0 | Bahan Soasialisasi APP 2016
KERANGKA DASAR GERAKAN APP NASIONAL 2016 TEMA: “HIDUP PANTANG MENYERAH” Pengantar “Mewujudkan Hidup Sejahtera” menjadi garapan tema Gerakan APP tahun 2012 – 2016. Hidup sejahtera berarti hidup dalam kebenaran, damai dan sukacita. Ketiga dimensi ini dilihat sebagai nilai fundamental Kerajaan Allah yang bukan hanya berkait dengan bidang spiritual, melainkan realitas yang harus diimplementasikan dalam kegiatan hidup manusia seturut dimensi sosial– ekonomi. Gerakan APP Tahun 2012 “Panggilan Hidup dan Tanggung Jawab” sudah merefleksikan mengenai hal itu. APP Tahun 2013 “Menghargai Kerja: Kerja Itu Suci” menjadi pengungkapan panggilan hidup dan tanggung jawab sebagai umat beriman untuk bekerja “mengusahakan dan memelihara” (Kejadian 2,15) harta benda yang telah dianugerahkan Allah bagi kesejahteraan dan keberlanjutan hidup manusia. Kerja menjadi sarana yang efektif untuk melawan kemiskinan dan menuju kesejahteraan hidup (bdk. Amsal 10,4), serta mempraktekkan suatu solidaritas yang dapat diwujudkan dengan berbagi hasil kerja dengan mereka yang berkekurangan (bdk. Efesus 4,28). Oleh karena itu, setiap umat beriman perlu menyadari bahwa seluruh perjalanan hidupnya merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kepenuhan hidup, kesejahteraan lahir dan batin (Gerakan APP Tahun 2014 “Belajar Sepanjang Hidup”). Belajar sepanjang hidup untuk mencapai kepenuhan kesejahteraan hidup dibangun dengan mengolah dan mengelola 1 | Bahan Soasialisasi APP 2016
hidup sebagai karunia dan rahmat Allah, dan hal ini sudah direfleksikan dalam gerakan APP Tahun 2015 “Pola Hidup Sehat dan Berkecukupan”. Mengolah dan mengelola hidup akan melahirkan daya hidup sebagai daya juang untuk hidup pantang menyerah. Daya hidup yang dimaksud adalah ketekunan, keuletan dan kesabaran yang akan mendasari dalam proses mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan kesejahteraan hidup, dan hal ini akan menjadi olahan refleksi dalam gerakan APP 2016“ Hidup Pantang Menyerah: Tekun, Ulet dan Sabar”. Gerakan APP 2016 “Hidup Pantang Menyerah: Tekun, Ulet dan Sabar” mempunyai sasaran dan tujuan untuk membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaharuan iman umat dalam : 1. Menghargai dan menghormati hidup sebagai anugerah yang berasal dan bersumber dari kasih Allah melalui ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup. 2. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang bersumber dari kekuatan Allah untuk menjadi landasan hidup dalam mencapai kesejahteraan hidup lahir dan batin. Daya Hidup: Tekun, Ulet, Sabar Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan berharga akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan harapan hidup menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah 2 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jalanan Ibu Kota, sebuah narasi hidup yang bisa dipakai untuk memahami makna daya hidup, yang membuat manusia mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dan pantang menyerah dalam kondisi yang serba sulit untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicitacitakan (Kompas, Senin 2 Maret 2015). Selalu ada jalan bagi mereka yang mau berusaha. Prinsip itu dipegang Sukardi (69 tahun), pedagang miniatur kapal keliling. Lumpuh pada kakinya akibat kecelakaan kerja pada tahun 1976 tidak membuatnya kehilangan semangat untuk hidup. Tangannya yang telah keriput seiring usia perlahan mendorong dua roda dari kursi rodanya. Kursi roda yang telah dipakainya hampir 40 tahun. Saat bertemu lobang, sigap ia berbelok, menghindarkan roda-roda kursinya agar tidak terjebak lubang di jalan. Beban Sukardi bukan hanya berhenti saat mampu melewati rintangan-rintangan di jalan. Namun, setiap hari, ia membawa 5–10 miniatur kapal pinisi, perahu tradisional khas Sulawesi Selatan. Miniatur kapal yang dibawanya cukup besar. Satu kapal kecil berukuran panjang sekitar 50 cm dengan tinggi 30 cm. Adapun yang berukuran besar mencapai 70 cm. Berjualan miniatur perahu telah dilakoni Sukardi sejak tahun 1980, empat tahun setelah kedua kakinya lumpuh. Sukardi, di umur yang tidak lagi muda, masih menjadi tumpuan bagi keluarganya. Selain untuk mencari biaya 3 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kontrakan rumahnya di daerah Rawa Buaya, ia juga bertugas mencari lauk bagi delapan orang yang tinggal bersamanya. Satu anak perempuan, lima cucu dan dua cicit adalah keluarga yang ditanggungnya. Meskipun demikian, Sukardi tidak ingin menyerah mengarungi belantara jalanan kota. Cita-citanya sederhana, “Semoga bisa menabung untuk membeli kursi roda baru. Supaya bisa agak cepat di jalanan”. Hidup Pantang Menyerah: Memperjuangan Kesejahteraan yang Tiada Berkesudahan Dalam Kisah Penciptaan, “Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2,7). Hidup manusia berasal dan bersumber dari Allah. Oleh karena itu, manusia mampu mengenal dan mengasihi Allah pencipta-Nya dan oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (bdk. Gaudium et Spes art. 12). Rencana dan rancangan Allah dalam mencipta alam semesta dan isinya diproyeksikan bagi kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1, 26). Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan segala makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej 1,26). Tanggung jawab untuk mengolah dan mengelola segala sesuatu yang sudah dianugerahkan oleh Allah dipergunakan untuk membangun 4 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kesejahteraan hidup. Hidup pantang menyerah untuk mengusahakan kesejahteraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah dianugerahkan-Nya. Hidup pantang menyerah merupakan sikap hidup yang ditunjukkan dengan tidak mudah patah semangat dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja keras untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai pembelajaran hidup dari Allah. Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai kesempurnaan hidup, dan kesempurnaan hidup itu digambarkan dengan kecukupan hidup lahir dan batin seturut dimensi sosial–ekonomi (bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus memperjuangkannya dan mengusahakannya terus menerus untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicita-citakan. Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang menyerah menjadi ungkapan dan perwujudan tanggung jawab manusia atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Kisah hidup Sukardi, “Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jalanan Ibu Kota” jelas menggambarkan hidup pantang menyerah: memperjuangkan kesejahteraan yang tiada berkesudahan. Keberlanjutan dan Kemandirian Kesejahteraan Hidup Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam suasana hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang 5 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup secara mental, spiritual, intelektual, sosial dan material. Atau dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam keseimbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta keseimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh karena itu, hidup sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia. Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (tekun, ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan kemandirian. Di dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan memutuskan apa yang baik bagi dirinya maupun kepentingan pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan kepentingan bersama. Oleh karena itu, tahapan untuk pencapaian keberlanjutan dan kemandirian kesejahteraan hidup dimulai dengan penyadaraan mengenai panggilan hidup manusia dan tanggung jawab atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah (Gerakan APP 2012). Manusia dipanggil untuk terlibat aktif untuk bekerja bersama Allah dalam mengelola dan memelihara seluruh ciptaan demi kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan hidup bagi seluruh ciptaan (Gerakan APP 2013). Keberhasilan manusia dalam mencapai kepenuhan hidup sejahtera (lahir dan batin) ditandai dengan proses pembelajaran terus menerus (Gerakan APP 2014). Belajar untuk selalu mengolah dan mengelola hidup sebagai karunia Allah yang
6 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sangat bernilai dan pantas untuk selalu diperjuangkan terus menerus. Pembelajaran hidup pantang menyerah: tekun, ulet dan sabar harus sudah diajarkan sejak dini dalam keluarga. Gambaran seorang bapak “Bapak Sukardi” yang menghidupi nilai-nilai hidup yang terkandung dalam hidup pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan hidup bisa dijadikan inspirasi hidup bagi anak-anak untuk menghargai hidup yang sudah dianugerahkan Allah. Menghargai hidup bisa dimulai dengan mengisi kehidupan sehari-hari; dari waktu ke waktu dengan penuh tanggung jawab. Ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi hambatan dan menjalankan proses belajar, baik di sekolah maupun di rumah yang dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bisa menjadi awal yang baik dalam membangun kemandirian hidup dan menjalani hidup dengan pantang menyerah. Penutup Tantangan dan hambatan hidup yang terus menerus dihadapi dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesejahteraan hidup akan membuat ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, dan menjadikannya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Daya hidup inilah yang menumbuhkan kemampuan manusia untuk mempunyai daya hidup pantang menyerah dalam mewujudkan cita-cita hidup; kemandirian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin.
7 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Kerangka Dasar Gerakan APP KAK 2016 TEMA: “KELUARGA KATOLIK DAN SEMANGAT HIDUP PANTANG MENYERAH” Pengantar Ziarah iman Gereja Katolik Indonesia dalam lingkaran Tahun Liturgi C, akan kembali memasuki masa puasa 2016. Peziarahan bersama masa puasa ini dibingkai dalam berbagai aksi nyata yang dikenal dengan Aksi Puasa Pembangunan (APP), terarah pada pertobatan dan solidaritas. Gerakan APP Nasional tahun 2016 mengambil tema: “Hidup Pantang Menyerah”. Tema nasional ini dikonkritkan dalam konteks hidup beriman di Keuskupan Agung Kupang dengan tema: “Keluarga Katolik dan Semangat Hidup Pantang Menyerah”. Tema ini mengalir dari isu utama yang diangkat dalam Sidang Sinode Para Uskup di Vatikan (2015), Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia di Via Renata-Cimacan (2 – 6 November 2015) serta Musyawarah Pastoral Keuskupan Agung Kupang (47 Januari 2016), yang fokus berbicara tentang keluarga kristiani dan aneka persoalan dalam bidang rohani, relasional dan sosial ekonomi yang terus mengiringi perjalanan hidup bersama umat manusia. Tema ini sesungguhnya terarah pada perubahan pola hidup dan pola laku umat beriman kristiani di Keuskupan Agung Kupang, yang menggambarkan wajah belaskasihan Allah yang terus mengalir melingkupi semua orang. Karena itu, Tahun Suci Kerahiman Ilahi yang digaungkan secara resmi pada tanggal 8 Desember 2015 oleh Paus Fransiskus di Vatikan, juga menjadi
8 | Bahan Soasialisasi APP 2016
inspirasi dasar dalam gerakan APP 2016 di wilayah Kesukupan Agung Kupang. Fokus pastoral dari gerakan APP 2016 di Keuskupan Agung Kupang, terarah pada upaya pembaharuan hidup iman melalui olah tapa (mati raga), olah rohani (berkanjang dalam doa) dan olah harta (semangat rela berbagi), sebagai wujud tobat pribadi dan bersama. Dengan semangat hidup yang demikian, kiranya dapat membantu keluarga-keluarga kristiani dalam semangat hidup bersesama demi mewujudkan hidup sejahtera. Hidup sejahtera berarti hidup dalam kebenaran, damai dan sukacita. Ketiga dimensi ini dilihat sebagai nilai fundamental Kerajaan Allah yang bukan hanya terkait dengan bidang spiritual, melainkan realitas yang harus diimplementasikan dalam kegiatan hidup manusia seturut dimensi sosial-ekonomi. Gerakan APP 2016 Keuskupan Agung Kupang dengan tema: “Keluarga Katolik dan Hidup Pantang Menyerah”, mempunyai sasaran dan tujuan untuk membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaharuan iman umat, khususnya keluarga-keluarga kristiani dalam : 1. Menghayati kehidupan keluarga sebagai bentuk persekutuan hidup bersesama (ecclesia domestica) yang paling pertama dan mendasar, dalam menghadirkan sukacita Injil dan kerahiman Allah. 2. Menghadapi berbagai tantangan hidup sebagai anugerah Allah yang memurnikan dan mendewasakan iman, bukan sebagai malapetaka yang menghancurkan, dengan
9 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menumbuhkan semangat ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam diri setiap anggota keluarga. 3. Menumbuhkembangkan sikap murah hati dan solider yang menampakkan wajah belas kasih Allah untuk saling mengembangkan dan memberdayakan dalam persekutuan hidup bersesama dan bersaudara. 4. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang bersumber dari kekuatan Allah sebagai landasan kokoh dalam menciptakan kehidupan keluarga yang mandiri, sejahtera dan berkelanjutan. Keluarga sebagai Ecclesia Domestica “Keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan mendalam, sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah Tangga (ecclesia domestica). Sebutan ini sudah pasti memperlihatkan eratnya pertalian antara Gereja dan keluarga, tetapi juga menegaskan fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari Gereja. Dengan caranya yang khas, keluarga ikut mengambil bagian dalam tugas perutusan Gereja, yaitu karya keselamatan Allah” (Pedoman Pastoral Keluarga KWI 2010, No. 6). Sebagai Gereja Rumah Tangga, keluarga menjadi pusat iman, pewartaan iman, pembinaan kebajikan dan kasih kristiani dengan mengikuti cara hidup Gereja Perdana (Kis 2:41-47; 4:32-37). Gereja Rumah Tangga mengambil bagian dalam tiga fungsi imamat umum Yesus Kristus, yaitu guru untuk mengajar, imam untuk menguduskan dan gembala untuk memimpin. Gereja Rumah Tangga di Indonesia dibangun berdasarkan nilai-nilai kristiani 10 | Bahan Soasialisasi APP 2016
yang diwujudkan dalam masyarakat yang majemuk (Hasil SAGKI IV 2-6 November 2015, No.12). Apa yang dirumuskan dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia yang lalu, jelas menekankan tentang kehadiran keluarga sebagai satu anugerah istimewa yang melaluinya, Allah hadir dan berkarya. Keluarga menjadi tempat di mana nilai-nilai luhur kehidupan diajarkan, ditumbuhkembangkan dan dihayati. Di dalam keluarga, setiap pribadi beriman dimatangkan secara spiritual dan sosial yang menggemakan kemuliaan Allah. Keluarga sebagai “sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat” (Familiaris Consortio 42) dan “sekolah kemanusiaan” (Gaudium et Spes 52) menjadi tempat pertama seseorang belajar hidup bersama orang lain serta menerima nilai-nilai luhur dan warisan iman. Keluarga Katolik menjadi tempat utama, dimana doa diajarkan, perjumpaan dengan Allah yang membawa sukacita dialami, iman ditumbuhkan dan keutamaan-keutamaan ditanamkan. Tantangan Hidup sebagai Anugerah Peziarahan hidup manusia di muka bumi ini tidaklah mudah. Ada berbagai tantangan dan hambatan yang terus mengiringi gerak perkembangan hidup manusia menuju kesejahteraan. Perkembangan dunia yang semakin tak terkendali dalam berbagai aspek kehidupan telah menciptakan kerenggangan, kesenjangan dan keterpecahan dalam kehidupan masyarakat manusia, khususnya keluarga-keluarga. Terutama semangat individualisme dan konsumerisme mengarahkan orang untuk berjuang sendiri-sendiri tanpa peduli pada sesamanya.
11 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Tantangan bagi sebagian orang merupakan sebuah hambatan besar yang dapat menggagalkan berbagai daya upaya untuk menggapai kesejahteraan. Tetapi, bagi orang-orang beriman, tantangan sebenarnya merupakan peluang untuk terus mengembangkan diri. Tantangan adalah anugerah di mana orang semakin didewasakan dan dimurnikan dalam imannya. Emas yang murni harus dimurnikan dalam tanur api (bdk. 1 Pet 1:7). Di tengah hidup yang penuh tantangan ini, manusia dituntut untuk menentukan sikap dan disposisi batin yang tepat dalam sebuah pergumulan bersama demi mencapai kesejahteraan hidup. St. Paulus memberikan sebuah gambaran yang jelas bagi kita tentang sukacita mengatasi segala pengalaman penderitaan duniawi: “sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24); “sebagai orang berdukacita tetapi bersukacita” (2 Kor 6:10). Pergumulan menghadapi aneka tantangan menjadikan setiap orang sebagai pribadi pejuang yang sanggup berpikir kreatif dan bertindak inovatif. Segala daya upaya akan dikerahkan untuk mengatasi aneka tantangan demi mempertahankan hidup yang dianugerahkan Allah. Ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi aneka tantangan merupakan daya hidup yang memampukan manusia untuk bertahan dalam himpitan ketegangan antara realitas dan harapan hidup. Karena itu, setiap tantangan harus selalu dilihat sebagai anugerah yang mendorong setiap pribadi untuk terus
12 | Bahan Soasialisasi APP 2016
mengembangkan diri, sebab selalu ada jalan bagi orang yang mau berusaha. Dalam pertemuan Keluarga Sedunia di Philadelpia pada tanggal 4-25 Oktober 2015, Paus Fransiskus mengingatkan keluarga-keluarga Katolik: “Tidak ada keluarga yang sempurna. Kita juga tidak punya orangtua yang sempurna, kita sendiri tidak sempurna, tidak menikah dengan orang yang sempurna dan kita tidak punya anak-anak yang sempurna. Kita punya keluhan satu sama lain. Kita kecewa satu sama lain. Oleh karena itu tidak ada pernikahan yang sehat atau keluarga yang sehat tanpa pengampunan”. Hidup Pantang Menyerah Hidup manusia berasal dan bersumber dari Allah. Oleh karena itu, manusia mampu mengenal dan mengasihi Allah pencipta-Nya dan oleh Allah, manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (bdk. Gaudium et Spes art. 12). Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan segala makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej 1,26). Tanggung jawab untuk mengolah dan mengelola segala sesuatu yang sudah dianugerahkan oleh Allah dipergunakan untuk membangun kesejahteraan hidup. Hidup pantang menyerah untuk mengusahakan kesejahteraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah dianugerahkanNya. Hidup pantang menyerah merupakan sikap hidup yang ditunjukkan dengan tidak mudah patah semangat dalam 13 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja keras untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai pembelajaran hidup dari Allah. Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai kesempurnaan hidup, dan kesempurnaan hidup itu digambarkan dengan kecukupan hidup lahir dan batin seturut dimensi sosial–ekonomi (bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus memperjuangkannya dan mengusahakannya secara terus menerus untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicitacitakan. Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang menyerah menjadi ungkapan dan perwujudan tanggung jawab manusia atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Murah Hati dan Solider: Tanda Kerahiman Allah Perjalanan bersama persekutuan gerejawi di Keuskupan Agung Kupang telah melewati berbagai pengalaman istimewa dalam menyampaikan kabar gembira sukacita injili. Pelbagai tantangan dan kesulitan, tetapi juga kegembiraan dan harapan, sudah menyertai dan meliputi perjalanan gerejawi kita dalam upaya kerja sama dengan semua pihak yang berkehendak baik (Roadmap Tahun Kerahiman Ilahi 2015-2016, hal. 4). Keluargakeluarga Katolik juga telah mengambil bagian dalam usaha bersama meningkatkan mutu hidup bersesama dengan saling memberdayakan dan mengembangkan, terutama dalam semangat berbagi satu dengan yang lain. Akan tetapi, hidup 14 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sejahtera yang diimpikan semua orang belum teralami sepenuhnya dalam realitas hidup masyarakat manusia, khususnya keluarga-keluarga Katolik di Keuskupan Agung Kupang. Kenyataan ini mendorong setiap umat beriman untuk berefleksi dan menemukan kendala mendasar dari setiap upaya untuk saling meneguhkan sebagai saudara-saudari di hadapan Allah, khususnya dalam aspek relasional, sosial-ekonomi dan spiritual. Patut disadari bahwa penghayatan hidup akan keutamaan-keutamaan kristiani belum menjiwai semangat hidup semua orang beriman. Kemurahan hati dan solidaritas sebagai tanda kerahiman Tuhan belum terhayati secara mendalam. Perubahan sosial yang cepat dengan prasyarat-prasyarat yang menyertainya tidak selalu terpahami dan mendapat tanggapan yang efektif akibat kecenderungan materialistik dan konsumeristik yang berkembang dalam hidup sosial (Mgr. Petrus Turang – Refleksi: Catatan Pinggir tentang SAGKI 2015). Hal ini jelas terlihat dari semangat berbagi yang ditumbuhkembangkan dalam hidup kaum beriman. Orang mau berbagai bila dia sudah berkelebihan. Artinya, orang akan mengumpulkan lebih dahulu bagi dirinya dan bila sudah lebih baru dibagi kepada sesamanya. Dengan demikian ada kesan bahwa orang memberi yang sisa dari miliknya. Hal ini berbanding terbalik dengan persembahan janda miskin yang dikisahkan dalam injil (bdk. Luk 21:1-4; Mrk 12:41-44). Ajakan Paus Fransiskus dalam sukacita Injil dilengkapi pula oleh seruan agar Gereja menampakkan wajah ibu yang berbelas kasih. Melalui Bulla Misericordiae Vultus (MV), 2015, 15 | Bahan Soasialisasi APP 2016
ditegaskan bahwa tindakan pastoral Gereja terhadap umat beriman harus diwarnai kelemahlembutan. Pewartaan dan kesaksian iman jangan sampai kehilangan dimensi kerahiman atau belas kasih Allah (bdk. MV 4, 10). Paus Fransiskus sebenarnya menegaskan kembali apa yang pernah diserukan Paus Yohanes XXIII dalam sambutannya pada pembukaan Konsili Vatikan tanggal 11 Oktober 1962. “Gereja harus bertindak dengan menggunakan obat belas kasih daripada kekakuan … dan memperlihatkan diri sebagai ibu yang pengasih bagi semua, sabar, penuh kasih dan kebaikan”. Kehidupan yang Mandiri dan Sejahtera Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam suasana hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup secara mental, spiritual, intelektual, sosial dan material. Atau dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam keseimbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta keseimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh karena itu, hidup sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia. Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (tekun, ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan kemandirian. Di dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan memutuskan apa yang baik bagi dirinya maupun kepentingan pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan 16 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kepentingan bersama. Untuk sampai pada kehidupan yang mandiri dan sejahtera, butuh kesadaran mendalam akan panggilan dan tanggung jawab tiap pribadi atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah. Tanggung jawab besar manusia adalah mengelola dan memelihara seluruh ciptaan demi kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan hidup bagi seluruh ciptaan. Keberhasilan dalam mencapai kepenuhan hidup sejahtera ditandai dengan proses pembelajaran dan perjuangan terus menerus tanpa kenal lelah. Ketekunan, keuletan dan kesabaran hendaknya menjadi nilai-nilai pokok yang dihayati dan dihidupi dalam perjuangan untuk mewujudkan hidup sejahtera lahir dan batin (sosial, ekonomi dan spiritual). Sub Tema Gerakan APP 2016 KAK Berdasarkan beberapa pokok pikiran di atas, maka tema APP 2016 Keuskupan Agung Kupang “Keluarga Katolik dan Hidup Pantang Menyerah”, dijabarkan ke dalam 4 (empat) sub tema sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini. Sub Tema I: Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan Tantangan Hidup Sukacita dialami oleh keluarga yang mewujudkan rencana Allah atas perkawinan dan keluarganya. Sebagian keluarga membutuhkan perjuangan lebih karena menghadapi aneka tantangan dan kelemahan. Adanya kesulitan sosial ekonomi juga kesulitan relasi personal dan spiritual, telah menghadapkan keluarga-keluarga katolik di Keuskupan Agung Kupang pada persoalan pelik kehidupan yang menggoncangkan iman akan Yesus Kristus. Aneka persoalan ini menyebabkan 17 | Bahan Soasialisasi APP 2016
perasaan terbeban, bingung, sedih, sepi, dan bahkan putus asa bagi anggota keluarga. Tantangan dan kelemahan itu bisa membawa keluarga pada krisis iman yang merintangi, membatasi, dan bahkan menghalangi keluarga untuk setia kepada iman Katolik dan untuk menghidupi nilai-nilai luhur perkawinan. Di tengah pergumulan memperjuangkan sukacita Injil, keluarga mesti datang penuh kerendahan-hati untuk dikuduskan oleh Allah yang berbelas-kasih yang melampaui kelemahan dan kedosaan manusia. Pembelaan Allah yang begitu besar ini merupakan sukacita yang patut disadari dan disyukuri. Kekudusan keluarga merupakan rahmat sekaligus tugas bagi keluarga untuk dipertahankan. Oleh karenanya, keluarga diundang untuk bersikap dewasa, bertindak bijaksana, dan tetap beriman dengan tidak menyalahkan situasi, tetapi setia mencari kehendak Allah melalui doa dan Sabda Allah, mengutamakan pengampunan dan peneguhan di antara anggota keluarga, serta pergi menjumpai pribadi atau komunitas beriman yang mampu membangkitkan harapan. Keluarga yang mengandalkan Allah percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya. Selalu ada jalan keluar. Tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam kepribadian serta iman, harapan, dan kasih. Tantangan justru tak harus menyuramkan nilai-nilai perkawinan dan hidup berkeluarga. Melalui tantangan itu, Allah mengerjakan karya keselamatanNya di dalam dan melalui keluarga. (bdk. Hasil SAGKI IV, No. 9-10).
18 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema II: Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan berharga akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan harapan hidup menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Aneka tantangan dan kelemahan yang dialami dan dihadapi keluarga-keluarga katolik, tentunya membangkitkan suatu dorongan hidup untuk bisa menggapai kebahagiaan sejati. Setiap keluarga pasti berusaha bersama dalam berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif, untuk bisa menghindarkan keluarganya dari kehancuran. Keluarga katolik yang sungguh berjalan bersama Allah selalu mencari solusi bagi keutuhan rumah tangga. Selalu ada daya upaya untuk mempertahan keluarga sebagai anugerah Allah. Untuk itu, sangat dibutuhkan keluarga-keluarga katolik yang tekun, ulet dan sabar dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini bersama dengan Allah. Aneka persoalaan jangan sampai memadamkan api iman, melainkan hendaknya terus mengobarkan semangat iman untuk terus mencari dan menemukan kehendak Tuhan yang menyelamatkan. Segala daya upaya yang dikerahkan untuk mengatasi aneka persoalan hidup merupakan sebuah tanggung jawab untuk memelihara kelangsungan dan keberlanjutan hidup yang telah dianugerahkan Allah. 19 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema III: Keluarga Katolik yang Murah Hati dan Solider Keluarga-keluarga katolik yang hidup seturut panggilan imannya tentu sungguh menghayati nilai-nilai kristiani seperti sikap murah hati dan solidaritas. Ada semangat berbagi satu sama lain, saling peduli dan perhatian pada mereka yang membutuhkan. Nyatanya, semangat egoisme/selfisme dan individualisme, hedonisme dan konsumerisme justeru telah mangaburkan keberadaan nilai-nilai iman kristiani. Perkembangan zaman yang tidak terkontrol dengan prasyaratprasyarat yang ditetapkan, menjadikan sebagian orang lebih fokus mengurus dirinya dari pada peduli pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Segala daya upaya dikerahkan sematamata untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Keluargakeluarga katolik juga mendapat pengaruh yang kuat dari gaya hidup modern ini. Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan hidup. Terjadi ketidakadilan. Ada keluarga-keluarga yang hidup serba berkecukupan, tetapi ada keluarga-keluarga yang hidup serba kekurangan. Terjadi kesenjangan hidup yang cukup lebar. Untuk memerangi ini, dalam semangat belas kasih Allah yang mahamurah dan maharahim, setiap pribadi katolik diajak untuk kembali merenungkan perjalanan hidupnya bersama dengan orang lain dalam membangun kembali sikap hati yang diresapi oleh semangat hidup Yesus Kristus sendiri, yang adalah tanda kemurahan hati dan solidaritas Allah Bapa terhadap manusia berdosa. Rasul Paulus mengingatkan kita : “Siapa yang melakukan tindakan-tindakan kemurahan hati, hendaknya ia melakukannya dengan gembira” (bdk. Rom 12:8). 20 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema IV: Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan Sejahtera Hidup mandiri dan sejahtera tentu menjadi dambaan setiap orang. Semua keluarga katolik juga menginginkan hidup mandiri dan sejahtera. Kesejahteraan itu menjadi tujuan dari segala pergumulan hidup manusia di muka bumi ini. Nyatanya, hidup mandiri dan sejahtera itu belum teralami secara utuh dan penuh dalam perjalanan hidup keluarga-keluarga di Keuskupan Agung Kupang. Masih ada banyak soal yang menghambat orang untuk sampai pada kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Di sini, keluarga-keluarga diajak untuk membangun semangat kerja sama yang rela berbagi dan saling peduli supaya tercapai kepenuhan hidup yang mandiri dan sejahtera. Ada sebuah pola proses yang harus dilewati bersama di dalam keluarga dan bersama keluarga-keluarga yang lain untuk menemukan hakekat dari panggilan dan perutusan hidup manusia di muka bumi ini. Perlu sebuah kesadaran baru akan panggilan dan tanggung jawab atas hidup yang dianugerahkan Tuhan, melalui proses belajar yang terus menerus. Bahwasannya, hidup yang dianugerahkan Tuhan itu punya makna yang terarah pada kelangsungan dan keberlanjutan hidup di segala zaman. Maka, tanggung jawab besar dari setiap pribadi beriman adalah memelihara segala tatanan ciptaan demi kelangsungan dan keberlanjutan hidup semua makhluk ciptaan.
21 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Penutup
`
Keluarga dan aneka persoalan hidup yang dihadapinya menjadi fokus permenungan bersama selama masa APP 2016 di Keuskupan Agung Kupang. Lewat tema-tema permenungan yang digumuli, kiranya lahir sebuah pemaknaan baru terhadap keluarga dan aneka persoalan di dalamnya untuk sampai pada kehidupan yang sejahtera lahir batin di dalam aspek spiritual/rohani, relasional dan sosial ekonomi. Pergumulan untuk sampai pada kepenuhan hidup tersebut membutuhkan perjumpaan hati dan perjumpaan iman yang pantang menyerah dan proses pembelajaran yang berkelanjutan. Perlu ada kesadaran bersama untuk membangun tata kelola hidup yang berkelanjutan dalam memanfaatkan segala unsur ciptaan. Dan dasar dari semua gerak pergumulan hidup manusia sesungguhnya adalah melibatkan Tuhan yang mahamurah dan maharahim, yang selalu peduli dan bersolider dengan manusia. Kabar sukacita yang paling mendasar adalah bahwa Tuhan menciptakan manusia menurut citra-Nya. Manusia adalah pribadi yang mewartakan dan menghadirkan sukacita dan kerahiman Allah. Perkawinan dan keluarga adalah tempat bagi suami-istri dan anak-anak menghadirkan dan membagikan kebaikan dan kerahiman. Berbagi kebaikan dan kerahiman membuahkan sukacita. Bercermin dari hidup Keluarga Kudus, keluarga Katolik adalah ladang sukacita Injil yang paling subur, tempat Allah menabur, menyemaikan dan mengembangkan benih-benih sukacita Injil.
22 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PERWUJUDAN HIDUP SEJAHTERA Sub-tema 2016: “Hidup Pantang Menyerah, Tekun, Ulet dan Sabar” “… kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Orang-orang demikian kami peringati dan nasehati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap[ tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri” (2Tes 3:11-12). 1.
Manusia mendapat anugerah hidup dari Tuhan. Hidup kita bukanlah milik kita, tetapi anugerah yang perlu dijaga, dipelihara dan dilindungi. Hidup kita bercorak pusparagam: pribadi, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Semua segi kehidupan ini memainkan peran dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan, baik pribadi maupun bersamasama. Hidup kita mampu bertahan karena coraknya yang berhubungan. Tanpa hubungan dengan sesama atau makhluk tercipta lain, hidup kita merana, terasing dan seperti padang gurun. Oleh karena itu, orang bilang “a man or a woman is not an island”. Dengan menyadari keterhubungan, maka hidup kita tumbuh dan berkembang dalam kelimpahan dengan sikap berbagi. Hidup kita tidak terkurung dalam tembok-tembok pemisah, tetapi dalam keadaan terbuka dengan corak saling melengkapi dan saling membantu.
23 | Bahan Soasialisasi APP 2016
2.
Manusia hidup dan bergerak dalam suatu lingkungan tertentu. Lingkungannya turut membentuk hidup setiap orang, tanpa terkecuali. Pusparagamnya lingkungan hidup membentuk corak hidup yang berbeda. Dalam perbedaan itu, kita mengalami betapa pentingnya apa yang disebut “hubungan”, “relasi” atau “jembatan”. Dalam mengembangkan hidup, kita harus membangun hubungan dengan sesama dan lingkungan alam sekitar. Nyatanya, lingkungan kerja misalnya akan membentuk watak seseorang atau kelompok orang. Manusia harus bertekun mengintegrasikan diri dalam lingkungan, di mana dia belajar menjadi sesama. Ketekunan dalam integrasi ini akan mengembangkan hidup setiap orang. Pada gilirannya, kita memberikan peran bagi terbentuknya lingkungan di mana setiap orang dapat hidup secara manusiawi dan layak.
3.
Setiap orang punya bakat. Dengan bakat manusia membangun hidup bersama sesama. Bakat setiap orang yang muncul dalam bentuk pekerjaan menjadi alat untuk membangun hidup. Menekuni hidup berarti melakukan pekerjaan yang mendulang kebaikan bersama. Manusia bekerja untuk hidup. Olehnya, pertumbuhan hidup memerlukan ketekunan dalam bekerja. Ketekunan dalam bekerja akan membuahkan nilai bagi martabat seseorang. Dengan menyelami pelbagai pekerjaan, manusia dengan tangguh membangun hidup bersama sesama, agar keperluan dasariah dapat terpenuhi dengan baik dan benar.
24 | Bahan Soasialisasi APP 2016
4.
Di dalam menjalani hidup ini, kita selalu berhadapan dengan pelbagai tantangan dan bahkan kesulitan. Kita harus menghadapinya dengan gigih, tegar dan ulet, agar hidup kita dapat tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan yang memadai. Melalui pendidikan kita membangun sikap hidup dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan efektif. Kemampuan dengan sikap yang baik akan membuka peluang bagi upaya bekerjasama untuk mengalami kesejahteraan. Ketekunan hidup seorang petani akan mendatangkan hasil tani yang bermanfaat bagi hidupnya, keluarganya dan sesama. Dalam menjelajahi pelbagai tantangan hidup dan hubungan yang terjalin baik dengan sesama, setiap orang mengupayakan ketekunan yang menggerakkan pola hidup tertentu.
5.
Ketekunan dalam hidup harus membuahkan kesejukan dan kesegaran, agar hidup kita sejatinya menjadi tangguh dalam membangun kesejahteraan yang berkelanjutan secara manusiawi. Ketekunan hidup, misalnya melalui pekerjaan, mendorong kita untuk mampu mewariskan lingkungan hidup yang berkelimpahan bagi generasi mendatang, bagi anak-anak kita yang sedang tumbuh menjadi besar. Ketekunan dalam hidup tidak saja berhenti bagi hidup dan penghidupan kita sekarang ini, tetapi menyodorkan sebuah dunia yang layak huni bagi siapa saja, sekarang dan di masa depan. Dengan kata lain, ketekunan hidup kita mudahmudahan menyumbang bagi perlindungan rumah kita bersama, di mana setiap orang dapat membangun serta menjalani hidupnya secara manusiawi dalam keadilan dan
25 | Bahan Soasialisasi APP 2016
perdamaian. Itulah kesejahteraan hidup berbagi bersesama secara unggul. Sebaliknya, kecenderungan untuk memacu ketekunan hidup hanya untuk diri sendiri akan menjadi malapetaka bagi diri sendiri dan sesama, juga bagi lingkungan hidup alamiah sekitar kita. 6.
Manakah corak ketekunan hidup yang berkelanjutan secara ekologis manusiawi dan kristiani: 6.1. Aktif pantang menyerah dan melibatkan sesama: Dalam menghadapi pelbagai tantangan dan kesulitan, kita berupaya untuk berjuang bersama sesama demi kemuliaan hidup yang dianugerahkan Tuhan. Hidup berbagi yang aktif akan menghasilkan keseimbangan hidup untuk menopang hidup sejahtera bersama. Ketekunan yang aktif yang disertai oleh sikap sabar akan membangun ketangguhan hidup kita. Dengan menghadapi pelbagai perubahan ekologis yang berdampak kekeringan atau kerawanan pangan, kita bertekun untuk melindungi daya dukung alam, sumber hidup kita. Dengan kerjasama dialogal yang jujur dan terbuka, akal budi kita dapat memelihara daya dukung hidup menuju kesejahteraan bersama yang berlangsung terus menerus secara manusiawi. 6.2. Kreatif ulet berkelanjutan ekologis: Kita berusaha untuk memanfaatkan lingkungan hidup tercipta dengan penuh tanggungjawab, agar ketersediaannya senantiasa memberikan manfaat bagi kebaikan bersama. Kita turut serta memelihara dan merawat lingkungan hidup tercipta secara bermartabat dan
26 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dengan demikian tata kelola hidup menjamin keberlanjutan lingkungan hidup kita. Kehidupan kita tidak saja tergantung pada kepentingan material langsung, tetapi bagaimana kita bekerja untuk merawat hidup tercipta dalam keseimbangan yang berkelanjutan secara ekologis. 6.3. Sabar konstruktif manusiawi: Kesabaran dalam membangun hidup menuntut hidup sederhana, agar semua orang dapat merasakan suatu kehidupan yang konstruktif secara manusiawi. Dengan sikap saling menghormati dan saling menghargai, ketekunan dalam hidup akan mendorong bangkitnya nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Sikap suka menerima dan memaafkan akan menjadi kekuatan bersama untuk memberdayakan hidup di tengah keterbatasan dan kerapuhan manusiawi. 6.4. Inspiratif alkitabiah: Tuhan Allah menciptakan dunia dan segala isinya karena belaskasih-Nya. Tuhan menciptakan keselarasan yang indah dan menganugerahkan kepada manusia akal budi untuk memelihara dan merawat dengan kerendahan hati. Tuhan mau bahwa segala ciptaan-Nya berkembang dan hidup dalam keselarasan satu sama lain, karena semua yang tercipta berhubungan satu sama lain. “Lakukanlah pekerjaanmu sebelum habis waktunya, maka pada waktunya Tuhan akan memberikan upahmu”(Sir 51:30). 6.5. Kontemplatif akan keindahan ciptaan: keindahan ciptaan Tuhan mendorong kita untuk menemukan 27 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kehadiran Tuhan. Dengan memuji dan bersyukur kepada Tuhan Pencipta, kita menyatakan diri sebagai anak-anak-Nya yang sadar akan anugerah kehidupan seluruh makhluk tercipta. 6.6. Askese yang mendunia dan memasyarakat: Kita tekun membangun hidup spiritual yang tidak terasing dari dunia sekitar kita. Hidup iman mendorong kita untuk menyatukan diri dengan pemberdayaan tata dunia menurut rencana Sang Pencipta. Kita mengusahakan tata dunia dengan hati yang tulus dan penuh syukur. Itulah spiritualitas keduniaan, di mana barang-barang di dunia ini sejatinya diperuntukkan bagi semua orang. Kita tekun membangun hidup yang menemukan keilahian dalam matra duniawi yang telah dipulihkan oleh wafat dan kebangkitan Kristus. 7.
Ketekunan dalam membangun dan menjalani hidup sejatinya memerlukan kegigihan, ketangguhan dan kesabaran. Dengan demikian kita tidak mudah menyerah kepada cara hidup gampang yang membuat hidup kita sesat, seperti mencuri, berjudi, narkoba, perdagangan orang atau pun korupsi. Ketekunan hidup yang benar mengisyaratkan kehadiran wawasan spiritual, yang menyokong perjuangan hidup secara batiniah. Wawasan spiritual ini mengingatkan bahwa hidup kita adalah anugerah Tuhan. Kita umat Kristiani harus berjuang untuk memelihara hidup kita dengan bekerja dalam kebenaran dan keadilan, yang harus dilaksanakan secara tekun menurut prinsip solidaritas Kristiani sebagaimana diteladankan Yesus Kristus.
28 | Bahan Soasialisasi APP 2016
8.
Selama masa puasa, kita mendapat panggilan untuk merenungkan keadaan hidup kita sebagai murid-murid Kristus. Mudah-mudahan kita menemukan kembali jati diri kita, khususnya dalam ketekunan untuk mengembangkan hidup bersesama dan bermartabat anak-anak Allah. Dengan merenungkan ketangguhan Yesus dalam menjalani hidupNya sebagai manusia, kita belajar bagaimana kita menekuni hidup yang dianugerahkan Bapa-Nya kepada kita. Seraya membaca tanda-tanda perkembangan jaman, kita tetap setia menemukan dalam diri Yesus Kristus teladan hidup yang paling unggul dan paling mulia. Kita mohon kehadiran-Nya dalam perjalanan hidup kita, agar kita semakin meneladani pengajaran hidup-Nya demi kebaikan kita bersama. Kesesakan serta kemendesakan dalam hidup ini mudahmudahan tidak melunturkan ketekunan serta kegigihan kita untuk memberdayakan mutu hidup dalam peradaban kasih.
9.
Hidup yang tangguh, tekun dan ulet adalah bagian utuh dari karya penciptaan Tuhan. Hidup demikian mengambil bagian dalam gerakan anugerah Tuhan yang menghendaki bahwa setiap orang dan setiap makhluk ciptaan lain mengusahakan hidup yang berdaya tahan dalam lingkungan yang semakin tidak bersahabat akibat perbuatan manusiawi sendiri. Kejadian-kejadian serta tindakan-tindakan yang membuat hidup merana dan miskin, harus melakukan perubahan, agar kesejahteraan hidup bersama dapat tumbuh berkelanjutan secara manusiawi. Pelaksanaan masa puasa yang efektif akan menyadarkan orang beriman untuk berani memutar haluan dengan langkah-langkah yang bermutu
29 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bagi terjalinnya kembali hubungan-hubungan manusiawi ekologis dalam bingkai kesejahteraan bersama. Salah satu wujud nyata dari ketekunan hidup bersama adalah perbuatan rela berbagi dengan sesama dalam bentuk derma APP. Kita melakukannya dengan gembira dan rasa terima kasih. 10. Hidup itu mempunyai pusparagam corak yang terpadukan dalam setiap pribadi manusia. Kenyataan ini hanya dapat berkembang dengan baik, bilamana pribadi-pribadi manusia membangun hubungan-hubungan dalam keselarasan yang merukunkan. Kemajuan sejahtera hidup kita akan terjadi jika semua orang berani membangun peran yang efektif bagi integrasi sosial, karena hidup itu antara lain adalah: 10.1. Hidup adalah anugerah Tuhan : kita harus menerimanya dengan rasa syukur dan memeliharanya menurut kehendak Tuhan 10.2. Hidup itu adalah cintakasih: kita harus menghayatinya dengan tekun dan sabar, agar riak gelombangnya menjadi kegembiraan dan pengharapan bersama 10.3. Hidup itu adalah panggilan: kita harus menjalaninya dengan tepat sesuai dengan makna panggilan kristiani, yaitu memajukan nilai-nilai manusiawi 10.4. Hidup itu adalah perutusan: kita harus memahaminya dengan cermat, agar kita mampu berlaku sebagai utusan yang menyaksikan kegembiraan Injil
30 | Bahan Soasialisasi APP 2016
10.5. Hidup itu adalah misteri: kita harus berupaya untuk menyingkapkannya dalam kebenaran menurut teladan Yesus Kristus 10.6. Hidup itu adalah kesempatan: kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan berfaedah dan berhasil demi kemajuan kesejahteraan bersama dengan semangat berbagi 10.7. Hidup itu adalah sebuah janji: kita harus berusaha untuk memenuhinya secara bertekun dalam suatu dialog yang terbuka dan jujur 10.8. Hidup itu adalah perjuangan: kita harus membangun daya yang senantiasa siaga untuk mampu melakukan pergumulan yang sehat 10.9. Hidup itu adalah sebuah tantangan: kita harus menghadapinya dengan ketangguhan serta kesabaran yang berkelanjutan 10.10. Hidup itu adalah cita-cita dengan teka-teki : kita harus meretas sebuah jalan untuk mencapai cita-cita kehidupan dengan solusi yang cerdas 10.11. Hidup itu adalah sebuah tugas dan tanggungjawab: kita harus melaksanakannya dengan sepenuh hati, agar martabat kita sebagai manusia tumbuh dan berkembang secara bermutu 10.12. Hidup itu adalah sebuah perjalanan: kita harus mengayunkan langkah dengan penuh kepercayaan, agar perjalanan itu terwujud secara berkelanjutan dalam ketekunan yang merukunkan 10.13. Hidup itu adalah juga sejenis sandiwara: kita harus melakoninya dengan baik, agar keselarasan hidup 31 | Bahan Soasialisasi APP 2016
terjalin dengan indah dan setiap peran (pribadi) berlaku seirama. 11. Hidup itu bagaikan air. Air itu mengalir. Kadang-kadang tenang. Lain kali bergejolak dan bergelora, karena terhalang oleh kendala seperti batu atau tumpukan pasir. Air itu terpukul mundur. Lain kali air berputar-putar di tempat seakan-akan kebingungan. Kadangkala air itu bergelombang dengan riak-riak kecil. Pada kesempatan lain, air itu terjun bebas dan terhempas ke bawah dengan keindahan yang menakjubkan. Tetapi dalam keadaan apapun atau di mana pun, air itu tetap bergerak, mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sebuah genangan kecil atau pun terbagi menjadi sumber-sumber air. Kalau terjadi banjir, air itu akan membawa pelbagai material sekitarnya. Air itu dapat menjadi keruh atau bersih, atau berlumpur sehingga warnanya menguning. Dengan demikian air juga dapat mengancam keberadaan sekitarnya, berbarengan dengan membawa endapan yang menyuburkan tanah. Air itu mengalir, menghanyutkan, menantang, tidak merasa lelah dan pantang mundur. Akhirnya, bagaimanapun juga, air itu membersihkan, menyegarkan serta memuaskan dahaga dan memberikan daya baru. Itulah tantangan, ketekunan, kegigihan dan ketangguhan dari makhluk air. Demikian jugalah perjuangan dan perjalanan menuju hidup sejahtera. 12. Kecerdasan dalam mengelola hidup dalam kebersamaan, khususnya dalam hal konsumsi, akan memajukan 32 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kesejahteraan bersama. Tanpa usaha yang tekun dan ulet niscaya hidup kita akan tertinggal dalam kemiskinan yang tidak mendukung martabat sejahtera sebagaimana didambakan setiap orang. Keadaan demikian tidak menghadirkan budaya kehidupan. Sebaliknya, itu membangun suatu wujud keterbelakangan yang membebani hidup kita. Hidup kita menjadi rusak, bahkan hancur karena kemalasan dan kelalaian dalam menekuni pertumbuhan hidup layaknya manusiawi. Di tengah keterpesatan perkembangan jaman, hidup kita pasti akan tertinggal, bilamana ketekunan dan ketangguhan dalam bekerja tidak menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Tata kelola hidup seharusnya memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, agar kemampuan material yang diperoleh memberdayakan kesediaan pribadi untuk menghayati hidup bersesama secara kreatif dan efektif. Perlindungan atas lingkungan hidup dan kehidupan tetap menjadi tanggungjawab kita bersama guna memberdayakan hidup secara berkelanjutan. 13. Dalam Kitab Suci, hidup selalu membangkitkan rasa syukur sebagai anugerah Tuhan. Kehidupan yang dianugerahkan perlu dipelihara dengan baik dalam konteks cintakasih, karena hidup adalah anugerah kasih Tuhan. Dengan menekuni hidup dalam sikap bersesama, kita mampu mengalami kegembiraan dan pengharapan dalam perjalanan bersama guna membangun hidup yang bermutu baik dalam ranah material maupun spiritual. Persoalan sosial ekonomi yang selalu mengemuka dalam perjalanan hidup ini selalu 33 | Bahan Soasialisasi APP 2016
mendorong kita untuk menjadi tangguh, agar penghayatan hidup semakin mampu berlaku dalam keseimbangan komunikasi sosial ekonomi. Artinya, martabat manusiawi menurut dimensi sosial ekonomi terungkap dalam keadilan dan perdamaian, sehingga semua orang boleh mengalami kelayakan hidup manusiawi menurut keadaan dan tanggungjawab masing-masing. Ketekunan hidup dengan sikap rela berbagi akan membangun suatu budaya kehidupan, di mana kesejahteraan hidup berlaku bagi semua dalam kerukunan yang berkelanjutan. Rasul Paulus bertitah: “Semoga Allah yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Yesus Kristus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus”(Rom 15:5-6). 14. Dengan mendalami tema serta menghayati masa puasa dengan hikmat dan penuh kegembiraan serta penuh syukur, kita mengalami secara istemewa kerahiman ilahi dalam hidup kita, khususnya dalam hidup keluarga. Kemurahan Allah dalam Yesus Kristus mudah-mudahan menguatkan kita untuk selalu bergiat dengan penuh ketekunan, agar hidup kita menampakkan keindahan serta kesejahteraan dalam perjalanan bersama yang penuh dengan kelimpahan hidup. Dengan menjalani masa puasa bertetapatan dengan Tahun Suci Kerahiman Ilahi, persekutuan gerejawi kita menemukan kembali makna kemurahan hati dalam hidup bersesama. Kita menyaksikan kegembiraan Injil dalam perjalanan bersama dengan hidup berbagi untuk memelihara dan melindungi karya ciptaan Allah, yang dianugerahkan 34 | Bahan Soasialisasi APP 2016
demi kebaikan kita: “Kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah”.(2Kor 9:1112)
Kupang, Januari 2016 Mgr. Petrus Turang
35 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PENDASARAN BIBLIS UNTUK PERTEMUAN KATEKESE APP 2016 Oleh: Rm. Sipri Senda, Pr Sub Tema I: Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan Tantangan Hidup •
Bacaan: Ayub 1:6-22
•
Kitab Ayub adalah salah satu dari kitab-kitab Sastra Kebijaksanaan. Kitab ini berbicara tentang penderitaan orang benar. Kebijaksanaan yang umum diterima adalah “Orang benar mendapat berkat, orang fasik mendapat hukuman/kutukan/penderitaan”. Itu berarti penderitaan dipahami sebagai kutukan atau hukuman Tuhan atas dosa yang dilakukan. Kitab ini merefleksikan mengapa orang benar menderita, walaupun dia tidak berdosa.
•
Ayub adalah seorang beriman yang saleh, yang benar di hadapan Tuhan. Dia juga seorang hartawan yang kaya raya, seorang bapak keluarga yang memperhatikan keluarga terutama anak-anaknya. Keluarga Ayub adalah keluarga terpandang dalam masyarakat.
•
Sebagai orang beriman Ayub percaya pada Tuhan dan taat pada perintahNya. Sebagai orang yang bijaksana pada zamannya, ia tahu bahwa kekayaan dan kesejahteraan hidupnya merupakan berkat Tuhan. Ia hidup benar di hadapan Tuhan maka Tuhan memberkatinya dengan kejayaan ini.
36 | Bahan Soasialisasi APP 2016
•
Namun kenyataan lain berbicara: Ayub menderita kehilangan anak-anak dan harta kekayaan. Kehilangan harta kekayaan adalah kehilangan masa lalu, usaha di masa lalu. Tapi kehilangan anak adalah kehilangan masa depan, generasi penerus. Dalam tantangan dan cobaan berat ini, Ayub tetap percaya pada Tuhan. “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” (ay 21).
•
Keluarga Ayub menghadapi tantangan berat dalam hidup. Meskipun demikian Ayub tetap sabar dan percaya pada Tuhan. Iman akan Tuhan membuat Ayub mampu bertahan. Dalam penderitaan bagian kedua (2:1-13), Ayub juga tetap setia kepada Tuhan. Kegigihannya untuk bertahan dalam penderitaan memberikan inspirasi bagi keluarga kristiani untuk tetap bertahan dalam penderitaan dan tantangan hidup, serta tetap setia mengandalkan Tuhan. Kisah penderitaan Ayub berakhir dengan happy ending pada bagian akhir kitab ini (42:7-17): nasib Ayub dipulihkan oleh Tuhan. Hartanya kembali berlipat ganda. Ia juga memperoleh generasi penerus dalam diri anakanak.
•
Keluarga Ayub dipulihkan setelah menghadapi tantangan berat dan tetap bertahan dalam iman akan Tuhan. Sukacita sesudah penderitaan adalah berkat istimewa yang Tuhan berikan kepada orang beriman. Keluarga kritiani belajar dari Keluarga Ayub untuk tekun, ulet dan sabar dalam tantangan hidup dengan tetap mengandalkan Tuhan.
37 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema II: Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar •
Bacaan: Luk 1:5-25
•
Teks ini berkisah tentang keluarga Zakaria dan Elisabeth. Zakaria sebagai seorang imam menunaikan tugasnya di Bait Allah. Saat itulah ia mendapat penglihatan dan penyampaian pesan surgawi bahwa ia dan istrinya Elsabeth akan mendapat keturunan.
•
Keluarga Zakaria dan Elisabet adalah keluarga beriman yang taat pada hukum Tuhan walaupun menghadapi tantangan berat dalam hidup perkawinan mereka sampai usia tua. Mereka tidak mempunyai anak. Ini tentu menjadi aib dalam masyarakat (bdk ay 25). Tidak heran kalau mereka menjadi bahan pergunjingan dari orangorang sekitar. Dalam tradisi Yahudi, keluarga yang tidak punya anak dipandang sebagai terkutuk atau mendapat hukuman Tuhan.
•
Ketekunan Zakaria dan Elisabeth tampak dalam doa yang berkanjang. Keduanya tekun berdoa memohon keturunan agar aib mereka dihapuskan oleh Tuhan. Sebagai keluarga yang taat beragama, keduanya setia mengikuti hukum Taurat, setia melaksanakan segala perintah Tuhan dan terutama berkanjang di dalam doa. Ketekunan berdoa ini berbuah manis pada terkabulnya doa mereka bahwa Tuhan menganugerahkan keturunan.
•
Ketekunan dalam berdoa adalah nilai yang dapat diangkat dari keluarga ini. Keluarga kristiani dapat
38 | Bahan Soasialisasi APP 2016
belajar dari keluarga Zakaria dan Elisabeth untuk selalu tekun berdoa di dalam perjuangan hidup, terutama ketika menghadapi tantangan tertentu. •
Keuletan Zakaria dan Elisabeth tampak dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seperti biasa, walaupun sedang menghadapi cobaan berat dalam hidup. Zakaria sebagai imam tetap menjalankan tugasnya. Imam tanpa anak adalah aib besar dan menjadi tantangan tersendiri di hadapan rekan-rekan imam lain yang memiliki keturunan. Jabatan imam diwariskan turuntemurun. Jika tidak memiliki keturunan maka jabatan itu pun terhenti pada dirinya. Di tengah cobaan ini, Zakaria menunjukkan keuletannya dengan tuntas menunaikan tugas imamat.
•
Sedangkan Elisabeth tetap menunaikan tugas sebagai istri dan ibu rumah tangga yang setia. Walau harus menanggung aib di mata tetangga, namun Elisabeth tetap ulet bekerja mengurus rumah tangganya. Keuletan berbuah keberhasilan dalam tugas.
•
Kesabaran Zakaria dan Elisabeth terlihat pada ketenangan menghadapi pergunjingan tetangga tentang kemandulan Elisabeth. Keduanya sabar dan tetap setia satu sama lain dalam menghadapi tantangan ini. Mereka tidak putus asa, tetapi tetap sabar di dalam kesesakan.
•
Kesabaran itu berbuah manis pada anugerah Tuhan bagi mereka yaitu kelahiran Yohanes yang mengubah hidup mereka menjadi sukacita tak terkatakan. Nama Yohanes
39 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dari kata Yehohanan berarti Tuhan memberikan anugerah. •
Keluarga Zakaria dan Elisabeth memberikan inspirasi bagi keluarga kristiani untuk tekun, ulet dan sabar di dalam menghadapi aneka tantangan kehidupan. Ketekunan, keuletan dan kesabaran itu dibangun di atas dasar iman yang kokoh akan kebaikan Tuhan.
Sub Tema III: Keluarga Katolik yang Murah Hati dan Solider •
Bacaan: Tobit 1:16-22
•
Kitab Tobit adalah salah satu kitab Deuterokanonika. Kitab Deuterokanonika adalah kitab yang diterima oleh Gereja katolik sebagai bagian dari Kitab Suci, tetapi tidak diterima oleh Gereja Protestan. Tujuh Kitab Deuterokanonika: Tobit, Yudit, Barukh, Kebijaksanaan Salomo, Putra Sirakh, 1Makabe, 2Makabe.
•
Kitab Tobit berkisah tentang keluarga Tobit yang saleh, murah hati dan solider terhadap sesama. Tokoh utamanya bernama Tobit, seorang Yahudi di perantauan, di kota Niniwe.
•
Keluarga Tobit adalah keluarga saleh di kota Niniwe. Niniwe adalah ibu kota kerajaan Babel. Sesudah orang Yahudi dipulangkan dari pembuangan kembali ke Israel, ada sebagian orang Yahudi yang tetap tinggal di perantauan. Tobit adalah salah satu dari keluargakeluarga Yahudi yang memilih tinggal di Niniwe.
40 | Bahan Soasialisasi APP 2016
•
Keluarga ini secara material tidak berkekurangan dan secara spiritual merupakan keluarga beriman yang setia menghayati hukum Taurat. Tobit sungguh peduli dan solider dengan sesamanya terlebih yang menderita. Ia selalu tanggap pada kekurangan sesama dan dengan murah hati memberikan bantuan. Bahkan kepada orang matipun ia rela dan berani berbuat baik dengan menguburkan mereka secara pantas, walaupun dengan risiko ditangkap penguasa (ay 16-19).
•
Keluarga kristiani belajar dari keluarga Tobit untuk bermurah hati dan solider. Kemurahan hati ditampakkan dalam sikap berbagi dengan sesama yang menderita, rela memberi, menjauhkan diri dari sikap serakah dan kikir. Sikap solider diwujudkan dalam kepedulian pada sesama yang susah, tanggap terhadap kebutuhan sesama, sigap dalam bertindak membantu sesama yang membutuhkan bantuan.
Sub Tema IV: Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan Sejahtera •
Bacaan: Luk 2:41-52
•
Keluarga kudus Nazaret terdiri dari St. Yosef, St. Maria dan Anak Yesus. Keluarga ini keluarga sederhana, saleh dan beriman akan Allah. Bapak Yosef sebagai tukang kayu bekerja untuk mencari nafkah. Bunda Maria sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kehidupan keluarga. Yesus sebagai anak Yahudi pada umumnya taat pada orangtua, rajin bekerja dan rajin belajar. Selain
41 | Bahan Soasialisasi APP 2016
belajar baca tulis di sinagoga, Dia juga belajar menjadi tukang kayu seperti ayahnya. •
Teks ini berbicara tentang keluarga kudus yang membawa Yesus ke Yerusalem untuk merayakan Paska. Ada dua hal yang menjadi catatan: tiap tahun keluarga kudus ke Yerusalem (ay 41) dan perkembangan Yesus (ay 52).
•
Ke Yerusalem tiap tahun mengandaikan persiapan keluarga di bidang rohani dan juga jasmani. Kebutuhan untuk berada selama beberapa hari di Yerusalem tentu saja cukup besar. Untuk itu perlu uang yang cukup. Yosef sebagai tukang kayu tentu bekerja dengan rajin dan mengumpulkan uang untuk kesejahteraan keluarga termasuk persiapan ke Yerusalem. Hal ini menunjukkan kemandirian keluarga dalam mengelola keuangan untuk kesejahteraan keluarga.
•
Yesus bertumbuh dalam keluarga ini. Yesus diajar oleh Yosef untuk bekerja sebagai tukang kayu. Keterampilan ini diwariskan turun-temurun sebagai aset keluarga dalam mencari nafkah untuk kehidupan keluarga. Dalam hal ini Yesus diajar untuk menjadi pekerja yang mandiri dan mampu mengelola keuangan untuk kesejahteraan keluarga.
•
Belajar dari Keluarga Kudus Nazaret yang mandiri dan sejahtera. St. Yosef sebagai tukang kayu, Bunda Maria sebagai ibu rumah tangga. Mereka mengelola keluarga dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih. Setiap
42 | Bahan Soasialisasi APP 2016
tahun mereka dapat menunaikan ibadah di Yerusalem karena mereka mampu mengelola kesejahteraan keluarga walaupun sederhana. Keluarga ini keluarga mandiri: mempunyai usaha sendiri yaitu pertukangan kayu sehingga dapat memperoleh nafkah untuk kesejahteraan keluarga. Yesus bertumbuh dalam keadaan ini. Sebagai anak Dia juga belajar tukang dari ayahNya. Keterampilan tukang kayu menjadi modal usaha untuk kemandirian dan kesejahteraan keluarga. •
Keluarga kristiani belajar dari keluarga kudus Nazaret untuk menjadi keluarga yang mandiri dan sejahtera. Punya pekerjaan dan mampu mengelola potensi keluarga dengan baik untuk kesejahteraan.
43 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Panduan Katekese Umat APP 2016 KATEKESE ORANG DEWASA PERTEMUAN I Tema: Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan Tantangan Hidup Tujuan: 1. Menyadarkan peserta untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam keluarga khususnya ketika mengalami tantangan dan kesulitan 2. Menyadarkan peserta untuk mengalami dan berbagi sukacita dalam keluarga Sumber: Ayub 1:6-22 Metode: Waktu: 60 menit Pemikiran Dasar Sukacita dialami oleh keluarga yang mewujudkan rencana Allah atas perkawinan dan keluarganya. Sebagian keluarga membutuhkan perjuangan lebih karena menghadapi aneka tantangan dan kelemahan. Adanya kesulitan sosial ekonomi juga kesulitan relasi personal dan spiritual, telah menghadapkan keluarga-keluarga katolik di Keuskupan Agung Kupang pada persoalan pelik kehidupan yang menggoncangkan iman akan Yesus Kristus. Aneka persoalan ini menyebabkan perasaan terbeban, bingung, sedih, sepi, dan bahkan putus asa bagi anggota keluarga. Tantangan dan kelemahan itu bisa membawa keluarga pada krisis iman yang merintangi, membatasi, dan 44 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bahkan menghalangi keluarga untuk setia kepada iman Katolik dan untuk menghidupi nilai-nilai luhur perkawinan. Di tengah pergumulan memperjuangkan sukacita Injil, keluarga mesti datang penuh kerendahan-hati untuk dikuduskan oleh Allah yang berbelas-kasih yang melampaui kelemahan dan kedosaan manusia. Pembelaan Allah yang begitu besar ini merupakan sukacita yang patut disadari dan disyukuri. Kekudusan keluarga merupakan rahmat sekaligus tugas bagi keluarga untuk dipertahankan. Oleh karenanya, keluarga diundang untuk bersikap dewasa, bertindak bijaksana, dan tetap beriman dengan tidak menyalahkan situasi, tetapi setia mencari kehendak Allah melalui doa dan Sabda Allah, mengutamakan pengampunan dan peneguhan di antara anggota keluarga, serta pergi menjumpai pribadi atau komunitas beriman yang mampu membangkitkan harapan. Keluarga yang mengandalkan Allah percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya. Selalu ada jalan keluar. Tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam kepribadian serta iman, harapan, dan kasih. Tantangan justru tak harus menyuramkan nilai-nilai perkawinan dan hidup berkeluarga. Melalui tantangan itu, Allah mengerjakan karya keselamatanNya di dalam dan melalui keluarga. Langkah-langkah Pengembangan 1. Pembukaan Doa Pembuka Pengantar Singkat oleh Pendamping 2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita) 45 | Bahan Soasialisasi APP 2016
3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan Sabda Tuhan) Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab Suci dan membaca Kitab Ayub 1: 6-22 Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun Rangkuman dan Penegasan Mari Kita Merenungkan Mari Kita Ingat 4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata] Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama sesudah proses katekese 5. Penutup Evaluasi Doa Penutup
46 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PERTEMUAN II Tema: Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar Tujuan 1. Menyadarkan peserta tentang pentingnya nilai-nilai ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup 2. Menyadarkan peserta untuk menumbuhkembangkan sikap-sikap tersebut dalam keluarga Sumber: Injil Lukas 1:5-25 Metode: Waktu: 60 menit Pemikiran Dasar Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan berharga akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan harapan hidup menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Aneka tantangan dan kelemahan yang dialami dan dihadapi keluarga-keluarga katolik, tentunya membangkitkan suatu dorongan hidup untuk bisa menggapai kebahagiaan sejati. Setiap keluarga pasti berusaha bersama dalam berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif, untuk bisa menghindarkan keluarganya dari 47 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kehancuran. Keluarga katolik yang sungguh berjalan bersama Allah selalu mencari solusi bagi keutuhan rumah tangga. Selalu ada daya upaya untuk mempertahan keluarga sebagai anugerah Allah. Untuk itu, sangat dibutuhkan keluarga-keluarga katolik yang tekun, ulet dan sabar dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini bersama dengan Allah. Aneka persoalaan jangan sampai memadamkan api iman, melainkan hendaknya terus mengobarkan semangat iman untuk terus mencari dan menemukan kehendak Tuhan yang menyelamatkan. Segala daya upaya yang dikerahkan untuk mengatasi aneka persoalan hidup merupakan sebuah tanggung jawab untuk memelihara kelangsungan dan keberlanjutan hidup yang telah dianugerahkan Allah.
Langkah-langkah Pengembangan 1. Pembukaan Doa Pembuka Pengantar Singkat oleh Pendamping 2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita) 3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan Sabda Tuhan) Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab Suci dan membaca Injil Lukas 1:5-25 Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun Rangkuman dan Penegasan 48 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Mari Kita Merenungkan Mari Kita Ingat 4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata] Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama sesudah proses katekese 5. Penutup Evaluasi Doa penutup
Pertemuan III Tema: Keluarga Katolik yang Murah Hati dan Solider Tujuan: Menyadarkan peserta tentang semangat belaskasih Allah kepada manusia sehingga mampu untuk bersikap murah hati dan solider Sumber: Kitab Tobit 1:16-22 Metode: Waktu: 60 menit Pemikiran Dasar Keluarga-keluarga katolik yang hidup seturut panggilan imannya tentu sungguh menghayati nilai-nilai kristiani seperti sikap murah hati dan solidaritas. Ada semangat berbagi satu sama lain, saling peduli dan perhatian pada mereka yang 49 | Bahan Soasialisasi APP 2016
membutuhkan. Nyatanya, semangat egoisme/selfisme dan individualisme, hedonisme dan konsumerisme justru telah mengaburkan keberadaan nilai-nilai iman kristiani. Perkembangan zaman yang tidak terkontrol dengan prasyaratprasyarat yang ditetapkan, menjadikan sebagian orang lebih fokus mengurus dirinya dari pada peduli pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Segala daya upaya dikerahkan sematamata untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Keluargakeluarga katolik juga mendapat pengaruh yang kuat dari gaya hidup modern ini. Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan hidup. Terjadi ketidakadilan. Ada keluarga-keluarga yang hidup serba berkecukupan, tetapi ada keluarga-keluarga yang hidup serba kekurangan. Terjadi kesenjangan hidup yang cukup lebar. Untuk memerangi ini, dalam semangat belas kasih Allah yang mahamurah dan maharahim, setiap pribadi katolik diajak untuk kembali merenungkan perjalanan hidupnya bersama dengan orang lain dalam membangun kembali sikap hati yang diresapi oleh semangat hidup Yesus Kristus sendiri, yang adalah tanda kemurahan hati dan solidaritas Allah Bapa terhadap manusia berdosa.
Langkah-langkah Pengembangan 1. Pembukaan Doa Pembuka Pengantar Singkat oleh Pendamping 2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita) 3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan Sabda Tuhan) 50 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab Suci dan membaca Kitab Tobit 1: 16-22 Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun Rangkuman dan Penegasan Mari Kita Merenungkan Mari Kita Ingat 4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata] Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama sesudah proses katekese 5. Penutup Evaluasi Doa Penutup
PERTEMUAN IV Tema : Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan Sejahtera Tujuan Menyadarkan peserta tentang pentingnya kemandirian dan kesejahteraan hidup sebagai tugas dari anugerah kehidupan dari Allah. Sumber: Injil Lukas 2:41-52 Metode: 51 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Waktu: 60 menit Pemikiran Dasar Hidup mandiri dan sejahtera tentu menjadi dambaan setiap orang. Semua keluarga katolik juga menginginkan hidup mandiri dan sejahtera. Kesejahteraan itu menjadi tujuan dari segala pergumulan hidup manusia di muka bumi ini. Nyatanya, hidup mandiri dan sejahtera itu belum teralami secara utuh dan penuh dalam perjalanan hidup keluarga-keluarga di Keuskupan Agung Kupang. Masih ada banyak soal yang menghambat orang untuk sampai pada kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Di sini, keluarga-keluarga diajak untuk membangun semangat kerja sama yang rela berbagi dan saling peduli supaya tercapai kepenuhan hidup yang mandiri dan sejahtera. Ada sebuah pola proses yang harus dilewati bersama di dalam keluarga dan bersama keluarga-keluarga yang lain untuk menemukan hakekat dari panggilan dan perutusan hidup manusia di muka bumi ini. Perlu sebuah kesadaran baru akan panggilan dan tanggung jawab atas hidup yang dianugerahkan Tuhan, melalui proses belajar yang terus menerus. Bahwasannya, hidup yang dianugerahkan Tuhan itu punya makna yang terarah pada kelangsungan dan keberlanjutan hidup di segala zaman. Maka, tanggung jawab besar dari setiap pribadi beriman adalah memelihara segala tatanan ciptaan demi kelangsungan dan keberlanjutan hidup semua makhluk ciptaan.
52 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Langkah-langkah Pengembangan 1. Pembukaan Doa Pembuka Pengantar Singkat oleh Pendamping 2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita) 3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan Sabda Tuhan) Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab Suci dan membaca Injil Lukas 2:41-52 Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun Rangkuman dan Penegasan Mari Kita Merenungkan Mari Kita Ingat 4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata] Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama sesudah proses katekese 5. Penutup Evaluasi Doa Penutup
53 | Bahan Soasialisasi APP 2016
MODEL EVALUASI KATEKESE UMAT 1.Kesan Umum a. Setiap peserta dibiarkan memberikan kesannya terhadap praktek KU b. Biarkan mereka berbicara sebebas-bebasnya. 2.Suasana pertemuan a. Apakah seluruh suasana mendukung tukar menukar pengalaman dalam kelompok ? b. Apakah ada suasana persaudaraan ? c. Keterbukaan ? d. Komunikatif ? e. Saling mendukung dan menghargai ? 3.Bahan atau materi a. b. c. d.
Aktual, relevan, menarik ? Mendukung tujuan yang dicanangkan ? Nilai-nilai yang ditanam cukup jelas ? Segi perwujudan iman dapat ditangkap peserta ?
4. Jalannya pertemuan a. Ada proses yang baik dan runtun ? b. Langkah-langkah diikuti dengan setia ? c. Langkah-langkah mendukung tujuan yang mau dicapai? 5. Keterlibatan peserta a. Peserta aktif terlibat ? b. Sikap mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap sesama peserta yang berbicara ? 54 | Bahan Soasialisasi APP 2016
c. Bebas dan terbuka berbicara ? d. Nampak ada perubahan dalam diri peserta ? 6. Pemandu KU/Fasilitator a. Kesan, pendapat tentang fasilitator b. Sungguh-sungguh berperan sebagai pelancar, mengajak, membimbing, memberikan kesempatan berbicara, meneguhkan pembicaraan peserta ? c. Arah seluruh pertemuan diperhatikan ? d. Mengikuti langkah-langkah dengan setia ?
55 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Pesan Sri Paus Fransiskus untuk Puasa 2016 “Saya ingin belaskasih, dan bukan persembahan” (Mt 9:13). Karya belaskasih pada jalan Yubileum 1. Maria, yang menerima Kabar Gembira adalah gambaran sebuah Gereja yang mewartakan Injil Dalam Bulla Penetapan akan Yubileum Istimewa dari Kerahiman, saya meminta bahwa “masa Puasa dalam Tahun Yubbileum ini dihayati lebih mendalam sebagai suatu saat istimewa untuk merayakan dan mengalami kerahiman Allah”(MV, 17). Dengan memanggil suatu sikap mendengarkan dengan penuh perhatian akan sabda Allah dan menyemangati prakarsa “24 Jam untuk Tuhan”, saya berupaya untuk menekankan pengutamaan akan sikap mendengarkan penuh doa akan sabda Allah, terutama sabda kenabiannya. Kerahiman Allah adalah suatu pemakluman yang diperuntukkan bagi dunia, suatu pemakluman yang memanggil setiap orang Kristiani mengalaminya di tempat pertama. Oleh karena itu, selama masa Puasa saya akan mengutus para Misionaris Kerahiman sebagai tanda konkrit bagi setiap orang akan kedekatan dan pengampunan Allah. Sesudah menerima Kabar Gembira yang disampaikan kepadanya oleh Malaekat Agung Gabriel, Maria, dalam Magnificatnya, secara profetik menyanyikan kerahiman dengan mana Allah memilih dia. Perawan dari Nazareth, yang 56 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bertunangan dengan Yosep, menjadi ikon sempurna dari Gereja yang mewartakan Injil. Maria telah dan terus mendapat warta Injil dari Roh Kudus, yang membuat rahim perawannya berbuah. Dalam tradisi profetik, kerahiman secara tuntas terhubungkan – juga dalam tingkat etimologis – dengan rahim keibuan (rahamim) dan dengan suatu kebaikan(hesed) yang murah hati, setia dan berbelaskasih yang terungkap dalam perkawinan dan hubungan keluarga. 2. Perjanjian Allah dengan umat manusia: sebuah sejarah kerahiman Misteri dari kerahiman ilahi diwahyukan dalam sejarah perjanjian antara Allah dan umat-Nya Israel. Allah menyatakan diri-Nya selalu kaya dalam kerahiman, selalu siap memperlakukan umat-Nya dengan kelembutan dan belaskasihan yang mendalam, terutama pada saat-saat tragis sewaktu ketidaksetiaan menghancurkan ikatan perjanjian, yang kemudian perlu diperbaharui dengan lebih teguh dalam keadilan dan kebenaran. Disinilah kisah cinta yang sejati, di mana Allah berperan sebagai bapa dan suami yang dikhianati, sedangkan Israel berperan sebagai anak dan isteri yang tidak setia. Gambaran-gambaran kekeluargaan ini – seperti kasus Hosea(cf. Hos 1-2) – memperlihatkan sejauh mana Allah ingin mengikatkan diri-Nya dengan umat-Nya. Kisah cinta ini berpuncak dalam penjelmaan Putra Allah. Di dalam Kristus, Bapa mencurahkan kerahiman-Nya yang tanpa batas, bahkan sampai membuat diri-Nya “kerahiman yang 57 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menjelma”(MV, 8). Sebagai seorang manusia, Yesus dari Nazareth adalah seorang putra Israel sejati; Dia menjelmakan sikap sempurna mendengarkanitu, yang dibutuhkan setiap orang Yahudi dengan Shema, yang sekarang ini juga adalah hati dari perjanjian Allah dengan Istrael: “Dengarkan, hai Israel: Tuhan Allah kita adalah Tuhan yang esa; dan engkau harus mengasihi Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu dan segenap kekuatanmu” (Ul 6:4-5). Sebagai Putra Allah, Dia adalah Mempelai laki-laki yang membuat segalanya untuk memenangkan cinta dari mempelai-Nya, yang padanya Dia terikat dengan suatu cinta tanpa syarat yang menjadi kelihatan dalam pesta perkawinan kekal. Inilah lubuk hati dari kerygma rasuli, di mana kerahiman ilahi memegang suatu tempat sentral dan fundamental. Itulah “kecantikan dari kasih menyelamatkan dari Allah yang menyata dalam Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari kematian” (EG, 36); bahwa pemakluman pertama yang “kita harus dengar berulang kali dalam aneka cara, suatu perkara yang harus kita beritakan dengan satu cara sepanjang proses katekese, pada setiap tingkat dan saat” (ibid., 164). Kerahiman “mengungkapkan cara Allah menjangkau orang berdosa, dengan memberikan kepadanya suatu kesempatan baru untuk menyelami dirinya, bertobat dan percaya” (MV, 21), yaitu memulihkan hubungannya dengan Dia. Dalam Yesus tersalib, Allah menunjukkan keinginan-Nya untuk dekat dengan kaum berdosa, bagaimanapun jarak mereka tersesat daripada-Nya. Dalam cara ini Dia berharap untuk melembutkan hati yang tegar dari Mempelai-Nya. 58 | Bahan Soasialisasi APP 2016
3. Karya-karya belaskasih Kerahiman Allah mengubah hati manusiawi; itu membuat kita mampu, melalui pengalaman akan suatu kasih setia, pada gilirannya menjadi berbelaskasih. Dalam suatu mukjizat yang selalu baru, kerahiman ilahi bersinar dalam hidup kita, dengan mengilhami masing-masing kita untuk mengasihi sesama kita dan membaktikan diri kita kepada apa yang tradisi Gereja sebut karya-karya spiritual dan lahiriah dari kerahiman. Karya-karya ini mengingatkan kita bahwa iman mendapat ungkapan dalam perbuatan-perbuatan harian konkrit guna membantu sesama kita secara lahiriaha dan spiritual: dengan memberi makan, mengunjungi, menghibur dan mengajar mereka. Pada hal-hal ini kita akan diadili. Oleh karena itu, saya mengungkapkan harapanku bahwa “umat Kristiani boleh merenungkan karya-karya spiritual dan lahiriah dari kerahiman; hal ini akan menjadi suatu cara untuk membangkitkan nurani kita, yang terlalu sering menjadi dungu di hadapan kemiskinan, dan masuk lebih dalam ke lubuk hati dari Injil di mana kaum miskin mempunyai suatu pengalaman khusus akan kerahiman Allah” (ibid.,15). Karena di dalam kaum miskin, tubuh Kristus “menjadi kelihatan dalam tubuh yang disiksa, hancur, dilukai, kurang gizi dan terbuang … diakui, dijamah, dan diperhatikan oleh kita” (ibid.). Itulah misteri yang tak terduga dan menghebohkan atas berlakunya dalam waktu penderitaan dari Domba yang Tak Bersalah, semak terbakar dari kasih tanpa 59 | Bahan Soasialisasi APP 2016
pamrih. Sebelum kasih ini, kita dapat, seperti Musa, mencopot sandal kita (cf. Kel 3:5), terutama ketika kaum miskin menjadi saudara-saudara dan saudari-saudari kita dalam Kristus yang menderita karena iman mereka. Dalam cahaya kasih ini, yang kuat seperti kematian (cf.Kid 8:6), orang miskin yang riil terungkapkan seperti mereka yang menolak untuk melihat dirinya apa adanya. Mereka memandang dirinya kaya, tetapi mereka secara aktual yang termiskin dari kaum miskin. Ini karena mereka adalah budak dosa, yang menghantar mereka untuk memnggunakan kekayaan dan kekuasaan tidak demi mengabdi Allah dan orang lain, tetapi memicu dalam hatinya perasaan mendalam bahwa mereka juga hanya pengemis-pengemis yang miskin. Semakin kaya dan berkuasa, semakin kebutaan dan tipu diri dapat berkembang. Itu malahan dapat mencapai titik menjadi buta kepada Lazarus yang meminta di depan pintunya(cf. Lk 16:20-21). Lazarus, manusia miskin, adalah si sosok dari Kristus, yang melalui orang miskin meminta pertobatan kita. Dengan demikian, dia menghadirkan kemungkinan pertobatan yang Allah persembahkan kepada kita dan kita mungkin menjadi gagal melihatnya. Kebutaan demikian sering menyertai ilusi yang angkuh akan adidaya kita, yang terpantul dalam suatu cara godaan setan “engkau akan menjadi seperti Allah” (Kej 3:5) yang adalah akar dari segala dosa. Ilusi ini dapat mengambil bentuk sosial dan politik, sebagaimana ditunjukkan oleh sistem totaliter dari abad ke-20, dan dalam jaman kita, oleh ideologi-ideologi pemikiran dan ilmu teknologi yang menguasai, yang membuat Allah menjadi tidak berarti dan menjabarkan manusia menjadi bahan baku yang dilahap habis. 60 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Ilusi ini juga dapat kelihatan dalam struktur-struktur dosa yang terkait dengan suatu model pembangunan palsu yang berdasar pada berhala akan uang, yang menghantar kepada kekurangpedulian akan nasib kaum miskin pada pihak individu-individu dan masyarakar-masyarakat yang lebih kaya; mereka menutup pintunya, dengan menolak melihat orang miskin. Bagi kita semua, masa Puasa dalam Tahun Yubileum ini adalah suatu waktu perkenan untuk mengatasi pengasingan eksistensial kita dengan mendengarkan sabda Allah dan melakukan karyakarya kerahiman. Dalam karya-karya lahiriah kerahiman kita menjamah tubuh Kristus dalam saudara-saudara dan saudarisaudari yang perlu makanan, pakaian, tempat tinggal, kunjungan; dalam karya spiritual dari kerahiman – percakapan, pengajaran, pengampunan, nasehat dan doa – kita menyentuh dengan lebih langsung kedosaan kita sendiri. Karya-karya spiritual dan lahiriah dari kerahiman tidak pernah terpisahkan. Dengan menjamah tubuh dari Yesus tersalib dalam penderitaan, para pendosa dapat menerima anugerah kesadaran bahwa mereka juga miskin dan berkekurangan. Dengan mengambil langkah ini, orang “sombong”, “berkuasa” dan “kaya” yang dikisahkan dalam Magnificat dapat juga dirangkul dan secara tanpa syarat dikasihi oleh Tuhan tersalib yang wafat dan bangkit bagi mereka. Hanya kasih ini adalah jawaban kepada kerinduan akan kebahagiaan tak terhingga dan kasih yang pemikiran kita dapat terpuaskan dengan berhala-berhala dari pengetahuan, kekuasaan dan kekayaan. Namun bahaya selalu masih ada bahwa dengan suatu penolakan tetap untuk membuka pintu hati kepada Kristus yang mengetuk mereka dalam diri orang miskin, orang 61 | Bahan Soasialisasi APP 2016
yang sombong, kaya dan berkuasa akan berakhir menghukum diri mereka sendiri dan terperangkap dalam jurang abadi keterasingan yang adalah Neraka. Kata-kata terukir Abraham teraplikasikan bagi mereka dan kita semua: “Mereka mempunyai Musa dan nabi-nabi; baiklah mereka mendengarkan mereka”(Lk 16:29). Sikap mendengarkan yang peka demikian akan menjadi persiapan terbaik kita untuk merayakan kemenangan akhir atas dosa dan maut dari Mempelai, sekarang bangkit, yang ingin memurnikan Tunangan-Nya dalam penantian akan kedatanganNya. Marilah kita tidak menyia-nyiakan masa Puasa ini, suatu waktu yang demikian berkenan bagi pertobatan ! Kita meminta ini melalui pengantaraan keibuan Perawan Maria, yang, dengan berjumpa keagungan keraahiman Allah dan dengan bebas menerimanya, menjadi yang pertama mengakui kerendahannya (cf. Lk 1:48) dan menyebut dirinya hamba yang hina dari Tuhan (cf. Lk 1:38).
Diberikan di Vatikan, 4 Oktober 2015 Pesta St. Fransiskus dari Assisi.
Fransiskus *Terjemahan Uskup P. Turang
62 | Bahan Soasialisasi APP 2016
SURAT GEMBALA PUASA 2016 USKUP AGUNG KUPANG Umat-ku yang terkasih, Masa puasa atau prapaskah hadir kembali dalam perjalanan hidup iman kita. Kita bersyukur kepada Tuhan atas waktu istimewa yang dianugerahkan-Nya kepada kita, para murid Kristus. Kita mendapat dorongan baru untuk menghayati perutusan iman Kristiani, khususnya dalam Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi ini. Dalam upaya menggerakkan “hidup sejahtera”, Aksi Puasa Pembangunan 2016 mengajak kita dengan tema ”Hidup Pantang Menyerah”. Dalam lingkungan hidup kita yang penuh kemajuan dan serentak penuh tantangan, bahkan kerawanan sosial ekonomi, kita punya tanggungjawab untuk tetap berjuang bagi kesejahteraan bersama yang berkelanjutan dengan hidup bersesama. Dalam masa prapaskah di tahun istimewa ini, pantaslah kita menemukan kembali anugerah kerahiman Tuhan dalam perjalanan bersama di atas bumi ini. Kerahiman atau kemurahan hati Tuhan semestinya menjadi nyata dalam keseharian hidup kita: menghayati dan merayakannya dengan rendah hati. Kita menemukan kembali kerahiman Tuhan dan menghayatinya dengan hidup bersesama, khususnya dalam keluarga kita masing-masing. Kerukunan hidup yang penuh dengan kemurahan hati akan menghadirkan lingkungan hidup dalam damai sejahtera. Rasul Paulus berkata, “Tetapi dalam semuanya 63 | Bahan Soasialisasi APP 2016
itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita … kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rom 8: 37, 39). Saudara-saudari terkasih, Damai sejahtera berasal dari daya ilahi yang menggerakkan hati kita untuk peduli akan sesama, terutama mereka yang miskin dalam hidup dengan serba berkekurangan. Kita belajar bagaimana mengupayakan kerjasama bersaudara, agar kerahiman ilahi menjadi nyata dalam perjuangan hidup kita. Kita tidak boleh menyerah kepada cara hidup yang menghalalkan jalan pintas seperti korupsi, suap atau pemerasan. Kita mestinya mengusahakan hidup dari ketekunan keringat kita sendiri. Dengan demikian, kita menjadi orang yang bermartabat murid Kristus, yaitu masuk dalam cahaya kebaikan Bapa di surga, yang “kaya dengan kerahiman” (Ef 2:4). Kita memelihara kerukunan hidup dengan sesama umat beragama dan dengan tata kepemerintahan guna bergotongroyong dalam memelihara dan melindungi proses pensejahteraan hidup bersama. Dengan merenungkan kekayaan misteri iman kita selama masa prapaskah di Tahun Suci ini, kita mohon kepada Allah yang maharahim, agar kita mendapat kekuatan untuk menekuni hidup kita dalam sikap rela berbagi tanpa pamrih. Dengan menerima sakramen tobat di masa prapaskah ini, kita mendapat jamahan dari keagungan kerahiman Allah dan menghayati sumber kedamaian batiniah yang sejati. Kita “menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih 64 | Bahan Soasialisasi APP 2016
karunia” (Ibr 4:16). Dengan karunia damai sejahtera ini, kita bertekad untuk melanjutkan perjuangan hidup dengan ketangguhan manusiawi yang bebas dari kekerasan, bebas dari diskriminasi dan bebas dari korupsi. Ketekunan hidup kita menjadi persembahan yang kudus dan tak bercela dalam memberdayakan perilaku hidup bersesama, biarpun keterbatasan dan kerapuhan manusiawi kita. Mudah-mudahan Sabda Allah yang kita terima dalam masa prapaskah ini menjadi matang dalam perjuangan hidup kita: “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengarkan firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan” (Lk 8:15). Saudara-saudari terkasih, Pengembangan kesejahteraan hidup dengan perjuangan yang tekun dalam sikap bersesama, mudah-mudahan di Tahun Suci ini, menemukan jati diri Kristiani yang berkelanjutan secara manusiawi. Dengan hati penuh syukur dan sukacita, marilah kita menjalani masa prapaskah dalam iman kepercayaan kepada Yesus Kristus yang dalam kematian dan kebangkitan-Nya membawa keselamatan yang membenarkan kerahiman ilahi. Dialah “imam besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam pelayanan Allah” (Ibr 2:17). Selamat menunaikan bakti sembah masa prapaskah di Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi dan mudah-mudahan damai sejahtera hadir dalam ketekunan perjuangan hidup keluarga kita. Kita berseru: “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya 65 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala” (Mzm 25:6). Dengan memohon doa umat-ku sekalian, saya menghaturkan salam berkat saya.
Diberikan di Kupang, 2 Pebruari 2016 Salam Hormat dan Berkat,
Uskup Petrus Turang.
66 | Bahan Soasialisasi APP 2016
67 | Bahan Soasialisasi APP 2016