KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA UMANG-UMANG KARYA ARIFIN C. NOER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh Nova Liana NIM. 1111013000108
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI KESANTI]NAI\ BERBAIIA.SA DALAM NASKAH DRAMA UMANG-UMANG KARYA ARIFIN C. NOER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Skripsi
Diaj,rkan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
S
arj ana
Pendidikan
Oleh
NOVA LIANA
NIM:
1111013000108
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A.
,/
JI,RUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASt'RA INDONESIA FAKIILTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIYERSITAS ISLAM NE GERI SYARIF HIDAYATI]LLAII .
JAKARTA 2016
M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH Skripsi berjudul "Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama UruangUmang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya Terhadap pembelajanan Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tariyah dan Keguruan (FITK) UN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 4 April 2016 dihadapan dewan penguji. Oleh karena.itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tangerang,4 Aprtl20l6 Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia ( Ketua
Jurusan/Prodi)
Tanggal
t2/ 6:!.otr
IVakyun Subuki M.Hum NIP. 19800305 200901 1 015 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Dona
v/6-rue
Aji Karunia Putra. M.A
NrP. 19840409 20t101 Penguji
1 015
1
,t/n
Dr. Nurvani. M.A. NIP. 1 9820 6282009122 003
lol6
Penguji 2
t(, - aoti /u
Dr. Darsita Supamo. N{. Hum. NrP. 19610807 199303 2 001
Dekan Fakultas
i
I(EN.IENTERIAN AGANTA L]IN JAIC{RTA
FITI( .8
tr-
lt -ar*t*
"\ir
,D CS.er
FORNI (FR)
lrlf,e
No,
Dokumen
Tg.
Terbit
: :
No-
Rerisi:
: 0I
FITK-FR-AKD-089 I I{arct 2010
r/r
Hd
SURAT PERN{YATAAN{ KARYA SEIVDIRI
Saya yang bertanda tangan
di bawah ini, :
NovaLiana
: Piladang; 07 November 1991
:1111013000108 : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
/ S-l
:
Kesantrman Berbahasa dalam Naskatra Drama Umng-Uffiag Karfa tuifin C- Noer dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Dosenr Pembi;nbing
DqEs ini menyatatan
:
Dr. Siti Nrri Nuftaidah, M.A.
bahnra stripsi lraug saya buat benar-benar t asil karla
sediri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pemlataan ini dibrat sebagai salah satu syarat nrenernpuh Ujian Munaqasah.
Jakal/r4 10 Februari 2016 Mahasisw Ybs.
NIM.tI11013000108
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yar,g berjudul "Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia" yang disusun oleh Nova Liana dengan
NIM l1l1013000108
Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing pada tanggal 6 Januari 2016
Jakarta,6 Januari2016
Pembimbing
Dr. Siti NuriNurhaidah, M.A.,
ABSTRAK Nova Liana. (NIM : 1111013000108). Kesantunan Berbahasa Dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. Penelitian ini mengkaji kesantunan berbahasa menurut teori Leech, objek yang dianalisis yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Kesantunan berbahasa tidak hanya berlaku pada saat komunikasi secara langsung akan tetapi kesantunan berbahasa juga terdapat di dalam karya sastra. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa pada naskah drama umang-umang karya Arifin C. Noer dan mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik simak yaitu simak bebas cakap dan di lanjutkan dengan teknik catat. Selanjutnya dijabarkan dengan memberikan analisis kemudian diberi kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk ujaran yang terjadi pada tokoh dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer terdapat pematuhan dan pelanggaran. Dari keseluruhan data pada ujaran diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan Leech diperoleh 39 data yaitu, 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati. Pada naskah drama Umang-Umang tersebut lebih didominasi oleh pelanggaran maksim kemurahan. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu pembelajaran diskusi di SMP kelas VIII. Kata kunci : Kesantunan, Prinsip Kesantunan teori Leech, Naskah UmangUmang.
i
ABSTRACT Nova Liana. (NIM: 1111013000108). Politeness In manuscript Umang Umang By Arifin C. Noer and Implications Learning Indonesian Language and Literature at the SMP. This research about the politeness according to Leech's theory, the object being analyzed is a manuscript Umang-Umang by Arifin C. Noer. Politeness is not only valid at the time of direct communication but politeness is also found in the literature. The purpose of this research is to describe the politeness in the manusript Umang-Umang by Arifin C. Noer and describe the implications of politeness is learning Indonesian language and literature. The method used is qualitative method that produces descriptive data. Collecting the data, the authors used a technique that “simak bebas cakap “and technique “catat”. Then elaborated by providing analysis and then given a final conclusion. The results of this research indicate the form of speech happens to the characters in the manuscript Umang Umang by Arifin C. Noer there are compliance and violations. Of all the data on the speech obtained 27 data that adheres to the principle that Leech politeness 7 tact maxim, 3 maxim of generosity, 9 approbation maxim, 2 modesty maxim, 5 maxim of agreement, and 1 maxim of sympathy. While that violate Leech politeness principle that the data obtained 39, 6 tact maxim, 8 maxim of generosity, 13 approbation maxim, 5 modesty maxim, 5 maxims of agreement, and 2 maxim of sympathy. Manuscript Umang-Umang are more dominated by the violation of the maxim of approbation. Politeness can be implicated in learning Indonesian language and literature that discussion teaching 8th grade junior higt school. Keywords: Politeness, Politeness Principle of Leech theory, Manuscript Umang Umang.
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan nimat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para umatnya. Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yanglebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Makyun Subuki , M. Hum., selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Dona Aji Karunia, MA., selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 4. Ibunda dan Ayahanda tercinta dewi Asmita dan Yusrizal yang tak pernah letih merawat, mendukung, mendoakan, dan memberi motivasi serta bantuan moril maupun materil kapda penuli dengan tulus dan ikhlas. 5. Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, semangat, motivasi, dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan. 7. Kakak dan adikku tercinta Yusni Rika dan Popi Septiani yang selalu mendoakan,
dan
memberikan
menyelesaikan skripsi ini
iii
semangat
kepada
penulis
untuk
8. Sahabat terbaikku Sukaesih, Siti Nurhasanah, dan Syifa Fauziyah Soliha yang selalu ada dalam suka dan duka, teman curhat dan keluh kesah, teman bersama dalam segalanya. 9. Adek-adek kosan Arum, Ajeng, dan Farisha yang selalu bersedia memberi bantuan dan semangat kepada penulis. 10. Teman-teman PBSI sepejuangan angkatan 2011 khususnya PBSI kelas C yang senantiasa memberi kebahagian selama masa-masa kuliah, memberi informasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian. Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, Januari 2016
penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................
i
ABSTRACT ...............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR. ..............................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
v
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Identifikasi Masalah . .........................................................
4
C. Batasan Masalah . ...............................................................
5
D. Rumusan Masalah ..............................................................
5
E. Tujuan Penelitian ...............................................................
5
F. Manfaat Penelitian .............................................................
6
KAJIAN TEORI A. Pragmatik . .......................................................................
7
1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik ..........................
7
2. Teori Kesantunan ......................................................
10
3. Konteks .....................................................................
18
B. Drama ..............................................................................
20
1. Pengertian Drama .....................................................
20
2. Karakteristik Drama . ................................................
21
C. Biografi Arifin C. Noer . ..................................................
23
D. Sinopsis Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer ..................................................................
25
E. Penelitian yang Relevan...................................................
27
v
BAB III
BAB IV
METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian .........................................................
30
B. Metode Penelitian...............................................................
30
C. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................
31
D. Objek Penelitian .................................................................
31
E. Pengumpulan Data. ............................................................
31
F. Jenis Data . .........................................................................
33
G. Analisis Data. .....................................................................
33
H. Pelaksanaan Penelitian. ......................................................
34
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer......................
36
B. Analisis deskripsi kesantunan berbahasa dalam naskah Drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ................................
38
C. Implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ............................................................................ BAB V
80
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................
82
B. Saran . .................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
84
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Setiap manusia yang ada di dunia ini harus bersosialisasi dengan sesamanya, menjalin komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Supaya komunikasi dan kerjasama dapat terjalin maka perlu alat untuk melakukan komunikasi tersebut. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi yaitu bahasa. Bahasa dimaknai oleh beberapa ahli sebagai “sistem lambang bunyi yang arbirter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.”1 Selanjutnya dapat diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Kehidupan manusia yang cendrung berkelompok menuntut mereka harus berinteraksi dengan orang lain setiap harinya, maka dalam berkomunikasi dengan orang lain ada hal yang perlu diperhatikan yaitu aspek kesantunan. Cara berinteraksi yang baik terhadap sesama dengan saling tolong-menolong, saling menghormati,
dan
berbagi
dapat
meningkatkan
kualitas
dalam
hidup
bermasyarakat. Untuk meningkatkan kualitas tersebut maka berbicara dengan bahasa yang santun dan benar tentu sangat diperlukan oleh manusia selaku makhluk sosial. Pada kenyataannya saat berkomunikasi seringkali kita mendengar seseorang mengucapkan kata-kata tidak santun, kadang sebagian bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan nilai kesantunan. Jika menyaksikan situasi di terminal misalnya, kita sering mendengar kalimat yang tidak santun. Kata-kata seperti: dasar lu, suwe, oke bro, alay lu, cangkemmu, dan masih banyak kata-kata lainnya yang tidak pantas didengar. Tetapi bahasa tersebut dapat dimaklumi dalam
1
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.32
1
2
komunitasnya sesuai dengan budaya di terminal yang memang keras. Terkadang seseorang tidak mengindahkan nilai-nilai kesantunan dalam berbahasa dilakukan untuk mendapatkan simpati dan supaya bisa diterima dalam suatu komunitas. Sekarang ini, banyak anak sekolahan mulai dari SD, SMP sampai SMA atau orang yang berpendidikan juga tak jarang mengucapkan kata-kata yang tidak santun atau kasar, padahal mereka orang-orang yang sudah diajarkan tentang kesantunan. Kejadian pada para pejabat negara seperti anggota dewan MPR dan DPR ketika rapat atau sidang mereka saling menuding dan berdebat mereka menggunakan kata-kata yang tidak santun. Selain itu di sinetron, reality show, talk show,
komedi dan banyak acara lawak lainnya di media massa yang suka
menyela dan berbicara tidak santun, yang mereka pikirkan bagaimana penonton dapat terhibur tanpa mengindahkan pengaruhnya bagi penonton. Jika dilihat dari kenyataan tersebut dan kejadian-kejadian di sekitar kita maka faktor usia, pendidikan, lingkungan, dan pekerjaan sangat mempengaruhi sikap dan bahasa yang digunakan oleh sesesorang. Untuk itu dalam berkomunikasi seseorang juga harus memahami konteks tuturan. Karena, dengan memahami konteks tuturan kita tahu, dengan siapa kita berbicara, di mana tempat ujaran itu dilakukan, dan apa tujuan ujaran tersebut dilakukan sehingga mitra bicara tdak tersinggung dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Kajian mengenai kesantunan berbahasa selama ini sudah banyak dilakukan, mulai dari tuturan secara langsung yang menjadi objek kajiannya sampai dengan tulisan di media masa dan hasil karya sastra para sastrawan yang selalu menarik untuk dijadikan objek penelitian. Karya sastra merupakan suatu proses penulis kreatif yang dapat membuat persepsi berbeda dari tiap pembaca. Tata bahasa yang digunakan, pilihan kata, dan kesantunan dalam teks sebuah karya sastra akan menjadi penilaian bagi pembaca. “Karya sastra adalah salah satu hasil dari bentuk komunikasi manusia yang tertulis. Karya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas
3
pengertiannya dari pada karya fiksi.”2 Melalui karya sastra penulis menyampaikan pesan dan nilai kehidupan. Bagaimanakah cara penyampaian pesan dan penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang sastrawan dalam menulis, santun ataupun tidak santun hanya pembaca yang dapat menilainya. Karena sebuah karya sastra tidak dituntut untuk menghasilkan karya yang bernilai santun, namun pembacalah yang harus teliti dalam memilih karya sastra yang banyak mengandung pesan dan nilai kehidupan. Karya Arifin C. Noer banyak diilhami dari kehidupan masyarakat. Drama hasil tulisan Arifin C. Noer biasanya tidak menentu arahnya, bagitu juga karakter tokoh-tokohnya yang diciptakan juga tidak menentu namun jika dibaca dan dipahami secara mendalam karya-karya Arifin C. Noer penuh dengan pesan moral dan nilai-nilai kehidupan. Seperti halnya dalam naskah drama Umang-Umang yang bernuansa sosial yang menceritakan kehidupan masyarakat kelas bawah yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga mereka melakukan tindakan kejahatan. Dalam naskah drama Umang-Umang banyak terdapat dialog-dialog yang bersifat memerintah, menghina dan mencaci yang semuanya banyak melakukan penyimpangan dari aturan-aturan berkomunikasi yang digariskan oleh prinsipprinsip pragmatik. Naskah drama Umang-Umang ini secara jelas tidak mengindahkah nilai-nilai kesantunan, namun untuk memahami sebuah naskah diperlukan latar belakang atau konteks terjadinya penyimpangan tersebut. Kebanyakan drama karya Arifin C. Noer menceritakan tokoh-tokohnya memimpikan kehidupan yang bahagia dan penuh hayalan, tetapi selalu terbentur dengan lingkungan, kepribadian dirinya dan keinginan-keinginan tokoh lain. pertimbangan memilih objek penelitian berupa naskah drama Umang-Umang ini karena dalam drama Umang-Umang sering diwarnai penyimpangan prinsipprinsip kesantunan. Drama Umang-Umang juga memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki penokohan yang unik, dimana dalam cerita ada tokoh yang 2
Wellek dan Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta:PT Gramedia Utama, 1993), h. 3- 4
4
memiliki peran ganda. Pertama dia berperan sebagai Waska yang merupakan pemimpin penjahat, Waska digambarkan sebagai seorang Nabi bagi pengikutnya, kedua dia berperan sebagai tokoh Semar layaknya sebagai dalang yang menuntun cerita dalam naskah ini. Sebenarnya banyak media sastra lain yang di dalamnya banyak terdapat pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, namun naskah drama UmangUmang ini dipilih karena di dalam naskah drama Umang Umang ini terdapat ujaran yang memenuhi prinsip kesantunan. Ujaran tersebut menarik untuk diteliti karena dibalik ujaran tersebut ada maksud ujaran dan mengandung prinsip kesantunan. Membahas kesantunan berbahasa berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia
di SMP. Penulis mengimplikasikan hasil penelitian pada kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP yaitu materi berdiskusi. Saat pembelajaran diskusi masih banyak siswa yang menggunakan bahasa yang kurang santun dalam penyampaian sanggahan atau pendapat dalam berdiskusi di kelas. Sehingga dalam penelitian mengenai kesantunan berbahasa ini diharapkan nantinya siswa dapat menyampaikan
sanggahan
ataupun
pendapat
dalam
berdiskusi
dengan
menggunakan bahasa yang santun sehingga tidak menyinggung perasaan temantemannya. Maka dari itu, penulis ingin menganalisis kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Sebagai makhluk sosial manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. 2. Kurangnya kesantunan berbahasa manusia sebagai makhluk sosial dalam berkomunikasi.
5
3. Pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dengan kajian pragmatik 4. Impliksi kesantunan berbahasa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. C. Pembatasan Masalah Banyaknya permasalahan yang diidentifikasi, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penelitian ini menggunakan prinsip kesantunan Leech yang merupakan teori yang sesuai dengan kenyataan dan dianggap lengkap. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah mengenai kesantunan berbahasa yang dianalisis, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer? 2. Bagaimanakah implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat dijelaskan tujuan dari analisis ini adalah: 1. Untuk mendapatkan data yang bersifat deskriptif tentang kesantunan berbahasa yang mematuhi dan melanggar pada naskah drama UmangUmang karya Arifin C Noer. 2. Untuk
mendeskripsikan
implikasi
kesantunan
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.
berbahasa
terhadap
6
F. Manfaat Pelitian 1. Manfaat secara teoretis Manfaat teoretis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan untuk perkembangan teori-teori pragmatik dan juga untuk membantu penelitian-penelitian
selanjutnya
yang
berhubungan
dengan
kesantunan
berbahasa. 2. Manfaat secara praktis Penelitian ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan kesantunan berbahasa pembaca maupun para peserta didik dalam berkomunikasi baik terkait pembelajaran di sekolah atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Selain itu penelitian ini dapat membantu menanamkan pendidikan karakter pada peserta didik maupun pembaca.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pragmatik 1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik Pragmatik tidak lahir begitu saja. Pragmatik lahir melalui pemikiran kritis para ahli yang merasa tidak puas dengan ilmu linguistik yang hanya membahas tentang bahasa. Maka karena rasa ketidakpuasan tersebut, para ahli bahasa terus mengembangkan ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna, sehingga lahirlah semantik dan pragmatik, kedua ilmu tersebut sama-sama mengkaji makna tetapi semantik mengkaji makna sesuai arti harfiahnya sedangkan pragmatik mengkaji makna sesuai konteksnya atau situasi pada saat tuturan itu diucapkan. Sekarang pragmatik menjadi pembicaraan yang serius. kajian pragmatik begitu luas dan rumit, sehingga banyak para ahli mencoba mengkaji pragmatik dan akhirnya menghasilkan defenisi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tokoh-tokoh
yang
mencetuskan atau memulai pengkajian tentang pragmatik. Moris pada tahun 1938, berkontribusi terhadap penamaan pragmatik. Moris mendefenisikan pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang tanda. “Menurut Moris semiosis adalah sesuatu yang ditandai penanda definite. Mediator adalah sarana tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah interpretan; perantara proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah designata.”1 Bagaimana bahasa itu berhubungan dengan makna yang ingin disampaikan oleh penutur, dan makna yang terkadung dalam ucapan sipenutur tergantung dari situasi yang terjadi pada saat tuturan tersebut terjadi.
1
Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, terj. dari Approaches to Discourse, oleh Unang Dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), h. 269.
7
8
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun ilmu ini jarang atau tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa sebelumnya . Menurut Leech “Hal ini dilandasi oleh semakin tertariknya para linguis untuk menguak hakikat bahasa dan tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.”2 Pragmatik mengakibatkan serasi atau tidaknya penggunaan bahasa dalam komunikasi. Leech menyatakan “pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis, namun, sebagai seorang strukturalis ia masih menganggap „makna‟ terlalu rumit untuk dipikirkan secara sungguh-sungguh.”3 “Pada awal tahun 1960-an Kazt bersama kawan-kawannya mulai, menemukan cara mengintegrasikan makna dalam teori linguistik. Lakoof dan Ross pada tahun 1971 menandaskan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa.”4 Kehadiran pragmatik sebagai tahap terakhir dari perkembangan linguistik yang sangat luas bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks. Pragmatik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan situasi. Pakar pragmalinguistik yang mengemukakan pengertian pragmatik yaitu Jacob L. Mey, dikutip oleh Nuri Nurhaidah “memberikan acuan pragmatik sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatar-belakanginya.”5 “Levinson dikutip Kunjana, mendefenisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.”6 Menurut 2
Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. dari The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 1. 3 Leech, op. cit., h. 2. 4 Ibid. 5 Nuri Nurhaidah, Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart Writing, 2014), h. 21. 6 Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2005), h. 48.
9
Parker yang dikutip oleh Kunjana bahwa “pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari sturuktur bahasa secara eksternal.”7 George Yule mengemukakan “Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener(or reader).”8 Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang komunikasi antara pembicara dan bagaimana interpretasi oleh pendengar. Selanjutnya dalam buku Gunarwan juga mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pragmatik diantaranya, “Yule mengatakan pragmatik itu mengkaji makna kontekstual: bagaimana ada lebih banyak yang dikomunikasikan daripada yang (sebenarnya) diucapkan.”9 “Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai kajian makna di dalam interaksi.”10 “Richards mengatakan pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa di dalam komunikasi, terutama hubungan di antara kalimat dan konteks serta situasi penggunaan kalimat itu.”11 Ahli lain mengemukakan batasan pragmatik yakni Tarigan. Menurut Tarigan “pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.”12 Pendapat para ahli tersebut senada bahwa pragmatik adalah kajian mengenai makna bahasa yang berdasarkan kepada konteks saat interaksi berlangsung. Misalnya cuaca sedang panas, di dalam kelas sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar yang di dalam ruangannya tidak ada pendingin ruangan dan pintunya tertutup. Kemudian guru berkata “cuacanya panas sekali ya?” sambil kipaskipas dengan tangannya. Seorang murid kemudian membuka pintu ruangan kelas 7
Ibid. George Yule, Pragmatics,(New York: Oxford University Press 1996), h. 3. 9 Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007), h. 51. 10 Ibib, h. 51. 11 Ibid, h. 218. 12 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2009), h. 31. 8
10
tersebut. Dari peristiwa di atas dapat di simpulkan sebagai peristiwa pragmatik. Ketika guru berkata cuacanya panas sekali, guru tersebut bermaksud menyuruh muridnya untuk membuka pintu, tetapi tidak diungkapkan secara langsung. Murid dapat memahami makna yang terdapat dalam kalimat gurunya tersebut karena konteksnya ruangan terasa panas. Dari beberapa pendapat ahli sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah bagian dari ilmu bahasa yang terkait dengan aspek pemakaiannya, penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicaraan sesuai konteks atau keadaan saat ujaran dilakukan. Konteks dalam tuturan yang digunakan oleh pengguna bahasa juga dipengaruhi oleh budaya yang terjadi dalam masyarakat. Jika dalam golongan masyarakat telah sepakat terhadap sesuatu tanda yang menjadi simbol dari sebuah tuturan maka hal tersebut dapat disepakati bersama dan dipakai dalam masyarakat. 2. Teori Kesantunan Berbahasa Sebagai makhluk sosial manusia perlu melakukan komunikasi. Agar proses komunikasi berjalan lancar setiap penutur dan mitra tutur haruslah dapat saling bekerja sama. Selanjutnya, bekerja sama yang baik dalam berkomunikasi salah satunya dapat dilakukan dengan berlaku santun. Dalam kamus linguistik umum, “kesantunan adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Kesantunan tersebut di bagi menjadi dua yaitu, pertama kesantuan positif adalah hal memperlihatkan solidaritas dengan orang lain, kedua kesantunan negatif adalah hal memperlihatkan akan hak orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu atau dipaksa melakukan sesuatu.”13 Sehingga kesantunan diartikan sebagai tindakan menghargai atau menghormati orang lain. Diketahui bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Hakikat kesantunan berbahasa adalah hal yang paling mendasar yang dapat menjadi sebuah prinsip dan 13
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik,(Jakarta:PT Gramedia, 2008), h. 119.
11
strategi dalam hal kehalusan dalam berbahasa yang baik dan benar. Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar atau pembaca. “Secara umum sopan santun berkenaan dengan hubungan antara dua pemeran serta yang boleh dinamakan dengan diri dan lain.”14 Hal ini bermakna bahwa kesantuan melibatkan penutur dan mitra tutur. Namun tidak menutup kemungkinan, kesantunan juga ditujukan pada pihak ketiga yang ada dalam situasi tutur yang bersangkutan. Suatu tuturan bisa dianggap sopan, namun di tempat yang lain bisa saja menjadi tidak sopan. Setiap orang harus memiliki tatacara berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai negatif seperti, disebut sebagai orang yang sombong, egois, angkuh bahkan tidak berbudaya. Menurut Keith Allan dalam Kunjana menjelaskan, “dengan demikian dapat ditegaskan bahwa berbicara atau bertutur sapa yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial.”15 Aktivitas yang asosial tersebut merupakan tindakan yang tidak santun. Menghargai orang lain menjadi hal yang sangat penting dalam bersosialisasi, karena tidak seorang pun manusia yang hidup dimuka bumi ini dapat menjalani kehidupannya secara individu tanpa bantuan dari orang lain. Perkembangan pragmatik, sebagaimana layaknya perkembangan ilmu yang lain, yang pada gilirannya memicu pendapat dari para ahli sehingga menghasilkan teoriteori baru. Awalnya terdapat teori Grice, yang mengembangkan prinsip pragmatik yang disebut Prinsip Kerja Sama (PKS). Namun, terdapat pelanggaran prinsip kerjasama karena, dalam ujaran penutur tidak hanya cukup dengan mematuhi prinsip kerja sama tetapi juga diperlukakn prinsip kesantunan. Akibatnya muncul para ahli yang mengemukakan konsep kesantunan.
14 15
Leech, op. cit., h. 206. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (jakarta: Erlangga, 2009), h. 22.
12
Diantaranya yaitu pandangan Lakoff dan Leech tentang kosep kesantunan yang dirumuskan
dalam
prinsip
kesantunan.
Selanjutnya
Brown
dan
Levinson
merumuskan konsep kesantunan dengan teori kesantunan. Muncunya teori dan prinsip kesantunan tersebut karena adanya pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS) Grice. Robin Lakoff dalam Chaer menyatakan agar ujaran kita terdengan santun oleh orang lain ada tiga kaidah yang harus dipenuhi. “Kaidah tersebut adalah kaidah formalitas (formality), kaidah ketidaktegasan (hesitancy) dan skala kesamaan atau kesekawanan (aquality or cameraderie).”16 Skala formalitas memiliki arti bahwa dalam berujaran tidak boleh memaksa dan menunjukkan keangkuhan. Skala ketidaktegasan, orang tidak boleh bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur, dan disarankan penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Skala kesamaan atau kesekawanan berarti penutur menganggap mitra tuturnya sebagai sahabat, mempunyai rasa kesekawanan dan kesejajaran dan buatlah mitra tutur merasa senang. Kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson dalam Elizabeth, telah mengembangkan sebuah teori kesopanan yang sudah banyak diterima, yang mereka yakini memiliki validitas secara lintas budaya. “Secara ringkasnya, teori ini menyatakan bahwa orang akan termotivasi oleh kebutuhan mereka untuk mempertahankan “harga diri” (face) mereka, yaitu harga diri dalam artian sosiologis, seperti yang dikembangkan Goffman, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan atau penghargaan dari orang lain dan mempertahankan perasaan bahwa dirinya adalah berarti dihadapan orang lain.”17 Brown dan Levinson membagi dua kebutuhan dalam setiap proses sosial, yaitu kebutuhan untuk diapresiasikan dan kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang pertama disebut muka 16
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 46. Elizabeth Black, Stilistika Pragmatis, Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011), h.153. 17
13
positif dan muka negatif. Muka positif maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya atau yang dimilikinya, diakui oleh orang lain sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, dikagumi dan dihargai. Contohnya pada kalimat diberikut ini: (1)
Saya senang kalau anda berkunjung ke rumah saya.
Kalimat di atas merupakan ujaran yang santun karena penutur senang dan menghargai tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan muka negatif maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apapun yag dilakukannya dibiarkan saja oleh penutur dan tidak menyuruh melakukan sesuatu. Seperti contoh kalimat dibawah ini yang dianggap tidak santun karena penutur melarang kebebasan orang lain untuk melakukan sesuatu. (2)
Jangan berteriak dalam ruangan ini!
Renkema mengemukakan dalam Jaszczolt “berdasarkan konsep face yang dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson membangun teori tentang hubungan intensitas FTA dengan kesantunan yang terealisasi dalam bahasa.”18 “Intensitas FTA diekspresikan dengan bobot atau weight (W) yang mencangkup tiga parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat ganguan atau rate of imposition (R), kedua jarak sosial atau social distance (D) dan ketiga, kekuasaan atau power (P) yang dimiliki mitra bicara.”19 Maksud dari bobot misalnya dapat kita contohkan ketika seseorang meminjam sesuatu barang kepada orang lain antara pulpen dan laptop maka ketika meminjam laptop seseorang akan lebih santun dibandingkan ketika meminjam pulpen, Karena bobot barang yang dipinjam berbeda. Jarak sosial dapat dicontohkan dengan ketika meminjam sesuatu kepada orang lain ujaran seseorang akan lebih santun dibandingkan kepada saudara sendiri. Saat berbicara dengan dosen 18
K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse, (London:Longman,2002), h. 181. 19 Ibid.
14
akan lebih santun dibandingkan berbicara dengan teman sendiri karena kekuasaannya berbeda. Selanjutnya Leech mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan yang dijabarkan menjadi maksim-maksim atau bidal-bidal. “Prinsip-prinsip kesantunan yang dikemukakan Leech ada enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim penerimaan (maxim of generosity), maksim kemurahan (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (symphaty maxim).”20 “Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik kepada pendengar, mengurangi yang tidak tepat dan membalikkan strategi pembicaraan tentang seseorang.”21 kesantunan yang ditawar oleh Leech tersebut lebih mementingkan orang lain dan mengurangi kepentingan bagi diri sendiri. Seseorang dikatakan santun apabila ujarannya tidak merugikan orang lain walaupun dirinya sendiri mengalami kerugian. Berikut penjabaran keenam maksim tersebut: a. Maksim kebijaksanaan (Tact Maxim), maksim ini kadang disebut juga dengan maksim kearifan.
Maksim kebijaksanaan seseorang dapat dikatakan santun
apabila tuturan itu “memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan meminimalkan kerugian pada pihak lain.”22 Berikut contoh tuturan yang penuturnya memaksimalkan keuntungan untuk orang lain dan meminimalkan kerugian pada pihak lain. (3) A : Mari saya bawakan tas Bapak! B : Jangan, tidak usah!
20
Chaer, cp. cit. h. 56. Jaszczol, op. cit., h. 176. 22 Leech, loc cit.
21
15
Pada percakapan no (3) di atas, terlihat penutur A santun dan yang menjadi mitra tuturnya yaitu B juga menjawab dengan santun. Penutur A berusaha memberikan keuntungan bagi mitra tuturnya. (4) A : Mari saya bawakan tas Bapak! B : Ini, begitu dong jadi mahasiswa! Percakapan no (4) terlihat mitra tutur tidak santun, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian pada diri sendiri. b. Maksim penerimaan (Maxim of Generosity), maksim penerimaan juga sering disebut dengan maksim kedermawanan. Tuturan dapat dikatakan santun apabila “buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.”23 Maksim penerimaan berpusat pada diri, dimana diri sendiri yang memberikan tawaran-tawaran kebaikan kepada orang lain. Berikut contoh tuturan maksim penerimaan. (5) Belikan saya minuman di warung! (6) Saya bersedia membelikan minuman untuk Bapak ke warung. Kalimat (5) merupakan kalimat yang tidak santun, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Kalimat tersebut tidak memenuhi maksim penerimaan, berbeda dengan kalimat (6) yang meminimalkan keuntungan pada diri sendiri dan memaksimalkan kerugian pada diri sendiri. c. Maksim kemurahan (Maxim of Approbation), maksim kemurahan sering diseut juga dengan maksim pujian. Tuturan dapat dikatakan santun apabila penutur berusaha “mengecam orang lain sesedikit mungkin dan memberikan pujian kepada orang lain sebanyak mungkin.”24 Untuk lebih jelasnya simak tuturan berikut ini: (7) A : Bajumu bagus sekali. 23 24
Leech, loc. cit. Ibid, h. 207.
16
B : Wah biasa aja, bajumu juga bagus. (8) A : Bajumu bagus sekali. B : Iya dong, baru beli ini. Tuturan (7) antara penutur dan mitra tuturnya sama-sama santun, karena samasama memaksimalkan rasa hormat atau memberi pujian bagi orang lain. Penutur A memaksimalkan keuntungan pada mitra tuturnya B, penutur B meminimalkan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tuturan (8) penutur A memperlihatkan kesantunan. A memaksimalkan pujian pada mitra tuturnya B, tetapi B berlaku tidak santun karena meminimalkan rasa hormat pada mitra tuturnya. d. Maksim kerendahan hati (Maxim of Modesty), tuturan dapat dikatakan santun apabila “meminimalkan pujian pada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada orang lain.”25 Berikut contoh yang memenuhi maksim kerendahan hati dan yang tidak memenuhi maksim kerendahan hati. (9)
Maaf, saya ini orang kampung.
(10)
Saya ini anak kemaren, Pak.
(11)
Hanya saya yang bisa seperti ini.
(12)
Asal kalian tau, saya lebih dulu makan garam dari kalian.
Tuturan (9) dan (10) menunjukkan kesantunan memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut meminimalkan pujian bagi diri sendiri. Berbeda dengan tuturan (11) dan (12) tidak memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut memperlihatkan kesombongan yaitu memaksimalkan pujian bagi diri sendiri. e. Maksim kesetujuan (Maxim of Agreement) disebut juga maksim kecocokan agar setiap penutur dan mitra tutur “meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri
25
Jaszczolt, loc. cit.
17
dengan orang lain dan maksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain,”26 maka itu dikatakan dengan santun. Simak petuturan berikut: (13) A : Menurut saya, kita berangkat besok saja! B : Saya setuju, sepertinya itu lebih baik. (14) A : Menurut saya, kita berangkat besok saja! B : Tidak bisa, kita harus berangkat sekarang! Tuturan (13) memenuhi maksim kesetujuan, penutur A dan B sama-sama setuju dan sesuai. Sedangkan tuturan (14) tidak memenuhi maksim kesetujuan karena penutur B menentang pendapat penutur A. f. Maksim simpati (Maxim of Sympathy), dikatakan santun apabila “meminimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain.”27 Bila mitra tutur memperoleh keberuntungan penutur memberikan ucapan selamat. Jika mitra tutur mendapatkan musibah penutur menyampaikan rasa duka. Contoh tuturan yang menyatakan maksim simpati. (15)
A : Aku berhasil memenangkan lomba cerdas cermat kemarin. B : Selamat ya, kamu memang hebat.
(16)
A : Saya telah mengeluarkan banyak uang untuk mendirikan perusahaan ini, tapi sampai sekarang belum juga ada hasilnya. B : Bersabarlah, tidak ada usaha yang sia-sia, nanti juga pasti ada hasilnya.
(17)
A : Ibu saya gagal dioperasi hari ini. B : Ya udahlah, santai aja kali.
Tuturan (15) penutur B memenuhi maksim kesimpatian, karena ketika penutur A menyampaikan keberhasilannya dan mitra tuturnya B memberi selamat kepada A. Tuturan (16) merupakan contoh tuturan yang santun dan memenuhi maksim simpati karena si B menunjukan rasa simpatinya terhadap si A. Ketika A mengeluh B tetap 26
Tarigan, op. cit., h. 72. Ibid.
27
18
menyemangati A. Sedangkan tuturan (17) tidak memenuhi maksim kesimpatian karena B tidak menunjukkan rasa simpati sedikitpun terhadap apa yang dialami A. Sebagai kesimpulan untuk teori Leech ini dapat dinyatakan inti maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan yaitu memberikan keuntungan bagi orang lain. Inti maksim kemurahan dan maksim kerendahan hati yaitu memaksimalkan pujian pada orang lain. Sedangkan inti maksim kecocokan atau persetujuan yaitu menyatakan persesuaian dengan orang lain. Inti maksim simpati yaitu meyatakan rasa simpati terhadap orang lain. 3. Konteks Berbicara pragmatik tidak terlepas dari pembicaraan tentang konteks. “Telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimatkalimat adalah telaah mengenai tindak ujar (speech acts), dalam menelaah tindak ujar kita harus menyadari betapa pentingnya konteks ucapan.”28 Istilah konteks didefenisikan oleh Mey yang dikutip oleh F.X. Nadar yaitu, “situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta petuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.”29 Selanjutnya pentingnya konteks juga ditekan oleh Nuri Nurhaidah yang menyebutkan bahwa “Konteks adalah rangkaian dari asumsi-asumsi untuk menghasilkan efek dari sebuah tuturan.”30 Setiap bertutur dalam komunikasi penutur dan mitra tutur berada dalam konteks tertentu yang sama-sama telah mereka ketahui. Mitra tutur dapat memahami arti dari ujaran penutur berdasarkan konteks dalam tuturan tersebut. “Hymes membuat akronim SPEAKING dalam permasalahan konteks yaitu, settings, participants, ends, act of sequence, keys, instrumentalis norms dan genres
28
Tarigan, loc. cit. F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.4. 30 Nurhaidah, op. cit., h. 54. 29
19
untuk mempermudah pola-pola komunikasi,”31 dikutip oleh F.X Nadar. Berikut uraian mengenai SPEAKING. a. (S) merupakan singkatan dari setting/latar dan scene/suasana. Setting mengacu pada waktu dan tempat saat peristiwa tutur berlangsung. Sedangkan scene mengacu pada adegan yang terjadi saat tuturan berlangsung. b. (P) merupakan singkatan dari partisipant/peserta. Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur, merupakan peserta tuturan. c. (E) adalah singkatan dari ens/tujuan. Mengacu pada hasil akhir dari respon percakapan, dan tujuan personal yang dicari oleh peserta percakapan. d. (A) adalah singkatan dari act sequence/urutan tindakan. Mengacu pada bentuk dan isi yang aktual dari kata-kata yang digunakan. e. (K) adalah singkatan dari key/kunci. Mengacu pada nada dan cara tuturan itu diucapkan, diantaranya serius, mencekam, menakutkan, kegembiraan, kelembutan. Kunci yang dimaksud adalah pada gerak tubuh. f. (I) adalah singkatan instrumentalities/sarana. Mengacu pada saluran (verbal, nonverbal, fisik) bentuk-bentuk tuturan yang diambil repertoar masyarakat. g. (N) merupakan singkatan dari norms/norma. Merupakan perilaku tertentu yang berkaitan erat dengan peristiwa tutur baik dari voelume suara, ekspresi dan gerak tubuh. h. (G) merupakan singkatan dari genre/jenis. Merupakan jenis bahasa ujaran, seperti ungkapan, pantun, pribahasa, motto, nasehat, lelucon, yang semuanya ditandai dengan cara yang tidak biasa. 32 Jadi Konteks situasi yang dimaksud adalah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi. Hal ini dapat berhubungan dengan tempat, waktu, kondisi psikologis penutur, respons lingkungan terhadap tuturan, dan sebagainya.
31 32
Nadar, op, cit., h. 7. Ibid., h. 56.
20
B. Drama Sampai sekarang belum ada kesepakatan baku secara universal tentang pengertian sastra karena sifat sastra yang dinamis terus berkembang. Sapardi Djoko Damono memaparkan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya: bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.33 Medium sastra adalah bahasa, sehingga pembaca sastra harus memahami kaidah-kaidah bahasa yang digunakan dalam teks sastra. “Horatius adalah seorang pemikir Romawi menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai hiburan dan memberi manfaat bagi pembacanya, yang disebutnya “dulce et utile”.”34 Sastra digunakan untuk menyampaikan pesan tentang sesuatu yang baik dan buruk. Biasanya penikmat sastra akan mendapatkan hiburan setelah membaca sebuah karya sastra. Saat sekarang ini peminat sastra semakin banyak. Jenis karya sastra pun beragam, mulai dari novel, puisi, cerpen, prosa fiksi dan drama. Indonesia mempunyai banyak pengarang dan dan penyair hebat yang telah menghasilkan berbagai jenis karya sastra dan memperoleh banyak penghargaan. Salah satu jenis karya sastra yang menarik adalah drama, karena teks drama mempunyai ciri yaitu ada petunjuk lakunya, sehingga pembaca lebih bisa membayangkan adegan yang terjadi dalam teks drama tersebut. Banyak pengarang Indonesia yang menulis teks drama, salah satunya Arifin C. Noer yang telah banyak memperoleh penghargaan baik dalam negeri maupun luar negeri. 1. Pegertian Drama Sebagai salah satu genre sastra, drama mempunyai tujuan yang lain dari hasil karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi. Drama mempunyai tujuan khusus yaitu untuk dipentaskan atau dipertunjukkan. “Kata drama berasal dari kata Yunani dramai 33
Endah t. Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 12. 34 Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra, (Magelang:Indonesia Tera, 2003), h. 19.
21
yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya., jadi drama berarti perbuatan atau tindakan.”
35
Drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Baik
drama maupun teater muncul dari rangkaian upacara keagamaan, secara ritual pemujaan terhadap para dewa.
”Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar
Vergahen drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.”36 Dalam drama seseorang memainkan peran dan bisa menjadi siapa saja, sesuai keinginan sutradara. “Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekpresikan secara langsung.”37 Drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. “Drama termasuk ragam sastra karena ceritanya (lakon drama) bersifat imajinatif dalam bentuk naskah drama.”38 Apakah sebuah drama itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan adanya dialogue atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada dan adanya petunjuk laku. 2. Karakteristik Drama Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk karya sastra lainnya. “Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek , yakni aspek cerita bagian dari sastra, yang kedua adalah aspek pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau seni teater. Kedua aspek ini walaupun sepintas lalu seperti terpisah, yang satu berupa naskah dan yang lain berupa pementasan, namun pada dasarnya merupakan satu totalitas.”39 Kedua aspek dalam 35
Hasanudin, Drama karya dalam dua dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), h.2 ibid, h. 2 37 Ibid, h.2 38 Widjoko&Endang Hidayat, Tori Sejarah dan Sastra Indonesia, (Bandung : UPI PRESS, 2006), h. 66. 39 Ibid, h.157. 36
22
drama yaitu aspek cerita dan aspek pementasan saling berkaitan adanya pementasan karena adanya cerita. Sebagai genre sastra, drama dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. “Secara umum terdapat unsur yang yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri yang sering disebut unsur intrinsik dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang berasal dari luar dan disebut unsur ekstrinsik.”40 Dari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsurunsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya bahasa. Karya sastra dapat terbentuk juga karena kekreatifan seorang pengarang. Pengalaman hidup dapat saja menjadi pendorong bagi pengarang untuk membuat cerita, dorongan dari luar tersebut merupakan unsur ekstrinsik dari sebuah naskah drama. Drama dalam kapasitas sebagai seni pertunjukan hanya dibentuk dan dibangun oleh unsur-unsur yang yang menyebabkan suatu pertunjukan dapat terlaksana dan terselenggara. “Menurut Damono ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebabkan drama dapat dipertunjukkan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan, dan unsur penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian misalnya komposisi pentas, tata busana, tata rias, pengcahayaan, tata suara.”41 Ketika sebuah teks drama akan dipentaskan, sutradara dan timnya harus memikirkan busana yang akan digunakan oleh pemain, bagaimana tata riasnya, tata panggung, pengcahayaan dan lain sebagainya yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pertunjukkan atau pementasan. Pada intinya karakteristik dalam drama itu ada dua yaitu drama sebagai genre sastra dan drama sebagai pertunjukan atau seni lakon. Dalam hal ini penulis mengkaji salah satu karya Arifin C. Noer, drama yang berjudul Umang-Umang. 40
Hasanudin, op.cit., h. 8 Ibid
41
23
C. Biografi Arifin C. Noer “Arifin Chairin Noer lahir di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret1941.”42 Beliau lebih dikenal sebagai Arifin C. Noer. Beliau adalah sutradara teater, dan film
yang
beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Kepiawaiannya tidak hanya itu saja beliau juga menulis cerita dan skenario. Film-film yang disutradari oleh Arifin adalah film-film bermutu dan laku, tidak heran filmnya mendapatkan dan memenangkan berbagai penghargaan. Arifin C. Noer adalah anak kedua dari Mohammad Adnan. Menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Muhammadiyah, Cirebon, lalu SMA Negeri Cirebon tetapi tidak tamat, kemudian pindah ke SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Arifin C. Noer menikmati pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Ketika masa SMA Arifin bersekolah di dua tempat karena sekolah yang di Cirebon tidak tamat beliau pindah ke SMA Jurnalisitik. Arifin C. Noer Mulai menulis cerpen dan puisi sejak SMP dan mengirimkannya ke majalah yang terbit di Cirebon dan Bandung. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Di sini ia menemukan latar belakang teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama bentukan Rendra tersebut ia juga mulai menulis dan menyutradarai lakon-lakonnya sendiri, seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek Pemuda Pekerja. Tak diragukan lagi kepiawaian Arifin dalam menulis itu semua terbukti dari karya-karyanya yang sudah banyak dan bermutu. “Kreativitasnya di bidang penulisan puisi dan drama makin berkembang sejak Pindah ke Yogyakarta di tahun 1960. Kemudian saat kuliah di Universitas Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater Muslim yang dipimpin Mohammad 42
Hardo S., “Arifin C. Noer, Sineas Lengkap”, Suara Karya Minggu, Jakarta, Minggu ke 3 Agustus 1992, h. 3.
24
Diponegoro.”43 Ia kemudian hijrah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil, di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karier sebagai manajer personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan wartawan Harian Pelopor Baru. Naskah-naskahnya menarik minat para dramawan dari generasi yang lebih muda, sehingga banyak dipentaskan di mana-mana. Karyanya memberi sumbangan besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia. “Putu Wijaya menyebut Arifin sebagai pelopor teater modern Indonesia. Tak sekadar dramawan dan sutradara, ia juga seorang pemikir.”44 Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stanbul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir. Menurut penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin. Arifin kemudian berkiprah di dunia layar perak sebagai sutradara. “Pada film Pemberang ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972 dan mendapat piala The Golden Harvest. Ia kembali terpilih sebagai penulis skenario terbaik untuk film Rio Anakku dan Melawan Badai pada Festival Film Indonesia 1978. Ia mendapat Piala Citra.”45 Penghargaan yang diperoleh Arifin tak pernah puas iya dapatkan iya terus berkarya. “Film perdananya Suci Sang Primadona, 1977, melahirkan pendatang baru Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai aktris terbaik Festival Film Indonesia 1978.”46 Film perdananya yang sudah menghasilkan pemain berkualitas, memacu Arifin untuk terus berkarya dan terus menerus film-film selanjut Arifin meraih penghargaan. Menyusul film-film lainnya: Petualangan-Petualangan, Harmonikaku, Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa, Matahari-Matahari. “Serangan Fajar dinilai sebagai film 43
Hardo. S. Loc. Cit. Heryus Saputro, “Jejak Langkah Arifin C. Noer”, Femina, jakarta, 18 0ktober 1995, h. 10. 45 Hardo. S., Loc. Cit. 46 Ibid. 44
25
FFI terbaik 1982 dan menyabet 5 piala citra.”47 Salah satu film Arifin yang paling kontroversial adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film tersebut adalah filmnya yang terlaris dan dijuluki superinfra box-office. Film ini diwajibkan oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September pada tahun 1965. Peraturan ini kemudian dihapus pada tahun 1997. Melalui film itu pula Arifin kembali meraih Piala Citra 1985 sebagai penulis skenario terbaik. “Pada FFI 1990, filmnya Taksi dinyatakan sebagai film terbaik dan meraih 7 Piala Citra.”48 Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri diraihnya, Tangan Arifin dingin, beliau dapat memilih mana yang terbaik bagi pemain dan naskah-naskah yang terbaik yang hendak dimainkannya. Selanjutnya tentang kehidupan rumah tangga Arifin, kesusksessan Arifin juga didukung oleh keluarganya. Beliau menikah dengan Nurul Aini, istrinya yang pertama, dikaruniai dua anak: Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai tahun 1979. Arifin kemudian menikah dengan Jajang Pamoentjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan Filipina, yang juga seorang aktris dikenal dengan nama Jajang C. Noer. Darinya, Arifin mendapat dua anak, yaitu: Nitta Nazyra dan Marah Laut. Arifin C. Noer wafat di Jakarta karena sakit kanker hati pada 28 Mei 1995. D. Sinopsis Naskah drama Umang-Umang Drama Umang-Umang menceritakan tentang derita masyarakat bawah yang sangat kekurangan dalam kebutuhan ekonomi sehingga memaksa mereka untuk melakukan tindak kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini mereka dipimpin oleh seorang penjahat besar yang bernama Waska serta anak buah yang bernama Ranggong dan Borok. Waska adalah sosok pemimpin yang tegas, kuat dan tidak takut dengan bahaya yang mengancam kehidupannya.
47 48
Ibid. Ibid.
26
Karena kemiskinan mereka berpindah ke kota, tetapi bukannya menjadi kaya mereka tetap saja miskin. Kemiskinan inilah yang memojokan mereka untuk melaukan tindakan kejahatan. Waska memiliki keinginan dalam hidupnya untuk menaklukan dunia. Maka dia merencanakan untuk merampok bank dan perusahaanperusahaan besar yang ada. Waska meminta bantuan anak buahnya Ranggong untuk melakukan rencana tersebut. Hal tersebut dilakukan karena Waska tidak tega melihat kaumnya menderita. Namun secara tiba-tiba Waska jatuh sakit, penyakit lamanya kambuh lagi, dia membeku seperti patung. Ketika dalam keadaan sakit Bigayah pacar Waska datang minta dinikahi, tetapi Waska tidak mau menikah karena menikah baginya bukan kejahatan. Bigayah mencintai Waska dengan sepenuh hati. Dalam keaadaan sakit Waska tetap mengomandoi penjarahan itu tanpa bisa dihalangi oleh siapapun, termasuk sahabatnya Jonathan yang merupakan seorang seniman. Ranggong anak buah Waska takut kalau Waska sampai mati, karena Waska mempunyai rencana besar. Kemudian Ranggong bersama Borok mencari jamu mujarab yang bisa membuat mereka hidup tanpa batas. Akhirnya Ranggong dan Borok mendapatkan jamu mujarab yaitu jamu dadar bayi. Mereka mendapatkan itu dari dukun yang mereka panggil Albert dan Mbah putri Setelah mereka mendapatkan jamu tersebut dan mereka bisa hidup tanpa batas, tetapi setelah itu mereka bertiga merasa bosan dengan hidupnya. Akhirnya mereka mencari cara untuk bisa mati. Tetapi apapun cara yang mereka lakukan tetap saja mereka hidup.
27
E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu mencontek hasil penelitian orang lain, maka dari itu penulis akan memaparkan perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas. Skripsi yang berjudul “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra”. Karya Yunita ini adalah skripsi Mahasiswa Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian ini mendeskripsikan tentang pandangan hidup tokoh Waska, Yunita menemukan tiga pandangan hidup tokoh Waska yaitu (1) Waska menganggap bahwa dunia ini tidak lagi diperlukannya cinta kasih. (2) Pandangannya tentang penderitaan berubah. (3) Pandangan Waska tentang tanggung jawab yang baginya itu kekokohan hidup.49 Persamaan dari penelitian ini karya yang diteliti sama yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. noer. Perbedaannya tulisan Yunita mendeskripsikan pandangan hidup tokoh yang terdapat dalam drama, sedangkan penelitian yang penulis teliti lebih kepada bahasa yang digunakan dalam naskah yaitu tentang kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang. “Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”.50 Skripsi karya Ana Aan Setiyono Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013. Penelitian ini membahas nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan implikasinya terhadapa pembelajaran bahasa dan sastra di SMP. Tujuan Penelitian Ini adalah 49
Yunita, “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra ”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014, h. I, tidak dipublikasikan. 50 Ana Aan Setiyono, “Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”,Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal, 2013, h. i, tidak dipublikasikan.
28
mengungkapkan watak tokoh utama laki-laki dalam naskah drama Umang-Umang karya Arfin C. Noer serta mendeskripsikan implikasi pembelajaran aspek watak tokoh drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dalam pembelajaran sastra di SMP. Persamaan dalam penelitian yaitu objek yang digunakan sama-sama naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Perbedaannya Ana hasil penelitiannya bertujuan untuk mencari nilai moral yang terdapat dalam naskah drama UmangUmang sedangkan penelitian penulis bertujuan untuk mencari kesantunan bahasa dalam naskah drama Umang-Umang. Skripsi Syafrida Mahasiswa Universitas negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada tahun 2015 yang berjudul “ Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.51 Persamaan penelitian Syafrida dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang kesantunan berbahasa, dan teori yang digunakan juga sama yaitu teori kesantunan Leech. Sedangkan perbedaan penlitian yang penulis tulis dengan penelitian Syafrida yaitu pada objek yang diteliti. Syafrida yang menjadi objek kajian adalah novel karya Dewi Lestari sedangkan penelitian penulis objeknya adalah naskah drama UmangUmang karya Arifin C. Noer.
51
Syafrida, Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2015, h. I, tidak dipublikasikan.
BAB III METODE PENELITIAN Peneliti dalam melakukan penelitian membutuhkan sebuah metodelogi, agar penelitian yang dilakukan sistematis dan terorganisir. Muhammad mengatakan metodelogi, yaitu cara memahami suatu fenomena.1 Adapun unsur-unsur metodelogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Metodelogi Penelitian
Metode kualitatif deskriptif
Ancangan
Pragmatik Metode simak Kesantunan Berbahasa
Teori Geoffrey Leech
Teknik Simak Bebas Cakap
Skema Konseptual 1 Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
1
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 17.
29
Teknik
Teknik simak
Teknik Catat
30
A. Rancangan Penelitian Metodelogi dalam penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu ancangan, metode, dan teknik penelitian. Ancangan yang digunakan adalah teori pragmatik yaitu pendekatan penelitian yang “mengkaji makna dan hubungannya dengan situasi ujaran.”2 Pendekatan pragmatik ini digunakan berdasarkan pertimbangan beberapa
aspek
yang
perlu
diperhatikan
dalam
berkomunikasi.
Saat
berkomunikasi perlu diperhatikan aspek kesantunan, supaya mitra tutur tidak tersinggung. Teori kesantunan yang digunakan adalah teori Geefrey Leech, yang menyatakan enam maksim kesantunan berbahasa yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati B. Metode Penelitian Metode sangat diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah dalam penelitian. Muhammad menyatakan metode merupakan cara yang harus dilakukan untuk meraih tujuan.3 Maka perlu metode yang tepat untuk mendapat hasil penelitian yang tepat pula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Muhammad mendefinisikan “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.”4
Kemudian menurut Berg, “penelitian kualitatif
ditekankan pada deskripsi objek yang diteliti.”5 Metode penelitian kualitatif ini dipandang sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif sesuai fakta yang ditemukan di dalam teks. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis kesantunan berbahasa yang terdapat dalam naskah drama. Dalam kegiatan penelitian ini penulis menganalisis
2
Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 19. 3 Ibid, h. 203. 4 Ibid, h. 30 5 Ibid
31
data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang mematuhi dan melanggar maksim kesantunan berbahasa di dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer melalui dialog-dialog tokoh dalam drama. C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah dilaog-dialog yang dianggap mematuhi dan melanggar maksim kesantunan dalam naskah drama UmangUmang karya Arifin C. Noer. kesantunan berbahasa terlihat berdasarkan penggunaan bahasa yang digunakan dan konteks yang terjadi saat ujaran berlangsung. Kesantunan berdasarkan maksim kesantunan yang disampaikan oleh Leech yang terdiri dari enam maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati. D. Objek Penelitian Objek dalam peneltian ini adalah penggalan ujaran dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer yang diduga mematuhi dan melanggar maksim kesantunan. Naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ini terdiri dari tiga babak. Peneliti membaca, mencermati lalu mencatat ujaran dalam naskah tersebut kemudian menentukan maksimnya berdasarkan makna ujaran tersebut.
E. Pengumpulan Data Sugiyono menyatakan bahwa “teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.”6
Dalam penelitian kualitatif
ada tiga
cara
untuk
mengumpulkan data, salah satunya yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati apa-apa yang diteliti atau metode pengamatan.7 Metode yang
6
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
224 7
Muhammad, op. cit., h. 168
32
digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak sedangkan teknik yang digunakan yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat. Metode Simak Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa.8 Menyimak penggunaan bahasa dalam dialog-dialog tokoh dalam naskah drama. Adapun yang dilakukan peneliti dalam prosesnya adalah sebagai berikut: a. Menyimak; dialog-dialog tokoh dalam naskah drama disimak berdasarkan maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati. b. Membaca; membaca kembali ujaran dalam naskah drama yang mengandung maksim kesantunan. c. Memahami; memahami dialog tokoh dalam drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer berdasarkan maksim kesantunan. Metode ini selanjutnya digunakan secara cermat dengan menggunakan teknik simak bebas cakap dan teknik catat. 1. Teknik simak bebas cakap Pada teknik ini peneliti hanya sebagai pengamat saja. Peneliti menyadap perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut.9 Teknik ini cocok dilakukan dalam penelitian ini karena peneliti tidak terlibat dalam peristwa tutur hanya menjadi pengamat pada objek yang diteliti yaitu naskah drama. Peneliti menyimak dialog-dialog dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer, selain itu menyimak mengenai teori kesantunan berbahasa yaitu teori Geofreey Leech dengan cara mempelajari sumber tertulis seperti buku-buku, jurnal dan hasil-hasil penelitian terdahulu. 8 9
Ibid, h. 194. Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakara: PT RahaGrafindo Persada, 2007), h. 243.
33
Kemudian selanjutnya, peneliti mengkaji hubungan kesantunan berbahasa dengan ujaran dan petunjuk laku dalam naskah drama Umang-Umang tersebut untuk dapat memaknai maksim yang terdapat dalam ujaran tersebut. 2. Teknik Catat Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak.10 Peneliti mencatat semua data yang diperoleh dari objek yang diteliti yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. F. Jenis Data Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Identitas naskah drama tersebut adalah: Judul buku : Orkes Madun, Atawa, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, Ozone, Magma Pengarang : Arifin C. Noer
Penerbit : Pustaka Firdaus
Cetakan : pertama tahun 2000 Tebal : 812 halaman ISBN 979-541-119-5 G. Analisis Data Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan metode padan. Menurut Sudaryanto dalam Muhammad, metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan atau diteliti.11 Yang dipadankan dalam penelitian ini adalah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi yang sifatnya luar kebahasaan. Teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu. Menurut Sudaryanto dalam Muhammad teknik pilah unsur penentu merupakan teknik pilah di mana alat yang digunakan adalah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti sendiri, mengandalkan intuisi dan menggunakan pengetahuan teoritis.12 Daya pilah dalam teknik ini menggunakan daya pilah pragmatik atau disebut 10
Ibid, h. 93 Muhammad, op. cit., h. 234. 12 Ibid, h. 239. 11
34
metode padan pragmatik, adalah metode padan yang alat penentunya mitra tutur. Metode ini mengidentifikasi satuan bahasa menurut reaksi akibat yang terjadi. Ketika memilah data yang disediakan berdasarkan alat penentu ada teknik lanjutannya. Teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding menyamakan. Menyamakan diantara satuan-satuan bahasa yang ditentukan identitasnya. H. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian adalah langkah-langkah atau urutan-urutan yang harus dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Mengumpulkan teori-teori mengenai pragmatik 2. Membaca dengan cermat naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. 3. Menetapkan naskah drama Umang-Umang sebagai objek penelitian dengan fokus kesantunan berbahasa menggunakan teori Geoffrey Leech. 4. Membaca ulang dengan cermat
naskah drama Umang-Umang untuk
menemukan maksim kesantunan yang terdapat di dalam naskah tersebut dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP. 5. Mengumpulkan data yang mematuhi dan melanggar maksim kesantunan. 6. Mendeskripsikan dan menganalisis data yang mematuhi dan melanggar maksim
kesantunan
berdasarkan
maksim
kebijaksanaan,
maksim
penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim simpati. 7. Menyimpulkan hasil keseluruhan penelitian.
35
Kegiatan meneliti kesantunan berbahasa dalam naskah drama UmangUmang karya Arifin C. Noer
Teknik simak
Data kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer
Teknik simak bebas cakap, teknik catat
Klasifikasi data sesuai maksim kesantunan
Metode dan teknik analisis data
Metode analisis padan
Analisis data dan pembahasan
Teori pragmatik
Penelitian kualitatif deskriptif
Teori Rahardi
Teknik Hubung ss Banding Menyamakan
Teknik Hubung Banding Membedakan
Hasil data kesantunan berbahasa dalam naskah drama umang-Umang karya Arifin C. Noer.
Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok Skema konseptual Mahsun (2011) dan Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi peneliti skema
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Berkomunikasi selalu identik dengan kesantunan, karena kesantunan menunjukan kepribadian penutur. Kajian dalam penelitian ini adalah kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang menggunakan prinsip kesantunan Leech. Deskripsi penemuan penelitian ini mencakup pematuhan dan pelanggaran maksim kebijaksanaan (MKb), maksim penerimaan (MP), maksim kemurahan (MKm), maksim kerendahan hati (MKH), maksim kesetujuan (MKs), dan maksim simpati (MS). A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer Berdasarkan hasil penelitian didapat temuan-temuan penelitian. Berikut ini disajikan tabel temuan hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa dan pelanggaran kesantunan berbahasa. Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa No
Kesantunan menurut Leech
Jumlah/data
1
Maksim Kebijaksanaan (KB)
7
2
Maksim Penerimaan (PN)
3
3
Maksim Kemurahan (KM)
9
4
Maksim Kerendahan hati (KH)
2
5
Maksim Kesetujuan (KC)
5
6
Maksim Simpati (KS)
1
Jumlah
27
Pematuhan maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim
36
37
penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk laku diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa No Kesantunan menurut Leech
Jumlah/data
1
Maksim Kebijaksanaan (KB)
6
2
Maksim Penerimaan (PN)
8
3
Maksim Kemurahan (KM)
13
4
Maksim Kerendahan hati (KH)
5
5
Maksim Kesetujuan (KC)
5
6
Maksim Simpati (KS)
2
Jumlah
39
Pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk laku diperoleh 39 data yang melanggar prinsip kesantunan Leech yaitu 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati.
38
B. Analisis Deskripsi Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama UmangUmang Karya Arifin C. Noer Analisis
temuan-temuan
penggalan
ujaran
yang
mematuhi
maksim
kesantunan. 1. Maksim kebijaksanaan (KB) Pematuhan maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan berusaha meminimalkan kerugian bagi pihak lain. Seseorang yang selalu mematuhi maksim kebijaksanaan adalah orang yang berjiwa besar karena lebih mementingkan keuntungan bagi orang lain. Berikut ujaran yang mematuhi maksim kebijaksanaan. (1) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Gustav kepada Nabi. Mengenai pertanyaan Nabi. Tujuannya untuk menjawab pertanyaan Nabi yang bertanya tentang kenapa mereka menangis. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Nabi Gustav
: Ada apa saudara? : (Berseru) Hentikan sebentar tangismu, teman-teman, ada yang mau bicara! Orang-orangpun berhenti menangis Gustav : Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku? Nabi : Kenapa kalian menangis dan tangis kalian sedemikian rupa sehingga kedengaran sampai di langit lapisan ke tujuh.1 Ujaran yang diucapkan oleh Gustav di atas dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena Gustav memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Ketika Nabi bertanya, Gustav menyuruh semua orang berhenti menangis hal tersebut menandakan dia menghormati kedatangan Nabi. Pemaksimalan keuntungan bagi pihak lain terlihat pada Hentikan sebentar tangismu temanteman, ada yang mau bicara! dan selanjutnya dengan santun dia bertanya kepada nabi Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku?. Gustav menawarkan dengan bertanyaan kepada Nabi, hal tersebut memperlihatkan Gustav menambahkan pengorbanan bagi dirinya sendiri. 1
Arifin C. Noer Orkes Madun. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 135
39
(2) Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Gustav kepada Borok mengenai suruhan Borok menyuruh Gustav untuk melayani Nabi. Tujuannya untuk menjawab tugas yang diberikan oleh Borok. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Gustav Borok Gustav Nabi Borok
: Saya, Borok. : Jamu mereka dan layani! : Akan saya layani, Borok. : Kami tidak minum-minuman keras. : Saya tahu. Duduk saja. Kalian akan disuguhi wedang bandrek dan wedang jahe.2
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav tersebut di atas dikatakan mematuhi maksim kebijkasanaan, karena Gustav memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain yaitu ketika Nabi datang Borok menyuruh Gustav melayani Nabi, kemudian Gustav bersedia melakukan apa yang diperintahkan Borok. Pemaksimalan terlihat pada Akan saya layani, Borok Gustav berarti menambah pengorbanan bagi dirinya dengan melakukan perintah dari Borok dan tindakan Gustav tersebut berarti Gustav memuliakan tamunya. (3) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Semar kepada Nabi. Semar meminta izin kepada Nabi, karena dia akan memainkan peran adegan musyawarah. Tujuannya agar Nabi tidak tersinggung jika ia meninggalkan Nabi. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Semar Nabi Semar
: Permisi sebentar, Tuanku, kami akan memainkan adegan musyawarah ini. : Sebagai pemain, apalagi sutradara, sebenarnya kamu bisa mengarahkan lakon ini, Semar. : Maaf, apa Tuanku diri saya milik diri saya semata-mata?3
Pada kalimat Permisi sebentar, Tuanku, kami akan memainkan adegan musyawarah ini, yang diucapkan oleh Semar kepada Nabi dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena Semar berusaha memaksimalkan keuntungan bagi Nabi. Semar tidak ingin Nabi tersingung dengan perginya dia untuk memainkan peran selanjutnya, Semar mengucapkan kata Tuanku menyatakan kalau dia menghormati Nabi. Walaupun Nabi menghalangi Semar dan megatakan sebagai sutradara sebenarnya bisa mengubah lakonnya tetapi dengan sopan Semar menjawab perkataan Nabi. Semar mengucapkan kata Maaf ketika menjawab
2 3
Ibid, h. 136-137 Ibid, h. 158
40
ucapan Nabi. Hal tersebut menunjukkan Semar menambah pengorbanan bagi dirinya sendiri. (4) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah putri kepada Ranggong. Ranggong datang meminta tolong kepada Embah putri, agar menolong pemimpinnya yang sedang sakit. Tujuan Embah putri untuk melayani tamunya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Ranggong : Tapi pemimpin kami tidak boleh mati. Embah Putri: Emangnya kenapa? Ranggong : Setidak-tidaknya kematiannya ditunda barang beberapa tahun sampai ia sempat mewujudkan impian spektakulernya. Embah Putri: Sebentar, Lebih baik kalian minum dulu. Borok : Kami tidak perlu minum, Mbah. Kami perlu minta jamu itu.4 Ujaran yang ucapkan oleh Embah Putri di atas dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena Embah Putri berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain (Ranggong dan Borok). Pemaksimalan dilakukan Embah putri dengan menawarkan
minum
kepada
tamunya
sebelum
dia
memberikan
obat.
Pemaksimalan tersebut terlihat pada Lebih baik kalian minum dulu. Walaupun Embah terus didesak oleh Ranggong dan Borok namun Embah Putri dengan tenang dan sabar menawarkan minuman kepada Borok dan Ranggong. (5) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Juru kunci kepada Ranggong. Ranggong meminta petunjuk kepada Jurukunci dimana kuburan bayi. Tujuan Juru kunci yaitu unutk memberikan kemudahan kepada ranggong dalam menemukan kuburan bayi. Percakapan ini terjadi di tempat perkuburan atau makam.
Ranggong : Kami tidak memerlukan kain kafan. Malam ini kami hanya perlu pentunjuk dari bapak. Jurukunci : Petunjuk apa? Ranggong : Kami perlu limabelas kuburan bayi. Jurukunci : Baru? Lama? Sedeng? Ranggong : Baru.5 Ujaran yang diucapkan oleh Jurukunci tersebut di atas dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Jurukunci bersedia memberikan petunjuk kepada orang lain. Pemaksimalan itu terlihat pada Petunjuk apa? Pertanyaan yang diajukan Jurukunci tersebut menyatakan kalau dia bersedia memberi petunjuk ditambah lagi dengan kata 4 5
Ibid, h. 171-172 Ibid, h. 181
41
berikut ...ikutlah.... hal tersebut menunjuk Jurukunci ingin memberikan kemudahan bagi Ranggong untuk mencari mayat bayi-bayi, berarti Jurukunci meminimalkan kerugian bagi Ranggong. (6) Konteks : Ujaran diucapan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan mengajak Waska untuk minum. Tujuannya agar Waska dapat mengenang masa-masa indah persahabatan mereka. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Jonathan Waska Jonathan
: Aku masih punya beberapa hal…. : Simpan saja atau nyanyikan buat orang lain. : Sebelum aku meninggalkan tempat ini, bagaimana kalau kita minum-minum dulu di warung, setidak-tidaknya kita masih bisa mengenangkan tahun-tahun persahabatan kita.6
Ujaran yang diucapkan oleh Jonathan di atas dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain (Waska). Walaupun Waska telah menolaknya tetapi Jonathan tidak mau meninggalkan temannya
begitu
saja,
dia
malah
mengajak
temannya
untuk
minum.
Pemaksimalan itu terlihat pada kalimat bagaimana kalau kita minum-minum dulu di warung.... pertanyaan Jonathan tersebut menyatakan kalau dia seorang yang santun tidak pendendam walau sudah ditolak temannya. (7) Konteks
: Ujaran diucapan oleh Waska kepada Debleng. Ketika Waska dan Ranggong memancing di laut tiba-tiba terpancing arwah Debleng. Tujuannya untuk menyatakan kesediaannya menguburkan mayat Debleng. Percakapan ini terjadi di tepi laut.
Debleng Waska Debleng Waska Debleng Waska
: Debleng. : Kok dalam laut? : Gua arwah. : Kok dalam laut? : Gua sendiri nggak tahu kenapa. Tolong, jangan diajak omong terus. Gua cape. Tolong. kuburkan lagi mayat gua. : Ini kewajiban. akan saya kubur. Ayo, Ranggong, Borok.7
Ujaran Waska di atas yang menyatakan akan menguburkan Debleng dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan. Karena tindakan Waska tersebut memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain (Debleng). Pemaksimalan tersebut terlihat pada Ini kewajiban. akan saya kubur. Ayo, Ranggong, Borok. Karena
6
Ibid, h. 194
42
menguburkan seseorang adalah kewajiban Waska bersedia menguburkan Debleng dan mengajak temannya ikut menguburkan Debleng. Tindakan tersebut memberi keuntungan bagi Debleng. 2. Maksim Penerimaan (PN) Pematuhan maksim penerimaan terjadi apabila ujaran memaksimalkan kerugian pada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan pada diri sendiri. Maksim penerimaan ini megandung makna menambah pengorbanan bagi diri sendiri demi kuntungan orang lain. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim penerimaan : (8) konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Karena waska sakit, Bigayah merasa Waska perlu ada yang mengurusnya, dan Bigayah bersedia melayani waska. Tujuannya agar Waska bersedia menerima Bigayah. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah
Waska
: Bungkus ketupat suguhanku yang kau makan empat puluh lebaran yang lalu masih kusimpan sebagai kenang-kenangan, Waska. Juga puting rokok menakjinggo yang kamu hisap empat puluh tahun yang lalu masih ku simpan sebagai tanda bukti kasihku padamu, Waska. Bahkan tikar yang kita pergunakan pertama kali malam itu, empat puluh cap gomeh yang lalu masih tergantung sebagai hiasan dinding rumahku, Waska. Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau menolak lamaranku, kehadiranku, cintaku. Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam kekosonganmu, dalam kesunyianmu. : Aku masih muda. Aku masih muda. Baru saja aku melewati masa akilbalikku. Dan sekali aku mohon, Gayah…8
Ujaran yang diucakan oleh Bigayah mengandung maksim penerimaan, karena Bigayah memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dengan menambah pengorbanan pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada ujaran ...Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau menolak lamaranku, kehadiranku, cintaku..Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam
8
Ibid, h. 147
43
kekosonganmu, dalam kesunyianmu. Kalimat tersebut bermakna Bigayah yang telah lama menunggu cinta Waska, dia tetap setia menunggu dan bersedia melayani
serta
menemani
kekosongan
Waska,
walaupun
Waska
terus
menolaknya. Konteks : Ujaran disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska berteriak memanggil Ranggong karena sakitnya bertambah kemudian Ranggong menjanjikan untuk menyusul Borok. Tujuannya Agar Waska tidak berteriak lagi. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
(9)
Waska
: (Berteriak) Ranggong! Matahari itu telah mengelincir tanpa tanggung jawab dan aku dibiarkannya mengejarnya megapmegap. Ranggong : Segera akan kususul Borok, Waska, segera.9 Ranggong pun lari Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong kepada Waska mematuhi maksim
penerimaan, karena Ranggong memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi dirinya senidri dengan menambah pengorbanan pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada kalimat Segera akan kususul Borok, Waska, segera.
Pada kata segera bermakna secepatnya, itu
menyatakan bahwa Ranggong akan melakukan pekerjaannya secepatnya untuk keuntungan orang lain (Waska) (10) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan mencoba terus mengajak Waska untuk berdamai dengan menawarkan minum teh. Tujuannya untuk membujuk Waska supaya tidak melaksanakan impian gilanya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska menyalakan cangklongnya Jonathan : Sebenarnya aku sangat tersinggung sekali, tapi aku tahu kamu dalam keadaan tidak normal. Bagaimana kalau malam ini aku usulkan teh teko ala Tegal. 10 Waska kelihatan naik-turun nafasnya. Jonathan : Waska…. Waska ; (Teriak) Borok! Jonathan : Jangan keterlaluan. Saya akan pergi.
9
Ibid, h. 154
10
Ibid, h.. 195
44
Ujaran
Jonathan
mematuhi
maksim
penerimaan,
karena
Jonathan
memaksimalkan kerugian pada dirinya sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Sebenarnya Jonathan tersinggung oleh Waska yang selalu mengusirnya dan menghina musiknya namun, Jonathan tetap mengajak Waska untuk minum. Pemaksimalan kerugian tersebut terlihat pada kalimat ...Bagaimana kalau malam ini aku usulkan teh teko ala Tegal. Sebagai teman yang baik, Jonathan kemudian mengajak Waska minum teh untuk melunakkan pikiran Waska. 3. Maksim Kemurahan (KM) Ujaran dikatakan mematuhi maksim kemurahan jika ujaran tersebut memaksimalkan pujian atau rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan cacian atau kecaman pada orang lain. Dalam pertuturan diharapkan tidak saling mencela dan mengejek. Seseorang yang mempunyai rasa hormat tinggi dan suka memuji orang lain akan dianggap santun dan disenangi oleh orang lain. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kemurahan: (11) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Waska memuji Ranggong karena Ranggong adalah anak buahnya yang setia. Tujuannya untuk memuji kesetiaan Ranggong. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Ya, Waska. Waska : Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu menjadi perampok? Ranggong : Tepatnya lupa, Waska. Seingat saya selepas sekolah dasarsaya sudah mulai mencuri kecil-kecilan dan sekarang umur saya lebih empat puluh. Waska : Pengalaman penjara? Ranggong : Tiga kali tiga tempat. Waska : Senior kamu, Ranggong. Dan itu artinya kamu bias mengambil peran lebih besar dalam impian saya itu. Kawin? Ranggong : Tidak, Waska, seperti kamu juga. Waska : Sempurna. Kamu orang kedua setelah Borok. Persis seperti saya impikan. Ya, ya. Kamu dan Borok seperti tangan kanan dan tangan kiri, seperti busur dan anak panahnya. Lengkap.11
11
Ibid, h. 125-126
45
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan memenuhi maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan pujian pada orang lain (Ranggong). Pemaksimalan pujian terlihat pada Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku... Selanjutnya Waska terus memuji Ranggong terlihat pada kata-kata Senior kamu Ranggong... dan terakhir Waska mengatakan kata sempurna untuk Ranggong. Pujian terus diucapkan oleh Waska kepada Ranggong, berarti Waska memaksimalkan pujian pada orang lain (Ranggong). (12) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Debleng kepada teman-temannya. Saat itu Waska dalam keadaan sakit dan semua anak buahnya memikirkan keadaaan Waska. Tujuannya untuk memberi pujian kepada Waska dan memberi semangat kepada teman-temannya. Lokasi percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Japar Debleng
: Kalau dia mati, siapa yang akan memimpin kita? : Dia pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar kharismanya, sehingga wajah serta kulitnya yang hitam berkilat memancarkan cahaya terang benderang bagaikan wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan laksana matahari.12
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng dikatakan mematuhi maksim kemurahan karena Debleng memaksimalkan pujian bagi orang lain dan meminimalkan cacian bagi orang lain. Pujian diberikan Debleng kepada pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terliahat pada Dia pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar kharismanya, sehingga wajah serta kulitnya yang hitam berkilat memancarkan cahaya terang benderang bagaikan wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan laksana matahari. Semua Ujaran yang diucapkan oleh Debleng bermakna pujian. Dari ujaran tersebut terlihat jelas bahwa Debleng sangat menghormati pemimpinnya. (13) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Waska. Waska mengerang kesakitan dan Ranggong terus menyemangati Waska. Tujuannya untuk memberi semangat kepada Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Tahan, Waska, Tahan! Waska : Akan saya tahan, akan saya tahan. Tak akan saya biarkan putus nyawa saya dan saya pasti menang.
12
Ibid, h. 133
46
Ranggong : Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu dalam segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garis-garis wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara.13 Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim kemurahan, karena Ranggong berusaha memaksimalkan pujian kepada orang lain dan meminimalkan cacian kepada orang lain(Waska). Ketika Waska Sakit Ranggong terus menyemangati Waska dengan memberikan pujian agar Waska terus bertahan melawan penyakitnya. Pujian tersebut dapat dilihat pada kalimat Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu juga lebih kuat dalam segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garisgaris wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara. Ujaran tersebut menunjukkan Ranggong sangat menghormati Waska dan berharap agar Waska dapat bertahan melawan penyakitnya. (14) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Ranggong menjawab perkataan Waska, pertamanya Waska marah tetapi kemudian dia memuji Ranggong. Tujuan Waska untuk memberi pujian kepada Ranggong biar bertambah semangatnya. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Waska
: Ini masalah detik. Ini hanya bisa diatasi kalau kamu semua bisa mengalahkan detik. Ranggong : Aku sanggup mengalahkan semua detik yang ada, Waska. Waska : Siapa yang bicara itu? Siapa yang sesumbar itu? Ranggong : Golokmu, Waska. Waska : Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Berangkatlah, anakku, segera!14 Ujaran yang ducapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan karena Waska memaksimalkan pujian bagi orang lain (Ranggong) dan meminimalkan cacian pada orang lain (Ranggong). Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Waska memuji anak
13 14
Ibid, h. 144-145 Ibid, h. 146
47
buahnya yaitu Ranggong yang selalu setia kepadanya. Waska menyatakan bahwa jawaban Ranggong memeri kesejukan bagi dirinya. : Ujaran diucapkan oleh Buang kepada teman-temannya atau pengikut (15) Konteks Waska. Debleng mengumpulkan semua orang karena Waska akan menyampaikan impiannya atau rencananya. Tujuan Buang memuji Waska agar teman-temanya bersemangat mengikuti pidato Waska. Perkumpulan ini terjadi di tempat pemakaman.
Debleng Buang
Debleng
: Kumpul!!! : Saudara-saudaraku, segeralah kumpul di alun-alun, maksud saya di kompleks kuburan berbagai bangsa dan berbagai agama. Di atas tanah yang di dalamnya berisi leluhur kita itu Waska pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa kita.Kumpul saudara-saudara, kumpul. Hidangan supaya bawa sendiri masing-masing. Bagi mereka yang tidak sempat mencuri makanan karena kesiangan dianjurkan supaya merampas saja. Jangan sekali-kali mengemis. Mengemis itu haram. Kumpul saudara, kumpul leluhur kita, baik yang di bawah tanah maupun di atas tanah telah menanti dengan setumpukan novelnya yang terbaru. : Kumpul! Kumpul! Penjelasan sudah cukup, saya tidak perlu lagi menjelaskan. Kumpul!15
Ujaran yang diucapkan oleh Buang mematuhi maksim kemurahan, karena Buang memaksimalkan pujian pada orang lain dan meminimalkan cacian pada orang lain. Pujian atau penghargaan itu diberikan oleh Buang kepada pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ...Waska pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa kita. Ujaran tersebut disampaikan oleh Buang dihadapan teman-temannya untuk mengumpulkan teman-temannya, pujian yang dituturkan menandakan rasa hormat terhadap pemimpinnya.
(16) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Seniman (Jonathan). Waska memperkenalkan sahabatnya kepada pengikutnya dengan memberikan pujian kepada Jonathan. Tujuannya untuk memuji Jonathan yang hadir di acara perkumpulan Waska dan pengikutnya.
15
Ibid, h. 158
48
Waska
Seniman Waska
: Anak-anakku, perkenalkanlah sahabatku, Jonathan, seniman. Ia adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota telah dihirupnya dan sebaliknya kota-kota itu juga telah menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang lezat. Sebagai tanda seorang universalis ia telah memasang hampir semua lambang berbagai Negara pada jaketnya yang berlabel levi’s, meskipun buatan Pulogadung. Silakan duduk, sahabatku. : Terima kasih. : Berbeda dengan seniman dahulu kala, yang biasanya hidup dikalangan para pangeran dan bangsawan seperti raja-raja, maka Jonathan telah memilih gerombolan kita sebagai lingkungannya serta sumber-sumber ciptaannya. Tepuk tangan untuk Jonathan, anak-anakku.16
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan, karena meminimal cacian pada orang lain dan memaksimalkan pujian pada orang lain (Seniman). Pemaksimalan pujian pada orang lain itu terlihat pada kalimat …Ia adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota telah dihirupnya dan sebaliknya kota-kota telah menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang lezat. Kalimat ciptaan seninya yang memang lezat mengandung makna bagus. Dan penghargaan juga diberikan oleh Waska dengan menyuruh anak buahnya bertepuk tangan buat temannya tersebut. Penghargaan tersebut terlihat pada ... tepuk tangan untuk Jonathan. Terlihat Waska sangat menghargai dan menghormati tamunya. (17) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Gagah kepada Embah Putri. Gagah meminta izin pulang kepada Embah Putri dan memuji keahlian Embah Putri. Tujuannya Gagah memuji Embah Putri untuk meyakinkan Embah putri bahwa dirinya sudah mantap dengan pendiriannya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Gagah : Saya permisi pulang sekarang saja, Mbah. Embah Putri: Bagaimana keputusanmu. Nak? Gagah : Tetap pada pikiran pertama, Mbah. Embah Putri:Kamu terlalu banyak membaca buku-buku tragedi. Tapi Embah sudah membuka segala macam kemungkinan dan kerangka berfikir yang lain kepadamu, jadi Embah serahkan saja semuanya kepada kamu sendiri. Gagah : Embah memang kaya, tapi aku mantap sudah. Embah Putri : Sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan. 16
Ibid, h. 161
49
Gagah
: Baik, Mbah.17
Ujaran yang diucapkan oleh Gagah mengandung maksim kemurahan karena memaksimalkan pujian pada orang lain dan mengurangi cacian pada orang lain. Maksim kemurahan itu terlihat pada kalimat Embah memang kaya. Kaya yang dimaksud oleh Gagah bukan kaya harta namun kaya ilmu dan keahlian dalam menolong orang lain. Pada kalimat tersebut Gagah memberikan pujian pada Embah dengan mengatakan Embah seorang yang kaya. Pujian tersebut merupakan penghargaan yang diberikan Gagah karena Embah telah menolongnya. (18) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Embah kepada Embah Putri. Embah putri sedang menangis. Tujuan Embah untuk menghibur Embah Putri agar tidak bersedih. Percapakan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Embah
: Senyum, sayang, karena dengan senyum, kuntum-kuntum bunga akan lebih semarak mekarnya. Embah putri tersenyum Embah : Kecantikanmu telah menggetarkan keindahan pagi hari.18 Ujaran yang dikatakan Embah sebagai penutur dikatakan mematuhi maksim kemurahan dan mitra tuturnya Embah Putri juga mematuhi maksim kemurahan. Karena memaksimalkan pujian dan meminimalkan cacian pada orang lain. Pemaksimalan pujian yang diberikan Embah terlihat pada Kecantikanmu telah menggetarkan keindahan pagi hari. Embah begitu begitu romantisnya terhadap istrinya. Dengan pujian yang diberikan oleh Embah dibalas oleh Embah Putri dengan Kamu betul-betul penghibur sejati. Reaksi keduanya saling memberikan pujian berarti Embah dan Embah Putri sama-sama memenuhi maksim kesantunan kemurahan. (19) Konteks : Uajaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Waska, Bigayah dan teman-teman Waska yang lain sedang bergembira, atas kemenangan tersebut bigayah memuji Waska. Tujuan memberikan pujian kepada Waska. Ujaran ini terjadi di tempat berkumpulnya Waska dan teman-temannya.
Bigayah : Setiap detik, Kamu makin gagah, Waska. Waska : Kita menang, Gayah. Ranggong : Kita menang, Borok.19 17
Ibid, h. 173] Ibid 19 Ibid, h. 186 18
50
Ujaran yang diucapkan oleh Bigayah tersebut dikatakan memenuhi maksim kemurahan, karena memaksimalkan pujian bagi orang lain (Waska) dan meminimalkan cacian pada orang lain. Pemaksimalan pujian terlihat pada ...kamu makin gagah, Waska. Bigayah memuji Waska dengan mengatakan Waska semakin bertambah gagah, karena telah berhasil melaksanakan rencananya. 4.
Maksim Kerendahan Hati (KH)
Ujaran dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati apabila memaksimalkan cacian pada diri sendiri dan meminimalkan pujian pada diri sendiri. Seseorang dikatakan santun jika ia tidak membanggakan dirinya atau pamer kepada orang lain. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kerendahan hati: (20) Konteks : ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Waska tidak ingin bertemu Bigayah kemudian waska bersembunyi namun Bigayah terus memanggilnya. Tujuan Waska merendahkan dirinya agar Bigayah meninggalkan dirinya. Ujaran ini tejadi digerbong tua.
Bigayah
Waska
: Jangan bersembunyi, Waska, jangan bersembunyi. Biar saja polisi-polisi dan kantib menangkap kita asalkan kita bisa tetap bercinta. Biarkan kita terjaring Team Penertiban Kota seolah kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya. Waska, nasib buruk, kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan memusnahkan cinta kita. Melarat sudah, penyakit sudah, tapi janganlah kita dimakan kebencian. :(Dari suatu tempat yang fantastis jauhnya). Aku tidak bersembunyi, aku bertapa, aku bersemedi, aku sedang menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan nafas saya selama ini. Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari hatiku adalah karena fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka.20
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati karena Waska memaksimalkan cacian atas dirinya sendiri dan meminimalkan pujian bagi dirinya sendiri. Pemaksimalan cacian terlihat pada ...Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari hatiku adalah karena fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang 20
Ibid, h. 149
51
adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka. Ujaran Waska mengatakan dirinya pongah dan bagaikan putra Nuh nan durhaka mengandung makna kalau dia seorang yang jahat. Hal tersebut menyatakan kalau dia merendahkan dirinya terhadap Bigayah, agar Bigayah tidak mengejarnya lagi. : Ujaran ini diucapkan oleh Embah kepada Ranggong dan Borok. (21) Konteks Mengenai obat yang akan mereka cari buat Waska, apakah mereka sanggup mengambil jantung bayi. Tujuannya Embah ingin bertanya apakah mereka sanggup melakukakanya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Borok : Modar! Ranggong : Tega, Mbah! Embah Putri: Kalian memang terlalu gagah. Dan Embah tak punya daya apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya. Sayang sekali tapi beginilah lakonnya. Ranggong : Terima kasih, Mbah, permisi. Borok : Permisi, Mbah. Terimakasih.21 Ujaran yang diucapkan oleh Embah Putri di atas dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati karena meminimalkan pujian pada diri sendiri. Embah Putri merendah seakan-akan dia bukan siapa-siapa padahal dia adalah seorang dukun yang sakti. Peminimalan pujian pada diri sendiri terlihat pada ...Dan Embah tak punya daya apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya. Ujaran Embah tersebut menunjukkan kerendahan hati
Embah putri yang tidak
membanggakan dirinya kepada tamunya. Padahal semua orang tahu kalau Embah adalah seorang dukun yang sakti. 5.
Maksim Kecocokan (KC)
Ujaran atau tuturan dikatakan santun apabila memaksimalkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Apabila antara penutur dan mitra tutur terdapat kecocokan dan kemufakatan maka, masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kesetujuan: (22) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska merencanakan akan merampok secara besar-besaran dan Ranggong menyetujui
21
Ibid, h. 175
52
rencana yang dibuat Waska tersebut. Tujuannya menyetujui rencana Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska
: Ranggong, sejak muda saya memimpikan memimpin operasi besar secara simultan. Seluruh penjuru kota kita serang, kita rampok. Habis-habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400 pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan tokotoko dan warung-warung yang ada di kota ini akan kita gedor secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah menjadi rongga mulut raksasa yang akan mengancam keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan menggetarkan para nabi dan para malaikat. Senyum dan pandangan yang memancarkan impian pada wajah rangong seolah menyebabkan tubuhnya membeku untuk beberapa saat. Waska : Kamu suka rencana itu? Ranggong : Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas saya.22 Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim kesetujuan karena, memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Ranggong setuju dengan ide Waska yang merencanakan perampokan besarbesaran. Persetujuan Ranggong terlihat pada kalimat Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah
membayangkan bagaimana saya
melaksanakan tugas-tugas saya. Ranggong langsung mengatakan suka dengan ide Waska dan bahkan ia sudah membayangkan tugasnya nanti. Dari jawaban tersebut yang setuju dengan rencana Waska terlihat jelas Ranggong anak buah yang patuh terhadapn bosnya. Anak buah yang patuh akan terlihat santun kepada bosnya. (23) Konteks : ujaran diucapakan oleh Semar kepada Nabi. Semar setuju dengan Nabi, bahwa di dunia ini tidak ada yang milik dirinya sendiri. Tujuannya meyatakan kesetujuannya dengan pendapat Nabi. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Semar Nabi Semar
22
Ibid, h. 126
: Maaf, apa Tuanku diri saya milik diri saya semata-mata? : Tentu saja tidak. : Kalau begitu kita sependapat. Dan lebih dari itu saya hampir mutlak percaya, bahwa tidak seorangpun di dunia ini, baik yang di bawah tanah, di atas tanah maupun di balik langit, yang mutlak milik dirinya semata-mata. Kalau ada orang yang merasa, bahwa dirinya adalah mutlak miliknya semata, pastilah
53
orang itu sedang menyadari kedudukannya, yang ternyata tidak seperti yang diucapkan mulutnya.23 Ujaran yang diucapkan oleh Semar merupakan pematuhan maksim kesetujuan karena, Semar memaksimalkan persesuaian dengan orang lain (Nabi) dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain.
Kesetujuan tersebut
terlihat pada kalimat Kalau begitu kita sependapat.... kata sependapat yang diucapkan Semar menyatakan iya semufakat atau setuju dengan yang diiucapkan oleh Nabi. Kesetujuan Semar dengan penadapat Nabi tersebut menyatakan kesantunannya terhadap pendapat seseorang karena tidak menentang pendapat orang lain tersebut. (24) Konteks : ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong kepada Borok. tentang dimana mereka menemukan bayi untuk diambil jantungnya. Tujuannya menanyakan kepada Borok bagaimana mendapatkan jantung bayi.
Ranggong : Di mana kita bisa mendapatkan bayi sebanyak yang kita perlukan? Borok : Gampang. Kenapa itu kamu tanyakan? di kuburan kita juga bisa dapat. Ranggong : Di kuburan? Ide bagus. Borok : Kalau setuju ayo segera kita turun.24 Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong mematuhi maksim kesetujuan karena, memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian antara orang lain dan diri sendiri. Persesuaian tersebut terlihat pada kalimat ...Ide bagus diucapkan Ranggong ketika Borok mengusulkan untuk mencari bayi dikuburan. Dan Ranggong mengatakan ide Ranggong bagus, itu bermakna kalau Ranggong setuju dengan ide temannya tersebut. (25) Konteks : ujaran diucapkan oleh Ranggong dan Borok kepada Waska. Mereka membicarakan tentang kehidupan yang sudah mereka lakukan. Tujuannya menayakan kesetujuan dengan apa yang diucapkan oleh Waska. Percakapan ini terjadi di tepi pantai.
Waska Ranggong Borok Waska 23 24
Ibid, h. 158 Ibid, h. 178
: Semuanya sudah kita lakukan. : Ya. : Ya. : Cuma mati yang belum.
54
Ranggong Borok Ranggong Waska Borok Waska
: Ya. Ya. : Kita bunuh diri saja, Pak? : Yuk. : Bunuh diri : Ya. : Ide yang bagus. Yuk.25
Ujaran yang diucapkan oleh Borok dan Waska tersebut di atas dikatakan mematuhhi maksim kesetujuan, karena mereka memaksimalkan persesuaian dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Borok dan Waska menyetujui ide dari temannya Ranggong untuk mengakhiri hidup mereka maka mereka bunuh diri saja. Persetujuan itu terlihat pada kata Ya yang diucapkan olen Borok dan Waska menyahutnya dengan berkata Ide yang bagus. Yuk. (26) Konteks
: ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong dan Waska kepada Borok. Tentang ide Borok yang mengajak terjun ke jurang untuk mengakhiri hidup mereka. Tujuannya menyetujui pendapat Borok. Percakapan ini terjadi di tepi pantai.
Borok Waska Borok Ranggong Waska
: Nasib kita betul-betul nggak baik. : Ada ide baru? : Kita terjun saja ke jurang. : Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas. : (Sebentar berfikir) Yuk26
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dan Waska mematuhi maksim kesetujuan karena mereka memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Persetujuan itu terlihat pada kalimat Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas, yang diucapkan oleh Ranggong dan Waska berkata Yuk. Waska dan Ranggong setuju dengan Borok yang mengajak mereka terjun ke jurang saja untuk mengakhiri hidup mereka. 6.
Maksim Simpati (KS)
Ujaran dikatakan mematuhi maksim simpati apabila memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain. Seseorang dikatakan santun apabila dia ikut berbelasungkawa 25 26
Ibid, h. 205 Ibid, h. 207
55
jika orang lain mendapatkan musibah dan mengucapkan selamat atas keberhasilan atau keuntungan orang lain. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim simpati: (27) Konteks : ujaran ini diucapkan oleh Debleng. Tentang meninggalnya salah satu temannya (Engkos) karena dianiaya oleh Waska dan teman-temannya. Tujuannya untuk mendoakan Engkos agar diterima disisi tuhan. Ujaran ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Debleng
: Betapapun hinadinanya orang yang dalam kubur ini, tuhan, namun terimalah ia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu, barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki, barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia kembali dalam rahasiaMu. Kejahatan yang telah dilakukan orang dalam kubur ini betul-betul kelewatan, Tuhan. Ia telah menghina dirinya habis-habisan. Sekali lagi, Tuhan, terimalah ia karena Engkau pun tahu kami tak bisa menyimpannya. Amien.27
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng tersebut dikatakan mematuhi maksim simpati karena, memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan antipati pada orang lain. Debleng mendoakan temannya yaitu Engkos agar arwahnya diterima disisi Tuhan, Debleng bersimpati atas kematian Engkos. Pemaksimalan simpati tersebut terlihat pada Betapapun hinadinanya orang yang dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah ia. Dengan doa yang diucapkan oleh Debleng untuk Engkos tersebut terlihat jelas bahwa Debleng ikut berbelasungkawa atas kematian temannya. Analisis temuan-temuan penggalan ujaran yang melanggar maksim kesantunan 1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan (PKB) Pelanggaran maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur meminimalkan keuntungan bagi orang lain dan memaksimalkan kerugian bagi orang lain.
27
Ibid, h. 124
56
Pelanggaran terjadi karena penutur tidak peduli dengan orang lain dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kebijaksanaan : (28) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang pertanyaan Engkos yang membuat Waska marah. Tujuannya untuk melampiaskan kemarahannya. Ujaran ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska Engkos Waska
: Tanya apa kamu? : Tanya…. : Cuah!28
Ujaran yang diucapkan Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain dan meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Engkos). Waska memarahi Engkos dan belum sempat Engkos menjawab Waska sudah meludahinya hal tersebut merugikan Engkos, karena Engkos pasti merasa tersingung dengan perlakuan Waska tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada ujaran Waska Tanya apa kamu? Dan Cuah! Seharusnya Waska mendengarkan penjelasan dari anak buahnya. (29) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Empat kepada Gustav. Gustav mengucapkan kata-kata seakan-akan Waska benar-benar telah mati sehingga membuat Empat marah. Tujuannya memarahi Gustav agar Gustav tidak berkata sembarangan. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Gustav Empat Gustav
: Tuhan Maha Kuasa. Dari tanah kembali ke tanah. :(Marah) Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia belum mati. : Maaf, buang, saya hilap. Soalnya, kalian bersedih sedemikian rupa sehingga kayaknya Waska sudah jadi mayat. Ranggong : Berhentilah menangis, berhentilah menangis.29 Ujaran yang diucapkan oleh Empat tersebut dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan, karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain dan memaksimalkan kerugian kepada pada orang lain. Empat memarahi Gustav, tindakkan tersebut merugikan Gustav karena Empat memarahi Gustav di depan orang banyak dan itu dapat mempermalukan Gustav. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tuturan (Marah) Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia belum mati. 28 29
Ibid, h. 120 Ibid, h. 134
57
(30) Konteks : ujaran disampaikan oleh Bigayah kepada Satu. Tentang permintaan Satu yang meninta Bigayah agar jangan berbicara keras-keras namun, Bigayah memarahi Satu, Tujuannya memarahi Satu dan memberi tahu Satu bahwa Bigayah yang berkuasa di tempat tersebut. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Satu Bigayah
Satu Bigayah Satu Bigayah
Satu
: Maaf, Bigayah, bicaranya jangan keras-keras. : Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman Baru? : Saya tukang pijat baru, Bigayah. : Ya, tapi barukan? : Baru satu bulan, Bigayah. : Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal bicara keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian sangat dijunjung tinggi? Kok berani? : Saya berani karena…30
Ujaran yang diucapkan Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan,
karena
memaksimalkan
kerugian
pada
orang
lain
dan
meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Satu). Bigayah diberitahu oleh Satu jangan berbicara keras tetapi dia memarahi Satu. Ujaran Bigayah tersebut terlihat pada Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman Baru? Bigayah terus bertanya karena dia tidak terima ada orang melarangnya. Selanjutnya ...bicara keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian sangat dijunjung tinggi? Kok berani? Bigayah merasa dia punya kuasa, jadi tidak ada yang boleh melarangnya. Walaupun tindakkannya merugikan orang lain. (31) Konteks
: Ujara diucapkan oleh Ranggong dan Debleng kepada Bigayah. Tentang Bigayah yang menangisi Waska karena tidak menghiraukannya. Tujuannya menyindir Bigayah dan agar tidak berlarut-larut menangisi Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah
Debleng 30
Ibid, h. 142
: Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung bagaikan seekor kucing betina disuatu wuwungan rumah tua kala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol, bahkan tali plastik merah untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau saya bermaksud bunuh diri. : Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua kayak kalian.
58
Bigayah : Cinta tak pernah kenal akan usia. Ranggong :Tapi Bigayah, mendengar rencana-rencanamu yang serem begitu, apakah tidak akan membuat keadaan kesehatan Waska semakin parah. Membuat jiwa Waska semakin tersiksa sehingga bisa mengakibatkan semakin rawan tali nyawanya dan gampang putus.31 Ujaran yang diucapkan oleh Debleng di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Bigayah). ketika Bigayah sedang menangis dan mengadukan tentang Waska yang tidak mau menerimanya, Debleng malah mempertanyakan tentang tekad cintanya yang menurutnya sudah tidak pantas lagi karena sudah tua. Tuturan tersebut dapat dilihat Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua kayak kalian. Perkataan Debleng tersebut dapat menyinggung perasaan Bigayah karena pertanyaan yang diajukan Debleng seakan mengkritik dirinya. (32) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Ranggong. Mereka berdua ingin membangunkan Embah yang sedang tidur. Tujuannya membangunkan Embah untuk meminta pertolongan. Percakapan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Pulas sekali tidurnya. Kasian dia kalau kita bangunkan. Borok : Kalau tunggu sampai besok barangkali Waska keburu mati dulu. Ranggong : Itu dia. Borok : Itu dia, kita bangunkan saja monyet tua itu. Ranggong : Ya, kalau dia bangun, kalau malah dia yang mati karena kaget? Borok : Modar! Mana ada orang berilmu dan sakti pake kaget segala. Ayolah jangan berdebat. Ranggong : Jangan terlalu kasar tapi.32 Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain (Embah) dan meminimalkan keuntungan bagi orang lain. Borok akan membangunkan Embah yang sedang tidur. Ujaran tersebut dapat di llihat pada Itu dia, kita bangunkan saja monyet tua itu. Membangunkan orang yang sedang tidur berarti menganggu ketenangan orang lain, hal tersebut dianggap tidak santun. Ditambah lagi dengan menggunakan kata-kata kasar yang mengatakan monyet tua. 31 32
Ibid, h. 150 Ibid, h. 166
59
(33) Konteks
: Ujaran diucapka oleh Borok kepada Jurukunci dan anaknya. Borok ingin mencari kuburan bayi tiba-tiba Borok bertemu dengan Jurukunci. Tujuannya untuk mengancam Jurukunci dan anaknya. Percakapan ini terjadi di kuburan.
Jurukunci : Jangan kaget, Nak. Kalau mendengar suara Babeh yakin ini suara arwah. Borok : Jangan macam-macam. Kalian bisa modar. Jurukunci : Wah, ini pasti calon pencuri. Borok : Kami biangnya. Berdiri dan jangan banyak mulut. 33 Ujaran yang diucapkan oleh Borok tersebut dikatakan melanggar maksim kebijkasanaan,
karena
memaksimalkan
kerugian
pada
orang
lain
dan
meminimalkan keuntungan bagi orang lain (Jurukunci). Borok berteriak kepada Jurukunci hingga membuatnya kaget. Dan Borok juga megancam Jurukunci. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan jangan macam-macam. Kalian bisa modar dan ... Berdiri dan jangan banyak mulut. Ancaman yang dilakukan Borok membuat Jurukunci ketakutan, berarti membuat kerugian bagi Jurukunci. 2. Pelanggaran Maksim Penerimaan (MP) Pelanggaran maksim penerimaan terjadi apabila peserta tutur memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Pelanggaran petuturan terjadi akibat tidak adanya rasa hormat terhadap orang lain, sehingga mengakibatkan seseorang lebih mementingkan dirinya sendiri. Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim penerimaan: (34) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Waska. Waska tidak tahan lagi menahan sakitnya, kemudian dia berteriak memanggil Borok untuk menanyakan jamu yang dijanjikannya. Tujuannya agar borok cepat datang memberikan obatnya. Ujaran ni terjadi di gerbong tua.
Waska
: Saya tidak pernah takut mati. Masalahnya saya tidak pernah mau mati. (Berseru) Borok! Semua tidak tahu apa mesti menyahut Waska : Bangsat kamu Borok! Di mana kamu Borok? Kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu! Borok! Ranggong : Dia baru saja pergi mengambil jamu yang dijanjikannya, Waska.34 33
Ibid, h. 180
34
Ibid, h. 145
60
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska menagih jamu, tetapi Waska memaki Borok dalam ucapannya. Hal tersebut terlihat pada Bangsat kamu Borok! Di mana kamu Borok ! kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu! Dalam kalimat tersebut Waska terus mengancam borok jika Borok tidak dapat memberikannya jamu. Berarti Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri. : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Bigayah datang (35) Konteks menemui Waska tetapi Waska tidak suka mendengar suara Bigayah hingga mengeluarkan kata-kata kasar. Tujuannya agar Biagayah pergi meninggalkannya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah Waska Bigayah Waska
: (Dari jauh) Ya, Waska, Bigayahmu. : Wadow, wadow. Saya minta berhenti kamu memanggilmanggil. : Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci atasmu, Waska, masihkah kau menampik? : Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali per detik. Aku mohon, Bigayah, aku mohon.35
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian pada diri sendiri. Hal ini karena Waska tidak menginginkan kehadiran Bigayah, sehingga Waska mengatakan suara Bigayah dapat membunuhnya. Hal ini terlihat pada Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan
suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa
menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali per detik. Ujaran yang diucapkan Waska mengatakan gendang telinganya terluka dan jantungnya melipat debarannya merupakan kata sindirian untuk Bigayah menyatakan suara Bigayah jelek atau sumbang.
35
Ibid, h. 146
61
(36) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Japar. Borok terus berkata modar kemudian Japar bertanya perihal kata modar tersebut, tetapi Borok malah marah. Tujuan melampiaskan kemarahannya terhadap Japar. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska dan teman-temannya.
Borok Japar Borok Ranggong Borok
: Modar! Modar! : Nggak bisa prei modar modarnya! : Gua ledakin! Gua ledakin! : Jangan sekarang, Borok. : Modar! Modar!36
Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Borok ditanya oleh Japar perihal kata-kata dia yang selalu berkata modar, Tetapi borok malah marah. Hal ini dapat dilihat pada ,Gua ledakin! Gua ledakin! Borok tidak mempedulikan orang disekitarnya, dia hanya mempedulikan dirinya sendiri. (37) Konteks : Ujaran ini disampiakan oleh Anak kecil kepada Semar. Tentang perintahnya kepada Semar untuk segera memainkan adegan selanjutnya. Tujuannya untuk emminta Semar melanjutkan adegan selanjutnya. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Anak Kecil : Oom Semar, cepetan dong. Semar : Cerewet-permisi, Tuanku-Emangnya penonton saja yang boleh mengaso dan ngobrol. Anak Kecil : Oom sendiri bilang penonton adalah raja. Semar : Nggak ada raja. Yang ada penonton dan pemain, atau sebaliknya. Nah, ayo, kamu mulai, mulai!37 Ujaran yang diucapkan oleh Anak kecil di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Anak kecil meminta Semar untuk memulai adegan selanjutnya hal ini terlihat pada Oom Semar, cepetan dong. Ujaran Anak kecil tersebut mengandung makna memerintah. Selanjutnya ujaran Anak kecil yang mengatakan Oom sendiri bilang penonton adalah raja mengandung makna kalau dia adalah raja dan perintah raja harus dipatuhi. Ujaran anak kecil tersebut dikatakan tidak santun , karena memerintah dan mengkritik orang lain yang lebih tua darinya. 36 37
Ibid, h. 157 Ibid, h. 159
62
(38) Konteks : ujaran disampaikan oleh Embah kepada Ranggong. Ranggong meminta pertolongan kepada Embah tapi Embah malah tidak peduli. Tujuannya untuk memita pertolongan Embah. Percakpan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Ya, Embah, tolonglah kami. Berikanlah jamu itu. Nyawa Waska sudah getas sekali. Beberapa detik saja Embah terlambat menolong putuslah semuanya. Embah : Kenapa? Kenapa kalau putus? Dan apa benar putus? Apa kamu tahu? Putus? Begitu? Orang-orang macam kalianlah yang membuat hidup ini jadi bising. Sekarang aku minta supaya kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur.38 Ujaran yang diucapkan oleh Embah di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Embah memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Embah tidak mempedulikan tamu yang minta tolong kepadanya, hal ini terlihat pada Sekarang aku minta supaya kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur. Ujaran Embah tidak santun, karena tamu seharusnya dilayani, tetapi Embah malah membiarkannya. (39) Kontes : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus berpidato kepada pengikutnya, tiba-tiba Jonathan memotong pidato Waska. Tujuannya untuk menyampaikan kepada Jonathan bahwa banyak orang yang bergantung kepadanya. Percakapan ini terjadi ditempat perkumpulan Waska
Waska Jonathan Waska Ranggong Borok Waska
: Jangan main-main, Jonathan, gua lagi serius. : Gue juga serius. Lu yang nggak serius. : Aku bisa membunuh dia. Aku marah. : Jangan hiraukan, Waska, sahabatmu itu sedang mabuk. : Modar! Modar! : Kami bertiga bagaikan trisula yang berkarat yang digenggam bermilyar tangan lapar dan dahaga, lapar dan lapar jiwa.39
Ujaran yang diucapkan oleh Waska di atas dikatakan tidak santun karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska mengancam Jonathan, hal ini dapat dilihat pada Jangan mainmain, Jonathan, gua lagi serius. Waska semakin marah dan mengancam kembali, terlihat pada Aku bisa membunuh dia. Aku marah. Ujaran Waska mengancam
38 39
Ibid, h. 169 Ibid, h. 188
63
orang lain dikatakan tidak santun, karena Waska memaksimalkan kemarahannya yang dapat merugikan orang lain. : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan berusaha (40) Konteks menyadarkan Waska atas sikapnya yang salah, tetapi Waska malah membantahnya. Tujuannya untuk memberhentikan Jonathan menasehatinya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan Waska
: Begini, Waska bagaimanapun perbuatan jahat… : Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Aku sampai pada kesimpulan bahwa pada hakekatnya semua orang jahat, atau sebaliknya semua orang baik. Karenanya apa pun yang dilakukan orang adalah jahat tapi juga sebaliknya adalah baik. Jadi apa pun yang kulakukan adalah jahat dan baik juga seperti apa yang dilakukan guru taman kanak-kanak. Tetapi seandainya apa yang kulakukan adalah jahat semata-mata, maka kejahatan orang lain pastilah akan berlipat lagi ukurannya.40
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Waska tidak mau mendengarkan pendapat orang lain (Jonathan) atas sikanya. Dia malah membantah Jonathan terlihat pada Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Selanjutya Waska yang meminta Jonathan untuk mendengarkannya. Ujaran Waska mengandung makna dia tidak peduli dengan tindakannya salah atau benar yang penting dia akan tetap melaksanakan rencananya. Pelanggaran tersebut terlihat juga pada Jadi apa pun yang kulakukan adalah jahat dan baik juga seperti apa yang dilakukan guru taman kanak-kanak. Dari ucapan Waska tersebut terlihat jelas dia tidak mau menerima pendapat siapapun dan tidak peduli dengan dampak tindakkannya nanti. (41) Konteks : Ujaran ducapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska dan Jonathan terus berdebat, Waska terus membantah dan akhirnya mengusir Jonathan. Tujuannya agar Jonathan pergi meninggalkannya dan teman-temannya. Perdebatan ini terjadi di tepat perkumpulan Waska.
Jonathan
40
Ibid, h. 192
: Aku menyesal sekali persahabatan kita yang berpuluh tahun berakhir seperti ini. Maksudku, kamu putus secara sepihak dan
64
Waska
keji seperti ini. Tapi sebelum segala sesuatunya berakhir aku minta supaya kamu sudi mendengarkan penjelasan-penjelasan saya tentang kesenian saya, tentang akhlak dan tentang nilai persahabatan. : Kamu ingin mengatakan bahwa kesenian penting untuk menjaga keseimbangan supaya manusia jangan cepat sinting. Kamu juga ingin mengatakan bahwa akhlak tidak ada hubungannya dengan makan dan tidak makan. Nah, aku telah mengucapkannya. Cukup kan? Jonathan, terus terang emosiku mau membludak dan amarah sudah puncak. Karena tiba-tiba aku merasa dikalahkan oleh penjahat lain yang jauh lebih besar, yaitu kamu. Kejahatan yang tengah kuhidupi mendapatkan saingan berat dari kesenianmu dan aku tak mau disaingi. Nah, aku minta tinggalkan tempat ini.41
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska tidak menginginkan kehadiran Jonathan yang berusaha menghalangi rencananya. Waska mengkritik dan sangat marah kepada Jonathan. Hal ini terlihat pada Jonathan, terus terang emosiku mau membludak dan amarah sudah puncak...Nah, aku minta tinggalkan tempat ini. Ujaran Waska tersebut tidak santun karena dia tidak menerima kehadiran temannya dan mengusir temannya, dia hanya menuruti keinginanannya. 3. Pelanggaran Maksim Kemurahan (PKM) Pelanggaran maksim kemurahan terjadi apabila ujaran yang dilakukan oleh peserta tutur memaksimalkan cacian atau kecaman kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain. Peserta tutur yang suka mengejek atau menghina orang lain dianggap orang yang tidak sopan. (42) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang Engkos yang bertanya kepada Waska apa yang akan dilakukan seterusnya karena ia telah lama mengintip. Tujuanya untuk melepasskan kekesalan hatinya agar Engkos tidak bertanya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Engkos
41
Ibid, h. 194
: (Yang sedang mengintip) Waska, kita sudah tujuh jam mengintip nonstop. Bagaimana seterusnya?
65
Waska
: Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Ngggak sabaran. Mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki ketahanan menghadapi waktu.42
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska mengatakan Engkos dengan sebutan anjing dan setan. Hal ini terlihat pada Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Ujaran Waska tidak santun karena Waska memaki orang lain dengan sebutan yang menyamakannya dengan nama binatang, dan hal tersebut dapat menyinggung perasaan orang yang dikatakan oleh Waska. (43) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Waska memanggil Engkos, namun jawaban Engkos membuat Waska marah. Tujuannya untuk mnegabsen keberadaan Engkos. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska Engkos Waska
: Engkos! : Engkos tadi sudah diludahi, Waska. : Keluar sebentar, bajingan, Ke sini.43
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian atau penjelekan kepada orang lain (Engkos) dan meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska memanggil Engkos dengan sebutan Bajingan. Pemaksimalan cacian tersebut dapat dilihat pada Keluar sebentar, bajingan, Ke sini. Waska tampak tidak santun karena memanggil Engkos dengan sebutan bajingan, padahal Engkos sudah menjawab panggilannya. (44) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Engkos mendekati Waska dengan cara mengesod, dan Waska sangat marah dengan sikap Engkos tersebut. Tujuannya agar Engkos berdiri. Ujaran ini terjadi ditempat perkumpulan Waska.
Waska : Apa-apan kamu? Engkos terus ngesod. Waska : Berdiri! Kamu bukan anjing, anjing. Engkos terus ngesod Waska : Betul-betul menjijikan! Berdiri, anjing 44
42 43
44
Ibid, h. 120 Ibid, h. 122 Ibid
66
Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan
karena
memaksimalkan
cacian
pada
orang
lain
(Engkos).
Pemaksimalan cacian itu terlihat jelas pada Berdiri! Kamu bukan anjing, anjing. Dan Betul-betul menjijikan! Berdiri, anjing. Ujaran Waska tersebut tampak sekali tidak santun, karena Waska terus memanggil nama Engkos dengan anjing. Hal tersebut merupakan penghinaan terhadap Engkos. (45) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Waska menyuruh Engkos berdiri tetapi Engkos terus saja ngesod. Tujuannyab untuk memaksa Engkos berdiri. Ujaran terjadin ditempat perkumpulan Waska.
Waska Engkos Waska Engkos Waska
: Berdiri, babi! Berdiri! : Hormatku, Waska, hormatku. Kagumku, Waska, kagumku. Setiaku, Waska, setiaku. : Jadi betul-betul kamu anjing! Kamu robek-robek dirimu sendiri? : Waska, Waska, Waska….. : Kamu sendiri yang minta diludahi, Engkos. Kamu sendiri yang minta dicambuk, Engkos. Kamu sendiri yang minta dirajam, Engkos. Kamu sendiri yang minta dibandem, Engkos.45
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain (Engkos). Pemaksimalan cacian terlihat jelas pada ujaran Jadi betul-betul kamu anjing! Kamu robek-robek dirimu sendiri? Ujaran Waska secara langsung memaki Engkos, Waska terus menyebut Engkos sebagai anjing.
Walaupun Engkos
menyatakan dia berbuat demikin adalah bentuk hormatnya. Ujaran Waska tersebut sangat tidak santun, karena sebagai pemimpin Waska seharusnya menghargai bentuk penghormatan anak buahnya. (46) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Anakkecil. Ibu-ibu mencari anak-anaknya dan seorang anak kecil memaki-maki orang tuanya. Tujuannnya untuk melepaskan kekesalannya kepada orang tuanya. Ujaran itu terjadi di atas panggung.
Ibu Satu : Toto! Toto! Di mana kau? Pulanglah Toto. Lalu ibu yang lain muncul. Ibu Dua : Titi! Titi! Di mana kau? Pulanglah Titi. Lalu ibu yang lain muncul. Ibu Tiga : Somad, sudah malam, Somad. Pulang, Somad. 45
Ibid
67
Lalu muncul anak kecil. Anak Kecil : (Sambil lari) Bapa Anjing! Ibu anjing! Gua nggak mau pulang! 46 Ujaran yang dilakukan oleh Anak kecil dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain (ibu) dan meminimalkan pujian kepada orang lain. pemkasimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Bapa Anjing! Ibu anjing! Gua nggak mau pulang! Ujaran Anak kecil tersebut secara langsung mengandung makna menghina orang tuanya karena ia menyamakan orang tuanya dengan binatang. Seharusnya sebagi anak ia harus patuh kepada orang tuanya bukan menghina orang tuanya tersebut. (47) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Satu kepada Anak kecil. Satu memaki anak kecil, karena anak tersebut membantahnya. Tujuannya untuk menyatakan kekesalannya terhadap anak kecil. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Anak Kecil : Ah, masak! Tadi gua masih beliin dia rokok. Satu : Masak! Naiklah sendiri ke gerbong dan tengok lagi ngapain dia. Satu : Diberi tahu mendebat, anak sialan.47 Ujaran yang diucapkan oleh Satu tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Anak kecil). Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Diberi tahu mendebat, anak sialan. Satu memaki karena Anak kecil mendebatnya sehingga, Satu menjadi kesal dan memaki anak anak tersebut dengan sialan. Ujaran Satu tersebut terlihat jelas menyatakan Satu tidak santun. (48) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Dajjal. Dajjal meraung-raung dan Waska menyuruh Dajjal berhenti. Tujuannya untuk menyuruh Dajjal diam dan memaki Dajjal. Ujaran terjadi di dekat bukit.
Dajjal meraung-raung. Waska : Berhenti kamu meraung-raung Dajjal! Cenggeng kamu!48 Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan 46
Ibid, h. 132
47
Ibid, h. 138 Ibid, h. 155
48
68
meminimalkan pujian kepada orang lain (Dajjal). Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Cenggeng kamu! Pada ujaran tersebut Waska secara langsung mencela Dajjal dengan sebutan cengeng. Waska mencela Dajjal karena Dajjal terus meraung-raung. : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Seniman (Jonathan). Seniman (49) Konteks hadir dalam rapat yang akan diselengarakan Waska, dan Waska seakan-akan kaget dengan kedatangan Seniman sehingga mengatakan temannya tersebut setan. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Seniman Waska Seniman
: Aku juga hadir, Waska! : Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Lama sekali kamu hilang. : Mengembara seperti biasanya, seperti sejak dahulu kala. New York, Paris, London, Moskow, semua, semua kota, semua perempuan, semua lorong, semua museum, semua auditorium, semua, semua.49
Ujaran yang ducapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Seniman). Pemaksimalan cacian itu terlihat pada ujaran Waska yakni Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Ujaran tersebut diucapkan Waska karena Waska kaget dengan kehadiran Seniman yang merupakan temannya. Ujaran Waska tidak santun karena mengatakan temannya setan, seharusnya Waska menyebutkan namanya. Namun hal tersebut terjadi karena Seniman adalah temannya sendiri sehingga sudah biasa baginya. (50) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Embah kesal dibangunkan oleh Ranggong dan Borok. Tujuannya untuk melepaskan kekesalannya kepada Borok dan Ranggong. Percakapan terjadi di rumah Embah.
Borok : Ya, Kenapa dia tidur? Ranggong : Kenapa tidur. Mana aku tahu. Embah : Aku tidak tidur. aku kesal. Aku kesal karena kalian berdua sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian. Sinting. Sekarang aku mau tidur. Borok : (Meraung) Embah!!!50
49
Ibid, h. 161
50
Ibid, h. 168
69
Ujaran yang diucapkan oleh Embah tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Ranggong dan Borok). Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Embah yakni, Aku kesal karena kalian berdua sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian. Sinting. Ujaran Embah secara langsung bermakna menghina, karena Embah kesel dengan Ranggong dan Borok yang telah mengganggunya. Ujaran Embah tidak santun seharusnya Embah menjamu tamunya buka menghina dengan mengatakan mereka sinting. (51) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan membantah semua pidato yang disampaikan oleh Waska. Tujuannya untuk menghentikan rencana Waska. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska
Jonathan
: Sebelum dan sesudah pesta ini tidak ada lagi pesta yang lebih besar dan yang lebih meriah yang memungkinkan seluruh kegembiraan kita tumpah sehingga tuntas dasar sumbernya. Pesta ini pesta kami atas suatu kemenangan karena kami akan memiliki 200.000 fajar dan 200.000 senja. Anak-anakku, di bukit yang terjal ini, kekosongan kita telah sampai pada kesempurnaannya, kesepian kita yang kerontang semakin berdebu dan matahari di ubun-ubun kita memanggangnya, meramunya, meraciknya sehingga hanya topanlah yang kita tunggu hadirnya agar tercipta badai debu yang akan menyapu sudut-sudut kota. Dalam beberapa detik lagi, kita akan mendenguskan nafas amarah kita yang dihembus oleh gas bau bacin dari perut kita yang kosong, melanda sebagai wadah epidemic yang tak akan tertahankan oleh kota yang sombong ini. Di bukit ini kami berdiri bagaikan tiga batang lilin hitam dengan nyala ungu. : Waska, amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak cengeng penyair remaja yang cengeng.51
Ujaran yang diucapkan oleh Jonathan dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain. pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada Waska, amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak cengeng penyair remaja yang cengeng. Ujaran Jonathan tampak sekali tidak santun, karena secara langsung menghina Waska, dengan mengatakan pidato Waska bagai sajak cengeng. 51
Ibid, h. 188
70
(52) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus berdebat dengan Jonathan. Jonathan mencoba mengingatkan Waska dengan kisah masa lalunya namun Waska mendebat Jonathan. Tujuannya untuk mencela Jonathan. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan
Waska
: Kamu kehilangan sesuatu tapi kamu tidak menyadarinya, Waska. Cobalah sebentar kenangkan semuanya secara utuh. Berlakulah adil. Timbanglah satu demi satu seluruh yang kamu miliki. : Janganlah mencoba mengorek-ngoerek masa lampauku. Sentimentil! Dan lagi apakah kamu kira ketika aku berlayar dulu, ketika aku jadi kelasi dulu lantaran didorong oleh romantic keremajaan keluarga ningrat? Seperti romantic semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu?52
Ujaran yang dilkukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meninimalkan pujian kepada orang lain (Jonathan). Karena Jonathan terus mengungkit masa lalu mereka berdua hingga membuat Waska kesel. Ujaran Waska yang meamksimalknan cacian terhadap Jonathan terlihat pada Seperti romantic semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu? Ujaran Waska secara langsung menghina Jonathan dengan mengatakan kesenian Jonathan penuh dengan skandal yang bermakna penuh masalah. (53) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan menyampaikan kepada Waska tentang kesenian yang telah lama Ia tinggalkan, tapi Waska malah menuduhnya memainkan skandal yang lain dan mencaci Jonathan. Tujuannya untuk mengalahkan Jonathan dalam perdebatan. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan
Waska
52
Ibid, h. 192
: Terus terang aku tak hendak berdebat soal kesenianku, apalagi soal lainnya, karena pikiranmu belingsatan. Tapi satu hal, kamu tahu sendiri kesenian yang kamu bicarakan sudah lama aku tinggalkan dan kamu sendiri juga tahu bagaimana selama ini aku menulis serta menyanyi tentang kalian, tentang kamu!!! : Kalau begitu kamu sedang memainkan skandal yang lain dan mungkin lebih besar lagi. Jonathan, ternyata jiwamu cacingan, atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Selama ini kamu mengira nyanyian kamu, kesenian kamu mewakili kelaparan kami, amarah kami? Cuah! Ilusi! Dan lebih dari itu, sambil membungkam rasa persahabatanku padamu, aku menuduhmu, aku mendakwa kamu telah mengatasnamakan
71
kami, penderitaan-penderitaan kami dan kamu telah mendapat keuntungan dan kehormatan.53 Ujaran yang dilakukan oleh Waska kepada Jonathan tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Jonathan). Waska terus berdebat dengan Jonathan hingga akhirnya Waska menghina Jonathan. Pemaksimalan cacian tersebut terlihat jelas pada ujaran Waska yakni, Jonathan, ternyata jiwamu cacingan, atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Ujaran Waska yang secara langsung mengatakan jiwa Jonathan cacingan yang berarti penakut, dan idiot yang mengandung makna bodoh. Dari ujaran yang disampaikan Waska tersebut terlihat jelas Waska melanggar maksim kemurahan. (54) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska tetap tidak menerima nasehat dari Jonathan dan mengatakan nasehat Jonathan kuno. Tujuannya agar Jonathan berhenti menasehatinya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan Waska
: Dakwaanmu terlalu berat. : Tapi masih terlalu ringan dibanding penipuan-penipuanmu. Dan ketahuilah, nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah kuno yang sudah mati. Karenanya, pergilah.54
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Jonathan). Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah kuno yang sudah mati. Karenanya, pergilah. Ujaran Waska secara langsung menghina Jonathan, karena Waska kesal dengan Jonathan yang terus menasehatinya. Dengan mengatakan nasehat Jonathan sudah kuno berarti tidak cocok dipakai lagi untuk zaman sekarang. Kalimat selanjutnya menyuruh Jonathan pergi, terlihat jelas Waska tidak santun terhadap temannya.
53
Ibid, h. 193
54
Ibid, h. 194
72
4. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati Pelanggaran maksim kerendahan hati terjadi apabila penutur memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan cacian pada dirinya sendiri. Orang yang suka memuji diri sendiri adalah orang yang suka pamer dan orang seperti ini akan dianggap tidak santun. Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kerendahan hati: (55) Konteks : Ujaran disapaikan oleh Gustav kepada teman-temannya ( Ranggong dan Japar). Mereka sedang meributkan tentang keadaan Waska, dan takut jika Waska semakin memburuk. Tujuannya untuk menentukan siapa yang akan memimpin mereka selanjutnya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong Japar Ranggong Gustav Ranggong Gustav
: Saya takut dia mati. : Kalau mati kenapa? : Siapa yang akan memimpin kita? : Gampang itu. Kita berantam dulu. Pilih yang paling jagoan. : Gampang. Kamu kira kamu mampu memimpin saya dan teman-teman semua? : Bisa saja. Apa susahnya?55
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav dikatakan melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri sendiri. Ranggong memikirkan siapa yang akan menjadi pemimpin jika Waska mati, tiba-tiba Gustav menjawabnya. Gustav merasa bisa memimpin Ranggong dan teman-teman lainnya. Pemaksimalan pujian terhadap diri sendiri tersebut terlihat pada ujaran Gustav yakni, Bisa saja. Apa susahnya? Ujaran Gustav dikatakan tidak santun karena dia menyombongkan dirinya dia merasa bisa menjadi pemimpin. (56) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Bigayah kepada Saru. Satu memberitahu Bigayah kalau Waska sedang sakit tetapi, Bigayah malah marah kapada Satu. Tujuan Bigayah untuk mengancam Satu dan memamerkan bahwa dia punya kekuatan. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah Satu Bigayah Satu 55
Ibid, h. 128
: Ayo, jangan bisu! : Bigayah, pacarmu Waska saat ini sedang dalam keadaan sakratul maut di gerbong tua itu. : (Menjambak leher bajunya) Jangan bicara sembarangan, ya? Saya orang kuat di sini. : Betul, Bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya.56
73
Ujaran Bigayah dikatakan melanggar maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri sendiri. Pemaksimalan pujian terlihat pada ujaran Bigayah yakni, Jangan bicara sembarangan, ya? Saya orang kuat di sini. Bigayah menyatakan dirinya adalah orang yang kuat. Bigayah dikatakan tidak santun karena ujarannya mengandung makna menyombongkan diri. (57) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Nabi. Waska menjelaskan kepada Nabi kalau dia dan pengikutnya tidak lagi dalam keputus-asaan. Tujuannya untuk menjawab pernyataan Nabi yang menyatakan mereka dalam keputuasaan. Percakapan terjadi di atas panggung.
Nabi
Waska
Nabi
: Tapi Waska, apakah kamu tidak menyadari sebenarnya kamu dan kawan-kawanmu sedang diliputi oleh suatu sikap keputusasaan yang sangat gelap mengerikan? : Nabi, ketahuilah, kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah jauh dari sikap serta keadaan itu. Kami telah menyebranginya. Kami telah mengarungi samudera luas keputus-asaan dan sampai di suatu pulau seberang harapan yang masih belantara, yang masih lekat dengan hutan buah larangan, yang setiap batangnya dari berjuta pohonan melilit seekor ular purba. Dan di pulau itu adalah sebuah bukit terjal. Dan di bukit terjal itu adalah sebuah goa yang dinding-dindingnya adalah tembaga. Dan di tempat yang hanya berbau karat besi itu kami telah bertemu dengan Dajjal. : Tuhanku!57
Ujaran Waska kepada Nabi dikatakan melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri sendiri. Waska mengatakan kalau dia dan pengikutnya telah melewati sikap putus asa. Pemaksimalan pujian itu terlihat jelas pada Nabi, ketahuilah, kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah jauh dari sikap serta keadaan itu. Kami telah menyebranginya. Ujaran Waska tersebut terlihat tidak santun karena bersikap sombong. (58) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kedpada tukang pijat. Tukang pijat menawarkan diri untuk memijat Waska tapi Waska malah marah-marah. Tuajuan Waska berkata seperti itu untuk menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja di hadapan pengikutnya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska. 56
Ibid, h. 143
57
Ibid, h. 155
74
Tukang Pijat: Nggak dipijit dulu, bapa? Waska : Kamu kira aku kumpulin orang-orang sebanyak ini hanya untuk nonton aku pijatan? Lagi siapa yang menyatakan aku sakit? Siapa (Batuk-batuk hebat sekali) Aku tidak sakit! Aku tidak sakit! Aku sehat wal-afiat. (Meludah) Batuk sialan!58 Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri. Dalam ujaran ini Waska tidak mau mengakui dirinya sakit, dia merasa kuat padahal dia sering batuk-batuk. Hal ini dapat dibuktikan pada Lagi siapa yang menyatakan aku sakit? Siapa (Batuk-batuk hebat sekali) Aku tidak sakit! Ujaran tersebut dikatakan tidak santun, karena Waska tidak menghargai tukang pijat yang ingin membantunya. Waska tidak terima kalau dia dibilang sakit, mungkin dia merasa malu kepada anak buahnya kalau sakit, karena dia adalah seorang pemimpin dan seorang pemimpin adalah orang yang kuat. (59) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Debeleng dan Ranggong. Mengenai kostum yang akan digunakan untuk merampok nanti. Tujuannya menyatakan dirinya penjahat besar dan punya gaya sendiri. Percakapan terjadi ditempat perkumpulan Waska.
Ranggong : kamu tidak pake kostum khusus dalam perampokan nanti? Debleng : ya, Borok. Aku kira kamu paling cocok mengenakan kostum ala bandit Chicago seperti dalam film. Borok : Modar! Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari Alcapone, gue nggak mau tiru-tiru. Debleng : Gua mau pake topeng biar serem. Habis muka gue klimis.59 Ujaran yang dilakukan oleh Borok dikatakan melangga r maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri sendiri. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ujaran Modar! Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari Alcapone, gue nggak mau tirutiru. Ujaran tersebut dikatan tidak santun karena secara langsung Borok
58
Ibid, h. 160
59
Ibid, h. 189
75
mengatakan bahwa dirinya adalan bandit terbesar, kata-kata yang diucapkan Borok tersebut bermakna menyombongkan dirinya.
5. Pelanggaran Maksim Kesetujuan Pelanggaran maksim kesetujuan terjadi apabila peserta tutur meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. pelanggaran terjadi jika seseorang maunya menang sendiri dan pendapat orang lain tidak mau didengarkan, orang tersebut akan dianggap tidak santun. Berikut penggalan ujaran atau petunjuk laku yang melanggar maksim kesetujuan: (60) Konteks : Ujaran diucapkan Nabi kepada para pengikut Waska. Nabi tidak setuju kalau anak buah Waska menangisi Waska. Tujuannya untuk menayakan alasan mereka menangisi Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi Gustav
Nabi Debleng Nabi Nabi Nabi
: Kenapa Waska? :Waska, pemimpin besar kami, pemimpin umat manusia, sedang menderita sakit. Bahkan pada detik-detik ini ia sedang dalam keadaan inkoma, sakratulmaut. :Kalian kelewatan, betul-betul kalian kelewatan. Tuhan ampunilah mereka karena mereka menangisi Waska. : Ya, kami menangisi Waska. : Waska kalian tangisi? : Nggak masuk akal. Nggak masuk akal. : Waska? Orang semacam itu? 60
Ujaran yang dilakukan Nabi dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Nabi tidak setuju anak buah Waska menangisi Waska. Peminimalan persesuaian tersebut terlihat pada ujaran Waska kalian tangisi? Nggak masuk akal. Nggak masuk akal. Waska? Orang semacam itu? Ujaran Nabi tersebut mengandung makna kalau Waska tidak pantas ditangis karena dia adalah seorang penjahat.
60
Ibid, h. 136
76
(61) Konteks : Ujaran diucapakan oleh Ranggong dan Borok kepada Nabi. Mereka membantah pendapat Nabi yang merendahkan Waska. Tujuannya agar nabi tidak usah mencampuri urusan mereka. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi : Saudaraku, Ranggong : Pandanganmu ingin mengatakan bahwa Waska adalah tokoh jahat dan karenanyalah tidak patut ditangisi. Tuhan, apakah benar saya nggak boleh menangisi orang yang telah membantu banyak orang itu? Nabi : Tetapi…. Borok : Nggak pakai tetapi! Kalau kalian merasa ganjil atau merasa tidak terlibat dalam peristiwa ini lebih baik duduk saja menonton. Gustav!61 Ujaran yang diucapkan oleh oleh Borok dikatakan melanggar maksim kesetujuan karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan kesesuain dengan orang lain. ujaran Borok yang membantah perkataan Nabi menjelaskan kalau Borok tidak setuju dengan Nabi. Pemaksimalan ketidaksesuain tersebut terlihat pada ujaran Borok yakni, Nggak pakai tetapi! Ujaran borok tersebut menyatakan kalau dia tidak suka dibantah oleh Nabi. Dari ujaran Borok tersebut terlihat jelas kalau dia tidak santun terhadap Nabi yang dengan tegas mengatakan tidak ada tetapi. (62) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Gustav. Gustav menyampaikan pendapatnya bahwa dengan menangis berarti telah melakukan segala-galanya, tetapi dibantah oleh Seniman. Tujuannya untuk menyatakan pendapatnya yaqng tidak setuju dengan Gustav. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Gustav Seniman
61
Ibid
: Menurut pendapat saya pribadi dengan menangis kita sudah melakukan segala-galanya. : Karena pada saat ini menangis hampir merupakan suatu atau salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau kurang disukai orang, belakangan ini kita lebih senang mengetawai daripada menangisi. Barangkali karena kita sudah terlalu jenuh menangis, terlalu jenuh menderita atau apalah dan kita lebih suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung secara mutlak dan merata di kalangan para seniman. Tetapi kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang kurang agung, kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat, lebih intelek. Dan kita memang sama-sama tahu seniman adalah golongan semau gue sementara mereka menganggap
77
diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal kalau mereka mengakui sikap seniman-seniman ini pada hakekatnya nyaris suatu sikap kebangsawanan yang kenes dengan sedikit unsur kebuasan yang terselubung.62 Ujaran yang diucapkan oleh Seniman dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan meminimalkan kesesuaian dengan orang lain (gustav). Seniman tidak setuju dengan Gustav yang menganggap dengan menangis berarti telah melakukan segala-galanya. Ketidaksetujuan itu terlihat pada ujaran Seniman yakni, Tetapi kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang kurang agung, kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat, lebih intelek. Menurut Seniman menangis bukan sikap yang agung, dan sebaliknya tertawalah yang menujukkan sikap terhormat dan intelek. (63) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Nabi dan Semar. Mereka membicarakan Waska yang keras kepala dan Nabi meminta pendapat Seniman tentang Waska. Tujuannya mengatakan jika dia tidak mau ikut campur dengan diskusi tersebut. Percakapan terjadi di atas panggung.
Semar Nabi Semar
Nabi Seniman
: Waska memang keras kepala. : Betul-betul putra Nuh. Saya harap saja pada akhir sandiwara ini, ia akan mendapatkan karunia cahaya. : Saya sendiri juga mengharapkan itu, tapi sayangnya, seperti juga pengarang sendiri, kita hampir tidak pernah bisa menduga akhir kisah seseorang. Benih peristiwa selalu luput dari tangan kita. : Nah, pendapatmu bagaimana, seniman? : Aku hanya berurusan dalam lakon Waska tapi tidak dalam diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata aku hanya mau mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu. Terus terang belakangan ini kemurnian elemen-elemen itu ditunganggi secara kurangajar dan tak senonoh.63
Ujaran yang diucapkan Seniman tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan meminimalkan kesesuaian dengan orang lain (Nabi dan Semar). Pemaksimalan ketidaksesuaian tersebut terlihat pada ujaran Seniman yakni, Aku hanya berurusan
62
Ibid, h. 140
63
Ibid, h. 157
78
dalam lakon Waska tapi tidak dalam diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata aku hanya mau mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu. Ujaran yang diucapkan seniman dikatakan tidak santun karena ketika Nabi meminta pendapatnya dia menjawab tidak mau ikut serta dalam diskusi tersebut, tetapi ia tetap mengungkapkan pendapatnya. (64) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Borok. Borok mengatakan kalau Juru kunci mempermainkan mereka tapi Ranggong membantahnya. Tujuannya menyatakan ketidak setujuan dengan pendapat Borok. Percakapan terjadi di kuburan.
Borok Ranggong Borok Ranggong
: Dia mempermainkan kita. : Tidak. Justru dia mempermainkan dirinya. : Dia membuang waktu. : Tidak. Waktu membuang dia.64
ujaran yang dilakukan oleh Ranggong dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain (Borok). Pemaksimalan ketidaksetujuan tersebut terlihat pada Tidak. Justru dia mempermainkan dirinya. Dan Tidak. Waktu membuang dia. Sikap seperti itu dikatakan tidak santun karena Ranggong selalu membalikkan kata-kata yang diucapkan oleh Borok menyatakan dia tidak setuju dengan apa yang dibicarakan oleh Borok. 6. Pelanggaran Maksim Simpati Pelanggaran maksim simpati terjadi apabila dalam tuturan peserta tutur meminimalkan rasa simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain. orang yang tidak memiliki rasa simpati dan bersikap antipati terhadap orang lain akan dianggap tidak santun. Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim simpati: (65) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Bigayah kepada Waska. Bigayah terus mendekati Waska namun, Waska terus menolaknya. Ujaran diucapkan Bigayah agar dia bisa mendekati Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Bigayah 64
Ibid, h. 180
: Waska.
79
Waska Bigayah Waska Bigayah
: Jangan mendekat, Gayah. : Waska. : Kasihani aku, Gayah, aku sedang sakit parah, inkoma, dalam keadaan sakratul maut. : Justru itu artinya kesempatan yang baik.65
Ujaran yang dilakukan oleh Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim kesimpatian, karena memaksimalkan rasa antipati terhadap orang lain dan meminimalkan rasa simpati terhadap orang lain. hal ini terlihat pada ujaran Bigayah Justru itu artinya kesempatan yang baik. Ujaran bigayah dikatakan tidak santun karena Bigayah tidak mempedulikan Waska yang telah memohon kepadanya jangan menganggunya karena dia lagi sakit , tetapi bigayah tetap menganggunya. Dari ujaran tersebut terlihat jelas Bigayah tidak memiliki rasa simpati terhadap Waska karena terus mendesak Waska. (66) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Borok menyampaikan kepada Embah kalau Waska sakit namun, Embah menanggapi hal itu biasa saja. Tujuan Borok ingin meminta pertolongan Embah. Percakapan terjadi di rumah Embah.
Borok Embah Ranggong Embah Borok Embah Borok Embah
: Waska sakit. : Sakit? : Sakit keras sekali, Albert. : sakit apa? : Sakit tua. : Lalu apa ada yang istimewa? : Ia meraung-raung saja. : Tidak usah dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang. Sembuh atau mati.66
Ujaran yang dilakukan oleh Embah dikatakan melanggar maksim simpati, karena memaksimalkan antipati terhadap orang lain dan meminimalkan simpati terhadap orang lain. Embah tidak peduli terhadap Ranggong dan Borok yang meminta pertolongan kepadanya untuk pemimpinya. Pemaksimalan rasa antipati Embah dapat dilihat pada Lalu apa ada yang istimewa? Dan Tidak usah dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang. Sembuh atau mati. Ujaran Embah
65
Ibid, h. 148
66
Ibid, h. 168
80
tersebut menyatakan kalau Embah tidak bersimpati terhadap penyakit yang dialami Waska. C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Dalam kegiatan berbahasa, manusia sebagai pengguna bahasa harus dapat menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam kehidupan sehari-hari aspek berbicara menjadi sesuatu yang penting karena melalui berbicara seseorang dapat menjalin komunikasi dengan orang lain dan berbahasa,
mengungkapkan perasaan, gagasan, serta ide-idenya. Dalam
manusia
perlu
memperhatikan
adanya
kesantunan
ketika
berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia tidak melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Di sekolah yang merupakan lembaga pendidikan pengajaran kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian seseorang. Dengan adanya muatan pendidikan karakter di sekolah pada setiap mata pelajaran, dalam hal ini khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia. Pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara sangat diperlukan, agar proses komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dapat berjalan dengan baik. Kegiatan yang pembelajaran yang berhubungan dengan aspek keterampilan berbicara yakni kegiatan berdiskusi. Diskusi berasal dari bahasa yaitu discutio atau discusium yang artinya bertukar pikiran. Diskusi pada dasarnya suatu bentuik tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar.67 Dalam pembelajaran diskusi sejumlah orang dapat menyampaikan gagasan, ide, dan pendapatnya, oleh karena itu dalam pembelajaran sering digunakan metode diskusi sebagai upaya pencapaian tujuan pembelajaran. 67
Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005) h, 7.18.
81
Pelajaran berdiskusi terdapat di SMP kelas VIII semester genap dengan kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Dalam kegiatan berdiskusi terkadang sering muncul penggunaan ujaran yang kurang santun pada siswa dalam mengungkapkan pendapatnya. Tidak jarang saat berdiskusi adu pendapat dan menyalahkan pendapat orang lain dilakukan oleh siswa. Dalam berdiskusi di kelas sering juga terlihat antara kelompok penyaji dan penanggap kurang saling menghargai terkadang tuturan yang digunakan berupa sindiran dan ejekan atau bantahan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran diperlukan materi cara berdiskusi yang santun dan pilihan kata yang tepat ketika berbicara dengan orang lain. Melalui pelajaran diskusi seorang guru dapat memberikan penilaian terhadap siswanya dari bahasa yang digunkaan oleh siswa, santun atau tidak bahasa yang digunakan oleh siswa. Sebelumnya dalam pengajaran diskusi guru harus menjelaskan bagaimana menyampaikan pendapat, menyanggah dan menolak pendapat orang lain dengan baik sehingga orang lain dapat menerima pendapat dan tidak tersinggung. Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung. Dengan demikian banyak manfaat yang di dapat oleh siswa jika sering menggunakan metode diskusi dalam setiap pembelajaran yaitu, siswa dapat mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan dapat melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak. Dalam pembelajaran diskusi pemilihan kata yang digunakan oleh siswa menentukan kesantunan berbahasa siswa, semakin santun bahasa yang digunakan semakin santun dan baik karakter siswa tersebut. Adapun rancangan pembelajaran yang berhubungan dengan kajian penelitian dapat dilihat pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terlampir.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis kesantunan berbahasa menggunakan prinsip kesantunan berbahasa Geoffrey Leech yang dilakukan pada naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ditemukan pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan. Dari keseluruhan data pada ujaran diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan Leech diperoleh 39 data yaitu, 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati. Pada naskah drama Umang-umang tersebut lebih didominasi oleh pelanggaran maksim kemurahan. Hal ini karena di dalam dialog yang terjadi antara tokoh banyak menggunakan bahasa yang tidak santun, yaitu mengunakan kata-kata kasar untuk menghina orang lain dan banyak terdapat cacian pada orang lain . 2. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP pada materi kelas VIII semester genap kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Kegiatan diskusi dalam pembelajaran banyak memberikan manfaat bagi siswa yaitu dapat mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan dapat melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak. Semakin santun bahasa yang digunakan oleh seorang anak maka semakin santunlah sikap anak tersebut
82
83
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian analisis beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam skripsi ini. Penulis memiliki beberapa saran, diantaranya: 1. Bagi peneliti yang ingin mengkaji kesantunan berbahasa selanjutnya hendaklah mengkaji dengan menggunakan objek penelitian yang lain dan lebih mendetail analisisnya guna menambah khazanah ilmu bahasa. 2. Bagi
Guru
hendaklah
mengajarkan
kepada
siswa
bagaimana
menggunakan bahasa yang santun dan dalam memberikan bahan pelajaran seharusnya terlebih dulu memilih bahan bacaan yang berkualitas kepada peserta didiknya yang dapat memberi manfaat baik sehingga menjadikan siswa lebih berkarakter, baik di lingkungan sekolah mapun lingkungan masyarakat 3. Bagi peserta didik, diharapkan mampu menggunakan bahasa yang santun dalam pelajaran diskusi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA Black, Elizabeth. Stilistika Pragmatis. Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2011 Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera, 2003 Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta, 2010 -------. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Gunarwan, Asim. Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007 Hardo S.. “Arifin C. Noer Sineas Lengkap”. Suara Karya Minggu. Jakarta, Minggu ke 3 Agustus 1992 Hasanudin. Drama karya dalam dua dimensi. Bandung: Angkasa, 1996 Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta : Referensi, 2013 Jaszczolt, K.M. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse. London: Longman, 2002 Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia, 2008 Leech, Geofrrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. terj. dari The Principles of Pragmatics. oleh M.D.D Oka. Jakarta:UI Press 1993 Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakara: PT Raja Grafindo Persada. 2007 Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011 Nadar, F. X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Noer, Arifin C. Orkes Madun. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000 Nurhaidah, Nuri. Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta: Smart Writing, 2014 Priyatni, Endah T. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010 Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga,2005 -------. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009
84
85
Saputro, Heryus. “Jejak Langkah Arifin C. Noer”. Femina. Jakarta. 18 0ktober 1995 Schiffrin, Deborah. Ancangan Kajian Wacana. terj. dari Approaches to Discourse. oleh, Unang, Dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007 Setiyono, Ana Aan, “Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP,” Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal. 2013.tidak dipublikasikan Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012 Syafrida, “Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,” skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.2015 tidak dipublikasikan Tarigan, Djago. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta : Universitas Terbuka. 2005 Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa, 2009 Yule, George. Pragmatics.New York: Oxford University Press 1996 Yunita, “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta. 2014. tidak dipublikasikan Wellek dan Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993 Widjoko dan Endang Hidayat. Tori Sejarah dan Sastra Indonesia. Bandung : UPI PRESS, 2006
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama NIM Fakultas Judul Skripsi
:
Nova Liana
: 1111013000108 :
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
:"Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama
Umang-Umang karya
Arifin C. Noer dan
implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Dosen
Pembimbing
:
"
Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A.
Paraf Pembimbing
Referensi
No
Elizabeth Black. Stilistikn Pragmatis. Terj. Dari 1
Pragmatic Stylistic oleh
Ardianto
dkk.
Yogyakarta:Pustaka Pelaj ar. 20 1 I
/
Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra. 2.
Magelang: Indonesia T era, 2003
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. J.
/ Jakarta:
Rineka Cipta,2007
{
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: 4.
{
Rineka Cipta,2010 Gunarwan, Asim. Pragmatik Teori dan Kaiian
5.
/
Nus ant ar a. Jakarta: Universitas Atma J ay a 2007
Hardo S.. "Arifin C. Noer Sineas Lengkap". 6.
Suara Karya Minggu. Jakarta, Minggu ke Agustus 1992
3
/
Hasanudin. Drama karya dalam dua dimensi. 7.
Bandung: Angkasa, 1996
/
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan 8.
Sosial. J akarta : Referensi, 2013
Jaszczolt, 9.
K.M. Semantics and
t
Pragmatics:
Meaning in Language and Discourse. London:
Longmary2002
I
__/
Kridalaksana Harimurti. Kamus Linguistik. 10.
Jakarta: PT Gramedia, 2008
{
Leech, Geofrrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. 11.
terj. dari The Principles
of
M.D.D Oka. Jakarta:Ul Press
Pragmatics. oleh 1993
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakara: PT
t2.
Raja Graf,rndo Persada. 2007 Muhamma d. Metode
13.
Jogjakarta
: Ar-Ruzz
P
f I
f
enelitian Bahas a.
Media, 2011
Nurhaidah, Nuri. Wacana Poloitik Pemilihan
t4.
{
Pr esiden di Indone sia. Y ogyakarta: Smart
Writing,2014
Nadar,
F. X.
Pragmatik dan Penelitian
15.
/
Pragmatik Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Noer, Arifin t6.
C.
Firdaus,2000
Priyatni, Endah t7.
Orkes Madun. Jakarta: Pustaka
/
T.
Membaco Sastra dengan
Ancangan Literasi Kritis. Jakarta:
PT
Bumi
{
Aksara,2010 18.
Rahardi, Kunjana. Pragmatik
Kesantunan
Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta:
{
Erlangga,2005
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. 19.
Jakarta:
/
Erlangga,2009
Schiffrin, Deborah. Ancangan Kaiian Wacana. 20.
terj. dari Approaches to Discourse. oleh, Unang,
Dkk. Yogy akarta. Pustaka
P
/
elaiar 2007
Setiyono, Ana Aar{'Nilai Moral dalam Naskah
/
2t.
Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan
{
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di
SMP," Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal. 20 1 3.tidak dipublikasikan 22.
Saputro, Heryrs. "Jejak Langkah
Arifin
C.
Noer". Femina. Jakarta.18 0ktober 1995 /-).
Sugiyono Metode
P
(
enelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,2}l2
/
Syafrida, "Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya 24.
Dewi Lestari dan Implikasinya
/
Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,"
skripsi, J
UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta,
akarta.Z}l5 tidak dipublikasikan.
Tarigan, Djago. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta
: Universitas
Terbuka'
{
25.
2005
Tarigan, Henry Guntur. Pengaiaran Pragmatik. 26.
Bandung: Angkasa,2009
/
Yule, George. Pragmatics.New York: Oxford 27.
University Press 1996
/
Yunita, "Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam
Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya 28.
I
terhadap Pembelajaran Sastra" Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta. 2014. tidak dipublikasikan.
Wellek dan Warren. Teori 29.
Kesusastraan.
Jakarta: PTyGramedia Utama, 1993
/
\ Widjoko dan Endang Hidayat. Tori Sejarah dan 30.
Sastra Indonesia. Bandung : UPI PRESS,2006
I
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) K.D.10.1. Sekolah
: SMPN
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas /Semester
: VIII/2
Standar Kompetensi
10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler
Kompetensi Dasar
10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan
Indikator
Alokasi Waktu
Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif : 4 X 40 menit ( 2 pertemuan)
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menyampaikan persetujuan dalam diskusi dengan etika yang baik dan santun. Siswa mampu menyampaikan sanggahan dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif dengan santun.
II. Materi Pembelajaran
Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentati. Memberikan sanggahan dalam adu pendapat disertai bukti. Untuk membahas suatu masalah , dilakukan berbagai diskusi. Dalam kegiatan ini, siswa berlatih mengemukakan pendapat dan menyanggah pendapat/ menolak usul yang ada dalam diskusi. Siswa akan memperbincangkan masalah sinema remaja yang ditayangkan televisi dalam suatu diskusi.
III. Metode Pembelajaran
Pemodelan Tanya jawab Inkuiri Diskusi
IV. Langkah – Langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama Langkah – langkah Pembelajaran
Alokasi Waktu
Metode
10 menit
Tanya Jawab
A.Kegiatan Awal: 1. Guru membuka pelajaran dengan apersepsi Tanya jawab pengalaman siswa dalam berdiskusi atau melihat. diskusi di Televisi. (ingin tahu) 2. Siswa menyimak rumusan tujuan pembelajaran yang disampaikan guru. B.Kegiatan Inti 1. Siswa menyimak pemutaran rekaman kegiatan diskusi dari salah satu TV dengan sungguh-sungguh. (kerja keras) 2. Siswa mengemukakan tata cara diskusi (menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat, menolak, dll) dari hasil menyimak. 3. Siswa menerima rumusan bahan untuk diskusikan dalam kelompok. 4. Siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing menjawab permasalahan yang diberikan guru.(kerja sama)
Pemodelan 60 ―
Diskusi Inkuiri
C.Kegiatan Penutup 1. Siswa menanyakan kesulitan dalam berdiskusi. 2. Guru memberikan tanggapan dan memberikan nilai.
Pertemuan Kedua
10 ―
Tanya Jawab
Langkah – langkah Pembelajaran
Alokasi Waktu
Metode
10 menit
Tanya Jawab
60 ―
Diskusi
10 ―
Tanya jawab
A.Kegiatan Awal: 1. Guru membuka pelajaran dengan mengadakan apersepsi (menanyakan tugas yang diberikan ke siswa pada pelajaran sebelumnya) 2. Siswa mempersiapkan tugas pertemuan yang lalu B.Kegiatan Inti: 1. Siswa memperagakan kegiatan diskusi sesuai dengan rumusan kelompok di depan kelas. (kerja sama) 2. Siswa kelompok lain mengemukakan kalimat persetujuan dengan etika yang baik. (santun) 3. Siswa dalam kelompok lain mengemukakan sanggahan dan penolakan dengan bahasa dan etika yang baik disertai argumentasi yang logis. (berpikir logis) 4. Siswa penilai memberikan komentar terkait persetujuan, sanggahan, dan penolakan yang disampaikan peserta diskusi dengan memperhatikan etika berbicara. (santun) C.Kegiatan Penutup 1. Siswa melakukan refleksi dengan menyampaikan kesulitan dalam berdiskusi. 2. Siswa menyimpulkan pelajaran
V. SUMBER BELAJAR Buku Bahasa Indonesia kelas VIII Penerbit Depdiknas Hal.138 LKS Bahasa Indonesia MGMP BIND. Kab. Malang kelas VIII
VI. PENILAIAN a. Teknik
: Unjuk kerja
b. Bentuk Instrumen
: Uji kerja dan produk
c Kisi – Kisi soal penilaian
Standart Kompetensi
Kompetensi Dasar
10. Mengemu kakan pikiran, perasaan, dan informasi mela lui kegiatan diskusi dan protokoler
10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan
Indikator Instrumen
1. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan sanggahan. 2. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan pendapat yang sesuai dan tidak sesuai. 3. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan sanggahan dan penolakan yang muncul dalam diskusi.
d. Soal Penilaian 1. Bagaimana pendapat kelompokmu terhadap pendapat yang terdapat dalam teks? 2. Tulislah pendapat yang sesuai dan pendapat yang tidak sesuai! 3. Tulislah sanggahan yang muncul dan penolakan usul yang muncul dalam diskusi ! e. Pedoman Penskoran kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi No
Nama Siswa
Jumlah skor Keaktifan
Kerjasama
Kesungguhan
Skor : A
= 9—10
C = 6—7
= 7.5 – 8.5
D = kurang dari 6
B
Kriteria penilaian
skor = skor didapat siswa X 100
Skor maksimal (30)
Mengetahui,
Tangerang, ..............2016
Kepala Sekolah
Guru mata pelajaran
(Rohman, M. Pd)
(Nova Liana, S. Pd)
BIOGRAFI PENULIS Nova Liana, lahir di Piladang 07 November 1991. Penulis memulai pendidikan formal di sebuah TK Tunas Harapan Piladang, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD N 08 Piladang, lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP N 04 Payakumbuh. Setelah lulus ia kembali menempuh pendidikan di SMA N 01 Kec. Akabiluru lulus tahun 2009. Pada tahun 2011 akhirnya melanjutkan kembali studinya keperguruan tinggi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Anak kedua dari tiga bersaudara ini adalah anak dari Yusrizal dan Dewi Asmita, selama masa kuliah tinggal dirumah sewa di Jl. H. Nipan No. 74 RT : 01 RW : 8 Kel. Pisangan Kec. Ciptat Timur, Tangerang, Banten. Sebelum sempat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ia bekerja selama satu setengah tahun di sebuah pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Timur. Ia pernah bekerja di BPJS ketenagakerjaan dan Oktober 2015 bekerja di KEMDIKBUD sebagai tenaga kerja magang. Ia pernah menjadi fasillitator bidang kesekretariat di acara Kawah Kepemimpinan Pelajar (KKP) sawangan Depok.
P SMP yang diadakan kemdikbud di