ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIAK DI PROVINSI PAPUA
JOHANIS ALFRED MSIREN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015 Johanis A. Msiren NRP A156120181
RINGKASAN JOHANIS ALFRED MSIREN. Analisis Pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua. Dibimbing oleh SETIA HADI dan BABA BARUS. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau yang disingkat KAPET adalah salah satu program pemerintah pusat untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tiga belas wilayah Indonesia, salah satunya di Provinsi Papua yang dikenal dengan nama Kapet Biak. Aplikasi program ini yang menggunakan sistem nodal dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala antara lain tidak adanya skala prioritas, rendahnya komitmen stakeholders, keterbatasan sumberdaya manusia dan infrastruktur. Kapet Biak terdiri dari lima Kabupaten yaitu Biak Numfor sebagai inti, sedangkan Supiori, Kepulauan Yapen, Waropen dan Nabire sebagai hinterland. Program ini ditetapkan oleh Keputusan Presiden (keppres) Nomor 90 tahun 1996 dan terus mengalami perubahan hingga terbitnya Keppres Nomor 150 tahun 2000. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tipologi wilayah, sektor unggulan dan potensi sumberdaya ikan sedangkan analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, LQ/SSA/Kemampuan Lahan dan Tangkapan Maksimum Lestari (MSY). Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa wilayah Kapet Biak dari aspek pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita diklasifikasikan menjadi wilayah yang belum berkembang. Kabupaten yang memiliki sektor unggulan adalah Waropen dan Supiori yaitu sektor pertanian, industri, bangunan dan jasa, sedangkan Nabire, Kepulauan Yapen dan Biak Numfor memiliki sektor yang kompetitif atau komparatif yaitu sektor industri, pertanian, pertambangan, perdagangan, pengangkutan, bangunan dan listrik. Pengembangan wilayah hendaknya berbasis sektor unggulan lokal sehingga setiap kabupaten di Kapet Biak wajib mengembangkan potensi sumberdaya lokalnya. Potensi daya dukung lahan untuk sektor pertanian terluas di Kabupaten Nabire dan terkecil di Kabupaten Supiori. Selain sumberdaya yang telah dan akan dikelola oleh setiap kabupaten di Kapet Biak terdapat pula sumberdaya bersama yang masih belum dikelola secara terintegrasi dan terpadu, sumberdaya bersama (CPRs) tersebut adalah laut. CPRs memiliki potensi sumberdaya ikan yang potensi lestarinya fluktuatif CPRs ini dapat diandalkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di setiap wilayah Kapet Biak. Kata kunci: Kapet biak, Pertumbuhan ekonomi, Sektor unggulan, Tangkapan maksimum lestari.
SUMMARY MSIREN JOHANIS ALFRED, Growth Analysis of Integrated Economic Development Zone (KAPET) Biak in Papua Province. Supervised by SETIA HADI and BABA BARUS. Integrated Economic Development Zone or the abbreviated KAPET was one of the central government's program to increase economic growth in thirteen regions of Indonesia. One of them in Papua province is known as Kapet Biak. Application of this program used nodal system seeing some problems. Those were low of priority scale, commitment of stakeholders, lowest of human resources and infrastructure. Kapet Biak consists of five districts, Biak Numfor is a core while Supiori, Yapen Islands, Waropen, also Nabire are hinterland. This program was regulated by Presidential Instruction Number 90, 1996 and revised by Presidential Instruction No. 150, 2000. The purpose of this study is to analyze the typology of the region, leading sectors and the potential of fish resources. Tools of analized are Typology Klassen, LQ/SSA/Land Capability and Maximum Sustainable Yield (MSY). The results of this studied describes that Kapet Biak from the aspect of economic growth and income per capita are classified into less develop regions. Waropen and Supiori had leading sectors, such as agriculture, industry, construction and services, while Nabire, Yapen and Biak Islands Numfor only had competitive or comparative sectors. Regional development should on potential of local leading sector The land carrying capacity for agriculture sector in Nabire regency is the largest and in Supiori is the smallest. Beside the resources that have been and will be managed by each districts in Biak Kapet, there is also a common pool resources (CPRs) is not yet managed integrated and unified. This CPRs is sea resources, it had fish potential and fluctuative maximum sustainable yield this regency may to growth economic and increase income per capita in each district on Kapet Biak. Key words: Kapet biak, Economic growth, Leading sector, Maximum sustainable yield.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIAK DI PROVINSI PAPUA
JOHANIS ALFRED MSIREN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencaanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr
Judul Tesis Nama NRP Program Studi
: Analisis Pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua : Johanis Alfred Msiren : A156120181 : Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Setia Hadi, MS Ketua
Dr Ir Baba Barus, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 31 Juli 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaan dan perlindunganNya sehingga tesis yang berjudul ”Analisis Pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua” dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr Ir Setia Hadi, MS dan Dr Ir Baba Barus, MSc sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan tesis. Apresiasi dan terima kasih penulis kepada Dr Ir Ernan Rustiadi, M Agr sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan koreksi konstruktif, juga Dr Ir Dwi Poetra Tedjo Baskoro, MSc selaku moderator pada ujian tesis serta kepada Prof Dr Ir Santun R P Sitorus, MSc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta staf pengajar atas bimbingan, arahan dan perhatiannya. 2. Bapak T. O. Dangeubun, MSi selaku Kepala Bappeda Biak Numfor dan juga sebagai atasan penulis yang selalu memberi motivasi, spirit dan dukungan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. 3. Bapak L. L. Jensenem, MSi selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Biak Numfor yang tidak pernah jemu-jemu memberikan dukungannya sehingga dapat terselesainya studi penulis. 4. Bupati Biak Numfor atas sumbangsih terhadap proses penelitian penulis dan dukungan finansial dalam penyelesian studi. 5. Bapak M. Mansnembra selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bapak Z. Mailoa selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yang juga memberikan dukungan finansial. 6. Keluarga C. Korwa, M. Mokai, M. Sawias, S. Erbo, A. Erbo dan A. Aibekob (Almh) atas sumbangsih selama penelitian dan studi. 7. Rekan-rekan PWL’12 spesial om Wahyu, om Afri dan om Alwan atas dukungan spasial map sehingga menambah memperkaya tulisan penulis. 8. Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Papua atas kebersamaan selama in. 9. Isteriku tersayang Selfina Erbo/Msiren atas perhatian moriil dan dukungan doa, dengan setia, sabar dan rela memberikan perhatian lebih serta keempat anakku Alin Persilla Msiren, Christie Kartika Msiren, Theofilus Arend Msiren dan Jehuda Olief Msiren sabar menunggu dan belajar dalam kesendirian tetapi tetap bersemangat. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi, saran dan doa sehingga tesis ini terselesaikan dengan baik. Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan perencanaan wilayah di Kapet Biak tetapi penulis juga sadari bahwa “tak ada gading yang tak retak” demikian pula tulisan ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak guna melengkapi tesis ini. Bogor, Oktober 2015
Johanis A. Msiren
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Permasalahan Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4 4 5
2
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Pembangunan Wilayah Indikator Pembangunan Wilayah Pendapatan Wilayah Sektor Unggulan Potensi Sumberdaya Ikan Penelitian Terdahulu
6 6 9 10 13 14 16 16
3
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Teknik Analisis Data
18 18 19 19 20
4
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELTIAN Kondisi Fisik Wilayah Penduduk dan Perekonomian Infrastruktur Wilayah
27 27 32 38
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Wilayah Sektor Unggulan Potensi Sumberdaya Ikan
44 44 48 53
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
63 63 63
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN
67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Hubungan antara berbagai konsep wilayah dengan manfaat penggunaannya Pengelompokkan Indikator-Indikator Pembangunan Wilayah Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu Administrasi Wilayah Kapet Biak di Provinsi Papua Tujuan Penelitian, Jenis, Sumber data dan output yang diharapkan Klasifikasi Daerah Menurut Analisis Tipologi Klassen Pengelompokan Jenis Ikan untuk Pengkajian Stok Perhitungan Fishing Power Index Perhitunga Total Effort Kalkulasi Catch Per Unit Effort Potensi Bahan Galian di Wilayah Kapet Biak Jumlah Industri di Wilayah Kapet Biak Jumlah Sarana Pendidikan di Wilayah Kapet Biak Jumlah Prasarana Kesehatan di Wilayah Kapet Biak Jumlah Sarana Ibadah di Wilayah Kapet Biak Jumlah Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro di Wilayah Kapet Biak Jumlah Kendaraan Bermotor di Wilayah Kapet Biak Terminal Angkutan Darat di Wilayah Kapet Biak Jumlah Lalu Lintas Angkutan Laut di Wilayah Kapet Biak Kondisi Prasarana Angkutan Laut di Wilayah Kapet Biak Rute Penerbangan di Wilayah Kapet Biak Jumlah Lalu Lintas Angkutan Udara di Wilayah Kapet Biak Jumlah dan Kapasitas Listrik di Wilayah Kapet Biak Laju Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kapet Biak Pendapatan Per Kapita di Wilayah Kapet Biak Tipologi Wilayah Kapet Biak Hasil Analisis LQ di Wilayah Kapet Biak Hasil Analisis Shift Share di Wilayah Kapet Biak Potensi Sektor Unggulan di Wilayah Kapet Biak Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan di Wilayah Kapet Biak Kelas Kemampuan Lahan I - IV dan Faktor Penghambat Data Effort dan CPUE di Wilayah Kapet Biak Klasifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah Kapet Biak
7 12 17 19 19 21 26 26 26 27 30 37 38 39 39 39 40 40 42 42 43 43 43 44 44 46 48 49 51 52 52 54 57
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kerangka Pemikiran Penelitian Hubungan Fungsional antara Inti dan Hinterland dalam Wilayah Nodal Sistematika Konsep-Konsep Indikator Kinerja Pembangunan Wilayah Peta Administrasi Wilayah Kapet Biak Penggunaan Lahan Kering di Wilayah Kapet Biak Diagram Jumlah Penduduk di Wilayah Kapet Biak Persentase Produk Domestik Regional Bruto ADHB di Wilayah Kapet Biak Persentase Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Kapet Biak Persentase Produksi Tanaman Perkebunan di Wilayah Kapet Biak Jumlah dan Jenis Alat Tangkap di Wilayah Kapet Biak Jumlah dan Jenis Armada Perikanan Laut di Wilayah Kapet Biak Jumlah Rumah Tangga Nelayan di Wilayah Kapet Biak Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Papua PDRB Per Kapita di Provinsi Papua Peta Tipologi Wilayah Kapet Biak Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Nabire Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Kepulauan Yapen Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Waropen Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Supiori Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Biak Numfor Sketsa Sintesis Pengembangan Kapet Biak di Provinsi Papua
5 9 11 29 32 32 34 34 35 35 36 36 46 46 50 55 55 56 56 57 62
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Perhitungan PDRB Per Kapita di Kabupaten Nabire Perhitungan PDRB Per Kapita di Kabupaten Waropen Perhitungan PDRB Per Kapita di Kabupaten Kepulauan Yapen Perhitungan PDRB Per Kapita di Kabupaten Supiori Perhitungan PDRB Per Kapita di Kabupaten Biak Numfor Perhitungan PDRB Per Kapita di Provinsi Papua Perhitungan Fishing Power Index di Kabupaten Nabire Tahun 2004 2012 Hasil Perhitungan Estimasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Nabire Hasil Perhitungan Estimasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Waropen Hasil Perhitungan Estimasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Supiori Hasil Perhitungan Estimasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Biak Numfor Regresi Linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Nabire Regresi Linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Waropen
67 67 67 67 68 68 68 70 70 70 71 71 71
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Regresi Linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Kep. Yapen Regresi Linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Supiori Regresi Linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Biak Numfor Peta Sektor Komparatif/Basis di Wilayah Kapet Biak Peta Sektor Kompetitif di Wilayah Kapet Biak Peta Kelas Kemampuan Lahan di Wilayah Kapet Biak Peta Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Kapet Biak Perhitungan Analisis Location Quotient di Wilayah Kapet Biak Perhitungan Analisis Shift Share di Wilayah Kapet Biak PDRB ADHK 2000 Tahun 2005 - 2012 di Kabupaten Nabire PDRB ADHK 2000 Tahun 2005 - 2012 di Kabupaten Waropen PDRB ADHK 2000 Tahun 2005 - 2012 di Kabupaten Kepulauan Yapen PDRB ADHK 2000 Tahun 2005 - 2012 di Kabupaten Supiori PDRB ADHK 2000 Tahun 2005 - 2012 di Kabupaten Biak Numfor PDRB ADHB di Wilayah Kapet Biak Tahun 2012
72 72 72 73 74 75 76 77 77 79 81 83 85 87 89
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau yang dikenal dengan singkatan KAPET, ditetapkaan dengan Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 yang mendefinisikan KAPET adalah suatu wilayah geografis dengan batasbatas tertentu dengan syarat sebagai berikut : (a) memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau.; (b) mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau.; (c) memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. Konsep ini diharapkan dapat menjawab kesenjangan pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dari Kawasan Barat Indonesia (KBI). Kronologis pembentukan Kapet di Indonesia diawali melalui Keppres No.120/1993 yang intinya membentuk Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi atas sembilan Kawasan Andalan di sembilan Provinsi di KTI dan 4 Provinsi lainnya yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimatan Selatan, sehingga seluruhnya menjadi 13 Kawasan Andalan. Untuk meningkatkan keterpaduan pertumbuhan ekonomi antara masing-masing wilayah andalan dengan wilayah KTI secara menyeluruh, arah pertumbuhan ekonominya didasarkan pada potensi dan sektor unggulan di masing-masing wilayah. Dengan demikian ke 13 Kawasan Andalan tersebut di atas kemudian dikukuhkan melalui Keppres No.89 tahun 1996a, menjadi KAPET. Kapet Biak ditetapkan melalui Keppres Nomor 90 Tahun 1996b, kemudian direvisi oleh Keppres Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak dan masih mengalami penyempurnan melalui Keppres Nomor 150 tahun 2000. Adapun tugas Badan Pengelola Kapet yaitu memberi rekomendasi teknis kepada Pemerintah Daerah (pemda) yang berkaitan dengan investasi, penyederhanaan perijinan dan peraturan melalui pelayanan satu atap, pelayanan data dan informasi bagi investor, serta pengembangan konsep kegiatan ekonomi terpadu/lintas sektor. Wilayah Kapet Biak kini terdiri dari 5 (lima) kawasan yaitu Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, dan Kabupaten Nabire dengan luas 23,588.03 km2 atau 5.81 % dari luas wilayah Provinsi Papua. Merujuk pada tugas dan definisi Kapet maka secara kelembagaan Badan Pengelola Kapet Biak telah menetapkan beberapa sektor yang dapat memacu pertumbuhan perekonomian di kawasan tersebut yaitu pariwisata, perikanan, perindustrian dan pertanian, namun sektor-sektor ini kurang memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian di kawasan tersebut, hal ini di indikasikan oleh nilai PDRB sektor perikanan tahun 2011 di provinsi Papua sebesar 980,13 milyar. Selain itu BPS provinsi Papua pada tahun yang sama menginformasikan lima sektor yang memberikan sumbangsih terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Papua adalah sektor pertambangan/penggalian (7.089,38 milyar), jasa-jasa (2.562,33 milyar), bangunan (2.378,49 milyar), pengangkutan/telekomunikasi (1.910,11 milyar) dan tanaman bahan makanan (1.864,91 milyar). Nilai PDRB menurut harga konstan tahun 2000 seperti tertera diatas memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian di Papua secara
2
makro yang berkorelasi dengan perekonomian di wilayah Kapet Biak. Konsep kegiatan ekonomi terpadu selayaknya memperhatikan keidentikan kondisi geobiofisik kawasan dan berbagai regulasi/kebijakan yang ditetapkan pada level pusat, provinsi dan kabupaten serta komitmen bersama antar para penentu kebijakan (political will) yang akan bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut. Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa sebagian pakar ekonomi pembangunan berpendapat bahwa hakekat pembangunan secara sederhana adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pendekatan sejarah pertumbuhan negara-negara di dunia, Rostow (1960) mencetuskan suatu model tahapan pertumbuhan ekonomi (the stages of economic growth). Menurut Rostow proses pertumbuhan dapat dibedakan ke dalam lima tahap dan setiap negara atau wilayah dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahapan tersebut. Adapun lima tahapan pertumbuhan tersebut adalah : (a). Masyarakat tradisional (the traditional society); (b). Prasyarat lepas landas (the precondition for take- off); (c). Lepas landas ( the take-off); (d). Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity); dan (e). Massa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption). Undang-Undang (UU) Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menegaskan bahwa Kapet merupakan kawasan strategis nasional (KSN), menurut regulasi ini KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulataan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia, yang dijabarkan dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Implementasi dan sinkronisasi dari kedua regulasi ini, telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Biak Numfor yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Biak Numfor tahun 2012 – 2032, yang tercantum dalam pasal 40 tentang Kawasan Strategis Kabupaten, yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak. Kapet Biak di provinsi Papua mempunyai wilayah terestrial tetapi di batasi pula oleh wilayah aquatic. Laut merupakan isu geografis dominan yang sangat besar potensinya tetapi belum diketahui secara tepat. Dalam praktek sehariharinya nelayan lokal hanya menggunakan perahu dayung atau perahu yang menggunakan motor tempel (outboard) sehingga hasil tangkapan mereka relatif sedikit hanya untuk pemenuhan kebutuhan harian dan dipasarkan, jangkauan tangkapan mereka kurang lebih 4 mil dan adapula yang mendekati kawasan terdekatnya, batas laut antar Kapet Biak merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan batas laut yang dapat dikelola kabupaten/kota sebesar sepertiga dari batas laut provinsi terhitung dari batas garis pantai ke arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan sehingga masih terdapat ruang di laut yang merupakan sumber daya bersama/common pool resources (CPRs). Area yang merupakan CPRs belum dikelola secara terpadu dan lestari oleh karena itu perlu adanya komitmen bersama para stakeholders di kawasan tersebut dalam mengelola potensi laut yang tersedia. Selain PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, faktor penunjang Kapet Biak lainnya adalah aspek sarana prasarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, perdagangan dan jasa, telekomunikasi, olah raga serta
3
transportasi darat, laut dan udara yang berbanding lurus dengan jumlah penduduk di wilayah Kapet Biak. Laporan BPS Provinsi Papua (2013) menginformasikan bahwa panjang jalan di wilayah Kapet Biak sebesar 825,23 km, jumlah hotel sebanyak 29 unit, rumah makan/restoran 28 unit, Sekolah Dasar 462 unit, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 125 unit, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 37 unit, dan Rumah Sakit milik pemerintah sebanyak 4 unit. Kapet Biak secara geografis terletak di bagian utara pulau Papua yang berhadapan langsung dengan samudera pasifik, dimana jika ditinjau dari skala pelayanan internasional, kawasan ini memiliki potensi/sumber daya yang dapat dikembangkan lebih jauh. Potensi yang menunjang adalah pengembangan jaringan transportasi laut dan udara internasional. Kondisi ini didukung oleh lokasi KAPET Biak yang terletak di segitiga pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu Jepang - Australia - Amerika Serikat (Tokyo - Sydney - Los Angeles). Dasar penentuan arah fungsi kota sebagai Pusat Kegiatan Nasional tersebut yaitu faktor geografis wilayah Biak Numfor serta daya dukung potensi dan karakteristik yang ada yang dapat dikembangkan bagi pertumbuhan kota Biak di masa yang akan datang. Konsep percepatan ekonomi melalui Kapet Biak yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat di wilayah Papua tahun 1996 perlu dievaluasi dan dikaji sejauhmana pertumbuhan Kawasan Ekonomi Terpadu Biak, sehingga memberikan informasi dasar yang bermanfaat bagi para penentu kebijakan guna menindaklanjuti program ini secara tepat dan terpadu. Rumusan Permasalahan Kondisi Kapet Biak dewasa ini diwarnai dengan berbagai isu kesenjangan khususnya ekonomi dan sosial yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, isu-isu ini menyebabkan miskomunikasi dan mispersepsi sehingga kurangnya rasa percaya sebahagian masyarakat terhadap kebijakan pembangunan nasional di Papua. Pemerintah Pusat dengan pendekatan Kapet terus melakukan evaluasi dan pembenahan agar tercipta kawasan yang pertumbuhan ekonominya tinggi dan berdampak terhadap wilayah di sekitar kawasan tersebut. Badan Pengelola Kapet Biak telah menetapkan beberapa sektor perekonomian yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan PDRB kawasan tersebut antara lain sektor pariwisata, perikanan, perindustrian dan pertanian, namun sektor-sektor ini kurang memberikan dampak terhadap pertumbuhan kawasan tersebut. Menurut laporan BPS Papua (2013). laju PDRB di kawasan ini berkisar antar 4,38% hingga 12,89% dengan wilayah tertinggi di Kabupaten Waropen dan terendah di Kabupaten Kepulauan Yapen dan faktor penghambat lainnya yaitu rendahnya koordinasi, kerjasama dan penyamaan persepsi mengakibatkan program ini belum maksimal operasionalnya. Setiap wilayah di Kapet Biak memiliki laut, sehingga isu potensi laut menjadi hal yang penting untuk diketahui dan juga laut di wilayah tersebut belum dikelola secara terpadu dengan pembagian peran dan tanggungjawab yang jelas. Pertumbuhan ekonomi di Kapet Biak tanpa ditunjang sarana prasarana transportasi yang memadai maka tidak akan terjadi aliran barang dan manusia.
4
Mengacu pada berbagai isu persoalan diatas maka, peneliti menyusun pertanyaan penelitian yang dapat mengarahkan peneliti yaitu : 1. Bagaimana tipologi wilayah di Kapet Biak ? 2. Sektor-sektor apa yang merupakan sektor unggulan di Kapet Biak ? 3. Bagaimana potensi sumber daya ikan (SDi) di Kapet Biak ? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tipologi wilayah di Kapet Biak. 2. Menganalisis sektor-sektor unggulan di Kapet Biak. 3. Menganalisis potensi sumber daya ikan di Kapet Biak. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak, sehingga menitikberatkan pada aspek ekonomi, data yang digunakan adalah data time series tahun 2005 – 2012 yang merujuk pada PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 sehingga dapat mendeskrispsikan tipologi wilayah menurut Klassen, sektor-sektor unggulan yang dapat meningkatkan PDRB dan pendapatan per kapita, serta sumberdaya bersama yang di miliki kawasan ini adalah laut, sehingga perlu untuk diketahui potensi lestari sumberdaya ikan di kawasan tersebut yang dapat dikelola untuk mengembangkan Kapet Biak. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilandasi prinsip bahwa ekonomi merupakan pemicu utama pengembangan suatu wilayah tetapi tidak mengabaikan aspek sosial, kelembagaan dan pertahanan keamanan, pendekatan ekonomi yang dilakukan dengan merealisasi program Kapet Biak yang mengadopsi sistim nodal yaitu terdiri dari wilayah inti (Biak Numfor) dan beberapa hinterland (Nabire, Waropen, Kepulauan Yapen dan Supiori). Indikator pertumbuhan ekonomi yang tervisualisasi melalui melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 di kawasan ini, merujuk pada nilai PDRB ADHK time series 2005 – 2012 maka akan memberikan gambaran tentang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, indikator lainnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga dapat dilakukan klasifikasi wilayah menurut tipologi Klassen. Pengembangan wilayah berbasis potensi sektor lokal menjadi ikon yang mendasar dan penting dewasa ini oleh karena itu pengembagan Kapet Biak harus disentuh dengan pendekatan sektor unggulan lokal yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan wilayah dan pendapatan per kapita di kawasan tersebut, dalam proses pertumbuhan Kapet Biak laut merupakan wilayah yang belum dikelola maksimal sehingga potensi laut khususnya sumber daya ikan (SDi) menjadi penting untuk diketahui. Indikator-indikator
5
pertumbuhan dan potensi wilayah ini sebagai informasi dasar yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam mengembangkan wilayah Kapet Biak di Provinsi Papua. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Kondisi Eksisting Disparitas Wilayah Sumberdaya Manusia Sumberdaya Buatan Sumberdaya Sosial Sumberdaya Alam
Pendekatan Pembangunan Tujuan Pembanguan Sumberdaya Proses Pembangunan
Pengembangan Wilayah
Basis Ekonomi Kapet Biak - Papua
Nabire
IPM
Waropen
PDRB
Tipologi Wilayah
Kep. Yapen
Supiori
DDL Sektor Unggulan
Biak Numfor
Catch/Effort Potensi Sumberdaya Ikan
Jmlh. Pddk Sintesis
Rekomendasi Pengembangan Kapet Biak di Provinsi Papua
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada dunia akademis tentang pertumbuhan Kapet Biak di Provinsi Papua dan memberikan informasi tambahan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan wilayah Kapet Biak dalam mempertimbangkan berbagai program yang akan direncanakan serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Di Indonesia berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti “wilayah”, “kawasn”, “daerah”, regional”, “area”, “ruang” dan istilah-istilah sejenis banyak dipergunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya walaupun masingmasing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Ketidakkonsistenan istilah tersebut kadang menyebabkan kerancuan pemahaman dan sering menbingungkan. Secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkaan dengan wilayah (region). Istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah. Karena itu, definisi konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian setiap kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya memerlukan pendekatan program tertentu sesui dengan fungsi yang dikembangkan tersebut. Secara yuridis dalam Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, Wilayah didefinisikan ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional, sedangkan kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya, sementara pengertian daerah dimaknai sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administratif. Selanjut Isard (1975) dalam Rustiadi et al. (2011) mengatakan bahwa suatu wilayah pada dasarnya bukan sekadar areal dengan batas-batas tertentu. Menurutnya wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya. Johnston (1976) memandang wilayah sebagai bentuk istilah teknis klasifikasi spasial dan merekomendasi dua tipe wilayah : (1) wilayah formal, merupakan tempat-tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antarkomponen atau lokasi/tempat. Murty (2000) mengartikan wilayah sebagai suatu area gografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten) dan perdesaan. Konsep wilayah yang paling klasik (Richardson, 1969; Hagger, Cliff dan Frey, 1977) mengenai tipologi wilayah membagi wilayah ke dalam kategori: (1) wilayah homogen (uniform atau homogeneous region), (2) wilayah nodal, dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Blair (1991) memandang konsep wilayah nodal terlalu sempit untuk menjelaskan fenomena yang ada dan cenderung menggunakan konsep wilayah fungsional (functional region), yaitu suatu konsep wilayah yang lebih luas, dimana konsep wilayah nodal hanyalah salah satu bagian dari konsep wilayah fungsional, Blair juga mengistilahkan wilayah perencanaan sebagai wilayah administratif. Rustiadi et al. (2011) menyampaikan bahwa klasifikasi wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region)
7
Manfaat melakukan proses pewilayahan yakni: (1) sebagai alat penyederhanaan fenomena dunia nyata dan (2) sebagai alat pendeskripsian, (Johnston, 1976 dalam Rustiadi et al. 2011). Secara sederhana tersaji pada Tabel 1, relasi antar konsep wilayah dan manfaat penggunaannya.
No.
Tabel 1. Hubungan antara Berbagai Konsep Wilayah dengan Manfaat Penggunaannya Ruang/Wilayah Tujuan dan Manfaat Penggunaan Contoh
1.
Wilayah Homogen
1. Penyederhanaan dan pendeskripsian ruang/wilayah 2. Pewilayahan pengelolaan (zonasi kawasan fungsional)
2.
Wilayah Nodal
1. Deskripsi hubungan nodalitas. 1. Keterkaitan 2. Identifikasi daerah CBD dan pelayanan/pengaruh daerah 3. Penyusunan hierarki pelayanannya. pelayanan 2. “Growth pole” area. 3. Central place and periphery. 4. Sistem/ordo kota /pusat pelayanan.
3.
Wilayah Sistem Ekologi
1. Pengelolaan sumberdaya wilayah berkelanjutan. 2. Identifikasi carrying capacity kawasan. 3. Siklus alam aliran sumberdaya, biomasa, enerji, limbah dll. 1. Percepatan Pertumbuhan Wilayah. 2. Produktifitas dan mobilisasi sumberdaya. 3. Efisiensi.
4.
Wilayah Sistem Ekonomi
5.
Wilayah Sistem Sosial
1. Pewilayahan menurut sistem budaya, etnik, bangsa, dll 2. Identifikasi komunitas dan society. 3. Optimalisasi interaksi sosial. 4. Community Development.
1. Pola penggunaan / penutupan lahan. 2. Pewilayahan Komoditas.
1. Pengelolaan DAS. 2. Cagar Alam. 3. Ekosistem Manggrove. 1. Wilayah Pembangunan. 2. Kawasan Andalan. 3. KAPET. 4. Kawasan Agropolitan 5. Kawasan Cepat Tumbuh 1. Kawasn Adat 2. Perlindungan / Pelestarian (cagar) budaya. 3. Pengelolaan -
8
Tabel 1 (Lanjutan).
6.
Wilayah Politik
7.
Wilayah Administratif
4. Keberimbangan, pemerataan dan keadilan. 5. Distribusi penguasaan sumberdaya. 6. Pengelolaan Konflik 1. Menjaga keutuhan/integrasi wilayah teritorial. 2. Menjaga pengaruh / kekuasaan teritorial. 3. Menjaga pemerataan (equity) antarsub-wilayah. Optimasi fungsi-fungsi administrasi dan pelayanan publik pemerintahan
Kawasan Publik Kota.
1. 2. 3. 4.
Negara Provinsi Kabupaten Desa
1. 2. 3. 4.
Negara Provinsi Kabupaten Kecamatan
Sumber : Rustiadi et al. (2011). Merujuk pada Tabel 1, menggambarkan bahwa Kapet Biak merupakan wilayah ekonomi tetapi menerapkan pola nodal yang terdiri dari inti dan periphery, secara singkat wilayah nodal diteoritiskan sebagai wilayah dikotomis (terbagi atas dua bagian). Konsep ini berasumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan dan atau permukiman sedangkan plasma adalah daerah belakang (periphery/hinterland), yang mempunyai sifatsifat tertentu dan mempunai hubungan fungsional. Konsep wilayah nodal lebih berfokus pada peran pengendalian/pengaruh central atau pusat (node) serta hubungan ketergantungan pusat (nucleus) dan elemen-elemen sekelilingnya dibandingkan soal batas wilayah (Richardson. 1969 dalam Rustiadi et al. 2011). Secara filosofis batas wilayah nodal dapat memotong garis yang memisahkan dua daerah administrasi karena adanya perbedaan orientasi terhadap pusat pelayanan yang berbeda. Dengan demikian batas fisik dari setiap daerah pelayanan bersifat sangat baur dan dinamis. Dalam praktiknya,tidaklah mudah mengidentifikasi batas wilayah nodal, dan biasanya jauh lebih sulit mengidentifikasi batas wilayah nodal daripada mengidentifikasi pusat-pusatnya (nodes/poles). Pusat wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); (2) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian maupun industri; dan (4) lokasi pemusatan industri manufaktur (manufactory) yakni kegiatan mengorganisasikan faktorfaktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu Hinterland berperan sebagai: (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan atau bahan baku; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dan commuting (menglaju); (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur; (4) penjaga keseimbangan ekologis. Gambar 2, menjelaskan hubungan fungsional antara inti dan hinterland dalam wilayah nodal.
9
Bahan Mentah Sejumlah Uang
Hinterland Bahan Mentah Tenaga Kerja
Barang Industri Sejumlah Uang
Inti Industri Pengolahan
Sejumlah Uang/upah Tenaga Kerja
Gambar 2. Hubungan Fungsional antara Inti dan Hinterland dalam Wilayah Nodal Sumber : Rustiadi et al. (2011). Pembangunan Wilayah Todaro dalam Rustiadi et al. (2011) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individu maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Pembangunan juga harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustenance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Rustiadi et al. (2011) mengatakan bahwa secara filosofi suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada.
10
Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan pada “efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan berkelanjutan (sustainability) (Anwar, 2005: Rustiadi et al.2007) dalam memberikan panduan pada alokasi segala sumberdaya (semua capital yang berkaitan dengan natural, human, man – made maupun social), baik pada tingkat nasional, regional maupun lokal. Dalam rangka pembangunan Nasional di Indonesia, pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkakan kesejahteraan masyarakat, menggerakkan prakarsa dan peranserta masyarakat dalam pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Pemerataan dan keberimbangan dapat diwujudkan melalui pembangunan daerah yang mampu mengembangkan potensi-potensi pembangunan sesuai kapasitasnya, sesuai kapasitasnya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Anonim. 2014). Menurut Pravitasari (2009) paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan istilah tricle down effect. Strategi tricle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru dilakukan pemerataan. Kenyataannya di banyak negara termasuk Indonesia, teori gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaiana konsep temuan Kuznets (1945): kurva U-terbalik yang mengatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, tumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan) Indikator Pembangunan Wilayah Indikator adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Rustiadi et al. (2011) membagi tiga kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan, yaitu : (1) indikator berbasis tujuan pembangunan, (2) indikator berbasis kapasitas sumberdaya, dan (3) indikator berbasis proses pembanguan (Gambar 3).
11
Indikator Berdasarkan “ Tujuan Pembangunan”
“Growth” (Produktifitas, Efisiensi dan Pertumbuhan) “Equity” (Pemerataan, Keadilan, dan Keberimbangan) “Sustainability” (Keberlanjutan)
Sumberdaya Alam Indikator Kinerja Pembangunan Wilayah
Indikator Berdasarkan “ Kapasitas Sumberdaya Pembangunan”
Sumberadaya Manusia
Sumberdaya Buatan
Sumberdaya Sosial
Input
Implementasi/Proses Indikator Berdasarkan “ Proses Pembangunan”
Output
Outcome
Benefit
Impact
Gambar 3. Sistematika Konsep-Konsep Indikator Kinerja Pembangunan Wilayah Sumber : Rustiadi et al. (2011). Indikator berbasis tujuan pembangunan merupakan sekumpulan cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan. Dari berbagai pendekatan dapat disimpulkan tiga tujuan pembangunan, yakni: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity), dan (3) keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2011).
12
Deskripsi indikator-indikator pembangunan wilayah ke dalam kelompokkelompok indikator berdasarkan klasifikasi tujuan pembangunan, kapasitas sumberdaya pembangunan dan proses pembangunan, tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Pengelompokkan Indikator-Indikator Pembangunan Wilayah Basisi/Pendekatan
Kelompok
Indikator-indikator Operasional a.
b.
1. Produktivitas, Efisiensi dan Pertumbuhan (Growth)
c.
d.
Pendapatan Wilayah (1) PDRB (2) PDRB per Kapita (3) Pertumbuhan PDRB Kelayakan Finansial/Ekonomi (1) NPV (2) BC Ratio (3) IRR (4) BEP Spesialisasi, Keunggulan Komparatif/Kompetitif (1) LQ (2) Shift and Share Produksi-produksi utama (tingkat produksi, produktivitas, dll) (1) Migas (2) Produksi Padi/Beras (3) Karet (4) Kelapa Sawit
2. Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan (Equity)
a. Distribusi Pendapatan (1) Gini Ratio (2) Struktur (vertikal) b. Ketenaga kerjaan/Pengangguran (1) Pengangguran Terbuka (2) Pengangguran Terselubung (3) Setengah Pengangguran c. Kemiskinan (1) Good-service Ratio (2) % Konsumsi Makanan (3) Garis Kemiskinan (Pendapatan Setara beras, dll) d. Regional Balance (1) Spatial Balance (primacy index, entropy, index Williamson) (2) Sentral Balance (3) Capital Balance (4) Sector Balance
3. Keberlanjutan
a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi
Tujuan Pembangunan
13
Tabel 2 (Lanjutan). c. Dimensi Sosial
Sumberdaya
Proses Pembangunan
1. Sumberdaya Manusia
a. b. c. d. e. f. g.
Knowledge (Education) Skill (Ketrampilan) Competency Etos Kerja/Sosial Pendapatan/Produktivitas Kesahatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)
2. Sumberdaya Alam
a. Tekanan (Degradasi) b. Dampak c. Degradasi
3. Sumberdaya Buatan/ Sarana dan Prasarana 4. Sumberdaya Sosial (Social Capital)
a. Skalogram Fasilitas Pelayanan b. Aksesibilitas Terhadap fasilitas
1. Input 2. Proses/ Implementasi 3. Output 4. Outcome 5. Benefit 6. Impact
a. Input Dasar (SDA, Infrastruktur, SDS) b. Input Antara c. Total Volume Produksi
a. Regulasi/Aturan-aturan Adat/ Budaya (norm) b. Organisasi Sosial (network) c. Rasa percata (trust) SDM,
Sumber : Rustiadi et al. (2011). Pendapatan Wilayah Aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan/pertumbuhan wilayah. Di antara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator yang terpenting. Untuk itu diperlukan pemahaman mengenai konsepkonsep dan cara mengukur pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan masyarakat di suatu wilayah tidaklah sama dengan nilai total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah. Karena di dalam total nilai suatu barang atau jasa terdapat komponen-komponen dari barang/jasa yang telah dihitung sebagai hasil produksi di sektor atau wilayah lain yang menjadi input produksi. Di Indonesia, istilah pendapatan wilayah (regional income) sebagai gambaran pendapatan masyarakat di suatu wilayah sering dirancukan dengan istilah pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam nomenklatur pembangunan di Indonesia mencerminkan pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah. Pendapatan pemerintah daerah di Indonesia bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Pembangunan, Pinjaman Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya, Hibah, Dana Darurat dan lain-lain. Dengan demikian perlu dipahami bahwa pendapatan daerah maupun PAD yang
14
tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya pendapatan daerah dan PAD dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi et al. 2011). Selanjutnya dikemukakan bahwa total nilai barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah yang telah di hilangkan unsur-unsur intermediate costnya dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDRB dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara, tidak ada satu negarapun di dunia yang tidak melakukan pengukuran PDRB. Oleh karenanya secara universal, walaupun dianggap memiliki berbagai kelemahan, PDRB di nilai sebagai tolok ukur pembangunan yang paling operasional dalam skala negara di dunia. PDRB pada dasarnya merupakan total produksi kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Dengan demikian PDRB mempunyai arti nilai tambah dari aktivitas manusia. Bila PDRB ini dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat suatu negara/wilayah. Kenaikan/pertumbuhan ekonomi umumnya didasarkan atas dasar pertumbuhan PDRB untuk melihat perubahan (kenaikan/penurunan). Nilai PDRB dihitung berdasarkan “harga pasar” yang berlaku. Nilai PDRB sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang diperoleh pada satu wilayah akhirnya akan berpotensi menjadi pendapatan masyarakat di wilayahnya. PDRB antar tahun yang berbeda perlu didasari dengan pemahaman mengenai adanya pengaruh faktor harga. Kenaikan penurunan riil antara dua titik tahun yang berbeda harus mempertimbangkan unsur inflasi. Inflasi terjadi akibat adanya perubahan relatif antara nilai uang dengan harga barang dan jasa secara umum. Sektor Unggulan Di Indonesia pembangunan ekonomi sccara umum dibagi ke dalam sembilan sektor dan untuk mengembangkan semua sektor tersebut secara bersamaan, diperlukan investasi yang sangat besar. Jika modal (investasi) tidak cukup, maka perlu adanya penetapan prioritas pembangunan. Biasanya sektor yang mendapat prioritas tersebut adalah sektor unggulan yang diharapkan dapat mendorong (push factor) sektor-sektor lain untuk berkembang menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah (Rustiadi et al. 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan menunjukkan bahwa dampak dari pertumbuhan sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah lain (dampak interregional) masih sangat kecil pengaruhnya dibandingkan dengan dampak intraregional. Sejalan dengan penentuan sektor unggulan, James dan Movshuk (2003) mengatakan bahwa keunggulan komparatif suatu wilayah dapat pula dipengaruhi oleh kedekatan ekonomi wilayah-wilayah tersebut. Secara garis besar, menurut Tarigan (2005); Widodo (2006); Rustiadi et al. (2009) sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis (leading sector) dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan
15
jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sektor non-basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang. Rustiadi et al. (2011) lebih lanjut mengatakan bahwa pembangunan terhadap sektor basis (leading sector) didasarkan pada dua kerangka konseptual pembangunan wilayah yang dipergunakan secara luas. Pertama, konsep basis ekonomi; konsep ini terutama dipengaruhi oleh kepemilikan masa depan terhadap pembangunan daerah (dalam konteks nasional adalah merkantilisme). Teori basis ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis (ekspor) dan sektor non basis (lokal). Permintaan terhadap produksi sektor lokal hanya dapat meningkat bila pendapatan lokal meningkat. Tetapi peningkatan pendapatan itu hanya terjadi bila sektor basis (ekspor) meningkat. Oleh karena itu, menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi. Dan juga dipengaruhi perbedaan tingkat imbalan (rate of return) adalah lebih dibawakan oleh perbedaan dalam lingkungan dari atau prasarana, dari pada ketidakseimbangan rasio modal tenaga. Dalam kerangka pemikiran ini, daerah terbelakang bukan karena tidak beruntung atau karena kegagalan pasar, tetapi karena produktivitasnya yang rendah. Oleh karena itu investasi dalam prasarana adalah penting sebagai sarana pembangunan daerah. Namun demikian, tidak seperti pendekatan basis ekonomi, tidak hanya terdapat studi empirik dengan menggunakan konsep kedua. Hal ini disebabkan karena kelangkaan data (terutama mengenai stok barang modal). Metode LQ (location quotient) dan SSA (shift share analysis) merupakan dua metode yang sering dipakai sebagai indikator sektor basis. Untuk mengetahui potensi aktifitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis dapat digunakan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktifitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat dan bila hasil produksi maka jumlah jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri mana yang tersebar (Rustiadi et al. 2009; Bendavilval. 1991). Secara operasional LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total altifitas sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah: (1) kondisi geografis relatif homogen; (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan; (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.
16
Shift Share Analysis (SSA) merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu, dibandingkan dengan suatu referensi cakupan wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktifitas dari hasil SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah yang lebih luas. SSA mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktifitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi kedalam tiga bagian yaitu sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), sebab dari dinamika aktifitas atau sektor total wilayah dan sebab dari dinamika wilayah secara umum. Hasil SSA juga mampu menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Gambaran kinerja tersebut dapat dijelaskan dari tiga (3) komponen hasil analisis, yaitu : (a) komponen laju pertumbuhan (regional share) yang merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah; (b) komponen pergeseran proporsional (proportinal shift) yang merupakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah; (c) komponen pergeseran (differential shift) yang menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika keunggulan atau ketidakunggulan suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Potensi Sumber Daya Ikan Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sedangkan sumber daya ikan yaitu potensi semua jenis ikan, sedangkan lingkungan sumberdaya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya (UU No. 45 tahun 2009). Secara operasional penangkapan, sumber daya ikan di kelompokkan menjadi pelagis kecil, pelagis besar, demersal, udang dan biota lainnya. Secara geografis laut di wilayah KAPET Biak termasuk pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 717, WPP ini meliputi teluk cenderawasih dan samudera pasifik yang berada dalam provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, yang memiliki potensi berbagai sumber daya ikan seperti diatas. Kajian terpadu yang dilakukan oleh KKP, WWF dan PKSPL-IPB menginformasikan bahwa WPP 717 tergolong dalam kategori baik. Hampir semua indikator habitat menunjukkan kondisi yang sedang sampai baik, kecuali terdapat potensi pencemaran di beberapa wilayah dimana terdapat industri besar. Selain itu tutupan lamun di wilayah ini relatif sedang (Anonim. 2011). Penelitian Terdahulu Penelitian dengan judul Analisis Pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua, merupakan suatu penelitian yang dilatar belakangi oleh sebuah program percepatan ekonomi yang di rilis oleh pemerintah pusat, program ini intinya mengadopsi konsep wilayah nodal yang
17
mana kawasan terbagi atas wilayah inti dan beberapa hinterland, konsep percepatan ekonomi melalui KAPET Biak diharapkan dapat menjawab isu disparitas wilayah antara kawasan timur dan kawasan barat yang lebih maju. Penelitian ini menggambarkan seberapa besar pertumbuhan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak, yang diukur melalui pendapatan wilayah khususnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), indikator PDRB akan memberikan gambaran tentang berbagai sektor unggulan (basis dan non basis), tipologi wilayah menurut Klassen, selain itu isu geografis Kapet Biak yang sangat dominan adalah wilayah laut, laut dipandang sebagai sumber daya bersama (common pool resources) yang belum di lirik secara serius sehingga harus diketahui potensi sumber daya ikannya (SDi) dan diharapkan sumber daya bersama inilah yang dapat mengikat kawasan dalam pengelolaan ekonomi secara terpadu, mengacu pada beberapa isu diatas maka akan diintegrasikan menjadi sebuah sintesis yang merupakan rekomendasi dalam pengembangan Kapet Biak secara terpadu dan sinergik. Beberapa hasil penelitian dengan topik yang berkaitan dengan penelitian ini tertera pada Tabel 3. No. 1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 3. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu Nama Tahun Judul Penelitian Harrison 2000 Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir KAPET Batulicin Kotabaru Kalimantan Selatan. Agustinus Nefosjant 2001 Kajian Perkembangan Sapi Lokal di Kairupan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Propinsi Sulawesi Tengah. Prisma Shandya 2003 Pengembangan Perekonomian Daerah Dewi Melalui Kerjasama Perbankan Nasional Dengan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Studi Kasus : Kapet Pare- Pare, Sulawesi Selaran Hasnawati 2004 Kesesuaian Lahan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bukari Sulawesi Tenggara Enirawan 2007 Evaluasi Kinerja dan Strategi Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Harrison. (2000) dalam tesisnya mendeskripsikan bahwa kawasan pesisir Kapet Batulicin lebih optimal jika dikelola sebagai kawasan pariwisata yang memperhatikan konservasi, selain itu permasalahan dominan yang terjadi adalah kurangnya koordinasi dan pengelolaan kawasan ini telah terjadi konflik kewenangan maupun konflik pemanfaatan. Penelitian yang dilakukan oleh Kairupan. (2001) menginformasikan bahwa data produksi sapi di KAPET Batui, menunjukkan bahwa di lahan basah tingkat kelahiran sapi lebih tinggi
18
dibandingkan dengan lahan kering, begitupula dengan tingkat kematian sapi, dari segi manajemen ia menginformasikan bahwa manajemen pemeliharaan di lahan basah bersifat semi intensif dan fungsi sapi sebagai tabungan keluarga tetapi di lahan kering manajemennya bersifat tradisional dan fungsi sapi sebagai ternak kerja, informasi lainnya adalah KAPET Batui memiliki potensi dan prospek untuk pengembangan sapi potong. Hasil penelitian Dewi. (2003) menjelaskan bahwa kredit perbankan yang disalurkan di wilayah Kapet Pare-Pare belum optimal dalam mendukung kegiatan usaha yang potensial, selain itu rendahnya sinergitas dan hubungan saling menjaga kepercayaan, penyaluran kredit masih bersifat sentralistik sehingga para nasabah merasa sulit mendapat bantuan modal, belum adanya agunan atau jaminan dari para nasabah sehingga pemberi kredit masih mempertimbangkan hal tersebut dan pola perencanaan Kapet Pare-Pare belum menerapkan sistem perencanaan partisipatif. Hasnawati. (2004) dalam makalahnya menjelaskan bahwa kelas kesesuaian lahan bagi tanaman berturutturut adalah jagung dengan kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai), S3 (sesuai marjinal) memiliki faktor penghambat kedalaman kedalaman efektif (r), kacang tanah dengan kelas kesesuaian lahan S2w,f (cukup sesuai) memiliki faktor penghambat kelembaban dan C-organik, padi sawah dengan kelas kesesuaian lahan S2wa,f (cukup sesuai) memiliki faktor penghambat ketersediaan air (wa) dan C-organik, kedelei dengan kelas kesesuaian lahan S2t,wa,f (cukup sesuai) dengan faktor penghambat suhu (t), ketersediaan air dan C-organik, ia juga memberi informasi bahwa dari empat jenis tanaman semusim, yang dapat dikembangkan hanya tiga saja yaitu jagung, kacang tanah dan kedelai. Enirawan. (2007). mengemukakan dalam tesisnya bahwa Kapet Bima memiliki beragam potensi sumber daya alam dalam pengembangan wilayah, kabupaten Bima dan Dompu memiliki karakteristik sebagai daerah pertanian dan perdagangan sedangkan kota Bima dengan karakteristik sebagai kota jasa dan perdagangan, sektor yang memiliki tingkat keunggulan yang paling tinggi adalah sektor tanaman bahan makanan dan industri pengolahan non migas, pola hubungan spasial dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial paling banayak diperoleh dari dalam kawasan dan sedikit saja yang diperoleh dari luar kawasan.
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak Provinsi Papua, yang terdiri dari 5 kawasan yaitu Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, dan Nabire, secara geografis terletak di 1º0’0’’ 3º30’0’’ LS dan 134º30’0’’ - 137º30’0” BT. Kapet Biak terdiri dari lima (5) Kabupaten yang berada di bagian utara pulau Papua. Identitas administrasi yang terdiri dari nama ibu kota, luas wilayah, jumlah kecamatan (distrik) dan desa (kampung) tertera pada Tabel 4.
19
Tabel 4. Administrasi Wilayah Kapet Biak di Provinsi Papua Tahun 2012 Wilayah Ibu Kota Luas Wilayah Jumlah Jumlah Kapet Biak (km²) Distrik Kampung Nabire Nabire 12.874,42 14 81 Waropen Botawa 5.364,07 10 87 Kep. Yapen Serui 2.432,77 14 111 Supiori Sorendiweri 671,09 5 38 Biak Numfor Biak 2.245,95 19 187 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Kegiatan penelitian meliputi persiapan, pengumpulan data, penelitian lapangan, analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama enam bulan dimulai pada bulan Juli hingga Desember 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yang diperoleh dari sumber tertulis seperti tertera dibawah ini : 1.
2. 3. 4. 5.
Data PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000, Kabupaten Nabire, Waropen, Kepulauan Yapen, Supiori dan Biak Numfor tahun 2005 sampai dengan tahun 2012 yang diperoleh dari BPS disetiap wilayah Kapet Biak dan BPS Provinsi Papua. Data produksi per jenis ikan dan jumlah/jenis alat tangkap di wilayah Kapet Biak tahun 2004 hingga tahun 2012 yang berasal dari BPS Provinsi Papua. RTRW Provinsi Papua diperoleh dari Bappeda Provinsi Papua. Data kemampuan lahan di wilayah Kapet Biak yang bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum. Sumber lain yang relevan dengan topik penelitian.
Alat yang digunakan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak ArcGIS 9.3, Microsoft Word dan Microsoft Excel. Peralatan penunjang berupa printer, kamera digital, handy cam, dan peralatan menulis. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder diperoleh dari buku, arsip, laporan penelitian, peta-peta serta data statistik dari beberapa instansi terkait. Tujuan penelitian, jenis, sumber data dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Tujuan penelitian, jenis dan sumber data serta output yang diharapkan Tujuan Menganalisis tipologi wilyah di Kapet Biak Provinsi Papua
Jenis Data Data Sekunder : PDRB sembilan sektor ekonomi Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 tahun 2005 – 2012.
Sumber Data BPS Kabupaten di wilayah Kapet Biak. BPS Provinsi Papua
Teknik Analisis Analisis Tipologi Klassen.
Output yang Diharapkan Diketahui tipologi wilayah Kapet Biak.
20 Tabel 5 (Lanjutan).
Menganalisis sektor unggulan di wilayah Kapet Biak Provinsi Papua
Data Sekunder : PDRB sembilan sektor ekonomi Atas dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 tahun 2005 – 2012. Peta RTRW Papua, Peta Kemampuan Lahan Wilayah Kapet Biak. Menganalisis Data Sekunder : produksi per potensi sumber jenis ikan dan jumlah/jenis daya ikan di alat tangkap tahun 2004 – Wilayah Kapet 2012. Biak Provinsi Papua
BPS Kabupaten di wilayah Kapet Biak. BPS Provinsi Papua. Kementerian Pekerjan Umum
a. Analisis Location Quotient b. Analisis Shift Share c. Kemampu an Lahan
BPS Provinsi Maximum Papua Sustainable Yield (MSY)
Diketahui sektor unggulan di wilayah Kapet Biak.
Diketahui potensi tangkapan maksimum lestari
Teknik Analisis Data Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka teknik analisis data yang digunakan dapat diuraikan berikut ini. Klasifikasi Wilayah Kapet Biak Kemajuan dan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah tentunya berbeda. Ada wilayah yang mampu memacu kegiatan ekonominya sehingga dapat tumbuh pesat. Di sisi lain ada pula wilayah yang tak dapat berbuat banyak sehingga siklus ekonominya stagnan di satu titik atau bahkan tumbuh negatif. Untuk dapat membandingkan tingkat kemajuan suatu wilayah dengan wilayah lain dalam suatu lingkup referensi yang sama, maka dapat digunakan Tipology Klassen sebagai alat analisis. Tipology Klassen melakukan pengelompokan wilayah berdasarkan dua karakteristik yang dimiliki wilayah tersebut yaitu PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi. Sjafrizal (1997) dan Kuncoro (2004) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan masing-masing daerah yaitu : 1. Kuadran I yaitu daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) atau disebut juga sebagai daerah maju (rapid growth region), merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata. 2. Kuadran II yaitu daerah yang sedang berkembang (low growth but high income), merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah tetapi pendapatan perkapitanya lebih tinggi dibanding rata-rata. 3. Kuadran III yaitu daerah belum berkembang (high growth but low income), merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonominya lebih tinggi tetapi pendapatan perkapita lebih rendah dibanding rata-rata. 4. Kuadran IV yaitu daerah relatif tertinggal atau daerah tidak berkembang (low growth and low income) atau merupakan daerah yang pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapitanya lebih rendah dibanding rata-rata. Berlandaskan pada dua karakteristik dasar yang dimiliki setiap daerah yaitu pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita maka daerah-daerah tersebut dapat
21
dikelompokkan kedalam empat kelompok sehingga tiap kelompok memiliki pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Daerah Menurut Analisis Tipologi Klassen r/y
yi < y
ri > r
Wilayah Belum Berkembang
ri < r
yi > y
Wilayah Tidak Berkembang
Wilayah Maju
Wilayah Sedang Berkembang
Sumber : Kuncoro. (2004). Dimana : ri1-5 : Laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Kapet Biak. yi1-5 PDRB perkapita di wilayah Kapet Biak r : Laju pertumbuhan ekonomi di provinsi Papua. y : PDRB per kapita di provinsi Papua Laju Pertumbuhan PDRB di setiap wilayah Kapet Biak diformulasikan sebagaiberikut : ri1-5 = ((PDRBt – PDBRt-1) / (PDRBt-1) x 100% Sedangkan Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Papua dihitung dengan rumus : r = ((PDRBt – PDBRt-1) / (PDRBt-1) x 100% Dimana : PDRB/PDRBt : PDRB/PDRB tahun tertentu PDRB/PDRBt-1 : PDRB/PDRB tahun sebelumnya Pendapatan per kapita wilayah Kapet Biak di hitung dengan cara membagi PDRB ADHK Tahun 2005 – 2012 dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Analisis Location Quotient Analisis Location Quotient untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (sektor). LQ merupakan suatu indeks yang digunakan untuk membandingkan pangsa suatu sektor tertentu (i) dalam wilayah tertentu (j) dengan pangsa total sektor tersebut dalam total sektor di wilayah Kapet Biak. Secara sederhana, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total sektor (i) pada sub wilayah ke-j terhadap persentase total sektor di wilayah Kapet Biak. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa; (1) kondisi geografis relatif seragam; (2) polapola aktivitas bersifat seragam; dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Indeks LQ dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
LQ Dimana : LQij
:
Xij
:
IJ
=
X /X X /X IJ
I.
.J
..
rasio persentase dari total sektor pada setiap Kabupaten terhadap persentase sektor total terhadap agregat wilayah Kapet Biak, nilai indikator sektor ke-j pada setiap Kabupaten di wilayah Kapet Biak
22
Xi.
:
X.j X..
: :
jumlah seluruh indikator sektor di setiap Kabupaten pada wilayah Kapet Biak, jumlah indikator sektor ke-j di wilayah Kapet Biak, dan penjumlahan nilai indikator seluruh sektor di wilayah Kapet Biak.
Kriteria yang digunakan dari perhitungan ini adalah: 1. Jika LQ > 1 maka sektor basis artinya sektor j di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif. 2. Jika LQ = 1 maka sektor non-basis artinya sektor j di lokasi penelitian tidak memiliki keunggulan, sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah tersebut. 3. Jika LQ < 1 maka sektor non-basis artinya sektor j di lokasi penelitian tidak dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri, sehingga diperlukan pasokan dari luar daerah. Analisis Shift Share (SSA) SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu Kabupaten di wilayah Kapet Biak, berdasarkan kinerja sektor lokal di wilayah Kapet Biak. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisis pergeseran kinerja suatu sektor di suatu Kabupaten untuk di pilih berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keunggulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun kabupaten yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan wilayah Kapet Biak. Ada tiga sumber penyebab pergesaran yaitu :
Komponen regional share, merupakan pertumbuhan wilayah Kapet Biak pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika di kawasan ini. Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total aktivitas/sektor secara relatif di wilayah Kapet Biak. Komponen differential shift, menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas/sektor di suatu kabuapaten pada wilayah Kapet Biak.
SSA Dimana : a : b : c : X.. : X.i : Xij : tl : t0 :
=
− 1 + (t 0)
X .. X ..
( t1)
a
X X
. j ( t1)
−
. j (t 0)
b
+ (t 0)
X .. X ..
( t1)
X X
ij ( t1)
−
ij ( t 0 )
X X
. j (t 0) . j ( t1)
c
komponen share, komponen proportional shift, komponen differential shift, nilai total sektor dalam wilayah Kapet Biak, nilai total sektor tertentu dalam wilayah Kapet Biak, nilai sektor tertentu dalam unit wilayah tertentu, titik tahun akhir, dan titik tahun awal.
Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu kabupaten dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitas/sektor tertentu karena secara fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal (komponen share dan propotional shift) tidak mendukung dan jika
23
komponen differential shift memiliki nilai negatif maka kinerja aktivitas/sektor bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Identifikasi Potensi Sektor Unggulan Analisis suatu sektor unggulan merupakan analisis untuk mengetahui sektor unggulan di wilayah Kapet Biak berdasarkan sumbangannya terhadap aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh nilai PDRB Tahun 2005 - 2012 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) dari Kabupaten Nabire, Waropen, Kepulauan Yapen, Supiori dan Biak Numfor. Analisis ini dilakukan dengan mengintegrasikan hasil analisis Location Quotient (LQ) dengan hasil Shift Share Analysis (SSA) di setiap wilayah Kapet Biak. Data yang digunakan pada analisis LQ berupa data rerata nilai PDRB ADHK Tahun 2005 – 2012, sedangkan pada analisis SSA menggunakan data rerata nilai PDRB ADHK Tahun 2005 – 2008 dan rerata nilai PDRB ADHK Tahun 2009 – 2012. Suatu sektor dikatakan unggul apabila memiliki sifat komparatif dan kompetitif di wilayah Kapet Biak. Komparatif merupakan kemampuan sektor untuk menjadi sektor basis tehadap sektor-sektor di wilayah Kapet Biak, sektor yang memiliki sifat komparatif ditandai dengan nilai LQ > 1. Kompetitif merupakan kemampuan suatu sektor untuk bersaing dengan sektor yang sama pada wilayah Kapet Biak. Sifat kompetitif sektor di wilayah Kapet Biak ditandai dengan nilai komponen Differential Shift (DS) pada hasil Shift Share Analysis yang positif. Analisis Kemampuan Lahan Penentuan sektor unggulan di wilayah Kapet Biak yang merujuk pada nilai produktivitas PDRB ADHK dengan pendekatan LQ dan SSA, dapat pula dilakukan dengan menganalisis potensi daya dukung lahannya (carrying capacity) di setiap wilayah Kapet Biak. Analisis kemampuan lahan merujuk pada (Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2011) yang menggunakan kriteria klasifikasi menurut Kingebiel & Montgomery (1961) kedua pakar ini tidak mengemukakan kriteria yang lebih pasti untuk mengelompokkan lahan kedala kelas, sub-kelas atau unit. Istilah-istilah “lereng landai’, kedalaman tanah yang kurang ideal’ merupakan istilah-istilah yang tidak kuantitatif (tidak dinyatakan dengan angkaangka) sehingga agak sulit diinterpretasi. Arsyad (1979) mengadakan modifikasi terhadap sistem ini dan mengemukakan kriteria klasifikasi kemampuan lahan yang lebih definitif yang diharapkan dapat diterapkan untuk lahan di Indonesia. Klasifikasi lahan penciri dalam klasifikasi kemampuan lahan hasil modifikasi ini adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit dapat diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan,drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat masam (cat-clay), batuan di permukaan tanah, ancaman banjir, atau genangan air yang tetap, dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas faktor penghambat atau ancaman (Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2011). Adapun faktor sebagaiberikut : 1. Tekstur tanah (t) Pengelompokkan berdasarkan ukuran liat, debu, lempung atau pasir yang dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu : t1 : halus : liat berdebu, liat
24
t2 : agak halus
: liat berpasir,lempung liat berdebu, lempung berliat, pung liat berpasir t3 : sedang : debu, lempung berdebu, lempung. t4 : agak kasar : lempung berpasir t5 : kasar : pasir berlempung, pasir 2. Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthit (k) Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut : k0 : dalam : > 90 cm k1 : sedang : 90 – 50 cm k2 : dangkal : 50 – 25 cm k3 : sangat dangkal : <25 cm 3. Lereng permukaan (l) l0 (A) : 0 – 3% : datar l1 (B) :3 – 8% : landai/berombak l2 (C) : 8 – 15% : agar miring/bergelombang l3 (D) : 15 – 30 : miring/berbukit l4 (E) : 30 -45 : agak curam : curam l5 (F) : 45 – 65% l6 (G) : > 65% : sangat curam 4. Erosi (e) Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut : e0 : tidak ada erosi :e1 : ringan : < 25% lapisan atas hilang e2 : sedang : 25 – 75% lapisan atas hilang e3 : berat : > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang e4 : sangat berat : > 75% lapisan atas hilang, > 25% lapisan bawah hilang 5. Permeabilitas (p) Permeabilitas digolongkan sebagai berikut : p1 : lambat : < 0,5 cm/jam p2 : agak lambat : 0,5 – 2,0 cm/jam : 2,0 – 6,25 cm/jam p3 : sedang p4 : agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam p5 : cepat : > 12,5 cm/jam 6. Drainase tanah (d) Drainase tanah diklasifikasi sebagai berikut : d0 : baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai lapisan paling bawah berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat becak-becak. d1
: agak baik
:
tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat becak-becak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah.
25
d2
: agak buruk
:
lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat becak-becak berwarna kuning, coklat atau kelabu. Becak-becak terdapat pada seluruh lapisan tanah
d3
: Buruk
:
bagian atau lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau becak-becak berwarna kelabu, coklat dan kekuningan
d4
: sangat buruk
:
seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat becakbecak kelabu, coklat dan kekuningan
Analisis Maximum Sustainable Yield Anonim. (2011). mengatakan bahwa maximum sustainable yield adalah suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang. Model ini dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan jenis spesies dan atau hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/CPUE) per spesies dan atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Gulland (1988) menguraikan bahwa maximum sustainable yield (MSY) adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan (stock) ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut. MSY mencakup tiga hal penting yaitu : a. Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan. b. Memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapaat dipertahankan dari waktu ke waktu. c. Besarnya hasil penangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan Selanjutnya model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari sediaan ikan, sebagai biomas yang uniform dan tidak berhubungan dengan komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tuna atau ikan lainnya. Tahapan perhitungan maximum sustainable yield sebagaiberikut : 1. Pengelompokkan jenis ikan untuk pengkajian stok Sumberdaya ikan dikelompokkan menjadi enam kelompok sumberdaya ikan, seperti yang disajikan pada Tabel 7.
26
No. 1 2 3 4 5 6
Tabel 7. Pengelompokkan Jenis Ikan untuk Pengkajian Stok Kelompok SDi Jenis-Jenis Ikan Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Udang Cumi-cumi Cucut dan Pari
Tenggiri, alu ,,,,dst Selar, kembung,,,dst Kerapu, peperek,,,,,,dst Windu, dogol,,,dll
2. Menghitung Produksi Total Tahunan Jika semua ikan sudah dapat dapat dikelompokkan ke dalam spesies group seperti yang tersaji pada Tabel 8 maka produksi tahunan kelompok jenis ikan tersebut dapat diperoleh melakukan penjumlahan. 3. Menghitung Fishing Power Index (FPI) Merujuk pada produksi jenis ikan per jenis ikan alat tangkap dapat dihitung hasil tangkapan per unit alat (C/A) untuk tahun tertentu. Alat tangkap yang mempunyai C/A tertinggi dinyatakan sebagai alat tangkap standar, dimana FPI = 1,00. Nilai FPI alat tangkap lainnya dikonversi ke nilai FPI yang tertinggi tersebut atau dapat terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perhitungan Fishing Power Index Alat Tangkap Produksi Jumlah C/A FPI Catatan (C) Alat (A) Pancing Alat tangkap dengan Gillnet C/A tertinggi, diberi ............. dll indeks FPI = 1,00. Alat lain dikonversi ke alat tangkap ini dengan cara membagi C/A alat lain tsb dengan C/A alat tangkap yang tertinggi. 4. Menghitung Total Upaya Total Upaya atau Effort Total, diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai effort dari alat tangkap yang digunakan, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan Total Effort Total Upaya Alat Tangkap Pancing Gillnet
FPI
2004 Ʃ. Alat
effort (f)
.......
.........
.......
.........
2012 Ʃ. Alat
f
27 Tabel 9 (Lanjutan). ...........dll Total Effort
...........
...........
5. Kalkulasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan Selanjutnya menghitung Catch Per Unit Effort (CPUE) atau Tangkapan Per Satuan Upaya dengan mengkomparasi Total Produksi Ikan dengan Total Effort tahunan, seperti yang tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Kalkulasi Catch Per Unit Effort Produksi (C) Total Effort (f)
Tahun 2004 ....... 2012
................ ................ ................
................ ................ ................
CPUE C/f ................ ................
Langkah terakhir adalah menghitung persamaan regresi antara CPUE tahunan dengan Total Effort tahunan dengan model linier Schaefer. Menurut model ini hubungan antara CPUE (c/f) dengan total effort mengikuti persamaan regresi : y = a – bx, dimana y = c/f, dan x = f. Menurut model Schaefer: c/f = a-bf c =af-bf². Pada titik effort maksimum (fmax), maka hasil tangkapan akan menjadi Nol. C =af-bf² = 0; Jika demikian pada titik tersebut a=bf; atau f=a/b. Pada tangkapan maksimum lestari (MSY), maka tingkat effort (Fopt) berada pada setengah effort maksimum (1/2 . a/b = a/2b). Selanjutnya nilai a/2b dimasukkan dalam persamaan regresi c =af - bf² maka cmax atau MSY = a²/4b dan fopt = a/2b. (Anonim. 2011). 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Wilayah Letak Geografis Secara geografis, wilayah Kapet Biak letaknya di utara pulau Papua dengan posisi astronomis berada di 100’0”- 30 30’00 LS dan 1340 30’0” - 1370 30’0” BT, yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat
: Samudera Pasifik : Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai : Kabupaten Paniai, Kabupaten Mamberamo Raya : Provinsi Papua Barat
Ditinjau dari luasan wilayah Kapet Biak, Kabupaten Nabire memiliki proporsi luasan lahan sebesar 54,58% dengan luas wilayah sebesar 12.874,42 km2, sedangkan Kabupaten Supiori memiliki luas terkecil dengan luas wilayah sebesar
28
671,09 km2 (2,85%), peta administrasi wilayah Kapet Biak, disajikan pada Gambar 4. Kondisi Topografi Keadaan topografi Kapet Biak bervariasi mulai dari dataran rendah yang berawa, perbukitan, dataran tinggi sampai pegunungan terjal. Dataran rendah berawa terutama terdapat daerah pantai baik pada bagian utara maupun selatan. Pada bagian selatan Kapet membentang daerah perbukitan dan pegunungan. Kondisi topografi di Kapet Biak bervariasi dari ketinggian 0 sampai ± 5.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Secara umum, variasi ketinggian tersebut meliputi : 1. Pulau Biak memiliki ketinggian wilayah dengan variasi 0 - 500 m disekitar wilayah pantai, variasi ketinggian 500 - 1000 mdpl di wilayah tengah Kabupaten Biak Numfor, sedangkan untuk Kabupaten Supiori memiliki ketinggian dengan variasi 0 - 500 m disekitar wilayah pantai, dan variasi ketinggian sekitar 500 - 2000 mdpl di wilayah tengahnya. 2. Pulau Yapen memiliki ketinggian wilayah dengan variasi 0 - 500 m di sekitar wilayah pantai, dan variasi ketinggian sekitar 500 - 2000 m dpl di wilayah tengah pulau Yapen. 3. Di wilayah Pulau Papua, untuk kabupaten Waropen memiliki ketinggian wilayah dengan variasi 0 - 500 mdpl di sekitar wilayah pantai, dan variasi 500 - 2000 mdpl di bagian tengah, dan kabupaten Nabire memiliki ketinggian wilayah dengan variasi 0 - 500 mdpl di sekitar pantai, sedangkan untuk bagian selatan memilki ketinggian variasi 500 - 3000 mdpl. Kondisi kemiringan lereng yang terdapat di wilayah Kapet Biak terdiri dari kelas : 1. Kelas lereng 0 - 8 %, merupakan wilayah dengan kelerengan datar, tersebar di sekitar kawasan pesisir pantai, dan kabupaten Biak Numfor. 2. Kelas lereng 8 - 15 %, merupakan wilayah dengan kelerengan bergelombang, tersebar di bagian timur dan selatan kabupaten Waropen, serta bagian timur hingga selatan Kabupaten Nabire 3. Kelas lereng 15 - 25 %, merupakan wilayah dengan kelerengan berbukit, tersebar di bagian barat Kabupaten Nabire, serta di bagian tengah Kabupaten Waropen. Karatkteristik Tanah dan Sumberdaya Mineral Tanah yang terdapat di Kapet Biak pada umumnya berasal dari batuan sedimen yang didominasi oleh mineral kapur dan kwarsa, sehingga sebagian besar tanah-tanah di Kapet Biak merupakan tanah yang tidak subur dan miskin unsurunsur hara. Berdasarkan peta tanah bagan yang dibuat oleh Lembaga Penelitian Tanah Tahun 1986, (dalam Master Plan Kapet Biak) terdapat enam jenis tanah yang terdapat di Kapet Biak. Keenam jenis tanah tersebut adalah : 1. Organosol Aluvial; Tanah ini merupakan tanah hasil proses pengikisan tanah di dataran tinggi, oleh karena itu sebaran tanah ini terdapat di dataran rendah atau dataran aluvial. Tanah jenis ini terutama terdapat di daerah dataran pantai di Kabupaten Nabire, Kepulauan Yapen dan Waropen.
29
Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Kapet Biak
30
2. Podsolik Merah Kuning Hidromorf kelabu; sebaran tanah ini terdapat di daerah dataran pantai Kabupaten Nabire, serta sebagian besar kabupaten Yapen. 3. Podsolik Coklat Kelabu; Jenis tanah ini terdapat di daerah perbukitan di sebagian kecil Kabupaten Nabire. 4. Latosol, jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang subur dan cocok untuk tanaman pertanian. Jenis tanah ini terutama terdapat di sebagian besar Pulau Yapen. 5. Mediteran Rensina; tanah jenis ini terdapat di Kabupaten Biak Numfor dan Supiori. Pertambangan dan penggalian yang terdapat di Kapet Biak meliputi bahan galian golongan A (Minyak dan Gas bumi, Batubara, Uranium, Nikel laterit), bahan galian B (Tembaga, Emas, Perak, dan lain-lain) serta bahan galian C (Batu Gamping, Pasir Besi, Fosfat, Kalsit, Pasir Kuarsa, Endapan Tras, Mika, Marmer, Granit). Granit merupakan salah satu komoditi bahan galian yang potensial untuk dikembangkan. Granit banyak digunakan sebagai bahan bangunan, yaitu sebagai penghias interior, pelapis dinding, lantai gedung dan juga digunakan sebagai bahan penghias, manik-manik dan sebagainya. Kabupaten Nabire juga memiliki
31
kandungan alam batu marmer mencapai 50.000.000 m³/100 ha. Lokasinya terletak di distrik Yaur. Tabel 11. Potensi Bahan Galian di Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Nabire
Yapen dan Waropen
Biak Numfor
Golongan A Secara hipotetik terdapat potensi uranium, nikel laterit yang berasosiasi dengan kromit. Potensi endapan mineral nikel laterit. Minyak (cekungan Biak) dengan sumberdaya hipotek sebesar 33,43 juta barel dan sumberdaya terambil 13,91 juta barel.
Bahan Galian Golongan B Potensi hipotetik endapan mineral Zn, Cr, Pb, Au, Ag dan As. Potensi endapan besi (Fe).
Golongan C Endapan granit dan pasir kuarsa.
Endapan Tras.
Endapan batu gamping, pasir besi, fosfat dan kalsit.
Sumber : Badan Pengelola Kapet Biak Klimatologi Iklim di wilayah Kapet Biak sebagai daerah tropis turut dipengaruhi evaporasi dari samudera pasifik dan teluk cenderawasih sehingga aktual musim penghujan dan kemarau sulit diukur tetapi BMG Biak dan Nabire melaporkan bahwa musim hujan terjadi selama bulan November - Maret, dan musim kemarau antara bulan April - Oktober. Berdasarkan banyaknya hari hujan yang terjadi di Kapet Biak, pada tahun 2012, maka rata-rata jumlah hari hujan selama setahun sebanyak 227 hari dengan jumlah curah 3.478,1 mm³. Rerata penyinaran matahari 63%, suhu maksimum rata-rata 30,95°C, suhu minimum rata-rata 24,2°C, suhu rata-rata di wilayah Kapet Biak 27,2°C, kelembaban rata-rata 86,5%, tekanan udara rata-rata 1.008,6 mb dan rerata kecepatan angin 3,75 knot (BPS Provinsi Papua. 2013). Hidrologi Kondisi hidrologi suatu daerah ditentukan oleh kondisi geologi dan iklim, termasuk banyaknya curah hujan yang terjadi dalam suatu wilayah. Kondisi hidrologi memiliki peranan yang penting dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, khususnya dalam penentuan kebutuhan dan kapasitas air tersedia dalam suatu wilayah. a) Air Tanah Air tanah terdiri atas air tanah bebas dan air tanah tertekan. Air tanah bebas merupakan air dangkal yang mengalir mengikuti morfologi tanah, sedangkan air tanah tertekan merupakan air yang terletak jauh di bawah tanah dengan lapisan berupa kedap air. Kondisi di Kapet Biak menunjukkan bahwa di setiap wilayah ditemukan sumber air tertekan, sedangkan air tanah bebas hanya ditemukan di dataran rendah dekat pantai pada endapan alluvial yang berada dekat air pemukaan.
32
b) Air Permukaan Air permukaan merupakan air yang mengalir melalui permukaan tanah, contohnya sungai dan mata air. kondisi debit air permukaan berfluktuasi tergantung kondisi curah hujan, geologi, dan morfologi wilayah. Pada wilayah Kapet Biak, sungai yang ada merupakan bagian aliran dari sungai-sungai besar yang terdapat di pulau Papua, sementara juga pada pulau Biak dan Pulau Yapen terdapat beberapa sungai yang mengalir. • Sungai yang terdapat di Kabupaten Waropen meliputi sungai senoba, sungai amewa, sungai wapoga, sungai siewa, sungai diewewa, sungai auwewa, sungai ziwa, sungai damar, sungai ilowa, sungai binatawo, sungai sobia, sungai sanoringga, sungai demba, sungai serami, sungai nadubuai, sungai siowaro. • Sungai yang terdapat di Kabupaten Nabire, meliputi sungai Ibraja, sungai mirura, sungai wosimi, sungai umbru, sungai maribe, sungai goro, sungai buani, sungai siebo, sungai siriwo, dan sungai warenai. • Sungai yang terdapat di Pulau Biak meliputi aliran sungai dasandoi, sungai snemanaok, sungai teluk bru, dan sungai sorendi. • Sungai yang terdapat di Pulau Yapen meliputi aliran sungai manpurwai, sungai naiwari, sungai dapapepi. Penggunaan Lahan Kondisi penggunaan lahan yang terdapat di wilayah Kapet Biak meliputi : a) Lahan kering, yang meliputi penggunaan lahan pekarangan seluas 41.439,05 ha, lahan perkebunan seluas 1.378,55 ha, kebun campuan seluas 29.279,27 ha, hutan seluas 2.294.543,19 ha, tanah rusak seluas 15.976,89 ha yang hanya terdapat di Kabupaten Biak Numfor, dan lahan lain-lain seluas 298.211,43 ha. b) Lahan basah, yang merupakan lahan yang digunakan untuk areal persawahan terdapat seluas 19.666,83 hektar hanya berada di Kabupaten Nabire, sedangkan keempat kabupaten lainnya tidak mengelola areal persawahan dengan optimal. Proporsi penggunaan lahan kering di wilayah Kapet Biak, disajikan pada Gambar 5.
tanah rusak 1%
lain-lain 11%
pekarangan kebun perkebunan 1% campuran 0% 1%
hutan 86%
Gambar 5. Penggunaan Lahan Kering di Wilayah Kapet Biak
33
Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Penduduk dan Perekonomian Kependudukan Jumlah penduduk di wilayah Kapet Biak mengalami perkembangan pertumbuhan secara cepat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pertambahan penduduk terjadi pada periode tahun 2007 hingga tahun 2012 di seluruh wilayah Kapet Biak. Berdasarkan data penduduk yang diperoleh, Kabupaten Nabire memiliki jumlah penduduk terbanyak dan paling sedikit di Kabupaten Supiori, tersaji pada Gambar 6. 145,248
134,917
88,611
26,081
Nabire
Kep. Yapen
Biak Numfor
Waropen
16,894
Supiori
Gambar 6. Diagram Jumlah Penduduk di Wilayah Kapet Biak Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Perekonomian Kondisi struktur perekonomian di wilayah Kapet Biak ditinjau berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2012, secara keseluruhan sektor pertanian masih memiliki peran terbesar dalam perekonomian wilayah dengan persentase sebesar 23,12% dengan nilai sebesar 1.395.993,76, kemudian sektor jasa dengan persentase sebesar 20,11% dengan jumlah sebesar 1.214.253,66, selanjutnya sektor bangunan 1.008.639,89 atau sebesar 16,70%, lalu diikuti berturut-turut sektor perdagangan 905.673,05 (15%), sektor pengangkutan 690.326,82 (11,43%), keuangan 390.110,52 (6,46%), pertambangan 256.307,42 (4,24%), industri 138.919,55 (2,30%) dan yang terkecil adalah sektor listrik bernilai 38.684,58 atau ekuivalen dengan 0,64%. Perekonomian di masing-masing wilayah Kapet Biak yang diindikasikan oleh PDRB atas harga dasar harga berlaku tahun 2012 sebagaiberikut : 1. Kabupaten Nabire memiliki jumlah PDRB terbesar dengan nilai 2.348.360,88 (dalam jutaan rupiah), dengan dominasi peran sektor pertanian sebesar 701.477,01 (dalam jutaan rupiah) memiliki persentase sebesar 29,87% kemudian diikuti sektor bangunan 433.214,97 dengan persentase sebesar 18,45%, selanjutnya sektor jasa-jasa dengan nilai sebesar 343.095,95 memiliki persentase sebesar 14,61%, dan sektor perdangangan dengan nilai
34
2.
3.
4.
5.
342.254,64 memiliki persentase sebesar 14,57%, lalu disusul oleh sektor pertambangan 215.083,39 (9,16%), pengangkutan 182.528,04 (7,77%), keuangan 101.322,24 (4,31%), industri 15.325,26 (0,65%) dan yang terkecil adalah sektor listrik 14.059,38 setara dengan 0,60%. Kabupaten Biak Numfor memiliki jumlah PDRB sebesar 1.913.371,85 (dalam jutaan rupiah) dengan dominasi terbesar, yaitu sektor pengangkutan sebesar 394.033,33 memiliki persentase sebesar 20,59%, selanjutnya sektor perdagangan dengan nilai sebesar 348.996,60 memiliki persentase sebesar 18,24%, diikuti oleh sektor jasa-jasa dengan nilai sebesar 334.495,11 atau setara dengan 17,48%, lalu sektor pertanian sebesar 332.696,97 memiliki persentase sebesar 17,39%, sedangkan sektor terkecil adalah sektor listrik dengan nilai sebesar 18.059,71 yang ekuivalen dengan 0,94%. Kabupaten Waropen memiliki jumlah PDRB sebesar 452.704,84 di dominasi sektor bangunan sebesar 31,48% atau senilai 142.495,36 selanjutnya sektor jasa , pertanian, perdangangan dan yang terkecil adalah sektor listrik, jumlah nilai dan persentase masing-masing tertera dibawah ini (138.951,66 = 30,69%); (25,17% = 113.926,32); (4,60% = 20.836,49); (0,13% ekuivalen dengan jumlah sebesar 596). Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki jumlah PDRB sebesar 883.783,78 dengan dominasi terbesar, yaitu sektor jasa-jasa dengan nilai sebesar 300.029,42 memiliki persentase sebesar 33,95%, selanjutnya sektor perdagangan dengan nilai sebesar 149.009,12 memiliki persentase sebesar 16,86%, diikuti sektor pertanian dengan nilai sebesar 140.748,76 setara dengan 15,93%, kemudian sektor bangunan dengan nilai sebesar 89.437,99 memiliki persentase sebesar 10,12%, sedangkan sektor terkecil adalah sektor listrik dengan nilai sebesar 5.890,25 atau identik dengan 0,67 %. Kabupaten Supiori memiliki jumlah PDRB sebanyak 440.687,91 di dominasi oleh sektor bangunan dengan nilai 154.298,32 (35,01%) selanjutnya sektor pertanian dengan nilai sebesar 107.144,70 atau 24,31%, diikuti sektor jasa dengan nilai sebesar 97.681,52 (22,17%) kemudian sektor perdangangan sebesar 44.576,20 atau 10,12%, sedangkan sektor terkecil adalah sektor listrik sebesar 0,02% atau 79,23 juta. Pertanian 23%
Keuangan 7%
Jasa 20% Pertambangan Industri 4% 2%
Pengangkutan 11% Perdagangan 15%
Bangunan 17%
Listrik 1%
Gambar 7. Persentase PDRB ADHB di Wilayah Kapet Biak Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sub Sektor Pertanian
35
Pertanian merupakan sektor penting dan berpotensi besar dalam menunjang pembangunan wilayah Kapet Biak. sebagai salah satu sektor yang memiliki potensi ekonomis, selain itu sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk. Ditinjau jumlah produksinya, persentase produksi ubi jalar memiliki jumlah terbesar sebanyak 39,33%, sedangkan persentase produksi terendah adalah komoditas kacang ijo 0,63% Secara lengkap produksi tanaman pertanian yang ada di wilayah Kapet Biak,terdiri dari tanaman ubi jalar sebesar 13.391 ton, ubi kayu sebanyak 12.725 ton, padi sawah/ladang sebanyak 3.146 ton, sagu sebesar 2.066 ton, jagung sebanyak 1.532 ton, kacang tanah sebesar 523 ton, kacang kedelei sebesar 461 ton dan kacang ijo sebanyak 214 ton. Persentase agregat tanaman pangan di wilayah Kapet Biak disajikan pada Gambar 8. Kacang Kedelei 1% Kacang Tanah 2%
Kacang Ijo 1% Padi 9%
Ubi Jalar 39%
Sagu 6% Jagung 5%
Ubi Kayu 37%
Gambar 8. Persentase Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Kapet Biak Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Selain tanaman pangan terdapat pula tanaman perkebunan yang di hasilkan kawasan ini antara lain komoditas kelapa dalam dengan produksi sebesar 6.390 ton, kakao sebanyak 1.899 ton, kopi sebesar 122 ton, pinang sebesar 42 ton dan komoditas cengkeh yang paling rendah produksinya sebesar 2 ton. Persentase produksi tanaman perkebunan di wilayah Kapet Biak disajikan pada Gambar 9. Cengkeh 0%
Kopi 1%
Pinang 1%
Kakao 22% Kelapa Dalam 76%
Gambar 10. Jumlah dan Jenis Alat Tangkap di Wilayah Kapet Biak Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013).
36
Sub Sektor Perikanan Sektor perikanan laut atau laut yang merupakan habitat dari berbagai sumber daya ikan adalah sumber daya bersama yang dimiliki oeh Kapet Biak, yangmana sumberdaya ini memberikan ekspektasi besar bagi masyarakat di wilayah tersebut, kondisi geobiofisik wilayah telah memberikan banyak pengalaman dan implementasi dalam mengelola sumber daya yang ada, secara kasat mata kita mengetahui bahwa sumberdaya ikaan di wilayah tersebut masih di bawah ambang tangkapan maksimum lestari. BPS Provinsi Papua. (2012). Menyampaikan bahwa sumber daya ikan yang tersedia di wilayah tersebut sebanyak 40.830,80 ton/tahun, dengan klasifikasi ikan demersal sebanyak 6.624,20 ton/tahun, pelagis besar 16.121 ton/tahun, pelagis kecil 17.986,29 ton/tahun, sedangkan rata-rata tangkapan produksi udang dan cumi-cumi/sontong terhitung tahun 2004 hingga tahun 2012 masing-masing sebanyak 25,62 ton/tahun dan 41,4 ton/tahun, sementara produksi ikan cucut dan pari sebanyak 32,6 ton/tahun. Alat tangkap ikan yang biasa digunakan masyarakat di wilayah Kapet Biak tertera pada Gambar 10.
Biak Numfor Kep. Yapen Nabire 0
1000
2000
3000
4000
5000
Lain-lain
Perangkap
Pancing
Jaring Insang
Pukat Cincin
Pukat Kantong
6000
7000
8000
Jaring Angkat
Gambar10.10Jumlah menjelaskan bahwa alat tangkap ikan yang Gambar dan Jenis Alat Tangkap di Wilayah Kapetpaling Biak dominan adalah pancing, sedangkan perahu/kapal Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). yang paling banyak di miliki oleh semua penduduk di wilayah Kapet Biak adalah perahu tanpa motor atau perahu dayung dengan jumlah keseluruhan 11.890 unit, perahu motor sebanyak 3.346 unit dan kapal motor sebanyak 894 unit, rinciannya tertera pada Gambar 11.
Waropen Supiori Biak Numfor Kep. Yapen Nabire 0
500
1000
Perahu Motor Tempel
1500
2000
2500
3000
Perahu Tak Bermotor
3500
4000
Kapal Motor
Gambar 11. Jumlah dan Jenis Armada Perikanan Laut Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013).
4500
37
Jumlah/jenis alat tangkap dan jumlah/jenis armada melaut yang di miliki oleh nelayan atau penduduk di wilayah Kapet Biak yang bermata pencaharian sebagai nelayan biasanya lebih dari satu. Adapun jumlah rumah tangga nelayan di kawasan ini tersaji pada Gambar 12. 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
2008 2009 2011 2012 Nabire
Waropen
Kep. Yapen
Supiori
Biak Numfor
Gambar 12. Jumlah Rumah Tangga Nelayan di Wilayah Kapet Biak Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sektor Industri Kegiatan industri yang ada pada wilayah Kapet Biak diantaranya berupa industri besar, industri sedang (berupa industri pengolahan kayu hasil hutan, industri logam, elektronika dan mesin), industri kecil (kerajinan, industri kimia, industri agro, industri logam mesin dan elektronika). Berdasarkan jumlah unit perusahaan yang terdapat di Kapet Biak, terdapat peningkatan jumlah unit perusahaan yang ada, dimana pada tahun 2011 jumlah unit perusahaan sebanyak 1.354 perusahaan kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 1.461 unit. Tabel 12. Jumlah Industri di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Industri Kecil Industri Sedang/Besar 2011 2012 2011 2012 Nabire 499 527 Waropen 12 26 Kep. Yapen 234 254 12 14 Supiori 36 54 Biak Numfor 555 576 6 8 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sub Sektor Pariwisata Berdasarkan tinjauan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa obyek penting pariwisata yang terdapat di kawasan Kapet Biak memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga diharapkan mampu menarik jumlah wisatawan untuk datang berkunjung, namun potensi ini belum semuanya dapat dimanfaatkan secara optimal. Beberapa potensi wisata yang ada, antara lain: 1) Wisata Bahari
38
Kapet Biak memiliki potensi wisata bahari yang besar untuk dikembangkan. Mengingat luasnya perairan laut yang ada di tiap-tiap kabupaten, pada wilayah Kapet Biak. Potensi wisata bahari ini berupa keindahan laut seperti pantai berpasir putih, serta pemandangan yang indah di dasar laut. Lokasi yang memiliki potensi wisata bahari tersebar di Pulau Biak meliputi P. Owi, P. Rurbas, P. Barito, P. Korem, P. Pakreki, kemudian pantai disekitar kabupaten Yapen dan kabupaten Waropen terdapat di Kep. Ambai, pantai di sekitar kabupaten Nabire meliputi di P. Aggramiok, yang mana terdapat 4 Kepulauan Moor dengan potensi pantai berpasir halus, serta taman laut dengan beraneka ragam keindahannya. 2) Wisata Alam Wisata ini menawarkan keindahan pegunungan, pesona keanekaragaman flora dan fauna. Potensi ini tersebar di Pulau Biak, yakni Air terjun Wardo, Cagar alam di Biak Utara, Pantai Wafor, P. Insumbabi, P. Syariba. Di Yapen Waropen meliputi bagian tengah P. Yapen dengan kekayaan jenis flora dan fauna (terutama habitat burung Cendrawasih). serta di Nabire terdapat keindahan sungai yang menarik untuk diarungi, seperti Sungai Waren dan Wanggar. 3) Wisata Sejarah Potensi wisata sejarah yang menawarkan tempat-tempat bersejarah seperti peninggalan bekas perang dunia kedua perlu dikembangkan menjadi tempat wisata yang menarik. Tempat-tempat yang dimaksud diatas yakni : Goa Jepang, Tugu Perjuangan Van Hassel dan Markas Jend. MC Arthur di P. Owi dan Wundi yang terletak di Kabupaten Biak Numfor. Selain itu tempattempat peninggalan benda bersejarah di Kapet Biak hampir tersebar di kabupaten lain, seperti Tugu Sam Ratulangi di Yapen Waropen. Infrastruktur Wilayah Sarana dan Prasarana Wilayah Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Kapet Biak terdiri dari sarana pendidikan TK, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Taman Kanak-Kanak merupakan sarana pendidikan bagi anak-anak usia dini terdapat di seluruh wilayah Kapet Biak, Kabupaten Nabire memiliki jumlah TK terbanyak sebesar 47 unit, sedangkan pada kabupaten waropen hanya terdapat 3 unit. Sekolah Dasar (SD) sebagai sarana pendidikan dasar terdapat diseluruh wilayah KAPET Biak, Kabupaten Biak Numfor memiliki jumlah SD terbanyak sebesar 161 unit, sedangkan di Kabupaten Supiori hanya terdapat 40 unit. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tersebar di seluruh wilayah KAPET Biak dengan keberadaan terbanyak berada di Kabupaten Biak Numfor sebanyak 46 unit, sedangkan jumlah SLTP terendah berada di Kabupaten Waropen sebanyak 9 unit.
39
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terdapat di seluruh wilayah Kapet Biak dengan jumlah terbesar sebanyak 18 unit SLTA berada di Kabupaten Nabire, dan 9 unit SMK, sedangkan jumlah terkecil terdapat di Kabupaten Waropen sebanyak 2 unit SLTA, dan SMK paling sedikit di Kabupaten Supiori sebanyak 1 unit. Detail jumlah taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan tingkat atas di wilayah Kapet Biak, terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sarana Pendidikan di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Jumlah Sarana Pendidikan TK SD SLTP SMA SMK Nabire 47 101 31 18 Waropen 3 41 9 2 Kep. Yapen 10 119 28 7 Supiori 14 40 11 6 Biak Numfor 18 161 46 14 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). * : Tidak tersedia data.
PT 9 2 5 1 6
*
Sedangkan Jumlah fasilitas kesehatan terbanyak berupa rumah sakit di Kabupaten Biak Numfor sebanyak 3 unit, prasarana puskesmas terbanyak di Kabupaten Nabire sebesar 24 unit, prasarana puskesmas pembantu (pustu) terbanyak di Kabupaten Biak Numfor 51 unit, sedangkan pos pelayanaan terpadu (posyandu) terbanyak di Kabupaten Nabire sebesar 240 unit. Jumlah fasilitas kesehatan terendah, di Kabupaten Supiori dan Kabupaten Waropen tidak memiliki rumah sakit, prasarana puskesmas terendah berada di Kabupaten Supiori sebesar 5 unit, prasarana posyandu terendah di Kabupaten Supiori sebesar 34 unit, perinciannya tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Prasarana Kesehatan di Wilayah Kapet Biak Tahun 2012. Wilayah Kapet Biak Nabire Waropen Kepulauan Yapen Supiori Biak Numfor
Rumah Sakit (unit) 1 1 1 3
Puskesmas (unit) 24 10 10 5 17
Pustu (unit) 41 25 46 23 51
Posyandu (unit) 240 70 127 32 230
Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sarana peribadahan merupakan fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat guna beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan dan kepercayaannya. Keberadaan sarana peribadatan dipengaruhi oleh struktur penduduk menurut agama yang dianut. Mayoritas penduduk di wilayah Kapet Biak memeluk agama kristen protenstan sehingga sarana yang jumlahnya paling banyak adalah gereja protestan. Selain itu, keberadaan pemeluk agama lain, yaitu Katolik, Islam, Hindu dan Budha mempengaruhi keberadaan sarana peribadatan lainnya, yang berupa
40
gereja katolik, masjid/musholla, pura, dan wihara, jumlah rumah ibadat kelima agama di wilayah Kapet Biak tersaji pada Tabel 15. Tabel 15. Banyaknya Rumah Ibadah di Wilayah Kapet Biak Wilayah Mesjid Mushola Gereja Gereja Pura Kapet Biak Protestan Katolik Nabire 33 420 30 5 Waropen 13 275 2 Kep.Yapen 12 4 475 3 1 Supiori 1 80 Biak Numfor 38 2 370 4 2 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sarana Perekonomian
Wihara 1 1 1
Perekonomian sebagai salah satu aspek penting dalam pembangunan memang perlu ditingkatkan, dengan pertimbangan, perekonomian merupakan salah satu aspek pendukung utama dalam perkembangan masing-masing daerah, terutama untuk menjawab tuntutan dari otonomi daerah dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu, sarana perekonomian juga perlu ditingkatkan untuk mendukung aktivitas perekonomian tersebut. Sarana perekonomian di wilayah Kapet Biak meliputi berbagai macam bank serta koperasi yang tersebar merata di seluruh Kabupaten. Tabel 16. Jumlah Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro di Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Nabire Waropen Kepulauan Yapen Supiori Biak Numfor
Sarana Perekonomian Bank Koperasi 12 302 4 30 8 117 1 13 12 206
Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Sarana Transportasi A. Sarana Tranportasi Darat Jaringan pelayanan transportasi jalan (baik barang maupun penumpang) pada Kapet Biak didominasi oleh angkutan kota dan angkutan pedesaan pada setiap Kabupaten. Dengan demikian interaksi wilayah dalam setiap kabupaten di wilayah Kapet Biak sudah ada, sementara interaksi antar Kabupaten dalam wilayah ini masih jarang. Interaksi antar Kabupaten dalam wilayah Kapet Biak masih terbatas pada angkutan antar kota dalam Provinsi yaitu trayek Biak – Supiori dan trayek Nabire – Enarotali (interaksi dengan wilayah di luar Kapet Biak). Jumlah kendaraan bermotor yang terdapat di wilayah Kapet Biak terdiri dari 1.102 unit mobil penumpang, 3.915 unit mobil bus, 2.315 unit mobil barang, dan 38.412 unit sepeda motor. Kabupaten Yapen memiliki jumlah unit mobil penumpang terbanyak sebesar 521 unit, dan jumlah unit terbanyak mobil barang sebesar 982 unit, Kabupaten Nabire memiliki jumlah unit terbanyak mobil barang sebesar
41
1.884 unit, dan jumlah unit terbanyak sepeda motor sebesar 16.686 unit. Sedangkan belum tersedia data untuk Kabupaten Supiori dan Kabupaten Waropen. Tabel 17. Jumlah Kendaraan Bermotor di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Nabire Waropen Kepulauan Yapen Supiori Biak Numfor
Mobil Penumpang 2.646 * 2.472 * 2.744
Kendaraan Bermotor Bis Mobil Barang 45 2.061 * * 31 133 * 19
* 1.157
Sepeda Motor 34.475 * 3.647 * 22.794
Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). * : Tidak tersedia data. Besarnya potensi permintaan pada jaringan transportasi jalan tidak dapat diketahui karena tidak adanya informasi akan hal tersebut. Informasi akan jumlah frekuensi jaringan pelayanan transportasi jalan juga tidak didapatkan sehingga kapasitas dan aksesaibilitas sangat sulit diukur. Tipe terminal penumpang yang ada di wilayah Kapet Biak semuanya tipe C. Terminal ini berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan kota dan pedesaan. Sementara kondisi terminal pada umumnya adalah semi permanen karena pada umumnya terminal di wilayah Kapet Biak tidak dilengkapi dengan fasilitas seperti layaknya terminal (hanya terdiri atas ruang pengelola dan tempat parkir kendaraan). Terminal di wilayah ini hanya digunakan sebagai akhir dan awal dari suatu perjalanan (tempat berputar kendaraan). Tabel 18. Terminal Angkutan Transportasi Darat di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Keberadaan Jumlah Tipe Kondisi Nabire Ada 4 C Semi Permanen Waropen Tidak Ada Kepulauan Yapen Ada 1 C Semi Permanen Supiori Tidak Ada Biak Numfor Ada 3 C Semi Permanen Sumber : Badan Pengelola Kapet Biak B. Sarana Transportasi Laut Jaringan pelayanan transportasi penyeberangan saat ini melayani beberapa kota di wilayah Kapet Biak terutama yang berada pada daerah – daerah di kawasan Teluk Cendrawasih. Penyeberangan yang berpangkalan di Biak saat ini terdiri dari lintasan yaitu: • Lintasan Biak – Serui – Waren – Nabire PP Trayek dilayani oleh KMP. GUTILA dengan Frekuensi pelayaran sekali seminggu. KMP. GUTILA mempunyai ukuran 495 GRT dengan kapasitas penumpang 500 orang. Jaringan pelayanan transportasi laut di Kapet Biak saat ini melayani angkutan penumpang dan atau angkutan barang. Angkutan penumpang dilayani oleh angkutan PT. Pelni dengan trayek tetap dengan frekuensi pelayaran sekali dalam 2 minggu dengan kapasitas penumpang 1000 – 2000 orang. Adapun Trayek angkutan PT. Pelni yang menyinggahi daerah di wilayah Kapet Biak adalah :
42
•
Trayek Jayapura - Biak – Serui – Nabire – Manokwari – Sorong – Ternate – Bitung – Pantoloan – Balikpapan – Surabaya – Jakarta oleh KM. NGGAPULU. • Trayek Jayapura - Serui – Biak – Manokwari – Sorong – Ternate – Bitung – Banggai – Baubau – Makassar – Jakarta oleh KM. SINABUNG. • Trayek Surabaya – Makassar – Sorong – Manokwari – Jayapura – Nabire oleh KM. LABOBAR. • Trayek Surabaya – Makassar – Kupang – Ambon – Fakfak – Sorong – Nabire – Jayapura – Serui oleh KM. DOROLONDA. Wilayah KAPET Biak juga dilayani oleh trayek angkutan perintis yang memuat orang dan barang dengan frekuensi 2 kali sebulan. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : AL.59/2/1 – 04 Tahun 2004 tentang Jaringan trayek dan kebutuhan kapal angkutan laut perintis tahun anggaran 2005, wilayah Kapet Biak dilayani oleh trayek : - Trayek R 32 : Jayapura – Sarmi – Serui – Ansus – Biak – Saribi (P.Numfor) – Manokwari – Sorong – Teminabuan – Inanwatan dilayani oleh Kapal dengan kapasitas 350 DWT - Trayek R 33 : Jayapura – P.Jamna – Sarmi – Teba – Kaipuri – Poiway – Koweda – Waren – Wooi – Poom – Biak – Saribi – Manokwari dilayani oleh kapal dengan kapasitas 350 DWT - Trayek 34 : Jayapura – Sarmi – Kurudu – Puiway – Kuweda – Waren – Serui – Dawai – Biak – P.Mapia dilayani oleh kapal dengan kapasitas 200 DWT - Trayek 35 : Biak – Korido – P.Mapia – Korido – Biak – Miosbepondi – Saribi – Manokwari – Saukorem – Manokwari – Saribi – Miosbepondi – Biak dilayani oleh kapal dengan kapasitas 350 DWT - Trayek R 36 : Biak – Korido – Saribi – Manokwari – Oransbari – Windesi – Wasior – P.Roon – Nabire – Wapoga – Waren – Koweda – Kaipuri – Dawai – Serui – Ansus – Poom – Biak dilayani oleh kapal dengan kapasitas 350 DWT - Trayek R 37 : Biak – Poom – Ansus – Serui – Dawai – Kaipuri – Koweda – Waren – Wapoga – Nabire - P.Roon – Wasior – Windesi – Oransbari – Manokwari – Saribi – Korido – Biak dilayani oleh kapal dengan kapasitas 350 DWT Selain itu, wilayah Kapet Biak juga dilayani oleh kapal – kapal angkutan barang dengan trayek tidak tetap yang dilakukan oleh kapal – kapal swasta dengan frekuensi yang tidak tetap pula, dan dilihat dari jumlah lalu lintas angkutan laut di wilayah Kapet Biak, maka jumlah kunjungan kapal yang menyinggahi pelabuhan di wilayah tersebut sebesar 897 kali, dengan jumlah penumpang yang datang sebanyak 155.329 orang dan jumlah penumpang berangkat sebesar 147.629 orang, tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Lalu Lintas Angkutan Laut di Wilayah Kapet Biak Wilayah Jmlh Kunjungan Kapal Penumpang (Org) Kapet Biak (unit) Datang Berangkat Nabire 260 80.641 85.819 Waropen 374 18.247 15.449 Kepulauan Yapen 112 13.155 6.214 Supiori Biak Numfor 151 43.286 40.147
43
Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Jaringan prasarana transportasi laut termasuk penyeberangan terdiri dari simpul berupa pelabuhan dan ruang lalu lintas kapal berupa alur pelayaran. Berbeda dengan transportasi darat dimana ruang lalu lintas (jalan raya) mempunyai kapasitas yang terbatas sehingga perlu direncanakan dengan baik maka pada transportasi laut ruang lalu lintas berupa alur pelayaran tidaklah menjadi masalah yang berarti. Hampir semua Kabupaten yang berada dalam wilayah Kapet Biak mempunyai pelabuhan, bahkan ada diantara kabupaten tersebut memiliki lebih dari satu pelabuhan. Namun dari sekian banyak pelabuhan yang ada di Kapet Biak terdapat 2 (dua) pebuhan utama, yaitu : a) Pelabuhan Biak yang merupakan pelabuhan Utama tersier, dan b) Pelabuhan Nabire yang merupakan pelabuhan Utama Tersier. Tabel 20. Kondisi Prasarana Angkutan Laut Wilayah Panjang Lebar Struktur Kapet Biak Dermaga (m) Dermaga (m) Nabire 70 8 Beton/Baja Waropen 70 8 Beton/Baja Kepulauan 140 8 Beton/Baja Yapen Yenggarbun 103 5 Beton/Baja Korido 70 2 Beton/Baja Biak 202 13 Betob/Baja Numfor 140 8 Beton/Baja Sumber : Badan Pengelola Kapet Biak.
Kapasitas (ton/m²) 1,5 * 1,5 2,5 1,5* 3,0* 2,0
C. Sarana Transportasi Udara Jaringan pelayanan transportasi udara di wilayah Kapet Biak dilayani dengan angkutan komersial dan angkutan non komersial (perintis). Jaringan pelayanan ini menghubungkan beberapa wilayah di Kapet Biak dan di luar Kapet Biak seperti Jakarta, Makassar, Manado, Denpasar, Surabaya dan Jayapura. Adapun penerbangan di wilayah Kapet Biak, tersaji pada Tabel 21. Tabel 21. Rute Penerbangan di Wilayah Kapet Biak Rute Penerbangan Jenis Pesawat Maskapai Frekuensi Jakarta – Makasar – B737 Garuda/Sriwijaya 9 x seminggu Biak – Jayapura Biak – Manokwari – DHT/DHC6 Babo Biak - Serui DHT/DHC6 Biak - Nabire DHT/DHC6/F27 Biak – Numfor - DHT/DHC6 Manokwari Biak - Waropen DHT/DHC6 Sumber : Badan Pengelola Kapet Biak.
Avia Star/Trigana
3 x seminggu
Avia Star/Trigana Avia Star/Trigana Avia Star/Trigana
3 x seminggu 3 x seminggu 3 x seminggu
Avia Star/Trigana
2 x seminggu
Pergerakan arus penumpang pada wilayah Kapet Biak yang menggunakan pelayanan transportasi udara dilihat dari jumlah penerbangan yang singgah
44
(datang) sebanyak 18.561 flight sedangkan yang berangkat 18.610 flight, jasa penerbangan di manfaatkan semua orang dengan jumlah total penumpang yang datang sebesar 199.196 orang dan penumpang yang berangkat sebanyak 229.640 orang, rinciannya tersaji pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah Lalu Lintas Angkutan Udara di Wilayah Kapet Biak Bandar Udara Penerbangan Penumpang Datang Berangkat Datang Berangkat Nabire 11.408 11.451 51.133 73.240 Sudjarwo (Kep. Yapen) 1.129 1.129 8.476 10.846 Frans Kaisiepo (Biak) 6.024 6.030 139.587 145.554 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013). Listrik Penyediaan jaringan listrik di wilayah Kapet Biak tersedia sebanyak 68 unit dengan jumlah kapasitas terpasang sebesar 40.915 Kw, jumlah kemampuan mesin sebesar 28.091 kw, dan jumlah beban puncak sebesar 22.041 kw. Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki jumlah unit terpasang terbesar sebanyak 27 unit, sedangkan kapasitas terpasang tertinggi di Kabupaten Biak Numfor sebesar 17.804 Kw dan beban puncak terendah di Kabupaten Supiori, sebasar 48 Kw, rinciannya tertera pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah dan Kapasitas Listrik di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapsitas Kemampuan Beban Kapet Biak Jmlh Unit Terpasang Mesin Puncak (Kw) (Kw) (Kw) Nabire 25 11.040 7.460 5.391 Waropen 16 3.308 3.178 2.047 Kepulauan Yapen 27 8.684 4.765 4.345 Supiori 2 80 64 48 Biak Numfor 23 17.804 12.624 10.210 Sumber : BPS Provinsi Papua. (2013).
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Wilayah Klassen mengelompokkan wilayah berdasarkan indikator laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Adapun laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di wilayah Kapet Biak tahun 2006 hingga 2012, masingmasing tersaji pada Tabel 24 dan Tabel 25. Tabel 24. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Nabire Waropen Kep. Yapen
Pertumbuhan Ekonomi (%) 2006
2007
4,43 12,74 6,17
4,23 12,23 6,86
2008 8,31 8,43 6,15
2009
2010
2011
2012
7,71 12,34 5,15
10,08 16,09 6,72
5,77 14,63 3,33
7,48 12,89 4,40
Rerata 6,86 12,76 5,54
45
Supiori Biak Numfor
12,42 8,03
13,19 7,64
8,58 5,73
6,55 6,17
6,64 7,61
4,37 4,07
5,32 7,27
8,15 6,65
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Tabel 24 menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di wilayah Kapet Biak dalam kurun waktu tujuh tahun terjadi perbedaan antara kelima Kabupaten di kawasan tersebut, rerata Kabupaten yang tertinggi pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Waropen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 12,76% dan yang terendah pertumbuhan ekonominya adalah Kepulauan Yapen senilai 5,54%. Sedangkan pendapatan per kapita di wilayah Kapet Biak tersaji pada Tabel 25. Tabel 25. Pendapatan Per Kapita di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak
PDRB Per Kapita (Juta/Tahun) 2006
Nabire Waropen Kep. Yapen Supiori Biak Numfor
3,90 3,80 3,82 7,15 5,05
2007 4,01 4,20 4,11 8,09 6,83
2008 4,28 4,48 4,27 8,77 7,10
2009 7,66 7,49 4,40 9,33 7,41
2010 6,79 5,55 4,49 7,93 6,99
Rerata 2011 7,03 6,02 4,51 8,00 7,06
2012 6,90 6,78 4,54 8,20 7,33
5,80 5,47 4,31 8,21 6,82
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Pengelompokkan wilayah berbasis pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita sehingga kedua indikator ini harus diketahui, adapun PDRB per kapita tertinggi di Kabupaten Supiori dan terendah di Kabupaten Kepulauan Yapen penyebab tinggi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di Kabupaten tersebut karena dipengaruhi oleh sektor jasa, pertanian dan juga komitmen stakeholders dalam mengembangkan wilayahnya sesuai visi dan misi kepala daerah yang telah ditetapkan, sebuah gejala yang terjadi apabila setiap lima tahun terjadi restrukturisasi pimpinan daerah maka yang terjadi adalah perubahan visi dan misi sehingga memulai dengan babak baru dalam suatu program pembangunan di wilayah Kapet Biak akibatnya tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut.Gambaran lain dari fluktuatif pertumbuhan ekonomi yang tidak kondusif menunjukkan tidak terjadi perubahan atau tidak terjadi perubahan ekonomi yang berarti di wilayah Kapet Biak, sesuai dengan pernyataan yang dikatakan Barika (2012) dalam Sukirno (2004), Todaro (2004) bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangann kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional daerah dan atau nasional riil berubah. Selanjutnya dikatakan bahwa tingkat perumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan persentase dan suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan ouput daerah/nasional yang semakin lama semakin besar. Kondisi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang cenderung fluktuatif dipengaruhi pula oleh iklim investasi di wilayah Kapet Biak, seperti dalam hasil penelitian Ernita et al. (2013) mengatakan bahwa investasi secara parsial juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
46
Pertumbuhan Ekonomi (%)
ekonomi secara Indonesia. Kenaikan investasi akan memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal akan berakibat terhadap peningkatan produksi barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan produksi barang dan jasa ini akan menyebabkan perningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi sebaliknya apabila terjadi penurunan investasi maka PDRB/PDB juga akan mengalami penurunan karena penurunan investasi mengindikasikan telah terjadinya penurunan modal. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua, disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Papua 21.88
25 20 15 10
4.06
5 0 -5
2006
2007
2008
0.22
-2.86
-1.18 2009
2010
-4.77 2011
2012
-10 -15
-16.14
-20
Tahun
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua selama kurun waktu tujuh tahun memperlihatkan kondisi yang tidak merata dan penyebaran sektoral yang tidak kondusif, pertumbuhan ekonomi di Papua paling dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan sektor jasa. Pertumbuhan ekonomi berkorelasi dengan pendapatan per kapita, adapun pendapatan per kapita di Provinsi Papua, disajikan pada Gambar 14.
PDRB/Kapita (Juta/Th)
47
12 10 8 6 4 2 0
9.58
9.46
8.13
11.31
9.77
6.99 7.49
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 14. PDRB Per Kapita di Provinsi Papua Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Merujuk pada Tabel 24, 25, Gambar 13 dan 14, maka di lakukan komparasi rerata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita antara setiap wilayah Kapet Biak dengan Provinsi Papua, hasil komparasinya terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Tipologi Wilayah di Kapet Biak Pendapatan Per Kapita (Jt/Th) (%) Pertumbuhan Ekonomi ri > r (0,17) (6,86) (12,76) (5,54) (8,15) (6,65)
yi < y (8,98)
(III) Nabire (5,80) Waropen (5,47) Kepulauan Yapen (4,31) Supiori (8,21) Biak Numfor (6,83) (IV) WilayahTidak Berkembang
ri < r
yi > y
(I) Wilayah Maju
(II) Wilayah Sedang Berkembang
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Indikator pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang digunakan sebagai klasifikasi wilayah Kapet Biak memberikan gambaran bahwa wilayah Kapet Biak tergolong tipologi yang belum berkembang atau berada pada kuadran tiga (III) karena pertumbuhan ekonominya yang lebih tinggi dari wilayah pembandingnya yaitu provinsi Papua tetapi pendapatan per kapita masih lebih rendah dari wilayah pembandingnya. Data yang tersaji pada Tabel 24, 25 yang dikompilasi dalam Tabel 26 mendeskripsikan bahwa wilayah Kapet Biak dalam kurun waktu tujuh tahun (2006 – 2012) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tertinggi di Kabupaten
48
Nabire pada tahun 2010 (10,08%) dan pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2007 (4,24%), begitupula pendapatan per kapita tertinggi pada tahun 2009 (7,66 juta/tahun) dan terendah pada tahun 2006 (3,90 juta/tahun). Kabupaten Waropen pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2010 (16,09%), terendah pada tahun 2008 (8,43%), sedangkan pendapat per kapita tertinggi pada tahun 2009 (7,49 juta/tahun) dan terendah pada tahun 2006 (3,80 juta/tahun). Kabupaten Kepulauan Yapen pertumbuhaan ekonomi terendah pada tahun 2011 (3,33%), tertinggi tahun 2007 (6,86%) dan pendapatan per kapita terendah pada tahun 2006 (3,82 juta/tahun), tertinggi tahun 2012 (4,54 juta/tahun). Supiori dan Biak Numfor masing-masing pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2007 (13,19%), 2006 (8,03%), terendah pada tahun yang sama 2011 dengan nilai masing-masing sebesar 4,37% dan 4,07%, sedangkan pendapatan per kapita tertinggi terjadi pada tahun yang sama 2009 dengan nilai 9,33 juta/tahun dan 7,41 juta/tahun sama halnya dengan pendapatan per kapita terendah terjadi pada tempo yang sama, tahun 2006 sebesar 7,15 juta/tahun dan 5,05 juta/tahun. Secara spasial tersaji pada Gambar 15. Rendahnya pendapatan per kapita di wilayah Kapet Biak mengindikasikan bahwa masih tingginya tingkat kemiskinan, sudah tentu bertautan dengan tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli penduduk serta adanya indikasi ketimpangan di wilayah Kapet Biak yang diakibatkan internal wilayah Kapet Biak dan pengaruh kebijakan ekonomi nasional, seperti yang dikatakan Bing. (2011) bahwa sumber pertumbuhan ekonomi tidak lagi dipengaruhi oleh melimpahnya sumberdaya alam, banyak tenaga kerja dan kemajuan teknologi tetapi paling dipengaruhi oleh fakor sumberdaya manusia, begitupula kajian yang dilakukan Neykova et al. (2015) menegaskan bahwa perubahan secara umum yang terjadi pada ekonomi dunia dan melambatnya ekonomi nasional disebakan kondisi radikal pasar secara struktur dan lokasi. Hal ini akan mencerminkan struktur ekonomi nasional, struktur sumberdaya manusia, struktur keuangan dan ketersediaan bahan baku, keempat indikator ini saling berinteraksi sehingga harus ada upaya untuk menyelaraskan hal tersebut, terlebih kemampuan daya saing sumberdaya manusia dalam suatu suatu wilayah. Goschin Z. (2014) mengatakan bahwa komponen wilayah yang berpengaruh adalah pertumbuhan produktifitas kerja yang dicerminkan oleh keunggulan komparatif wilayah seperti ketersediaan sumberdaya alam, kesesuaian lokasi dan pasar tenaga kerja atau dengan kata lain wilayah semakin melemah karena dipengaruhi faktor endowment atau rendahnya sumberdaya manusia. Prasetyo et al. (2009) dalam Todaro (2000) mengutip penyataan Simon Kuznets bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal, sumberdaya alam, sumberdaya manusia baik jumlah maupun tingkat kualitas penduduknya, kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangan diri serta budaya. Barika (2012) dalam Kuncoro (2004) menyatakan bahwa dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan antar daerah.
49
Sektor Unggulan Pengembangan wilayah tanpa memperhatikan keunggulan potensi daerah, skala prioritas dan komitmen bersama maka suatu wilayah tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam mensejahterakan masyarakatnya. Oleh karena itu sektor unggulan lokal menjadi penggerak utama (prime mover) yang harus diimplementasikan dalam pengembangan suatu wilayah, penentuan sektor unggulan di kawasan ini melalui analisis LQ, SSA dan Daya Dukung Lahan. Hasil analisis Location Quotient di wilayah Kapet Biak tertera pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Analisis LQ di Wilayah Kapet Biak Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
1,50 1,74 0,71 1,01 0,49
2,32 0,20 0,18 0,26 0,21
0,24 0,15 0,37 1,01 2,21
0,52 0,28 0,70 0,03 1,86
0,97 1,20 1,12 1,15 0,93
0,85 0,46 0,97 1,72 1,18
0,54 0,34 0,68 0,94 1,74
0,57 0,44 1,41 0,77 1,38
Jasa
Pertambangan
Nabire Waropen Kep.Yapen Supiori Biak Numfor
Pertanian
Wilayah Kapet Biak
0,71 1,61 1,79 0,71 0,89
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Tabel 27 mendeskripsikan bahwa terdapat beberapa sektor basis yang sama antar beberapa Kabupaten yaitu sektor pertanian, industri, bangunan, perdagangan, keuangan dan jasa tetapi terdapat pula perbedaan sektor basis yaitu sektor pertambangan, listrik dan pengangkutan. Kabupaten Nabire dan Waropen dibatasi oleh daratan pada satu wilayah sehingga cenderung memiliki karakteristik wilayah yang hampir seragam. Sektor pertanian di Kabupaten Nabire dipengaruhi oleh melimpahnya produksi jeruk siam dengan luas komoditas ini sebesar 511.241,21 Ha dengan produksi sebanyak 14.000 ton/tahun (BPS Kabupaten Nabire. 2013). Sedangkan Kabupaten Waropen lebih di pengaruhi oleh sub sektor pertanian tanaman pangan dan kehutanan begitu pula Supiori. Sektor pertambangan hanya didominasi oleh kabupaten Nabire fakta ini didukung oleh potensi tambang emas, nikel dan uranium yang dimilikinya Sektor industri lebih terkonsentrasi di Kabupaten Biak Numfor dikarenakan kondisi topografi yang relatif datar dan bebatuan sehingga wilayah lebih ideal sebagai wilayah industri, di sini terdapat perusahaan seperti PT. Wapoga Mutiara Industri yang mengelola kayu, CV Garuda Mas yang memproduksi kopi bubuk garuda dan beberapa home industry yang mengelola antara lain pengolahan tahu/tempe, abon ikan, kue/roti, meubel, minyak kelapa rakyat, pengolahan ikan asap dan ikan asin, begitu pula sektor listrik mempunyai jumlah pelanggan terbanyak yang terdiri dari rumah tangga sebanyak 17.509 pelanggan, komersial 2.160 pelanggan dan industri 7 pelanggan (BPS Provinsi Papua. 2013). Kabupaten Supiori dan Waropen merupakan kabupaten pemekaran masing-masing dari Kabupaten Biak Numfor dan Kepulauan Yapen, sehingga untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur pada kedua kabupaten tersebut tampak bahwa sektor bangunan memberikan kontribusi signifikan terhadap kedua
50
kabupaten yang ditetapkan sebagai kabupaten pemekaran pada tahun 2001. Selain lain itu tampak pula bahwa Kabupaten Kepulauan Yapen turut dipengaruhi oleh sektor yang dikatakan sebagai penunjang pembangunan, sektor bangunan ini akan berkembang pesat dan mempengaruhi sektor perekonomian lainnya karena tanpa infrastruktur dasar maka pembangunan akan terhambat. Sektor bangunan turut memberikan lapangan kerja dan mengatasi masalah pengangguran di wilayah Kapet Biak terutama pada kabupaten yang nilai LQ lebih besar dari dari satu, seperti yang dikatakan Khan et al. (2014) bahwa sejumlah studi tentang sektor bangunan memberikan informasi tentang sektor ini yang menggambarkan bahwa sebagian besar dana yang diterima berasal dari sektor bangunan khususnya pada negara berkembang, artinya sektor ini memegang peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja dan sebagai sumber pendapatan baru karena memberikan peluang kerja kepada tenaga kerja terampil dan tidak terampil, oleh karena itu sektor bangunan memiliki dampak yang besar terhadap semua aspek kehidupan manusia. Sektor perdagangan didominasi oleh Kabupaten Biak Numfor dan Supiori karena kedua wilayah ini saling bertetangga sehingga terjadi transaksi komoditas primer, sekunder dan tersier antar pedagang sehingga memicu peningkatan PDRB. Sektor transportasi berkembang pesat di Kabupaten Biak Numfor baik transportasi darat, laut dan udara karena banyak aparat pemerintah yang berdomisili di Kabupaten Biak Numfor lalu bekerja di Kabupaten Supiori, selain itu terdapat bandar udara berskala internasional dan beberapa pelabuhan beton yang selalu dilabuhi kapal besar dan kecil. Sektor jasa khususnya sub sektor administrasi pemerintah dan pertahanan didominasi oeh Kabupaten Waropen dan Kepulauan Yapen, mengindikasikan bahwa subsidi dana pusat terhadap kedua Kabupaten ini lebih besar jika dikomparasi dengan Kabupaten Nabire, Supiori dan Biak Numfor. Secara spasial sektor basis di wilayah Kapet Biak disajikan pada Lampiran 17. Analisis LQ dilengkapi shift share analysis sehingga dapat diimplementasi sebagai pendekatan potensi sektor unggulaan di wilayah Kapet Biak. Hasil analisis shift share tertera pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil Analisis Shift Share di Wilayah Kapet Biak Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
-0,02 0,23 -0,05 0,28 0,24
Listrik
-0,03 0,04 0,02 0,09 0,33
Industri
Pertambangan
Nabire Waropen Kep.Yapen Supiori Biak Numfor
Pertanian
Wilayah Kapet Biak
0,55 0,18 0,24 0,03 -0,02
0,00 -0,06 0,15 0,46 -0,02
0,16 0,65 -0,20 -0,11 -0,13
0,28 -0,04 -0,02 -0,15 -0,07
0,20 0,00 -0,05 -0,20 -0,04
1,43 1,15 -0,07 0,01 -0,36
-0,02 0,91 -0,08 0,18 -0,11
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah].
50
Gambar 15. Tipologi Wilayah Kapet Biak
51
Tabel 28 menggambarkan bahwa sektor yang kompetitif dikembangkan pada wilayah Kapet Biak yang ditandai oleh nilai positif. Sektor ini telah memiliki nilai tambah dan daya saing dari aspek kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Secara spasial sektor yang kompetitif di setiap wilayah Kapet Biak disajikan pada Lampiran 18. Selanjutnya untuk memperoleh potensi sektor unggulan dilakukan perpaduan antara nilai LQ yang lebih besar dari satu dan nilai SSA (differential shift) yang bernilai positif, seperti yang disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Potensi Sektor Unggulan di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak
Nabire
Bukan Sektor Unggulan (SSA – dan LQ < 1) Listrik Jasa
Waropen
Listrik Perdagangan Pengangkutan
Kep. Yapen
Pertambangan Perdagangan Pengangkutan Pengangkutan
Supiori
Biak Numfor
Bangunan Jasa
Sektor Kompetitif (SSA + dan LQ <1) Industri Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Pertambangan Industri Keuangan Pertanian Industri Listrik Pertambangan Listrik Keuangan Jasa Pertanian Pertambangan
Sektor Basis (SSA – dan LQ > 1)
Sektor Unggulan (SSA + dan LQ >1)
Pertanian Pertambangan
Pertanian Bangunan Jasa Bangunan Keuangan Jasa Bangunan Perdagangan
Pertanian Industri
Industri Listrik Perdagangan Pengangkutan Keuangan
Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Tabel 29 mendeskripsikan bahwa setiap Kabupaten di wilayah Kapet Biak memiliki perbedaan sektor-sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan dan pendapatan per kapita di setiap kabupaten tersebut. Sektor unggulan terestrial di wilayah Kapet Biak hanya dimiliki oleh Kabupaten Waropen dan Supiori sedangkan Kabupaten Nabire, Kepulauan Yapen dan Biak Numfor hanya di dorong oleh sektor basis dan sektor kompetitif yang dapat menopang pengembangan kabupaten tersebut. Penentuan potensi unggulan suatu wilayah dilakukan pula dengan pendekatan daya dukung lahan pada wilayah Kapet Biak. Informasi yang tersaji pada Lampiran 19 mendeskripsikan kelas kemampuan lahan di wilayah Kapet Biak terdiri dari enam kelas kemampuan lahan yang luas dan faktor penghambatnya masing-masing disajikan pada Tabel 30.
52
Tabel 30. Hasil Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan di Wilayah Kapet Biak Kelas Lahan Luas (Ha) Persentase (%) I 2.386,21 0,10 IId2 108.766,12 4,61 IIl1 692,33 0,03 IIt4 301.423,17 12,78 IIId3 25,35 0,00 IIIl3 83.998,38 3,56 IIIt4 66.315,11 2,81 IVd4 520,62 0,02 IVl3 71.887,42 3,05 VIl4 293.270,17 12,43 VIk3 6.355,79 0,27 VIIIl6 1.253.708,59 53,15 VIIIt5 156.519,53 6,64 Sumber : Kementerian PU. [diolah]. (2012). Secara agregat lahan yang dapat dikelola untuk mendukung sektor pertanian di wilayah Kapet Biak adalah lahan kelas I, II, III dan IV sehingga luas lahan yang dapat dimanfaatkan sebesar 636.014,73 hektar, sedangkan lahan kelas V hingga VIII lebih diarahkan sebagai kawasan konservasi. Hal ini ditegaskan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka. (2011) yang menyatakan bahwa lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya, sedangkan faktor pembatas lahan terdiri faktor drainase (d), lereng (l), tekstur (t), dan kedalaman sampai kerikil/padas/plinthit (k). Sedangkan luas kemampuan lahan kelas I – IV di setiap Kabupaten pada wilayah Kapet Biak tertera pada Tabel 31. Tabel 31. Kelas Kemampuan Lahan I – IV dan Faktor Penghambat Wilayah Luas Lahan Faktor Kapet Biak Kelas I – IV Penghambat (Ha) Nabire 376.418,72 d2, l1, t4, d3, l2, d4, l3 Waropen 102.878,08 d2, l1, t4, d3, l2, d4, l3 Kep. Yapen 30.275,95 d2, l3 Supiori 11.547,16 d2, t4, l2, l3 Biak Numfor 114.894,82 d2, l1, l2, l3 Sumber : Kementerian PU. [diolah]. (2012). Data yang tersaji pada Tabel 31 mendeskripsikan bahwa wilayah Kapet yang memiliki daya dukung lahan terluas adalah Kabupaten Nabire dan yang paling kecil daya dukung lahannya adalah Kabupaten Supiori. Oleh karena itu potensi sektor unggulan di Kabupaten Nabire lebih besar jika di komparasi dengan Kabupaten lainnya di wilayah Kapet Biak. Adapun faktor penghambat pada setiap kelas kemampuan lahan di Kabupaten Nabire di pengaruhi oleh drainase tanah yang agak buruk (d2), lereng permukaan berombak atau berkisar antara 3 – 8% (l1), tekstur tanah agak
53
kasar/lempung berpasir (t4), drainase tanah buruk indikasinya bagian atau lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau becak-becak coklat berwarna kelabu, coklat dan kekuningan (d4), dan memiliki lereng permukaan berbukit dengan kisaran nilai 15 – 30%, begitupula Kabupaten Waropen memiliki faktor penghambat yang sama dengan dengan Kabupaten Nabire karena kedua kabupaten ini bertetangga secara langsung, hal ini sesuai dengan hukum geografi satu bahwa setiap wilayah yang berdekatan memiliki kecenderungan karakterisitik yang hampir seragam. Kabupaten Kepulauan Yapen daya dukung lahannya dibatasi oleh drainase tanah yang agak buruk dan lerengnnya berbukit, sedangkan Kabupaten Biak Numfor dan Supiori juga merupakan kabupaten yang bertetangga secara langsung sehingga memiliki faktor pembatas yang hampir sama. Potensi daya dukung lahan yang dimiliki oleh Kabupaten Nabire lebih besar dari Kabupaten lainnya di wilayah Kapet Biak sehingga apabila dikelola secara berkelanjutan akan memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah tersebut tentunya harus di dukung oleh kemampuan sumberdaya manusia yang memadai sehingga menjadi wilayah yang berkembang pesat atau tidak menjadi wilayah yang tertinggal begitupula keempat kabupaten lainnya harus memacu eksploitasi daya dukung lahan yang tersedia dengan pendekatan sustainable, walaupun memiliki daya dukung lahan yang terbatas tetapi jika dikelola oleh sumberdaya manusia yang handal maka akan menjadi wilayah yang berkembang pesat. Selain indikator daya dukung lahan yang mencerminkan potensi terestrial wilayah Kapet Biak, potensi lainnya adalah wilayah aquatic atau laut yang memiliki berbagai potensi sumberdaya ikan, potensi ini apabila tidak dikelola dengan bijak maka akan berdampak negatif baik secara lokal kawasan dan inter kawasan dikarenakan sumberdaya ini tergolong sumberdaya bersama artinya sumberdaya ikan mengalami persaingan apabila nelayan menangkap secara berlebihan atau akan merugikan nelayan yang lain pada intra maupun inter wilayah Kapet Biak. Sumberdaya ikan yang dimiliki relatif sama kecuali Kabupaten Waropen memiliki potensi udang karena dipengaruhi luasnya hutan bakau yang terdapat pada kawasan tersebut yang merupakan habitat udang. BPS Provinsi Papua 2013. melaporkan bahwa nilai produksi perikanan laut yang paling dominan di Kabupaten Waropen adalah udang, meliputi udang windu senilai 2,366 milyar, udang putih 2,613 milyar, udang dogol sebesar 1,813 milyar dan udang lainnya 9,30 juta jika dikomparasi dengan Kabupaten lain di wilayah Kapet Biak yang memiliki nilai produksi udang yang relatif kecil. Potensi Sumberdaya Ikan Penentuan stock sumberdaya ikan dengan pendekatan tangkapan maksimum lestari diindikasikan oleh nilai catch, effort dan catch per unit of effort (CPUE) ketiganya adalah indikator yang terkait satu sama lain. Jika dua dari tiga indikator tersebut diketahui maka indikator yang ketiga dapat dihitung. Ketiga indikator ini merupakan parameter dasar yang diperlukan dalam aplikasi model Produksi Surplus (MPS – the Surplus Production Model) yang mengarah kepada estimasi titik maximum sustainable yield. MPS adalah salah satu model pengkajian stok yang paling sederhana dan paling mudah dijelaskan dan diterima oleh para
54
pengelola sumberdaya ikan. Data effort dan CPUE di wilayah kapet Biak disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Data Effort dan CPUE di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Tahun Effort (trip) CPUE (ton/th) Nabire 2004 717 6,52 2006 1.191 3,94 2007 1.290 3,74 2008 1.300 1,62 2009 1.181 1,83 2010 1.172 1,23 2011 63 24,19 2012 675 4,77 Waropen 2006 1.444 2,52 2009 1.330 2,86 2010 1.406 1,79 2011 1.449 1,79 2012 982 2,72 Kepulauan Yapen 2004 1.152 8,03 2006 1.009 5,91 2007 977 6,29 2008 1.075 5,75 2009 960 6,45 2010 487 6,88 2011 482 7,16 2012 3.041 1,12 Supiori 2006 2.409 1,73 2009 2.243 1,70 2010 2.245 1,08 2011 1.987 1,26 Biak Numfor 2004 8.443 1,77 2006 3.225 3,39 2007 4.013 2,86 2008 4.355 3,26 2009 5.972 4,80 2010 8.344 1,84 2011 8.617 1,43 2012 5.616 4,71 Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Tabel 32 mendeskripsikan effort dan CPUE berbanding terbalik artinya apabila effort semakin kecil maka CPUE akan lebih besar pada data ini juga terlihat bahwa di Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2004 effort sebesar 1.152 trip maka CPUE sebesar 8,03 ton, seolah-olah semakin besar effort maka CPUE akan semakin besar pula hal ini mengindikasikan terjadinya overfishing sehingga berdampak terhadap kelestarian ikan yang akan dikelola secara berkelanjutan. Adapun rata-rata effort di wilayah Kapet Biak sebesar 2.327 trip/tahun dengan jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE) sebanyak 4,15 ton/tahun. Kabupaten yang terbanyak jumlah effortnya adalah Biak Numfor
55
sebesar 6.073 trip/tahun dengan CPUE sebanyak 3,01 ton/tahun sedangkan yang paling sedikit effortnya ialah kabupaten Nabire sebanyak 948 trip/tahun dan CPUE sebanyak 5,98 ton/tahun. Merujuk pada data catch per unit effort dan effort yang tertera pada Tabel 32, maka dilakukan prediksi tangkapan maksimum lestari sumber daya ikan yang dapat dikelola guna pengembangan wilayah Kapet Biak. Hasil prediksi potensi lestari sumberdaya ikan di Kabupaten Nabire, tertera pada Gambar 16.
Produksi Sumberdaya Ikan (ton)
8,000.00 7,000.00
Produksi Aktual
6,665.403
6,000.00 5,000.00
4,828.48
4,661.30 4,687.80
4,000.00
2,930.025
3,000.00 2,000.00
6,691.614
Potensi Lestari
2,767.691
1,000.00
2,158.90 1,437.40
2,102.68
944.535
1,120.923
0.00 2004
2006
2007
3,058.008
2008
3,215.30
1,524.50 1,191.683
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 16. Potensi Lestari SDi di Kabupaten Nabire. Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Gambar 16 menginformasikan bahwa grafik garis yang berwarna biru adalah produksi aktual sedangkan grafik garis yang berwarna merah maron adalah potensi tangkapan maksimum lestari pada tahun 2012 sebanyak 6.691,61 ton dengan effort sebesar 664 trip sedangkan produksi yang baru dimanfaatkan oleh para nelayan sebanyak 3.215,30 ton. Begitupula di Kabupaten Kepulauan Yapen, prediksi tangkapan maksimum lestari sebesar 12.025,64 ton sedangkan yang baru dikelola sebesar 3.399,30 ton disajikan pada Gambar 17.
Produksi Sumberdaya Ikan (ton)
14,000.00
Produksi Aktual
12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00
12,025.635
Potensi Lestari
9,258.60
6,654.001 6,485.516 6,996.476 6,392.109 7,386.613 6,187.15 6,176.79 5,964.50 6,143.28 3,544.904
3,506.277 3,399.30 3,350.31 3,449.69
2,000.00 0.00 2004
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 17. Potensi Lestari SDi di Kabupaten Kepulauan Yapen Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah].
56
Produksi Sumberdaya Ikan (ton)
Prediksi tangkapan maksimum lestari di Kabupaten Waropen, tersaji pada Gambar 18 yang menjelaskan bahwa produksi aktual yang dikelola para nelayan sebanyak 2.676,50 ton sedangkan tangkapan maksimum lestari sebesar 3.860,83 ton, sehingga masih tersedia stok sumber daya ikan sebesar 1.184,33 ton di wilayah perairan laut Waropen. 4,500.00 4,000.00 3,500.00 3,000.00 2,500.00 2,000.00 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00
3,009.309
3,860.832
3,802.59
3,636.53
3,378.210
3,144.202 2,991.835 2,522.01
2,676.50
2,593.40 Produksi Aktual Potensi Lestari
2006
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 18. Potensi Lestari SDi di Kabupaten Waropen Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Prediksi tangkapan maksimum lestari di Kabupaten Supiori dan Biak Numfor, masing-masing tersaji pada Gambar 19 dan Gambar 20. Data ini menginformasikan bahwa tangkapan maksimum lestari di perairan laut Supiori sebesar 3.552,359 ton dan yang baru termanfaatkan sebesar 2.510,30 ton, sehingga masih tersedia cadangan sumber daya ikan sebanyak 1.565,636 ton.
Produksi Sumberdaya Ikan (ton)
4,500.00 4,000.00 3,500.00 3,000.00
4,168.50 3,391.788
3,802.60
3,492.108
3,493.019
3,552.359 2,510.30
2,500.00 2,432.10
2,000.00 1,500.00
Produksi Aktual
1,000.00
Potensi Lestari
500.00 0.00 2006
2009
Tahun
2010
2011
Gambar 19. Potensi Lestari SDi di Kabupaten Supiori Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah].
57
Tangkapan maksimum lestari (MSY) di wilayah Kapet Biak yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik sehingga mempunyai potensi sumber daya ikan pelagis besar dan pelagis kecil. Ditunjang adanya terumbu karang di perairan Distrik Padaido, Biak Timur, Biak, Kota dan Yendidori, sehingga memiliki potensi ikan demersal yang melimpah di lokasi tersebut. Tangkapan maksimum lestari di wilayah perairan Biak Numfor tersaji pada Gambar 20.
Produksi Sumberdaya Ikan (ton)
35,000.00
Produksi Aktual
30,000.00
26,456.63
28,668.49
Potensi Lestari
25,000.00
18,845.136 17,381.188 18,921.427 15,491.251 15,388.69 14,958.60 13,515.041 17,967.783 15,000.00 14,208.96 14,456.226 10,000.00 14,123.680 11,457.53 12,297.07 10,926.60 5,000.00 20,000.00
0.00 2004
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 20. Potensi Lestari SDi di Kabupaten Biak Numfor Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. Interpretasi dari Gambar 20 bahwa produksi aktual yang telah dimanfaatkan para nelayan sebanyak 26.456,63 ton sedangkan prediksi tangkapan maksimum lestari sebanyak 18.921,4 ton. Pemanfaatan sumber daya ikan secara berlebihan (over fishing) akan berdampak terhadap penurunan kuantitas dan kualitas SDi di wilayah perairan laut Biak Numfor. Klasifikasi sumber daya ikan di wilayah perairan Kapet Biak disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Klasifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah Kapet Biak Wilayah Kapet Biak Klasifikasi Ikan Jumlah Persentase (ton) (%) Nabire Pelagis Besar 1.673 25 Pelagis Kecil 2.744 41 Demersal 1.271 19 Cumi-cumi 335 5 Udang 201 2 Cucut dan Pari 468 7 Waropen
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Cumi-cumi Udang Cucut dan Pari
386 772 579 270 1.776 77
10 20 15 7 46 2
58 Tabel. 33 (Lanjutan). Kepulauan Yapen
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Cumi-cumi Udang Cucut dan Pari
2.044 3.968 4.329 842 361 481
17 33 36 7 3 4
Supiori
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Cumi-cumi Udang Cucut dan Pari
514 694 1.360 310 208 466
14 20 38 9 6 13
5.676 3.784 6.812 757 378 1.514
30 20 36 4 2 8
Biak Numfor
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Cumi-cumi Udang Cucut dan Pari Sumber : BPS Provinsi Papua. [diolah]. (2004 -2012).
Tabel 33 menggambarkan bahwa potensi sumberdaya ikan di wilayah Kapet Biak sebesar 45.052 ton yang terdiri dari pelagis besar 10.294 ton, pelagis kecil 11.962 ton, demersal 14.351 ton, cumi-cumi 2.523 ton, udang 2.924 ton, cucut dan pari sebanyak 3.006 ton. Sumberdaya ikan yang melimpah di wilayah Kapet Biak dapat dikelola dengan menggunakan pendekatan ekologis sehingga ketersediaan biota laut ini terus lestari, stakeholders yang dikenal dengan tiga tungku yaitu pemerintah, agama dan adat harus membuat konsensus bersama guna melestarikan biota laut. Maraknya perikanan tangkap menyebabkan aquaculture seakan-akan dilupakan oleh karena itu untuk wilayah yang produksi aktual melebihi MSY dianjurkan agar melakukan pendekatan aquaculture sehingga diharapkan kondisi biologis laut akan pulih. Selain itu jumlah dan jenis alat tangkap serta armada diatur seminimal mungkin, apabila ada kapal-kapal dari luar kawasan yang menangkap ikan di wilayah Kapet Biak maka perlu adanya retribusi atau pajak sumberdaya ikan sehingga dapat digunakan untuk pengembangan wilayah secara khusus pelestarian sumberdaya laut. Meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Kapet Biak setiap tahunnya akan mempengaruhi tingkat konsumsi sumberdaya ikan sehingga suatu ketika akan terjadi over fishing. Selain itu teknik penangkapan ikan dengan cara-cara yang illegal (potasium, bom/dopis) berdampak terhadap kelestarian terumbu karang yang akan mempengaruhi populasi ikan demersal. Faktor lainnya adalah nelayan di Kabupaten Biak Numfor dan Supiori telah menjual sumberdaya ikannya ke kota Jayapura dan Manokwari dengan menggunakan angkutan kapal laut yang frekuensi singgah sebanyak tiga kali dalam sebulan. Hasil kajian KKP, WWF, USAID dan PKSPL-IPB. 2011 melaporkan bahwa di WPP 717 yang juga merupakan wilayah Kapet Biak memiliki potensi
59
yang cukup besar khususnya dalam perikanan pelagis dan demersal, status perikanan belum terjadi over fishing. Kajian tentang Indikator Teknis Penangkapan Ikan meliputi variabel fishing capacity, selektivitas alat tangkap, metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkap ikan dengan dokumen illegal, modifikasi alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan, sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan aturan, mengindikasikan bahwa tingkat ekploitasi masih dibawah tangkapan maksimum lestari atau dalam kondisi yang baik. Sedangkan indikator tematik sumberdaya ikan di WPP 717 memiliki skor tertinggi jika di komparasi dengan WPP lainnya di Indonesia. Selain itu posisi geografis Kapet Biak yang berada di bagian utara Provinsi Papua sehingga mempengaruhi populasi jumlah ikan khususnya ikan pelagis besar karena pantai utara pasifik Kapet Biak merupakan jalur pergerakan ikan disebabkan air laut di kawasan ini lebih hangat karena berada pada wilayah beriklim tropis. Peta potensi sumberdaya ikan di wilayah Kapet Biak disajikan pada Lampiran 20. Sintesis Pembangunan wilayah berbasis ekonomi memandang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sebagai indikator utama berkembang atau tidaknya suatu wilayah. Program pengembangan Kapet Biak yang mengimplementasikan sistem nodal terdiri dari inti yaitu Kabupaten Biak Numfor dan hinterland meliputi Kabupaten Nabire, Waropen, Kepulauan Yapen dan Supiori. Program ini pada awalnya berjalan dengan baik bahkan Kapet Biak lebih menonjol dari beberapa Kapet di Kawasan Timur Indonesia lainnya. Seiring reformasi dan arus desentralisasi yang semakin kuat, Kapet Biak yang semula ditangani pusat dilimpahkan wewenangnya kepada pemerintah daerah baik tingkat provinsi dan kabupaten di wilayah Kapet Biak. Pelimpahan kewenangan mengakibatkan kelembagaan Kapet Biak yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat mengalami stagnan ataupun dormansi yang berkepanjangan tanpa ada tujuan yang jelas. Melirik kondisi aktual ini diperoleh gambaran bahwa kondisi perekonomian di wilayah Kapet Biak yang diinterpretasi melalui pendekatan metode Klassen dengan menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di setiap wilayah Kapet Biak yang disandingkan dengan Provinsi Papua menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di Provinsi Papua lebih tinggi dari pendapatan per kapita di wilayah Kapet Biak sedangkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kapet Biak melebihi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua. Menurut Klassen pengelompokkan wilayah terbagi empat klasifikasi yaitu wilayah yang tidak berkembang, wilayah yang belum berkembang, wilayah yang sedang berkembang dan wilayah yang berkembang pesat, hasil Klassen mengindikasikan bahwa wilayah Kapet Biak dikelompokkan sebagai wilayah yang belum berkembang. Sebagai wilayah yang belum berkembang sudah pasti terjadi berbagai permasalahan kesenjangan ekonomi, sosial, teknologi, keuangan, sumberdaya manusia dan terjebak dalam perangkap lingkaran kemiskinan. Oleh karena itu isu
60
kelembagaan menjadi mutlak untuk memperhatikan kondisi perekonomian yang akan berdampak terhadap semua aspek pembangunan di kawasan ini. Hasil analisis LQ dan Shift Share mendeskrispsikan bahwa pemerintah daerah di wilayah Kapet Biak telah mengelola sumberdaya yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita kabupaten masing-masing. Kabupaten Nabire mendongkrak sektor yang kompetitif yakni industri, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan keuangan. Selain sektor ini terdapat pula sektor basis yang ikut mempengaruhi pertumbuhan Kabupaten Nabire yaitu pertanian dan pertambangan, khusus sektor pertanian di dukung oleh luasnya lahan pertanian yang dapat dikelola untuk meningkatkan peran sektor ini terhadap pengembangan wilayah sedangkan sektor listrik dan jasa tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan wilayah di kabupaten Nabire. Kabupaten Waropen memiliki sektor unggulan yang berperan nyata terhadap pengembangan wilayah daerah tersebut, yaitu sektor pertanian, bangunan dan jasa. Sektor jasa dan bangunan merupakan pendukung terhadap sektor pertanian. Oleh karena itu sektor pertanian layak didorong dan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan di Kabupaten Waropen, terdapat pula sektor kompetitif yaitu pertambangan, industri dan keuangan. Kepulauan Yapen didorong oleh sektor basis yakni sektor bangunan, keuangan dan jasa dan sektor kompetitif terdiri dari sektor pertanian, industri dan listrik, sedangkan sektor pertambangan, perdagangan dan pengangkutan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten Kepulauan Yapen. Kabupaten Supiori dipicu oleh sektor unggulannya yakni sektor pertanian dan industri. Kedua sektor ini harus diwujudkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Supiori, sedangkan Kabupaten Biak Numfor memiliki sektor basis yaitu indusri, listrik, perdagangan, pengangkutan dan keuangan serta sektor kompetitif yaitu pertanian dan pertambangan. Kesembilan sektor ekonomi ini telah dikelola oleh pemerintah daerah atau stakeholders di wilayahnya masingmasing dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tetapi masih ada yang belum dikelola secara serius dan berkelanjutan oleh stakeholders di wilayah Kapet Biak yaitu sumberdaya bersama (common pool resources). Sumberdaya bersama yang dimiliki Kapet Biak adalah laut. Secara geografis wilayah Kapet Biak memiliki laut, dimana laut menyimpan berbagai potensi sumberdaya ikan yakni pelagis besar, pelagis kecil, demersal, cumi, udang, cucut dan pari. Potensi lestari sumberdaya ikan yang dimiliki oleh setiap wilayah Kapet Biak menunjukkan perbedaan dan fluktuatif. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah/jenis alat tangkap, jumlah/jenis armada melaut, dan jumlah effort, sehingga harus adanya upaya oleh stakeholders dalam menjaga dan melestarikan subsektor perikanan laut yang selama ini memberikan manfaat dan dampak terhadap pengembangan wilayah Kapet Biak. Indikasi lain yang digambarkan oleh fluktuatif tangkapan maksimum lestari menginformasikan bahwa ketergantungan terhadap perikanan tangkap sangat tinggi sehingga kurang melakukan pendekatan aquaculture dan diversifikasi pengolahan produk perikanan. Sifat dari sumberdaya bersama adalah apabila berkelimpahan maka tidak menimbulkan masalah tetapi suatu ketika terjadi
61
kelangkaan atau stok sumberdaya ikan berkurang maka akan timbul gejolak sosial baik secara internal wilayah maupun inter wilayah Kapet Biak. Menurut Rustiadi et al. (2011). menyatakan bahwa adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya bagi pihak-pihak lain untuk menjadi pemanfaat, CPRs memiliki permasalahan yaitu kehadiran free rider, yakni adanya pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur pemanfaatan sumberdaya. Selanjutnya adanya kecenderungan pemanfaatan yang berlebihan (overuse/overfishing) dan adanya free rider merupakan masalah sekaligus penciri dari sumberdaya-sumberdaya bersama, untuk itu diperlukan mekanisme, sistem kelembagaan dan tata kelola (governance) yang dapat mencegah dan menghindarinya atau dengan kata lain perlu adanya keseriusan dan komitmen bersama stakeholders di kawasan tersebut dalam mengelola laut Kapet Biak. Ketersediaan potensi sumberdaya alam di wilayah Kapet Biak harus dikelola dengan pendekatan ekologis dan efisiensi sehingga meniadakan sebuah konsep “Resources Course atau Kutukan Sumberdaya Alam” yaitu wilayah yang dikarunia sumberdaya alam yang melimpah justru menjadi wilayah yang terbelakang jika tidak berhati-hati mengelolanya. Sumberdaya alam yang melimpah cenderung membuat penduduk malas dan tidak kreatif. Sumberdaya alam ini bisa menjadi kutukan jika terus dieksploitasi, tanpa ada inovasi yang mengandalkan sumberdaya manusia (Suharto et al. 2000). Hasil analisis ekonomi wilayah yang dipadukan dengan analisis potensi wilayah mendeskrispsikan bahwa wilayah Kapet Biak memiliki potensi dan daya dukung lahan yang dapat dikelola dengan pendekatan ekologis sehingga akan berkontribusi terhadap pertumbuhan wilayah dan pendapatan per kapita oleh karena itu peran stakeholders menjadi mutlak diperlukan, khususnya pemerintah dan pemeritah daerah sebagai penggerak utama dalam pengembangan wilayah. Implementasi regulasi dan komitmen dari pemerintah yang didokumenkan dalam Rencana Jangka Panjang Daerah dan yang dijabarkan dalam Rencana Jangka Menengah Daerah selanjutnya secara operasional terdeskripsi pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah maupun Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah. Masyarakat dan swasta biasanya mendukung semua program pemerintah yang bersifat membangun daerah dengan pendekatan partispatif. Secara sederhana sintesis pengembangan Kapet Biak disajikan pada Gambar 21.
62
Analisis Ekonomi (Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita)
Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita
Regulasi dan Komitmen Pemerintah, Pemda Papua/Kabupaten (RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan RTRW)
Analisis Potensi Wilayah (Potensi Sumberdaya Lokal)
Sektor Komparatif (Industri, Listrik, Perdagangan/Peng angkutan), Potensi DDL dan demersal/Pelagis Besar
Biak Numfor
Sektor Unggulan (Pertanian/Industri ) DDL terkecil dan Demersal/Pelagis kecil
Supiori
Sektor Kompetitif (Pertanian/Industri/ Listrik), Potensi DDL dan Demersal/Pelagis kecil
Wilayah Kapet Biak
Kepulauan Yapen
Sektor Unggulan (Pertambangan/Ba ngunan/Jasa), Potensi DDL, udang/pelagis kecil
Waropen
Sektor Komparatif (Pertanian/Pertamb angan), Potensi DDL terbesar dan Pelagis kecil/pelagis besar
Nabire
Gambar 21. Sketsa Sintesis Pengembangan Kapet Biak di Provinsi Papua
63
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertumbuhan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) Biak di Provinsi Papua, tanpa melirik skala prioritas terhadap sumber daya alam (natural resources), leading sector, tipologi wilayah, dan tingkat perkembangan distrik yang tepat maka akan terjadi bias sehingga program yang besar ini tidak terimplementasi dengan benar, terkait dengan hal itu maka penulis menyarikan beberapa simpulan yang berkorelasi dengan indikator pertumbuhan wilayah yang termuat dalam hasil penelitian yaitu : 1.
2.
3.
Indikator Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita mengindikasikan bahwa wilayah Kapet Biak tergolong sebagai wilayah yang belum berkembang Hasil analisis LQ dan Shif Share menunjukkan bahwa setiap wilayah di Kapet Biak mempunyai ciri dan spesifikasi sektor-sektor yang dapat meningkatkan kontribusi pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Kabupaten yang memiliki sektor unggulan hanya Kabupaten Waropen dan Supiori, sedangkan Kabupaten Nabire, Kepulauan Yapen dan Biak Numfor hanya memiliki sektor komparatif atau Sektor Kompetitif. Sedangkan daya dukung lahan yang terluas di Kabupaten Nabire dan terkecil di Kabupaten Supiori. Laut di wilayah Kapet Biak memiliki potensi sumberdaya ikan yang potensi lestarinya fluktuatif sehingga dapat dikelola oleh semua pihak untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan wilayah dengan pendekatan ekologis (sustainable), jumlah catch, effort, armada dan melakukan upaya aquaculture serta diversifikasi produk pengolahan perikanan.
Saran Merujuk pada beberapa simpulan diatas, maka penulis menganjurkan beberapa saran sebagai berikut : 1.
2.
3.
Perlu adanya penelitian lanjutan khususnya potensi tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield) di wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Biak dengan pendekatan dinamik dan ekosistem sebagai referensi komparasi terhadap pendekatan holistik. Implementasi dari tangkapan maksimum lestari secara statistik mengisyaratkan bahwa pemerintah di wilayah tersebut harus lebih arif dalam menyusun program pembangunan perikanan tangkap. Kapet Biak sebagai Kawasan Strategis Nasional sehingga wajib diakomodir dalam RTRW setiap Kabupaten di kawasan tersebut.
64
DAFTAR PUSTAKA [Bappeda Biak Numfor] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Biak Numfor 2011. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten Biak Numfor tahun 2012 – 2032. Biak Numfor (ID). Pemerintah Kab. Biak Numfor. [BPS Biak Numfor] Badan Pusat Statistik Kab. Biak Numfor 2012. Biak Numfor Dalam Angka. Biak (ID): BPS. [BPS Papua] Badan Pusat Statistik Provinsi Papua 2012. Papua Dalam Angka. Jayapura (ID): BPS. [BPS Papua] Badan Pusat Statistik Provinsi Papua 2013. Papua Dalam Angka. Jayapura (ID): BPS. [KEMENPU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Disebarkan oleh : Direktorat Jenderal Penataan Ruang. [SESNEG] Sekretariat Negara 1996a. Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Jakarta (ID). [SESNEG] Sekretariat Negara 1996b. Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 90 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak, Jakarta (ID). [SESNEG] Sekretariat Negara 1997. Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Jakarta (ID). [SESNEG] Sekretariat Negara 1998. Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1996 tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak, Jakarta (ID). [SESNEG] Sekretariat Negara 2000. Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Jakarta (ID). Anonim, 2011. Kajian Awal Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Kerjasama Ditjen Sumberdaya Ikan-KKP, WWF-Indonesia, dan PKSPL-IPB. Anonim. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID). Baransano MA. 2011. Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
65
Barika. 2012. Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2005 – 2009. Jurnal Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan. 04 (03). Januari 2012. Bing L. 2011. The Study Of Labor Mobility and its Impact on Regional Economic Growth. Procedia Environmental Sciences. 10: 922 – 928. Dewi PS. 2003. Pengembangan Perekonomian Daerah Melalui Kerjasama Perbankan Nasional Dengan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Studi Kasus : Kapet Pare-Pare, Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Enirawan. 2007. Studi Pengembangan Wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Ernita D, Amar S, Syofyan E. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi. 1 (02). Januari 2013. Goschin Z. 2014. Regional Growth in Romania its accession to EU: ashift shareshare analysis approach. Procedia Economics and Finance. 15: 169 – 175. Harrison. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Manggrove di Kawasan Pesisir KAPET Batulicin Kotabaru Kalimantan Selatan [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Hasnawati. 2004. Kesesuaian Lahan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bukari, Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan & Perencanaan TataGuna Lahan. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Kairupan AN. 2001. Kajian Perkembangan Sapi Lokal di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Propinsi Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Khan RA, Liew MS, Ghazali ZB. 2014. Malaysian Construction Sector and Malaysia Vision 2020 Developed Nation Status. Procedia Social and Behavioral Sciences. 109: 507 – 513. Khwanruthai. 2012. How to do AHP Analysis in Excell. Division of Spatial Information Science, Graduate School of Life and Environmental Science, University of Tsukuba. Kuncoro M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang). Jakarta (ID) : Erlangga Press.
66
Kustiyahningsih Y. 2010. Evaluasi Pengukuran Kinerja Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Menggunakan Metode Balances Scorecard dan AHP [Makalah]. Jurusan Teknik Informatika-Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo. Mursidah, Abubakar dan Sofyan. 2013. Analisis Pengembanga Kawasan Andalan di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Ekonomi. Neykova RM, Prokopenko OV, Shcherbachenko VO. 2015. Competitive Dimensions of Human Resources. Economic Processes Management : International Scientific E-Journal. 1 : 2311 – 6293. Panuju DR, Rustiadi E. 2013. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID) : Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor. Prasetyo RB, Firdaus M. 2009. Pengaruh Infrastruktur Pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. 2 (2) : 222 – 236. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID) : Crestpent dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia Press. Siregar M. 1991. Pinjaman Luar Negeri & Pembiayaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta (ID) : FEUI Press. Suharto RB, Hilmawan R, Yudaruddin R. 2000. Sumberdaya Alam Untuk Kesejateraan Penduduk Lokal, Dampak Pertambangan Batu Bara di Empat Kecamatan Area Kalimantan Timur, Indonesia. Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Jurnal Prisma LP3ES. 26 (3) : 27 – 38. Tambunan TTH. 2001. Perekonomian Indonesia (Beberapa Masalah Penting). Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia Press. Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional (Teori dan Aplikasi). Jakarta (ID) : PT Bumi Aksara Press. Yulisa R. 2011. Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non Perbatasan di Kalimantan Barat [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian.
67
Lampiran 1. Perhitungan PDRB/Kapita di Kabupaten Nabire Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan Tahun (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) 2005 112.881 630.750,80 5,59 2006 169.027 658.709,60 3,90 4,43 2007 171.422 686.625,27 4,01 4,24 2008 173.793 743.688,61 4,28 8,31 2009 104.541 801.040,02 7,66 7,71 2010 129.893 881.815,84 6,79 10,08 2011 132.715 932.735,13 7,03 5,77 2012 145.248 1.002.535,59 6,90 7,48 Lampiran 2. Perhitungan PDRB/Kapita di Kabupaten Waropen Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan Tahun (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) 2005 21.647 76.384,13 3,53 12,74 2006 22.677 86.112,54 3,80 12,23 2007 23.022 96.644,18 4,20 8,43 2008 23.365 104.787,69 4,48 12,34 2009 15.720 117.718,30 7,49 16,09 2010 24.639 136.658,40 5,55 14,63 2011 26.005 156.651,05 6,02 12,89 2012 26.081 176.839,88 6,78 12,76 Lampiran 3. Perhitungan PDRB/Kapita di Kabupaten Kepulauan Yapen Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan Tahun (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) 2005 70.744 275.787,03 3,90 2006 76.566 292.800,30 3,82 6,17 2007 76.168 312.894,54 4,11 6,86 2008 77.778 332.136,30 4,27 6,15 2009 79.390 349.126,44 4,40 5,12 2010 82.951 372.573,55 4,49 6,72 2011 85.315 384.997,95 4,51 3,33 2012 88.611 401.928,72 4,54 4,40 Lampiran 4. Perhitungan PDRB/Kapita di Kabupaten Supiori Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) Tahun 2005 12.709 80.226,89 6,31 2006 12.609 90.191,92 7,15 12,42 2007 12.624 102.091,73 8,09 13,19 2008 12.642 110.849,69 8,77 8,58 2009 12.660 118.113,78 9,33 6,55 2010 15.874 125.952,07 7,93 6,64 2011 16.441 131.454,00 8,00 4,37 2012 16.894 138.453,04 8,20 5,32
68
Lampiran 5. Perhitungan PDRB/Kapita di Kabupaten Biak Numfor Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan Tahun (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) 2005 99.798 630.961,47 6,32 2006 134.881 681.654,37 5,05 8,03 2007 107.351 733.731,72 6,83 7,64 2008 109.292 775.804,42 7,10 5,73 2009 111.224 823.671,09 7,41 6,17 2010 126.798 886.391,75 6,99 7,61 2011 130.598 922.495,35 7,06 4,07 2012 134.917 989.582,41 7,33 7,27 Lampiran 6. Perhitungan PDRB/Kapita di Provinsi Papua Jumlah Pddk PDRB PDRB/ Pertumbuhan Tahun (jiwa/th) (jt/th) Kapita Ekonomi (%) 2005 1.875.388 22.566.125,66 12,03 2006 1.974.932 18.922.948,00 9,58 -16,14 2007 2.015.616 19.691.278,21 9,77 4,06 2008 2.056.517 19.459.408,18 9,46 -1,18 2009 2.097.482 23.718.075,96 11,31 21,88 2010 2.833.381 23.040.183,67 8,13 -2,86 2011 2.928.750 21.940.361,13 7,49 -4,77 2012 3.144.581 21.988.574,94 6,99 0,22 Lampiran 7. Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2004 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 2.041,57 314 6,50 1,00 314,00 2 Jaring Insang 453,10 502 0.90 0,14 69,69 3 Jaring Angkat 96,23 64 1.50 0,23 14,80 4 Pancing 1.997,20 1.413 1,41 0,22 307,18 5 Lain-Lain 73,20 102 0,72 0,11 11,27 Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2006 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 2.451,40 623 3,93 1,00 623,00 2 Pukat Cincin 7,00 6 1,17 0,30 1,78 3 Jaring Insang 789,10 525 1,50 0,38 200,54 4 Jaring Angkat 109,50 67,00 1,63 0,42 27,83 5 Pancing 1.278,80 1.098 1,16 0,30 324,99 6 Lain-Lain 51,98 26 2,00 0,51 13,21
69
Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2007 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 2.335,10 624 3,74 1,00 624,00 2 Pukat Cincin 12,18 6 2,03 0,54 3,26 3 Jaring Insang 813,30 535 1,52 0,41 217,34 4 Jaring Angkat 238,60 67 3,56 0,95 63,76 5 Pancing 1.356,20 1.110 1,22 0,33 362,41 6 Lain-Lain 73,10 36 2,03 0,54 19,53 Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2008 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 1.017,40 629 1,62 1,00 629,00 2 Pukat Cincin 3,40 9 0,38 0,23 2,10 3 Jaring Insang 312,10 537 0,58 0,36 192,95 4 Jaring Angkat 59,98 68 0,88 0,55 37,08 5 Pancing 692,60 1.118 0,62 0,38 428,19 6 Lain-Lain 17,20 23 0,75 0,46 10,63
No. 1 2 3 4 5 6
Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2009 Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) Pukat Kantong 1.152,10 630 1,83 1,00 630 Pukat Cincin 6,10 9 0,68 0,37 3,34 Jaring Insang 251,90 542 0,46 0,25 137,75 Jaring Angkat 59,40 67 0,89 0,48 32,48 Pancing 669,10 1.129 0,59 0,32 365,88 Lain-Lain 20,30 58 0,35 0,19 11,10
Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2010 Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 775,20 632 1,23 1,00 632,00 2 Pukat Cincin 3,60 10 0,36 0,29 2,93 3 Jaring Insang 131,50 546 0,24 0,20 107,21 4 Jaring Angkat 27,30 68 0,40 0,33 22,26 5 Pancing 473,70 1.141 0,42 0,34 386,20 6 Lain-Lain 26,10 76 0,34 0,28 21,28 Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2011 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 755,40 634 1,19 0,05 31,23 2 Pukat Cincin 241,90 10 24,19 1,00 10,00 3 Jaring Insang 145,50 549 0,27 0,01 6,01 4 Jaring Angkat 31,70 68 0,47 0,02 1,31 5 Pancing 321,90 1.154 0,28 0,01 13,31 6 Lain-Lain 28,10 25 1,12 0,05 1,16 No.
70
Perhitungan FPI di Kabupaten Nabire Tahun 2012 No. Alat Produksi Jumlah C/A FPI Effort Tangkap (C) Alat (A) (A*FPI) 1 Pukat Kantong 1.950,90 628 3,11 0,48 299,37 2 Pukat Cincin 39,10 6 6,52 1,00 6,00 3 Jaring Insang 214,40 595 0,36 0,06 32,88 4 Jaring Angkat 51,30 65 0,79 0,12 7,87 5 Pancing 913,,20 1.745 0,52 0,08 140,13 6 Lain-Lain 46,50 194 0,24 0,04 7,14 Lampiran 8. Hasil perhitungan estimasi potensi lestari SDi di Kabupaten Nabire Tahun Produksi Effort CPUE Potensi Aktual Lestari (ton/tahun) (ton/tahun) 2004 4.661,30 717 6,502 6,870,500 2006 4.687,80 1.191 3,935 2.543,300 2007 4.828,48 1.290 3,742 750,235 2008 2.102,68 1.300 1,617 558,499 2009 2.158,90 1.181 1,829 2.720,418 2010 1.437,40 1.172 1,227 2.860,114 2011 1.524,50 63 24,191 1.250,921 2012 3.215,30 664 4,845 6.915,031 Lampiran 9. Hasil perhitungan estimasi potensi lestari SDi di Kabupaten Waropen Tahun Produksi Effort CPUE Potensi Aktual Lestari (ton/tahun) (ton/tahun) 2006 3.636,53 1.444 2,519 3.009,309 2009 3.802,59 1.330 2,860 3.378,210 2010 2.522,01 1.406 1,794 3.144,202 2011 2.593,40 1.449 1,790 2.991,835 2012 2.676,50 982 2,724 3.860,832 Lampiran 10. Hasil perhitungan estimasi potensi lestari SDi di Kabupaten Supiori Tahun Produksi Effort CPUE Potensi Aktual Lestari (ton/tahun) (ton/tahun) 2006 4.168,50 2.409 1,730 3.391,788 2009 3.802,60 2.243 1,695 3.493,019 2010 2.432,10 2.245 1,083 3.492,108 2012 2.510,30 1.987 1,264 3.552,359
71
Lampiran 11. Hasil perhitungan estimasi potensi lestari SDi di Kabupaten Biak Numfor Tahun Produksi Effort CPUE Potensi Aktual Lestari (ton/tahun) (ton/tahun) 2004 14.958,60 8.443 1,772 14.123,680 2006 10.926,60 3.225 3,388 15.491,251 2007 11.457,53 4.013 2,855 17.381,188 2008 14.208,96 4.355 3,263 17.967,783 2009 28.668,49 5.972 4,800 18.845,136 2010 15.388,69 8.344 1,844 14.456,226 2011 12.297,07 8.617 1,427 13.515,041 2012 26.456,63 6.484 4,081 18.469,416 Lampiran 12. Regresi linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Nabire 30.00
Series1
25.00 20.00
Linear (Series1)
15.00 10.00 5.00 -
200.00 400.00 600.00 800.00 1,000.001,200.001,400.00
y = -0.015x + 20.84 R² = 0.811
Lampiran 13. Regresi linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Waropen 3.500 Series1
3.000 2.500
Linear (Series1)
2.000 1.500
y = -0.001x + 4.235 R² = 0.300
1.000 0.500 -
500
1,000
1,500
2,000
72
Lampiran 14. Regresi linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Kep. Yapen 10.000
Series1
8.000
Linear (Series1)
6.000 4.000 2.000
y = -0.002x + 8.642 R² = 0.824
-
500
1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500
Lampiran 15. Regresi linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Supiori 2.000
Series1
1.500
Linear (Series1) 1.000
y = 0.001x - 0.816 R² = 0.307
0.500 -
500.000 1,000.000 1,500.000 2,000.000 2,500.000 3,000.000
Lampiraan 16. Regresi linier antara CPUE dan Effort di Kabupaten Biak Numfor Catch per unit effort
6.000 5.000
Series1
4.000 3.000
Linear (Series1)
2.000 1.000 0.00
2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 Effort
y = -0.000x + 4.912 R² = 0.338
73
Lampiran 17. Peta Sektor Basis di Wilayah Kapet Biak
74
Lampiran 18. Peta Sektor Kompetitif di Wilayah Kapet Biak
75
La mpi ran 19. Pet a Kla sifi kasi Kel as Ke ma mp uan Lah an di Wil aya h Ka pet Bia k
76
Lampiran 20. Peta Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Kapet Biak
77
Lampiran 21. Perhitungan Analisis Location Quotient di Wilayah Kapet Biak Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 - 2012) Wilayah KAPET Biak
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Nabire
230.980,71
126.700,89
7.010,46
3.539,82
105.613,71
100.934,09
Waropen
42.042,51
1.697,49
716,10
300,03
20.426,99
8.591,77
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Jumlah
49.181,97
23.985,89
100.749,51
748.697,05
4.921,55
2.946,76
36.011,53
117.654,74 321.165,64
Kepulauan Yapen
47.031,84
4.188,63
4.719,90
2.025,82
52.184,00
49.267,27
26.709,37
25.674,62
109.364,18
Supiori
16.266,60
1.490,98
3.129,77
23,07
13.124,51
21.373,08
9.015,73
3.412,39
10.573,98
78.410,10
Biak Numfor
72.208,56
10.960,81
62.908,67
12.112,94
96.627,24
134.402,26
152.923,83
56.537,24
121.814,29
720.495,84
Jumlah
408.530,21
145.038,80
78.484,90
18.001,69
287.976,46
314.568,46
242.752,45
112.556,91
378.513,49
1.986.423,36
Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 - 2012) Wilayah KAPET Biak
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Nabire
1,50
2,32
0,24
0,52
0,97
0,85
0,54
0,57
0,71
Waropen
1,74
0,20
0,15
0,28
1,20
0,46
0,34
0,44
1,61
Kepulauan Yapen
0,71
0,18
0,37
0,70
1,12
0,97
0,68
1,41
1,79
Supiori
1,01
0,26
1,01
0,03
1,15
1,72
0,94
0,77
0,71
Biak Numfor
0,49
0,21
2,21
1,86
0,93
1,18
1,74
1,38
0,89
Lampiran 22. Perhitungan Analisis Shift Share di Wilayah Kapet Biak Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2005 - 2008) Wilayah KAPET Biak Nabire
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Jumlah
219.187,06
119.180,45
6.456,15
3.208,23
83.957,39
71.613,50
36.937,73
11.140,62
90.529,51
642.210,65
Waropen
38.716,14
1.427,46
623,08
279,08
13.559,65
6.884,93
4.001,79
1.466,04
22.777,31
89.735,46
Kepulauan Yapen
43.670,44
3.991,53
4.011,11
1.715,13
48.391,88
42.599,89
22.157,38
18.320,23
100.989,73
285.847,31
Supiori
14.605,70
1.227,57
2.915,49
17,31
11.695,94
17.914,08
7.976,92
2.364,14
8.693,33
67.410,47
Biak Numfor
66.611,93
9.171,73
60.113,96
11.085,20
86.611,02
108.959,71
125.977,10
45.051,62
113.687,87
627.270,15
382.791,26
134.998,74
74.119,79
16.304,95
244.215,89
247.972,11
197.050,92
78.342,64
336.677,74
1.712.474,04
Jumlah
5
78
Lampiran 22 (Lanjutan). 78 Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Konstan 2000 Tahun 2009 - 2012) Wilayah KAPET Biak Nabire
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Jumlah
242.774,35
134.221,33
7.564,76
3.871,42
127.270,04
130.254,67
61.426,20
36.831,16
110.969,52
855.183,45
Waropen
45.368,87
1.967,52
809,12
320,99
27.294,33
10.298,62
5.841,31
4.427,49
49.245,75
145.574,01
Kepulauan Yapen
50.393,24
4.385,73
5.428,69
2.336,51
55.976,13
55.934,64
31.261,37
33.029,01
117.738,64
356.483,96
Supiori
17.927,49
1.754,38
3.344,05
28,84
14.553,07
24.832,08
10.054,53
4.460,65
12.454,64
89.409,73
Biak Numfor
77.805,20
12.749,89
65.703,37
13.140,67
106.643,47
159.844,81
179.870,56
68.022,87
129.940,70
813.721,53
Jumlah
434.269,16
155.078,85
82.850,00
19.698,42
331.737,03
381.164,82
288.453,97
146.771,18
420.349,25
2.260.372,68
Wilayah KAPET Biak
Pertanian
Pertambangan
Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2005 - 2012)
Nabire
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
-0,03
-0,02
0,05
0,00
0,16
0,28
0,20
1,43
Waropen
0,04
0,23
0,18
-0,06
0,65
-0,04
0,00
1,15
0,91
Kepulauan Yapen
0,02
-0,05
0,24
0,15
-0,20
-0,22
-0,05
-0,07
-0,08
Supiori
0,09
0,28
0,03
0,46
-0,11
-0,15
-0,20
0,01
0,18
Biak Numfor
0,03
0,24
-0,02
-0,02
-0,13
-0,07
-0,04
-0,36
-0,11
Proportional Shift
-0,11
Regional Share
0,32
-0,10
-0,13
-0,04
0,11
0,29
0,22
0,62
-0,02
0,00
SSA Sektor Menurut Lapangan Usaha (Rerata PDRB Menurut Harga Berlaku Tahun 2005 - 2012) Wilayah KAPET Biak
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Nabire
0,18
0,20
0,24
0,28
0,59
0,89
0,73
2,38
0,30
Waropen
0,24
0,45
0,37
0,22
1,08
0,57
0,53
2,09
1,23
Kepulauan Yapen
0,23
0,17
0,42
0,43
0,23
0,38
0,48
0,87
0,24
Supiori
0,30
0,50
0,22
0,74
0,32
0,46
0,33
0,96
0,50
Biak Numfor
0,24
0,46
0,16
0,26
0,30
0,54
0,50
0,58
0,21
29
Lampiran 23. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2012 di Kabupaten Nabire No.
LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(Sum Tanpa Sub Sektor Perikanan)
(1)
1.
208.267,19
216.022,47
220.958,45
231.500,12
234.913,20
240.070,04
245.047,68
251.066,50
PERTANIAN
242.735,80
253.014,18
259.673,97
272.255,96
277.878,00
285.565,47
297.195,96
307.850,76
1.1. Tanaman Bahan Makanan
152.552,63
158.537,61
163.452,28
173.222,96
174.470,17
176.267,21
178.787,83
182.130,86
9.697,85
9.989,75
10.956,23
10.490,34
11.105,21
11.787,07
12.332,58
13.314,26
1.2. Tanaman Perkebunan
2.
1.3. Peternakan dan hasilnya
10.483,43
10.956,23
9.864,37
10.407,89
11.009,47
11.572,05
12.144,87
12.748,47
1.4. Kehutanan
35.533,29
36.538,87
36.685,57
37.378,93
38.328,35
40.443,70
41.782,39
42.872,91
1.5. Perikanan
34.468,61
36.991,71
38.715,53
40.755,83
42.964,80
45.495,43
52.148,28
56.784,26
114.918,70
116.958,58
120.298,29
124.546,24
128.986,07
133.341,90
135.661,08
138.896,28
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2.1. Minyak dan Gas Bumi 2.2. Pertambangan Tanpa Migas
3.
109.003,92
110.344,66
113.911,56
117.351,69
121.013,06
124.522,44
126.290,66
128.791,21
2.3. Penggalian
5.914,79
6.613,92
6.386,73
7.194,55
7.973,00
8.819,46
9.370,42
10.105,06
INDUSTRI PENGOLAHAN
6.163,14
6.418,30
6.473,34
6.769,82
7.136,07
7.455,76
7.734,23
7.933,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6.163,14
6.418,30
6.473,34
6.769,82
7.136,07
7.455,76
7.734,23
7.933,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LISTRIK DAN AIR BERSIH
3.044,29
3.116,07
3.254,98
3.417,59
3.615,21
3.816,38
3.939,11
4.114,96
4.1. Listrik
2.187,36
2.242,41
2.352,51
2.477,67
2.616,66
2.766,49
2.880,20
3.006,07
856,93
873,66
902,47
939,92
998,54
1.049,89
1.058,92
1.108,90
74.411,44
83.611,90
85.475,54
92.330,68
105.506,46
119.201,01
133.564,73
150.807,94
3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4.
4.2. Air Bersih 5.
BANGUNAN
79
81
80
Lampiran 23 (Lanjutan). .
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
58.281,59
67.076,80
73.685,79
87.409,81
105.538,82
121.784,66
137.258,12
156.437,10
6.1. Perdagangan
55.639,22
64.246,61
70.873,84
84.389,48
102.305,37
118.319,88
133.673,62
152.655,27
263,08
276,03
298,34
321,97
344,86
375,14
392,28
412,76
2.379,29
2.554,16
2.513,61
2.698,36
2.888,59
3.089,64
3.192,22
3.369,07
30.381,52
34.609,52
38.690,63
44.069,27
50.532,31
57.573,49
64.634,75
72.964,27
7.1. Angkutan Jalan Raya
6.470,03
7.085,98
7.757,02
8.963,04
10.204,11
11.421,46
12.421,98
13.542,44
7.2. Angkutan Laut
6.979,63
7.646,88
8.584,39
9.616,23
10.690,36
11.842,78
12.825,74
13.963,38
7.3. Angkutan Sungai
1.352,81
1.453,87
1.560,58
1.667,33
1.852,12
1.984,91
2.073,24
2.155,97 23.437,17
6.2. H o t e l 6.3. Restoran 7.
8.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
7.4. Angkutan Udara
8.157,38
9.836,87
11.041,37
12.693,54
15.045,42
17.794,80
20.383,69
7.5. Jasa Penunjang Angkutan
1.143,60
1.245,59
1.379,85
1.525,01
1.694,59
1.847,95
2.005,40
2.201,93
7.6. Komunikasi
6.278,07
7.340,32
8.367,42
9.604,13
11.045,71
12.681,57
14.924,70
17.663,38
JASA PERUSAHAAN
8.729,64
6.778,54
9.230,22
19.824,10
23.586,85
45.826,58
37.524,29
40.386,93
8.1. Bank
2.994,41
778,87
2.983,18
13.251,95
16.634,19
38.360,74
29.670,90
32.134,76
142,81
150,82
152,34
163,17
218,04
355,57
399,10
455,09
8.3. Sewa Bangunan
4.845,33
5.005,42
5.209,26
5.480,59
5.760,64
6.092,46
6.392,21
6.685,62
8.4. Jasa Perusahaan
747,08
843,43
885,45
928,39
973,98
1.017,81
1.062,08
1.111,47
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
9.
JASA-JASA
92.084,67
87.125,71
89.842,51
93.065,15
98.260,24
107.250,60
115.222,86
123.144,36
9.1. Pemerintahan Umum
86.048,69
80.675,73
82.958,86
85.737,98
90.438,73
98.951,80
106.472,13
113.967,77 6.540,78
9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan
4.388,19
4.669,91
4.975,32
5.285,28
5.624,07
5.943,52
6.258,52
9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
962,70
1.040,77
1.109,45
1.179,01
1.255,88
1.335,38
1.408,56
1.486,59
9.4. Jasa perorangan dan RT
685,10
739,29
798,88
862,87
941,57
1.019,90
1.083,65
1.149,21
PDRB
630.750,80
658.709,60
686.625,27
743.688,61
801.040,02
881.815,84
932.735,13
1.002.535,59
PDRB TANPA TAMBANG
521.746,89
548.364,94
572.713,71
626.336,92
680.026,96
757.293,40
806.444,47
873.744,38
82
Lampiran 24. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2012 di Kabupaten Waropen No.
LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(Sum Sub Sektor Tanpa Perikanan)
36.582,50
38.121,10
39.426,12
40.734,83
42.802,88
44.324,66
46.124,76
48.223,20
PERTANIAN
37.781,18
39.345,77
40.693,88
42.030,41
44.138,77
45.695,64
47.535,06
49.677,63
1.1. Tanaman Bahan Makanan
13.221,37
14.357,12
15.265,51
15.966,42
17.313,02
18.249,22
19.297,39
20.474,13
3.426,31
3.673,69
3.924,43
4.049,77
4.254,08
4.444,17
4.698,05
4.965,00
1.
1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan dan hasilnya
2.
1.924,18
2.069,82
2.212,96
2.385,69
2.574,62
2.740,40
2.939,82
3.187,62
1.4. Kehutanan
18.010,64
18.020,47
18.023,21
18.332,95
18.661,16
18.890,87
19.189,50
19.596,45
1.5. Perikanan
1.198,68
1.224,67
1.267,76
1.295,58
1.335,89
1.370,98
1.410,29
1.454,43
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1.164,86
1.343,44
1.565,21
1.636,32
1.749,58
1.875,82
2.028,42
2.216,28
2.1. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.2. Pertambangan Tanpa Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.164,86
1.343,44
1.565,21
1.636,32
1.749,58
1.875,82
2.028,42
2.216,28
545,08
595,98
658,05
693,21
736,43
781,37
829,57
889,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
545,08
595,98
658,05
693,21
736,43
781,37
829,57
889,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.3. Penggalian 3.
INDUSTRI PENGOLAHAN 3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi
4.
LISTRIK DAN AIR BERSIH
238,93
270,00
300,75
306,63
315,26
319,29
320,61
328,81
4.1. Listrik
197,88
226,67
254,13
259,66
267,38
270,88
271,99
279,77
41,05
43,33
46,62
46,97
47,88
48,41
48,62
49,03
7.647,68
11.786,68
16.445,38
18.358,86
21.049,51
23.436,72
28.470,78
36.220,31
4.2. Air Bersih 5.
BANGUNAN
81
83
Lampiran 24 (Lanjutan). 6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
5.611,57
6.355,88
7.403,33
8.168,93
8.848,08
9.617,23
10.669,50
12.059,69
6.1. Perdagangan
5.156,25
5.859,43
6.815,01
7.331,78
8.052,48
8.747,91
9.692,17
10.948,43
0,00
0,00
0,00
229,80
131,31
155,93
197,71
250,31
455,32
496,45
588,32
607,35
664,29
713,39
779,61
860,95
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
3.365,75
3.749,01
4.305,23
4.587,17
5.062,62
5.479,81
6.041,79
6.781,01
7.1. Angkutan Jalan Raya
6.2. H o t e l 6.3. Restoran 7.
1.024,14
1.153,69
1.321,15
1.423,77
1.563,17
1.694,18
1.867,65
2.101,13
7.2. Angkutan Laut
593,09
660,25
776,82
791,44
889,03
959,46
1.060,81
1.198,20
7.3. Angkutan Sungai
490,48
512,33
544,48
582,40
627,44
665,52
710,57
774,41
7.4. Angkutan Udara 7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 8.
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
242,30
262,26
294,43
323,25
358,50
390,04
428,42
480,40
1.015,74
1.160,48
1.368,35
1.466,31
1.624,48
1.770,61
1.974,35
2.226,87
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
9.
82
1.059,37
1.325,29
1.686,33
1.793,15
2.094,30
4.145,18
5.216,23
6.254,25
8.1. Bank
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.640,17
2.338,86
2.868,51
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8.3. Sewa Bangunan
1.026,32
1.281,91
1.618,83
1.710,86
2.001,24
2.396,76
2.750,41
3.250,20
8.4. Jasa Perusahaan
33,05
43,38
67,49
82,29
93,06
108,25
126,96
135,54
JASA-JASA
18.969,69
21.340,49
23.586,03
27.213,01
33.723,76
45.307,34
55.539,11
62.412,78
9.1. Pemerintahan Umum
18.025,23
20.267,58
22.381,59
25.925,92
32.328,10
43.805,67
53.920,66
60.643,43
526,08
602,24
661,58
705,52
766,97
823,44
890,72
987,19
63,65
71,11
81,23
89,02
99,50
108,71
120,98
138,88
354,73
399,57
461,62
492,55
529,20
569,52
606,76
643,29
PDRB
76.384,13
86.112,54
96.644,18
104.787,69
117.718,30
136.658,40
156.651,05
176.839,88
PDRB TANPA TAMBANG
76.384,13
86.112,54
96.644,18
104.787,69
117.718,30
136.658,40
156.651,05
176.839,88
9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 9.4. Jasa perorangan dan RT
84
Lampiran 25. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2012 di Kabupaten Kepulauan Yapen No.
LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(Sum Sub Sektor Tanpa Perikanan)
40.211,33
42.983,49
44.617,71
46.869,23
48.267,97
49.699,64
51.015,54
52.589,82
1.
PERTANIAN
56.849,93
60.157,85
62.500,36
65.402,59
67.682,59
70.077,91
72.041,75
74.461,54
1.1. Tanaman Bahan Makanan
25.156,48
27.596,56
28.689,11
30.435,48
31.272,00
32.246,23
33.078,30
34.021,15
5.687,70
5.749,35
6.095,29
6.328,23
6.636,50
6.872,78
7.132,57
7.478,86 3.625,62
1.2. Tanaman Perkebunan
2.
3.
1.3. Peternakan dan hasilnya
2.624,55
2.790,42
2.913,81
3.065,76
3.198,67
3.307,08
3.455,44
1.4. Kehutanan
6.742,60
6.847,16
6.919,50
7.039,75
7.160,80
7.273,55
7.349,24
7.464,19
1.5. Perikanan
16.638,60
17.174,36
17.882,66
18.533,36
19.414,62
20.378,27
21.026,21
21.871,72
3.879,53
3.926,47
4.024,42
4.135,69
4.220,31
4.335,65
4.424,68
4.562,27
2.1. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.2. Pertambangan Tanpa Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.3. Penggalian
3.879,53
3.926,47
4.024,42
4.135,69
4.220,31
4.335,65
4.424,68
4.562,27
INDUSTRI PENGOLAHAN
3.305,00
3.958,27
4.207,24
4.573,95
4.913,26
5.265,33
5.677,86
5.858,32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3.305,00
3.958,27
4.207,24
4.573,95
4.913,26
5.265,33
5.677,86
5.858,32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LISTRIK DAN AIR BERSIH
1.460,03
1.657,98
1.788,19
1.954,33
2.100,75
2.257,07
2.412,84
2.575,36
4.1. Listrik
1.010,44
1.147,05
1.230,55
1.349,58
1.461,93
1.579,20
1.687,20
1.807,29
449,59
510,93
557,64
604,75
638,82
677,87
725,65
768,08
45.559,04
47.342,65
49.396,13
51.269,69
53.263,20
54.879,45
56.877,05
58.884,81
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4.
4.2. Air Bersih 5.
BANGUNAN
83
85
84
Lampiran 25 (Lanjutan). 6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
37.653,41
41.110,31
44.247,90
47.387,95
50.987,36
54.165,34
57.485,76
61.100,11
6.1. Perdagangan
34.914,03
37.921,03
40.793,38
43.621,24
46.878,76
49.716,76
52.709,75
55.965,34
272,65
372,94
452,24
531,54
610,84
686,27
770,68
860,10
2.466,73
2.816,34
3.002,29
3.235,17
3.497,76
3.762,31
4.005,33
4.274,66
18.896,52
21.137,83
23.220,07
25.375,08
27.696,99
30.214,72
32.337,83
34.795,96
7.1. Angkutan Jalan Raya
8.945,20
10.018,62
10.835,83
11.845,96
12.865,44
14.017,53
14.950,21
16.034,84
7.2. Angkutan Laut
2.692,31
2.964,50
3.236,69
3.508,88
3.791,07
4.093,77
4.362,78
4.663,15
554,35
566,05
595,44
620,40
648,31
669,92
695,06
722,02
2.490,37
2.675,99
2.911,40
3.061,14
3.254,36
3.479,49
3.663,12
3.867,77
661,44
736,05
810,66
885,27
969,88
1.051,63
1.127,54
1.214,34
3.552,85
4.176,62
4.830,05
5.453,44
6.167,93
6.902,38
7.539,12
8.293,84
17.071,92
15.462,58
17.623,91
23.122,50
27.464,25
35.615,72
33.337,03
35.699,03
9.143,77
5.701,91
7.150,83
11.110,06
14.147,78
21.236,52
17.679,52
18.586,81
465,28
522,74
565,03
629,35
794,95
971,62
1.032,46
1.172,28
8.3. Sewa Bangunan
6.864,00
8.541,74
9.146,21
10.547,14
11.617,10
12.423,07
13.567,14
14.804,66
8.4. Jasa Perusahaan
598,87
696,19
761,84
835,95
904,42
984,51
1.057,91
1.135,28
6.2. H o t e l 6.3. Restoran 7.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
7.3. Angkutan Sungai 7.4. Angkutan Udara 7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 8.
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 8.1. Bank 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
9.
JASA-JASA
91.111,70
98.046,36
105.886,33
108.914,52
110.797,73
115.762,35
120.403,14
123.991,33
9.1. Pemerintahan Umum
85.972,65
92.436,81
99.885,63
102.502,84
103.950,50
108.462,41
112.688,05
115.834,88
3.198,27
3.501,83
3.752,52
4.016,43
4.281,53
4.563,36
4.827,89
5.110,69
251,06
257,08
263,40
269,65
275,94
281,96
288,24
294,62
9.4. Jasa perorangan dan RT
1.689,72
1.850,64
1.984,77
2.125,60
2.289,76
2.454,62
2.598,96
2.751,14
PDRB
275.787,08
292.800,30
312.894,54
332.136,30
349.126,44
372.573,55
384.997,95
401.928,72
PDRB TANPA TAMBANG
275.787,08
292.800,30
312.894,54
332.136,30
349.126,44
372.573,55
384.997,95
401.928,72
9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
86
Lampiran 26. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2012 di Kabupaten Supiori No.
LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(Sum Sub Sektor Tanpa Perikanan)
12.934,23
13.976,57
15.150,48
16.361,52
17.428,84
17.775,60
18.119,77
18.385,76
37.474,11
40.779,41
44.871,81
49.015,83
52.527,50
56.049,97
58.784,69
60.681,80
6.917,19
7.177,38
7.496,83
7.841,89
8.274,66
8.433,83
8.629,75
8.725,64
796,20
853,34
921,15
986,00
1.061,40
1.104,44
1.146,70
1.173,95 3.407,00
(1)
1.
PERTANIAN 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan
2.
3.
1.3. Peternakan dan hasilnya
2.137,25
2.419,95
2.775,09
3.169,75
3.245,82
3.272,98
3.313,82
1.4. Kehutanan
3.083,59
3.525,90
3.957,41
4.363,88
4.846,96
4.964,35
5.029,50
5.079,17
1.5. Perikanan
24.539,88
26.802,84
29.721,33
32.654,31
35.098,66
38.274,37
40.664,92
42.296,04
1.065,68
1.161,85
1.283,58
1.399,17
1.539,98
1.653,07
1.834,70
1.989,77
2.1. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.2. Pertambangan Tanpa Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.3. Penggalian
1.065,68
1.161,85
1.283,58
1.399,17
1.539,98
1.653,07
1.834,70
1.989,77
INDUSTRI PENGOLAHAN
2.707,33
2.837,34
2.988,17
3.129,10
3.278,99
3.307,53
3.379,63
3.410,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.707,33
2.837,34
2.988,17
3.129,10
3.278,99
3.307,53
3.379,63
3.410,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4.
LISTRIK DAN AIR BERSIH
13,57
16,67
19,11
19,87
20,80
21,65
34,76
38,13
4.1. Listrik
13,57
16,67
19,11
19,87
20,80
21,65
34,76
38,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9.080,83
11.883,31
12.719,74
13.099,90
13.641,27
14.110,64
14.887,77
15.572,61
4.2. Air Bersih 5.
BANGUNAN
85
87
86
Lampiran 26 (Lanjutan). 6.
7.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
15.356,46
16.775,41
19.051,91
20.472,55
23.589,00
24.155,29
24.686,86
26.897,16
6.1. Perdagangan
26.695,92
15.356,46
16.775,41
18.953,81
20.356,78
23.435,53
23.987,79
24.498,97
6.2. H o t e l
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6.3. Restoran
0,00
0,00
98,10
115,77
153,47
167,50
187,89
201,23
6.743,81
7.638,41
8.544,85
8.980,60
9.319,59
9.692,83
10.190,36
11.015,36
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.1. Angkutan Jalan Raya
2.649,61
3.254,84
3.827,19
3.900,34
4.010,75
4.258,01
4.678,28
5.198,08
7.2. Angkutan Laut
2.393,24
2.499,02
2.610,75
2.735,75
2.945,48
3.107,43
3.226,14
3.508,92
628,75
676,89
724,62
724,62
543,47
362,31
181,16
81,52 0,00
7.3. Angkutan Sungai 7.4. Angkutan Udara
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7.5. Jasa Penunjang Angkutan
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.072,21
1.207,66
1.382,29
1.619,89
1.819,89
1.965,07
2.104,79
2.226,84
2.012,11
2.225,79
2.427,22
2.791,42
2.987,89
4.807,30
4.851,12
5.196,29
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.626,88
1.503,29
1.619,46
855,00
931,67
1.028,91
1.122,44
1.166,36
1.189,54
1.215,59
1.225,11
8.3. Sewa Bangunan
1.157,11
1.294,12
1.398,31
1.668,98
1.821,53
1.990,88
2.132,23
2.351,72
8.4. Jasa Perusahaan
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
JASA-JASA
5.772,99
6.873,73
10.185,34
11.941,25
11.208,77
12.153,78
12.804,13
13.651,88
9.1. Pemerintahan Umum
4.252,56
5.219,56
8.372,15
9.972,65
9.061,44
9.855,71
10.415,32
10.999,60
9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan
7.6. Komunikasi 8.
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 8.1. Bank 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
9.
1.073,27
1.172,90
1.293,53
1.415,85
1.561,13
1.691,64
1.768,89
2.025,41
9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
196,07
219,96
246,21
260,98
275,36
286,58
293,27
294,02
9.4. Jasa perorangan dan RT
251,09
261,31
273,45
291,77
310,84
319,85
326,64
332,85
PDRB
80.226,89
90.191,92
102.091,73
110.849,69
118.113,78
125.952,07
131.454,00
138.453,04
PDRB TANPA TAMBANG
80.226,89
90.191,92
102.091,73
110.849,69
118.113,78
125.952,07
131.454,00
138.453,04
88
Lampiran 27. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2012 di Kabupaten Biak Numfor No.
LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(Sum Sub Sektor Tanpa Perikanan)
60.961,45
64.536,25
68.629,23
72.320,79
73.734,14
75.942,16
78.992,99
82.551,49
132.826,95
140.107,91
149.370,85
157.213,39
158.311,37
163.212,90
172.538,12
184.412,90
32.172,04
34.190,11
36.749,37
39.329,88
39.662,17
40.525,79
41.894,53
43.503,38
4.061,84
4.291,69
4.427,72
4.562,67
4.874,06
5.170,19
5.992,39
6.820,18 22.321,98
1.
PERTANIAN 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan dan hasilnya
2.
16.087,32
17.017,90
17.979,33
18.674,12
19.626,97
20.497,11
21.290,90
1.4. Kehutanan
8.640,25
9.036,55
9.472,81
9.754,12
9.570,94
9.749,08
9.815,17
9.905,95
1.5. Perikanan
71.865,50
75.571,66
80.741,62
84.892,60
84.577,22
87.270,74
93.545,13
101.861,41
8.176,71
8.790,56
9.483,22
10.236,45
10.879,75
11.850,81
13.247,55
15.021,44
2.1. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.2. Pertambangan Tanpa Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8.176,71
8.790,56
9.483,22
10.236,45
10.879,75
11.850,81
13.247,55
15.021,44
INDUSTRI PENGOLAHAN
57.352,11
60.093,45
60.891,94
62.118,35
62.406,81
64.551,89
66.510,71
69.344,06
3.1. Industri Besar/Sedang
49.067,13
51.094,92
51.138,55
51.675,64
50.944,48
52.181,73
53.294,11
55.085,19
8.284,98
8.998,53
9.753,39
10.442,71
11.462,33
12.370,15
13.216,60
14.258,87
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LISTRIK DAN AIR BERSIH
9.703,91
10.791,77
11.654,63
12.190,49
12.776,33
13.040,60
13.239,70
13.506,06
4.1. Listrik
8.208,08
9.234,25
9.983,17
10.446,76
10.949,25
11.176,21
11.364,52
11.595,00
4.2. Air Bersih
1.495,83
1.557,52
1.671,46
1.743,73
1.827,08
1.864,39
1.875,19
1.911,06
79.101,15
83.802,76
89.213,24
94.326,94
98.791,42
104.021,43
107.174,63
116.586,38
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
2.3. Penggalian 3.
3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4.
5.
BANGUNAN
87
89
Lampiran 27 (Lanjutan ). 6.
7.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
92.518,90
102.417,17
114.300,60
126.602,16
139.746,74
152.327,49
164.457,28
182.847,72
6.1. Perdagangan
156.872,49
76.047,83
85.148,13
95.927,38
107.193,03
118.943,45
130.095,19
140.617,66
6.2. H o t e l
9.017,70
9.373,40
9.954,10
10.465,85
11.220,17
11.925,85
12.608,01
13.421,35
6.3. Restoran
7.453,37
7.895,64
8.419,12
8.943,28
9.583,12
10.306,45
11.231,61
12.553,88
103.485,40
120.499,59
133.516,78
146.406,63
160.408,21
174.224,70
185.995,27
198.854,04
7.1. Angkutan Jalan Raya
28.245,07
31.793,85
35.361,32
39.832,44
44.160,09
47.875,72
51.620,43
54.787,99
7.2. Angkutan Laut
27.480,97
31.932,98
36.298,69
40.591,74
44.798,84
48.813,76
51.435,05
54.481,76
7.3. Angkutan Sungai
5.110,19
5.196,37
5.553,63
5.982,51
6.394,71
6.805,97
7.325,36
7.899,02
7.4. Angkutan Udara
19.846,50
25.108,23
26.874,94
28.045,78
29.412,63
30.611,65
31.793,26
33.512,69
7.236,30
7.841,47
8.366,71
8.767,82
9.212,64
9.730,88
10.166,83
10.781,06
15.566,37
18.626,69
21.061,49
23.186,34
26.429,29
30.386,73
33.654,35
37.391,52
JASA PERUSAHAAN
39.693,49
43.351,29
49.130,87
48.030,84
57.174,74
73.873,21
68.687,56
72.355,96
8.1. Bank
16.457,85
17.990,46
21.242,20
17.226,72
22.937,29
36.256,37
28.482,14
29.440,21
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
10.295,07
11.482,52
12.892,18
14.703,02
16.947,05
18.865,50
20.627,90
22.364,49
8.3. Sewa Bangunan
10.236,52
10.846,70
11.589,56
12.434,66
13.384,39
14.535,28
15.154,44
15.891,93
8.4. Jasa Perusahaan
2.704,05
3.031,61
3.406,93
3.666,44
3.906,01
4.216,07
4.423,08
4.659,33
108.102,85
111.799,87
116.169,59
118.679,16
123.175,74
129.288,71
130.644,53
136.653,85
98.100,17
100.864,00
104.092,78
105.834,86
109.420,19
114.812,71
115.200,75
120.412,78
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 8.
9.
88
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN
JASA-JASA 9.1. Pemerintahan Umum 9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan
5.969,20
6.590,91
7.363,42
7.865,88
8.465,57
8.945,17
9.591,32
10.037,54
9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
1.768,60
1.973,21
2.205,11
2.306,38
2.426,97
2.539,46
2.636,46
2.749,32
9.4. Jasa perorangan dan RT
2.264,88
2.371,75
2.508,28
2.672,04
2.863,00
2.991,37
3.215,99
3.454,21
PDRB
630.961,47
681.654,37
733.731,72
775.804,42
823.671,09
886.391,75
922.495,35
989.582,41
PDRB TANPA TAMBANG
630.961,47
681.654,37
733.731,72
775.804,42
823.671,09
886.391,75
922.495,35
989.582,41
89
Lampiran 28. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Wilayah Kapet Biak Tahun 2012 (Juta Rupiah) No.
LAPANGAN USAHA
Nabire
Waropen
(2) PERTANIAN
701.477,01
113.926,32
140.748,76
332.696,97
107.144,70
1.1. Tanaman Bahan Makanan
62.479,31
72.102,31
87.616,21
13.327,80
29.147,65
12.593,94
14.231,31
11.687,58
1.800,31
1.3. Peternakan dan hasilnya
29.682,71
5.266,42
6.472,73
42.326,14
6.801,63
1.4. Kehutanan
75.580,31
30.088,76
14.317,64
16.218,48
6.942,09
1.5. Perikanan PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
176.809,19
3.497,88
33.624,78
174.848,56
78.272,87
215.083,39
4.227,24
5.942,83
27.771,24
3.282,72
2.1. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
199.038,45
0,00
0,00
0,00
0,00
2.3. Penggalian
16.044,94
4.227,24
5.942,83
27.771,24
3.282,72
INDUSTRI PENGOLAHAN
15.325,26
1.716,04
12.243,37
104.525,58
5.109,30
0,00
0,00
0,00
80.599,92
0,00
3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi
15.325,26
1.716,04
12.243,37
23.925,66
5.109,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LISTRIK DAN AIR BERSIH
14.059,38
596,00
5.890,25
18.059,71
79,23
4.1. Listrik
11.422,06
509,89
4.264,14
14.901,72
79,23
4.2. Air Bersih 5.
BANGUNAN
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
86,12
1.626,12
3.157,99
0,00
142.495,36
89.437,99
189.193,25
154.298,32
342.254,64
20.836,49
149.009,12
348.996,60
44.576,20
6.1. Perdagangan
326.377,61
19.017,59
135.586,44
300.471,53
44.244,70
1.985,53
394,80
3.413,79
25.108,14
0,00
6.3. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
13.891,50
1.424,10
10.008,89
23.416,93
331,50
182.528,04
15.380,39
79.927,43
394.033,33
18.457,62
7.1. Angkutan Jalan Raya
32.397,77
6.146,48
35.967,11
87.097,60
8.946,89
7.2. Angkutan Laut
44.756,97
2.463,95
11.801,72
93.642,35
5.279,73
7.3. Angkutan Sungai
3.159,45
1.258,88
1.131,64
17.444,83
101,46
7.4. Angkutan Udara
36.593,96
0,00
8.851,71
77.302,88
0,00
7.5. Jasa Penunjang Angkutan
4.023,71
779,00
1.840,60
23.383,52
0,00
61.596,16
4.732,08
20.334,65
95.162,15
4.129,54
101.322,24
14.575,32
100.554,60
163.600,06
10.058,30
77.721,62
8.065,79
47.059,49
75.480,21
3.950,53
915,96
0,00
2.157,42
50.051,98
1.964,68
8.3. Sewa Bangunan
19.635,02
6.151,74
49.568,53
28.520,32
4.143,09
8.4. Jasa Perusahaan
3.049,64
357,80
1.769,15
9.547,55
0,00
7.6. Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 8.1. Bank 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
9.
2.637,31 433.214,97
RESTORAN 6.2. H o t e l
8.
(7)
390.257,15
3.1. Industri Besar/Sedang
7.
(6)
1.2. Tanaman Perkebunan
2.2. Pertambangan Tanpa Migas
4.
(5)
Supiori
1.
3.
(4)
Biak
(1)
2.
(3)
Yapen
JASA-JASA
343.095,95
138.951,66
300.029,42
334.495,11
97.681,52
9.1. Pemerintahan Umum
323.680,21
135.413,52
285.163,60
305.056,19
93.275,04
11.969,36
1.858,94
9.497,80
17.318,72
3.284,19
9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
3.494,95
254,55
615,86
5.619,15
573,82
9.4. Jasa perorangan dan RT
3.951,42
1.424,66
4.752,16
6.501,05
548,47
90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua tanggal 31 Januari 1974 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan bapak Yustus Msiren dan Ibu Nelly Sawias. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Biak Kabupaten Biak Numfor dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Minat Hama Penyakit Tanaman, Universitas Negeri Cenderawasih (UNCEN) Manokwari, lulus pada tahun 1997. Penulis pernah bekerja sebagai guru tidak tetap (GTT) pada SMA YPK 2 Biak pada tahun 1998, kemudian pada tahun 1999 ikut membantu sebagai supervisor pertamanan (gardening) pada PT Biak Mina Jaya. Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada Dinas Perkebunan Kabupaten Biak Numfor, pernah menjabat sebagai kepala seksi sumber daya dan pengendalian lahan. Denga adanya perampingan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) maka Dinas Perkebunan merger bersama Dinas Kehutanan menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, lalu menjabat sebagai kepala seksi kelembagaan. Pada tahun 2010 penulis dimutasikan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupatenn Biak Numfor sebagai kepala sub bidang pengembangan dunia usaha (PDU). Atas perkenan Tuhan dan motivasi Kepala Bappeda serta Kabid Ekonomi Bappeda, maka penulis pada tahun 2012 berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan sponsor dari Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dan memilih minor Perencanaan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Wilayah.