Seminar Nasional FEKON 2015
BUKU PROGRAM SEMINAR NASIONAL
TEMA : CURRENT ISSUES OF THEORETICAL AND PRACTICAL ON ECONOMICS, BUSINESS / MANAGEMENT AND ACCOUNTING
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA 10 September 2015
Seminar Nasional FEKON 2015 DAFTAR ISI Hal Daftar Isi Kata Pengantar Ririn Triani Mayang Arum Paramita Febrian Adhi Pratama Ishak Dedy Suryadi Dewi Pudji Rahayu Noorina Hartati Setho Prananggalih Siswandaru K Siti Puji Astuti Sri Kasembadan W. P. Tulus Suryanto Raden Yessy Cinthia Dewi Yetty Murni Dan Nelyumna Yohana, Msi Asa Bhakti Brenda Hadiana Adiwijaya Carmel Meiden Gayatri Muhammad Khafid Muhamad Irpan Nurhab Purtanto Yoshia Christian Eko Prasetyo
…………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… ……………………………………………………………
4 13 35 55 70 102 118 142 153 163 188 198 227 236 250 263 278 287 316 327 338 348 370
2
Seminar Nasional FEKON 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan kasih dan karunia-Nya maka pada tahun 2015 ini Fakultas Ekonomi bisa kembali menyelenggarakan Seminar Nasional. Seminar Nasional merupakan agenda dari Fakultas Ekonomi (FEKON-UT) yang diselenggarakan secara periodik setiap tahun. Pada tahun ini, Seminar Nasional mengangkat tema tentang “Current Issues of Theoretical and Practical on Economics, Bussiness/Management and Accounting”. Seminar Nasional Fakultas Ekonomi ini mengkaji berbagai pemikiran dan pandangan dari berbagai sektor serta permasalahan yang terkait dengan berbagai perspektif subtema yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok Manajemen dan Bisnis, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Tema sekaligus tujuan dari Seminar Nasional ini terinspirasi dari adanya isu pelemahan ekonomi global yang diproyeksikan masih akan menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia. Tantangan tesebut hadir dari sisi domestik dan sisi perusahaan yang berlangsung secara berkelanjutan. Melalui cara-cara konvensional, banyak dunia usaha yang mengalami frustasi karena perubahan berlangsung begitu cepat tanpa dapat diprediksi sebelumnya, persaingan yang semakin sempit, tidak saja dari industri yang sama, namun seringkali muncul pesaing baru dari industri yang berbeda. Konsekuensi logis dari itu semua, marjin pun semakin menipis sehingga mengurangi fleksibilitas dan kemampuan dunia usaha untuk terus bertumbuh. Akhirnya muncullah berbagai teori dan pemikiran, baik dalam ilmu ekonomi, manajemen, atau akuntansi. Melalui seminar ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi forum diseminasi yang dapat dijadikan masukan bagi peningkatan pembangunan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Kami selaku panitia berharap agar partisipasi pada Semnas Fekon-UT 2015 dapat memberikan pengalaman dan dapat bertukar pikiran dengan sesama peserta, sehingga dapat digunakan atau menjadi acuan untuk pemunculan ide-ide kreatif yang akan berguna bagi perekonomian Indonesia. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan seminar nasional ini. Pondok Cabe, 10 September 2015 Ketua Seminar
Arief Rahman Susila, SE., M.Si NIP 19820213 200501 1 002
3
Seminar Nasional FEKON 2015
KONFLIK ANGGARAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH Gayatri Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengungkap konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipan dan dialog dengan partisipan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teori konflik Dahrendorf. Teori konflik Dahrendorf menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan kekuasaan dari golongan yang berkuasa kepada golongan yang tidak berkuasa. Kekuasaan adalah sumber langka. Konflik kekuasaan timbul untuk mempertahankan legitimasi kekuasaan. Penelitian ini menemukan bahwa konflik tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah. Konflik pemilihan umum kepala daerah berada diseputar kekuasaan eksekutif, legislatif dan Komisi Pemilihan Umum. Salah satu sumber kekuasaan adalah anggaran. Organisasi yang mengalami konflik dapat menggunakan anggaran untuk mempertahankan kekuasaan. Konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah terjadi pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pertanggungjawaban anggaran. Konflik perencanaan anggaran diakhiri dengan kekuasaan tim anggaran untuk memotong honor penyelenggara. Konflik pelaksanaan anggaran ditunjukkan dengan kekuasaan petahana dan kekuasaan komisioner yang berlebihan. Dan konflik pertanggungjawaban anggaran diakhiri dengan kekuasaan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengembalikan kelebihan penggunaan anggaran. Implikasi dalam penelitian ini adalah perubahan regulasi untuk menghindari konflik. Perubahan regulasi dilakukan atas sumber anggaran pemilihan umum kepala daerah dari APBD ke APBN dan perubahan kewenangan komisioner untuk mengganti pejabat struktural Komisi Pemilihan Umum.
Kata kunci: kekuasaan, anggaran, dan konflik. ABSTRACT The purpose of the research is to reveal the conflict of regional election budgeting. The data were collected through observations and dialogues with participants. Data analysis was conducted using Dahrendorf‘s conflict theory. Dahrendorf‘s conflict theory perceives regularities in society as a result of authority from super-ordinates to sub-ordinates. Authority is a rare resource. The conflicts of authority emerge to maintain the legitimacy of authority. The research finds that conflicts cannot be separated from the regional elections. Conflicts linger in the executive, legislative, and regional election commission. Conflict occurs because the authority of the governor is restricted for five years. One of the main resources of authority is a budget. Organizations experiencing conflicts can use budget to maintain authority. The conflict occurs from the budget planning, budget implementation, and budget accountability. The conflict ended by the authority of superordinates to organize the sub-ordinates. The implications of this study are the changes in the regulation of budgetary resources of regional elections from local (APBD) to state expenditure budget (APBN) as well as the changes in the regulation of commissioners‘ authority to replace the structural officials of the General Elections Commission. Keywords: authority, budget, and conflicts.
4
Seminar Nasional FEKON 2015 PENDAHULUAN Kehadiran demokrasi dalam tatanan kekuasaan yang bermartabat tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang pengelolaan kekuasaan yang terpusat dan sewenangwenang. Pengelolaam kekuasaan bisa bersumber dari keturunan, dominasi kekuatan militer maupun oligarki politik lainnya. Suatu kebenaran menjadi milik penguasa, sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai suatu tindakan kriminal atau subversi yang harus ditindak oleh negara (Finer, 1962). Ketidakadilan politik di masa lalu semakin lama semakin dirasakan dan menimbulkan berbagai gejolak di kalangan masyarakat yang merasa tidak puas dengan pemerintahan orde baru (Sanderson, 2003). Ketidakadilan tersebut menyebabkan terjadinya reformasi tahun 1998 (Rasyid, 1997). Reformasi menghasilkan Amandemen IV Undang-Undang Dasar 1945, tentang pemilihan umum (pemilu) yang dilakukan secara langsung. Demikian pula diadakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) provinsi dan kabupaten/kota. Pemilukada didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Republik Indonesia, 2004). Pemilukada merupakan tradisi baru dalam sistem berdemokrasi. Dikatakan baru karena mulai bulan Juni 2005 Bangsa Indonesia mulai melakukan sistem rekrutmen pimpinan eksekutif di daerah secara langsung (Rasyid, 1997). Pemilukada akan menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki akseptabilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat (Suparman, 2010). Jabatan kepala daerah memiliki daya tarik yang hebat. Pelaksanaan pemilukada akan membuka kesempatan bagi siapapun untuk menjadi calon kepala daerah. Adu kekuatan untuk merebut kekuasaan terjadi. Adu kekuatan ini melibatkan pemain lokal dan pemain nasional. Ibaratnya ―power is a net and a fish‖. Kekuasaan adalah jala sekaligus ikannya. Maksudnya adalah barang siapa yang memiliki kekuasaan,
dengan 5
Seminar Nasional FEKON 2015 mudah
memperoleh
segalanya
termasuk
kekayaan,
kehormatan,
kesenangan,
kenikmatan, dan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan kemudahan (Kemendagri, 2010). Perebutan kekuasaan melalui pemilukada menimbulkan kelas baru yaitu kelas menengah. Kelas merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Marx membagi kelas menjadi dua yaitu kelas borjuis dan kelas proletar (Robinson dan Kelley, 1979; Rummel, 1977). Untuk memperbesar proses produksi, kelas borjuis menggunakan mesin-mesin baru (Rummel, 1977). Akibatnya terjadi dekomposisi modal dan dekomposisi tenaga kerja (Beteille, 1970). Dekomposisi modal menyebabkan terjadinya pemisahan antara pemilik modal dan pengendalian alat produksi. Mulai terjadi korporasi dimana saham dapat dimiliki oleh orang banyak. Tenaga kerja juga mengalami perubahan. Buruh tidak lagi homogen. Buruh terbagi menjadi kelompok buruh terampil yaitu kelompok profesional yang berada di jenjang atas dan kelompok buruh biasa tetap berada di bawah. Kelompok profesional ini akan membentuk kelas baru yaitu kelas menengah (Poloma, 1994). Dahrendorf (1959) menggantikan konsep kelas menurut Marx dengan kelompok kepentingan yang nyata dan semu. Kelompok ini saling bertarung untuk memperjuangkan kepentingannya. Kelompok kepentingan mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Pertarungan antara kelompok kepentingan melahirkan kekuasaan dan wewenang dari kelompok yang memenangkan pertarungan (Poloma, 1994). Menurut Dahrendorf (1959), masyarakat tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan saling memenuhi. Masyarakat juga memperlihatkan adanya konflik dan perubahan. Perubahan masyarakat dipengaruhi oleh 290
Seminar Nasional FEKON 2015 gerakan-gerakan sosial individu dan kelompok yang menjadi bagian dari masyarakat (Susan, 2010). Perubahan sosial terjadi baik pada nilai dan strukturnya. (Wallace dan Wolf, 1995). Suasana konflik terjadi karena keterbatasan sumber daya. Pada saat konflik individu cenderung mementingkan diri sendiri dibandingkan melakukan konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat ini menyebabkan terjadinya diferensiasi kekuasaan. Diferensiasi kekuasaan menimbulkan sekelompok orang menindas kelompok lainnya (Lockwood, 1956). Konflik terjadi karena menajamnya perbedaan dan kerasnya benturan kepentingan yang saling berhadapan (Dahrendorf, 1959). Konflik hanya muncul melalui relasi sosial dalam sistem. Relasi sosial ditentukan oleh kekuasaan (authority). Hubungan kekuasaan ini ditandai dengan beberapa kelompok mempunyai peran untuk memaksakan (super-ordinate) kepada kelompok lainnya (sub-ordinate). Setiap individu atau kelompok yang tidak berhubungan dengan sistem, maka tidak akan terlibat dalam konflik. Kekuasaan memungkinkan mereka untuk memerintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Esensi kekuasaan yang dimaksud adalah adanya kekuasaan kontrol dan sangsi. Kelompok yang berkuasa (super-ordinate) diharapkan dapat mengontrol perilaku kelompok yang tidak berkuasa (sub-ordinate) melalui permintaan, perintah, peringatan dan larangan. Kekuasaan (authority) menjadi hubungan yang terlegitimasi, tanpa protes dengan perintah otoritatif dan dapat diberi sangsi. Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain maka kekuasaan dalam hubungan kelompok terkoordinasi akan memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991). Kekuasaan adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing. Kekuasaan adalah “lasting source of friction” (Wallace dan Wolf, 1995). Kesadaran kelompok sub-ordinate dari ketertindasan menumbuhkan perjuangan untuk lepas dari 291
Seminar Nasional FEKON 2015 ketertindasan. Pada saat inilah terjadi pembentukan kelompok terorganisasi yang siap melakukan gerakan perlawanan terhadap posisi dominan kelompok organisasi lainnya (Dahrendorf, 1959) Konflik dalam kenyataannya lebih mudah di amati di bidang politik (Rauf, 2001). Konflik politik berhubungan dengan pergantian kekuasaan. Pergantian kekuasaan di daerah dilakukan melalui pemilukada (Gaffar, 1999). Pemilukada diharapkan akan menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, memiliki akseptabilitas politik tinggi dan derajat legitimasi yang kuat (Suparman, 2010). Tetapi pelaksanaan pemilukada di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari konflik. Sumber konflik adalah kedekatan calon kepala daerah, karena calon merupakan tokohtokoh yang ada di daerah tersebut (Harris, 2005). Disamping itu konflik terjadi karena keterbatasan sumber daya yaitu kekuasaan dan anggaran. Kekuasaan kepala daerah dibatasi selama lima tahun (Firmanzah, 2008). Salah satu sumber konflik dalam pemilukada adalah anggaran. Anggaran pemilukada sangat besar, kadangkala harus dicadangkan beberapa tahun sebelumnya. Anggaran pemilukada juga merupakan perjuangan untuk merebut kekuasaan (Wildavsky, 2004). Anggaran merupakan substansi dan sekaligus dampak dari proses tawar menawar politik yang berguna untuk melegitimasikan dan mempertahankan sistem kekuasaan dan kendali dalam organisasi (Covaleski dan Dirsmith, 1986). Proses penyusunan kebijakan anggaran dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di lingkungan politik. Pihak yang berkepentingan atas anggaran adalah peserta pemilu yang diwakili oleh partai politik, masyarakat dan birokrat (Brown dan Jackson, 1986). Birokrat merupakan pemain kunci dalam proses penganggaran (Shafer et al., 2001). Kebijakan
anggaran
merupakan
keputusan
tentang kekuasaan,
siapa
yang 292
Seminar Nasional FEKON 2015 memegangnya, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang tidak diuntungkan (Covalesky dan Dirsmith, 1986). Organisasi yang mengalami konflik di dalam bisa menggunakan anggaran untuk membentuk dan mempertahankan hubungan kekuasaan (Wildavsky, 2004). Penyusunan anggaran pemilukada didasarkan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 (Republik Indonesia, 2009). Penyusunan anggaran pemilukada dimulai dengan pengajuan Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi/kabupaten/kota kepada pemerintah daerah (Pemda). Pemda akan membentuk tim anggaran yang terdiri dari unsur Bappeda, Biro Keuangan, Biro Hukum, Biro Tata Pemerintahan, Badan Kesbangpolinmasda. Tim anggaran bersama-sama dengan KPU akan membahas RKB tersebut berkali-kali. Pembahasan juga dilakukan dengan legislatif yaitu DPRD. Pada saat pembahasan inilah terjadi konflik kepentingan antara KPU provinsi/kabupaten/kota, tim anggaran bentukan Pemda, serta DPRD provinsi/kabupaten/kota. KPU berkepentingan agar semua anggaran pemilukada disetujui, tim anggaran lebih fokus pada efisiensi dan efektivitas anggaran, dan DPRD berkepentingan agar calon yang diwakili oleh partai politik memenangkan pemilukada. Konflik menjadi bertambah berat jika calon petahana sebagai penguasa ikut maju dalam pemilukada. Konflik anggaran pemilukada terjadi di Kabupaten Jembrana Bali Tahun 2010. Konflik ini terjadi karena Pemda belum menyetujui anggaran pemilukada yang diajukan oleh KPU Kabupaten Jembrana Bali. Pada saat itu Bupati Jembrana sedang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk bisa menggunakan e-voting saat pemungutan suara. Alasan lainnya adalah anak Bupati Jembrana akan maju sebagai calon kepala daerah. Belum adanya anggaran pemilukada menyebabkan
KPU 293
Seminar Nasional FEKON 2015 Kabupaten Jembrana Bali mengundurkan jadwal tahapan penyelenggaraan pemilukada. Akibatnya Kementerian Dalam Negeri melalui surat edaran menyatakan bahwa KPU Kabupaten Jembrana Bali tidak sesuai dengan ketentuan pasal 86 ayat 1 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 jo pasal 70 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemungutan suara diselenggarakan paling lambat satu bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir (KPU Jembrana, 2010). Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Konflik terjadi antar KPU Kabupaten Takalar dengan Pemda karena tidak tersedianya anggaran pemilukada. Disamping itu anak Bupati Takalar akan maju dalam pemilukada. Konflik anggaran pemilukada ini menyebabkan tahapan penyelenggaraan pemilukada harus diundur oleh KPU Kabupaten Takalar dari bulan Juni 2012 menjadi bulan Oktober 2012. Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di internal organisasi KPU Provinsi Bali dimulai tahun 2012. Konflik terjadi karena kekuasaan komisioner yang berlebihan untuk mengganti sekretaris dan kepala bagian keuangan pada saat tahapan pemilukada sedang berlangsung. Kedua pejabat tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam pengelolaan anggaran pemilukada. Sekretaris KPU Provinsi Bali menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Pergantian kedua pejabat ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu (Republik Indonesia, 2011). Akibatnya konflik internal tersebut maka organisasi KPU Provinsi Bali menjadi terganggu. Selain itu juga terjadi konflik ekternal pada Pemilukada Provinsi Bali. Konflik terjadi karena kedua calon petahana maju sebagai calon kepala daerah. Pada pemilukada 294
Seminar Nasional FEKON 2015 2008 kedua calon petahana ini berpasangan dan didukung oleh partai terbesar di Bali yaitu PDI Perjuangan. Pada pemilukada 2013 kedua calon petahana didukung oleh partai yang berbeda. Kepala daerah didukung oleh koalisi delapan partai politik sedangkan wakil kepala daerah didukung oleh PDI Perjuangan. Konflik terjadi saat pencetakan surat suara sampai dengan rekapitulasi penghitungan suara diantara kedua calon petahana dengan penyelenggara pemilukada. Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain, maka kekuasaan dalam kelompok-kelompok terkoordinasi akan memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991). Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah Provinsi Bali. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial menurut apa yang dipikirkan, diyakini, dan dimengerti oleh peneliti (Hughes, 1990). Penelitian ini dirancang untuk mengungkap fenomena aktual mengenai kekuasaan (authority) dari proses anggaran pemilukada. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori kritis (Chua, 1986; Burrel dan Morgan, 1979), karena teori kritis mendiskusikan tentang ketersilauan atau selubung yang membutakan manusia terhadap kenyataan sebenarnya yang perlu disobek (Carr dan Brower, 2000). Komitmen yang tinggi diberikan oleh teori kritis terhadap tata kehidupan sosial yang lebih adil (Muhadjir, 2000). Dengan tujuan untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan demi tercapainya keadilan dan persamaan. 295
Seminar Nasional FEKON 2015 Informan dalam penelitian ini adalah anggota dari kelompok yang diteliti yang akan mengantarkan peneliti ke jantung persoalan yang ingin diketahui dan diselidiki (Salim, 2006). Tehnik penentuan key informan menggunakan metode purposive, artinya pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan bahwa yang bersangkutan memiliki cukup informasi, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan berkaitan dengan anggaran pemilukada (Sugiyono, 2003). Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah ketua, komisioner, dan sekretaris KPU Provinsi Bali, Gubernur Provinsi Bali dan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Bali. Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyelenggaraan pemilukada Provinsi Bali. Tempat penelitian dilaksanakan di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali. Tahun anggaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah “tahun anggaran 2012 dan 2013”. Tahun anggaran 2012 dipilih karena tahap pelaksanaan pemilukada sudah dimulai sejak 1 November 2012 (KPU Bali, 2012). Provinsi Bali dipilih karena terdapat kedekatan emosional yang sudah ada sejak dahulu dengan salah satu partai terbesar di Indonesia yaitu PDI Perjuangan. Disamping itu Bali juga merupakan basis fanatik PDI Perjuangan. Keunikan lain yang ditunjukkan dalam pemilukada adalah kedua calon petahana maju dalam pemilukada. Kedua calon petahana didukung oleh partai politik yang berbeda. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipan untuk mendapatkan data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti (observer) benarbenar berada dalam keseharian pelaku yang diteliti atau informan (Bungin, 2007). Dialog dengan partisipan (Gadamer, 1976) juga dilakukan melalui pertanyaan terbuka (open ended) tentang fakta-fakta dari suatu peristiwa yang terjadi. Juga dilakukan studi dokumentasi dengan cara menyelidiki data yang didapat dari dokumen, catatan, file, dan 296
Seminar Nasional FEKON 2015 hal-hal lain yang sudah didokumentasikan seperti laporan kegiatan pemilukada, berita pemilukada di media massa, undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan pemilukada. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori konflik Dahrendorf (1959). Penelitian ini mencoba merespon realitas sosial yang sedang berlangsung dalam proses penganggaran pemilukada yaitu: kekuasaan, perlawanan dan dominasi (Cresswell, 2007) dari kelompok yang berkuasa (super-ordinate) dan kelompok yang dikuasai (subordinate) (Dahrendorf, 1959). HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Perencanaan anggaran pemilukada dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali. Perencanaan anggaran pemilukada sudah dimulai sejak tahun 2009, karena anggaran daerah tidak mampu membiayai pemilukada sekaligus sehingga harus dicadangkan dalam APBD selama 3 tahun. KPU Provinsi Bali harus membuat perencanaan anggaran berdasarkan pemilukada sebelumnya tahun 2008 dan memperhatikan kenaikan harga serta kenaikan jumlah pemilih. Perencanaan anggaran pemilukada menggunakan regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tetang Hibah Daerah. Pemerintah daerah harus membentuk tim anggaran. Anggaran pemilukada juga dibahas di legislatif yaitu DPRD yang dalam hal ini diwakili oleh komisi anggaran. KPU Provinsi Bali, tim anggaran dan DPRD bersama-sama membahas perencanaan anggaran pemilukada. Pemilukada tidak bisa dipisahkan dari konflik. Salah satu sumber konflik adalah anggaran. Konflik perencanaan anggaran terjadi atas kenaikan anggaran pemilukada dari tahun 2008 sebesar Rp 43 miliar menjadi Rp 132 miliar di tahun 2013. Konflik perencanaan terjadi atas honor penyelenggara karena menyedot hampir 44% dari total 297
Seminar Nasional FEKON 2015 anggaran. KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) tetap mempertahankan agar honor penyelenggara di tingkat desa (PPS) dan di Tempat Pemungutan Suara (KPPS) agar tidak diturunkan. Tujuannya untuk mempermudah mencari penyelenggara yang memenuhi syarat. Konflik diakhiri oleh kekuasaan tim anggaran (super-ordinate) dengan menurunkan honor komisioner tingkat provinsi dan menaikkan honor komisioner tingkat kabupaten/kota. Sedangkan honor di tingkat PPS dan KPPS tidak berubah. Konflik honor juga timbul di internal KPU antara sekretariat provinsi dengan sekretariat
KPU
kabupaten/kota.
Kesembilan
sekretaris
KPU
kabupaten/kota
menyatakan bahwa perencanaan honor kurang proporsional. Karena beban pekerjaan terberat ada di kabupaten/kota. Kabupaten/kota harus melakukan koordinasi sampai ke tingkat TPS. Wajar jika honor kabupaten/kota dinaikkan. Konflik honor diakhiri dengan kekuasaan sekretaris provinsi (super-ordinate) untuk menurunkan honor sekretariat provinsi dan menaikkan honor sekretariat kabupaten/kota (sub-ordinate). Konflik perencanaan juga terjadi atas pembentukan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sembilan KPU kabupaten/kota tidak mau merubah usulan TPS, karena mau menggunakan semua petuga yang sudah bekerja untuk pemilu sejak tahun 2004. Sesuai dengan regulasi, jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak 600 pemilih. Usulan yang diajukan sembilan KPU kabupaten/kota masih memungkinkan untuk penggabungan pemilih kecuali untuk daerah yang mengalami konflik atau secara geografis sangat jauh. Konflik diakhiri oleh kekuasaan KPU Provinsi (super-ordinate) dengan menurunkan TPS yang ada di sembilan KPU kabupaten/kota (sub-ordinate) demi efisiensi anggaran. Konflik internal pelaksanaan anggaran pemilukada dimulai pada saat pembentukan tim survei untuk mencari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Tim survei 298
Seminar Nasional FEKON 2015 hanya melibatkan komisioner divisi keuangan dan logistik. Komisioner ini bertugas sebagai ketua kelompok kerja logistik dan sudah memiliki sertifikat ahli pengadaan barang/jasa pemerintah. Sedangkan empat komisioner lainnya bukan ahli dalam bidang keuangan dan tidak memiliki sertifikat keahlian. Tim survei HPS bertugas melakukan survei harga logistik pemilukada. Survei HPS sangat penting dilakukan. Kesalahan dalam penyusunan HPS akan berakibat fatal pada anggaran pemilukada. Tugas penyusunan HPS ada pada pejabat pembuat komitmen yaitu sekretaris KPU Provinsi Bali (super-ordinate). Konflik terjadi karena semua komisioner (sub-ordinate) ingin dilibatkan dalam tim survei. Konflik diakhiri dengan kekuasaan sekretaris KPU Provinsi Bali (super-ordinate) melalui surat keputusan dan hanya melibatkan komisioner divisi keuangan dan ligistik serta PNS di lingkungan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate). Konflik tim survei HPS berimbas atas pengadaan buku panduan pemilukada. Menurut pagu anggaran pengadaan buku panduan pemilukada harus dilakukan melalui pelelangan sederhana. Komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) meminta pengadaan buku panduan dilakukan secepatnya karena tahapan pemutakhiran data pemilih akan segera dilakukan. Jika lelang sederhana dilakukan maka diperlukan waktu 28 hari kerja sampai diperoleh pemenang lelang. Alternatif lain atas pengadaan buku panduan adalah melalui pengadaan langsung. Untuk itu sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) meminta perintah pleno komisioner KPU provinsi. Komisioner divisi keuangan dan logistik menolak pleno, karena kewenangan pengadaan barang/jasa pemerintah menurut regulasi terletak di sekretaris KPU Provinsi Bali. Komisioner divisi sosialisasi menjadi emosional dan menyatakan sekretaris KPU Provinsi Bali tidak bisa memfasilitasi
kebijakan 299
Seminar Nasional FEKON 2015 komisioner. Komisioner divisi sosialisasi juga menolak penyedia barang yang ditunjuk sekretaris karena dianggap tidak bisa bekerja secara maksimal. Akhirnya konflik pengadaan buku panduan pemilukada diakhiri dengan kekuasaan sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) untuk melakukan pengadaan langsung dengan resiko ditanggung oleh sekretaris. Kemudian secara diam-diam empat orang komisioner melakukan rapat tertutup tanpa melibatkan komisioner divisi keuangan dan logistik dan sekretaris KPU Provinsi. Rapat tersebut menghasilkan keputusan dan dituangkan dalam surat Nomor: 388/KPU.Prov-016/XII/2012 tertanggal 4 Desember 2012 tentang penyegaran pejabat sekretaris eselon IIa serta kepala bagian keuangan eselon III. Ketua KPU Provinsi Bali melanjutkan surat tersebut kepada Gubernur Provinsi Bali. Surat pergantian ini menyebabkan terjadinya ketegangan hubungan antara sekretaris dengan empat orang komisioner. Surat pergantian tersebut tidak memberikan alasan kenapa harus dilakukan pergantian secara mendadak. Sesuai regulasi pasal 58 ayat (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011, komisioner hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pergantian sekretaris KPU provinsi dan terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Kewenangan untuk mengatur PNS dibawahnya bukan merupakan kewenangan komisiner. Pergantian kepala bagian keuangan tidak sesuai dengan regulasi. Kewenangan pergantian kepala bagian keuangan terletak di sekretaris KPU selaku atasan langsung PNS. Komisioner divisi keuangan dan logistik sengaja tidak dilibatkan karena sudah pasti tidak menyetujui pergantian. Konflik internal meningkat karena empat orang komisioner sudah mempunyai calon internal sebagai pengganti sekretaris KPU Provinsi Bali. Calon internal tersebut menjadi orang kepercayaan dari empat komisioner. Adanya calon internal ini 300
Seminar Nasional FEKON 2015 menyebabkan sekretariat KPU Provinsi Bali terpecah menjadi dua yaitu berpihak kepada calon internal atau berpihak kepada sekretaris KPU Provinsi Bali selaku atasan langsung. Mulai terjadi ketidaknyamanan dalam bekerja karena rasa saling mencurigai antar pegawai dan saling melapor, kerjasama tim menjadi terganggu. Konflik bertambah berat karena mulai diketahui oleh media massa. Media massa (super-ordinate) mulai menulis dalam headline. Konflik semakin memanas dengan “perang pernyataan” di media massa oleh sekretaris dan lima orang komisioner. Polemik dimulai tanggal 22 Desember 2012 berjudul “KPUD Bali Ngotot Ganti Sekretaris”; “Pelengseran Sekretaris KPU Bali, Komisi I minta ditunda”; “BKD Tunggu Disposisi Gubernur, Kisruh Pelengseran Sekretaris KPU Bali”; “Usulan Pergantian Sekretaris KPU Bali Digantung”; “Satu Komisioner Ngaku Tak Dilibatkan”; “Internal KPU Bali Pecah”; ”Jelang Pilgub Bali, KPU Provinsi Bali Bergolak. Komisioner Minta Dua Pejabat Dicopot”; “Panwaslu Sayangkan Konflik Komisioner dan Sekretaris KPU Provinsi Bali”. Konflik internal berlanjut ke Gubernur Provinsi Bali. Komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) serta sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) menghadap Gubernur Provinsi Bali (super-ordinate) tanggal 23 Desember 2012. Komisioner ini menyerahkan surat pernyataan kepada Gubernur Provinsi Bali. Dalam dialog tersebut komisioner divisi keuangan dan logistik menyatakan: ”…sekretaris KPU Provinsi Bali mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendukung suksesnya Pemilukada Provinsi Bali. Anggaran hibah Rp 132 miliar harus dipertanggungjawabkan dengan benar dan akurat. Pergantian sekretaris KPU Provinsi Bali merupakan kebijakan strategis, sehingga harus dilakukan melalui rapat pleno. Pergantian sekretaris karena alasan pensiun tidaklah tepat saat ini. Sekretaris KPU Provinsi Bali sudah menyatakan kesanggupannya diatas meterai untuk menjadi pegawai KPU RI sejak tahun 2011 hanya masih dalam proses…”.
301
Seminar Nasional FEKON 2015 Sekretaris KPU Provinsi Bali merupakan pejabat struktural eselon IIa dengan batas usia pensiun 60 tahun sedangkan pada saat itu usia sekretaris baru 55 tahun. KPU Provinsi Bali sejak didirikan tahun 2003 sudah mengalami tiga kali pergantian sekretaris. Pergantian sekretaris ini dilakukan karena terjadi konflik internal. Pergantian sekretaris KPU tidak pernah memecahkan konflik secara permanen. Pada saat tahapan pemilukada sudah dimulai maka tidaklah tepat untuk mengganti sekretaris KPU Provinsi Bali. Sekretaris baru tidak mempunyai waktu lagi untuk belajar karena aktivitas penyelenggaraan pemilukada berbeda dengan aktivitas rutin SKPD pada umumnya. Dalam dialog tersebut, Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan: ”…konflik internal KPU Provinsi Bali disebabkan oleh faktor emosional sesaat. Gubernur Provinsi Bali selaku pembina PNS di lingkungan Pemda berwenang melakukan mutasi PNS. Sekretaris KPU Provinsi Bali akan menerima segala keputusan Gubernur Provinsi Bali. Sekretaris KPU Provinsi Bali bersedia dipindahkan secepatnya di instansi manapun dalam lingkungan Pemda Provinsi Bali”.
Gubernur Provinsi Bali dalam dialog tersebut menyatakan: “…kinerja sekretaris KPU Provinsi Bali sampai saat ini sangat baik, siapa tidak kenal bapak sekretaris? Mari kita tunggu hasil kajian BKD”. Empat orang komisioner (super-ordinate) dan calon internal sekretaris membawa surat pergantian nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012 beserta dokumen kepegawaian
tentang
mutasi
PNS
di
lingkungan
sekretariat
KPU
provinsi/kabupaten/kota Ke KPU RI Jakarta. Kelima orang tersebut berusaha mempengaruhi KPU RI agar usulan pergantian sekretaris segera ditindaklanjuti. Sekretaris Jenderal KPU RI (super-ordinate) akhirnya menurunkan tim klarifikasi melalui surat Nomor 279/SJ/III/2013 tertanggal 1 Maret 2013. Tim klarifikasi 302
Seminar Nasional FEKON 2015 bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal KPU RI. Akhirnya Sekretaris Jenderal KPU RI mengeluarkan dua surat keputusan; pertama, Keputusan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Nomor 279/Kpts/setjen/Tahun 2013 menetapkan terhitung mulai tanggal 1 Maret 2013 sekretaris KPU Provinsi Bali ditetapkan sebagai PNS Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum; kedua, Keputusan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Nomor 280/Kpts/Setjen/Tahun 2013 menetapkan sekretaris KPU Provinsi Bali diperpanjang batas usia pensiun sampai dengan 31 Oktober 2013 dalam jabatan sekretaris KPU Bali. Konflik anggaran pemilukada menjadi semakin kacau dengan kewenangan penuh komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) untuk mengatur anggaran sosialisasi. Komisioner ini mulai menunjuk langsung penyedia barang/jasa pemerintah dengan mengabaikan kewenangan sekretaris KPU Provinsi (sub-ordinate). Negosiasi teknis dan negosiasi harga tidak bisa dilakukan oleh pejabat pengadaan. Penunjukan langsung penyedia jasa tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Perpres 70 tahun 2012. Pagu anggaran juga dibuka oleh komisioner ini kepada penyedia barang/jasa pemerintah. Setelah pekerjaan dilaksanakan, komisioner ini memerintahkan sekretaris KPU Provinsi untuk melakukan pembayaran secepatnya. Sekretaris KPU Provinsi Bali belum bisa melakukan pembayaran sebelum semua syarat administrasi terpenuhi. Keterlambatan pembayaran ini menyebabkan sekretaris KPU Provinsi menerima tekanan yaitu akan memberitakan di media massa ketidakmampuan membayar tepat pada waktunya. Akhirnya konflik diakhiri oleh Sekretaris KPU Provinsi dengan mempercepat pemenuhan syarat administrasi. Puncak konflik internal terjadi atas desain surat suara. Kelompok Kerja logistik (sub-ordinate) dalam rapat koordinasi internal sudah menjelaskan bahwa desain surat 303
Seminar Nasional FEKON 2015 suara mengalami tiga kali perubahan yang dilakukan oleh tim kampanye (superordinate) pasangan calon. Tim kampanye yang berhak menyetujui desain surat suara adalah ketua atau sekretaris tim kampanye. Desain surat suara diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Semenjak tahun 2005, tidak ada Peraturan KPU yang berisi gambar surat suara pemilukada yang dikeluarkan oleh KPU RI. Persetujuan desain surat suara diatas meterai Rp 6.000 sudah diterima dari kedua tim kampanye tanggal 11 April 2013. Paket “PAS” ditandatangani oleh ketua tim kampanye, sedangkan paket “PASTIKERTA ditandatangani oleh sekretaris tim kampanye. Berdasarkan
persetujuan
tersebut, proses produksi mulai dilaksanakan sejak tanggal 15 April 2013. Karena terbatasnya waktu, pemenang lelang hanya mempunyai waktu satu minggu untuk melakukan proses produksi dan satu minggu untuk distribusi surat suara langsung ke KPU kabupaten/kota. Kemudian KPU kabupaten/kota akan melakukan proses sortir, pelipatan dan memasukkannya ke dalam kotak suara. Permasalahan mulai timbul sejak tanggal 20 April 2013 dimana paket “PASTI-KERTA” menganggap desain surat suara menyalahi peraturan KPU karena berisi logo partai di antara foto paket “PAS”. Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) yang hadir di perusahaan percetakan menganggap keberadaan logo partai paket “PAS” bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 66 tahun 2009 pasal 6 ayat 2 yaitu “surat suara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 untuk memuat atau berisi nomor, foto dan nama pasangan calon”. Panwaslu Provinsi Bali menyatakan kata “dan” menjelaskan bahwa surat suara hanya berisi tiga hal yaitu nomor, foto, dan nama. Panwaslu Provinsi Bali pada saat itu memerintahkan perusahaan percetakan (sub-ordinate) untuk menghentikan proses produksi. Tim logistik tetap pada ketentuan dan kesepakatan yang telah dilakukan tanggal 11 April 2013 oleh kedua tim kampanye. Tim logistik berpatokan pada persetujuan
diatas 304
Seminar Nasional FEKON 2015 meterai yang sudah dilakukan oleh kedua calon tersebut serta terbatasnya waktu penyediaan logistik sampai ke TPS. Proses produksi surat suara tetap dilanjutkan karena Panwaslu Provinsi Bali tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan proses produksi. Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) memanggil komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) untuk memberikan klarifikasi. Komisioner divisi keuangan dan logistik menjelaskan bahwa desain surat suara mengalami tiga kali perubahan. Perubahan desain surat suara sudah menjadi catatan dari tim kampanye paket “PAS” sejak tanggal 30 Maret 2013. Desain surat suara sudah disepakati sebagai satu kesatuan utuh oleh kedua tim kampanye pasangan calon. Komisioner ini menunjukkan barang bukti yang dimiliki atas perubahan desain surat suara. Atas klarifikasi tersebut, Panwaslu Provinsi Bali merekomendasikan: pertama, meminta kepada KPU Bali untuk melakukan perbaikan terhadap surat suara dan/atau melakukan langkah-langkah strategis yang diyakini dapat menjamin tidak terjadinya gugatan terhadap keberadaan surat suara pasca pengumuman hasil pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Bali; kedua, meminta kepada pleno KPU Bali untuk memberikan pembinaan kepada ketua pokja logistik untuk lebih berhati-hati dalam berkoordinasi
dan
mengambil keputusan. Ketegangan berlanjut di internal organisasi KPU Provinsi Bali. Komisioner divisi keuangan dan logistik menolak melakukan pencetakan kembali surat suara karena sudah disepakai oleh kedua tim kampanye. Pencetakan kembali surat suara mempunyai resiko yang sangat tinggi dan menyebabkan pemborosan anggaran negara. Ketua dan tiga komisioner KPU Provinsi Bali (super-ordinate) melarang komisioner divisi keuangan
dan
logistik
(sub-ordinate) untuk
mengikuti
acara
apapun
yang 305
Seminar Nasional FEKON 2015 diselenggarakan oleh KPU Provinsi Bali. Empat orang komisioner (super-ordinate) KPU Provinsi Bali melakukan rapat pleno tanggal 27 April 2013 tanpa mengundang komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) serta sekretaris KPU Provinsi Bali. Dalam berita acara No. 370/BA/IV/2013 tanggal 27 April 2013. Rapat pleno tersebut memutuskan “membebastugaskan komisioner divisi keuangan dan logistik dari tugas-tugasnya”. Tugas komisioner divisi keuangan dan logistik diserahkan kepada divisi sosialisasi. Dominasi ketua dan tiga orang komisioner ini melanggar Peraturan KPU tentang rapat pleno. Undangan untuk melakukan rapat pleno harus disebarkan tiga hari sebelumnya. Undangan harus diberikan kepada lima orang komisioner dan sekretaris KPU Provinsi Bali. Demikian pula pemberhentian sebagai komisioner KPU Provinsi hanya bisa dilakukan oleh KPU RI. Perlawanan dilakukan oleh komisioner divisi keuangan dan logistik atas putusan rapat pleno. Komisioner divisi keuangan dan logistik melaporkan kronologis logistik pemilukada pada tanggal 30 April 2013 kepada Ketua KPU RI selaku atasan langsung. Konflik desain surat suara bertambah berat saat KPU Provinsi Bali mengundang tim kampanye kedua pasangan calon dan Panwaslu Provinsi Bali tanggal 23 April 2013. Rapat terbuka berlangsung panas, saling memukul meja rapat dan mengalami dead lock. Seperti dikutip dari Chanelsatu.com (2013), Tim kampanye paket “PASTI-KERTA” menyatakan: “… desain surat suara melanggar peraturan KPU. Logo partai dalam desain surat suara harus dihilangkan. Surat suara harus dicetak kembali. Tim kampanye paket “PASTI-KERTA” meminta semua pihak mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Hanya saja kesepakatan memasang logo PDI Perjuangan pada surat suara paket “PAS” telah ditandatangani sekretaris tim kampanye paket “PASTIKERTA”. Mengenai hal itu tim pemenangan “PASTI-KERTA” berdalih, saat itu tidak memperhatikan dengan seksama desain surat suara paket “PAS”. Setelah ada keberatan dari sebagian masyarakat dan diperkuat pernyataan Panwaslu Provinsi Bali bahwa hal itu tidak baik, tidak benar, sehingga pihaknya 306
Seminar Nasional FEKON 2015 menyampaikan hal itu kepada KPU Provinsi Bali dengan harapan agar pemilukada berjalan jujur dan adil …“. Seperti dikutip dari Chanelsatu.com (2013), wakil ketua tim kampanye paket “PAS” menyatakan: “… paket “PAS” menolak perubahan desain surat suara. Saat pendaftaran di KPU Provinsi Bali hanya gambar awal dan terus mengalami perubahan. Ada tanda tangan kesepakatan hasil akhir diatas meterai dan mempunyai kekuatan hukum. Simbul partai dalam desain surat suara merupakan hal “prinsip” bagi PDI Perjuangan, bahkan sudah “harga mati”. Tidak ada landasan yang melarang penggunaan simbul partai, apalagi sudah ada penandatanganan kesepakatan sebelumnya oleh kedua tim kampanye tentang desain surat suara. Pemilukada Provinsi Bali yang aman dan tentram bagi PDI Perjuangan juga sudah harga mati yang tidak bisa ditawar, namun jangan kemudian pihaknya diotak-atik soal prinsip. Kami ingin memberi tahu soal itu. Kami akan melakukan perlawanan jika hal itu dihilangkan. Jika mau fair, pihaknya telah memberi toleransi dan tidak mempermasalahkan ketika warna merah dipakai pada latar belakang paket “PASTI-KERTA” yang diusung Golkar-Demokrat. Secara etika hal itu tidak pantas. Merah identik dengan PDI Perjuangan…” Rapat berakhir dead lock dan ketua tim kampanye paket “PAS” mengundang media massa untuk masuk kedalam ruang rapat KPU Provinsi Bali dan memberikan pernyataan pers tentang desain surat suara. Ketua tim kampanye paket “PAS” juga merupakan Ketua DPRD Provinsi Bali dan ketua DPD PDI Perjuangan. Konflik desain surat suara berlanjut ke Jakarta KPU RI. Ketua KPU Provinsi Bali berkoordinasi dengan ketua KPU RI (super-ordinate) melalui surat nomor 322/KPU Prov-016/IV/2013 tanggal 24 April 2013 perihal kronologis surat suara. Koordinasi dilakukan karena hari pemungutan suara semakin dekat sedangkan surat suara masih bermasalah. Akhirnya Ketua KPU RI dengan surat edaran No. 277/KPU/IV/2013 tanggal 26 April 2013 menyatakan “surat suara yang, memuat foto pasangan calon yang didalamnya terdapat gambar partai politik pengusung pasangan calon merupakan bagian dari foto pasangan calon, yang tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 66 tahun 2009”. KPU Provinsi Bali dapat 307
Seminar Nasional FEKON 2015 menggunakan surat suara yang telah dicetak dan melanjutkan distribusi surat suara ke kabupaten/kota agar tidak mengganggu pelaksanaan hari pemungutan suara. Akhirnya konflik logo surat suara berakhir secara eksternal. Puncak konflik eksternal terjadi saat rekapitulasi penghitungan suara. Konflik semakin memanas pada saat rekapitulasi dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi. Mulai terjadi selisih perolehan suara dari kedua calon pemilukada. Rekapitulasi di tingkat provinsi dilakukan tanggal 26 Mei 2013. Paket “PAS” meminta agar tim asistensi sebanyak 9 orang bisa hadir dalam ruangan rapat rapat dan membantu saksi paket “PAS” melakukan rekapitulasi. Ketua KPU Provinsi Bali (super-ordinate) menolak karena sesuai dengan tata tertib, yang boleh hadir sebagai saksi hanyalah dua orang. Hujan interupsi dari saksi “PAS” dan “PASTI-KERTA” silih berganti dilakukan. Pengamanan sangat ketat terjadi. Proses rekapitulasi berlangsung sangat tegang. Ketua KPU Provinsi Bali diserang habis-habisan oleh saksi paket “PAS”. Rekapitulasi di tingkat provinsi bisa diselesaikan dan saksi paket “PAS” tidak mau menandatangani berita acara. Hasil rekapitulasi penghitungan suara dimenangkan oleh paket “PASTIKERTA” dengan perolehan 50,02% sedangkan paket “PAS” memperoleh 49,98%. Proses rekapitulasi disiarkan secara langsung oleh TV nasional dan TV lokal sehingga semua masyarakat mengetahui konflik pemilukada dengan jelas. Pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota sampai di tingkat provinsi dijaga sangat ketat. Demi keamanan pemilukada berdampak pada membesarnya anggaran konsumsi rekapitulasi penghitungan suara. Konflik rekapitulasi dilanjutkan ke ranah hukum. Paket “PAS” mengajukan gugatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate) atas pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) beserta
jajarannya 308
Seminar Nasional FEKON 2015 yaitu: lima orang komisioner KPU Kabupaten Badung, lima orang komisioner KPU Kabupaten Tabanan, empat orang komisioner KPU Kabupaten Buleleng, lima orang komisioner KPU Kabupaten Karangasem, dan lima orang komisioner KPU Provinsi Bali. Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate) menyimpulkan bahwa, “telah terbukti terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Buleleng (sub-ordinate), KPU Kabupaten Karangasem (sub-ordinate) dan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) terkait perbuatan kurang memberikan akses dan tidak memberikan perlakuan layak terhadap saksi dan tim asistensi data pengadu,". Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan teguran tertulis berupa peringatan keras kepada Ketua KPU Provinsi Bali, Ketua KPU Kabupaten Buleleng dan Ketua KPU Kabupaten Karangasem. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan peringatan ringan kepada empat komisioner KPU Provinsi Bali, tiga komisioner KPU Kabupaten buleleng, dan empat komisioner KPU Kabupaten Karangasem. Juga merehabilitasi nama baik lima komisioner KPU Kabupaten Badung dan empat komisioner KPU Kabupaten Tabanan. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini (DKPP, 2013). Gugatan hukum ini menyebabkan bertambahnya pengeluaran anggaran pemilukada terutama untuk menghadirkan semua komisioner KPU kabupaten/kota dan KPU Provinsi sebagai teradu. Gugatan sengketa hasil penghitungan suara juga diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh paket “PAS” atas pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Mahkamah Konstitusi (super-ordinate) melalui amar putusannya menolak gugatan paket “PAS” (sub-ordinate) untuk seluruhnya. Sehingga hasil Pemilukada 309
Seminar Nasional FEKON 2015 Provinsi Bali tetap dimenangkan oleh paket “PASTI-KERTA”. Gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi menyebabkan bertambahnya anggaran perjalanan dinas untuk menghadiri sidang di Jakarta terutama untuk biaya pengacara, biaya perjalanan dinas untuk menghadirkan saksi-saksi dari tingkat desa, kecamatan, komisioner KPU kabupaten/kota dan KPU Provinsi, biaya penggandaan berkas persidangan. Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bali menandai selesainya seluruh tahapan penyelenggaraan pemilukada. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mulai melakukan pemeriksaan atas anggaran hibah pemilukada sejak tanggal 15 November sampai dengan 20 Desember 2013. Konflik terjadi atas anggaran biaya perjalanan dinas dalam negeri. Telah terjadi perbedaan persepsi antara KPU Provinsi Bali dengan tim pemeriksa BPK. Menurut KPU Provinsi Bali (sub-ordinate), biaya perjalanan dinas dibayar berdasarkan lump sum kecuali untuk perjalanan dinas semester II tahun 2013. Menurut tim pemeriksa BPK (super-ordinate), semua biaya perjalanan dinas dibayar berdasarkan at cost. Tim pemeriksa BPK dalam dialog tersebut menyatakan: “…sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan, semua biaya perjalanan dinas dari APBN maupun APBD dibayar berdasarkan at cost‖. Sekretaris KPU Provinsi Bali dan seorang komisioner KPU Provinsi Bali menyatakan: “…sesuai dengan pemahamam kami, kegiatan yang dibiayai dari APBN semuanya sudah berdasarkan at cost. Sedangkan untuk pemilukada biaya perjalanan dinas dibayar sesuai dengan lump sum, kecuali perjalanan dinas yang dilakukan sejak semester II tahun 2013 dibayar berdasarkan at cost. Bendahara kami baru dikumpulkan oleh Pemda pada bulan April 2013”. Demikian pula konflik pembayaran honor penyelenggara pemilukada. Tim pemeriksa BPK memeriksa apakah tidak terjadi duplikasi pembayaran honor penyelenggara pemilukada yang bersumber dari APBD dengan uang kehormatan
rutin
yang bersumber dari APBN. Dalam dialog tim pemeriksa BPK menyatakan: 310
Seminar Nasional FEKON 2015 “…Permendagri 57 Tahun 2009 menyebutkan, honor pemilukada bisa dibayarkan sepanjang tidak ada duplikasi. Hasil pemeriksaan BPK di seluruh Indonesia memberikan catatan atas pembayaran honor penyelenggara khususnya di KPU provinsi dan kabupaten/kota”.
Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan: “…honor penyelenggara pemilukada sudah dibayar sejak tahun 2005 dan berlaku di seluruh Indonesia. Pembayaran honor penyelenggara disesuaikan dengan honor pemilu terakhir dan kemampuan keuangan daerah. Pembayaran honor pemilukada juga didukung oleh Peraturan Gubernur Provinsi Bali. Jadi tidak ada duplikasi dalam pembayaran honor penyelenggara pemilukada”. Konflik anggaran honor juga terjadi atas honor kelompok kerja pemilukada. Telah terjadi perbedaan persepsi untuk memaknai peraturan tentang keanggotaan dalam kelompok kerja. Menurut BPK honor hanya diberikan sebagai anggota. Sedangkan KPU Provinsi Bali membagi honor kelompok kerja sesuai dengan klasifikasi yang diberikan KPU RI yaitu pengarah, ketua, sekretaris dan anggota. Jika klasifikasi KPU RI dipakai maka telah terjadi efisiensi pembayaran honor kelompok kerja. Konflik pertanggungjawaban anggaran hibah pemilukada diakhiri dengan terbitnya Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Provinsi Bali (super-ordinate) dengan hasil temuan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) harus mengembalikan kelebihan perjalanan dinas ke kas daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN Konflik terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada Provinsi Bali Tahun 2013. Konflik kekuasaan internal partai terjadi antara kedua calon petahana karena didukung oleh partai politik yang berbeda. Konflik internal terjadi karena keterbatasan sumber daya yaitu kekuasaan kepala daerah. Kekuasaan kepala daerah dibatasi waktu selama lima tahun. Konflik kekuasaan kedua calon petahana terjadi untuk mempertahankan 311
Seminar Nasional FEKON 2015 legitimasi kekuasaan. Konflik calon petahana berimbas kepada penyelenggara pemilukada yaitu KPU Provinsi Bali. Untuk menyelenggarakan pemilukada, KPU Provinsi Bali memerlukan anggaran yang sangat besar. Anggaran pemilukada bersumber dari APBD. Disamping itu salah satu sumber kekuasaan adalah anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat politik dan merupakan bentuk komitmen eksekutif serta kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Pertarungan politik dan negosiasi antar aktor dilakukan dengan mendayagunakan basis kekuasaannya untuk menguatkan daya tawar sebagai pemenang pemilukada. Konflik anggaran pemilukada dimulai sejak pembahasan anggaran pemilukada antara tim anggaran bentukan pemerintah daerah dengan KPU Provinsi Bali. Tarik menarik kepentingan terjadi atas perencanaan anggaran pemilukada karena terjadi kenaikan yang sangat besar dibandingkan dengan pemilukada sebelumnya. Konflik anggaran pemilukada diakhiri oleh kekuasaan tim anggaran (super-ordinate) kepada KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) dengan penandatanganan anggaran hibah pemilukada. Konflik internal pelaksanaan anggaran terjadi antara empat orang komisioner (super-ordinate) melawan komisioner divisi keuangan dan logistik dan empat orang komisioner melawan sekretaris KPU Provinsi Bali. Konflik internal ini menyebabkan keluarnya usulan untuk mengganti sekretaris KPU Provinsi Bali dan kepala bagian keuangan (sub-ordinate). Konflik internal ini juga menyebabkan pembebastugasan komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) Konflik eksternal terjadi diantara kedua calon petahana atas desain surat suara yang sudah disepakati diatas meterai Rp 6.000 sebagai satu kesatuan utuh. Konflik kekuasaan terjadi karena kekuasaan yang melekat dari kedua calon petahana. Konflik 312
Seminar Nasional FEKON 2015 ekternal ini menyebabkan penyelenggara menerima tekanan akan penghentian anggaran pemilukada. Konflik eksternal diakhiri oleh kekuasaan KPU RI yang menyatakan bahwa desain surat suara tidak melanggar Peraturan KPU dan dapat digunakan dalam pemungutan suara. Konflik rekapitulasi penghitungan suara terjadi dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi. Konflik terjadi karena kedua calon petahana menginginkan kemenangan dalam pemilukada. Konflik ini berakibat gugatan dari paket “PAS” kepada KPU Provinsi Bali di Mahkamah Konstitusi dan DKPP. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan paket “PAS”. Hal ini menegaskan bahwa paket “PASTI-KERTA” telah memenangkan pemilukada Provinsi Bali. DKPP memutuskan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilukada oleh KPU Provinsi Bali beserta jajarannya dan memberikan teguran keras dan teguran ringan kepada KPU Provinsi beserta jajarannya. Konflik pertanggungjawaban anggaran terjadi atas perbedaan persepsi Peraturan Menteri Dalam Negeri antara BPK dengan KPU Provinsi Bali. Konflik terjadi atas honor penyelenggara dan perjalanan dinas. Konflik diakhiri oleh kekuasaan BPK Provinsi Bali untuk mengembalikan kelebihan perjalanan dinas ke kas daerah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pemilukada yang terjadi di Provinsi Bali tidak hanya menimbulkan konflik kekuasaan yang ada dalam struktur kekuasaan (authority) tetapi juga menimbulkan konflik wewenang (power) yang dimiliki individu dalam struktur kekuasaan tersebut. Konflik dalam struktur kekuasaan (authority) terjadi antara KPU Provinsi Bali dengan tim anggaran (eksekutif); KPU Provinsi Bali dengan pasangan calon kepala daerah yang didukung partai politik; KPU Provinsi Bali dengan Panwaslu Provinsi Bali; KPU Provinsi Bali 313
Seminar Nasional FEKON 2015 dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu; serta KPU Provinsi Bali dengan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Bali. Konflik pemilukada juga berhubungan dengan konflik wewenang individu (power) yang terjadi di dalam struktur kekuasaan itu sendiri yaitu antara empat orang komisioner dengan komisioner divisi keuangan dan logistik; antara empat orang komisioner dengan sekretaris KPU Provinsi Bali; dan antara kedua calon petahana. Implikasi dalam penelitian ini adalah wewenang komisioner yang berlebihan menjadi penyebab utama konflik internal. Untuk menghindari konflik kewenangan maka regulasi yang mengatur tentang kewenangan komisioner dalam mengusulkan pergantian sekretaris KPU harus diubah. Kewenangan ini diberikan kepada Sekretaris Jenderal KPU selaku atasan langsung pegawai negeri sipil. Implikasi lainnya adalah sumber anggaran pemilukada dari APBD. Sumber anggaran ini menimbulkan konflik kekuasaan pada saat petahana menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah. Kekuasaan yang melekat dengan calon petahana menyebabkan independensi dan kemandirian KPU Provinsi sebagai penyelenggara menjadi terganggu. Untuk itu maka regulasi yang mengatur sumber pembiayaan pemilukada dirubah dari APBD ke APBN. Dari sisi administrasi keuangan, dengan berubahnya sumber pembiayaan pemilukada maka KPU RI harus membuat petunjuk teknis pelaksanaan anggaran hibah pemilukada. Perubahan ini memberikan kewenangan kepada KPU RI untuk mengontrol biaya kegiatan pemilukada yang selama ini tidak bisa dilakukan. Penelitian ini terbatas hanya pada penyelenggaraan pemilukada yang bersifat lokal di Provinsi Bali. Karena keunikannya yaitu ikatan emosional yang kuat dengan salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Sehingga saran untuk
penelitian 314
Seminar Nasional FEKON 2015 selanjutnya dikembangkan dengan penyelenggaraan pemilukada dengan ragam budaya yang berbeda sehingga akan menghasilkan konflik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Beteille, A. 1970. Social Inequality. Penguin Education. California. Brown, Charles Victor dan Peter M. Jackson. 1986. Public Sector Economics, 3rd ed, Basil: Blackwell-British Ltd. p. 169. Bungin, Burhan. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif. Airlangga University Press. Surabaya. Burrel, Gibson dan Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organizational Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational Books. England. Carr, J. B. dan Brower, R.S. 2000. Principled Opportunism: Evidence from the organizarional middle. Public Administration Quarterly, 24:1 Covaleski, M. dan M.W. Dirsmith, 1986. “The Budgeting Process of Power and Politic”. Accounting Organisation and Society. Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing among Five Approach. Sage Publications, California. Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford University Press. Stanford, California. DKPP. 2013. Putusan. Tidak dipublikasi. Finer, Herman. 1962. The Major Governments of Modern Europe. Harper & Row Publishers, New York. Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideology Politik di Era Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta. Gadamer, Hans Geog. 1976. Truth and Method (trans). Continuum: xxv-xxvi Gaffar, Affan. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. Harris, Syamsuddin. 2005. Mengelola Potensi Konflik Pilkada. Kompas tanggal 10 Mei 2005. Hughes, John A. 1990. The Philosophy of Social Research. Second Edition. Longman, London and New York. Kemendagri. 2010. Dualisme dalam Pemilukada. Naskah Akademik. Jakarta. KPU. 2009. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 66 Tahun 2009 tentang Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kebutuhan Pengadaan serta Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. ----------. 2012. Surat Edaran No. 493/KPU/XII/2012. Tidak dipublikasi. KPU Bali. 2012. Surat Nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012. Tidak dipublikasi. ----------. 2013. Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Bali Tahun 2013. Tidak dipublikasi. KPU Jembrana. 2010. Laporan Penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jembrana. Tidak dipublikasi. 315
Seminar Nasional FEKON 2015 Lockwood, David G. 1956. Some Remarks of The Social System. British Journal of Sociology. Vol. 7. No. 2. June: 134-146. Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta. Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rasyid, M. Ryass. 1997. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Masalah dan Prospeknya. “Laporan Penelitian‖. Depdagri-LIPI, Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. -------. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. -------. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. -------. 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. -------. 2011. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Robinson, Robert V.dan Jonathan Kelley. 1979. Class as Conceive by Marx and Dahrendorf: Effect on Income Inequality and Politics in The United States and Great Britain. American Sociological Review, Vol. 44 (February): 38-58. Rummel, R. J. 1977. Understanding Conflict and War: Conflict in Perspectives Vol. 3. Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana, edisi Kedua, Yogyakarta. Sanderson, Stephen K. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosial. Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Shafer, William E., Roselyn E. Morris dan Alice A. Ketchand. 2001. Effects of Personal Values on Auditors Ethical Decisions. Journal of Accounting, Auditing, and Accountability, Vol. 14 (3): 254. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Pusat Bahasa Depdiknas, Bandung. Suparman, Marzuki. 2010. Politik Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM masa lalu: Melanggengkan Impunity. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 2 (17). Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Turner, J. C. 1991. Social influence. Brooks/Cole: Pasific Grove, CA. Wallace dan Wolf. 1995. Reading in Contemporary Sociological Theory from Modernity to Post-Modernity. Prentice Hall, New Jersey. Weber, Max. 1947. The Theory of Social and Economic Organization. Free Press, New York. Wildavsky, A dan N. Caiden. 2004. The New Politics of The Budgetary Process. 5th Edition, Addison Wesley, New York. http://www.chanelsatu.com diunduh 23 April 2013.
316