Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 159-168
Kajian Penggunaan Amonium Sulfat Pada Pengendapan Enzim Protease (Papain) Dari Buah Pepaya Sebagai Koagulan Dalam Produksi Keju Cottage Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia Jalan Setiabudi No. 229 Bandung 40154, Indonesia Email:
[email protected]
PY
ABSTRAK
D
O
N
O
T
C
O
Enzim protease banyak digunakan dalam bidang industri pangan. Papain merupakan protease yang dapat berfungsi sebagai koagulan pada produksi keju cottage dan menjadi alternatif pengganti enzim rennet yang relatif mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan enzim papain dari buah pepaya (Carica papaya L.) melalui pengendapan dengan amonium sulfat dan aplikasinya pada produksi keju cottage. Penelitian dimulai dari isolasi enzim papain dengan metode ekstraksi dan pengendapan menggunakan amonium sulfat pada variasi persen kejenuhan (b/v). Parameter hasil pengendapan enzim dilihat berdasarkan aktivitas protease per kadar protein yang merupakan aktivitas spesifik enzim menggunakan spektrofotometer. Hasil menunjukkan bahwa pada pengendapan dengan amonium sulfat kejenuhan 60% (b/v) dihasilkan aktivitas spesifik enzim tertinggi sebesar 9,201 U/mg, dengan nilai aktivitas protease 4,076 U/mL dan kadar protein 0,443 mg/mL. Selanjutnya dibuat lima jenis keju cottage dengan penambahan konsentrasi papain hasil pengendapan optimum yaitu 150 ppm (A); 250 ppm (B); dan 350 ppm (C); ekstrak kasar papain tanpa pengendapan 215 ppm (E), dan kontrol tanpa penambahan enzim (K). Masing-masing keju cottage yang dihasilkan memiliki massa dan waktu koagulasi yang berbeda yaitu A 41,11 gram selama 62 jam; B 47,77 gram selama 63 jam; C 48,76 gram selama 65 jam; E 40,58 gram selama 74 jam; dan K 44,96 gram selama 80 jam. Hasil menunjukkan B sebagai kondisi optimum untuk pembuatan keju cottage dengan massa 47,77 gram dan waktu koagulasi 63 jam pada suhu 30oC. Analisis kualitas keju cottage B menunjukkan kandungan gizi protein 23,09%; lemak 1,57%; kadar air 69,58%; dan mineral kalsium 984,55 mg/kg. Kata kunci : Aktivitas spesifik, Amonium sulfat, Keju cottage, Papain, Protease ABSTRACT Papain is a protease enzym that can be used as an alternative coagulant in the production of cottage cheese. This research aims to isolate papain enzym from papaya meat (Carica papaya L.) and to prepare cottage cheese using the isolated enzym. The isolation process was carried out using extraction and precipitation methods. The sucess rate was measured by analysing the protease enzym specific
159
Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna
J.Si. Tek. Kim
activity using spectrophotometer. The result showed that precipitation using ammonium sulphate 60% produced papain with the highest enzym specific activity of 9.201 U/mg, protease activity of 4.076 U/mL, and protein content of 0,443 mg/mL. Five variations of cottage cheese were prepared using papain concentrations ranging from 150 ppm to 350 ppm. The optimum condition for cottage cheese preparation was achieved when papain concentration of 250 ppm was used resulting in 47.77 g of cheese in 63 hours. The cheese product has 23.09 % protein, 1,57% fat, 69.5 % water and 984.55 mg/kg calcium mineral.
PY
Keywords : specific activity, ammonium sulphate, cottage cheese, Papain, Protease sisi aktif enzim (Sirait dalam Geantaresa, 2009). Papain terdapat dalam getah pepaya, baik pada buah, batang, dan daun, tetapi bagian yang paling banyak mengandung enzim papain yaitu bagian buahnya. Papain dari batang dan daun hanya memiliki aktivitas proteolitik sekitar 200 unit/gram, sementara dari buahnya jauh lebih banyak yaitu sekitar 400 unit/gram (Tekno Pangan & Agroindustri, Vol 1, No 11). Banyaknya papain optimal pada usia buah pepaya sekitar 2-3 bulan (Muhidin, 2003). Pada umumnya, papain diperoleh dengan cara penyadapan getah buah pepaya melalui penggoresan pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi, selain memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan getahnya, proses penggoresan tersebut juga dapat membuat cacat pada seluruh bagian buah karena luka yang ditorehkan akan susah hilang. Hal ini akan menyebabkan kualitas dan harga jual buah mengalami penurunan, padahal harga buah pepaya sendiri sudah terbilang rendah dipasaran. Selain itu, pemanfaatan papain dari ekstrak getah pepaya untuk produksi keju cottage masih belum efektif, karena massa keju yang dihasilkan masih sekitar 3 – 4 gram
C
D
O
N
O
T
Dalam industri pengolahan pangan, salah satu pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju cottage. Keju cottage dihasilkan dari fermentasi susu tanpa pematangan dadih. Keju cottage dapat langsung dikonsumsi setelah dadih (curd) diambil. Biasanya, keju jenis ini digunakan masyarakat sebagai bahan campuran dalam pembuatan kue, dan juga dapat dimakan sebagai isi roti. Pada produksi keju, terdapat suatu proses koagulasi susu yang dapat terjadi dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi menggunakan kultur bakteri asam laktat dengan penambahan enzim rennet pada susu (Buckle, 2007). Enzim protease dari abomasum anak sapi (rennet) yang biasanya digunakan sebagai koagulan tersedia dalam jumlah terbatas dan memiliki harga yang cukup mahal, sehingga membutuhkan alternatif penggumpal lain. Papain adalah suatu protease sulfihidril dari getah pepaya yang memiliki kemampuan proteolitik dalam mengkoagulasi kasein susu pada produksi keju. Aktivitas proteolitik papain ditandai dengan proses pemecahan substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada
O
PENDAHULUAN
160
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 159-168
PY
endapan. Endapan diambil melalui sentrifugasi dan disimpan pada lemari beku (freezer) suhu -20oC. Endapan enzim didialisis dengan melarutkannya dalam buffer fosfat pH 7, pada kantung selofan yang diikat dan direndam dalam buffer pH 6. Diaduk dengan stirrer selama 8 jam pada suhu 4OC pada 4 jam pertama, setiap jam larutan dialisis diganti. Larutan dialisis diuji dengan BaCl2 untuk memastikan garam, sulfat dan pengotor-pengotor lainnya telah keluar dari larutan enzim.
C
O
Pengujian Aktivitas Enzim dan Konsentrasi Protein Enzim Protease (Papain) dari Buah Pepaya Berdasarkan Sigma's Nonspecific Protease Activity Assay (2008), pengujian aktivitas proteolitik enzim dilakukan dengan mencampur 3 mL kasein 1,5% dan 2 mL larutan enzim. Campuran diinkubasi pada suhu 37°C dan dishaker selama 10 menit. Larutan TCA ditambahkan sebanyak 5 mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C dan dishaker selama 30 menit. Disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh diambil 2 mL lalu ditambahkan 5 mL Na2CO3 dan 0,5 mL pereaksi folin. Diinkubasi larutan pada suhu 37°C dan dishaker selama 30 menit. Diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 739 nm. Sebelumnya kurva standar dibuat dengan konsentrasi tirosin berturut-turut 0 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm. Blanko dibuat dengan cara sama seperti di atas, hanya saja larutan enzim ditambahkan setelah kasein dan larutan TCA dicampurkan. Pengukuran aktivitas proteolitik enzim dilakukan dengan mengubah
O
T
dari ekstraksi 100 gram getah pepaya (Sane, 2011) dengan nilai aktivitas 339,30 unit/g dan kadar protein 2812,38 μg/mL (Yuniasih, 2005). Oleh karena itu, untuk mendapatkan enzim papain dalam penelitian ini akan digunakan sumber enzim langsung dari buah pepaya yang prosesnya tidak dilakukan penyadapan tetapi dengan langsung memblender daging buah agar lebih efisien dalam pengerjaannya dan dapat memberikan hasil yang optimal pada produksi keju cottage. Untuk memisahkan papain dari campuran senyawa-senyawa lain, maka perlu dilakukan suatu pengendapan enzim menggunakan garam amonium sulfat. Garam amonium sulfat sering digunakan untuk salting out protein enzim, karena kelarutannya sangat tinggi, tidak beracun untuk kebanyakan enzim, murah, proses pengerjaannya mudah, dan pada beberapa kasus memberikan efek menstabilkan enzim. METODE PENELITIAN
D
O
N
Ekstraksi dan Pengendapan Enzim Protease (Papain) dari Buah Pepaya Menggunakan Amonium Sulfat Buah pepaya (Carica papaya L.) dipisahkan dari kulit dan bijinya, kemudian dilakukan pengirisan kecilkecil. Ditambahkan buffer fosfat pH 7,0 dan larutan 0,1% b/v Diblender (NaHSO3:NaCl=1:1). hingga menjadi bubur halus. Bubur buah pepaya diambil filtratnya dengan penyaringan. Disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan amonium sulfat pada variasi persen kejenuhan (40%, 60% dan 80% b/v). Didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC hingga terbentuk
161
Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna
J.Si. Tek. Kim
nilai serapan menjadi konsentrasi tirosin (μg/mL) dengan kurva standar tirosin. Aktivitas proteolitik enzim dihitung dengan rumus:
Preparasi Bakteri Starter Disiapkan media panthotenate broth sebagai media penumbuhan bakteri dari 5 gram glukosa, 5 gram natrium asetat dan 20 gram ekstrak ragi, kemudian dilarutkan dalam 1L aquades. Campuran ini dipanaskan sambil diaduk dengan stirrer selama 15 menit. Media tersebut didinginkan, lalu dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer steril dan ditutup dengan kapas yang dibalut kain kasa. Media disterilisasi menggunakan autoklap dengan tekanan 1,5 atm dan suhu 121°C selama 15 menit. Starter yang digunakan adalah Streptococcus thermophillus, Leuconostoc mesentroides, dan Lactococcus lactis dengan perbandingan 3:1:2 yaitu inokulasi dalam 225 mL, 75 mL dan 150 mL panthotenate broth steril secara berurutan. Diinkubasi pada suhu 30°C selama 6 jam untuk bakteri Streptococcus thermophillus, 4 jam untuk bakteri Lactococcus lactis, dan 8 jam untuk bakteri Leuconostoc mesentroides. Selanjutnya, bakteribakteri tersebut dicampurkan menjadi satu.
Aktivitas proteolitik = [tirosin] x v x fp (p x q)
O
C
N
O
T
Untuk pengujian kadar protein enzim menggunakan metode Lowry. Metode ini mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tirosin dan triptofan dalam protein menghasilkan warna biru (Sudarmadji, dkk. 1997). Larutan A yaitu 2% Na2CO3 dan 0,02% Kalium Natrium tartrat dalam larutan NaOH 0,1 N. Larutan B yaitu 1% CuSO4.5H2O. Dicampurkan 50 mL larutan A dengan 1 mL larutan B menjadi larutan C (reagen assay/pembentuk). Pereaksi FolinCiocalteu (tersedia secara komersil), dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 1:1. Larutan protein standar 1000 mg/L berupa larutan albumin. Sebelumnya kurva standar dibuat dengan konsentrasi albumin berturutturut 0, 100, 250, 400, 550, 700 ppm. Sampel enzim sebanyak 1 mL ditambahkan 5 mL larutan C (reagen pembentukan kompleks). Dibiarkan larutan selama 10 menit pada suhu kamar. Ditambahkan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteu, lalu dikocok hingga homogen, dibiarkan selama 30 – 60 menit (jangan sampai lebih dari 60 menit). Kemudian diukur absorbansinya pada 749 nm.
PY
Keterangan: [tirosin] = konsentrasi tirosin(μg/mL) v = volume total sampel (mL) q = waktu inkubasi (menit) p = volume enzim (mL) fp = faktor pengenceran
D
O
Produksi Keju Cottage Pembuatan keju cottage dilakukan berdasarkan prosedur penelitian Sane (2011) yaitu dengan melarutkan 250 gram susu skim dalam 500 mL aquades, dipasteurisasi pada suhu 63°C selama 10 menit. Ditambahkan 10% (v/v) starter campuran, disimpan dalam inkubator pada suhu 30°C. Setelah terjadi penurunan pH, larutan dipindahkan kedalam 5 wadah (masing-masing 100 mL). Larutan enzim papain hasil pengendapan optimum ditambahkan kedalam masing-masing 3 wadah dengan konsentrasi berturut-turut 150 (A); 250 (B); dan 350 (C) ppm, wadah
162
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 159-168
Kadar Protein (mg/mL)
berikutnya ditambahkan ekstrak kasar tanpa pengendapan 215 ppm (E), dan satu wadah sisa tanpa penambahan enzim papain (K) sebagai kontrol. Diinkubasi suhu 30°C sampai pH 4,6 – 4,7 dan dicatat lamanya waktu hingga tercapai pH tersebut (waktu koagulasi). Dadih dan whey dipisahkan dengan pemanasan bertahap dalam waterbath suhu 38°C – 48°C, campuran disaring dan dibilas dengan aquades. Setelah diperoleh dadih, ditambahkan garam NaCl 4% (w/w) dari massa dadih, hingga terbentuklah keju cottage. Keju cottage terbaik yang dihasilkan ditentukan analisis kandungan gizinya.
40
60
0.060
0.000
20 40 60 80 100
PY
O
C
T
O
N
O 20
0.200
Berdasarkan pada kedua grafik secara umum dapat ditunjukkan bahwa nilai aktivitas dan kadar protein enzim hasil pengendapan jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar tanpa pengendapan. Penambahan amonium sulfat mampu memisahkan enzim dari campuran senyawa-senyawa lainnya, seperti karbohidrat, vitamin, lemak, serat dan campuran senyawa lainnya yang ada pada buah pepaya, sehingga enzim dapat mengendap secara efektif. Sementara, penambahan amonium sulfat hingga 60% b/v menunjukkan kenaikan aktivitas enzim, akan tetapi ketika penambahan amonium sulfat ditingkatkan menjadi 80% b/v terjadi penurunan aktivitas (Gambar 1). Sedangkan kadar protein enzim semakin bertambah dengan bertambahnya amonium sulfat (Gambar 2). Pada pengendapan dengan garam, ion garam akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada konsentrasi rendah, ion-ion garam melingkungi molekul protein dan mencegah bersatunya molekul protein sehingga protein melarut atau disebut dengan salting-in. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, terjadi peningkatan muatan listrik disekitar protein yang akan menarik mantel air dari koloid protein menyebabkan terjadinya interaksi hidrofobik diantara sesama molekul
0.245
0
0.326
Gambar 2. Kadar Protein Papain (mg/mL)
2.000 0.000
0.400
0
4.076 3.425 2.850
4.000
D
Aktivitas Protease (U/mL)
6.000
0.549 0.443
% Kejenuhan Amonium Sulfat b/v
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Pada penentuan aktivitas dan kadar protein enzim dengan pengendapan amonium sulfat dapat dilihat pada grafik-grafik berikut:
0.600
80 100
% Kejenuhan Amonium Sulfat b/v
Gambar 1. Nilai Aktivitas Papain (U/mL)
163
Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna
J.Si. Tek. Kim
phillus, Leuconostoc mesentroides, dan Lactococcus lactis dengan perbandingan 3:1:2 dan konsentrasi 10% v/v. Pencampuran kultur bakteri ini dikarenakan masing-masing bakteri tersebut mempunyai kondisi optimum yang tidak sama, sehingga dengan adanya pencampuran ini diharapkan akan menghasilkan kondisi yang lebih baik. Setelah bakteri diinkubasi dalam media panthotenate broth, warna coklat pada media akan menjadi lebih pekat. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri starter telah tumbuh dalam media panthotenate broth.
10.000
8.7429.201
7.500 6.239 5.000 2.500 1.134 0.000 0
PY
Aktivitas Spesifik (U/mg)
protein pada suasana ionik akan menurunkan kelarutan protein atau disebut dengan salting-out.
20 40 60 80 100
% Kejenuhan Amonium Sulfat b/v
Gambar 3. Nilai Aktivitas Spesifik Papain (U/mg)
O
C
D
O
N
O
T
Peningkatan kadar protein tersebut dapat dikarenakan adanya protein non enzim yang ikut terekstrak oleh amonium sulfat, sehingga ketika dilihat kembali pada aktivitasnya terjadi penurunan pada penambahan amonium sulfat dengan tingkat kejenuhan yang tinggi. Enzim hasil salting-out meski sudah bebas dari kontaminan non protein, tetapi masih tercampur dengan protein non enzim. Berikut ini nilai aktivitas spesifik enzim yang merupakan unit aktivitas protease dalam setiap milligram protein yang terkandung dalam enzim, yang sekaligus dapat mengindikasikan tingkat kemurnian suatu enzim. Hasil menunjukkan derajat kemurnian enzim tertinggi berdasarkan aktivitas spesifiknya dibandingkan yang lainnya yaitu pada enzim dengan penambahan amonium sulfat kejenuhan 60% b/v.
Produksi Keju Cottage Pada produksi keju, terdapat suatu proses koagulasi susu yang dapat terjadi dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi menggunakan kultur bakteri asam laktat dengan penambahan enzim pada susu (Buckle, 2007). Proses koagulasi ini akan terhenti pada titik isolistrik kasein yaitu pada pH 4,6, hal ini dikarenakan kasein telah terendapkan semua (Poedjiaji dan Supriyanti Titin F.M, 2006). Pencapaian tingkat keasaman 4,6 dicapai setelah inkubasi dengan lamanya waktu dan massa yang berbeda-beda pada setiap sampel ditunjukkan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 keju cottage yang dihasilkan memiliki perbedaan waktu pencapaian pH 4,6. Berdasarkan waktu koagulasi maka dapat disimpulkan bahwa pembuatan keju cottage dengan penambahan enzim papain hasil pengendapan ammonium sulfat tingkat kejenuhan 60% berhasil memberikan waktu pembentukan dadih yang lebih cepat dibandingkan pada keju tanpa penambahan enzim (kontrol) dan keju
Hasil Preparasi Bakteri Starter Menurut Hariati (2006), inokulum terbaik untuk fermentasi keju adalah kultur campuran tiga jenis bakteri yaitu Streptococcus thermo-
164
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412
dengan penambahan pengendapan.
Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 159-168
enzim
Selain itu perbedaan konsentrasi papain menyebabkan aktivitas enzim yang berbeda-beda, sehingga berpengaruh terhadap kasein sebagai substrat. Jika konsentrasi kasein yang ditambahkan banyak, maka substrat yang dapat dikonversi lebih banyak, dan produk yang terbentuk juga menjadi lebih banyak. Namun pada suatu saat, aktivitas akan mencapai nilai maksimum, karena enzim sudah jenuh dengan substrat.
tanpa
Massa (gram)
K
80
40,5848
E
74
44,9600
A
62
41,1078
B
63
47,7688
C
65
48,7626
Tabel 2. Nilai Gizi Keju Cottage Keju Kontrol
Keju+ BAL+ Ekstrak kasar
Keju+ BAL+ Papain Hasil
Protein (%)
21,4435
22,7083
23,0885
Lemak (%)
1,6659
1,5967
1,5712
Air (%) Kalsium (mg/kg)
67,0572
68,6032
69,5797
950,894
978,362
984,553
Komposisi Gizi
O
T
Keterangan: K=Keju kontrol (0 ppm) / tanpa penambahan enzim papain E=Sampel dengan penambahan ekstrak kasar tanpa pengendapan amonium sulfat 60% sebanyak 215 ppm A=Sampel dengan penambahan enzim hasil pengendapan amonium sulfat 60% sebanyak 150 ppm B=Sampel dengan penambahan enzim hasil pengendapan amonium sulfat 60% sebanyak 250 ppm C=Sampel dengan penambahan enzim hasil pengendapan amonium sulfat 60% sebanyak 350 ppm
Analisis Nilai Gizi Keju Cottage Komposisi gizi keju Cottage (per 100 gram) yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
O
Waktu Koagulasi (jam)
C
Sampel
PY
Tabel 1. Data Waktu Koagulasi dan Massa Keju Cottage
N
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui pula bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan menyebabkan massa dadih semakin banyak. Lamanya waktu koagulasi maupun jumlah dadih yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti banyaknya jumlah kasein dalam susu, jenis dan konsentrasi enzim, serta konsentrasi starter bakteri yang digunakan. Kecepatan pembentukan asam laktat oleh starter bakteri akan membantu proses koagulasi susu secara cepat oleh enzim, karena waktu koagulasi akan menurun dengan semakin tingginya keasaman susu (Daulay, 1991).
D
O
Berdasarkan data Tabel 2, penambahan enzim papain hasil pengendapan sebagai biokatalis berpengaruh terhadap kandungan protein. Peningkatan kadar protein dapat disebabkan karena keju cottage merupakan hasil koagulasi susu menjadi protein berupa kasein. Selain itu, analisis yang digunakan menggunakan metode Kjeldhal, yang prinsip analisisnya yaitu penentuan kadar nitrogen total dalam sampel, sehingga bukan hanya protein dalam keju yang terukur, melainkan kandungan protein yang berasal dari penambahan enzim papain dan
165
Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna
metode Kompleksometri. Hasil menunjukkan bahwa keju dengan penambahan enzim papain hasil pengendapan menghasilkan kadar mineral kalsium tertinggi yaitu sebesar 984,553 mg/kg sampel. Hal tersebut sangat baik karena menandakan sedikitnya kalsium yang terlarut dalam whey.
C
O
PY
KESIMPULAN Penambahan amonium sulfat persen kejenuhan 60% b/v memiliki kemurnian tertinggi berdasarkan aktivitas spesifik papain dari buah pepaya (Carica papaya L.) sebesar 9,201 U/mg, dengan nilai aktivitas enzim 4,076 U/mL dan kadar protein 0,443 mg/mL. Kondisi optimum untuk pembuatan keju cottage diperoleh pada konsentrasi enzim papain hasil pengendapan dengan amonium sulfat kejenuhan 60% b/v sebesar 250 ppm, dengan massa keju yang dihasilkan 47,77 gram dan waktu koagulasi 63 jam pada suhu 30oC. Kandungan gizi keju yang dihasilkan pada kondisi optimum yaitu kadar protein 23,09%; lemak 1,57%; air 69,58%; dan mineral kalsium 984,55 mg/kg (per 100 gram keju).
O
N
O
T
bakteriosin dari bakteri starter pun ikut terukur. Bakteriosin merupakan protein atau peptida antimikroba yang hanya diproduksi oleh bakteri asam laktat (Tamime, 2006). Berdasarkan hasil analisis kadar lemak menggunakan metode Soxhletasi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak sesuai dengan yang disarankan oleh USDA Specification for Cottage Cheese and Dry Curd Cottage Cheese (2001) yaitu dibawah 5%. Hal ini kemungkinan dikarenakan kualitas susu skim yang digunakan cukup baik, sehingga terdapat sedikitnya kandungan lemak dalam susu. Kadar lemak yang tersisa di dalam susu skim sekitar 0,5 – 1,5% (Sutomo, 2012). Lemak susu ini akan terendapkan bersama kasein susu dan akan ditemukan pada produksi keju yang dihasilkan. Adanya aktivitas bakteri starter yang ditambahkan memepengaruhi kadar lemak keju, karena penyusun utama membran sel bakteri adalah lipid, sehingga kandungan lemak pada bakteri starter pun akan ikut terukur. Analisis penentuan kadar air keju cottage menggunakan metode Gravimetri. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kandungan air sesuai dengan yang disarankan oleh USDA Specification for Cottage Cheese and Dry Curd Cottage Cheese (2001) yaitu tidak lebih dari 80%. Keju cottage merupakan jenis keju lunak dengan kadar air keju lebih besar dari 40% (Buckle, 2007). Oleh karena itu, bila dilihat dari kadar air tiap keju cottage yang dihasilkan maka secara keseluruhan tidak berbeda jauh diantara masing-masing sampel. Analisis penentuan kadar kalsium keju cottage menggunakan
J.Si. Tek. Kim
D
SARAN 1. Dilakukan karakterisasi lanjutan pemurnian enzim melalui filtrasi gel, kromatografi penukar ion, SDSPAGE dan lainnya untuk mengetahui secara pasti tingkat kemurnian papain yang diproduksi. 2. Dilakukan variasi perbandingan susu skim dengan aquades yang optimum untuk mempercepat waktu koagulasi pada penambahan papain hasil ekstraksi dari buah papaya (Carica papaya L.) melalui pengendapan amonium sulfat persen
166
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 159-168
Lowry OH, Rosebrough NJ, Farr AL and Randall RJ. (1951). Protein measurement with the folin phenol reagent. J Biol Chem 193:265–275. Muhidin, D. (2003). Agroindustri Papain dan Pektin. Cetakan ketiga. Jakarta: Penebar Swadaya. Poedjiadi, A dan Supriyanti Titin F.M. (2006). Dasar – Dasar Biokimia (Revisi). Jakarta: UI Press. Sane, N. (2011). Uji Banding Penggunaan Papain dari Ekstrak Getah Pepaya dan Papain murni pada Pembuatan Keju Cottage. Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Sigma Quality Control Test . (2008). Sigma's Non-specific Protease Activity Assay. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. (1997). Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Sutomo, B. (2012). Mengenal Keju dan Manfaat Bagi Kesehatan.[Online]. Tersedia: http://budiboga.blogspot.com/20 12/10/pernah-gagal-membuatkue-kering-baca.html. [21 Oktober 2012] Tamime, A.Y. and R.K. Robinson. (2006). Yoghurt: Science and Technology. 2nd edition. England: Woodhead Publishing. USDA. (2001). Specification for Cottage Cheese and Dry Curd Cottage Cheese. Agricultural Marketing Service USDA.
O
C
D
O
N
O
T
DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., Edwards, R.A., et.al. (2007). Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI Press. Buletin Tekno Pangan dan Agroindustri. (2012). Enzim Papain dari Pepaya, Tortilla, Bawang Goreng Kemasan, Produk Awetan Tempe, Produk Awetan Tahu. Volum 1, Nomor 11. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Daulay, D. (1991). Monograf Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi. Bogor: IPB. Geantaresa, E. (2009). Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage menggunakan Bakteri Streptococcus thermophillus, Leuconostoc mesentroides, dan Lactococcus lactis. Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Hariati, I. (2006). Pembuatan Keju Secara Fermentasi Menggunakan Bakteri Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesenteroides. Tesis Magister pada Jurusan Bioteknologi ITB: tidak diterbitkan.
PY
kejenuhan 60% b/v dengan konsentrasi papain sebesar 250 ppm. 3. Dilakukan analisis kandungan gizi susu skim yang digunakan, analisis mikrobiologi, uji organoleptik, dan penentuan ketahanan produk/masa kadaluarsa terhadap keju cottage yang dihasilkan.
167
Ranika Adytia Putri, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna
J.Si. Tek. Kim
Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
D
O
N
O
T
C
O
PY
Yuniasih, Y. (2005). Produksi dan Karakterisasi Papain dari Tanaman Pepaya (Carica Papaya L). Skripsi. Program
168