III 3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Kerangka Kerja Strategic Marketing Plus 2000 Kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 melibatkan unsur company (perusahaan), customer (pelanggan), competitor (pesaing), dan change (perubahan) secara terintegrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ohmae (1983) dalam Kartajaya et al. (2002) yang menyebutkan bahwa terdapat tiga pemain yang harus diperhatikan untuk menyusun strategi, yaitu company, customer, dan competitor. Ketiga elemen ini secara kolektif disebut sebagai strategic triangle. Selain itu, D’Aveni (1994) dalam Kartajaya et al. (2002) menyebutkan bahwa change dalam lingkungan bisnis yang cepat dan sangat dinamis telah memaksa perusahaan untuk terus secara aktif merumuskan strategi guna mendapatkan sumber-sumber dalam mencapai keunggulan kompetitif. Kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 digunakan sebagai landasan
untuk
memodifikasi
strategi
dan
taktik
pemasaran
serta
meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan dilakukannya analisis Strategic Marketing Plus 2000 adalah untuk mendapatkan gambaran umum situasi lingkungan bisnis yang mempengaruhi perusahaan serta kondisi internal dari perusahaan tersebut. Lingkungan bisnis (industri) terdiri atas unsur customer, competitor, dan change yang menghasilkan Competitive Setting Profile (CSP). Sedangkan kondisi internal perusahaan disebut Company Alignment Profile (CAP) yang terdiri atas komponen strategi, taktik, dan nilai pemasaran dari perusahaan. Hasil analisis Strategic Marketing Plus 2000 bersifat kualitatif dan kuantitatif. Menurut Kartajaya et al. (2002), instrumen yang bersifat kuantitatif pada umumnya memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan instrumen yang hanya bersifat kualitatif. Pertama, instrumen yang bersifat kuantitatif pada umumnya lebih mudah dievaluasi reliabilitas dan validitasnya. Kedua, hasil analisis yang bersifat kuantitatif memberikan kemudahan bagi para praktisi pemasaran untuk melakukan benchmarking dan
33
melihat perubahan dari setiap variabel yang diukur dari waktu ke waktu. Ketiga, ketika hasil analisis eksternal dan internal dibandingkan, pengukuran secara kuantitatif akan memberikan gambaran terhadap kesenjangan yang bersifat kuantitatif pula. Dengan demikian, hasil analisis tidak hanya memberikan informasi mengenai arah kesenjangan tetapi juga besarnya jarak dari kesenjangan tersebut. Informasi seperti ini akan lebih bernilai dan sangat penting bagi top manajemen sebagai masukan untuk menentukan seberapa jauh harus melakukan modifikasi terhadap strategi dan taktik pemasaran pada perusahaan.
3.1.1.1. Analisis Situasi Persaingan Perusahaan dapat melihat tingkat pesaingan bisnis yang sedang dihadapinya melalui Competitive Setting Index (CSI) yang diperoleh dari analisis CSP. Terdapat lima tingkatan situasi persaingan yang dihadapi oleh perusahaan,
yaitu:
stabil
(stable),
terganggu
(interrupted),
rumit
(complicated), canggih (sophisticated), dan kacau (chaos). Tabel 10 menunjukkan pergeseran situasi persaingan bisnis yang memiliki tingkat minimum 2C dan maksimum 4C berdasarkan kondisi Customer (C1), Competitor (C3), dan Change (C4).
Tabel 10. Situasi Persaingan Bisnis Berdasarkan CSP Competitive Setting Customer (C1) Competitor (C3) Change (C4)
Stable (2C)
Interrupted (2,5C)
Complicated (3C)
Sophisticated (3,5C)
Chaos (4C)
Buyer
Consumer
Customer
Client
Partner
None
Mild
Strong
Wild
Invisible
None
Gradual
Continuous
Discontinuous
Surprising
Sumber: Kartajaya et al. (2002)
Situasi persaingan 2C menunjukkan kondisi yang bersifat stabil. Perusahaan dapat dengan tenang melayani konsumen tanpa takut terganggu dengan pesaing maupun perubahan lingkungan bisnis, karena yang berada
34
dalam industri hanya Customer (C1) dan Company (C2). Dengan demikian, perusahaan dapat memperlakukan konsumen hanya sebagai pembeli (buyer). Bagi perusahaan yang berada pada situasi persaingan 2C, yang terpenting adalah transaksi, bukan hubungan jangka panjang. Pembeli berada dalam posisi yang sangat lemah sehingga harus menerima produk atau jasa apapun yang dihasilkan perusahaan karena mereka tidak mempunyai pilihan lain. Situasi ini merupakan kondisi industri yang bersifat monopoli. Situasi persaingan yang terganggu (interrupted) terjadi bila pesaing (C3) sudah mulai ada tetapi masih lemah posisinya. Pada situasi persaingan 2,5C ini, perubahan (C4) juga sudah mulai muncul secara bertahap (gradual). Dengan demikian, perlakuan perusahaan terhadap konsumen harus mulai meningkat. Bila sebelumnya konsumen hanya diperlakukan sebagai pembeli (buyer), pada kondisi ini perusahaan memperlakukan mereka sebagai konsumen (consumer) yang tidak hanya membeli tetapi mengkonsumsi produk atau jasa yang dijual. Apabila perubahan (C4) sudah semakin kontinyu, maka pesaing (C3) menjadi kuat posisinya. Situasi persaingan pada saat seperti ini telah berubah menjadi rumit (3C). Dengan demikian, Customer (C1) harus dianggap sebagai pelanggan yang penting bagi perusahaan agar mereka tidak beralih ke pesaing. Selain itu, perusahaan harus membuat strategi bersaing yang tepat karena konsumen memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan pilihan produk yang dikonsumsinya. Perubahan yang semakin sulit ditebak (discontinuous) memacu situasi persaingan bergeser dari 3C menjadi 3,5C yaitu situasi persaingan yang canggih (sophisticated). Change (C4) yang diskontinyu mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan seakan-akan tidak berhubungan dengan masa lalu. Hal ini mengakibatkan informasi masa lalu yang biasanya digunakan untuk memprediksi masa depan menjadi kurang relevan. Situasi 3,5C membuat Competitor (C3) menjadi semakin ganas (wild) dengan melakukan strategi yang sangat berbeda dari strategi konvensional. Pada situasi persaingan ini, konsumen harus diperlakukan sebagai klien yang diperhatikan lebih dari sekedar pelanggan biasa.
35
Pada situasi persaingan 4C, semua komponen “C” telah sangat aktif. Competitor dapat menjadi tak terlihat (invisible) karena banyaknya pesaing baru yang dianggap sebagai pesaing tidak langsung, strategi pemasaran yang tidak menggunakan media massa, dan pesaing global luar negeri yang memberikan semakin banyak pilihan kepada pembeli dengan berbagai cara serta menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi yang canggih. Change (C4) sering kali membuat kejutan (surprise). Situasi kacau (chaos) ini menyebabkan perusahaan (C2) harus memperlakukan pelanggan sebagai mitra kerja (partner). Perusahaan tidak bisa hanya sekedar berjualan, tetapi harus berinteraksi dengan konsumen demi kepentingan bersama. Perusahaan akan berhasil memenangkan persaingan bila mengusahakan situasi win-win dengan konsumennya. 3.1.1.2. Analisis Tipe Orientasi Pemasaran Perusahaan Perusahaan (Company/C2) dapat melihat tipe orientasi pemasarannya melalui Company Alignment Index (CAI) yang diperoleh dari analisis CAP. Masing-masing tipe orientasi pemasaran menurut kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan faktorfaktor kunci kesuksesan tertentu (Tabel 11). Adapun karakteristik dasar dari setiap tipe orientasi pemasaran perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Production Oriented Company Perusahaan yang berorientasi produksi sesuai untuk situasi persaingan yang masih bersifat 2C (stabil). Pada tipe perusahaan ini, fungsi produksi merupakan fungsi yang paling penting, sedangkan fungsi lainnya hanya dianggap sebagai penunjang. Hal yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah efisiensi operasi, standarisasi produk, dan distribusi massal. Pada situasi persaingan 2C, tipe perusahaan yang lebih berfokus pada produksi dapat sukses karena belum ada pesaing dan tidak ada perubahan dalam lingkungan. Dalam hal ini, pembeli harus menerima produk standar yang dibuat dan membelinya di tempat yang telah ditentukan.
36
2. Selling Oriented Company Pada saat industri telah berubah dan situasi persaingan bergeser menjadi 2,5C (terganggu) maka perusahaan harus menitikberatkan strategi pemasarannya pada cara penjualan yang persuasif, memperhatikan fitur produk, dan meningkatkan promosi massal. Perusahaan harus selalu meyakinkan
konsumen
untuk
membeli
produk
mereka
dengan
memperbaiki produksi secara terus menerus. Perusahaan juga harus tetap mempromosikan produk untuk menjaga loyalitas konsumen agar tidak beralih ke pesaing. Dalam hal ini, peran fungsi penjualan menjadi lebih penting dibandingkan dengan fungsi produksi. 3. Marketing Oriented Company Perusahaan yang berorientasi pemasaran dibutuhkan ketika situasi persaingan telah berubah menjadi 3C (rumit). Pada saat seperti ini, pesaing telah memiliki posisi yang kuat dan perubahan lingkungan berlangsung secara kontinyu. Hal tersebut menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan karena keberadaan informasi yang transparan. Perusahaan yang berada pada situasi ini tidak menjual produknya ke keseluruhan pasar, tetapi mulai memilih segmen pasar yang paling efektif untuk dilayani. Produk yang dibuat perusahaan harus dapat berbeda dengan produk lainnya yang ada di pasaran dan menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Selain itu, perusahaan perlu melakukan promosi secara seimbang kepada pemakai langsung (end-user) serta kepada agen maupun pengecer produknya. Dengan demikian, pemasaran menjadi fungsi yang paling dominan dalam perusahaan tersebut. 4. Market Driven Company Perusahaan yang berada pada situasi persaingan 3,5C (canggih) harus menjadi spesialis untuk melayani sebuah atau beberapa fragmen pasar. Kunci sukses bagi perusahaan dalam situasi ini adalah menyediakan produk khusus, sehingga konsumen dilayani secara khusus layaknya seorang klien. Bila sebuah produk yang sama ingin dipasarkan dalam beberapa fragmen pasar, maka harus ada beberapa elemen pemasaran yang dibuat berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing fragmen pasar.
37
5. Customer Driven Company Perusahaan pada situasi persaingan 4C (kacau) harus memberikan pelayanan khusus terhadap konsumennya. Pelayanan tersebut harus bersifat individual sehingga produk dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing
individu
konsumen.
Perusahaan
harus
melakukan
hubungan pemasaran di mana komunikasi bersifat interaktif dua arah untuk saling bertukar informasi dengan konsumen secara terus menerus. Basis data mengenai konsumen diperlukan untuk melakukan komunikasi seperti ini. Bisnis apapun dalam situasi 4C harus menempatkan dirinya sebagai bisnis jasa yang memberikan pelayanan prima kepada konsumen. Oleh karena itu, perusahaan berada pada posisi penyedia jasa (service provider) yang melayani konsumen sebagai mitranya.
Tabel 11. Tipe Orientasi Pemasaran Perusahaan dan Faktor Kunci Kesuksesannya Company (C2)
Type of Company
Producer (2C)
Product oriented
Seller (2,5C)
Selling oriented
Marketer (3C)
Marketing oriented
Specialist (3,5C)
Market driven
Service- provider (4C)
Customer driven
Key Successful Factors Operational efficiency Product standardization Mass distribution Persuasive selling Product featuring Mass promotion Market effectiveness Product differentiation Balanced promotion Niche selectivity Product specialization Integrated communication Database accountability Product customization Interactive communication
Sumber: Kartajaya et al. (2002)
3.1.1.3. Analisis Kesenjangan Analisis kesenjangan (gap) dilakukan dengan cara membandingkan nilai rata-rata yang didapat dari situasi lingkungan bisnis (CSI) dan faktor-
38
faktor internal perusahaan (CAI). Analisis kesenjangan dilakukan agar perusahaan
dapat
mengetahui
kesesuaian
strategi
pemasaran
yang
diterapkannya dengan situasi lingkungan bisnis yang dihadapi. Terdapat tiga kemungkinan dalam hasil analisis ini, yaitu: 1. Apabila CAI < CSI, artinya terjadi kesenjangan negatif. Situasi ini mengharuskan perusahaan untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka mengejar ketinggalan dari setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnisnya. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. 2. Apabila CAI = CSI, artinya adalah kesenjangan nihil. Pada situasi ini, perusahaan berada pada titik yang sama dengan situasi lingkungan bisnis yang dihadapinya. Dengan demikian, perusahaan dinilai siap untuk menghadapi situasi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang. 3. Apabila CAI > CSI, artinya terjadi kesenjangan positif. Bagi perusahaan yang pangsa pasarnya kecil, kesenjangan positif menunjukkan bahwa perusahaan terlalu jauh dalam melakukan tindakan antisipatif atas perubahan akibat persaingan yang akan terjadi di masa mendatang. Sedangkan bagi perusahaan yang pangsa pasarnya besar, hal ini memiliki arti yang baik, di mana perusahaan dipandang siap menghadapi situasi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang.
3.1.2. Kerangka Kerja MER Kotler (2005) mengungkapkan bahwa pengendalian yang bersifat strategis merupakan alat yang sangat ampuh untuk mengetahui efektivitas pemasaran secara keseluruhan. Adapun pengkajian efektifitas pemasaran dilakukan berdasarkan lima dimensi berikut ini: A. Filosofi Pelanggan. Pemasaran yang efektif terjadi ketika perusahaan telah dapat melayani kebutuhan dan keinginan dari pelanggan. Selain itu, manajemen berupaya untuk menciptakan tawaran dan rencana pemasaran yang berbeda untuk segmen pasar yang berbeda. Dalam melakukan perencanaan bisnis,
39
manajemen mempertimbangkan seluruh sistem pemasaran yang meliputi pemasok, saluran distribusi, pesaing, pelanggan, dan lingkungan yang mempengaruhinya. B. Organisasi Pemasaran Terpadu. Perusahaan yang telah mengintegrasikan pengendalian atas fungsi-fungsi pemasaran utama dapat dikatakan sebagai organisasi yang efektif. Dalam hal ini, manajemen pemasaran telah memelihara kerja sama yang baik dengan manajemen riset, produksi, pembelian, logistik, dan keuangan. Di samping itu, pengorganisasian proses pengembangan produk baru dilakukan oleh perusahaan melalui optimalisasi pemanfaatan seluruh sumberdaya yang dimilikinya. C. Informasi Pasar yang Memadai. Efektivitas pemasaran didukung oleh pelaksanaan studi riset pemasaran secara berkala mengenai pelanggan, pengaruh pembelian, saluran distribusi, dan pesaing. Dengan demikian, manajemen akan mengetahui potensi penjualan dan profitabilitas segmen pasar, pelanggan, wilayah, produk, saluran ditribusi, serta besarnya pesanan dalam kurun waktu tertentu sehingga pada akhirnya perusahaan dapat mengukur dan meningkatkan efektivitas pengeluaran pemasarannya. D. Orientasi Strategis. Perencanaan pemasaran formal sangat penting dilakukan sebagai landasan bagi kegiatan pemasaran perusahaan. Strategi pemasaran perlu dibuat dengan orientasi jangka panjang dan dilengkapi dengan perencanaan kontingensi (plan A-plan B). E. Efisiensi Operasional. Pemasaran yang efektif terwujud jika strategi pemasaran dikomunikasikan serta diterapkan secara efektif dan efisien oleh semua orang dalam perusahaan. Dalam hal ini, manajemen harus melakukan pekerjaannya secara efektif dengan memanfaatkan seluruh sumber daya pemasaran potensial yang dimiliki perusahaan. Selain itu, manajemen harus mampu untuk beraksi cepat dan efektif terhadap perkembangan lingkungan pemasaran yang dihadapinya.
40
3.1.3. Pemilihan Strategi Pemasaran Perusahaan Menurut Kartajaya et al. (2002), strategi pemasaran yang diterapkan perusahaan dibedakan berdasarkan kriteria informasi yang dibutuhkan, jenis analisis yang digunakan, dan manajemen kualitas yang dianggap paling tepat. Ketiga kriteria tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Informasi Perusahaan dalam situasi persaingan 2C hanya membutuhkan informasi mengenai produksi dan distribusi. Pada situasi persaingan 2,5C data yang dibutuhkan perusahaan sudah mencakup informasi tentang produk dan promosi. Sedangkan pada situasi 3C, data yang diolah perusahaan sudah mencakup pelanggan, pesaing, dan pasar. Selanjutnya, perusahaan yang berada dalam situasi 3,5C sudah harus mengumpulkan ekspektasi
dari
suatu
subsegmen
pasar
(niche
expectation)
dan
mengidentifikasi sensitivitas subsegmen tersebut terhadap marketing mix yang ditawarkan (mix sensitivity). Adapun perusahaan 4C sudah harus melakukan riset tentang nilai-nilai yang dibutuhkan konsumen (customer value package) dan besarnya nilai pembelian yang dapat diharapkan dari seorang pembeli seumur hidupnya (lifetime value). 2. Analisis Perusahaan 2C melakukan analisis hanya menggunakan metode variansi internal, sedangkan perusahaan 2,5C melakukan analisis perbandingan antara biaya dan manfaat dari produk yang dihasilkan. Perusahaan 3C melakukan analisis perbandingan kondisi internal perusahaan dengan situasi eksternal yang terjadi, sedangkan perusahaan 3,5C menganalisis respon pasar terhadap produk dan pemasaran yang dilakukan. Adapun perusahaan 4C melakukan analisis pada jenis-jenis nilai yang dianggap paling berharga bagi pelanggan. 3. Manajemen kualitas Sikap
perusahaan
dalam
menangani
manajemen
kualitas
mencerminkan kepedulian perusahaan tersebut kepada pelanggannya. Pada situasi persaingan 2C, perusahaan menganggap produk mereka selalu memuaskan karena pembeli tidak mempunyai alternatif lain. Dengan
41
demikian, semua produk yang dihasilkan selalu dianggap “OK”. Perusahaan 2,5C perlu melakukan Quality Control (QC) karena pesaing sudah mulai muncul. Perusahaan 3C harus melangkah lebih jauh dengan menjalankan Quality Assurance (QA), sedangkan perusahaan 3,5C sudah melibatkan manajemen secara total untuk mengoptimalkan quality, cost, dan delivery melalui Total Quality Management (TQM). Perusahaan 4C harus memfokuskan diri pada Total Quality Service (TQS) dengan mencari tahu value yang diharapkan pelanggan, membuat strategi pelayanan dan membuat semua karyawan sadar akan hal tersebut, meninjau kembali proses pelayanan, dan secara terus menerus memantau hasilnya. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Keberadaan tujuh perusahaan pesaing dalam industri eksportir pasta ubi
jalar berdampak negatif terhadap PT. Galih Estetika sebagai perusahaan pioneer pengekspor pasta ubi jalar ke Jepang. Persaingan dalam perolehan bahan baku dan tenaga kerja serta pemenuhan permintaan pasar telah mengakibatkan PT. Galih Estetika mengalami penurunan volume penjualan rata-rata sebesar 10,72 persen selama empat tahun terakhir yang terjadi justru ketika permintaan pasar Jepang mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,56 persen/tahun. Pangsa pasar PT. Galih Estetika pun menurun dari 27,52 persen pada tahun 2006 menjadi 23,96 persen pada tahun 2009. Dalam rangka menghadapi kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan analisis situasi persaingan bisnis sehingga PT. Galih Estetika mengetahui posisinya di dalam industri eksportir pasta ubi jalar di Indonesia. Selain itu juga perlu dilakukan analisis tipe orientasi pemasaran yang diterapkan oleh PT. Galih Estetika. Hal tersebut dilakukan sebagai dasar untuk melakukan pembaharuan atas strategi pemasaran perusahaan agar dapat sesuai dengan situasi persaingan yang semakin ketat akibat keberadaan tujuh perusahaan pesaing dalam industri yang ditempatinya. Analisis strategi pemasaran akan menggambarkan posisi perusahaan dalam industri dengan melihat kekuatan 4C (Customer, Company, Competitor,
42
dan Change) berdasarkan konsep Strategic Marketing Plus 2000. Analisis tersebut dibagi menjadi dua lingkungan, yaitu eksternal dan internal. Dalam hal ini, lingkungan eksternal PT. Galih Estetika adalah industri eksportir pasta ubi jalar ke Jepang, sedangkan lingkungan internal PT. Galih Estetika meliputi strategi, taktik, dan nilai pemasaran yang diterapkan perusahaan. Analisis industri yang dihadapi PT. Galih Estetika meliputi permintaan pelanggan (C1), situasi pesaing (C3) dan perubahan lingkungan (C4) yang terjadi. Hasil analisis akan terangkum dalam CSP yang terdiri atas tiga komponen, yaitu: (1) permintaan pelanggan yang tercerahkan, tahu informasi, dan berkemampuan; (2) situasi pesaing secara umum, tingkat agresifitas, dan kapabilitas; serta (3) perubahan teknologi, ekonomi, dan pasar. Nilai CSP berupa CSI menggambarkan situasi persaingan bisnis yang akan dihadapi perusahaan dalam lima tahun mendatang. Analisis internal PT. Galih Estetika akan terangkum dalam CAP yang terdiri atas tiga komponen, yaitu: (1) strategi segmentation, targeting, dan positioning; (2) taktik diferensiasi, bauran pemasaran, dan penjualan; serta (3) nilai brand, service, dan process. Analisis CAP menghasilkan nilai CAI yang menggambarkan bentuk orientasi pemasaran PT. Galih Estetika. Tahap selanjutnya adalah analisis kesenjangan yang membandingkan nilai CSI dengan nilai CAI. Dalam hal ini, terdapat tiga kemungkinan hasil analisis, yaitu nilai CAI lebih besar dari CSI, nilai CAI lebih kecil dari CSI, dan tidak ada kesenjangan yaitu nilai CAI sama dengan CSI. Setelah itu, dilakukan analisis dukungan potensi sumberdaya pemasaran terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan dengan menggunakan MER. Instrumen MER terdiri atas (1) filosofi pelanggan; (2) organisasi pemasaran terpadu; (3) informasi pasar yang memadai; (4) orientasi strategis; dan (5) efisiensi operasional. Hasil dari keseluruhan analisis ini kemudian menjadi dasar dalam pemilihan alternatif strategi pemasaran yang dianggap paling efektif dan sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi PT. Galih Estetika. Adapun alur kerangka pemikiran operasional penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.
43
PT. Galih Estetika mengalami penurunan penjualan dan pangsa pasar akibat persaingan antar perusahaan dalam industri pasta ubi jalar ketika permintaan pasar Jepang meningkat
Bagaimana kondisi eksternal dan internal PT. Galih Estetika? Bagaimana kesesuaian strategi pemasaran PT. Galih Estetika dengan situasi persaingan yang terjadi? Bagaimana efektivitas pemasaran PT. Galih Estetika dan alternatif strategi pemasaran yang lebih sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi?
Kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000
Analisis eksternal (situasi persaingan)
Analisis internal (tipe orientasi pemasaran perusahaan)
Customer (C1) Competitor (C3) Change (C4)
Company (C2)
Strategi, taktik, dan nilai pemasaran
Competitive Setting Profile (CSP)
Company Alignment Profile (CAP)
Competitive Setting Index (CSI)
Company Alignment Index (CAI)
Kerangka kerja Marketing Effectiveness Review (MER)
Analisis efektivitas pemasaran
Filosofi pelanggan Organisasi pemasaran terpadu Informasi pasar yang memadai Orientasi strategis Efisiensi operasional
Marketing Effectiveness Index (MEI)
Analisis kesenjangan (gap)
Kesesuaian strategi pemasaran perusahaan dengan situasi persaingan dalam industri
Alternatif strategi pemasaran yang efektif dan sesuai dengan situasi persaingan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Strategi Pemasaran Pasta Ubi Jalar PT. Galih Estetika Kuningan, Jawa Barat
44