PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
KESETIMBANGAN PAPAIN DALAM GETAH PEPAYA PADAT DAN AIR PADA EKSTRAKSI PAPAIN : VARIASI KADAR NaHSO3 DALAM AIR Dwi Setyaningsih dan Wahyudi Budi Sediawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta. Telp. 0274-902171; Fax. 0274-902170 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak Papain merupakan salah satu enzim hidrolase yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat (protein). Papain, yang banyak dimanfaatkan dalam industri penyamakan kulit, kosmetika, farmasi, pelunak daging, dan pembuatan konsentrat protein, banyak terdapat dalam getah pepaya, baik dalam getah buah, getah daun , maupun getah batang. Penelitian ini bermaksud mempelajari pemungutan papain dari getah pepaya dengan ekstraksi. Pada penelitian ini digunakan getah pepaya yang berasal dari buah pepaya karena jumlahnya lebih banyak dan daya enzimatiknya lebih tinggi. Aktivitas papain dipengaruhi oleh suhu dan pH. Di Indonesia, pengambilan papain dari getah pepaya sudah mulai dikembangkan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mencari hubungan kesetimbangan papain dalam getah pepaya padat dan pelarut (air) serta pengaruh kadar NaHSO3 dalam air terhadap konstanta kesetimbangan pada ekstraksi papain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar kadar NaHSO3 dalam air, konsentrasi papain yang terekstrak akan semakin besar juga. Kesetimbangan papain dalam getah pepaya padat dan air mengikuti persamaan Langmuir dengan persamaan sebagai berikut : (2.954407E − 2).Xm.X dengan sum of squares of error (SSE) sebesar 2.012778E-03 , dimana Y= 1 + (2.954407E − 2).X Y adalah kadar papain dalam fasa cair dan X adalah kadar papain dalam fasa padat. Nilai konstanta Xm semakin besar dengan kenaikan kadar NaHSO3 dalam air . Hubungan antara konstanta Xm dan kadar NaHSO3 dalam air (S) dapat dinyatakan dalam persamaan: Xm = 0.4955 (S)2 – 0.743 (S) +1.7078 .
Kata kunci : ekstraksi papain ; keketimbangan fasa papain Pendahuluan Latar belakang Pepaya sudah lama dinikmati masyarakat. Umumnya masyarakat kita menanam pepaya hanya untuk memperoleh buah dan daunnya saja sebagai bahan makanan. Namun sejalan dengan kemajuan teknologi dan tuntutan kebutuhan hidup, pepaya tidak hanya diambil buah dan daunnya saja, tetapi getahnya pun dapat dimanfaatkan. Getah pepaya mengandung zat yang disebut papain. Papain digunakan dalam berbagai industri, sehingga menjadi komoditas yang sangat potensial. Sejak puluhan tahun lalu , India dan Sri Lanka sudah menjadi produsen papain untuk kebutuhan dunia. Karena kebutuhan papain di dunia semakin besar, negara lain bermunculan sebagai produsen papain. Indonesia sendiri belum memanfaatkan peluang tersebut. Padahal di hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dijumpai tanaman pepaya. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan mencari hubungan kesetimbangan papain dalam getah pepaya kering dan air pada berbagai kadar NaHSO3 dalam air dengan variabel lain konstan dan pengaruh kadar NaHSO3 dalam air terhadap konstanta kesetimbangan. Tinjauan pustaka Papain terkandung dalam getah tanaman pepaya. Selain akar dan biji, seluruh bagian tanaman mengandung papain. Namun, umumnya papain diproduksi dari getah buah pepaya yang masih hijau karena jumlahnya yang lebih banyak dan daya enzimatiknya lebih tinggi. Papain dari getah batang dan daun mempunyai aktivitas proteolitik sekitar 200 MCU (Milk Clotting Units), sedangkan dari buah sekitar 400
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-1
MCU. Pengukuran aktivitas proteolitik dengan satuan MCU didasarkan pada waktu yang diperlukan oleh satu satuan berat papain untuk menggumpalkan satu satuan volume susu dalam suhu tertentu. Papain merupakan salah dari enzim hidrolase, yaitu dapat mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis suatu substrat (protein). Berdasarkan sifat-sifat kimianya, papain termasuk golongan protease sulfhidril. Pada getah pepaya juga terdapat beberapa enzim lain, yaitu khimopapain dan lisozim. Aktivitas papain dipengaruhi banyak faktor, seperti suhu, pH, dan sisi aktifnya yang mengandung gugus sulfhidril. Papain mempunyai daya tahan panas lebih tinggi daripada enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20% pada pemanasan 70°C selama 30 menit pada pH 7,0. Papain yang diproduksi dari buah, memberikan hasil samping berupa buah pepaya sisa sadap. Buah sisa sadap tersebut dapat diolah menjadi suatu produk bernilai cukup tinggi, yaitu pektin (1%). Selain itu juga bisa dimanfaatkan untuk pabrik saus. Manfaat yang bisa diperoleh dari papain antara lain pelunak daging, pembuat konsentrat protein, penghidrolisis protein, pelembut kulit pada industri penyamakan kulit, antidingin, bahan obat, bahan kosmetik,dll. Di pasaran dunia, papain dapat dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu padat dan cair. Bentuk padat berupa butiran kecil atau besar, serpihan tebal atau tipis, maupun serbuk atau tepung. Sementara bentuk cair berupa emulsi putih seperti susu, pasta dan larutan bening. Agar laku di pasaran, papain harus memenuhi standar mutu. Beberapa macam kualitas papain : 1. Crude papain (papain kasar), merupakan getah pepaya segar yang langsung dikeringkan tanpa perlakuan sebelumnya, kecuali penambahan antioksidan. 2. Refined papain (papain bersih), merupakan getah segar yang sudah diberi perlakuan seperti pemisahan kotoran (batang, daun dan serangga) yang selanjutnya dikeringkan menjadi papain. 3. Pure papain (papain murni), merupakan getah pepaya setelah dibersihkan dari benda asing dan zat yang bukan enzim. Pengambilan papain dari getah pepaya kering dilakukan dengan ekstraksi padat cair, dengan pelarut air dan ditambah NaHSO3 (Muhidin,2001). Ekstraksi adalah operasi di mana suatu komponen dari padatan atau larutan ditransfer ke larutan lain. Istilah ekstraksi padat cair terbatas hanya untuk ekstraksi yang melibatkan fase padat. Ekstraksi selalu melibatkan 2 tahapan proses, yaitu berkontaknya solven dengan padatan sehingga komponen yang dapat larut (solut) tertransfer ke solven dan pemisahan larutan dari padatan sisa (Brown,1950). Kecepatan perpindahan massa dipengaruhi oleh gradien konsentrasi solut pada kedua fase. Kesetimbangan terjadi ketika kecepatan perpindahan massa menjadi nol. Pada keadaan setimbang, yang mempunyai nilai sama adalah potensial kimia dari kedua fase, bukan konsentrasi, sehingga menyebabkan transfer solut menjadi berhenti (Treybal,1981). Bentuk persamaan kesetimbangan ada bermacam-macam. Berikut ini dibahas persamaan kesetimbangan Langmuir dan Freundlich. Persamaan Langmuir adalah sebagai berikut:
Y=
k.X.Xm 1 + k.X
(1)
Pada proses isotermis, konsentrasi solut encer sering berlaku persamaan Freundlich sebagai berikut:
Y = kX n
(2)
Landasan teori Mekanisme ekstraksi padat cair melibatkan transfer massa. Konsentrasi komponen terlarut pada masing-masing fase saat kesetimbangan tercapai dapat dihitung dengan neraca massa komponen terlarut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan model matematis ini adalah sebagai berikut : 1. Ekstraksi berlangsung isotermal. 2. Solven yang digunakan sangat besar sehingga jumlah ekstrak yang diperoleh dianggap sama dengan jumlah solven. 3. Pengadukan dalam ekstraktor sempurna sehingga konsentrasi larutan dalam tangki seragam. 4. Solven mula-mula tidak mengandung komponen solut, sehingga Ys=0. Dengan menggunakan hukum kekekalan massa, maka jumlah massa umpan dengan solven yang mulamula masuk ke ekstraktor sama dengan jumlah massa ekstrak dan rafinat. Massa umpan, ekstrak dan rafinat dihitung dengan dasar bebas solut. Neraca massa dapat disusun sebagai berikut : F+S=E+R (3) Jumlah komponen solut dalam umpan dan solven sama dengan jumlah komponen solut dalam ekstrak dan rafinat. XF F + YS S = X R + Y E (4) Jumlah padatan dan jumlah larutan diasumsikan tetap dan YS = 0, sehingga neraca massa solut menjadi : XF. F = X.R + Y.E (5) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-2
Dari persamaan (5) dapat dibuat persamaan untuk menghitung X dari Y. X F-YS X= F F S X = XF - Y F
(6) (7)
Nilai Y diperoleh dari data percobaan dengan ratio S/F. Sedangkan XF ditentukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Nilai X dapat dihitung dengan memasukkan nilai Y, (S/F), dan XF ke persamaan (7). Nilai X dan Y kemudian dievaluasi dengan persamaan (1) dan (2). Persamaan empiris yang mendekati hasil penelitian merupakan persamaan yang sesuai untuk sistem percobaan. Pelaksanaan Penelitian Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Getah pepaya, dari kebun pepaya di daerah Kalasan dan Pogung. 2. NaHSO3, diperoleh dari UD Yonobodro, Jalan Timoho 52d, Yogyakarta. 3. Akuades, diperoleh dari Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Alat penelitian Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada gambar 1. 8
6
7
5
4
2
3
Keterangan : 1. Waterbath 2. Labu leher tiga 3. Termostat 4. Termometer 5. Pengaduk merkuri 6. Motor pengaduk 7. Statif 8. Klem
1
Gambar 1. Rangkaian alat Penelitian Cara penelitian Getah pepaya segar dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC selama 2-3 hari. Selanjutnya, getah pepaya yang telah kering dicampur agar homogen kemudian diukur kadar airnya. Langkah awal penelitian ini adalah penentuan waktu setimbang. Penentuan waktu setimbang dilakukan dengan cara mengekstraksi 5 gram getah pepaya kering dalam 100 ml air yang mengandung 0.7% berat NaHSO3. Ekstraksi dijalankan pada suhu 30oC dan putaran pengaduk 500 rpm. Pengambilan ekstrak untuk analisis kadar papain dilakukan setiap 20 menit. Ekstrak dikeringkan sampai mencapai berat konstan dan dianalisis kadar papainnya. Pada waktu setimbang, kadar papain dalam ekstrak relatif tidak berubah terhadap waktu. Dari percobaan diperoleh waktu setimbang 100 menit. Getah pepaya kering ditimbang dengan berat tertentu dan dimasukkan ke dalam labu leher tiga bersama pelarut yaitu air dengan berbagai kadar NaHSO3 dalam air. Variasi berat getah(gram)/berat akuades(gram) yang digunakan adalah 0.0625,0.05,0.0375,dan 0.025. Alat dirangkai seperti pada gambar 1, ekstraksi dijalankan selama 100 menit dengan kecepatan putar pengaduk 500 rpm dan suhu dijaga tetap selama proses yaitu pada suhu 60oC. Larutan hasil ekstraksi didiamkan selama 15 menit untuk menurunkan suhunya kemudian disaring untuk memisahkan larutan ekstrak (filtrat) dan padatan sisa. Filtrat diambil 5ml sebanyak 3 sampel, kemudian dianalisis kadar papainnya dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC sampai mencapai berat konstan.Padatan tersisa adalah papain. Setelah diperoleh nilai Y, nilai X dihitung dengan persamaan (7). Penelitian ini dilakukan dengan variasi kadar NaHSO3 dalam air yaitu 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% (% berat). Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini bertujuan mencari hubungan kesetimbangan papain dalam getah pepaya kering dan air pada berbagai kadar NaHSO3 dalam solven(air) dengan variabel lainnya konstan. Hasil penelitian JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-3
menunjukkan kenaikan kadar NaHSO3 dalam solven mengakibatkan perbandingan antara fraksi solut pada fase rafinat (padat),X, dengan fraksi solut pada fase ekstrak (cair),Y semakin kecil atau perbandingan Y dan X semakin besar. Data fraksi solut pada fase cair dan fase padat dapat dilihat pada tabel 1. Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa pada kadar NaHSO3 yang sama, kenaikan F/S akan mengakibatkan kenaikan kadar papain dalam ekstrak(Y) karena semakin banyak jumlah papain yang dapat terekstrak. Sedangkan pada F/S yang sama, kenaikan kadar NaHSO3 dalam solven(air) akan menyebabkan kadar papain dalam ekstrak semakin besar.
CE(gr pap/gr air bbs pap)
Tabel 1. Nilai Kesetimbangan X dan Y No.
F/S
1.
0.025
2.
0.0375
3.
0.0500
4.
0.0625
Kadar NaHSO3 dalam air(%) 0.5 1.0 1.5 2.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.5 1.0 1.5 2.0
X
Y
0.6642 0.4058 0.1475 0.1044 0.7216 0.4920 0.2623 0.1762 1.0302 0.8364 0.4489 0.3843 1.1809 0.9225 0.6642 0.4920
0.0184 0.0190 0.0196 0.0197 0.0274 0.0282 0.0290 0.0293 0.0351 0.0360 0.0378 0.0381 0.0430 0.0445 0.0460 0.0470
0.06 NaHSO3 0.5%
0.05
NaHSO3 1% NaHSO3 1.5%
0.04
NaHSO3 2%
0.03
Y=(2.5496E-2)X/(1-0.2683X) Y=(5.3181E-2)X/(1+0.1452X)
0.02
Y=(0.1821)X/(1+2.5038X) Y=0.2703X/(1+3.9759X)
0.01 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Cpdt(gr pap/gr pdt bbs pap)
CE(gr pap/gr air bebas pap
Gambar 2. Grafik Kesetimbangan Papain dalam Getah Pepaya Kering dan Air dengan Pendekatan Persamaan Langmuir pada Variasi Kadar NaHSO3 dalam Air dengan Variabel Lain Konstan NaHSO3 0.5%
0.06
NaHSO3 1%
0.05
NaHSO3 1.5%
0.04
NaHSO3 2% Y=(3.4930E-2)X^1.2440
0.03
Y=(4.5754E-2)X^0.8716
0.02
Y=(5.9016E-2)X^0.5619
0.01
Y=(6.6340E-2)X^0.5177
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Cpdt (gr pap/gr padatan bebas pap)
Gambar 3. Grafik Kesetimbangan Papain dalam Getah Pepaya Kering dan Air dengan Pendekatan Persamaan Freundlich pada Variasi Kadar NaHSO3 dalam Air dengan Variabel Lain Konstan
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-4
Hubungan kesetimbangan X dan Y pada berbagai kadar NaHSO3 dalam solven didekati dengan persamaan Langmuir dan Freundlich. Berdasar kedua persamaan tersebut dapat dibuat grafik seperti yang terlihat pada gambar 2 dan 3. Grafik tersebut menunjukkan kenaikan kadar NaHSO3 dalam solven menyebabkan semakin besar kadar papain dalam ekstrak. Hal ini karena semakin besar kadar NaHSO3 berarti semakin besar pH larutan sehingga papain yang terekstrak semakin besar. Tabel 2 menunjukkan SSE dengan persamaan Freundlich lebih kecil daripada SSE dengan persamaan Langmuir. Namun secara visual ( gambar 2 dan 3) lebih cocok persamaan Langmuir , sehingga model persamaan yang dipakai pada kesetimbangan papain dalam getah padat dan air adalah persamaan Langmuir.Hal ini disebabkan persamaan Langmuir berlaku untuk surface yang homogen (sesuai dengan asumsi yang diambil pada penelitian ini), sedangkan persaman Freundlich berlaku untuk surface yang heterogen. Tabel 2. Perbandingan Persamaan Kesetimbangan Langmuir dan Freundlich Kadar NaHSO3 (%) 0.5
Persamaan Langmuir Y =
(2 . 549647 E − 2 )X (1 − 0 . 2683337 X )
SSE = 2.848489 E-5 1
1.5
2
SSE
Y =
(5 . 318093 E − 2 )X (1 + 0 . 1451924 X )
SSE =3.113856 E-5 (1.820581 E − 3)X Y = (1 + 2.503838 X ) SSE =8.41465 E-7 Y =
(0 . 2703052 )X (1 + 3 . 975937 X )
SSE = 1.473174 E-5 7.499466 E-5
Persamaan Freundlich Y= (3.492952 E-2)X1.243976 SSE = 2.505933 E-5 Y=(4.575373 E-2)X0.8716034 SSE = 2.93563 E-5 Y= (5.901632 E-2)X0.561923 SSE = 2.501285 E-6 Y= (6.634025 E-2)X0.5176612 SSE = 1.262119 E-5 6.9538105 E-5
Pada persamaan Langmuir (persamaan 1) terdapat dua konstanta yaitu k (afinitas) dan Xm (konsentrasi solut maksimum dalam ekstrak ) yang nilainya berbeda-beda pada tiap kadar solven.Selanjutnya dilakukan penyempurnaan pada persamaan Langmuir dengan menganggap salah satu konstanta nilainya tetap (k) sedangkan konstanta (Xm) lainnya merupakan fungsi kadar solven . Nilai k dapat dianggap tetap karena k merupakan fungsi suhu, sedangkan penelitian ini dilakukan pada suhu yang sama (tidak ada variasi suhu). Perubahan kadar NaHSO3 dalam air mengakibatkan perubahan pH , sehingga mempengaruhi nilai Xm. Nilai k dicari dengan curve-fitting. Metoda yang digunakan adalah minimasi SSE dengan Golden Section. Dari perhitungan diperoleh nilai k optimum sebesar 2.954407 E-2 dan diperoleh nilai Xm pada berbagai kadar NaHSO3 dalam air seperti terlihat pada tabel 3, dengan SSE overall sebesar 2.012778 E-3. Tabel 3. Nilai konstanta Xm sebagai Fungsi Kadar NaHSO3 dalam Air Kadar NaHSO3 (%) 0.5 1 1.5 2
Konstanta Xm 1.464444 1.44759 1.721012 2.199668
Semakin besar kadar NaHSO3 dalam air, semakin besar pula nilai Xm. Dengan demikian konsentrasi solut dalam fase ekstrak juga semakin besar. Kenaikan kadar NaHSO3 mengakibatkan kenaikan pH larutan, sehingga semakin menjauhi titik isoelektrik. Pada titik isoelektrik (pada pH sekitar 8), jumlah solut yang terekstrak mencapai nilai minimum, sehingga untuk memperbesar jumlah solut yang terekstrak dapat dengan membuat suasana asam atau suasana basa pada larutan. Pada penelitian ini dipilih penambahan NaHSO3 karena selain membuat suasana basa juga berfungsi sebagai antioksidan. Hubungan antara kadar NaHSO3 dalam air (S) dengan nilai Xm dinyatakan dalam persamaan : Xm = 0.4955 (S)2-0.743(S)+1.7078 dan dapat dibuat grafik seperti terlihat pada gambar 4.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-5
2.5 2
Xm
1.5 1
Xm=0.4955(S)2-0.743(S)+1.7078 R2 = 0.999
0.5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Kadar NaHSO3 dalam Air(S)
Gambar 4. Grafik Hubungan Nilai Xm dan Kadar NaHSO3 dalam Air (S) Kesimpulan Hubungan kesetimbangan fasa pada proses ekstraksi papain dari getah pepaya dipengaruhi oleh kadar NaHSO3 dalam solven (air), dimana semakin besar kadar NaHSO3 dalam air, semakin besar pula kadar papain dalam ekstrak. 2. Kadar kesetimbangan papain dalam padatan (X) dan dalam fasa cair(Y) dapat didekati dengan persamaan Langmuir : 2.954007 E - 2 .Xm.X Y= 1 + 2.954007 E − 2 X dengan SSE overall sebesar : 2.012778E-03 3. Hubungan konstanta Xm dengan kadar NaHSO3 dalam air (S) adalah: Xm = 0.4955 (S)2-0.743(S)+1.7078 1.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. 2. 3.
Laboran yang ada di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Teknologi Bahan Makanan, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UGM. Keluarga serta rekan-rekan yang banyak memberikan dukungan moril dan materiil. Semua pihak yang telah membantu selama ini.
Daftar Notasi E : massa ekstrak, kg F : massa umpan, kg k : tetapan kesetimbangan untuk persamaan Langmuir n : tetapan kesetimbangan untuk persamaan Freundlich R : massa rafinat, kg S : massa solven, kg X : fraksi massa solute di fasa rafinat XF : fraksi massa solute di dalam umpan Y : fraksi massa solute di fasa ekstrak : fraksi massa solute di dalam solven YS Daftar Pustaka Brown, G.G., (1950), ”Unit Operation”, Modern Asia Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York, hal. 227, 510-524. Muhidin, D., (2001), “Agroindustri Papain dan Pektin”, Penebar Swadaya, Jakarta, hal. 1-34. Sediawan, W.B. dan Prasetya, P., (1997), “Pemodelan Matematis dan Penyelesaian Numeris dalam Teknik Kimia dengan Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran”, Edisi 1, ANDI, Yogyakarta, hal. 58-62, 73-76. Treybal, R.E., (1981), “Mass transfaer Operation”, Edisi 3, McGraw-Hill International Book Company, Inc., Tokyo, hal. 104-133, 275-282, 565-589, 717-761. Perry, R.H. dan Green, D.W., (1999), “ Perry’s Chemical Engineers’ Handbook”, Edisi 7, The McGraw-Hill Company, Inc., New York, hal. 5-42 – 5-79, 6-8 – 6-29.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-11-6