di dalam KAPET yang sama atau oleh pengusaha di KAPET lain kepada pengusaha di KAPET; e) penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di Kawasan Berikat atau oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di daerah pabean lainnya, dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali kepada pengusaha di KAPET; f) penyerahan Jasa Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada atau antar pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan di KAPET; g) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean maupun dalam daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan KAPET; h) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dilakukan di KAPET.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, telah ditetapkan Keputusan Presiden lainnya tentang penetapan lokasi 13 KAPET (12 KAPET berada di Kawasan Timur Indonesia dan 1 KAPET di Kawasan Barat Indonesia). http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Keputusan Presiden tersebut adalah: 1) Keppres No. 10 Tahun 1996 jo Keppres 90 Tahun 1996 tentang Pembentukan KAPET Biak); 2) Keppres 11/1998 tentang Pembentukan KAPET Batulicin; 3) Keppres 12/1998 tentang Pembentukan KAPET Sasamba; 4) Keppres 13/1998 tentang Pembentukan KAPET Sanggau; 5) Keppres 14/1998 tentang Pembentukan KAPET Manado Bitung; 6) Keppres 15/1998 tentang Pembentukan KAPET Mbay; 7) Keppres 164/1998 tentang Pembentukan KAPET Parepare; 8) Keppres 165/1998 tentang Pembentukan KAPET Seram; 9) Keppres 166/1998 tentang Pembentukan KAPET Bima; 10) Keppres 167/1998 tentang Pembentukan KAPET Batui; 11) Keppres 168/1998 tentang Pembentukan KAPET Bukari; 12) Keppres 170/1998 tentang Pembentukan KAPET DAS Kakab; 13) Keppres 171/1998 tentang Pembentukan KAPET Sabang.
Kondisi kesenjangan ekonomi wilayah kawasan barat dan kawasan timur saat ini
Kini setelah hampir 20 tahun sejak ditetapkannya 13 kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), kesenjangan ekonomi antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia diukur dari PDRB periode 2004-2012 sangat sedikit sekali mengalami perbaikan seperti terlihat pada tabel dan grafik berikut ini. Tabel kontribusi PDRB Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI)
Tahun
PDRB KBI
(Rp triliun)
Kontribusi
(%)
PDRB KTI
(Rp triliun)
Kontribusi
(%)
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Jumlah PDRB
(Rp triliun)
2004
1.836,2
83,05
374,8
16,95
2.210,8
2005
2.195,3
82,22
474,7
17,78
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
2.670,0
2006
2.586,7
82,95
531,6
17,05
3.118,3
2007
2.950,0
82,95
606,3
17,05
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
3.556,3
2008
3.506,9
82,11
764,1
17,89
4.271,1
2009
3.842,5
82,57
811,1
17,43
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
4.653,5
2010
4.365,5
82,44
929,6
17,56
5.295,1
2011
4.965,4
82,39
1.061,7
17,61
6.027,1 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
2012
5.562,8
82,64
1.168,7
17,36
6.731,5
Sumber data: diolah dari data PDRB 2004-2012, BPS
Dua grafik berikut ini menunjukkan bahwa selama periode 2004-2012 telah terjadi laju peningkatan kontribusi PDRB Kawasan Timur Indonesia dan provinsi tertentu lainnya sebesar 0,04% pertahun atau terjadi penurunan kontribusi Kawasan Barat Indonesia sebesar 0,04% pertahun. Artinya dengan kecenderungan ini maka dalam kurun waktu 25 tahun akan terjadi peningkatan 1% kontribusi PDRB KTI.
Peningkatan kontribusi PDRB KTI sebesar 0,04% pertahun yang terjadi pada periode 2004-2012 tentunya sangat jauh dari harapan atau tujuan pembentukan KAPET yaitu untuk pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia. Â
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Tabel dan grafik di atas juga menunjukkan bahwa strategi pembentukan KAPET yang bertujuan untuk mendorong terbentuknya suatu kawasan yang berperan sebagai penggerak utama (prime mover) pengembangan wilayah dalam kurun waktu hampir 20 tahun ternyata tidak mampu mengatasi kesenjangan ekonomi antar wilayah. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Ditinjau dari peringkat (rank) PDRB, peringkat PDRB provinsi yang berada di Kawasan Timur Indonesia pada dasarnya tidak banyak mengalami perubahan dalam periode 2004-2012 seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel Peringkat PDRB (Rp miliar) wilayah provinsi di KTI dan provinsi tertentu lainnya
Rank
2004
Rank
2008
Rank
2012
Provinsi
PDRB
Provinsi
PDRB
Provinsi http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
PDRB
5
Kalimantan Timur
133.704
5
Kalimantan Timur
314.814
6
Kalimantan Timur
419.102
11
Sulawesi Selatan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
44.765
10
Sulawesi Selatan
85.143
10
Sulawesi Selatan
159.427
15
Kalimantan Barat
29.750
14
Papua
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
91.717
16
Papua
77.765
17
Kalimantan Selatan
28.028
17
Kalimantan Barat
49.133
17
Kalimantan Selatan
75.923
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
18
Papua
24.843
18
Kalimantan Selatan
45.844
18
Kalimantan Barat
75.027
19
Nusa Tenggara Barat
22.146
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
21
Nusa Tenggara Barat
35.315
21
Kalimantan Tengah
55.876
22
Kalimantan Tengah
18.300
22
Kalimantan Tengah
32.760
22 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Sulawesi Tengah
51.062
23
Sulawesi Utara
15.728
23
Sulawesi Tengah
28.728
23
Nusa Tenggara Barat
49.529
24
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Sulawesi Tengah
14.659
24
Sulawesi Utara
28.698
24
Sulawesi Utara
47.198
25
Nusa Tenggara Timur
13.004
25
Sulawesi Tenggara http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
22.203
25
Papua Barat
42.760
27
Sulawesi Tenggara
21.421
26
Nusa Tenggara Timur
21.656
26
Sulawesi Tenggara
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
36.601
29
Papua Barat
6.577
29
Papua Barat
13.975
27
Nusa Tenggara Timur
35.253
30
Maluku
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
4.048
30
Sulawesi Barat
8.297
30
Sulawesi Barat
14.408
31
Sulawesi Barat
3.836
31
Maluku
6.270
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
31
Maluku
11,469
32
Gorontalo
2.802
32
Gorontalo
5.907
32
Gorontalo
10.368
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
33
Maluku Utara
2.369
33
Maluku Utara
3.862
33
Maluku Utara
6.918
Sumber: BPS Beberapa provinsi menunjukkan adanya peningkatan peringkat PDRB seperti Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat. Peningkatan peringkat Sulawesi Tengah dan Papua Barat lebih diorong oleh sektor migas yaitu LNG Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah dan LNG Tangguh di Papua Barat. Sedangkan Provinsi Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan peringkat PDRB. Sementara Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Gorontalo dan Maluku Utara relatif tidak mengalami perubahan peringkat PDRB.
Selanjutnya untuk melihat profil masing-masing provinsi di wilayah KTI dan provinsi di wilayah ekonomi tertentu lainnya tabel berikut ini menyajikan tingkat kemakmuran yang lazimnya diukur berdasarkan PDRB perkapita dan tingkat kemiskinan, serta gini ratio sebagai indikator kesenjangan di wilayah KTI. Tabel PDRB/kapita dan Tingkat Kemiskinan di provinsi KTI dan provinsi tertentu lainnya http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
No
Provinsi
URAIAN
PDRB/kapita
2012
(Rp juta)
Peringkat
PDRB/kapita
Nasional 2012
Tingkat Kemiskinan
Maret 2013
(%)
Gini Ratio
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
1
Kalimantan Timur
109.66
2
6,38
0,371
2
Papua Barat
52,38
4
26,67
0,431
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
3
Papua
24,73
10
31,13
0,442
4
Kalimantan Tengah
24,47
11
6,23
0,350
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
5
Sulawesi Utara
20,34
17
7,88
0,422
6
Kalimantan Selatan
20,20
18
4,76
0,359 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
7
Sulawesi Selatan
19,47
19
9,54
0,429
8
Sulawesi Tengah
18,71
21
14,67
0,407 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
9
Kalimantan Barat
16,83
24
8,74
0,396
10
Sulawesi Tenggara
15,78
26
12,83
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
0,426
11
Sulawesi Barat
11,83
28
12,30
0,349
12
Nusa Tenggara Barat
10,80
29
17,97
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
0,364
13
Gorontalo
9,56
30
17,51
0,437
14
Nusa Tenggara Timur
7,25
31
20,03
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
0,352
15
Maluku
7,10
32
19,49
0,370
16
Maluku Utara
6,37
33
7,50
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
0,318
Rata-rata 33 Provinsi
27,56
11,36
0,413
Sumber: BPS
a) Provinsi dengan PDRB perkapita tinggi dan tingkat kemiskinan dan tingkat kesenjangan relatif rendah dibawah rata-rata nasional yaitu Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2012 PDRB perkapita Kalimantan Timur sebesar Rp 109,66 juta atau peringkat kedua nasional dengan tingkat kemiskinan 6,38% serta gini ratio 0,371. b) Provinsi dengan PDRB perkapita tinggi dan tingkat kemiskinan serta tingkat kesenjangan tinggi yaitu Papua Barat. Pada tahun 2012 PDRB perkapita Papua Barat mencapai Rp 52,38 juta hampir 2 (dua) kali lipat rata-rata PDRB 33 provinsi yaitu sebesar Rp 27,56 juta atau peringkat keempat nasional setelah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau. Namun tingkat kemiskinan Papua Barat pada Maret 2013 mencapai 26,67% atau tertinggi kedua di tingkat nasional serta gini ratio tertinggi ketiga yaitu 0,431. - c) Provinsi dengan PDRB perkapita sedang (sedikit dibawah rata-rata 33 provinsi) dengan tingkat kemiskinan dan tingkat kesenjangan tertinggi yaitu Papua. Pada tahun 2012 PDRB perkapita Papua mencapai Rp 24,73 juta dan tingkat kemiskinan pada bulan Maret 2013 mencapai 31,13% atau tertinggi pada tingkat nasional serta dengan gini ratio tertinggi yaitu 0,442. - d) Provinsi dengan PDRB perkapita dibawah rata-rata 33 provinsi dengan tingkat kemiskinan dibawah rata-rata nasional yaitu Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Maluku Utara. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
- e) Provinsi dengan PDRB/kapita rendah dengan tingkat kemiskinan tinggi (diatas tingkat kemiskinan rata-rata nasional) yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Walaupun PDRB perkapita Papua dan Papua Barat cukup tinggi, namun kemiskinan di Papua dan Papua Barat tertinggi di Indonesia. Tingkat kemiskinan yang tinggi di kedua provinsi ini sebagian besar terjadi di wilayah pedesaan karena kehidupan masyarakatnya sebagaian besar masih dalam bentuk komunitas tribal. Sementara kemiskinan di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Maluku lebih disebabkan oleh PDRB yang rendah.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Bappenas, tidak tercapainya tujuan pembentukan KAPET antara lain disebabkan oleh: a) kurangnya komitmen dan konsistensi implementasi kebijakan KAPET, kurang efektifnya Keppres 150/2000, BP KAPET tidak memiliki kewenangan eksekuting, kurangnya dukungan kementerian dan SKPD terkait; b) tidak menariknya insentif fiskal yang diberikan pemerintah dalam upaya menarik investor, belum memadainya kondisi sarana prasarana; c) proses perijinan usaha yang berbelit-belit, lambat, mahal, tidak transparan, banyaknya Perda yang menghambat pengembangan dunia usaha seperti pungutan liar, pungutan berganda, dan sebagainya. Kondisi tersebut mengakibatkan lambatnya perkembangan dunia usaha dalam mendorong pengembangan industri sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi; d) terbatasnya aksessibilitas pendukung kelancaran pengembangan usaha di kawasan seperti kurangnya sarana prasana/infrastruktur, tidak berkembangnya jaringan pasar, kurangnya akses permodalan bagi pelaku usaha, kurangnya transfer teknologi bagi pelaku usaha sehingga produk kurang berkualitas dan kurang efisien, data dan informasi yang diperlukan tidak akurat dan tidak lengkap.
Jika dicermati hasil evaluasi Bappenas tersebut diatas, kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan terpadu seperti kurangnya sarana/prasarana infrastruktur, pelayanan perijinan yang birokratis dan lamban serta mahal dan ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah daerah dan BP KAPET bukanlah merupakan kendala yang tiba-tiba muncul setelah penetapan KAPET, melainkan merupakan kendala yang seharusnya dengan mudah sudah diantisipasi dan dimaklumi sejak awal penetapan KAPET.
Mengapa terjadi kesenjangan ekonomi antar wilayah?
Paul Krugman didalam bukunya yang berjudul Geography and Trade antara lain menyebutkan bahwa ekonomi wilayah selama ini lebih banyak terobsesi pada “geometry, shape of market areas on idealized landscape, optimal siting of facilities given markets and resources - while paying no attention to the problem of modeling markets―. Pendekatan pengembangan ekonomi wilayah seperti ini menurut Paul Krugman ibarat melakukan sesuatu melalui urutan kegiatan yang salah yaitu lebih memperhatikan hal-hal yang detil pada persoalan yang akan timbul (secondary problems) sebelum menyelesaikan terlebih dahulu persoalan pokok/utama.
Persoalan pokok yang perlu dipahami adalah struktur pasar (market structure) mengapa terjadi konsentrasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Mengadopsi teori yang dikemukakan Krugman tentang konsentrasi kegiatan ekonomi di Amerika Serikat, konsentrasi kegiatan ekonomi di P. Jawa pada awalnya terdapat di bagian barat. Kawasan ini semula merupakan kawasan pertanian yang subur sehingga berkembang menjadi sentra produksi pangan terutama beras yang lama kelamaan membentuk beberapa kawasan perkotaan yang semakin lama semakin padat penduduknya seperti kota Jakarta. Dalam perkembangannya kawasan perkotaan ini berkembang menjadi semakin terspesialisasi (highly spesialized) sehingga kegiatan produksi terkonsentrasi di dan sekitar wilayah perkotaan tersebut antara lain kota Jakarta.
Lebih lanjut Krugman menyampaikan bahwa ketika skala ekonomi dari kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi tersebut menjadi cukup besar, maka industri manufaktur cenderung melayani pasar domestik dari lokasi tunggal. Untuk meminimumkan biaya transportasi maka industri manufaktur memilih lokasi dengan permintaan lokal (local demand) yang besar. Selanjutnya permintaan lokal akan membesar persis di lokasi yang dipilih oleh industri manufaktur sehingga siklus ini akhirnya menyebabkan konsentrasi industri manufaktur tetap bertahan pada lokasi tersebut. Sebagai contoh misalnya industri otomotif sampai saat ini terkonsentrasi di manufacturing belt Jakarta, Bogor, Bekasi dan Karawang.
Proses berkembangnya konsentrasi kegiatan ekonomi seperti yang terjadi di bagian barat P. Jawa juga terjadi dan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
berkembang di bagian timur P.Jawa. Sama halnya dengan bagian barat P. Jawa, bagian timur P.Jawa merupakan wilayah pertanian yang subur dengan penduduk yang cukup padat. Penemuan minyak dan gas di Jawa Timur telah menumbuhkan industri yang berhubungan dengan minyak dan gas seperti industri pupuk, industri petrokimia dan industri campuran pengilangan minyak dan petrokimia, industri pelumas, bisnis jasa, dan sebagainya. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga cukup besar dan pertumbuhan industri yang awalnya berbasis minyak dan gas bumi maka Jawa Timur mencapai kondisi “critical mass― sehingga Surabaya dan sekitarnya terus berkembang menjadi pusat industri termasuk industri manufaktur di bagian timur P.Jawa.
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang terletak di bagian barat dan bagian timur P.Jawa tersebut terus berkembang dan menjadi daya tarik bagi penduduk sebagai wilayah tujuan migrasi termasuk migrasi penduduk dari KTI dan dari wilayah KBI lainnya karena adanya ekspektasi untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan upah yang lebih baik. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, maka skala ekonomi industri manufaktur tumbuh semakin besar dan pertumbuhan tersebut mengakibatkan terciptanya infrastruktur yang semakin baik. Proses inilah yang menyebabkan semakin tingginya kesenjangan ekonomi antar wilayah terutama antara wilayah P.Jawa dengan wilayah luar Jawa maupun kesenjangan wilayah internal di P. Jawa sendiri yaitu antara wilayah provinsi yang memiliki manufacturing belt (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur) dengan wilayah provinsi di luar manufacturing belt atau lazimnya disebut dengan wilayah periphery (Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta).
Kondisi ini menunjukkan bahwa tidaklah mudah untuk membangun konsentrasi kegiatan ekonomi yang baru di wilayah KTI karena untuk itu diperlukan populasi yang cukup besar sebagai titik awalnya. Bahkan untuk wilayah yang sudah cukup padat seperti Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta sekalipun tidak mudah untuk membangun manufacturing belt yang baru di kedua provinsi tersebut karena selain faktor jumlah penduduk juga ada faktor skala ekonomi dari industri manufaktur dan faktor biaya transportasi/logistik serta faktor keunggulan dalam “forward and backward lingkages― yang menawarkan tingkat upah yang lebih tinggi yang disediakan oleh manufacturing belt di bagian barat dan bagian timur P. Jawa.
Perpindahan konsentrasi kegiatan ekonomi ke wilayah KTI hanya bisa terjadi kalau suatu wilayah memberikan ekspektasi lapangan pekerjaan dan upah yang tinggi sehingga akan memicu migrasi secara besar besaran dalam waktu yang relatif singkat ke kawasan tersebut.
Kembali ke masalah KTI dan kebijakan pengembangan KAPET
Kalau dicermati pertumbuhan ekonomi di luar wilayah manufacturing belt yang berada di P. Jawa pada dasarnya didorong oleh sumberdaya alam (resource based economy) terutama sumber daya energi seperti minyak, gas dan batubara. Provinsi Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua Barat merupakan contoh provinsi yang perekonomiannya didorong oleh industri minyak dan gas.
Provinsi Kalimantan Timur yang didalamnya terdapat KAPET Sasamba sekilas terlihat sebagai provinsi yang perekonomiannya cukup baik dengan PDRB berada pada peringkat keenam dan PDRB perkapita pada peringkat kedua. Di wilayah ini terdapat Kilang Minyak Balikpapan yang dibangun pada masa sebelum kemerdekaan, Kilang LNG Badak dibangun pada awal 1972 dan Pabrik Pupuk Kaltim dibangun pada tahun 1977.
Kondisi perekonomian Kalimantan Timur yang cukup baik tersebut dalam kenyataannya tidak mampu menarik industri manufaktur maupun jasa untuk melakukan relokasi baik dari luar negeri maupun dari manufacturing belt yang berada di P. Jawa. Penyebabnya bukanlah karena kebijakan insentif fiskal maupun kebijakan finansial yang diberikan di wilayah KAPET Sasamba tidak menarik bagi investor atau infrastruktur yang tidak memadai, tetapi perekonomian wilayah ini pada dasarnya belum mencapai critical mass untuk tumbuh dan berkembang sebagai konsentrasi kegiatan ekonomi. Critical mass akan tercapai jika jumlah penduduk cukup besar sehingga memenuhi skala ekonomi yang cukup bagi industri manufaktur maupun jasa serta biaya transportasi/logistik lebih murah atau minimum sama dengan biaya logistik manufacturing belt di P. Jawa.
Jika Kalimantan Timur tidak berhasil melakukan transformasi menjadi salah satu konsentrasi kegiatan ekonomi, maka provinsi ini nanti ketika minyak dan gas alam sudah habis akan mengalami nasib yang sama dengan provinsi Aceh yang ditandai oleh tutupnya LNG Arun dan Pabrik Pupuk Asean serta terancamnya masa depan Pabrik Pupuk Iskandar Muda serta Pabrik Kertas KKA karena gas alam di lapangan Arun sudah habis. Kondisi perekonomian Aceh cenderung menurun relatif terhadap provinsi lainnya yang antara lain ditandai oleh PDRB Aceh pada tahun 2004 berada pada http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
peringkat ke-10, kemudian turun ke peringkat ke-12 pada tahun 2008 dan kemudian turun ke peringkat ke-13 pada tahun 2012. PDRB perkapita Aceh pada tahun 2004 berada pada peringkat ke-6 dan pada tahun 2008 turun ke peringkat ke-9 dan selanjutnya pada tahun 2012 turun ke peringkat ke-16.
Nasib serupa juga bisa dialami oleh Sulawesi Tengah dan Papua Barat ketika nanti gas alam di kedua provinsi tersebut habis. Kondisi ini dapat merupakan sebagai self fulfilling prophecy yang akan dialami wilayah KTI.
Tidak berhasilnya kebijakan KAPET dalam menumbuhkan konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah KTI bukanlah terletak pada kebijakan KAPET itu sendiri tetapi terletak pada pemahaman struktur pasar (market structure) dari terbentuknya konsentrasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Investor akan menanamkan modalnya pada industri manufaktur maupun jasa kalau wilayah tersebut telah mencapai critical mass yang ditandai oleh jumlah penduduk yang cukup banyak sehingga skala ekonomi cukup besar (large enough) dan biaya transportasi/logistik yang cukup rendah karena skala ekonomi yang besar.
Jika kondisi critical mass belum tercapai maka kebijakan KAPET dalam bentuk memberikan berbagai insentif kebijakan fiskal maupun finansial menjadi tidak jelas alamatnya karena tidak atau belum ada investor yang membutuhkan kebijakan tersebut. Inilah yang disebut Paul Krugman sebagai menyelesaikan masalah sekunder sebelum menyelesaikan masalah primer terlebih dahulu.
Apa yang dapat dan perlu dilakukan pemerintah
Memperhatikan profil wilayah KTI dan wilayah provinsi tertentu lainnya (Kalimantan), terdapat tiga wilayah yang bisa dikembangkan potensinya untuk tumbuh dan berkembang sebagai konsentrasi kegiatan perekonomian yang baru yaitu Kalimantan Timur dan Papua Barat serta kemungkinan Sulawesi Tengah. Insentif kebijakan dapat diberikan kepada industri migas di ketiga provinsi tersebut dengan persyaratan semua kegiatan bisnis yang merupakan backward maupun forward lingkages dari industri migas harus diselenggarakan atau dioperasikan di kedua wilayah tersebut menggunakan institusi keuangan/finansial yang beroperasi di wilayah tersebut. Jika diperlukan di kedua wilayah tersebut dapat diterapkan unit banking system karena sistem perbankan seperti ini sangat mendorong sekali pembangunan dan pengembangan wilayah.
Untuk wilayah lainnya tugas dan fungsi pemerintah adalah mendorong pertumbuhan ekonomi berdasarkan keunggulan yang dimiliki masing-masing wilayah seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata serta ekonomi kreatif. Selebihnya tugas dan fungsi utama pemerintah pada dasarnya adalah menyediakan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, air bersih, bantuan perumahan, pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Daftar Pustaka
Krugman, Paul, “Geography and Trade―, Leuven University Pers, Leuven Belgium, and The MIT Press Cambridge, Massachusetts, London, England, 1991.
- Badan Pusat Statistik, “Statistical Yearbook of Indonesia―, Jakarta, Indonesia.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat, Garis-Garis Besar Haluan Negara, 1993. - Keputusan Presiden No. 120 Tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. - Keputusan Presiden No. 9 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). - Website Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, KAPET. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47
Sekretariat Negara Republik Indonesia
- Website Badan Pusat Statistik.
Oleh:
Chairil Abdini
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 13 March, 2017, 22:47