Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
KETAHANAN BAKTERI Salmonella spp. TERHADAP IRADIASI PADA MAKANAN OLAHAN DAGING AYAM (Radiation Resistances of Foodborne Pathogens of Salmonella Spp. Processed Chicken Meat) ANDINI, L.S.1, HARSOJO1 dan RUMONDANG2 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta. 2 Mahasiswa Jurusan Farmasi, FMIPA, ISTN, Jakarta.
ABSTRACT Information on the irradiation of meat for the control of foodborne pathogens has been sought by the industry. This information should benefit these industries and the consumers. The aim of this study was to obtain decontamination doses of Salmonella spp. Bacteria on the ready-to-eat food derived from chicken meat such as meat balls, sausages, and nugget. Serotypes of Salmonella used were S. agona, S. hadar, and S. kentucky. Serotype of Salmonella were inoculated into ready-to-eat food which has been irradiated at 10 kGy prior to incubation at 37oC for 1 hour. The sterilized inoculated food followed irradiation with the doses of 0; 0.25; 0.50; 0.75; 1.00 kGy in ice at 0oC. with a dose rate of 2.65 kGy/h. The source of Gamma radiation used was 60Co Irradiator Panoramic, Centre for Research and Development of Isotopes and Radiation Technology, National Nuclear Energy Agency, Jakarta. The results showed the D10 values of S. agona on chicken balls, sausages, and nugget were 0.15; 0.17; and 0.17 kGy respectively. Meanwhile D10 values of S. hadar on chicken balls, sausages, and nugget were 0.19; 0.18; and 0.17 kGy respectively. D10 values of S. kentucky on chicken balls, sausages, and nugget were 0.24; 0.28; 0.26 kGy respectively. S. kentucky was the most resistence to irradiation compared to S. agona and S. hadar. Key words: Radiation resistency, Salmonella spp., ready to eat food ABSTRAK Informasi tentang iradiasi makanan untuk mengeliminasi bakteri pathogen penyebab penyakit telah bayak dilakukan oleh industri. Informasi ini akan menguntungkan bagi industri maupun konsumen. Percobaan untuk mencari ketahanan bakteri Salmonella spp. terhadap iradiasi di dalam makanan olahan asal daging ayam berupa bakso, sosis dan nugget telah dilakukan. Bakteri Salmonella yang digunakan terdiri dari tiga serotipe yaitu S. agona, S. hadar dan S. kentucky. Tiap serotipe diinokulasi ke dalam ketiga makanan olahan yang telah dicincang dan diiradiasi sebelumnya dengan dosis 10 kGy untuk menghilangkan mikroba yang mencemarinya. Kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 1 jam untuk membiarkan bakteri yang diinokulasi sempat tumbuh. Kemudian disimpan di dalam lemari es untuk selanjutnya diiradiasi dengan dosis 0; 0,25; 0,50; 0,75; dan 1,00 kGy dengan laju dosis 2,65 kGy/jam. Sebagai sumber iradiasi digunakan Co60 di dalam Iradiator Panorama Serba Guna (IRPASENA), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta. Hasil yang diperoleh adalah nilai D10 S. agona pada bakso, sosis dan nuget berturut-turut yaitu 0,15; 0,17; 0,17 kGy. Nilai D10 S. hadar pada bakso, sosis dan nuget berturut-turut adalah 0,19; 0,18 ; 0,17 kGy. Nilai D10 S. kentucky pada bakso, sosis dan nuget berturut –turut adalah 0,24; 0,28; 0,26 kGy. S. kentucky merupakan bakteri yang paling tahan terhadap iradiasi dibanding S. hadar dan S. agona. Kata kunci: Ketahanan radiasi, Salmonella spp., makanan siap saji
PENDAHULUAN Keracunan makanan disebabkan pencemaran oleh bakteri patogen, banyak terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bakteri yang
508
menyebabkan keracunan makanan adalah Salmonella. Species Salmonella ini dapat menimbulkan keracunan pada manusia. Salmonella termasuk bakteri fakultatif anaerob yang tidak membentuk spora. Kematian yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
disebabkan oleh Salmonella biasanya terjadi pada bayi, orang tua, dan individu yang kondisi tubuhnya lemah (SOEPARNO, 1998). Sumber infeksi Salmonella berasal dari kontaminasi oleh bakteri patogen pada bahan pangan misalnya karkas ayam yang dapat terjadi selama penanganan, pengolahan, transportasi maupun kontaminasi silang pada saat pemasaran. Upaya pencegahan dilakukan melalui eliminasi bakteri dengan menggunakan antara lain teknologi iradiasi gamma. Keunggulan proses iradiasi gamma dibandingkan dengan proses lain adalah bahwa bahan makanan tidak berubah warna, tekstur maupun kandungan gizi pada dosis tertentu. Dosis yang dianjurkan oleh Komisi Codex Alimentarius FAO/WHO untuk digunakan pada iradiasi pangan tidak melebihi 10 kGy. Jumlah energi ini sangat kecil, yaitu setara dengan jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air 2,4oC. Oleh karena itu tidak mengherankan jika produk pangan hanya mengalami perubahan kecil akibat proses iradiasi (HERMANA, 1991 dan MURANO et al.,1997). Menurut ITO et al. (1994) iradiasi gamma, efektif untuk membunuh bakteri patogen dalam bahan mentah dengan dosis antara 3–5 kGy. Ketahanan bakteri terhadap iradiasi tergantung species maupun bahan makanan yang dicemarinya seperti misalnya bahan mentah, kering dan olahan yang membutuhkan dosis eliminasi yang berbeda (MAHA, 1993). Kutipan SK Direktur Jenderal POM Nomor 03726/B/SK/VIII/89 mengenai batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan yang dikutip oleh POERNOMO (1995) pada bahan makanan mentah segar maupun beku, dan olahan adalah sama sekali tidak boleh terkontaminasi oleh bakteri Salmonella. Tujuan percobaan ini adalah untuk memperoleh data mengenai ketahanan bakteri Salmonella spp. di dalam makanan olahan asal daging ayam berupa bakso, sosis dan nuget terhadap iradiasi. MATERI DAN METODE Bakteri patogen Salmonella yang digunakan adalah serotipe Salmonella agona, S. hadar dan S. kentucky yang diperoleh dari koleksi kultur biakan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta. Bahan makanan olahan yang digunakan adalah bakso, sosis dan nuget ayam yang diperoleh dari pasar swalayan. Media yang digunakan antara lain agar nutrien, media cair nutrien, dan pepton. Kultur biakan dibuat subkultur dan diinkubasi selama 2−3 hari pada suhu 37oC. Satu ose kultur kemudian dipindahkan ke dalam 10 ml media cair nutrien steril lalu diinkubasi semalam pada suhu 37oC. Diambil 1 ml kultur biakan murni untuk dipindahkan ke dalam 100 ml media cair baru steril lalu diinkubasi dalam penangas air goyang (merk Taiyo type M-100 T) semalam (16–18 jam) pada suhu 37oC. Kemudian biakan disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC (Merk Sorvall RC. 5C). Supernatan dibuang lalu endapan dicuci 2 kali dengan 20 ml akuades steril dan disentrifus dengan kecepatan dan waktu yang sama. Setelah itu endapan diencerkan dengan 0,1% air pepton steril sesuai standar kekeruhan 3.108 sel/ml (Metode Mc Farland no. 8 dikutip dari percobaan ITO et al. (1993). Sebanyak 10 g dari tiap sampel yang telah dipotong-potong, dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat dan diiradiasi dengan dosis 10 kGy untuk membunuh kontaminan bakteri yang ada. Kemudian tiap sampel diinokulasi dengan 1 ml suspensi (3. 108 sel/ml) yang telah dipersiapkan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam untuk memberi kesempatan bakteri beradaptasi pada media sampel. Sampel kemudian diiradiasi dengan dosis 0; 0,25; 0,50; 0,75; dan 1,0 kGy dengan laju dosis 2,65 kGy/jam pada suhu 0oC (ANDINI, 1995). Sampel yang telah diiradiasi diencerkan dengan 90 ml 0,1% air pepton steril dalam gelas erlenmeyer berkapasitas 250 ml, kemudian 0,1 ml sampel ditanam dengan cara diratakan pada permukaan lempeng agar nutrien, dengan pengenceran 10–1 –10–6 lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24–48 jam. Koloni bakteri yang tahan terhadap iradiasi akan tumbuh pada media, kemudian dihitung untuk menentukan dosis iradiasi yang diperlukan untuk mengeliminasinya. Penentuan dosis eliminasi menggunakan perhitungan nilai
509
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
D10 yaitu 10% dari bakteri yang bertahan hidup pada dosis tersebut (ITO dan SAMSUL, 1994). HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai D10 Salmonella spp. pada makanan olahan asal daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai D10 rata–rata dari bakso, sosis dan nuget dari ke tiga serotipe berturut-turut yaitu 0,19; 0,20; dan 0,21 kGy. Nilai D10 tersebut menunjukkan bahwa nuget mempunyai nilai D10 tertinggi dibandingkan dengan nilai D10 bakso maupun sosis. Hal ini mungkin disebabkan nuget mempunyai kandungan bahan lebih banyak dibanding bakso dan sosis, sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mengeliminasi bakteri Salmonella. Hal ini diperkuat dengan data pada Tabel 2 yaitu kontaminasi awal bahan makanan olahan tertinggi ditemukan pada nuget. Sementara itu, bila dilihat ketiga serotipe, S. kentucky mempunyai ketahanan tertinggi terhadap iradiasi karena nilai D10 sebesar 0,26 kGy. Berdasarkan nilai D10 yang didapat, maka dosis iradiasi untuk mengeliminasi bakteri Salmonella sebanyak 106 (enam desimal) pada makanan olahan berkisar antara 1,0–2,0 kGy suhu 0oC. Ketiga serotipe yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi biakan P3TIR, yang diisolasi dari karkas ayam mentah. Penelitian ANDINI (1994) dengan menggunakan daging ayam segar memperoleh nilai D10 pada S. kentucky, S. agona dan S. hadar berturut-turut yaitu 0,51; 0,85; dan 0,95 (2003) kGy. Penelitian HARSOJO et al. mendapatkan nilai D10 sebesar 0,15 dan 0,33 kGy dari S. agona dan S. hadar pada bakso daging sapi. Hal ini berarti tiap serotipe mempunyai ketahanan yang berbeda tergantung pada bahan dimana bakteri tersebut
hidup. Ketahanan bakteri terhadap iradiasi pada bahan mentah 2–6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan olahan. Pada Tabel 2 terlihat bahwa jumlah kapang, E. coli, bakteri aerob dan koliform tertinggi ditemukan pada nuget, hal ini mungkin karena nuget mempunyai permukaan yang lebih luas dan kandungan bahan pembuat lebih beragam bila dibanding bakso dan sosis, sehingga lebih mudah terkontaminasi mikroba. Pada Gambar 1 dapat dilihat kurva pertumbuhan S. agona pada makanan olahan asal daging ayam. Pada Gambar 1 terlihat bahwa kurva pertumbuhan S. agona pada bakso, sosis dan nuget mempunyai pola yang sama dan hampir berhimpit. Hal ini menunjukkan serotipe S. agona mempunyai ketahanan iradiasi yang hampir sama pada ketiga jenis makanan tersebut. Ketahanan terhadap iradiasi pada bakso paling rendah karena kurva pertumbuhan bentuknya lebih curam. Pada serotipe S. hadar ketahanan iradiasi pada ketiga jenis makanan olahan, terlihat bentuk paling curam adalah pada nugget (Gambar 2). Hal ini menunjukkan nuget paling peka terhadap iradiasi dibandingkan dengan bakso dan sosis. Sementara itu, pada S. kentucky hal sebaliknya yang terjadi yaitu, bakso paling peka, kemudian sosis dan yang paling tahan adalah pada nuget (Gambar 3). Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada daging segar yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu nilai D10 pada S. kentucky paling rendah diikuti S. agona dan S. hadar. Dari bentuk kurva pertumbuhan dapat terlihat dengan makin curamnya kurva maka bakteri tersebut makin peka terhadap iradiasi dan sebaliknya makin landai makin tahan terhadap iradiasi (ITO and SHAMSUL,1994).
Tabel 1. Nilai D10 Salmonella spp. pada makanan olahan asal daging ayam Serotipe
Nilai D10 (kGy) Bakso
Sosis
Nuget
Rata-rata
S. agona
0,15 ± 0,02
0,17 ± 0,00
0,17 ± 0,03
0,16
S. hadar
0,19 ± 0,04
0,18 ± 0,07
0,17 ± 0,00
0,18
S. kentucky
0,24 ± 0,06
0,26 ± 0,08
0,28 ± 0,06
0,26
0,19
0,20
0,21
Rata-rata
510
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 2. Cemaran mikroba pada makanan olahan daging ayam sebelum diiradiasi (CFU/g) Mikroba Kapang E.coli Bakteri aerob Koliform
Bakso
Sosis
Nuget
44,0 104 4,0 103 11,4 107 40,0 103
86,0 102 4,0 102 34,0 106 17,0 102
10,8 105 9,0 105 58,0 107 13,8 105
Sumber: HARSOJO et al. (2003)
Fraksi pertumbuhan (log)
1
0,1 0,01 0,001 0,0001 0,00001
0
0,25
0,75
0,50 Dosis iradiasi (kGy)
Bakso
Sosis
Nuget
Gambar 1. Kurva pertumbuhan S. agona pada makanan olahan daging ayam
1
Fraksi pertumbuhan (log)
0.1 0.01 0.001 0.0001 0.00001 Dosis iradiasi (kGy)
Bakso
Sosis
Nuget
Gambar 2. Kurva pertumbuhan S. hadar pada makanan olahan daging ayam
511
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Fraksi pertumbuhan (log)
1
0.1
0.01
0.001
0.0001 Dosis iradiasi (kGy) Bakso
Sosis
Nuget
Gambar 3. Kurva pertumbuhan S. kentucky pada makanan olahan daging ayam
KESIMPULAN Salmonella yang terdapat pada nuget lebih tahan terhadap iradiasi dibandingkan dengan yang terdapat pada bakso dan sosis. Ketahanan bakteri Salmonella terhadap iradiasi berturutturut dari yang paling tahan yaitu S. kentucky, S. hadar, dan S. agona dengan nilai D10 sebesar 0,26; 0,18; dan 0,16 kGy. Dosis iradiasi untuk mengeliminasi bakteri Salmonella sebanyak 106 CFU/gr pada makanan olahan berkisar antara 1,0–2,0 kGy. DAFTAR PUSTAKA
ANDINI, L.S., HARSOJO, S.D. ANASTASIA dan M. MAHA. 1994. Efek iradiasi gamma pada Salmonella yang diisolasi dari daging ayam segar. Risalah APISORA, BATAN, Jakarta Desember 1994. ANDINI, L.S. 1995. Pertumbuhan optimal bakteri patogen Salmonella dan dekontaminasinya pada daging ayam dengan iradiasi gamma. Persentasi Ilmiah Jabatan Fungsional Peneliti, PAIR, BATAN, Jakarta. HARSOJO dan L.S. ANDINI. 2003. Cemaran Mikroba pada makanan olahan asal ternak. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Litbang Pertanian, Bogor, 29–30 September 2003.
512
HARSOJO, L.S. ANDINI dan S.H. ROSALINA. 2003. Dekontaminasi Salmonella dengan iradiasi pada bakso sapi. Seminar Pertemuan Ilmiah Tahunan PERMI, Bandung 29−30 Agustus 2003. HERMANA. 1991. Iradiasi Pangan. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. hlm. 87. ITO, H. and M.D. SHAMSUL ISLAM. 1994. Effect of dose rate on inactivation of microorganisms in spices by electron-beams and gamma-rays irradiation. Radiat. Phys. Chem. 43. 6 545. ITO, H., HARUN AL-RASHID, NARVEMON SANGTHONG, A. Y. PITAYA, R. PONGPEN, and I. ISHIGAKI. 1993. Effects of gamma irradiation on frozen shrimps and decontamination of pathogenic bacteria. Radiat. Phys. Chem. 42 1−3. 279. MAHA, M. 1993. Iradiasi bahan pangan., Bahan penataran di Pusat Penelitian Export Indonesia, Departemen Perdagangan, Jakarta. 15 Februari 1993. MURANO, L.E., E.A. MURANO, K. SHENOY and D.G. OLSON. 1997. D value of Salmonella enteritidis Isolates and Quality attributs of shell eggs. Treated with Irradiation. The poultry Sc. Ass. http://www psa.uiuc.edu/toc/ abs/97/ Jan 97 ab 202.html. POERNOMO S. 1995. Standar higiene dan keamanan pangan, Bahan penataran manajemen usaha
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
jasa boga. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 11 September–9 Desember 1995.
SOEPARNO. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
DISKUSI Pertanyaan: Sampel daging dan hati ayam hanya 25, apakah diambil sekaligus pada saat yang sama dan apakah sampelnya tidak terlalu sedikit? Jawaban: Sampling yang dilakukan pada saat yang sama yaitu pada Agustus 2004 dari pasar tradisional, memang jumlah sampel perlu lebih banyak namun karena keterbatasan dana maka hanya mampu mengambil sampel sebanyak 25 saja dan sebenarnya tujuan awal penelitian ini hanyalah merupakan pengembangan uji metode deteksi enrofloksasin.
513