TELVISIA & SUYASA Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi 2008, Vol. 10, No. 1, 76-95
Kesesuaian Minat terhadap Pekerjaan: Pegawai Produktif (Studi pada Agen Asuransi Jiwa di Jakarta) Irene Telvisia & P. Tommy Y. S. Suyasa Universitas Tarumanagara
This research aimed to examine the relations between suitability of interest to occupation and employee’s productivity. The hypothesis tested whether there are correlations between suitability of interest to occupation and employee’s productivity on insurance agent. Subjects were insurance agent from Jiwasraya Company (N = 90). Two instruments were administered to collect the data i.e. Position Classification Inventory, and Vocational Preferences Inventory. The data were analyzed through Spearman’s correlation test. The results shows that there are positive and significant correlations between suitability of interest to occupation and employee’s productivity (r(88) = 0,579, p < 0,01). Keywords: interest, suitability of interest to occupation, employee’s productivity, insurance agent
Produktivitas adalah derajat suatu sistem dalam menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan (Neal & Hesketh, 2001). Dalam definisi sederhana ini tercakup beberapa butir penting. Pertama, produktivitas adalah suatu konsep sistem yang dapat digunakan pada berbagai tingkatan, mulai dari individu sampai perusahaan, industri, atau ekonomi bangsa. Definisi ini juga menyatakan secara tidak langsung bahwa produktivitas adalah suatu deskripsi tentang seberapa baik suatu sistem melakukan sesuatu (Pritchard, 1998). Menurut National Productivity Board Singapore, Irene Telvisia adalah alumni Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. P. Tommy Y. S. Suyasa adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Korespondensi artikel ini dialamatkan ke e-mail: sumatera.
[email protected]
76
produktivitas adalah sikap mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan (dikutip oleh Sedarmayanti, 2001). Secara umum, produktivitas didefinisikan sebagai suatu ukuran atas keluaran barang dan jasa yang relatif dengan pemasukan dari tenaga kerja, modal, dan perlengkapan (Cascio, 2003). Definisi produktivitas juga memasukkan konsep effectiveness dan efficiency sebagai bagian dari produktivitas. Effectiveness diungkapkan secara khas sebagai suatu perbandingan, yakni hasil yang diperoleh dihubungkan dengan standar atau target yang dituju, misalnya perbandingan hasil penjualan seorang agen dengan target yang harus dicapai. Efficiency juga diungkapkan sebagai suatu perbandingan, tetapi bedanya hasil yang dicapai dikaitkan dengan biaya yang harus dikeluarkan, seperti gaji, biaya
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
promosi dan perjalanan. Sudah merupakan persetujuan umum bahwa konsep effectiveness dan efficiency dapat digunakan pada level individu (Neal & Hesketh, 2001). Produktivitas pegawai yang ada di perusahaan dapat tercermin dari produktivitas perusahaan. Pada perusahaan asuransi, produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh produktivitas pegawai pencari nasabah yang menjadi ujung tombak perusahaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilihat bagaimana tingkat produktivitas pegawai pencari nasabah di suatu perusahaan asuransi (Koster, 2001). Koster (2001) mengemukakan bahwa salah satu industri jasa yang saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah asuransi, seperti asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Bahkan, di masa yang akan datang bisnis asuransi mempunyai potensi yang sangat besar karena banyaknya jumlah penduduk di Indonesia. Hal lain yang menentukan berkembangnya bisnis asuransi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dan stabil. Dengan ekonomi yang cukup tinggi, maka pendapatan rakyat juga akan meningkat sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder. Pada dasarnya, jika seseorang telah mampu memenuhi kebutuhan primernya, maka ia akan terdorong untuk berupaya memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu rasa aman yang berkaitan dengan masa depan keluarganya; yakni dengan cara membeli asuransi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai. Menurut Koster (2001), produktivitas kerja pegawai ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: faktor yang bersumber dari dalam diri pegawai, perusahaan, dan lingkungan. Dari ketiga faktor yang mempengaruhi produktivitas,
faktor yang terkait dengan penelitian ini adalah interaksi antara faktor yang bersumber dari dalam diri pegawai dengan kebijakan perusahaan, yang disebut kemampuan (ability) pegawai, di mana terdapat minat pegawai terhadap pekerjaan sebagai salah satu cakupannya. Besarnya pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas bukan hanya sekedar hasil jumlah atau rata-rata dari pengaruh setiap faktor tersebut, tetapi merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor tersebut. Dengan demikian, pimpinan perusahaan harus dapat mengatur semua faktor tersebut sesuai dengan kondisi yang diinginkan agar tercipta produktivitas kerja yang tinggi (Hafid, 2002). Pengaturan perusahaan yang tepat, akan berdampak besar terhadap peningkatan produktivitas pegawai. Jadi, jika perusahaan tidak dapat menciptakan kesempatan bagi pemenuhan karier para pegawainya, maka akan terjadi peningkatan jumlah pegawai yang bermotivasi rendah, yang lebih lanjut akan berpengaruh pada produktivitas pegawai yang rendah pula. Oleh karena itu, sejak awal pendiriannya, pihak perusahaan harus berusaha membentuk bagian pengembangan potensi insani. Tugas dari bagian ini adalah untuk memikirkan, merancang, dan mempersiapkan posisi jabatan dan karier yang sesuai dengan minat pegawai, yang dapat digunakan sebagai faktor motivator. Faktor motivator ini nantinya akan meningkatkan kepuasan kerja pada diri pegawai, sehingga setiap pegawai akan giat dalam bekerja; dengan demikian produktivitas kerja meningkat (Sinambela, 1999). Dalam upaya mengembangkan potensi asuransi yang begitu besar, industri asuransi jiwa di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Kondisi sumber daya manusia yang ada terutama agen asuransi jiwa
77
TELVISIA & SUYASA
merupakan tantangan yang harus dihadapi. Pada umumnya para agen asuransi jiwa belum memiliki kualifikasi seperti yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat drop-out agen (Simandjuntak, 2003). Kualifikasi yang harus dimiliki oleh agen asuransi meliputi kemampuan untuk mempromosikan, menawarkan dan mempresentasikan kualitas dan fitur dari sebuah produk asuransi. Hal ini merupakan tantangan bagi para agen, karena pada prinsipnya produk asuransi bersifat intangible atau tidak terwujud (Sendra, 2004). Produk asuransi yang tidak terwujud menjadikan suatu tantangan bagi para agen. Maka dalam menawarkan produk asuransinya, para agen harus memiliki tujuan terarah, supaya nasabah mendapat gambaran yang jelas mengenai produk yang akan dibelinya. Dengan demikian, para pembeli produk asuransi itu akan membeli produk sesuai keterangan yang diperoleh dari agen asuransi tersebut. Untuk itu sebuah produk asuransi haruslah melekat pada diri agen asuransi (Sendra, 2004). Kualifikasi yang diharapkan atas agen asuransi jiwa tidaklah mudah untuk diwujudkan, sehingga hanya agen asuransi jiwa yang dapat memenuhi kualifikasi yang baik, yang mampu berproduktivitas tinggi. Kenyataan ini akan mempersempit pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja yang semakin sempit, meningkatkan tuntutan atas produktivitas yang tinggi dari tenaga kerja (Cascio, 1991). Untuk mencapai produktivitas kerja maksimum, organisasi atau perusahaan harus menjamin dipilihnya orang yang tepat, dengan pekerjaan yang tepat, disertai kondisi yang memungkinkan mereka bekerja optimal (Sedarmayanti, 2001). Salah satu kondisi yang membuat para pegawai dapat bekerja optimal adalah lingkungan kerja yang sesuai dengan individu,
78
ini merupakan pertimbangan yang sangat mendasar (Ranftl, 1999). Hal ini diperkuat oleh teori kesesuaian Schein yang menyebutkan bahwa sesungguhnya kesuksesan individu akan dapat dicapai bila terdapat kesesuaian antara orientasi kariernya dengan lingkungan pekerjaannya (dikutip oleh Sinambela, 1999). Berdasarkan teori Holland, corak lingkungan kerja terkait dengan minat terhadap jenis-jenis pekerjaan. Holland berasumsi bahwa minat-minat tertentu akan mengarah pada kompetensi-kompetensi tertentu dan akhirnya minat serta kompetensi individu menumbuhkan watak individual yang khas. Watak khas individual ini akan menyebabkan individu cenderung untuk mendekati dan berada dalam lingkungan kerja tertentu yang sesuai dan selaras dengan minat dan kompetensi individu yang bersangkutan. Jika kesesuaian dan keselarasan ini tercapai, maka individu akan memperoleh kepuasan kerja (Haryono, 2001). Tenaga kerja yang memperoleh kepuasan akan lebih produktif. Selain itu, dengan meningkatkan kepuasan pekerja, permasalahan yang berkaitan dengan produktivitas juga akan dapat teratasi (Berry, 1998). Hampir semua pegawai yang puas dan produktif adalah mereka yang memiliki kesesuaian dengan pekerjaan-pekerjaannya. Suatu kesesuaian kerja yang tepat memungkinkan pegawai untuk mencurahkan keahlian mereka dalam menyelesaikan tugastugas utama dari suatu pekerjaan (Coil, 1999). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian pilihan pekerjaan yang dianggap pokok adalah memilih bidang yang cocok dengan bakat, minat, dan faktor psikologis lainnya. Hal ini secara hakiki sulit untuk dipungkiri, karena merupakan salah satu faktor yang dapat menjaga kesehatan mental dan fisik orang dewasa yang be-
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
kerja. Sehingga, pekerjaan yang melibatkan tugas-tugas yang sesuai dengan kebutuhan dan minat pekerja akan lebih memuaskan daripada dengan pekerjaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan minat seseorang. Mengingat bahwa faktor minat amat berperan terhadap kinerja seseorang, maka proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan tentu tidak boleh melupakan faktor tersebut. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap kepuasan kerja si pemegang jabatan. Individu yang ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan minat pribadinya akan lebih efektif dalam bekerja dibandingkan mereka yang ditempatkan pada jabatan yang kurang sesuai dengan minatnya. Hal ini dikarenakan individu yang ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan minatnya akan mudah mencapai kepuasan kerja, sehingga dapat memacu loyalitas terhadap perusahaan, yang pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja mereka (Papu, 2002). Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Rizaldi, dan Djunaidi (2001) pada karyawan administrasi PT. KTSM, yang hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecocokan tipe kepribadian dan model lingkungan kerja dengan kepuasan kerja karyawan.
Minat Menurut Poerwadarminta (1999), minat adalah perhatian; kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu; keinginan. Sedangkan menurut Chaplin (1995), minat memiliki tiga definisi. Pertama, minat adalah suatu sikap yang berkelanjutan yang memikat perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya menjadi selektif terhadap obyek minatnya. Kedua, minat adalah pera-
saan yang menyatakan bahwa suatu aktivitas, pekerjaan, atau obyek itu berharga atau berarti bagi individu. Ketiga, minat adalah suatu keadaan motivasi, atau satu set motivasi, yang menuntun tingkah laku menuju satu arah (sasaran tertentu). Dari ketiga definisi ini dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu sikap selektif terhadap pemilihan aktivitas atau pekerjaan, yang dapat menuntun tingkah laku menuju suatu arah atau sasaran. Menurut Strong (1960), minat merupakan kumpulan kesukaan dan ketidaksukaan. Setiap orang memiliki ribuan aktivitas atau kebiasaan. Kesukaan dan ketidaksukaan berkaitan satu sama lain. Minat mengarah pada aktivitas yang disukai, menghindari aktivitas yang tidak disukai. Minat juga merupakan refleksi atas kepuasan individu. Sama seperti Strong, Kuder melihat minat sebagai perwujudan dari pilihan aktivitas yang disukai. Menurut Kuder, inventori minat dapat digunakan untuk menolong individu menemukan pekerjaan yang dapat memberi mereka kepuasan (Kuder, 1977).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Tipe minat adalah suatu model yang mengandung dan mencerminkan karakteristik seseorang secara obyektif. Setiap tipe dipengaruhi oleh hasil interaksi karakteristik berbagai faktor (Holland, dikutip oleh Haryono, 2001). Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: faktor kebudayaan, individual, serta lingkungan. Faktor kebudayaan berasal dari luar diri seseorang. Setiap masyarakat memiliki ciri budaya tersendiri. Dari sejak kecil, budaya yang dianut oleh masyarakat dan orangtua sudah mulai ditanamkan ke dalam diri seseorang. Lama-kelamaan, budaya ter-
79
TELVISIA & SUYASA
sebut melekat dalam diri, dan mempengaruhi pola pikir, bertindak, maupun minat seseorang. Misalnya dalam budaya tionghoa, orang-orangnya terkenal ulet dalam berdagang. Sehingga orang-orang dari keturunan tionghoa banyak yang tersebar di bidang perekonomian. Salah satu indikasinya adalah banyaknya remaja tionghoa yang berminat untuk masuk ke fakultas ekonomi dibandingkan ke fakultas lain (Sopupami, 2000). Faktor individu dapat berupa pengalaman yang diperoleh individu itu sendiri. Selain itu juga bersumber dari latar belakang individu tersebut (Haryono, 2001). Pengalaman individu dalam perjalanan hidupnya dapat membawa perubahan di berbagai aspek kehidupannya, termasuk arah minatnya. Misalnya, individu yang selalu diikut sertakan oleh orangtuanya untuk memperbaiki mesin-mesin, lama-kelamaan individu tersebut akan semakin berpengalaman di bidang mesin. Dan arah minatnya juga akan cenderung pada tipe realistik. Untuk latar belakang, yang paling berpengaruh adalah latar belakang ekonomi. Keluarga yang berasal dari kelas ekonomi yang baik, dapat menunjang minat anak di bidang seni dengan membelikan alat musik, seperti piano, dan kemudian membiayai anaknya untuk mengikuti kursus musik. Sehingga minat anak terhadap seni akan semakin terpupuk, dan terbentuklah minat dengan tipe artistik. Lebih lanjut Holland menjelaskan bahwa lingkungan keluarga, khususnya orangtua, merupakan salah satu faktor terpenting yang menciptakan karakteristik lingkungan (termasuk kesempatan-kesempatan aktivitas), dan juga sikap-sikap tertentu pada anak-anaknya. Misalnya, orangtua dengan kecenderungan tipe realistik akan menciptakan aktivitas yang lebih berciri realistik di
80
rumahnya; dengan demikian minat anaknya menjadi tumbuh. Kemudian, minat yang ditunjang oleh kompetensi yang dimiliki akan berpadu dengan nilai-nilai yang ada di sekitarnya. Pada akhirnya, terbentuklah suatu watak karakteristik, yang kemudian disebut sebagai tipe kepribadian (dikutip oleh Haryono, 2001).
Teori Minat Menurut Holland Holland berpendapat bahwa suatu tipe minat mencerminkan bagaimana setiap individu berbeda dalam kepribadian, minat, dan perilaku mereka (dikutip oleh Spokane, 1996). Minat-minat tertentu akan mengarah kepada kompetensi-kompetensi tertentu pula. Minat dan kompetensi seseorang akan menumbuhkan watak individu yang khas, yang pada akhirnya akan memberi arah dalam pola berpikir, pemahaman, persepsi, dan pola bertindak masing-masing individu. Sehingga dapat dikatakan apabila individu memiliki kedekatan dengan tipe minat tertentu, maka individu tersebut berkecenderungan besar untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan minatnya (dikutip oleh Haryono, 2001). Menurut Holland (1997), minat terhadap pekerjaan adalah ekspresi kepribadian, sehingga tipe minat juga adalah tipe kepribadian. Holland mengategorikan tipe-tipe kepribadian individu menjadi 6 tipe, yaitu: realistic, investigative, artistic, social, tipe enterprise, dan conventional (dikutip oleh Spokane, 1996). Holland mengatakan bahwa individu yang bertipe realistic memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatankegiatan manipulasi yang eksplisit, teratur, dan sistematis terhadap obyek, alat-alat, dan mesin. Kecenderungan perilaku ini
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
mengarah pada kompetensi dan kemampuan yang manual (bekerja dengan tangan), dan mekanis (dikutip oleh Haryono, 2001). Individu yang bertipe investigative memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatan penyelidikan (mengamati) secara sistematis berkaitan dengan fenomena fisik dan kebudayaan. Tujuan penyelidikan yang dilakukan oleh individu yang bertipe investigative ini adalah untuk dapat memahami dan mengontrol fenomena tersebut. Kecenderungan perilaku ini mengarah pada kompetensi ilmiah dan matematis (dikutip oleh Haryono, 2001). Individu yang bertipe artistic memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatan manipulasi yang bersifat seni, bebas, tidak sistematis, dan lebih menyangkut manusia, serta kegiatan menciptakan karya seni. Kecenderungan perilaku ini mengarah pada kompetensi artistik, seperti: bahasa, seni rupa, seni musik, dan mengarang (dikutip oleh Haryono, 2001). Individu-individu yang bertipe social memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatan yang ditujukan untuk memberi informasi, mendidik, mengembangkan, serta merawat. Kecenderungan perilaku ini mengarah pada kompetensi sosial antar individu atau kelompok, pendidikan, serta pemberian jasa bantuan (dikutip oleh Haryono, 2001). Individu yang bertipe enterprise memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatan yang mengelola dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sasaran organisasi serta keuntungan ekonomis. Kecenderungan perilaku ini mengarah pada kompetensi kepemimpinan, serta hubungan interpersonal (dikutip oleh Haryono, 2001). Individu yang bertipe conventional memiliki kecenderungan perilaku pada pilihan kegiatan manipulasi yang eksplisit, ter-
atur, sistematis, berhubungan dengan data dan dokumentasi, serta menjalankan mesinmesin pengolahan data untuk menunjang sasaran organisasi dan tujuan ekonomi. Kecenderungan perilaku ini mengarah pada kompetensi-kompetensi administrasi dan sistem bisnis (dikutip oleh Haryono, 2001). Teori Holland dapat disimpulkan ke dalam enam pernyataan. Pertama, individu dapat digolongkan ke dalam satu dari enam tipe kepribadian (realistic, investigative, artistic, social, enterprise, dan conventional). Kedua, individu yang memiliki kesamaan tipe cenderung dapat bergaul dan bekerja sama dengan baik. Ketiga, individu dengan suatu tipe kepribadian, cenderung membentuk dan mencari lingkungan kerja yang sesuai dengan kepribadian mereka. Keempat, terdapat enam tipe dasar dari lingkungan kerja, yaitu: realistic, investigative, artistic, social, enterprise, dan conventional. Kelima, individu yang memilih lingkungan kerja yang sesuai dengan tipe kepribadiannya, membuatnya menjadi lebih puas dan sukses. Keenam, kecenderungan perilaku individu juga ditentukan oleh interaksi antara kepribadian dan karakteristik lingkungan yang sesuai dengannya (dikutip oleh Jones, 2002).
Pengukuran Minat Minat dapat terwujud melalui perilaku (non verbal) dan verbal. Minat yang terwujud melalui perilaku dapat dilihat pada anak kecil, tetapi tidak pada orang dewasa karena terlalu kompleks. Sehingga pengukuran minat untuk orang dewasa didasarkan pada wujud verbal. Pengukuran minat melalui wujud verbal memiliki dua bentuk, yaitu pendekatan tidak terstruktur dan terstruktur. Pendekatan tidak terstruktur da-
81
TELVISIA & SUYASA
pat melalui suatu perbincangan dengan menanyakan apakah minat individu yang bersangkutan. Sedangkan pendekatan terstruktur menggunakan alat ukur yang berisi serangkaian pertanyaan tentang pilihan minat individu. Contoh alat ukur yang dapat digunakan adalah vocational interests, yang mengukur pilihan pekerjaan berdasarkan minat individu (Dawis, 1998). Interest inventory adalah instrumen yang dipakai untuk mengetahui minat seseorang pada aktivitasnya (Chaplin,1995). Selain itu, interest inventories juga dapat digunakan sebagai gambaran diri yang mewakili perasaan suka atau tidak suka pada kegiatan, khususnya diasosiasikan dengan perbedaan tipe pekerjaan (Corsini, 2002). Inventori minat memiliki banyak kegunaan. Salah satunya adalah perencanaan karier, dimulai sejak individu menyukai dan melakukan dengan lebih baik suatu pekerjaan yang disukainya. Tes ini juga berguna dalam proses seleksi. Jelasnya, jika ingin menyeleksi seseorang yang memiliki minat pada jabatan tertentu, tes ini dapat meramalkan kesuksesan pelamar pekerjaan dalam pekerjaan baru mereka (Dessler, 2000). Inventori minat ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Rizaldi, dan Djunaidi (2001) untuk melihat hubungan kecocokan tipe kepribadian dan model lingkungan kerja dengan kepuasan kerja karyawan, dan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Tes minat bidang pekerjaan dimaksudkan untuk melihat minat individu terhadap suatu pekerjaan, dan meramalkan keberhasilan dalam pekerjaan yang akan diberikan. Asumsi dasar penggunaan tes minat adalah bahwa individu akan lebih sukses bila ditempatkan pada pekerjaan yang mereka sukai (Mangkunegara, 2004).
82
Inventori minat juga memberi manfaat bagi perusahaan dan tenaga kerja. Bagi perusahaan atau lembaga, inventori minat akan sangat berguna untuk menghindari salah dalam penempatan pegawai, sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Selain itu, juga dapat menghilangkan suatu kejenuhan kerja, karena penempatan sudah sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan tenaga kerja. Bagi tenaga kerja, inventori minat akan sangat berguna untuk mengetahui kelebihan dan kelemahannya, sehingga dapat bercermin dan menyesuaikan diri dengan bidang atau jenis pekerjaan yang memang sesuai dengan potensinya (GPSJakarta, 2004).
Pekerjaan Pekerjaan adalah suatu hal yang dilakukan individu untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhannya. Pilihan pekerjaan merupakan suatu tindakan ekspresif yang merupakan refleksi dari motivasi, pengetahuan, kepribadian, dan kemampuan individu. Melalui pemahaman yang benar akan pekerjaan yang sesuai bagi diri individu, maka akan dapat dipilih jenis pekerjaan tertentu yang sesuai dengan harapan dan potensi yang dimiliki individu tersebut (Spokane, 1996).
Faktor Kompetensi yang Dibutuhkan dalam Pekerjaan Kompetensi pekerjaan menurut teori Holland sesuai dengan kompetensi teknikal atau fungsional yang diajukan oleh Schein. Kompetensi teknikal atau fungsional adalah tipe kompetensi yang lebih mengutamakan pada isi dari pekerjaan yang sesuai dengan
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
bakat dan minat terhadap pekerjaan yang menjadi beban atau tanggung jawab individu yang bersangkutan (dikutip oleh Sinambela, 1999). Holland mengategorikan kelompok pekerjaan yang disesuaikan dengan 6 tipe kepribadian individu. Masing-masing tipe kepribadian memiliki kompetensi yang khas. Tipe realistic memiliki kompetensi manual (bekerja dengan tangan), dan mekanis atau teknis. Tipe investigative memiliki kompetensi ilmiah dan matematis. Tipe artistic memiliki kompetensi dalam hal bahasa, seni rupa, musik, dan mengarang. Tipe social memiliki kompetensi hubungan manusia, misalnya seperti kompetensi interpersonal dan pendidikan, serta pemberian jasa bantuan. Tipe enterprise memiliki kompetensi kepemimpinan, serta hubungan interpersonal dan persuasif. Tipe conventional memiliki kompetensi administrasi dan sistem bisnis (Holland, 1997). Menurut Holland, tipe kepribadian yang paling sesuai dengan pekerjaan sebagai agen asuransi adalah tipe enterprise (dikutip oleh Jones, 2002). Tipe enterprise dianggap paling sesuai, karena dalam tipe ini individu harus memiliki kompetensi persuasif dan hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain untuk mencapai sasaran organisasi serta keuntungan ekonomis. Sebagai seorang agen asuransi, individu harus mampu menawarkan produknya dengan baik, sehingga orang lain menjadi tertarik untuk membeli produk tersebut, dalam hal ini produk yang dimaksud adalah premi asuransi. Penjelasan mengenai corak lingkungan kerja, Holland mengatakan bahwa setiap tipe kepribadian memiliki corak lingkungan kerja yang sesuai, dan dua corak lingkungan kerja yang relatif dekat dengan setiap tipe. Sehingga untuk tipe enterprise,
lingkungan kerja yang sesuai adalah lingkungan kerja enterprise, dan dua lingkungan kerja yang relatif dekat adalah lingkungan kerja social dan conventional.
Kriteria Keberhasilan dalam Pekerjaan Banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam pekerjaan. Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor diri, faktor situasional, dan faktor fisik. Faktor diri berada dalam diri pekerja, dan sudah ada sebelum mereka mulai bekerja. Faktor diri terdiri dari: bakat, sikap, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan sistem nilai. Faktor situasional berasal dari luar diri pekerja, dan hampir sepenuhnya dapat diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan, sehingga disebut juga faktor manajemen. Faktor situasional terdiri dari: karakteristik perusahan, pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan sosial. Faktor fisik terdiri dari: mesin, peralatan, material, lingkungan kerja, dan metode kerja (Hafid, 2002). Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap keberhasilan kerja bergantung pada hasil dari interaksi antara faktor-faktor tersebut, dan terkadang mengikuti suatu mekanisme yang sangat kompleks. Sehingga pimpinan perusahaan harus dapat mengatur semua faktor tersebut sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan menjalinnya dengan pekerja untuk menciptakan keberhasilan yang maksimal (Hafid, 2002). Kriteria keberhasilan dalam pekerjaan, khususnya sebagai agen asuransi, sangat tergantung pada seberapa besar upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dalam menjual produk. Sukses dan kebahagiaan agen tidak hanya bergantung
83
TELVISIA & SUYASA
kepada uang yang dihasilkan, melainkan tergantung kepada kemampuan menjual dan melakukan kontak atau komunikasi dengan orang lain di mana saja mereka berada (Sendra, 2002).
Kesesuaian Minat dengan Pekerjaan Minat dan kemampuan adalah karakteristik kepribadian. Lain halnya dengan bakat, yang lebih dikategorikan sebagai pembawaan lahir. Minat diperoleh karena adanya kesempatan, refleksi atau ekspresi yang mendalam atas kebutuhan-kebutuhan individu dan ciri-ciri kepribadian (Anastasi & Urbina, 1997). Menurut Holland, pilihan individu terhadap pekerjaan sebagai fungsi minatnya merupakan ekspresi kepribadian individu yang bersangkutan. Tipe-tipe kepribadian yang berbeda mempunyai arah minat kompetensi yang berbeda pula. Sehingga individu dengan tipe tertentu cenderung untuk mendekati dan berada dalam lingkungan kerja yang sesuai dan selaras dengan minat dan kompetensi individu yang bersangkutan (dikutip oleh Haryono, 2001). Tipe kepribadian dan lingkungan kerja adalah dua hal yang saling terkait. Tipe kepribadian mencerminkan kecenderungan pilihan pekerjaan. Sedangkan lingkungan kerja mencerminkan situasi tempat kerja yang diciptakan oleh individu yang mendominasi suatu lingkungan (Holland, 1997). Kesesuaian minat dan pekerjaan hanya dapat terjadi jika individu yang memiliki kedekatan dengan tipe minat tertentu, cenderung untuk memilih dan berminat pada pekerjaan yang terkait dengan tipe minatnya. Holland menyatakan bahwa minat terhadap pekerjaan adalah suatu aspek kepribadian (Holland, 1997).
84
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Rizaldi, dan Djunaidi (2001), bila terdapat kesesuaian antara minat individu dengan pekerjaan yang digelutinya, maka kemungkinan individu akan menjadi lebih puas dan sukses. Kepuasan yang didapat oleh individu akan membuatnya menjadi lebih efektif dalam bekerja. Dan pada akhirnya hasil kerja yang dicapai akan dapat lebih maksimal.
Produktivitas Kerja Produktivitas adalah seberapa baik sistem menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuannya (Neal & Hesketh, 2001). Dalam definisi tersebut, terkandung pengertian bahwa produktivitas merupakan suatu konsep sistem yang dapat digunakan pada berbagai tingkatan, mulai dari individu sampai perusahaan, industri, atau ekonomi bangsa. Definisi ini juga menyatakan secara tidak langsung bahwa produktivitas adalah deskripsi tentang seberapa baik sistem melakukan sesuatu (Pritchard, 1998). Selain itu, menurut National Productivity Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan (dikutip oleh Sedarmayanti, 2001). Mali (dikutip ioleh Sedarmayanti, 2001) mengartikan produktivitas sebagai derajat menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu, produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu. Secara umum, produktivitas dapat diaartikan sebagai suatu ukuran atas keluaran barang dan jasa yang relatif dengan pemasukan dari tenaga kerja, modal, dan
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
perlengkapan (Cascio, 2003). Dengan kata lain, produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (Sedarmayanti, 2001). Pada perusahaan asuransi, produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh produktivitas pegawai pencari nasabah yang menjadi ujung tombak perusahaan. Produktivitas pegawai asuransi ditunjukkan melalui perbandingan antara realisasi besarnya premi yang dapat dicapai oleh pegawai dengan target premi yang ditetapkan oleh perusahaan dalam setahun (Koster, 2001).
formal yang langsung diselenggarakan oleh perusahaan dalam bentuk pendidikan dan latihan untuk para pegawainya. Faktor yang bersumber dari perusahaan disebut kebijakan perusahaan, berupa kesempatan yang memungkinkan sejauh mana pegawai dapat mengembangkan karier, yang terdiri dari: pemberian promosi, adanya mutasi, ataupun ancaman untuk didemobilisasi (Koster, 2001). Faktor yang terakhir adalah lingkungan, yang berupa interaksi antara pegawai dan perusahaan (Koster, 2001). Jika tercipta interaksi yang baik antara pihak pegawai dan perusahaan, maka produktivitas pegawai juga akan semakin meningkat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Pegawai yang Produktif Menurut Koster (2001), produktivitas kerja pegawai ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri pegawai, perusahaan, dan lingkungan. Faktor dari dalam diri pegawai, misalnya: motivasi pegawai untuk melakukan pekerjaan secara maksimal. Motivasi meliputi berbagai aspek yaitu kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan kerja, sosial, penghargaan serta aktualisasi diri. Semua aspek ini sangat menentukan tingkat motivasi pegawai. Faktor lain yang bersumber dari dalam pegawai yang berinteraksi dengan kebijakan perusahaan adalah kemampuan (ability) pegawai. Kemampuan pegawai meliputi berbagai aspek, yaitu: minat, bakat atau potensi alamiah manusia, pendidikan, latihan, disiplin, kesehatan, dan pengalaman kerja. Ditinjau dari aspek-aspek tersebut terlihat bahwa pendidikan baik formal maupun nonformal mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kemampuan pegawai. Namun pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan non-
Dalam konteks produktivitas kerja, seorang tenaga kerja dinilai produktif jika ia mampu menghasilkan keluaran (output) yang lebih banyak dari tenaga kerja lain, untuk satuan waktu yang sama. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa seorang tenaga kerja menunjukkan tingkat produktivitasnya yang tinggi bila ia mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditentukan, dalam satuan waktu yang singkat (Hafid, 2002). Menurut Ranftl (1999), terdapat 5 profil pegawai yang produktif. Profil pertama, yaitu lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan. Produktivitas tinggi tidak mungkin tercapai bila tidak terdapat kualifikasi pekerjaan yang benar. Kualifikasi pekerjaan yang dimaksud, meliputi: cerdas dan dapat belajar dengan cepat, kompeten, kreatif, memahami pekerjaan, bekerja dengan “cerdik” (menggunakan logika dan prinsip efisiensi), dan selalu mencari perbaikan maupun penyempurnaan.
85
TELVISIA & SUYASA
Profil kedua, yaitu bermotivasi tinggi. Pegawai yang termotivasi dapat mencapai produktivitas tinggi. Bermotivasi tinggi, meliputi: dapat memotivasi diri sendiri, tekun, mempunyai kemauan keras untuk bekerja, bekerja dengan efektif, dapat mengambil inisiatif, menyukai tantangan, dan tepat waktu. Selain itu juga berorientasi pada sasaran atau pencapaian hasil, memiliki tingkat energi yang tinggi dan dapat mengarahkannya secara efektif, merasa puas jika telah melakukan pekerjaan dengan baik, serta dapat memberikan andil lebih dari yang diharapkan (Ranftl, 1999). Profil ketiga, yaitu mempunyai orientasi pekerjaan yang positif. Sikap seseorang terhadap tugas pekerjaan sangat mempengaruhi kinerjanya. Sikap positif merupakan faktor utama dalam mencapai produktivitas tinggi. Orientasi pekerjaan yang positif, meliputi: menyukai pekerjaannya, memiliki kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaannya, cermat, dapat dipercaya, dan konsisten. Selain itu juga mampu menghormati manajemen, mempunyai hubungan baik dengan manajemen, serta luwes dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan (Ranftl, 1999). Profil keempat, yaitu dewasa. Kedewasaan adalah suatu atribut pribadi yang juga dinilai penting dalam peningkatan produktivitas. Pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan hanya memerlukan pengawasan minimal. Sikap dewasa, meliputi: berintegritas tinggi, bertanggung jawab, mengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri, mandiri, percaya diri, dan disiplin. Selain itu juga dapat belajar dari pengalaman, serta mempunyai ambisi yang sehat untuk tumbuh secara profesional (Ranftl, 1999). Profil kelima, yaitu bergaul dengan efektif. Kemampuan untuk memantapkan
86
hubungan antarpribadi yang positif adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas. Profil ini, meliputi: dapat memperagakan kecerdasan sosial, dapat menjadi pribadi yang menyenangkan, dapat berkomunikasi dengan efektif, serta juga dapat memperagakan sikap positif dan antusiasme (Ranftl, 1999).
Pengukuran Produktivitas Ada beberapa macam pendekatan dalam mengukur produktivitas. Untuk pengukuran produktivitas agen asuransi dapat digunakan pendekatan satuan angka (Unit Cost Approach). Pendekatan satuan angka adalah suatu cara tidak langsung yang digunakan untuk mengukur produktivitas dengan menentukan dan menganalisis pengeluaran satuan-satuan organisasi. Dalam kaitannya dengan asuransi, satuan organisasi yang dimaksud adalah produk yang ditawarkan, yaitu berupa premi asuransi (Suhariadi, 2001). Berdasarkan survei pada PT Asuransi Akenlife tahun 2001, Koster mengemukakan bahwa produktivitas pegawai menunjukkan perbandingan antara realisasi besarnya premi yang dapat dicapai oleh pegawai dengan target premi yang ditetapkan oleh perusahaan dalam satu tahun. Lebih lanjut Lawlor (dikutip oleh Koster, 2001) merumuskan konsep pengukuran produktivitas tenaga penjualan yaitu: Sales per hour = Total Hour Worked. Total sales adalah hasil penjualan kotor, VAT adalah pajak pertambahan nilai; dan total hour worked adalah lama waktu yang diperlukan dalam menghasilkan penjualan. Contoh pengukuran produktivitas tenaga penjualan (agen asuransi) diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Koster
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
tahun 2001 di PT Asuransi Akenlife. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh ratarata produktivitas pegawai pencari nasabah pada tahun 1998 adalah sebesar 84,0% dengan standar deviasi sebesar 16,3. Ini berarti bahwa produktivitas pegawai pencari nasabah adalah tinggi. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa secara umum target yang ditentukan oleh perusahaan kepada para pegawai pencari nasabah dapat tercapai. Bahkan sebanyak 55% pegawai dapat mencapai realisasi di atas rata-rata, sedangkan banyaknya pegawai yang tidak mampu mencapai target adalah kurang dari 45% (Koster, 2001). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian pilihan pekerjaan yang dianggap pokok adalah memilih bidang yang cocok dengan bakat, minat, dan faktor psikologis lainnya. Hal ini secara hakiki sulit untuk dipungkiri, karena merupakan salah satu faktor yang dapat menjaga kesehatan mental dan fisik orang dewasa yang bekerja. Apabila kesehatan fisik maupun mental para pegawai terpenuhi, maka mereka akan lebih kuat bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. Mengingat bahwa faktor minat dan bakat sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang, maka proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan tentu tidak boleh melupakan faktor tersebut. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap kepuasan kerja, sementara bakat berpengaruh terhadap kinerja si pemegang jabatan. Individu yang ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan minat pribadinya akan lebih efektif dibandingkan mereka yang ditempatkan pada jabatan yang kurang sesuai dengan minatnya. Hal ini dikarenakan individu yang ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan minatnya akan mudah mencapai kepuasan kerja, sehingga dapat memacu
loyalitas terhadap perusahaan, yang pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja mereka (Papu, 2002). Dapat dikatakan bahwa hampir semua pegawai yang puas dan produktif adalah mereka yang memiliki kesesuaian dengan pekerjaannya. Suatu kesesuaian kerja yang tepat memungkinkan pegawai untuk mencurahkan kekuatan serta keahlian mereka dalam menyelesaikan tugas utama dari suatu pekerjaan (Coil, 1999). Oleh karena itu, sejak awal berdirinya suatu perusahaan, harus diupayakan adanya bagian pengembangan potensi insani untuk memikirkan, merancang, dan mempersiapkan posisi jabatan. Hal ini dibutuhkan sebagai faktor motivator untuk meningkatkan kepuasan kerja. Jika kepuasan kerja telah tercapai, maka setiap pegawai akan bergairah dalam bekerja, dan pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja di perusahaan tersebut (Sinabela, 1999). Holland berasumsi bahwa individu memperoleh kepuasan dengan menampilkan berbagai jenis aktivitas kerja yang sesuai dengan kepribadian mereka. Selain itu, tingkat konsistensi keselarasan tipe kepribadian dan lingkungan kerja seseorang juga mempengaruhi kepuasan kerja, stabilitas, dan pengembangan prestasi individu tersebut. Jika kepuasan kerja telah tercapai, berarti dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang digeluti individu sudah sesuai dengan minatnya. Dan pada akhirnya, produktivitas kerja individu juga akan meningkat (dikutip oleh Spokane, 1996).
Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang ingin diteliti, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada hubungan positif antara kese-
87
TELVISIA & SUYASA
suaian minat terhadap pekerjaan dan produktivitas kerja pegawai pada agen asuransi jiwa.
Metode Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah para agen asuransi jiwa. Alasannya adalah karena produktivitas agen asuransi jiwa lebih dapat terukur dengan jelas, yaitu melalui jumlah produk yang berhasil dijual oleh setiap agen dalam jangka waktu tertentu, dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh perusahaan. Para agen asuransi jiwa yang dipilih berasal dari perusahaan asuransi jiwa nasional yang sedang menguasai pasar. Dikatakan menguasai pasar karena perusahaan asuransi tersebut memiliki pangsa pasar di atas 30 persen (“Pasar Asuransi”, 2004). Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), terdapat lima perusahaan asuransi jiwa yang saat ini menguasai pasar, dua perusahaan nasional dan tiga perusahaan joint venture. Kelima perusahaan asuransi jiwa yang dimaksud adalah asuransi Bumiputera, Jiwasraya, AIG Lippo, Manulife Asurance, dan Prudential (“Pasar Asuransi”, 2004). Perusahaan asuransi Jiwasraya terpilih menjadi tempat yang dituju dalam melakukan penelitian, karena memiliki laporan produktivitas yang jelas dan sistematis. Adanya pembaharuan dan pengecekan data setiap 3 bulan, sehingga dapat dikatakan datanya selalu up to date. Berdasarkan data yang diperoleh dari divisi evaluasi aparat operasional perusahaan asuransi Jiwasraya, jumlah keseluruhan populasi agen junior dan senior seJakarta untuk periode Januari hingga Sep-
88
tember 2006 adalah 400 agen. Jumlah partisipan penelitian ini sebanyak 100 orang. Menurut data yang diperoleh mengenai usia, diketahui bahwa usia minimum partisipan penelitian adalah 18 tahun dan usia maksimumnya adalah 53 tahun. Diketahui pula bahwa partisipan penelitian yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 40 orang (44,44%) dan perempuan berjumlah 50 orang (55,56%). Selanjutnya berdasarkan data yang diperoleh mengenai tingkat pendidikan, diketahui bahwa sekitar 70% partisipan berpendidikan SMA dan S1. Sementara, berdasarkan data yang diperoleh mengenai tingkat pendapatan, diketahui bahwa jumlah partisipan penelitian yang terbanyak, yaitu 29 orang (32,22%) memiliki pendapatan 2 juta per bulan, dan jumlah partisipan yang paling sedikit, yaitu 1 orang (1,11%) memiliki pendapatan 6 dan 7 juta per bulan.
Pengukuran Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang terdiri dari sejumlah butir pernyataan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua buah kuesioner. Kuesioner pertama, yaitu kuesioner PCI (Possition Classification Inventory), dan. kuesioner kedua, yaitu kuesioner VPI (Vocational Preference Inventory), butirbutir pernyataannya dibuat berdasarkan batasan konseptual dan operasional, dimensi, serta indikator yang dimiliki oleh variabel yang hendak diukur. Kuesioner pertama bertujuan untuk mengetahui pendapat para pakar di bidang asuransi mengenai karakteristik yang diperlukan sebagai agen asuransi. Kuesioner ini terdiri dari 7 sub pertanyaan yang berisi 12 butir pernyataan untuk setiap sub pertanya-
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
an, sehingga jumlah keseluruhan butir pernyataan adalah 84 butir. Sedangkan kuesioner kedua bertujuan mengukur konsistensi minat individu dalam lingkungan kerja, berisi 84 butir pernyataan positif. Kedua kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dirancang berdasarkan skala Likert. Skala Likert yang digunakan pada kuesioner pertama mengacu pada empat pilihan jawaban, yaitu: selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Dalam pengisian kuesioner ini, partisipan penelitian diminta untuk memberikan tanda cek (√) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, yang dianggap paling sesuai dengan posisi sebagai agen asuransi. Sedangkan Skala Likert yang digunakan pada kuesioner kedua mengacu pada lima pilihan jawaban, yaitu: Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Ragu-ragu (RR), Tidak Berminat (TB), dan Sangat Tidak Berminat (STB). Pengukuran kesesuaian minat terhadap pekerjaan. Minat dapat terwujud melalui perilaku (non-verbal) dan verbal. Pengukuran minat untuk orang dewasa didasarkan pada wujud verbal. Pengukuran minat melalui wujud verbal memiliki dua bentuk, yaitu pendekatan tidak terstruktur dan terstruktur. Pendekatan tidak terstruktur dilakukan melalui wawancara tentang minat individu yang bersangkutan. Sedangkan pendekatan terstruktur menggunakan alat ukur yang berisi serangkaian pertanyaan tentang pilihan minat individu (Dawis, 1998). Pendekatan terstruktur bertujuan untuk mengukur variabel kesesuaian minat terhadap pekerjaan dengan menggunakan dua alat pengumpulan data yang dikembangkan oleh Holland. Alat pengumpulan data yang pertama adalah PCI (Position Classification Inventory) yang ditujukan kepada lima orang ahli di bidang asuransi jiwa. PCI
digunakan untuk mengetahui pendapat para ahli di bidang asuransi jiwa mengenai ciri dan karakteristik pribadi yang dituntut dari seorang agen asuransi jiwa. Di dalam alat ukur PCI terdapat enam dimensi yang diukur, yaitu realistic, investigative, artistic, social, enterprise, dan conventional. PCI lebih menekankan pada sisi pekerjaan yang menuntut individu untuk memiliki karakteristik pribadi, maupun keahlian yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Alat ukur PCI ini disusun berdasarkan skala Likert yang mengacu pada empat pilihan jawaban. Penilaiannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Selalu bernilai 4, Sering bernilai 3, Jarang bernilai 2, dan Tidak Pernah bernilai 1. Alat pengumpulan data yang kedua adalah VPI (Vocational Preference Inventory) yang ditujukan kepada para agen asuransi jiwa. Alat ukur ini dikembangkan berdasarkan teori Holland mengenai minat terhadap jenis pekerjaan dan corak lingkungan kerja (Holland, 1985). VPI digunakan untuk mengetahui minat setiap agen asuransi jiwa yang menjadi partisipan penelitian terhadap pekerjaan, serta ling-kungan kerja yang sesuai dengan minat mereka. Di dalam alat ukur VPI juga terdapat 6 dimensi yang diukur, yaitu realistic, investigative, artistic, social, enterprise, dan conventional. Perbedaannya adalah VPI lebih menekankan pada minat individu terhadap suatu pekerjaan. Holland (1997) menyatakan bahwa minat terhadap pekerjaan adalah suatu aspek kepribadian. Setiap tipe kepribadian memiliki arti skor tersendiri. Pada dimensi Realistic, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,878. Semakin tinggi skor Realistic, semakin individu memiliki minat dalam hal yang berhubung-
89
TELVISIA & SUYASA
an dengan peralatan, mesin-mesin, dan teknologi. Pada dimensi Investigative, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,928. Semakin tinggi skor Investigative, semakin individu memiliki minat dalam teori-teori, penelitian, dan konsep-konsep ilmiah. Pada dimensi Artistic, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,901. Semakin tinggi skor Artistic, semakin individu memiliki minat dalam hal yang berhubungan dengan seni musik, lukisan, sendra tari, dan karya-karya seni lainnya. Pada dimensi Social, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,881. Semakin tinggi skor Social, semakin individu memiliki minat dalam hal yang berhubung-an dengan psikologi, memberi bantuan pada orang lain, dan hubungan masyarakat. Pada dimensi Enterprise, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,963. Semakin tinggi skor Enterprise, semakin individu memiliki minat dalam hal yang berhubungan dengan bisnis, wirausaha, dan penjualan suatu produk. Pada dimensi Conventional, jumlah butir pernyataan yang reliabel dalam alat ukur VPI adalah 14 butir, dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,910. Semakin tinggi skor Conventional, semakin individu memiliki minat dalam hal yang berhubungan dengan pembuatan rencana pengeluaran, penyusunan catatan-catatan atau surat-surat, dan kegiatan-kegiatan yang berada dalam ruang kantor.
90
Pengukuran produktivitas kerja. Pengukuran produktivitas mengguna-kan pendekatan satuan angka (Unit Cost Approach). Di mana produktivitas diukur dengan menentukan dan menganalisis pengeluaran satuan-satuan organisasi. Satuan organisasi dapat berupa divisi, pabrik, departemen, atau produk. Dalam kaitannya dengan asuransi, satuan organisasi yang dimaksud adalah produk yang ditawarkan, yaitu premi asuransi (Suhariadi, 2001). Berdasarkan survei Koster (2001) di PT Asuransi Akenlife, produktivitas pegawai asuransi ditunjukkan melalui perbandingan antara realisasi besarnya premi yang dapat dicapai oleh pegawai, dengan target premi yang ditetapkan oleh perusahaan dalam satu tahun. Setiap perusahaan memiliki target premi yang berbeda-beda. Sehingga untuk pengukuran produktivitas datanya diperoleh dari perusahaan. Data yang dimaksud berupa jumlah unit penjualan premi asuransi yang telah dicapai oleh agen asuransi jiwa dibandingkan dengan target yang ditentukan perusahaan. Untuk pengukuran variabel produktivitas kerja agen, peneliti memperoleh data dari perusahaan asuransi Jiwasraya. Data produktivitas agen asuransi jiwa yang dibuat oleh perusahaan asuransi Jiwasraya berisi jumlah produk yang berhasil dijual oleh setiap agen asuransi, target atau sasaran yang telah ditetapkan perusahaan, dan ratio atau perbandingan antara jumlah produk yang dihasilkan agen asuransi dengan target atau sasaran yang ditetapkan perusahaan dalam bentuk persentase. Dari data produktivitas yang diberikan oleh perusahaan asuransi Jiwasraya dapat terlihat bahwa produktivitas ditunjukkan oleh ratio atau perbandingan antara jumlah produk yang berhasil dijual oleh agen asuransi dengan target atau sasaran yang ditetapkan
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi skor rasio, maka semakin tinggi produktivitas. Artinya, semakin banyak jumlah produk yang berhasil dijual oleh agen asuransi dibandingkan dengan target atau sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan.
Prosedur Pertama-tama peneliti mengambil data dari para pakar asuransi yang tersebar di lima perusahaan asuransi yang sedang produktif, dengan menggunakan kuesioner PCI. Para pakar yang peneliti pilih adalah orang-orang yang ahli dalam bidang asuransi, seperti top manajer asuransi Prudential, unit manajer asuransi Lippo, kepala divisi keagenan asuransi Jiwasraya, top agen asuransi Manulife, dan top agen asuransi Bumiputera. Tujuan dari dipilihnya para pakar ini adalah untuk mengetahui pendapat mereka tentang karakteristik pribadi dan keahlian yang dituntut dari posisi sebagai agen asuransi. Selanjutnya, peneliti mengambil data dari agen asuransi jiwa menggunakan kuesioner VPI yang dilakukan di beberapa tanggal, yaitu tanggal 2 Agustus 2006, 7 Agustus 2006, 14 Agustus 2006, 28 Agustus 2006, 8 September 2006, 14 September, 15 September, dan 17 November 2006.
maksimumnya adalah 675. Sementara itu, hasil rata-rata skor pencapaian adalah 363,22 dengan standar deviasi sebesar 195,56. Untuk skor minimum, maksimum, dan rata-rata dari sasaran (jumlah produk yang ditargetkan perusahaan) adalah sebesar 400. untuk skor minimum dari ratio (persentase perbandingan antara pencapaian dengan sasaran) adalah sebesar 10, sedangkan skor maksimumnya adalah 168,75. Hasil skor rata-rata dari ratio adalah 90,81 dengan standar deviasi 48,89. Hasil perhitungan kategori pencapaian akan peneliti uraikan berikut ini. Partisipan yang memiliki skor pencapaian kurang dari 200 berjumlah 22 orang (24,4%). Partisipan yang memiliki skor pencapaian 200-399 berjumlah 31 orang (34,4%). Partisipan yang memiliki skor pencapaian 400-599 berjumlah 20 orang (22,2%). Partisipan yang memiliki skor pencapaian lebih dari atau sama dengan 600 berjumlah 17 orang (18,9%). Jumlah partisipan terbanyak berada pada skor pencapaian 200-399, artinya rata-rata partisipan mampu menjual 200399 produk. Sehingga dapat dikatakan masih cukup banyak partisipan yang belum dapat mencapai sasaran yang ditetapkan perusahaan. Jumlah partisipan yang paling sedikit berada pada skor pencapaian lebih dari atau sama dengan 600. Ini berarti bukan tidak mungkin adanya partisipan yang mampu menjual produk melebihi sasaran yang ditetapkan perusahaan, dan dapat dikatakan sangat produktif.
Hasil Gambaran Produktivitas Berdasarkan hasil perhitungan diketahui skor minimum untuk pencapaian (jumlah produk yang berhasil dijual oleh agen asuransi) adalah sebesar 40, sedangkan skor
Korelasi antara Kesesuaian Minat dan Produktivitas Pengujian korelasi antara kesesuaian minat dan produktivitas dilakukan dengan menggunakan perhitungan korelasi Spear-
91
TELVISIA & SUYASA
man. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa skor korelasi antara kesesuaian minat dan produktivitas adalah +0,579, p < 0,01 yang berarti adanya korelasi yang cukup kuat (moderate) dan searah. Menurut Guilford (dikutip oleh Sprinthall, 1994), untuk skor 0,40 - 0,70 termasuk moderate correlation sampai dengan substantial correlation.
Diskusi Pengujian korelasi antara kesesuaian minat dan produktivitas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kesesuaian minat dengan produktivitas. Artinya, semakin sesuai minat, maka semakin tinggi pula produktivitasnya. Hubungan yang signifikan antara kesesuaian minat terhadap pekerjaan dan produktivitas kerja ini diperkuat oleh pernyataan Hurlock (1980) yang mengemukakan bahwa penyesuaian pilihan pekerjaan yang dianggap pokok adalah memilih bidang yang cocok dengan bakat, minat, dan faktor psikologis lainnya. Hal ini secara hakiki sulit untuk dipungkiri, karena merupakan salah satu faktor yang dapat menjaga kesehatan mental dan fisik orang dewasa yang bekerja. Sehingga, pekerjaan yang melibatkan tugas-tugas yang sesuai dengan kebutuhan dan minat pekerja akan lebih memuaskan daripada dengan pekerjaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan minat seseorang. Sebagai seorang agen, kriteria keberhasilan dalam pekerjaan sangat tergantung kepada kompetensi atau kemampuan menjual dan melakukan kontak atau komunikasi dengan orang lain dimana saja mereka berada (Sendra, 2002). Kompetensi yang
92
dituntut dari seorang agen ini harus merupakan minat yang muncul dari dalam diri agen itu sendiri, sehingga mereka dapat menjalankannya dengan senang hati dan lebih optimal. Menurut Holland (dikutip oleh Jones, 2002), tipe minat utama yang paling sesuai dengan pekerjaan sebagai seorang agen adalah tipe enterprise, karena dalam tipe ini individu harus memiliki kompetensi persuasif dan hubungan interpersonal yang baik untuk mencapai sasaran organisasi serta keuntungan ekonomis. Selain itu, tidak menutup kemungkinan diperlukannya tipe minat social dan conventional yang merupakan dua tipe minat yang relatif dekat dengan tipe enterprise. Tercapainya kesesuaian minat dengan pekerjaan akan membuat para pekerja memperoleh kepuasan. Kepuasan yang diperoleh para pekerja memungkinkan mereka untuk mencurahkan kelebihan, dan kekuatan, serta keahlian mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas utama dari suatu pekerjaan. Sehingga pada akhirnya mereka akan semakin produktif dan berhasil dalam pekerjaannya (Coil, 1999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesesuaian minat terhadap pekerjaan sangat berperan penting untuk tercapainya produktivitas yang tinggi. Selain itu ada beberapa faktor selain kesesuaian minat dan pekerjaan, yang menurut peneliti dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pertama, pemberian insentif (imbalan) yang semakin meningkat sesuai dengan hasil yang dicapai, dalam istilah keagenan disebut juga komisi. Kedua, pemberian reward yang menarik apabila berhasil melebihi target yang ditetapkan perusahaan, misalnya: paket berlibur ke Bali, dan sebagainya. Dengan demikian, para pegawai akan semakin terpacu untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka.
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, diketahui bahwa ada hubungan yang positif antara kesesuaian minat terhadap pekerjaan dan produktivitas kerja. Artinya, semakin tinggi kesesuaian minat terhadap pekerjaan, maka semakin tinggi produktivitas kerjanya. Dengan kata lain, agen yang memiliki minat yang semakin sesuai dengan pekerjaannya cen-derung lebih produktif. Sedangkan, agen yang memiliki minat yang kurang sesuai dengan pekerjaannya cenderung kurang produktif.
Daftar Pustaka Achmad, F. (2004). Potret 2004: Bersaing di tengah modal cekak. Retrieved 2005, December 18, from http://www. aca.co.id/News2/potret2004.htm Agen asuransi indonesia masih terkucil di dunia internasional. (2005, March 20). Retrieved 2005, December 12, from http://www.kompas.com/utama/news/ 0503/20/163320.htm Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Berry, L. M. (1998). Psychology at work: An introduction to industrial and organizational psychology (2nd ed.). Singapore: McGraw-Hill. Cascio, W. F. (1991). Applied psychology in personal management (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Cascio, W. F. (2003). Managing human resources: Productivity, quality of work life, profits (6th ed.). Boston: McGraw-Hill.
Chaplin, J. P. (1995). Kamus lengkap psikologi (Kartini & Kartono, Penerj.). Jakarta: Grafindo Persada. Coil, A. (1999). Kecocokan kerja menghasilkan yang terbaik bagi pegawai. In A. D. Timpe (Ed.), Seri manajemen sumber daya manusia: Produktivitas. Jakarta: Gramedia. Corsini, R. J. (2002). The dictionary of psychology. New York: BrunnerRoutledge. Dawis, R. V. (1998). Vocational interests, values, and preferences. In M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.), Handbook of industrial and organizational psychology. Mumbai: Jaico Publishing House. Dessler, G. (2000). Human resource management (8th ed.). NJ: Prentice Hall. GPSJakarta (2004, April 13). Jasa psikologi industri dan organisasi. Retrieved 2005, July 5, from http://www.gps jakarta.com/prod01.htm Hafid (2002, July 11). Peranan ergonomic dalam meningkatkan produktivitas. Retrieved 2005, November 18, from http://www.ydab.astra.co.id Haryono, D. I. (2001). Hubungan pola kepribadian dan kepuasan kerja para manajer BUMN. In B. Sjabadhyni & B. K. I. Graito, & R. P. Wutun (Eds.), Pengembangan kualitas SDM dari perspektif PIO. Depok: Universitas Indonesia. Holland, J. L. (1985). Vocational preference inventory (VPI)-manual 1985revision. Odessa, FL: Psychological Assesment Resource. Holland, J. L. (1997). Making vocational choice: A theory of vocational personalities and work environmens (3rd ed.). Odessa, FL: Psychological Assesment Resource.
93
TELVISIA & SUYASA
Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology: A life span approach (Istiwidayanti & Soedjarwo, Penerj.). Jakarta: Erlangga. Jiwasraya raih top brand award 2000-2007. (2007, March 6). KOMPAS. Jones, L. K. (2002, March). Holland’s theory and career choice. Retrieved 2005, October 7, from http://www. careerkey.org/English/Theory&Career Choice.=’Holland20theory%choice’ Koster, W. (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pegawai: Survei di PT Asuransi Akenlife. Retrieved 2005, September 6, from http;//www.depdiknas.go.id/ Jurnal/29/ Survei%20di%PT%20Asuransi.htm Kuder, G. F. (1977). Activity interest and occupational choice. Chicago, IL: Science Research Associates. Lestari, A., Rizaldi, A., & Djunaidi, A. (2001). Hubungan kecocokan tipe kepribadian dan model lingkungan kerja konvensional dengan kepuasan kerja karyawan administrasi PT. KTSM. Jurnal Psikologi, 7(1). Bandung: Universitas Padjadjaran. Mangkunegara, P. A. (2004). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Neal, A., & Hesketh, B. (2001). Productivity in organizations. In N. Anderson & D. S. Ones (Eds.), Handbook of industrial, work and organizational psychology. London: SAGE. Papu, J. (2002, March 13). Analisis jabatan dalam proses rekrutmen dan seleksi. Retrieved 2005, July 3, from http:// www.epsikologi.com/mamajemen.htm Pasar asuransi jiwa didominasi lima perusahaan. (2004, October 16). Retrieved 2005, September 12, from http://www.kompas.com
94
Pritchard, R. D. (1998). Organizational productivity. In M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.), Handbook of industrial and organizational psychology. Mumbai: Jaico Publishing. Poerwadarminta, W. J. S. (1999). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ranftl, R. M. (1999). Tujuh kunci untuk produktivitas tinggi. In A.D. Timpe (Ed.), Seri manajemen sumber daya manusia: Produktivitas. Jakarta: Gramedia. Sedarmayanti (2001). Sumber daya manusia dan produktivitas kerja. Bandung: Mandar Maju. Sendra, K. (2002). Panduan sukses menjual asuransi. Jakarta: PPM. Sendra, K. (2004). Asuransi jiwa unit-link. Jakarta: PPM. Simandjuntak, H. B. (2003, May 28). Bisnis asuransi jiwa masih cerah, banyak pula tantangannya. Retrieved 2005, September 12, from http:// www. kompas.com Sinambela, F. C. (1999). Model pengembangan karier karyawan asuransi. In H. K. Lasmono (Ed.), Anima. Surabaya: Universitas Surabaya. Sprinthall, R. C. (1994). Basic statistical analysis (4th ed.). Boston: Allyn and Bacon. Spokane, A. R. (1996). Holland’s Theory. In D. Brown & L. Brooks (Eds.), Career choice and develop-ment (3rd ed.). CA: Jassey-Bass. Strong, E. K., Jr. (1960). An 18-year longitudinal report on interests. In W. L. Layton (Ed.), The strong vocational interest blank: Research and uses. Minneapolis: University of Minnesota Press.
KESESUAIAN MINAT DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Sopupami, Y. (2000). Faktor-faktor penyebab mahasiswa keturunan Cina berminat memilih fakultas ekonomi. Retrieved 2005, December 3, from http://www.untagsbyetnisdina.htm
Suhariadi, F. (2001). Produktivitas sebagai bentuk perilaku. Insan 3(3). Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
95