EFEKTIVITAS ANTELMINTIK GETAH PEPAYA (PAPAIN) TERHADAP INFEKSI CACING Toxocara cati PADA KUCING
T e m a: PARASITOLOGI
Oleh: Peneliti Utama Anggota
:
Herry Hermansyah, AMAK, SKM.
:
Ahmad Mudatsir, SKM.
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES PALEMBANG JURUSAN ANALIS KESEHATAN JLN. SUKABANGUN I KM 6,5 PALEMBANG 2009
1
EFEKTIVITAS ANTELMINTIK GETAH PEPAYA (PAPAIN) TERHADAP INFEKSI CACING Toxocara cati PADA KUCING Herry Hermansyah, AMAK, SKM. Ahmad Mudatsir, SKM. ABSTRACT Papaya is one of the traditional medications that has been used widely by people to combat helminthiasis, including the infection from nematoda. Unfortunately, so far there is no literature showing about the empiric use towards Toxocara species. The aims of this research was to compare the efficacy of papaya and mebendazol, and the most effective dose for infection of Toxocara cati in cats. The experimental study design was done by using thirty cats divided into five groups; one group was using placebo, the second group was using mebendazol, and three other groups were given the blood of papaya with different doses: 39 mg/kg BW, 78 mg/kg BW, and 117 mg/kg BW respectively. During the research, the food and environment of the cats were kept from contamination of Toxocara cati’s eggs. This study found that there was significant difference between the numbers of eggs before and after given the papaya with the highest effectivity in a dose of 117 mg/kg BW. It can be concluded that the blood of papaya has good effectivity in decreasing infection of Toxocara cati in cats. Keywords: Effectivity of the blood of papaya, Papain, Toxocara cati infection, Toxocara cati eggs, Cat.
Topical
PENDAHULUAN
dan kucing di Surabaya menunjukkan terdapat
organ tubuh manusia. Toksokariasis pada
infeksi Toxocara canis pada anjing konsumsi
manusia dapat menimbulkan larva migrans,
sebesar 31,3% dan infeksi Toxocara cati pada
yaitu visceral larvae migrans (VLM) dan migrans
(OLM)
Universitas
toxocara canis dan Toxocara cati pada anjing
terjadi akibat serangan larva cacing gelang ke
larvae
Center
Airlangga (UNAIR), mengenai prevalensi
Toksokariasis adalah suatu infeksi yang
ocular
Deseases
kucing sebesar 60,9%. Di kota Palembang,
yang
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
membutuhkan diagnosis secara imunologik,
Apriyandi (2005) terhadap 51 sampel kucing
karena sulit dideteksi melalui gejala klinis
peliharaan, didapatkan hasil positif telur
(Beaver, 1984). Sindroma ini disebabkan oleh
Toxocara cati pada 16 sampel (31,37%)
Toxocara canis dan Toxocara cati, dan cacing-
kucing peliharaan.
cacing binatang lainnya. Dalam 10 tahun sejak laporan pertama, telah dilaporkan lebih 1900
Ada banyak spesies cacing gelang yang
kasus yang berasal dari 48 negara di dunia dan
dapat menyerang kucing. Yang paling sering
berbagai daerah di Amerika Serikat (Brucner,
adalah cacing Toxocara cati. Cacing ini jarang
1996). Penelitian Koesdarwato (2004), dari
menyebabkan penyakit yang parah pada
kucing dewasa, sedangkan pada anak kucing
penumpukan
sering menyebabkan kurus tetapi perut buncit,
menyebabkan usus tersumbat (Overgaauw PA.
kurang nutrisi dan mencret (kadang disertai
1997).
bercak darah). Pada beberapa kasus terjadi
2
sejumlah
besar
cacing
dan
Pepaya
merupakan
salah
satu
obat
getah papain sampai 0,6 g/kg bb menyebabkan
tradisional yang telah digunakan masyarakat
penurunan jumlah cacing dan telurnya.
sebagai obat cacing. Akan tetapi sampai saat ini
belum
diperoleh
pustaka
pemakaian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
empirisnya terhadap spesies Toxocara. Getah
efektifitas antelmintik getah pepaya (papain)
pepaya yang diharapkan berkhasiat sebagai
terhadap infeksi cacing Toxocara cati pada
antelmintik adalah getahnya yang mengandung
kucing (Felis catus), dengan menganalisa
papain (Depkes, 2006)
perbedaan jumlah telur Toxocara cati
tinja kucing sebelum dan sesudah pemberian
Papain adalah enzim proteolitik yang dapat
melunakkan
daging
dengan
getah
cara
papaya,
plasebo
dan
mebendazol.
Selanjutnya dosis getah pepaya (papain) yang
memecahkan jaringan ikat pada ikatan peptida. Sebagai
pada
efektif
antelmintik papain bekerja dengan
dalam
menurunkan
jumlah
telur
Toxocara cati pada kucing. Diharapkan pada
merusak protein tubuh cacing (Depkes, 2006).
penelitian ini didapatkan teori yang dapat
Beberapa penelitian yang mendukung
menjelaskan khasiat antelmintik dari getah
pemanfaatan pepaya sebagai obat antelmintik
pepaya, khususnya terhadap cacing Toxocara
di antaranya yang dilakukan secara in vitro
cati. Dan didapatkan substansi alternatif dari
oleh Atiyah (2006). Dalam penelitiannya
bahan/tumbuhan
digunakan bahan berupa getah yang diperoleh
antelmintik.
dengan cara menyadap buah muda pepaya
larutan papain. Papain secara in vitro bekerja sebagai antelmintik pada dosis 600 mg (Depkes, 2006). Khasiat papain pada pepaya sebagai antelmintik yang telah dibuktikan adalah terhadap infeksi cacing Haemonchus contortus Murdiati, dkk
2. Morfologi
(1997) ini menunjukkan bahwa kelompok
Toxocara cati adalah suatu Ascarida, yang tinggal didalam usus halus kucing, ukuran yang jantan kurang lebih 3-6 cm, sedang yang betina berukuran lebih besar kurang lebih 4 – 12 cm . Pada ujung anterior tubuhnya terdapat bibir yang merupakan karakteristik dari Ascaris. Pada Toxocara cati, bibir ini dilengkapi sepasang broad yang merupakan sayap di lateral kepala (cervical alae), salah satu karakteristik Toxocara cati jantan adalah terdapatnya papilla di peri anal. Bentuk ekor jantan seperti tangan dengan jari yang sedang
domba yang diberi papain dosis 0,75 gr/kg bb dapat menurunkan jumlah telur Haemonchus contortus secara bermakna (P < 0,01). Pemeriksaan efek antelmintik papain kasar cacing
lambung
bersifat
Toksokariasis atau yang sering disebut Visceral Larva Migrans (VLM) adalah suatu infeksi yang terjadi akibat penyerbuan larva Toxocara ke organ tubuh manusia. Toksokariasis bisa disebabkan oleh Toxocara canis ataupun Toxocara cati. Hampir setiap jaringan tubuh bisa terkena, terutama otak, mata, hati, paru-paru dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan, menyebabkan kerusakan dengan cara berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan di sekitarnya (Brucner, 1996).
dilakukan dengan merendam cacing pada
terhadap
yang
1. Penyakit
tanpa dipetik. Uji terhadap Ascaris suilla
pada domba. Hasil penelitian
lokal
(Haemoconthus
contortus R.), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, juga dilakukan oleh Ridayanti (2006). Hasilnya menunjukkan, pemberian
3
menunjuk, sedangkan yang betina ekornya bulat meruncing (Prianto et al, 2002). Telurnya berbentuknya bulat, lembut dan dinding luar menyerupai renda. Diameternya + 65-70 mikron. Proses embriologinya berkembang setahap demi setahap dan cara migrasinya melalui paru-paru, selama berada di paru-paru larva ini membesar sebanyak dua kali (sekali setelah 5 / 6 hari, kedua kalinya setelah 10 hari) panjangnya mencapai 1-2,1 mm.(kira-kira 1,5 mm) dan memperoleh ketahanan pada asam lambung selama mereka menuju ke perut, kurang lebih sama dengan Ascaris lumbricoides (Faust, 1964).
memeriksa contoh kotoran kucing di bawah mikroskop. Pada kotoran kucing tersebut akan terlihat adanya telur cacing (Overgaauw PA. 1997). 4. Gejala Toksokariasis biasanya menyebab kan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak usia 2-4 tahun, tetapi juga bisa mengenai anak-anak yang lebih tua dan dewasa. Yang pertama timbul adalah demam, batuk atau bunyi nafas mengi dan pembesaran hati. Beberapa penderita mengalami ruam-ruam di kulit, pembesaran limpa dan pneumonia yang hilang-timbul. Anak-anak yang lebih besar cenderung tidak menunjukkan gejala atau gejalanya ringan, tapi mereka bisa mengalami luka di mata yang mengakibatkan gangguan penglihatan dan bisa dikelirukan dengan suatu tumor ganas di mata (Cillespie and Pearson, 2001).
3. Siklus Hidup Kucing dewasa menelan telur yang infektif hingga ke usus halusnya dan menetas dalam usus, larva kemudian menyebar ke dalam jaringan tubuh dimana mereka dapat menetap beberapa tahun. Larva menjadi aktif kembali saat kucing hamil. Anak kucing akan terinfeksi sebelum lahir atau setelah disusui. Larva menjadi dewasa di usus anak kucing dan menghasilkan telur saat berusia 3-4 minggu. Telur dikeluarkan bersama tinja anak kucing dan menjadi infektif setelah inkubasi dalam kotoran selama 1-3 minggu. Telur biasanya berkembang di dalam kotoran selama 1 bulan dan bisa mati diatas suhu 30-35 0C. Aktifitas larva berhenti atau menjadi terhenti ketika kucing berada pada masa kawin. Infeksi pada manusia disebabkan karena tertelan telur yang infektif, yang biasanya terjadi setelah memegang tanah yang mengandung telur Toxocara cati atau karena memakan makanan yang terkontaminasi atau sayuran mentah. Anak-anak prasekolah lebih sering terkena infeksi karena kebiasaan menyentuh tanah dan memasukkan jari ke dalam mulut (geophagus fica). Dalam tubuh manusia, telur akan menjadi larva bermigrasi dalam aliran darah dan menginfeksi berbagai organ tubuh manusia (Cillespie and Pearson, 2001). Sebagian besar hidup cacing gelang berada di dalam tubuh kucing. Telur yang dihasilkan cacing dewasa dikeluarkan melalui kotoran. Telur cacing sangat resisten dan dapat bertahan di lingkungan kering. Telur cacing ini dapat rusak bila terkena larutan Hypoclorit (Pemutih) selama 10 menit. Selain melalui telur cacing yang dikeluarkan lewat kotoran, induk kucing juga dapat menulari anaknya lewat air susu. Tikus juga dapat berperan dalam menyebarkan dan menularkan cacing (Cillespie and Pearson, 2001). Untuk mengetahui apakah kucing terserang cacing atau tidak, biasanya dengan
Pada kucing, kucing jantan dan kucing betina sama-sama rentan terhadap infeksi, tidak ada perbedaan nyata; namun kucing dewasa lebih rentan daripada kucing yang lebih muda. Pada kucing dewasa, cacing ini jarang menyebabkan penyakit yang parah. Pada anak kucing sering menyebabkan kurus tetapi perut buncit, kurang nutrisi dan mencret (kadang disertai bercak darah). Pada beberapa kasus terjadi penumpukan sejumlah besar cacing dan menyebabkan usus tersumbat (Overgaauw PA. 1997). 5. Diagnosis Diduga suatu Toksokariasis, bila pada seseorangditemukan: a. Kadar eosinofil yang tinggi b. Pembesaran hati c. d. e.
Peradangan paru-paru Demam Kadar antibodi yang tinggi dalam darah.
Pemeriksaan dari jaringan hati yang diperoleh melalui biopsi, bisa menunjukkan adanya larva atau peradangan yang diakibatkan oleh larva (Brucner, 1996). 6. Pengobatan Efektivitas berbagai pengobatan masih belum pasti. Mebendazol saat ini merupakan pengobatan yang dianggap terbaik atau direkomendasikan pemakaian dietilkarbamazin dan kadang-kadang diperlukan prednison
4
untuk mengendalikan (Brucner, 1996).
gejala-gejalanya
tersebut. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bagian tanaman yang mengandung getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang baik ada pada bagian buah, batang dan daun. Sifat enzim papain antara lain dapat bekerja secara optimum pada suhu antara 50-60oC dan pH antara 5-7, serta memiliki aktifitas proteolitik antara 70-1000 unit/gram.
7. Pencegahan Anjing atau kucing yang terinfeksi, terutama yang umurnya di bawah 6 bulan, harus diberi obat cacing secara rutin, dimulai sebelum berumur 4 minggu dengan pengulangan setelah 2 minggu dari pemberian pertama (Overgaauw PA. 1997).
Ativitas enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas pepaya yang digunakan (Purnomo, 2007).
PEPAYA (Carica papaya L.)
Papain diperoleh melalui penyadapan getah buah pepaya minimal berumur 3 bulan. Kemudian getah dikeringkan pada suhu 50 60oC selama 12 jam. Jika suhu terlalu tinggi, enzim proteolitik di papain rusak Setelah dimurnikan dengan ethanol 95%, getah berubah menjadi tepung putih hingga kekuningan dengan rasa dan bau khas (Depkes, 1983).
Tanaman ini termasuk familia Caricaceae. Tumbuhan ini banyak tumbuh di dataran rendah hingga 1.000 meter di atas permukaan laut, terutama di daerah yang subur. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan melalui biji yang disemaikan (15-25 cm) lalu dipindahkan ke pekarangan (Anonim, 2008) Mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, psudo karpaina, glikosid, karposid, saponin, beta karotene, pectin, d-galaktosa, larabinosa, papain, papayotimin papain, vitokinose, glucoside cacirin, karpain, papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase (Anonim, 2008)
Mutu papain tergantung jenis pepaya, jumlah torehan, interval penyadapan, cara pengeringan, dan penyimpanan. Papain yang diproses dengan teknologi spray dryer atau freeze drying berkualitas tinggi. Warna putih susu dapat bertahan hingga 10 tahun. Sebaliknya, papain hasil pengeringan matahari berwarna cokelat. Dalam 3 hari saja warna menjadi lebih gelap dan mengeluarkan bau tak sedap (Fitriani, 2006).
PAPAIN Papain (EC 3.4.22.2) merupakan salah satu enzim protease sistein yang terkandung di dalam getah pepaya (Carica papaya L.), yang mempunyai aktivitas proteolitik terhadap protein, peptide rantai pendek, ester asam amino dan ikatan amida. (Ishida, 2008).
Khasiat Antelmintik Papain Dari tanaman pepaya, hampir semua bagian tumbuhan ini, dari akar, daun, getah, hingga bijinya, secara empiris telah digunakan sebagai antelmintik. Diduga, zat aktif dalam pepaya adalah papain dan karposit. Papain adalah enzim proteolitik yang kita kenal untuk melunakkan daging. Zat itu melakukan proses pemecahan jaringan ikat, yang disebut proses proteolitik. Semakin banyak protein yang dipecah, daging semakin lunak. Sebagai antelmintik papain bekerja seperti dalam melunakkan daging. Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Dalam hal ini, bagian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga (Depkes, 2006).
Papain terdiri atas 212 asam amino yang distabilkan oleh 3 jembatan disulfida. Struktur 3 dimensinya terdiri atas 2 domain struktural yang berbeda dengan celah diantaranya. Celah itu mengandung tapak aktif, yang mengandung triade katalisis yang sudah disamakan dengan kimotripsin. Triade katalisisnya tersusun atas 3 asam amino - sistein-25 (yang menjadi dasar klasifikasi), histidin-159, dan asparagin-158 (Ishida, 2008). 1. Mutu Papain Enzim papain adalah enzim yang terdapat dalam getah pepaya, merupakan jenis enzim proteolitik yaitu enzim yang mengkatalis ikatan peptida pada protein menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Kualitas getah sangat menentukan aktivitas proteolitik dan tergantung pada bagian tanaman asal getah
Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai obat anticacing di antaranya yang dilakukan secara in vitro oleh Atiyah (2006). Dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%,
5
sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 55oC selama enam jam. Uji terhadap Ascaris suilla dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain. Papain secara in vitro bekerja sebagai antelmintik pada dosis 600 mg.
1.
Kriteria Inklusi a) Berat badan antara 250 – 1000 gram b) Terinfeksi dengan Toxocara cati
2.
Kriteria Eksklusi a)
Pemeriksaan efek antelmintik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemoconthus contortus R.), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan oleh Ridayanti (1993). Hasilnya menunjukkan, pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya.
Adanya infeksi gabungan parasit lain.
Besar Sampel Penelitian Besar sampel ditetapkan dengan Formula Federer (t-1) (n-1) 15, dimana n = jumlah ulangan, t = jumlah perlakuan. Apabila terdapat 5 kelompok perlakuan maka jumlah ulangan adalah 5 dengan perhitungan sebagai berikut : (5-1) (n-1) 15
Untuk menggunakan getah pepaya belum diperoleh pustaka pemakaian empirisnya. Akan tetapi, dari getah pepaya yang diharapkan berkhasiat sebagai antelmintik adalah getahnya yang mengandung papain. Dalam pemakaian empiris hanya disebutkan bahwa dari getah pepaya muda diseduh dengan air masak dan diminum (Depkes, 1983).
4 (n-1) 15 4n-4 15 4n 19 n 4,75 Dari rumus tersebut diperoleh jumlah ulangan untuk tiap perlakuan adalah minimal 5 kali. Pada penelitian ini digunakan 6 ekor untuk setiap kelompok perlakuan, Jadi, jumlah kucing yang dibutuhkan untuk 5 kelompok berjumlah 30 ekor kucing yang terinfeksi Toxocara cati yang dibagi menjadi lima kelompok perlakuan.
Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya kering itu antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, phenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein (Fitriani, 2006). METODE
Dasar Penentuan Dosis menurut Muriati (1997),
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan memberi perlakuan pemberian getah pepaya, plasebo dan mebendazol pada hewan coba (kucing) yang digunakan. Dalam penelitian ini akan dilihat perubahan jumlah telur Toxocara cati pada tinja kucing setelah pemberian getah pepaya (papain). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2009, dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi dan Rumah Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Jalan Mayor Mahidin Kompleks Rumah Sakit Mohammad Husin (RSMH) Palembang 30126 telp. (0711) 352342.
1.
Dosis papain sebesar 0,33 g/kg bb tidak menimbulkan efek yang berbahaya pada hewan Domba.
2.
Nilai konversi hewan kucing dibandingkan domba adalah sebesar 0,24
3.
Dosis efektif getah pepaya adalah 0,6 g/kg bb pada hewan domba.
Cara Penghitungan Dosis : Dosis untuk 2000 g kucing setelah dikonversi : 0,33 gr x 0,24 = 0,079 g/2 kg bb/hari
Subjek Penelitian
= 0,039 g/kg bb/hari ~ 39 mg/kg bb
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kucing (Felis catus) berjenis kelamin jantan dan betina dewasa yang memenuhi kriteria inklusi.
Dosis yang digunakan pada percobaan : Dosis 39 mg/kg bb adalah dosis pertama Dosis kedua = 2 x dosis efektif Dosis ketiga = 3 x dosis efektif
6
Penggunaan menggunakan dosis berturut-turut 39 mg/kg bb/hari, 78 mg/kg bb dan 117 mg/kg bb 1. 2. 3. 4. 5.
Cara Kerja 1. Getah Pepaya a. Penyadapan getah pepaya (Liptan, 2000).
Kelompok I, terdiri dari 6 kucing sebagai kontrol negatif yang diberikan plasebo. Kelompok II, terdiri dari 6 kucing sebagai kontrol positif yang diberi mebendazol dosis 100 mg/kg bb. Kelompok III, terdiri dari 6 kucing yang diberi getah pepaya dengan dosis 39 mg/kg bb Kelompok IV, terdiri dari 6 kucing yang diberi getah pepaya dengan dosis 78 mg/kg bb Kelompok V, terdiri dari 6 kucing yang diberi getah pepaya dengan dosis 117 mg/kg bb
Buah pepaya muda yang masih menggantung di pohon, ditoreh membujur dengan sedalam 1-5 mm dengan jarak torehan 1-2 cm dengan waktu penyadapan pukul 06.00-08.00. Pada tempat torehan, getah yang keluar ditampung dengan gelas/slat dari plastik yang diikatkan pada buah pepaya dengan selotip. Setiap 100 ml getah yang tertampung ditambah dengan 2 tetes larutan Natrium Bisulfit 30 % untuk mencegah oksidasi. Isolasi papain dilakukan dengan merendam getah dalam larutan ethanol 95%. Endapan getah kemudian dijemur di bawah sinar matahari atau dioven pada suhu 30 – 60 derajat Celcius sampai kering. Getah yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk.
E. Alat dan Bahan 1. Penyadapan getah Pepaya a. Pisau b. Gelas/slat plastik c. Selotip d. Larutan Na(SO4)2 2.
b.
Pemberian getah pepaya
Serbuk getah pepaya dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 5 (1 bagian serbuk dan 5 bagian air) diaduk hingga berbentuk suspensi. Contoh : pada dosis 0,039 g/kg bb, diberikan pada kucing dengan berat badan 500 g maka getah pepaya yang diberikan adalah 0,0195 g (19,5 mg) dicampurkan dengan 97,5 ml larutan aqua. Suspensi tersebut diminumkan atau diberikan lewat mulut kucing dengan botol semprot.
Pemeriksaan telur a. b. c. d. e.
Aquadest Glycerin Malachite green (hijau malasit) Gelas obyek Cellophane tape (selofan), ukuran lebar 2,5 cm. f. Karton ukuran tebal 2 mm dan dilubangi dengan perforator g. Kawat saring atau kawat kasa (wire screen). h. Pot plastik ukuran 10 – 15 cc atau kantong plastik obat. i. Lidi atau tusuk gigi j. Kertas minyak k. Kertas saring atau tissu l. Spidol tahan air m. Tutup botol dari karet n. Gunting logam o. Waskom plastik kecil p. Sabun deterjen dan handuk kecil q. Sarung tangan karet r. Formalin 5 – 10 % s. Mikroskop t. Formulir u. Ember v. Counter (alat penghitung)
Persiapan Hewan Coba Hewan coba (kucing) pada penelitian ini adalah kucing terinfeksi T cati, yang ditentukan dengan pemeriksaan telur cacing pada tinja. Kucing yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 30 ekor dibagi secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan. Setiap kucing yang terinfeksi Toxocara cati akan diambil sampel tinja pada awal penelitian untuk dihitung jumlah telurnya, kemudian diberi perlakuan pemberian getah pepaya, mebendazol (kontrol positif) dan aqua (kontrol negatif), seminggu setelah perlakuan kemudian diambil lagi sampel tinja kucing untuk dihitung kembali jumlah telur Toxocara catii yang terkandung. 3.
Pemeriksaan Telur Toxocara cati
Telur Toxocara cati diperoleh dari tinja kucing yang terinfeksi, dan diperiksa dengan menggunakan teknik Kato-Katz. (SK Menkes, 2006). Pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli parasitologi pada
7
Laboratorium Palembang.
a.
Parasitologi
FK
Unsri
d) Pada waktu akan dipakai, guntinglah selofan yang sudah direndam sepanjang 3 cm. 3) Cara Pemeriksaan Kualitatif (modifikasi teknik Kato)
Pengambilan Tinja Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot / kantong plastik sekitar 100 mg (sebesar kelereng atau ibu jari tangan). Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, jika tidak memungkinkan tinja harus diberi formalin 5-10% sampai terendam.
b.
Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis cacing atau per jenis cacing. a)
Cara Membuat Preparat
1
Menggunakan sarung tangan untuk mengurangi kemungkinan infeksi berbagai penyakit.
2
Nomor Kode dituliskan pada gelas objek dengan spidol sesuai dengan yang tertulis di pot tinja.
3
Ambillah tinja dengan lidi sebesar kacang hijau, dan letakkan di atas gelas obyek.
Untuk membuat Larutan Kato diperlukan campuran dengan perbandingan: Aquadest 100 bagian, Glycerin 100 bagian dan Larutan malachite green 3% sebanyak 1 bagian.
4
Tutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan Kato, dan ratakan tinja di bawah selofan dengan tutup botol karet atau gelas obyek.
5
Biarkan sediaan selama 20-30 menit.
b) Timbang malachite green sebanyak 3 gram, masukkan ke dalam botol/beker glass dan tambahkan aquadest 100 cc sedikit demi sedikit lalu aduk/kocok sehingga homogen, maka akan diperoleh larutan malchite green 3%.
6
Periksa dengan pembesaran lemah 100 x (obyektif 10 x dan okuler 10 x), bila diperlukan dapat dibesarkan 400 x (obyektif 40 x dan okuler 10 x).
7
Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.
Metode Pemeriksaan Kato-Katz 1) Cara Membuat Larutan Kato Yang dimaksud dengan Larutan Kato adalah cairan yang dipakai untuk merendam/memulas selofan (cellophane tape) dalam pemeriksaan tinja terhadap telur cacing menurut modifikasi teknik Kato dan Kato-Katz. a)
c)
Masukkan 100 cc aquadest ke dalam waskom plastik kecil, lalu tambahkan 100 cc glycerin sedikit demi sedikit dan tambahkan 1 cc larutan malachite green 3%, lalu aduk sampai homogen. Maka akan didapatkan Larutan Kato 201 cc.
b) Cara penghitungan NEPG (Number of Eggs Per Gram) Apabila
2) Cara merendam/memulas selofan a)
Buatlah bingkai kayu segi empat sesuai dengan ukuran waskom plastik kecil. Contoh: Misal bingkai untuk foto
=3
mm
t (tinggi lubang karton tinja)
= 1,37mm
BD (Berat jenis tinja)
=1
Volume tinja dalam lubang karton = 3,14 x r x r x 1,31 x BD(1) Volume tinja dalam lubang karton = 3,14 x 3 mm x 3 mm x 1,31 x BD(1) = 37,02 mm3
b) Libatkan / lilitkan selofan pada bingkai tersebut. c)
r (jari-jari lubang karton tinja)
Berat tinja
Rendamlah selama + 18 jam dalam Larutan Kato.
= 1000/37,02 = 27,01 mg
NEPG
8
= 27,01 x Jumlah Telur
Variabel Penelitian 1. Variabel dependen : jumlah telur Toxocara cati pada tinja kucing. 2. Variabel independen : dosis pemberian getah pepaya pada kucing.
4.
Infeksi Toxocara cati adalah infeksi yang ada pada sampel kucing yang dipastikan dengan ditemukannya telur Toxocara cati pada tinja kucing.
5.
Kucing (hewan coba) adalah kucing yang hidup liar (bukan peliharaan) yang telah terinfeksi oleh Toxocara cati. Telur Toxocara cati adalah jumlah telur yang didapati dari tinja kucing yang diperiksa dengan metode KatoKatz dan dihitung dengan besaran Eggs per Gram (EPG).
Parameter Beruah et al (1980) menggolongkan kasus toksokariasis dengan jumlah telur Toxocara 2.700-16.000 epg tergolong infeksi ringan. Sedangkan jumlah telur 31.000-66.000 epg sudah tergolong infeksi berat. Pada penelitian ini sampel kucing yang terinfeksi Toxocara cati memenuhi kriteria paling sedikit mengandung 2.700 telur pada tinjanya.
6.
Metode Analisis Data Untuk mencari data dosis getah pepaya yang paling efektif digunakan uji Anova, kemudian untuk melihat perbedaan data jumlah telur sebelum dan sesudah pemberian getah pepaya akan diuji dengan menggunakan Uji T – Berpasangan (Paired T-Test.) Penganalisisan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0 for Windows.
Parameter keberhasilan dari penelitian ini adalah terjadinya penurunan minimal 50% jumlah telur Toxocara cati pada tinja kucing sesudah pemberian getah pepaya. Alur Penelitian
Sampel (30 kucing)
Hasil Tinja Kucing
Penelitian ini dilaksanakan pada Rumah Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya sebagai tempat pengamatan dan perlakuan pada hewan coba yaitu kucing, sedangkan tempat pemeriksaan tinja sampel kucing dan penghitungan telur Toxocara cati dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pemeriksaan I Mebendazol (Kontrol +)
Papain
Placebo (Kontrol -
Tinja Kucing
Hewan coba pada penelitian ini berasal dari wilayah Kecamatan Ilir Timur II Palembang, yang dikumpulkan dan dipastikan terinfeksi cacing Toxocara cati. Dari sampel kucing yang diperiksa sebanyak 49 ekor, didapatkan sampel kucing sesuai kriteria pada penelitian ini sebanyak 30 sampel yang terdiri atas 10 kucing jantan dan 20 kucing betina dengan berat badan 250 – 500 gram sebanyak 15 sampel, berat badan 500 – 750 gram sebanyak 10 sampel dan berat badan 750 – 1000 gram 5 sampel (Tabel 1).
Pemeriksaan II
Analisis Defenisi Operasional 1. Efektifitas antelmintik adalah kemampuan getah dalam kisaran dosis tertentu yang dapat menurunkan jumlah telur Toxocara cati secara signifikan. 2. Getah pepaya (Papain) adalah getah yang ditoreh dari pepaya yang masih di pohon dan dijadikan tepung kasar 3. Dosis Pemberian adalah takaran bahan yang diberikan dalam ukuran mg/kg berat badan.
9
Tabel 1. Data Sampel Kucing Terinfeksi Toxocara cati berdasarkan Jenis Kelamin dan Berat Badan. Berat Badan
Tabel 2.Jumlah Telur Toxocara cati padaTinja Kucing Sebelum dan Sesudah Pemberian Plasebo
Jenis Kelamin
No
Jumlah Telur (Eggs Per Gram) Sebelum Setelah perlakuan perlakuan 3240 3348
(gram)
Jantan
Betina
250 - 500
5
10
500 – 750
4
6
2
3564
750 – 1000
1
4
3
Jumlah
10
20
Spl 1
-108
-3,33
6237
-2673
-75,00
11799
11907
-108
-0,92
4
4212
4266
-54
-1,28
5
7830
7911
-81
-1,03
6
4374
4752
-378
-8,64
-567
-9,71
Mean
18
Selisih Jumlah Telur Jlh %
5836,5 6403,5 Sig (2-tailed) = 0,239
α = 0,05
19 Ket : tanda negatif pada data penurunan jumlah telur (N) berarti jumlah telur setelah perlakuan lebih tinggi daripada sebelum perlakuan
Efektifitas Getah Pepaya dan Kontrol terhadap Jumlah Telur Toxocara cati pada Tinja Kucing Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Dari Tabel 2. di atas dapat dilihat jumlah telur Toxocara cati yang dihitung sebelum dan sesudah pemberian plasebo. Pada ke enam sampel terdapat peningkatan jumlah telur setelah pemberian plasebo yaitu sampel nomor 1 - 6 dengan persentase peningkatan masing-masing sebesar 108 (3,33%), 2673 (75,%), 108 (0,92%), 54 (1,28%), 81 (1,03%) dan 567 (8,64%). Pada sampel nomor 2 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 75%, dibandingkan pada sampel yang lain dimana peningkatan jumlah telur Toxocara cati besarnya masih di bawah 5%. Dengan pengujian secara statisik terhadap data jumlah telur sebelum dan sesudah pelakuan di atas dengan menggunakan Uji T berpasangan, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,239, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan dan penurunan jumlah telur Toxocara cati sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel berikut ini berisikan data jumlah telur Toxocara cati sebelum dan sesudah pemberian mebendazol dosis 100 mg/kg bb sebagai kontrol positif pada perlakuan penelitian ini.
Penilaian keefektifan antelmintik terhadap cacing Toxocara cati atau nematoda lainnya, sejatinya adalah dua kali pemberian ulangan dengan interval dua minggu setelah pemberian pertama. Hal ini untuk memastikan matinya cacing dewasa baru dari telur yang baru menetas. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu penelitian, maka pada penelitian ini pemberian perlakuan pada sampel kucing yang terinfeksi Toxocara cati hanya dilakukan sekali dengan pengamatan selama satu minggu untuk menghitung jumlah cacing setelah perlakuan dan menghitung jumlah cacing dewasa yang dikeluarkan bersama tinja. Data hasil pemeriksaan sampel tinja kucing I (sebelum perlakuan) dan setelah perlakuan (setelah perlakuan) pada penelitian ini dianalisis berdasarkan 5 kelompok perlakuan yaitu pemberian plasebo (kontrol negatif), mebendazol dosis 100 mg/kg bb (kontrol positif), getah pepaya dosis 39 mg/kg bb, getah pepaya dosis 78 mg/kg bb dan getah pepaya dosis 117 mg/kg bb. Disamping pemeriksaan terhadap jumlah telur Toxocara cati setelah perlakuan, pada penelitian ini juga diamati jumlah cacing yang dikeluarkan bersama tinja 2- 3 hari setelah pelakuan. Tabel 2 berikut ini adalah data jumlah telur Toxocara cati pada tinja kelompok sampel kucing yang diberikan plasebo sebelum dan sesudah perlakuan :
10
Tabel 3.
No
Jumlah Telur Toxocara cati Pada Tinja Kucing Sebelum dan Sesudah Pemberian Mebendazol Dosis 100 mg/kg bb (Kontrol Positif) Jumlah Telur (Eggs Per Gram) Sebelum Setelah perlakuan Perlakuan 9315 216**
Samp el 7
No Sam pel 13
Penurunan Jumlah Telur Jlh %
Jumlah Telur (Eggs Per Gram) Sebelum Setelah perlakuan perlakuan 5076 4401
Pengurangan Jumlah Telur Jlh % 675
13,30
14
4698
3888
810
17,24
15
9855
8586
1269
12,88
9099
97,68
16
4806
4563
243
5,06
8
4266
189*
4077
95,57
17
7101
6129
972
13,69
9
9342
135**
9207
98,55
18
3132
2592
540
17,24
10
3753
378*
3375
89,93
5778
5026,50
3888
162*
3726
95,83
751,5 0
13,01
11
Mea n
12
4293
81*
4212
98,11
Mean
5809,50
193,50
5616
96,67
Sig. (2-tailed) = 0,004
Ket : *
Sig (2-tailed) = 0,03
α= 0,05
Dapat diketahui dari tabel di atas bahwa terdapat penurunan jumlah telur Toxocara cati pada keenam sampel (sampel nomor 13 s.d. 18) masing-masing sebesar 675 (13,30%); 810 (17,24%); 1269 (12,88%); 243 (5,06%); 972 (13,69%) dan 540 (17,24%). Berdasarkan pengujian secara statistik didapatkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,03 (< 0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah telur Toxocara cati dengan pemberian getah pepaya dosis 39 mg/kg bb. Data jumlah telur Toxocara cati pada kelompok sampel yang diberikan perlakuan pemberian getah pepaya dosis 78 mg/kg bb dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
α = 0,05
=
terdapat sepasang cacing yang keluar setelah perlakuan ** = terdapat dua pasang cacing yang keluar setelah perlakuan
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah telur Toxocara cati yang cukup besar persentasenya yaitu rata-rata sebesar 5616 (96,67%) pada keenam sampel (sampel 7 s.d. 12) yang diberikan mebendazol dosis 100 mg/kg bb. Penurunan tersebut masing-masing sebesar 9099 (97,68%); 4077 (95,57%); 9207 (98,55%); 3375 (89,93%); 3726 (95,83%) dan 4212 (98,11%). Berdasarkan Uji T Berpasangan yang dilakukan terhadap kedua kelompok data tersebut, maka didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,004 atau dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai jumlah telur sebelum dan sesudah perlakuan. Selanjutnya data mengenai jumlah telur Toxocara cati pada tinja kucing dengan pemberian getah pepaya dosis 39 mg/kg bb tersaji pada tabel berikut ini :
No Sampel 25
Tabel 4. Jumlah Telur Toxocara cati Pada Tinja Kucing Sebelum dan Sesudah Pemberian Getah Pepaya Dosis 39 mg/kg bb
Jumlah Telur (Eggs Per Gram) Sebelum Setelah perlakuan perlakuan 6642 216*
6426
96,75
26
4374
243*
4131
94,44
27
11097
2376**
8721
78,59
28
4212
297*
3915
92,95
29
19089
2106****
16983
88,97
30
15120
2862***
12258
81,07
Mean
10089
1350
8739
86,62
Sig.(2-tailed) = 0,009
11
Pengurangan Jumlah Telur Jumlah %
α = 0, 05
Tabel 5.
No Sam pel 19
Jumlah Telur Toxocara cati Pada Tinja Kucing Sebelum dan Sesudah Pemberian Getah Pepaya Dosis 78 mg/kg bb
Jumlah Telur (Eggs Per Gram) Sebelum Setelah perlakuan perlakuan 3591 972*
Pengurangan Jumlah Telur Jlh % 2619
72,93
20
4185
3105
1080
25,81
21
7722
4563*
3159
40,91
22
3429
459*
2970
86,61
23
7506
5724*
1782
23,74
24
4023
3024
999
24,83
Mea n
5076,
2974,50
Sig.(2-tailed) = 0,003
** = terdapat dua pasang cacing yang keluar setelah perlakuan *** = terdapat tiga pasang cacing yang keluar setelah perlakuan **** = terdapat empat pasang cacing yang keluar setelah perlakuan Tabel di atas menunjukkan penurunan jumlah telur Toxocara cati pada keenam sampel kucing (sampel nomor 25 s.d. 30) sesudah pemberian getah pepaya dosis 117 mg/kg bb, penurunan tersebut masing-masing sebesar 6426 (96,75%); 4131 (94,44%); 8721 (78,59%); 3915 (92,95%); 16983 (88,97%) dan 12258 (81,07%). Rata-rata penurunan jumlah telur pada perlakuan ini yaitu sebesar 86,62%, dan berdasarkan Uji T- Berpasangan yang dilakukan, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,009 (< 0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna jumlah telur Toxocara cati sesudah pemberian getah pepaya dosis 117 mg/kg bb.
2101,5 41,40 0 α = 0, 05
Perbandingan Efektifitas Berbagai Dosis Getah Pepaya, Plasebo dan Mebendazol terhadap Jumlah Telur Toxocara cati.
Ket : * = terdapat sepasang cacing yang keluar setelah perlakuan
Untuk mengetahui perlakuan yang paling efektif di antara lima perlakuan yaitu pemberian plasebo (kontrol negatif), mebendazol (kontrol positif), getah pepaya dosis 39 mg/kg bb, 78 mg/kg bb dan 117 mg/kg bb, data jumlah telur sebelum dan sesudah lima perlakuan tersebut dianalisis secara deskriptif pada Tabel 7 dan kemudian diuji menggunakan Uji statistik Anova one way (Uji Post Hoc) secara multi comparations pada Tabel 8.
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa setelah pemberian getah pepaya dosis 78 mg/kg bb, terdapat penurunan jumlah telur Toxocara cati pada tinja keenam sampel kucing (sampel nomor 19 s.d. 24) masingmasing sebesar 2619 (72,93%); 1080 (25,81%); 3159 (40,91%); 2970 (86,61%); 1782 (23,74%) dan 999 (24,83%). Penurunan jumlah telur yang cukup tinggi terjadi pada sampel nomor 22 sebesar 2970 (86,61%) dan sampel nomor 19 sebesar 2619 (72,93%). Setelah dilakukan uji statistik menggunakan Uji T – Berpasangan, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,003 (< 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah telur Toxocara cati sebelum dan sesudah pemberian getah pepaya dosis 78 mg/kg bb. Berikut ini adalah data jumlah telur Toxocara cati pada kelompok sampel kucing yang diberikan getah pepaya dosis 117 mg/kg bb, sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel 6.
Jumlah Telur Toxocara cati Pada Tinja Kucing Sebelum dan Sesudah Pemberian Getah Pepaya Dosis 117 mg/kg bb
Ket : *
= terdapat sepasang cacing yang keluar setelah perlakuan
12
Tabel 7.
Distribusi rata-rata Jumlah Telur Toxocara cati Sebelum dan Sesudah Permberian Plasebo, Mebendazol dan Getah Pepaya.
getah papaya dengan dosis 117 mg/kg bb bebeda secara bermakna dengan perlakuan yang lain yaitu dengan kontrol negatif (sig. = 0,000), dengan getah papaya dosis 39 mg/kg bb (sig. = 0,000) dan dengan getah pepaya dosis 78
Ket : Tanda (-) pada mean berarti terjadi peningkatan jumlah telur sesudah perlakuan
mg/kg bb (sig. = 0,002). Sedangkan dengan mebendazol/kontrol positif tidak terdapat Tabel 8.
Perlakuan
Mean
Perbandingan Multi Variat Rata-rata Penurunan Jumlah Telur Pemberian Plasebo, Mebendazol dan Getah Pepaya Std. (I) Dosis Deviation Plasebo
95 % CI (J) Dosis mebendazol 39 mg/kg BB Upper 78 mg/kg BB
Std. Error 1543,522
Sig. ,005
-1318,500
1543,522
1,000
-2668,500
1543,522
,962
-9306,000(*)
1543,522
,000
6183,000(*)
1543,522
,005
4864,500(*)
1543,522
,042
3514,500
1543,522
,316
-3123,000
1543,522
,539
379,28Placebo1123,72
1318,500
1543,522
1,000
mebendazol 1105,76 3097,24 78 mg/kg BB 3383,75117 mg/kg 14094,25 BB
-4864,500(*)
1543,522
,042
-1350,000
1543,522
1,000
-7987,500(*)
1543,522
,000
2668,500
1543,522
,962
-3514,500
1543,522
,316
39 mg/kg BB
1350,000
1543,522
1,000
117 mg/kg BB
-6637,500(*)
1543,522
,002
plasebo
9306,000(*)
1543,522
,000
mebendazol
3123,000
1543,522
,539
39 mg/kg BB 78 mg/kg BB
7987,500(*)
1543,522
,000
6637,500(*)
1543,522
,002
Lower
Plasebo
-567
1038,430 Mebendazol
117 mg/kg BB -1656,77 522,77 Placebo
Mebendazo l
5616
2755,376
BB 2724,4139 mg/kg 8507,59
Dosis 39 mg/kg bb Dosis 78 mg/kg bb Dosis 117 mg/kg bb
Sig.
,000
78 mg/kg BB 117 mg/kg BB BB 751,50 39 mg/kg 354,685 2101,50 8739,20
948,836 5102,976 78 mg/kg BB
117 mg/kg BB
plasebo mebendazol
Beda Rata-rata (I-J) -6183,000(*)
Toxocara cati dengan
Perbedaan rata-rata (mean) kelima perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di atas. Rata-rata penurunan jumlah telur perlakuan pemberian getah papaya dosis 117 mg/kg bb yaitu sebesar 8739,20 merupakan rata-rata tertinggi dibandingkan empat perlakuan lain yaitu kontrol positif sebesar 5616; dosis getah papaya 78 mg/kg bb sebesar 2101,50 dan dosis getah papaya 39 mg/kg bb sebesar 751,50. Sedangkan perlakuan dengan pemberian plasebo dengan rata-rata sebesar 567 (mengalami peningkatan) merupakan perlakuan dengan rata-rata paling kecil. Dari perbandingan rata-rata kelima perlakuan di atas dapat dianalisis bahwa dosis getah papaya 117 mg/kg bb merupakan perlakuan yang paling efektif dalam menurunkan jumlah telur Toxocara cati pada kucing. Pada Tabel 8 menunjukkan perbandingan rata-rata penurunan jumlah telur pada kelima kelompok perlakuan. Berdasarkan Uji Anova one way (Uji Post Hoc), menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
perbedaan (sig. = 0,539), Sedangkan secara multiple comparations didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti tedapat perbedaan di antara, kelima perlakuan tersebut secara bermakna. Pembahasan Secara umum dapat dikatakan bahwa getah pepaya dapat digunakan untuk mengatasi infeksi oleh cacing Toxocara cati pada kucing. Pada semua dosis getah pepaya yang diberikan yaitu dosis 39 mg/kg bb, 7,8 mg kg bb dan 11,7 mg kg bb, telah terbukti mampu menurunkan jumlah telur Toxocara cati secara bermakna. Pada dosis pemberian getah pepaya 39 mg/kg bb, rata-rata jumlah telur Toxocara cati mengalami penurunan sebesar 13,01% (sig. = 0,003), pada dosis 78 mg/kg bb, ratarata jumlah telur mengalami penurunan sebesar 41,40% (sig. = 0,003) dan pada dosis pemberian 117 mg/kg bb mengalami penurunan sebesar 86,62% (sig. = 0,009). Hal
13
ini berbanding terbalik dengan data kelompok sampel yang hanya diberi plasebo (kontrol negatif), tidak terjadi penurunan jumlah telur Toxocara cati pada sampel secara bermakna (sig. = 0,239), lebih dari itu pada beberapa sampel (sampel nomor 1, 2, dan 3) mengalami peningkatan jumlah telur. Peningkatan yang cukup tinggi terdapat pada sampel nomor 2 dengan bertambahnya jumlah telur pada setelah perlakuan sebesar 2673 telur per gram (75%). Hal ini menunjukkan apabila infeksi tidak diberikan pengobatan, maka infeksi akan menjadi semakin berat ditandai dengan peningkatan jumlah telur yang dihasilkan cacing dewasa baru. Menurut Beaver (1984), pada larva Toxocara cati akan menjadi dewasa pada usus halus kucing setiap 3 – 4 minggu dan mulai bertelur dan kemudian dikeluarkan melalui tinja kucing tersebut.
Sedangkan menurut Ishida (2008), enzim protease sistein yang terkandung di dalam getah pepaya, yang mempunyai aktivitas proteolitik terhadap protein, peptide rantai pendek, ester asam amino dan ikatan amida. (Ishida, 2008). Akan tetapi, bagaimana mekanisme enzim papain bekerja langsung terhadap protein tubuh nematoda khususnya Toxocara cati harus dibuktikan lagi dalam penelitian secara molekuler. Sejalan dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan terhadap cacing dari golongan nematoda yaitu cacing Ascaris suilla secara in vitro oleh Atiyah (2006), membuktikan bahwa getah pepaya pada dosis 600 mg dapat menyebabkan kematian cacing tersebut setelah satu jam. Beberapa penelitian lain juga telah membuktikan efek antelmintik getah pepaya terhadap golongan nematoda saluran pencernaan pada Domba (Haemanchtis contortus R), seperti yang dilakukan oleh Shiddiq (1994), yang membuktikan adanya efek antelmintik getah pepaya terhadap cacing domba tersebut pada dosis 0,75 g.
Terjadinya penurunan jumlah telur pada ketiga dosis pemberian getah pepaya dan terjadinya peningkatan jumlah telur pada kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan getah pepaya, dapat mengindikasikan adanya aktivitas proteolitik getah pepaya dalam merusak protein tubuh cacing Toxocara cati. Asumsi ini diperkuat dengan adanya sejumlah cacing yang mati dan ikut keluar dalam tinja kucing setelah 2 – 3 hari perlakuan. Jumlah cacing yang ikut keluar bersama tinja secara umum berhubungan dengan besar penurunan telur cacing sesudah perlakuan. Keluarnya sepasang cacing dewasa biasanya disertai dengan penurunan sekitar 200.000 telur cacing, yaitu rata-rata jumlah telur yang dikeluarkan cacing betina dewasa Toxocara cati. Hal ini dapat dilihat pada sampel 8,10,11,12, 19,21,22,23, 25,26 dan 28. Sedangkan keluarnya 2 pasang cacing dewasa disertai dengan penurunan jumlah telur kurang lebih 400.000 telur pada setelah perlakuan.
Perbandingan Efektifitas berbagai Dosis Getah Pepaya dan Perlakuan Kontrol terhadap Jumlah Telur Toxocara cati. Adanya perbedaan ketiga dosis pemberian getah pepaya (39 mg/kg bb, 78 mg/kg bb dan 117 mg/kg bb) dalam menurunkan jumlah telur Toxocara cati dapat disebabkan adanya hubungan besarnya dosis dengan penurunan jumlah telur. Secara deskriptif dapat dilihat bahwa secara berturutturut dosis 39 mg/kg bb, 78 mg/kg bb dan 117 mg/kg bb dapat menurunkan jumlah telur Toxocara cati rata-rata sebesar 751,5(13,23%); 2101,5(45,81%) dan 8739,2(88,79%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian getah pepaya pada dosis 117 mg/kg bb merupakan dosis paling efektif pada penelitian ini bila dibandingkan dengan dua dosis getah pepaya lainnya yaitu dosis 39 mg/kg bb dan dosis 78 mg/kg bb. Hal yang perlu dipertimbangkan disamping adanya efek antelmintik dari getah pepaya, adalah efek toksiknya terhadap usus dari hewan inang yang terinfeksi parasit. Pada penelitian Murdiati (1997), didapati kematian domba yang diberikan dosis sebesar 1,5 g kg bb (150 mg/kg bb), dimana dengan pemeriksaan patologik terlihat adanya lisis pada hampir seluruh saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena adanya enzim papain yang terkandung di dalam getah pepaya yang bersifat proteolitik.
Mekanisme pengeluaran cacing dari dalam tubuh dijelaskan oleh Roitt dan Delves (2001) yang dikutip dari Darmawi (2007), bahwa kutikula cacing nematoda dirusak oleh antibodi yang disekresikan ke dalam lumen intestinal hewan inang. Tizard (1995) yang dikutip dari Darmawi (2007), menyatakan bahwa untuk melawan infeksi cacing nematoda Toxocara canis, antibodi spesifik menutupi oral dan saluran anal (secretory pores) cacing nematoda tersebut. Menurut Depkes (2006), papain yang terkandung dalam getah pepaya adalah enzim proteolitik yang dapat melunakkan daging dengan cara memecahkan jaringan ikat pada ikatan peptida, dalam fungsinya sebagai antelmintik papain bekerja dengan merusak protein tubuh cacing,
14
Secara analisis stasitistik menggunakan Uji Anova juga didapatkan bahwa dosis getah pepaya 117 mg/kg bb lebih efektif (mean = 8739) dalam menurunkan jumlah cacing dibanding dosis getah pepaya lain dan perlakuan kontrol positif yaitu dengan pemberian mebendazol dosis 100 mg/kg bb (mean = 5616). Berdasarkan Uji Post Hoc, dosis getah pepaya 117 mg/kg bb berbeda secara bermakan dengan dosis getah pepaya 39 mg/kg bb dan dosis 7,8 mg.kg bb, akan tetapi tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif. Meskipun keefektifan getah pepaya tidak berbeda secara bermakna dengan mebendazol pada penelitian ini (0,0539), akan tetapi bila dilihat dari rata-rata (mean) penurunan jumlah telur oleh dosis 117 mg/kg bb sebesar 8739 lebih tinggi dibandingkan dengan dosis pemberian mebendazol yang rata-rata penurunan jumlah telurnya sebesar 5616. Hal ini memperlihatkan lebih tingginya keefektifan getah pepaya dibandingkan mebendazol. Meskipun demikian, perlu dibuktikan lagi apakah getah pepaya dapat benar-benar mampu memutuskan siklus hidup cacing Toxocara cati pada kucing. Menurut Overgraauw (1997), sebagian besar cacing gelang mempunyai siklus hidup yang mirip. Kebanyakan telur cacing menetas dalam waktu dua minggu. Oleh karena itu pemberian obat cacing harus diulang 2 minggu kemudian agar cacing yang berasal dari telur yang baru menetas dapat segera dibasmi dengan tuntas.
KEPUSTAKAAN
Anonim, 2008. Cakrawala IPTEK, (http:/www.iptek.net.id/ind/cakraobat/tanaman obat, diakses tanggal 20 Juni 2008). Anonim, 2008. Manfaat Tanaman Pepaya, Cakrawala IPTEK (http:/www.iptek .net.id/ind/cakra-obat/tanaman obat, diakses tanggal 20 Juni 2008). Anonim, 2008. Carica Papaya L., Cakrawala IPTEK (http:/www.Iptek .net.id/ind/cakraobat/tanaman obat, diakses tanggal 20 Juni 2008). Apriyandi, Rachmat, 2005. Identifikasi Telur Toxocara cati Pada Kotoran Kucing (Cati) Peliharaan di 2 Kelurahan di Kecamatan Ilir Timur II Palembang Tahun 2005. Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Jurusan Analis Kesehatan Palembang. Atiyah, 2006. Uji antelmentik Getah Pepaya terhadap Cacing Ascaris suila secara in vitro dikuti, Penelitian Tanaman Obat Indonesia, Depkes,. Jakarta. Baruah. K., R. P. Singh and M.K. Ball, 1980. Treatment Tirals and Correctionof Electrolyte Imbalance caused by Neoascaris vitulorum in Bufallo Calvet . Indian Vet J . 4 : 76-78
KESIMPULAN Bagian Parasitologi FKUI, 2000. Penuntun Kuliah Parasitologi Kedokteran. Jilid I. FKUI. Jakarta
Pada penelitian ini didapati bahwa terdapat efektivitas antelmintik getah pepaya terhadap infeksi cacing Toxocara cati pada kucing. Sedangkan dosis getah pepaya yang paling efektif dalam menurunkan jumlah telur Toxocara cati pada kucing adalah dosis 117 mg/kg bb.
Beaver, P.C., R.C. Jung, and E.W. Cupp. 1984. Clinal Parasitology 9th. Lea & Febiger. Philadelphia, USA. Beriajaya, G. Adiwinata dan P.H.Siagian, 1997. Pengaruh Pemberian Antelmentik terhadap Jumlah Telur cacing Parasit pada Anak Babi. Maj. Parasitologi Indonesia, 10(1) Januari 1997. Hal. 8-17.
SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mekanisme getah pepaya dan enzim papain sebagai antelmintik terhadap Toxocara cati. 2. Penelitian lebih lanjut mengenai efek toksisitas getah pepaya terhadap hewan percobaan khususnya kucing.
Brucner, Davis dan Garcia, S. Lynne, 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Chamberlain, Lary, 2008. How Long Will My Cat Live? (http:// www.lapcat.co.uk/ health and behaviour/how-long-will-mycat-live.html, Diakses tanggal 6 Juli 2008).
15
Cillespie, Stephen H and Richards D Pearson, 2001. Principles and Practice of Clinical Parasitology. John Willey & Sons, LA.
Anthrozoology Institute, University of Southampton. Liptan, 2000. Getah Pepaya Sebagai Obat Cacicng Tradisional Pada Ternak Kambing/Domba. Lembar Informasi pertanian (liptan) IP2TP Mataram No. 04/Liptan/2000. Instalasi penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian mataram.
Darmawi, 2007. Berat Molekul dan Kuantitas Protein Ekskretori/ sekretori yang Dilepaskan oleh Stadium L3 A. galli. Tesis program Magister Ilmu Pertanian Institut Pertanian Bogor. Depkes, 2006. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia VIII, Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta, (http://iptek.apiji.or.id/ artikel/ttg tanaman obat/depkes 2/buku 08.pdf, diakses tanggal 20 Juni 2008.)
Malik, Amarila, 2007. RNA Therapeutic. Pendekatan Baru dalam Terapi Gen, Majalah Ilmu Kefarmasian. II(2):51-61.
Depkes, 1983. Pengobatan Cacingan Alami, Ditjen POM , Jakarta. (http://anekaplanta. wordpress. com/2008/03/01/tanamanpeng-usir-cacing/ diakses tanggal 12 Mei 2008).
Murdiati, T.B., Beriajaya dan G. Adiwinata, 1997. Aktivitas Getah Pepaya terhadap Cacing Haemonchus contortus pada Domba. Maj. Parasitologi Indonesia, 10(1):1–7.
Faust, E. Carrol and Paul Farr Russel, 1964. Clinical Parasitology Seventh Edition, Lea & Feliger, Philadelphia.
Nulder, J. G, 1939. Metabolisme Protein, URL : (http://nursing-enews. blogspot. com/2009/03 /metabolis-me protein.html. diakses tanggal 12 Maret 2009).
Menkes, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan, Lampian Keputusan Menkes No.424/Menkes/SK/VI/2006 Tgl.19 Juni 2006.
Fitriani, Vina 2006. Getah Sejuta Manfaat, Majalah Trubus Ed. Rabu, April 12, 2006.
Overgaauw PA. 1997. Aspect of toxocara epidemiology-toxocariosis in dog and cats. Crit Rev Microbiol 23 (3) 233-251.
Gandahusada, S., H.D. Ilahude, dan Wita Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran (Ed. Ke-3). FKUI. Jakarta.
Purnomo, 2007. Virgin coconut Oil Vs Papain si Getah Pepaya, (http://www.bloggaul.com/ yudhi_alamsah/readblog/65552/virgincoconut-oil-vs-papa in - si-getah-pepaya diakses tanggal. 8 Nopember 2008).
Hariana, H.A., 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri I, Penebar Swadaya, Jakarta. Ishida, T, 2008. Papain, URL http://www.pdb.org/pdb/explore/materials And Methods.do? structure Id =1PPP Diakses tanggal 10 Januari 2008.
Prianto, Juni, Tjahaya P.U, Darwanto, 2002. Atlas Parasitologi Kedokteran.. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Ridayanti, Anita. 1993. Pemeriksaan Efek Entelmentik papain Kasar terhadap Cacing Lambung (Haemonchus contortus) pada Domba. Abstrak skripsi JF FMIPA UI, Jakarta.
Ismid, I.S., Sri S.Margono dan S. Alisah N. Abidin. 1992. Pengaruh Pemberian Antelmentik terhadap Perkembangan telur Trichuris trichiura. Maj. Parasitologi Indonesia, 9 (2) Juni 1992. Hal. 61–66. Koesdarwato, Setiawan, 2004. Penentuan Prevalensi Toxocariasis pada Anjing Konsumsi dan Kucing Liar di Surabaya melalui Pembedahan Saluran Pencernaan. Tropical Deseases Centre, Universitas Airlangga, Surabaya.
Shiddiq, Ahmad Nur, 1994. Pemeriksaan Efek Antel-mintik Papain Kasar terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus pada Domba. Abstrak Skripsi JF MIPA UI. Jakarta. Sumarsih, Sri, 2006. Upaya Peningkatan Aktivitas Proteolitik pada Produksi Papain dengan Beberapa Zat Pengaktif. FMIPA UNAIR, Surabaya.
Lowe, Sarah E and John W. S. Bradshaw, 2000. Ontogeny of Individuality in the Domestic Cat in the Home Environment.,
16