KERENTANAN AIRTANAH UNTUK PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF DEKAT PERMUKAAN DI DESA MUNCUL KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan manusia di segala sektor pasti akan menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan pun beraneka ragam bentuk dan tingkat bahayanya terhadap lingkungan, salah satunya adalah limbah radioaktif. Limbah radioaktif bisa menjadi salah satu jenis bahan pencemar yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan tempat penyimpanan atau pembuangan limbah tersebut (Alfiyan, 2008). Pencemaran lingkungan tersebut bisa menyebabkan terjadinya pemaparan terhadap penduduk sekitar penyimpanan limbah melalui jalur airtanah dan lingkungan biotik. Untuk menghindari pencemaran lingkungan akibat limbah radioaktif, maka dapat dibuat suatu fasilitas penyimpanan limbah. Fasilitas penyimpanan limbah yang dibuat tergantung pada kebutuhan, yaitu berdasarkan tingkat bahaya limbah radioaktif dan umur paro dari radionuklida yang terkandung dalam limbah tersebut. Mayoritas jenis limbah radioaktif yang dihasilkan adalah limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang dengan umur paro pendek sampai sedang 1
(Susilowati, Sucipta, Suganda, 2011). Oleh karena itu, kebutuhan akan penyimpanan limbah sangat mendesak. Untuk jenis limbah radioaktif tersebut, lokasi penyimpanan limbah dapat diletakkan dekat dengan permukaan tanah. Perencanaan
pembuatan
fasilitas
penyimpanan
limbah
radioaktif
mempertimbangkan faktor - faktor fisik seperti kondisi geografis, kondisi geologis, kondisi hidrogeologi, dan ketersediaan infrastruktur (Susilowati, 2008). Kondisi fisik daerah mempengaruhi kesesuaian untuk pembuatan fasilitas penyimpanan limbah radioaktif. Oleh karena itu diperlukan evaluasi terlebih dahulu guna mengetahui kondisi kerentanan lahan pada kawasan tersebut. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah unsur limbah radioaktif, karena masing - masing unsur tentunya memiliki karakter fisik dan kimia yang berbeda beda. Pencemaran airtanah pada suatu wilayah dipengaruhi pula oleh siklus hidrologi. Siklus hidrologi memiliki peranan mempengaruhi kondisi atau karakteristik airtanah pada suatu wilayah. Dimana airtanah sendiri merupakan bagian dari siklus hidrologi. Proses evaporasi pada tubuh air di permukaan bumi akan menghasilkan hujan. Air hujan tersebut sebagian ada yang mengalir di permukaan bumi menjadi runoff dan ada pula yang masuk ke dalam tanah melalui pori - pori tanah atau rekahan - rekahan tanah menjadi lengas tanah dan airtanah. Air hujan yang masuk ke dalam tanah akan membawa zat - zat kimia baik dari permukaan tanah maupun dalam tanah sepanjang perjalanannya menuju akuifer. Oleh karena itu, apabila terdapat zat pencemar dalam tanah yang ikut masuk ke akuifer maka airtanah akan ikut tercemar. Airtanah yang tercemar akan
2
mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya apabila dipergunakan untuk kegiatan sehari - hari. Pencemaran airtanah yang terjadi pun tidak hanya dalam skala lokal atau disekitar lokasi sumber pencemar, namun dapat juga mempengaruhi aliran sungai disekitarnya. Aliran sungai di sekitar sumber pencemar dapat terpengaruh karena adanya airtanah yang masuk ke dalam aliran sungai. Berikut adalah gambaran mengenai siklus hidrologi yang ditampilkan pada gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1 Daur Hidrologi (Hartono, 2011)
3
1.2
Rumusan Masalah Setiap aktivitas manusia wajib diusahakan bersahabat dengan upaya
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini adalah Desa Muncul Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan, dimana Kawasan Nuklir Serpong berada di dalamnya, Desa Muncul berada bagian barat daya Kota Tangerang Selatan. Desa Muncul dilewati oleh salah satu anak sungai Cisadane dan memiliki topografi datar sampai landai serta memiliki material hasil pelapukan bahan vulkanik dari Gunung Salak. Oleh karena itu, adanya instalasi atau fasilitas penyimpanan limbah radioaktif harus mempertimbangkan beberapa parameter geografis. Diantaranya adalah kedalaman muka airtanah, curah hujan, media akifer, media tanah, dampak terhadap zona vadose, dan konduktivitas hidrolik akifer. Selain itu, lokasi penelitian yang berupa Desa tentu memiliki beragam penggunaan lahan. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian, terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas megenai kerentanan airtanah dengan adanya fasilitas penyimpanan limbah radioaktif. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain : 1. Bagaimana cara pengelolaan limbah radioaktif yang memiliki sifat yang berbeda dalam hal radiasi dengan limbah lainnya untuk mencegah pencemaran terhadap airtanah di kawasan tersebut. 2. Apakah ada potensi paparan radiasi akibat pengelolaan limbah radioaktif yang tidak dikelola dengan baik.
4
3. Kondisi fisik lahan dan sosial sekitar kawasan yang padat penduduk, sehingga diperlukan studi kerentanan airtanah untuk pembangunan fasilitas penyimpanan limbah radioaktif.
Masalah – masalah yang telah disebutkan di atas menjadi dasar pemikiran untuk penelitian mengenai seberapa besar tingkat kerentanan airtanah apabila diatasnya terdapat fasilitas penyimpanan limbah radioaktif. Dengan adanya latar belakang dan dasar pemikiran tersebut maka muncullah penilitian dengan judul “Kerentanan Airtanah untuk Penyimpanan Limbah Radioaktif Dekat Permukaan di Desa Muncul, Kecamatan Setu Kota, Tangerang Selatan.”.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi lahan yang digunakan sebagai parameter dalam metode DRASTIC. 2. Mengevaluasi kerentanan airtanah untuk penyimpanan limbah radioaktif dekat permukaan.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai “Kerentanan Airtanah untuk Penyimpanan Limbah Radioaktif Dekat Permukaan di Desa Muncul, Kecamatan Setu Kota, Tangerang Selatan”, diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya untuk :
5
1. Diperolehnya informasi ilmiah tentang hasil evaluasi tingkat kerentanan penyimpanan limbah radioaktif yang dapat diinformasikan kepada masyarakat. 2. Informasi hasil evaluasi tingkat kerentanan tersebut dapat digunakan sebagai arahan kepada masyarakat mengenai keselamatan penyimpanan limbah radioaktif dekat permukaan.
1.5
Tinjauan Pustaka
A. Topografi dan Penggunaan Lahan Kondisi topografi dicirikan salah satunya oleh konfigurasi lereng diantaranya adalah topografi datar (0 - 2%), landai (3 - 7%), miring (8 - 13%), agak terjal (14 - 20%), terjal (21 - 55%), sangat terjal (56 - 140%), dan terjal sekali (>140%). Konfigurasi lereng tersebut mempengaruhi kerentanan lahan terhadap bencana longsor dan banjir, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keselamatan penyimpanan limbah. Kondisi lereng juga memiliki peran terhadap jumlah atau tingkat pencemaran yang masuk ke dalam tanah dan airtanah. Semakin curam lereng maka jumlah runoff akan semakin besar, sehingga air yang tercemar dan masuk ke dalam tanah dan airtanah juga akan berkurang. Berbeda dengan apabila kondisi lereng yang landai sampai datar, sehingga runoff yang terbentuk akan lama tertahan di atas permukaan tanah dan akan membawa unsur - unsur limbah secara vertikal masuk ke dalam tanah dan airtanah.
6
Lahan merupakan suatu hamparan atau areal tertentu di permukaan bumi secara vertical mencakup komponen iklim udara, tanah, air, dan batuan yang ada di bawah tanah serta vegetasi dan aktivitas manusia pada masa lalu atau saat ini yang ada di atas tanah atau permukaan bumi (Subroto, 2003). Oleh karena itu, penggunaan lahan dapat diartikan sebagai upaya untuk memanfaatkan potensi - potensi yang ada pada suatu area untuk keperluan kehidupan manusia sehari - hari (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Penggunaan lahan haruslah dilakukan dengan cara yang bijak, dengan mempertimbangkan kajian - kajian dan dampaknya terhadap lingkungan fisik dan sosial.
B. Media Akifer, Zona Vadose, dan Konduktivitas Hidrolis Definisi akifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geoligi yang permeable baik yang terkonsolidasi (lempung, misalnya) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidrolik sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah yang ekonomis (Kodoatie, 1996). Oleh karena itu, media akifer dapat diartikan sebagai material yang menyusur akifer. Media akifer juga mempengaruhi jumlah dari material permukaan yang terkontaminasi dan mampu menembus lapisan akifer. Tingkat pencemaran yang masuk secara vertikal ke dalam tanah dan airtanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan media akifer, yaitu retakan, porositas, dan permeabilitas (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Tanah juga mempunyai dampak terhadap tingkat pencemaran lahan. Tanah mempengaruhi jumlah
7
recharge air yang mampu meresap melalui media tanah hingga mencapai muka airtanah. Sifat material tanah dengan tekstur yang halus dapat menurunkan permeabilitas tanah, sehingga dapat menahan laju pencemaran tanah dan airtanah. Ketebalan tanah juga mempengaruhi waktu tempuh bahan pencemar/limbah, baik itu melalui proses filtrasi, biodegradasi, sorbsi, maupun volatilisasi. Zona vadose merupakan zona di antara permukaan tanah dengan muka airtanah, Zona ini juga mengandung air yang berfungsi sebagai pengikat partikel - partikel tanah (Sucipta dan Waluyo, 2012). Jenis dari zona vadose/zona tidak jenuh air ditentukan berdasarkan karakteristik dan material, termasuk jenis dan batas tanah serta batuan di bawah muka airtanah. Material tersebut nantinya akan menjadi media. Media akan mengontrol arah dan panjang lintasan yang menyebabkan waktu dapat berkurang dan kuantitas limbah juga akan semakin kecil. Arah retakan sangat bergantung pada jumlah retakan yang ada, selain itu juga adanya pengaruh dari permeabilitas tanah, dan juga kedalaman muka airtanah. Konduktivitas
hidrolis
berkaitan
erat
dengan
permeabilitas.
Permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas, dan akar untuk menembuh tanah (Foth, 1998). Dan permeabilitas tanah untuk air disebut dengan konduktivitas hidrolis. Konduktivitas hidrolis merupakan kemampuan dari material akifer untuk mengalirkan air dan mengatur kecepatan rata - rata aliran airtanah dimana akan mengalir di bawah pengaruh gradien hidrolis (Putranto dan Kuswoyo, 2008).
8
Kecepatan airtanah mengalir juga mengontrol kecepatan pencemaran dalam akifer. Konduktivitas hidrolis dikontrol oleh jumlah dan hubungan dari ruang atau pori pada akifer, yaitu porositas antar butir dan retakan atau bidang perlapisan. Konduktivitas hidrolis berhubungan dengan media tanah. Semakin besar konduktivitas hidrolis maka semakin besar pencemaran terhadap tanah dan airtanah.
C. Airtanah dan Kualitas Airtanah Airtanah merupakan bagian dari siklus hidrologi, dan didefinisikan sebagai air yang berada di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar daripada tekanan udara (Todd, 1980). Keberadaan airtanah dipengaruhi oleh kondisi geologis, iklim, dan aktivitas manusia. Kedalaman muka airtanah merupakan faktor yang penting, karena sebelum mencapai muka airtanah, limbah harus melewati lapisan di atas muka airtanah. Semakin dalam muka airtanah maka potensi pencemaran akan semakin kecil (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Airtanah merupakan salah satu komponen lahan yang rentan terhadap pencemaran akibat limbah radioaktif. Limbah yang berada dalam tanah selalu dalam kondisi dinamis, yaitu berinteraksi dengan partikel tanah atau mengalami transformasi hingga mencapai keseimbangan (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Kualitas airtanah menjadi sangat penting, karena sebagian besar pengguna airtanah menggunakan air tersebut secara langsung. Kalaupun melakukan pengolahan, hanya terbatas pada pengolahan fisik atau kimia yang
9
sederhana. Beragamnya kontaminan dengan tingkat bahaya (toksisitas) yang bervariasi dan mahalnya biaya untuk pemulihan kualitas (remediasi), maka menjaga kualitas airtanah akan lebih baik daripada mencemari kemudian memperbaikinya.
D. Recharge Jumlah recharge menggambarkan jumlah air yang meresap ke dalam tanah dan mencapai muka airtanah. Kondisi lahan dimana air hujan jatuh akan menentukan besaran hujan yang terinfiltrasi dan bagian hujan yang menjadi limpasan (overlandflow). Recharge air mampu membantu transport limbah melewati tubuh tanah hingga mencapai muka airtanah. Oleh karena itu, semakin besar recharge maka akan semakin besar pula pencemaran limbah terhadap tanah dan airtanah.
E. Kerentanan, Pencemaran, dan Limbah Radioaktif Limbah merupakan hasil dari kegiatan manusia yang secara terus menerus dihasilkan. Apabila tidak dikelola dengan baik maka akan terjadi pencemaran lingkungan yang pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas manusia dan tentunya lingkungan sekitar. Pada dasarnya tidak semua limbah harus di buang atau tidak digunakan kembali, melainkan dapat juga diolah kembali agar dapat digunakan kembali atau dapat diubah fungsinya. Limbah terdiri dari beberapa macam yang dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Limbah atau kontaminan yang ditinjau disini adalah limbah yang
10
berbentuk cair atau larut dalam air, yang dapat dibagi menjadi limbah non organik, organik, mikroorganisme, dan material radioaktif. Sifat dan potensi pencemaran
tergantung
bentuk
dan
status
limbah
dalam
airtanah
(Notodarmojo, 2004). Salah satunya adalah limbah radioaktif yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan/atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioatif mampu menyebarkan unsur - unsur radiaktif di lingkungan hidup, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan. Radiasi limbah radioaktif memiliki efek yang cukup serius terhadap kesehatan manusia apabila tidak dikelola dengan baik. Standar pengelolaan limbah radioaktif telah ditentukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN) yang mengacu dan di bawah pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Untuk menghindari permasalahan pencemaran limbah radioaktif tingkat rendah sampai sedang terhadap airtanah dan lingkungan, IAEA telah menyediakan beberapa panduan, antara lain dengan mengimplementasikan metode penyimpanan dekat permukaan. Penyimpanan limbah dekat permukaan tanah harus diletakkan pada lahan yang sesuai berdasarkan tingkat kerentanannya. Kerentanan airtanah merupakan penilaian dari segi kualitas secara numerik dari beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan suatu airtanah (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Pada dasarnya, konsep kerentanan
11
airtanah didasarkan pada asumsi bahwa lingkungan fisik memberikan perlindungan terhadap airtanah untuk mencegah terjadinya pencemaran (Vrba dan Zoporozec, 1994). Material pada lapisan bumi berperan sebagai filter alami yang menyaring material pencemar. Tingkat kerentanan tersebut dinilai dari beberapa parameter, diantaranya adalah kelerengan/topografi, kedalaman muka airtanah, jumlah recharge, media akuifer, media tanah, pengaruh media pada zona vadose, dan konduktivitas hidrolis. Gambar 1.2 di bawah ini menunjukkan ilustrasi pemurnian alami dari air yang terkontaminasi.
Gambar 1.2 Ilustrasi Pemurnian Alami dari Air yang Terkontaminasi (Vbra dan Zoporozec, 1994)
1.6
Penelitian Sebelumnya Penelitian yang memiliki tema dan metode yang hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan di skripsi dilakukan oleh Muhammad Bayu Hartono (2011). Penelitian yang dilakukan mengenai kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran air di Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan adalah DRASTIC untuk mengetahui sebaran tingkat kerentanan dinamis airtanah yang dibagi ke dalam 5 kelas. Kelas kerentanan 12
dinamis airtanah dibagi menjadi kerentanan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Parameter penggunaan lahan digunakan sebagai perinci zona kerentanan. Penelitian yang dilakukan Dhoni Wicaksono (2013) mengenai kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran di kawasan pesisir Parangtritis, Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan adalah DRASTIC dan HAI untuk mengetahui kondisi parameter DRASTIC dan HAI di lokasi penelitian dan persebaran tingkat kerentanan airtanah di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode HAI lebih akurat disbanding metode DRASTIC. Penelitian dengan metode HAI menunjukkan bahwa parameter penggunaan lahan permukiman paling berpotensi mencemari airtanah. Penelitian yang dilakukan Widyastuti (2003) mengenai kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran di Kecamatan Sleman, Ngaglik, dan Ngemplak, Kabupaten Sleman menggunakan metode DRASTIC. Metode ini digunakan dalam penelitian untuk mengetahui sebaran parameter DRASTIC dan penggunaan lahan serta untuk mengevaluasi tingkat kerentanan airtanah bebas. Sebagian besar lokasi penelitian (>50%) termasuk ke dalam kerentanan tinggi, yang diakibatkan oleh faktor kedalaman muka airtanah, sifat material yang porus, dan penggunaan lahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lahan yang berkaitan dengan metode DRASTIC dan mengevaluasi kerentanan airtanah airtanah di Desa Muncul. Penelitian yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan disajikan dalam bentuk matriks dalam tabel 1.1.
13
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya No. Penulis (Tahun) 1.
Hartono (2011)
Daerah Kajian Kecamatan Sleman,
Tujuan 1. Mengetahui sebaran masing –
Kabupaten Sleman,
masing parameter DRASTIC di
Daerah Istimewa
Kecamatan Sleman.
Yogyakarta
Metode
Hasil
Metode
1. Sebaran tingkat kerentanan dinamis
DRASTIC
airtanah dibagi ke dalam 5 kelas, sangat
2. Mengetahui sebaran tingkat
rendah
1,19%,
rendah
10,94%, sedang 35,11%, tinggi
kerentanan dinamis airtanah
36,98%, dan sangat tinggi 15,79%.
bebas terhadap pencemaran di
2. Parameter
Kecamatan Sleman
penggunaan
lahan,
materi yang porus, dan kedalaman airtanah
yang
dangkal
sangat
mempengaruhi tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran. 3. Parameter
penggunaan
lahan
digunakan sebagai perinci zona kerentanan. 2.
Wicaksono
Kawasan Pesisir
1. Mengetahui kondisi parameter
(2013)
Parangtritis,
DRASTIC dan HAI di daerah
Kabupaten Bantul,
penelitian.
Metode DRASTIC dan HAI
1. Kerentanan statis (DRASTIC) di lokasi penelitian didominasi tingkat kerentanan tinggi
14
Lanjutan Tabel 1.1 Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Mengetahui kadar fosfat dan
2. (54,42%),sedangkan
kerentanan
coli tinja pada airtanah bebas di
dinamis (HAI) di lokasi penelitian
masing – masing penutup dan
didominasi
penggunaan lahan.
sedang (53,03%).
3. Menganalisis distribusi kelas
tingkat
3. Kerentanan
airtanah
kerentanan
di
lokasi
kerentanan airtanah bebas
penelitian relatif tinggi apabila
terhadap beban pencemaran di
dilihat
daerah penelitian.
kondisi parameter DRASTIC.
4. Mengetahui parameter yang
secara
melalui
4. Penggunaan lahan yang paling
paling dominan dalam
berpotensi
mempengaruhi kadar fosfat.
(terutama
Menganalisis hubungan antara
permukiman.
hasil pemodelan kerentanan
umum
mencemari kadar
fosfat)
airtanah adalah
5. Metode HAI (kerentanan dinamis)
statis (DRASTIC) dan dinamis
lebih akurat disbanding metode
(HAI) airtanah bebas terhadap
DRASTIC (kerentanan statis).
pencemaran dengan kadar fosfat dan coli tinja daerah penelitian.
15
Lanjutan Tabel 1.1 3.
Widyastuti
Kecamatan Sleman,
1. Mengetahui sebaran parameter
Metode
(2003)
Ngaglik, dan
DRASTIC dan penggunaan
DRASTIC
Ngemplak, Kabupaten
lahan.
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Tingkat kerentanan statis airtanah di lokasi penelitian berkisar antara 73 – 172.
2. Mengetahui tingkat kerentanan
2. Kerentanan dinamis airtanah di
terhadap pencemaran.
lokasi penelitian berkisar antara 81 – 200.
3. Mengevaluasi tingkat kerentanan airtanah bebas.
3. Sebagian besar lokasi penelitian (lebih dari 50%) termasuk ke dalam kelas kerentanan tinggi, yang
diakibatkan
oleh
faktor
kedalaman muka airtanah, sifat material
yang
porus,
dan
penggunaan lahan. 4.
Utami (2014)
Desa Muncul,
1. Mengetahui kondisi awal
Metode DRASTIC
1. Kondisi awal airtanah di lokasi
Kecamatan Setu, Kota
airtanah sebelum adanya
penelitian
diuji
dengan
Tangerang Selatan,
fasilitas penyimpanan limbah
menggunakan 22 parameter dengan
Provinsi Banten
radioaktif.
standar SNI dan SMEWW,
16
Lanjutan Tabel 1.1 2. Mengetahui kondisi lahan yang berkaitan dengan parameter dalam metode DRASTIC. 3. Mengevaluasi kerentanan
didapatkan bahwa kadar besi pada airtanah melebihi ambang batas. 4. Parameter DRASTIC di lokasi penelitian
cenderung
homogen,
airtanah di Desa Muncul,
yang bervariasi hanya kedalaman
Kecamatan Setu, Kota
muka
Tangerang Selatan untuk
tambahan yaitu penggunaan lahan.
penyimpanan limbah radioaktif dekat permukaan.
airtanah
dan
parameter
5. Tingkat kerentanan statis airtanah di lokasi penelitian berkisar antara 75
100,
sedangkan
tingkat
dinamis
airtanah
kerentanan
berkisar antara 89 – 112. Kerentanan statis airtanah di lokasi penelitian termasuk ke dalam kelas sedang
(±75%),
kerentanan
dinamis
sedangkan airtanah
termasuk ke dalam kelas tidak rentan (±50%).
17
1.7
Kerangka Pemikiran Tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran di suatu daerah
dipengaruhi oleh kondisi fisik di daerah tersebut. Kondisi fisik di suatu daerah tidaklah selalu homogen, setiap parameter fisik akan berbeda – beda kondisinya. Sehingga akan muncul pola persebaran kondisi fisik tergantung kepada proses yang dialaminya. Maka, Kondisi fisik di suatu daerah memcerminkan kualitas airtanah di daerah tersebut. Penilaian terhadap kerentanan airtanah terhadap pencemaran dapat dilakukan dengan beberapa metode ilmiah, salah satunya adalah metode DRASTIC. Metode ini mempertimbangkan 7 parameter fisik yang dianggap mempengaruhi tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran. Parameter fisik tersebut antara lain adalah kedalaman airtanah (Depth to Watertable), curah hujan (Recharge), media akifer (Aquifer Media), media tanah (Soil Media), kelerengan (Topography), dampak terhadap zona vadose (Impact of the Vadose Zone), dan konduktivitas hidrolis (Hydraulic Conductivity). Kerentanan airtanah yang dinilai dengan metode DRASTIC hanya mempertimbangkan parameter fisik. Parameter – parameter fisik tersebut cenderung tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu yang lama, atau dapat dikatakan bahwa proses perkembangannya lambat. Oleh karena itu, tingkat kerentanan airtanah bedasarkan metode DRASTIC merupakan kerentanan statis. Daerah penelitian yang berada di Kota Tangerang Selatan memiliki penggunaan lahan yang heterogen dan perkembangannya sangat cepat atau dinamis. Berbagai macam penggunaan lahan yang ada di Desa Muncul antara lain
18
adalah kawasan perkantoran (Kawasan Nuklir Serpong), kebun/perkebunan, lahan kosong, pemukiman, rawa, sawah irigasi, semak belukar, situ, dan tegalan/ladang. Jenis penggunaan lahan yang berpotensi mencemari airtanah salah satunya adalah kawasan perkantoran (Kawasan Nuklir Serpong). Pada Kawasan Nuklir Serpong terdapat fasilitas penyimpanan limbah radioaktif yang terdapat dibawah permukaan tanah. Sehingga tentunya ada resiko kebocoran pada fasilitas penyimpanan limbah tersebut, yang selanjutnya akan berpotensi mencemar airtanah. Maka parameter penggunaan lahan dianggap perlu untuk diperhitungkan. Tingkat kerentanan airtanah yang dinilai dengan menggunakan metode DRASTIC ditambah
dengan parameter penggunaan lahan disebut dengan kerentanan
dinamis. Gambaran mengenai kerangka penelitian ditunjukkan pada gambar 1.3 dibawah ini.
Kedalaman Muka Airtanah (D) Curah Hujan (R)
DRASTIC
Media Akifer (A)
(Kerentanan Statis Airtanah)
Tekstur Tanah (S)
Penggunaan Lahan
Topografi (T) Dampak terhadap Zona Vadose (I)
Tingkat Kerentanan Dinamis Airtanah
Konduktivitas Hidrolis (C)
Gambar 1.3 Kerangka Penelitian
19
1.8 Batasan Operasional Airtanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air, dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan udara (Purnama, 2010). Kerentanan Airtanah adalah batas atau tingkat ketahanan suatu airtanah terhadap kontaminan yang berasal dari permukaan maupun bawah permukaan (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Pencemaran Airtanah adalah masuknya suatu zat ke dalam airtanah yang tidak bias ditemukan di dalam air, yang dapat menyebabkan penurunan fungs air menjadi lebih rendah dari kondisi semula, namun belum sampai mempengaruhi kesehatan manusia (Vbra dan Zoporozec, 1994). Zat Pencemar adalah zat kimia, biologi, radioaktif yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang kehadirannya tidak dipicu oleh manusia (tidak langsung) ataupun dari kegiatan manusia yang telah diidentifikasi menimbulkan efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungannya (Watts 1997 dalam Notodarmojo, 2004). Kualitas Air adalah adalah tingkat kekesuaian air supaya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan tertentu bagi kehidupan manusia (Arsyad, 1989). Metode DRASTIC adalah salah satu metode yang digunakan untuk analisis kerentanan airtanah terhadap pencemaran dengan cara pembobotan dan penilaian terhadap tujuh factor yang dianggap penting dalam evaluasi akifer dan airtanah (Alfiyan, 2008).
20
Kedalaman Muka Airtanah adalah letak atau posisi muka teratas dari akifer tidak tertekan yang memiliki tekanan sama dengan tekanan atmosfer (Vbra dan Zoporozec, 1994). Presipitasi adalah segala jenis (salju, hujan es, hujan, dan lain – lain), jatuh ke atas vegetetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran – saluran sungai (Seyhan, 1990). Permeabilitas adalah kemampuan tanah dan batuan dalam melalukan zat cair (Todd, 1980). Akifer adalah formasi geologi permeable (dapat dilewati air), formasi tersebut merupakan pengikat air sehingga memungkinkan jumlah air yang besar dapat bergerak melaluinya dalam kondisi lapangan biasa (Seyhan, 1990). Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang tersusun atas komponen bahan mineral, bahan organik, air, dan udara menjadi satu kesatuan padu dengan karakteristik fisika dan kimia yang terdapat di dalamnya (Buckman and Brady, 1982). Topografi adalah gambaran mengenai tingkat kemiringan atau ketinggian suatu tempat di permukaan bumi (Alfiyan, 2008) Zona Vadose / Zona Tidak Jenuh Air adalah zona pada tubuh tanah yang memiliki karakter materi yang dapat dilalui air dan dapat menentukan arah dan panjang lintasan air hingga mencapai muka airtanah (Putranto dan Kuswoyo, 2008). Konduktivitas Hidrolis adalah nilai hasil pengukuran dari permeabilitas suatu batuan (Vbra dan Zoporozec, 1994).
21
Penggunaan Lahan adalah wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap sebagian fisik permukaan bumi (Purwantoro, Hadi, 2010) Limbah Radioaktif adalah zat radioaktif atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat dipergunakan lagi (Peraturan Pemerintan Republik Indonesia No.27 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, 2002).
22