KESENIAN NUSANTARA DALAM STRUKTUR KEBUDAYAAN INDONESIA Oleh: Sulbi Prabowo
Abstrak Ditinjau dari perspektif kebudayaan, karya seni hadir dalam hubugan yang kontekstual dengan ruang dan waktu tempat karya bersangkutan diciptakan. Dengan perspektif ini, kelahiran sebuah karya seni selalu dimotivasi oleh berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Kemunculan karya seni merupakan representasi dan abstraksi dari realitas yang ada saat itu. Hubungan ini menyebabkan konsekuensi logis bahwa pemahaman terhadap kesenian secara otomatis membutuhkan pemahaman pula terhadap sosial-budaya. Kesenian tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa menempatkannya dalam keseluruhan kerangka masyarakat dan kebudayaannya. Kata Kunci : Seni, kesenian, struktur budaya, nusantara
1. Pendahuluan Tidak dapat disangkal, bahwa kesenian di Indonesia hidup, tumbuh, dan bekembang dari Sabang hingga Merauke bagaikan mozaik persada tanah air, dan kehadirannya sejalan dengan eksistensi manusia di kawasan ini. Penciptaan di bidang kesenian bergayut langsung dengan kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani/fisik maupun rohani/jiwani/spiritual. Oleh karena itu hasil kesenian sering mempresentasikan pola pikir dan perilaku masyarakat pada zamannya. Eksistensi kesenian selalu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia yang terkait dengan fungsinya. Sesungguhnya fungsi kesenian dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu fungsi personal, fungsi sosial, dan fungsi fisik (Gustami, 2002). Fungsi personal, berkaitan dengan pemenuhan kepuasan jiwa pribadi dan minat individu. Fungsi sosial berhubungan dengan tujuan-tujuan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan kepercayaan. Fungsi fisik berurusan dengan kebutuhan praktis. Keanekaragaman kesenian di Indonesia sangat variatif. Setiap daerah memiliki gaya dan cara berkesenian yang berbeda-beda dengan ciri khas masing-masing. Bentuk kesenian Staf Pengajar Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Unesa
1
memperlihatkan wajah daerah, merepresentasikan komunitas masyarakatnya; sekaligus memperlihatkan kemampuan dan keterampilan para kreator dan pendukungnya. Disamping itu pemahaman terhadap kesenian yang ada di Indonesia dengan segala aspek dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mendorong pengetahuan kita tentang wawasan kosa etnik seni budaya bangsa, karena kesenian masa lampau merupakan bagian dari kosa etnik tradisi nusantara. Oleh karena itu bentuk kesenian dapat dikelompokkan berdasar daerah, waktu atau mazab, tampilan teknik, dan bahan yang digunakan. Semua ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam mengklasifakasi dan mengkategorisasi sekaligus untuk mengekplorasi keberagaman kesenian nusantara. Kata nusantara ada dua makna yang berbeda yaitu kata nusantara sebagai letak geografi dan nusantara sebagai geopolitik. Nusantara dari aspek geografi meliputi beberapa bagian di beberapa negara Asean misalnya Semenanjung Malaysia, Brunai, Singapura, dan Thailan. Dari aspek politik kata nusantara dapat diartikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan yang dimaksud dengan judul dalam makalah ini adalah: kesenian yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai unsur kebudayan Indonesia.
2. Kesenian Nusantara Berbicara tentang kesenian nusantara dalam struktur kebudayaan, barangkali akan dapat lebih mudah dipahami jika kita tahu dahulu apa itu kesenian nusantara. Istilah kesenian dalam bahasa Indonesia rasanya sudah kita kenal sejak lama namun makna sebenarnya belum tentu semua orang dapat memahami secara benar, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kata nusantara. Selama ini telah banyak batasan tentang kesenian didefinisikan orang. Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kesenian perlu dipahami bahwa asal kata kesenian ialah seni.
2
Istilah seni sudah kita kenal namun makna sebenarnya seringkali ada perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya. Ada yang mengatakan bahwa seni berasal dari kata ”sani” bahasa Sanskerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa seni berasal dari bahasa Belanda ”genie” atau genius. Keduanya memberikan gambaran jelas tentang aktivitas apa yang dimaksud dengan kata seni tersebut. Semula kata seni tidak dikenal seperti sekarang ini, oleh orang Jawa pada masa lalu menyebut sesuatu produk dari kehalusan jiwa manusia yang indah-indah dengan istilah ”kagunan” (Soedarso, 1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk yang memiliki kehalusan dan kerumitan yang tinggi, seperti tatahan wayang kulit yang rumit atau batik tulis yang halus dan seterusnya tidak disebut sebagai karya seni seperti sekarang ini. Begitu juga istilah seniman belum dikenal karena dulu belum sebagai profesi seperti sekarang. Dalam banyak hal keseniaan hanya merupakan kelengkapan hidup manusia. Dalam bahasa Sanskerta ”seni” disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, menjadi ”su-cilpa” yang berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda berarti pewarnaan, yang kemudian berarti segala macam kekriyaan yang artistik. (Sunarto, 2007). Dalam bahasa latin pada abad pertengahan terdapat istilah-istilah ”ars”, ”artes”, dan artista. Ars, adalah teknik atau craftsmenship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; artes, berarti ”societates mesteriorum” kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan tersebut; dan artesta adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok. Di Yunani, dalam banyak hal dipandang sebagai sumber kebudayaan Eropa, sejak awal sejarahnya sudah mengenal filsafat dan filsafat seni, ternyata juga tidak memiliki kata yang dapat disejajarkan dengan pengertian kita sekarang tentang seni. Istilah yang paling dekat dengan istilah seni adalah ”techne” yang
3
sekarang kita kenal memiliki hubungan langsung dengan perkataan ”teknik”. Menurut Aristoteles, techne adalah kemampuan untuk membuat atau mengerjakan sesuatu disertai dengan pengertian yang betul tentang prinsip-prinsipnya. Adanya konsepsi dalam seni yang beragam seperti yang tertulis di atas, lalu bagaiman konsepsi seni yang ada di Indonesia ? Definisi yang paling bersahaja dan sering terdengar menyebutkan bahwa seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan oleh manusia. Menurut jalan pikiran ini, seni adalah suatu produk keindahan, hasil ciptaan manusia untuk mendatangkan kenikmatan. Menurut Ki Hajar Dewantara, seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan orang lain. Bagi Ki Hajar seni masih merupakan produk keindahan, dan karena indahnya itu dapat menggerakkan perasaan indah bagi orang yang melihatnya. Definisi menurut Akhdiat K. Miharja lain lagi dan lebih mantap, baginya seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan realita dalam suatu karya yang bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani si penerimanya. Dalam definisi ini dengan tegas dinyatakan bahwa seni adalah kegiatan rohani, dan bukan semata-mata kegiatan jasmani saja. Jadi seni adalah suatu karya manusia yang dapat menimbulkan efek psikologis atas manusia yang melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan yang berwujud pengamatan, pengenalan, dan imajinasi yang rasional maupun emosional. Dengan demikian ada penekanan pada kegiatan rohani di pihak penerimanya. Seni seyogyanya ditanggapi secara serius dengan segenap fungsi jiwa yang ada. Dalam hal ini seni adalah karya manusia yang disajikan secara indah dan menarik sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pada manusia lain yang menghayatinya. Hasil-hasil seni itu terwujud dalam berbagai bentuk untuk memenuhi berbagai macam kepentingan dan fungsi dalam kehidupan.
4
Dari Sabang hingga Merauke terdapat hamparan keragaman
seni sebagai peta
kekayaan artistik budaya bangsa. Keragaman seni budaya yang diikat oleh konsep unity in variety serta unity and diversity itu dapat menjadi cermin tekat bangsa untuk menegakkan persatuan dan kesatuan dalam keragaman etnik, keragaman suku, keragaman budaya, dan keragaman religi. Seperti yang diuraikan di atas, seni berkaitan dengan keindahan, namun keindahan sendiri tidak mudah dirumuskan karena lebih cenderung bersifat subjektif. Beberapa pendapat tentang keindahan antara lain; Mortimer Adler (dalam The Liang Gie 1996), mengatakan bahwa keindahan adalah karakteristik suatu benda yang memberi kesenangan kepada kita. Keindahan itu peroleh semata-mata dari memikirkannya atau melihat benda secara individual itu sebagaimana adanya. Immanuel Kant mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan tidak melalui kesan atau konsep, melainkan dengan subjektivitas yang seketika. Sedangkan Max Rosemberg mengatakan bahwa keindahan adalah suatu himpunan yang serasi dalam benda, atau antarbenda itu dengan penikmatnya. Berdasarkan definisi keindahan seperti yang diuraikan di atas tampak tidak ada kesamaan yang diungkapkan secara eksplisit. Namun jika dikaji lebih cermat ternyata ada kesamaan bahwa keindahan membuat orang yang menikmatinya menjadi senang karenanya. Keindahan sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi manusia, dan sebenarnya manusia berkeinginan berada pada suasana yang menyenangkan secara terus menerus. Setiap hari manusia menampilkan diri sesuai dengan konsep keindahan yang diyakini, seperti misalnya berpakaian bagus, menata rambutnya dengan sebaik-baiknya, dan lainnya. Pada dasarnya keindahan merupakan kebutuhan hidup manusia, baik dalam arti yang luas maupun dalam estetik murni.
5
Bangsa Yunani kuno juga mengenal keindahan dalam arti estetik. Untuk pengertian ini digunakan dua istilah yaitu; symmetria dan harmonia. Symetria untuk menyebut keindahan berdasarkan penglihatan, sedangkan harmonia untuk menyebut keindahan berdasarkan pendengaran. Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetik dari seseorang dalam hubungannya dengan sesuatu yang dicerapnya. Pencerapan tersebut dapat secara visual menurut penglihatan, secara audial atau pendengaran, dan secara intelektual menurut kecerdasan. Sebagai contoh menikmati sebuah lagu yang indah, pencerapan ini tidak hanya semata-mata mendengar kata-kata dan lagu yang indah selaras dengan musiknya melainkan memahami dengan kecerdasan makna kata-kata yang terkandung di dalamnya. Keindahan memang memasuki segala aspek kehidupan manusia, oleh sebab itu keindahan bukan sekedar kebutuhan hidup manusia, tetapi sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Pertunjukkan seni musik, seni tari, seni drama, dan pameran seni rupa, dan sebagainya pada dasarnya adalah menampilkan keindahan. Jadi seni (kesenian) dan keindahan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tak terpisahkan satu dengan lainnya. Peta kesenian di Indonesia yang menjadi aset dan kebanggaan bangsa itu amat banyak dan bahkan lebih banyak dari jumlah suku yang ada di Indoneisa. Setiap suku memiliki kesenian yang beragam baik di bidang seni pertunjukkan, seni rupa, seni tari, dan seni musik. Untuk seni pertunjukan wayang saja, ada wayang kulit, wayang golek, wayang potehi, wayang wong, dan lainnya. Tentu sangat banyak jika di sebutkan satu persatu dari semua kesesenian yang ada di Indonesia.
3. Kebudayaan dan Unsur-unsurnya
6
Banyak ahli telah menulis tentang kebudayaan, di antaranya Koentyaraningrat (1983) menjelaskan bahwa kata kebudayaan berasal dari kata budddhayah (bahasa Sansekerta), bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Sedangkan Zoemulder (dalam Koentyaraningrat, 1990) membedakan budaya dengan kebudayaan. Budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya berarti daya dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa dan rasa. Sedangkan Bardi dkk, (1977), menjelaskan bahwa budaya merupakan sesuatu yang tidak terlihat secara terus- menerus dan mendalam mempengaruhi individu dalam masyarakat. Manusia yang normal hidup dalam sebuah budaya dan menyesuaikannya. Budaya tentu bervariasi dari kelompok ke kelompok dan membuat anggota-anggota kelompok yang sama tampak mirip satu sama lain, dan kelompok yang tidak sama tampak berbeda, jadi budaya merupakan sesuatu dan setiap orang ikut ambil bagian dalam kehidupannya. Ketika berbicara tentang pengertian kebudayaan,
maka kita dihadapkan pada
bermacam-macam definisi, dan beberapa di antaranya dikumpulkan oleh Haryanto, dkk (2005) sebagai berikut: (1) Kebudayaan adalah manifestasi dari berfikir (Sutan Takdir Alisyahbana). (2) kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada suatu bangsa (Mohammad Hatta, Politikus). (3) Kebudayaan merupakan perwujudan dari nilai-nilai dan produknya (M.j. Langeveld, filosof). Kebudayaan adalah pola-pola kehidupan yang diciptakan dalam perjalanan sejarah, ekplisit dan implisit, rasional dan non rasional yang terwujud pada tiga waktu dengan pedoman yang berpotensi bagi laku perbuatan manusia (Kluckhonn dan Kroeber dalam Gazalba, 1968). Sedangkan menurut (Djojodigoeno, 1958), menjelaskan bahwa budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
7
Berdasarkan definisi kebudayaan seperti di atas, kita dihadapkan pada pebedaanperbedaan. Terjadinya perbedaan tersebut karena perumus kebudayaan dari disiplin ilmu yang berbeda. Bila dikaji lebih lanjut dari perbedaan-perbedaan itu, ternyata ada pula persamaannya. Persamaan itu ialah prinsip yang sama-sama diakui oleh penyususn definisi bahwa kebudayaan itu ciptaan manusia. Yang dimaksud adalah menciptakan yang sudah ada, oleh karena itu lebih tepat mengubah, seperti mengubah batu menjadi patung atau mengubah kayu menjadi mebel. Selain itu budaya diperoleh dengan belajar, jadi hanya manusia yang berbudaya karena manusia memiliki akal dan budi, dan hewan tidak. Manusia mengubah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cipta, rasa, dan karsa yang bersumber pada jiwa. Kebudayaan sebagai ciptaan manusia mempunyai wujud. Menurut Koentyaraningrat (1983) wujud kebudayaan ada tiga, yaitu (1) kebudayaan sebagai komplek dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peratuan dan sebagainya; (2) kebudayaan sebagai komplek aktivitas kelakuan yang berpola manusia dalam masyarakat dan; (3) kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak karena hanya ada pada benak atau pikiran pelaku budaya itu. Kebudayaan idea ini berfungsi untuk mengatur tata kelakuan, mengenali, dan mengarahkan perilaku masyarakat. Mengingat fungsi tersebut, masyarakat membuat dokumentasi berupa tulisan, dan lain-lain. Dokumen yang berupa tulisan atau buku sudah berlaku sejak lama, nenek moyang kita sudah membuat naskah-naskah untuk dipelajari oleh generasi berikutnya. Naskah-naskah tersebut tidak hanya berisi wujud kebudayaan pertama, tetapi kebudayaan nenek moyang secara utuh. Sebagai contoh; ditemukan naskahnaskah nusantara seperti naskah Melayu, naskah Jawa, naskah Sunda, naskah Madura, naskah Batak, dan lain-lain. Naskah-naskah tersebut sampai sekarang beberapa di antaranya masih
8
tersimpan di musium-musium, pesantren, sanggar, lembaga pendidikan, dan ada yang menjadi koleksi pribadi. Naskah-naskah nusantara tersebut menggambarkan latar belakang budaya masyarakat pada masa naskah tersebut ditulis. Wujud yang kedua dari kebudayaan bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Wujud kebudayaan yang kedua ini sering disebut dengan sistem sosial mengenai kelakuan berpola manusia. Terdiri dari aktivitas-aktivitas dalam berinteraksi, berhubungan, bergaul satu dengan lain setiap waktu. Manusia dalam hidup bermasyarakat baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan pada adat dan tata kelakuan yang berlaku di masyarakat. Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, terikat oleh sistem sosial dan sistem budaya yang berlaku. Sistem budaya merupakan ide-ide dan gagasan-gagasan manusia yang hidup bersama dalam satu masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut selalu berkaitan menjadi satu sistem. Sistem-sistem budaya merupakan bagian dari kebudayaan, yang diartikan pula sebagai adat istiadat. Adat istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut pranata-pranata yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan sistem sosial merupakan alat bantu untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan bersifat konkret disebut kebudayaan fisik, karena berupa benda-benda hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh: rumah, mebel, jalan, mobil, lukisan, patung, dan lain-lain. Kebudayaan fisik tersebut diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu bila manusia semakin maju, kebutuhannya semakin beragam dan kompleks. Budaya fisik dapat membentuk suatu lingkungan yang semakin lama semakin menjauhkan manusia dari
9
alam lingkungannya, hal ini mampu mempengaruhi pola pikir dan perbuatannya sebagai pelaku budaya (Hariyanto, 2005). Adapun unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal disebut sebagai isi pokok kebudayaan. Koentyaraningrat (1983) menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan yaitu (1) sistem religi dan kepercayaan, (2) sistem organisasi dan kemasyrakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa dan komunikasi, (5) kesenian meliputi seni tari, seni musik, seni drama/pertunjukkan, dan seni rupa, (6) sistem mata pencaharian, dan yang ke (7) sistem teknologi dan peralatan. Melihat urutan seperti di atas, kesenian merupakan urutan yang kelima dari tujuh unsur kebudayaan yang ada. Masing-masing unsur kebuadayaan tersebut saling mempengaruhi secara timbal balik. Apabila terjadi perubahan pada salah satu unsur, akan menimbulkan perubahan pada unsur yang lain. Contoh: modernisasi di bidang teknologi komunikasi dan informasi seperti yang terjadi pada televisi telah mengubah perilaku masyarakat terhadap bidang kesenian, maupun bidang-bidang yang lain. Untuk bidang kesenian, dahulu jika ingin melihat pertunjukkan wayang atau ketoprak harus datang ke tempat pertunjukkan tersebut digelar, tetapi sekarang cukup di rumah dengan membuka canel di TV. yang sedang melakukan siaran langsung tentang pertunjukkan wayang atau ketoprak tersebut, atau dengan menyetel hasil rekamannya. Melalui hasil rekaman seseorang dapat melihat secara berulang ulang sebanyak yang dia mau dan kapan saja dia suka. Demikianlah manusia menciptakan kebudayaan untuk memenuhi kebutuhannya, dan budaya selalu berubah dari waktu kewaktu, seiring dengan perubahan yang terjadi pada akal budi manusia.
10
4. Kesenian dalam Perspektif Kebudayaan Ditinjau dari perspektif kebudayaan, karya seni/kesenian hadir dalam hubungan yang kontektual dengan ruang dan waktu tempat karya bersangkutan diciptakan. Dengan perspektif ini, kelahiran karya seni selalu dimotivasi oleh berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Kemunculannya merupakan representasi dan abstraksi dari realitas, tetapi dapat pula sebagai pendobrakan atas realitas tersebut (Saidi, 2008). Karya seni/kesenian bukan media langsung dari realitas. Seni bukan sekedar imitasi realitas, melainkan sebuah dunia dengan realitas baru hasil implementasi seniman atas realitas sebenarnya. Seperti yang diungkapkan oleh Aristoteles, imitasi yang dilakukan oleh seniman terhadap alam (realitas) tidak berhenti pada peniruan saja. Menurutnya seniman mengelola realitas alam dalam imajinasinya. Itulah sebabnya Aristoteles menyebutkan seni sebagai ilmu pengetahuan yang bersumber pada imajinasi. Proses mengelola realitas ke ruang imajinasi yang dimaksud di atas, dalam istilah teknis disebut sebagai pencitraan. Pencitraan adalah proses pemaknaan atas realitas dalam benak seorang seniman, dalam pencitraan latar belakang seniman memiliki peranan yang sangat penting. Riwayat hidup, visi kesenimanan, idiologi dan lain-lain memberikan andil yang besar dalam proses tersebut. Oleh karena itulah objek atau tema yang sama bisa menjadi karya yang berbeda dihadapan seniman yang berbeda. Dalam ruang dan waktu yang berbeda ditambah keragaman pencitraan yang dilakukan oleh seniman menyebabkan kesenian selalu berada dalam keadaan yang dinamis dan dialektis. Dikatakan dinamis sebab realitas dalam masyarakat itu sendiri senantiasa berubah dan berkembang ke situasi yang semakin komplek, disebut dialektis sebab sejarah berjalan dalam spektrum waktu yang tidak pernah putus. Hal yang terjadi sepanjang perjalanan itu adalah dialog. Kemunculan sebuah karya seni yang baru sekalipun, tetap dimotivasi oleh
11
kecenderungan dominan karya seni sebelumnya. Sejarah kesenian sebenarnya merupakan pergerakan dari mitos ke mitos. Karya seni baru mucul meruntuhkan kecenderungan zaman sebelumnya yang telah menjadi mitos. Selanjutnya dalam perjalanan waktu secara otoregulatif karya baru yang muncul kemudian itu akan menjadi mitos sampai ada karya lain yang menggantikannya (Saidi, 2008). Demikian dialektika itu berjalan secara terus-menerus sepanjang sejarah manusia dalam mengarungi kebudayaannya. Represantasi ruang dan waktu dalam berkesenian dapat ditunjukkan secara eksplisit sejak zaman prasejarah. Kesenian pada zaman prasejarah bersifat animis. Hal ini disebabkan oleh masyarakat saat itu yang memiliki kepercayaan pada roh leluhur dan kekuatan gaib lain. Pada fase berikutnya, ketika bangsa-bangsa lain berdatangan di nusantara, kesenian pun dipengaruhi oleh kesenian bangsa-bangsa tersebut. Pertemuan dengan bangsa India, misalnya menghasilkan seni semacam relief, wayang, patung, candi, dan lain-lain. Demikian pula pertemuan dengan bangsa Eropa memunculkan seni pertunjukkan misalnya seni tari, musik, teater, dan seterusnya, yang semuanya itu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Kesenian dari masa ke masa sering dikategorikan dalam seni prasejarah, seni tradisional atau seni klasik, dan seni modern. Dari uraian singkat di atas menunjukkan bagaimana hubungan antara karya seni dengan ruang dan waktu saat karya seni tersebut diciptakan. Hubungan ini menyebabkan konsekuensi logis bahwa pemahaman terhadap kesenian secara otomatis membutuhkan pemahaman pula terhadap ruang dan waktu tersebut (aspek sosial-budaya). Kesenian sebagaimana dikatakan Yuliman, (dalam Saidi, 2008) bahwa tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa menempatkannya dalam keseluruhan kerangka masyarakat tanpa dan kebudayaannya. Hubungan timbal balik inilah yang menyebabkan munculnya pendapat bahwa karya seni yang baik adalah suara zaman.
12
Dalam penciptaan suatu karya seni selalu ada penghayatan dan pergulatan inten yang dilakukan para seniman terhadap fenomena yang di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan pengaruh yang datang dari luar kebudayaannya sendiri, kebudayaan sendiri itulah yang menjadi landasan berpijak.
5. Penutup Suatu realita bahwa kesenian nusantara sangat beragam baik dari segi jenis, bentuk, atau gaya, serta fungsinya, semua ini tersebar di seluruh kawasan Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Dari segi jenis meliputi seni tari, seni musik, seni teater, dan seni rupa. Sedangkan dari segi bentuk atau gaya meliputi bentuk primitif, tradisional, klasik, dan modern. Dari segi fungsi kesenian juga beragam, ada yang berfungsi sebagai media upacara keagamaan, hiburan semata, dan ada pula yang digunakan sebagai personifikasi pribadi. Kebudayaan merupakan segala pikiran dan perilaku manusia yang secara fungsional dan disfungsional tertata dalam kehidupan masyarakat. Jadi kebudayaan menyangkut segala aspek yang ada dalam pikiran manusia, aspek perilaku manusia, dan aspek hasil karya manusia. Indonesia terkenal sebagai salah satu negara dengan ragam budaya yang bhineka namun dibingkai dalam tali persatuan dan kesatuan. Kristalisasi pluralitas budaya bangsa itu tercermin melalui ungkapan filosofis ”Bhineka Tunggal Eka”, suatau konsep yang melandasi pola pikir dan perilaku sosial, sehingga masyarakat Indonesia dipandang sebagai bangsa yang berdaulat, bermartabat, berbudi luhur, beretika sosial tinggi, dan berwatak sopan santun.
Daftar Pustaka
13
Gazalba, Sidi. 1968. Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka Antara. Hadi, Sumandiyo. 2006. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Pustaka. Hariyanto, dkk. 2005. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Surabaya: Unesa University Press. Gustami SP. 2000. Memantapkan Seni Kriya Indonesia sebagai Akar Seni Rupa Indonesia. (Makalah Seminar Internasional Seni Rupa). Yogyakarta: PPs. ISI. Yogyakarta. Koentyaraningrat. 1983. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Pt.Gramedia. _____________ . 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Pely, Usman dkk. 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kesenan. Bandung: Accent Graphic Comunication. ______________ . 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Bandung: Nuansa Cendekia. Saidi, Acep Iwan. 2008. Narasi Simbolik Seni Rupa Kontemporer Indonesia. Yogyakarta: ISACBOOK. Soedarso Sp. 1990. Tinjauan Seni Sebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni. Yogyakarta: Saku Dayar Sana Yogyakarta. Suparlan, Parsudi. 1984. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya. Jakarta: Rajawali.
14