KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN
Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor pelabuhan akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah masing-masing.
RINGKASAN EKSEKUTIF Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sub-bab ini akan menguraikan latar belakang diperlukannya proyek KPBU dilihat dari kebutuhan pengembangan dan pembangunan infrastruktur dan sarana pelabuhan serta pemenuhan target-target pembangunan di sektor transportasi, khususnya transportasi laut.
Kondisi sarana transportasi laut, mulai dari kondisi nasional hingga wilayah pelayanan.
Target dan rencana pengembangan pelabuhan secara berjenjang, mulai dari kondisi nasional hingga wilayah pelayanan.
Perlunya kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan pelabuhan di wilayah pelayanan.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud
2.
Mengkaji kelayakan teknis proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi di sektor pelabuhan.
Mengembangkan struktur pembiayaan proyek melalui bentuk KPBU yang disepakati.
Dan/atau lain-lain.
Tujuan
C.
Meningkatkan kinerja pengelolaan pelabuhan, baik itu skala pelayanan kawasan, skala kota/kabupaten dan skala regional/nasional.
Meningkatkan kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan pengelolaan pelabuhan.
Terciptanya transfer teknologi maupun kemampuan manajerial dalam pengelolaan kepelabuhan.
Dan/atau tujuan lain disesuaikan dengan jenis pelabuhan yang akan dikerjasamakan.
Sistematika Pembahasan
Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan yang sedang disusun, yaitu: Bab 1
: Pendahuluan
1
Bab 2
: Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan
Bab 3
: Kajian Hukum dan Kelembagaan
Bab 4
: Kajian Teknis
Bab 5
: Kajian Ekonomi dan Komersial
Bab 6
: Kajian Lingkungan dan Sosial
Bab 7
: Kajian Bentuk KPBU
Bab 8
: Kajian Risiko
Bab 9
: Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Bab 10
: Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)
Bab 11
: Kajian Pengadaan
2
II.
KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN
A.
Kajian Kebutuhan
Rencana pengembangan proyek KPBU harus didasari dengan adanya kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud. Kebutuhan akan infrastruktur tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan kajian terhadap data-data sekunder yang menggambarkan: 1.
Dasar pemikiran teknis dan ekonomi rencana proyek KPBU;
2.
Proyek KPBU memiliki permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan layanan saat ini, baik secara kuantitas maupun kualitas;
3.
Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
4.
Potensi sumber daya alam; dan
5.
Proyek KPBU mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.
B.
Kajian Kepatuhan
Rencana pengembangan proyek KPBU sektor pelabuhan harus sesuai dan selaras dengan rencana pengembangan Pemerintah maupun pemerintah daerah yang tertuang di dalam dokumen-dokumen perencanaan yang ada. 1.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Mengkaji arahan pembangunan sektor transportasi laut terutama target-target capaian yang ingin dicapai serta bagaimana rencana proyek KPBU dapat memberikan kontribusi terhadap indikator-indikator yang ingin dicapai dalam RPJPN di sektor transportasi laut.
2.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Mengkaji arahan pembangunan sektor transportasi khususnya sistem pelabuhan, terutama target nasional di sektor pelabuhan dan bagaimana kondisi penganggaran yang ada. Sejauh mana kesesuaian proyek KPBU terhadap rencana nasional yang ada tersebut. Selain itu juga arahan prioritas daerah dalam konteks nasional dapat menjadi bahan kajian, seperti misalnya arahan kabupaten/kota yang menjadi bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN), Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dan sebagainya.
3.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Mengkaji kesesuaian rencana proyek KPBU dengan rencana pembangunan pada daerah di mana lokasi proyek KPBU tersebut berada. Kajian ini bertujuan agar proyek KPBU dapat harmonis dan saling mendukung dengan rencana pembangunan di daerah.
4.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Mengkaji peran kabupaten/kota dalam lingkup provinsi sehingga diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai.
5.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
3
Mengkaji peran wilayah perencanaan terhadap kabupaten/kota serta rencana pengembangan sistem kepelabuhan di wilayah perencanaan tersebut. Rencana pengembangan wilayah juga akan sangat bermanfaat untuk menguatkan pentingnya pengembangan infrastruktur dan pengelolaan pelabuhan. 6.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan Rencana Induk Pelabuhan Mengkaji kesesuaian pelabuhan yang akan dikerjasamakan dengan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan Rencana Induk Pelabuhan, termasuk hierarki pelabuhan yang akan dikerjasamakan tersebut.
7.
Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) Mengkaji visi, rencana atau kebijakan strategis daerah di sektor transportasi laut serta bagaimana proyek KPBU dapat menjawab permasalahan dalam pengembangan pelabuhan yang tertuang dalam Jakstrada tersebut.
8.
Rencana Strategis Sektor Terkait Lain Mengkaji keterkaitan antara rencana proyek KPBU dengan rencana pengembangan sektor lainnya sehingga dapat teridentifikasi potensi integrasi rencana antar sektor.
9.
Kesimpulan Menyimpulkan kesesuaian proyek KPBU dengan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan yang telah dibahas diatas.
4
III.
KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN
A.
Kajian Hukum
Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana proyek KPBU sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait. 1.
Analisis Peraturan Perundang-undangan 1. Peraturan KPBU Menjelaskan diperbolehkannya beserta persyaratannya melakukan KPBU untuk penyediaan infrastruktur, prinsip-prinsip dasar KPBU yang akan diterapkan dalam dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan, dan tahap-tahap penyiapan KPBU yang telah dilaksanakan. Beberapa aturan terkait adalah: a. Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan point-point penting: o
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang dsebut dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha;
o
Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU adalah infrastrktur transportasi.
o
KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.
o
Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam skema KPBU dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di sektor infrastruktur yang dikerjasamakan.
o
PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana.
b. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dengan point-point penting: o
Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan panduan umum ini diantaranya mencakup penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan.
o
pelaksanaan KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu: 1) Tahap Perencanaan; 2) Tahap Penyiapan; dan 3) Tahap Transaksi.
5
2. Peraturan Sektor Pelabuhan a. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan UU ini adalah o
Penyelenggara pelabuhan terdiri atas: 1) Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersil; dan 2) Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
o
Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.
o
Kesesuaian rencana Proyek KPBU Pelabuhan dengan Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
o
Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan.
o
Lokasi pelabuhan merupakan suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan yang ditetapkan oleh Menteri menjadi pelabuhan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan.
b. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2015 Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah o
Kesesuaian rencana Proyek KPBU Pelabuhan dengan Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
o
Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kelepabuhanan.
o
Ketentuan pemberian konsesi dan bentuk lainnya.
o
Persyaratan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan.
o
Ketentuan dan pedoman penetapan rencana lokasi pelabuhan.
c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 414 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional o
Kajian dilakukan terhadap kesesuaian pelabuhan yang akan dibangun terhadap hierarki pelabuhan laut serta proyeksi lalu lintas muatan yang tercantum dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
d. Peraturan Menteri Perhubungan No. 83 Tahun 2010 tentang Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi. o
Kajian dilakukan terhadap tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan usaha pada sektor perhubungan.
6
e. Peraturan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 166 Tahun 2015. Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan menteri ini adalah o
Mekanisme identifikasi dan penetapan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan kerjasama dengan badan usaha pelabuhan.
o
Mekanisme kerjasama pengusahaan di pelabuhan atas prakarsa badan usaha pelabuhan (untuk unsolicited project)
o
Bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang kepelabuhanan
o
Tatacara pemberian konsesi atau bentuk kerjasama lainnya
o
Pemutusan atau oengakhiran perjanian konsesi dan bentuk kerjasama lainnya.
3. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana proyek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian Badan Usaha Pelabuhan sebagai badan usaha pelaksana pada sektor pelabuhan sekurang-kurangnya adalah: a. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas b. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran c. PP No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan PP No. 64 Tahun 2015. 4. Peraturan Terkait Lingkungan Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain: a. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup b. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 5. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011.
7
6. Peraturan Terkait Pengadaan Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pengadaan terutama untuk menentukan tapahan proses pengadaan, apakah pengadaan dilakukan secara satu tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU. Beberapa peraturan yang perlu dikaji adalah: a. Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 7. Peraturan Terkait Penanaman Modal Berisikan kajian mengenai kesesuaian proyek KPBU sektor kepelabuhanan dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan peraturan presiden tersebut, batas kepemilikan modal asing untuk bidang usaha penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair terminal curah kering dan terminal Ro-Ro) maksimal sebesar 49% (maksimal 95% apabila dalam rangka KPS selama masa konsesi) 8. Peraturan Terkait Persaingan Usaha Berisikan kajian kesesuaian proyek KPBU sektor kepelabuhanan dengan peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan pelaksanaannya. 9. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan Dalam kegiatan pengusahaan pelabuhan dapat menimbulkan hubungan ketenagakerjaan. Dalam kajian ini berisikan kesesuaian Proyek KPBU kepelabuhanan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 10. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah Penyediaan infrastruktur kepelabuhanan merupakan bagian dari jenis infrastruktur dalam peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam kajian ini dianalisa kesesuaian proyek KPBU dengan peraturan-peraturan berikut: a. UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015. c. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana teleah diuban dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2015. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
8
e. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 11. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah dalam Proyek KPBU berdasarkan: a. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolan Barang Milik Negara/Daerah b. Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara c. Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur. 12. Peraturan Terkait Dengan Pembiayaan Proyek KPBU Berisikan kajian mengenai kemungkinan pembiayaan Proyek KPBU Kepelabuhanan mengacu pada bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang kepelabuhanan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 166 Tahun 2015. 13. Peraturan Terkait Tarif Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap penentuan dan penetapan tarif pada pengusahaan kepelabuhanan. Analisa dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 95 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penetapan Harga Jual (Charge) Jasa Kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. 14. Peraturan Terkait Perpajakan Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengusahaan kepelabuhanan oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha. 15. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur. 16. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku badan usaha penjaminan
9
infrastruktur. Jaminan pemerinah diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN. Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap Proses pemberian jaminan pemerintah oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam: a. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. 2.
Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi Menguraikan isu-isu hukum yang berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan proyek KPBU, serta menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran dampaknya. Misalnya, resiko yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru.
3.
Kebutuhan Perijinan Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek KPBU serta rencara strategi untuk memperoleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun setelah proses pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan. Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses pengadaan dan penandatangan kerjasama.
4.
Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum Rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan hukum disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta pelaksanaan proyek KPBU.
B.
Kajian Kelembagaan
1.
Analisis Kewenangan PJPK Pada bagian ini dilakukan analisa mengenai kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD sebagai PJPK dalam melaksanakan KPBU. Berdasarkan Pasal 82 Ayat (4) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 65 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2015 Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.
2.
Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping) Dalam sub-bab ini akan diuraikan struktur kelembagaan kerjasama termasuk peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga terkait.
10
a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. b. Tim KPBU Berisikan penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. c. Badan Usaha Pelaksana (Special Purpose Company - SPC) Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. d. Pemerintah Daerah Pemerintah daerah mempunyai peran, tugas, dan wewenang sebagai berikut: a. mendorong pengembangan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya; b. mengawasi terjaminnya kelestarian lingkungan di pelabuhan; c. ikut menjamin keselamatan dan keamanan pelabuhan; d. menyediakan dan memelihara infrastruktur yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya; e. membina masyarakat di sekitar pelabuhan dan memfasilitasi masyarakat di wilayahnya untuk dapat berperan serta secara positif terselenggaranya kegiatan pelabuhan; f.
menyediakan pusat informasi muatan di tingkat wilayah;
g. memberikan izin mendirikan bangunan di sisi daratan; dan h. memberikan rekomendasi dalam penetapan lokasi pelabuhan dan terminal khusus. e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menguraikan peranan DPRD dalam tupoksinya untuk urusan legislasi, penganggaran dan pengawasan. Peranan DPRD ini perlu dimasukkan karena proyek KPBU akan menyangkut masalah penganggaran daerah dan juga penetapan tarif. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. f.
PT. Pelindo Menguraikan peran pengelola pelabuhan eksisting, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
g. Badan Regulator Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulator apabila memang akan dibentuk. Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggota Badan Regulator serta siapa yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
11
h. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) apabila proyek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah. i.
Badan Lainnya Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.
3.
Perangkat Regulasi Kelembagaan Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud.
4.
Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Proyek KPBU.
12
IV.
KAJIAN TEKNIS
A.
Kondisi Eksisting
Umumnya, prastudi kelayakan merupakan studi yang dilakukan untuk menentukan lokasi terbaik dari suatu set alternatif pilihan lokasi dalam rangka pembangunan pelabuhan baru. Namun, pada pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan berupa pengembangan pelabuhan eksisting. Oleh karena itu, sub-bab mengenai kondisi eksisting merupakan subbab yang berisikan penjelasan mengenai kondisi saat ini dari tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan baik alternatif lokasi yang telah memiliki pelabuhan eksisting maupun tidak. 1.
Hierarki Pelabuhan (opsional) Identifikasi terhadap hierarki pelabuhan eksisting dan juga rencana sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam KP No. 414 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
2.
Pelabuhan Sekitar Menjelaskan mengenai identifikasi terhadap pelabuhan-pelabuhan yang ada disekitar alternatif lokasi beserta dengan hubungannya terhadap rencana pengembangan pelabuhan baru ini.
3.
Wilayah Hinterland Subbab ini berisi mengenai daerah asal dari angkutan yang dilayani beserta dengan daerah tujuannya. Perlu dicatat bahwa daerah asal dan tujuan tidak terbatas pada batasan administratif.
4.
Jenis Komoditas Menjelaskan mengenai jenis-jenis komoditas aktual dan juga komoditas-komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan.
5.
Kondisi Sosioekonomi Kondisi sosioekonomi merupakan faktor penting untuk meninjau potensi perkembangan pelabuhan. Beberapa kondisi sosioekonomi yang perlu ditinjau antara lain adalah:
Populasi penduduk
Pola pertumbuhan penduduk
Proyeksi penduduk
PDRB
Pola pertumbuhan PDRB
Proyeksi PDRB
Tinjauan terhadap kondisi-kondisi sosioekonomi tersebut harus dilakukan untuk tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan. 6.
Data historis throughput Subbab ini mengenai data historis throughput dan juga mencakup jenis kapal, ship call, GT, dan lain-lain.
13
7.
Kinerja Pelabuhan Beberapa kinerja pelabuhan yang diukur antara lain adalah sebagai berikut:
B.
Berth throughput (BT)
Turn round time (TRT)
Berth occupancy ratio (BOR)
Tinjauan Tata Ruang
Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah dari tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan meliputi:
Struktur tata ruang
Titik-titik pusat kegiatan
Sistem jaringan transportasi
Rencana pengembangan
Wilayah-wilayah konservasi/khusus
C.
Aspek Transportasi
1.
Kondisi Lalu Lintas Kajian terhadap kondisi lalu lintas dilakukan untuk mengidentifikasi kinerja lalu lintas di sekitar rencana pelabuhan. Kajian meliputi kondisi geometrik, lalu lintas, manajemen lalu lintas, dan lainlain.
2.
Indikator Lalu Lintas Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas bergantung pada tipe analisis yang digunakan. Secara umum indikator kinerja lalul lintas yang dapat digunakan antara lain adalah: No Tipe Analisis 1 Link-based 2
3.
Network-based
Indikator Lalu Lintas Indikator Volume-Capacity Ratio (VCR) Waktu Tempuh (Travel Time) Volume-Capacity Ratio (VCR) Rata-rata Waktu Tempuh (Average Travel Time) Rata-rata Jarak Tempuh (Average Travel Distance)
Survei Transportasi Pada dasarnya survei transportasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis. Namun, pada umumnya survei yang harus dilakukan adalah survei Traffic Counting (TC). Survei TC membahas mengenai:
Titik survei
Waktu pelaksanaan survei
14
4.
Jenis/golongan kendaraan yang di-survei
Fluktuasi lalu lintas
Lalu lintas jam puncak
Kinerja Lalu Lintas Subbab ini menjelaskan mengenai perbandingan kinerja lalu lintas terhadap masing-masing alternatif lokasi pelabuhan. Ukuran perbandingan adalah manfaat yang diperoleh dari suatu alternatif lokasi terhadap alternatif lokasi lainnya. Ukuran perbandingan yang digunakan adalah:
Penghematan waktu tempuh
Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK)
D.
Aspek Fisik
1.
Alur Subbab ini berisikan mengenai spesifikasi dari alur pelayaran di tiap-tiap altenatif lokasi. Spesifikasi yang dimaksud meliputi:
2.
Kedalaman alur
Lebar alur
Permasalahan-permasalahan terkait alur
Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan berfungsi sebagai tempat manuver kapal sehingga terdiri dari beberapa komponen berikut ini:
Kolam putar
Area bongkar muat
Selain daripada itu, kolam putar juga perlu memperhatikan kedalam dari kolam tersebut. 3.
Hidro-Oseanografi Kajian hidro-oseanografi membahas mengenai kondisi perairan yang terjadi di tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan. Kajian hidro-oseanografi meliputi:
4.
Kecepatan dan arah arus
Tinggi gelombang
Periode gelombang
Simulasi pengaruh gelombang dari berbagai arah
Tingkat sedimentasi
Survei Batimetri Survei batimetri sounding dimaksudkan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut. Cara yang dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk cross check.
15
5.
Survei Hidro-Oseanografi Survei Hidro-Oseanografi mencakup 3 hal, yaitu:
Pasang surut
Arus
Sedimen
Dari survei pasang surut dihasilkan data-data seperti berikut ini:
Jenis pasang surut
Elevasi penting
Sedangkan dari survei arus didapat data-data berikut ini:
Kecepatan arus pada saat pasang tertinggi
Kecepatan arus pada saat surut terendah
Arah arus
Dan dari survei sedimen data-data yang diperoleh antara lain adalah:
E.
Sampel sedimen suspensi (air)
Sampel sedimen dasar (material)
Pemilihan Lokasi Pelabuhan Terbaik
Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang telah dibahas pada subbabsubbab sebelumnya. Pemilihan lokasi ini dilakukan untuk menentukan lokasi pelabuhan terbaik dari suatu set alternatif lokasi pelabuhan 1.
Penentuan Kriteria Kriteria ditentukan berdasarkan aspek-aspek:
2.
Tata ruang
Transportasi
Teknis
Pembobotan Kriteria Pembobotan dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait seperti regulator, operator, dan user.
3.
Analisis Multikriteria Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skoring terhadap masing-masing alternatif lokasi pelabuhan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
16
F.
Desain Layout Pelabuhan
1.
Tipe Dermaga Dalam pembahasan mengenai penentuan tipe dermaga, tinjauan perlu diarahkan pada:
2.
Topografi daerah pantai
Jenis kapal yang dilayani
Daya dukung tanah
Layout dan Elevasi Layout dermaga meliputi:
3.
Elevasi dermaga
Panjang dermaga
Lebar dermaga
Sistem fender
Alat penambat kapal
Jalan akses pelabuhan Perencanaan jalan akses pelabuhan meliputi:
G.
Proyeksi lalu lintas
Perencanaan koridor
Perencanaan tipikal potongan melintang jalan akses
Gambar Rencana
Rencana layout pelabuhan untuk tiap-tiap alternatif lokasi disajikan dalam gambar teknik. H.
Spesifikasi Keluaran
No 1
2 3 4
5 6
Spesifikasi keluaran Spesifikasi Teknik Kondisi Lalu Lintas: VCR Penghematan waktu tempuh Penghematan biaya operasi kendaraan Throughput Tinggi Gelombang Kolam Pelabuhan Luas kolam Kedalaman kolam Sedimentasi Dermaga Dimensi
Keterangan Volume/Kapasitas Rp Rp Ton/tahun atau TEUs/tahun m m2 m m/tahun m
17
No 7 8
I.
Spesifikasi Teknik Draft Luasan Layout Pelabuhan per komponen Jalan akses Tipe jalan Panjang jalan Lebar jalan Tipikal potongan melintang
Keterangan m m2 ...lajur/...arah terbagi/tak terbagi m m
Jadwal Pelaksanaan Konstruksi
Menguraikan jadwal pelaksanaan konstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan.
18
V.
KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL
A.
Analisis Permintaan (Demand)
Kajian permintaan mengkaji mengenai estimasi dan proyeksi permintaan pada pelabuhan yang direncanakan untuk dikembangkan. Kajian permintaan dapat dibedakan terhadap pendekatannya, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Untuk kajian prastudi kelayakan, permintaan yang dikaji adalah permintaan dari tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan. Permintaan tersebut kemudian menjadi dasar dalam pemilihan alternatif lokasi pelabuhan terbaik sehingga output dari kajian prastudi kelayakan adalah lokasi pelabuhan yang memiliki potensi permintaan terbesar. 1.
Pendekatan Makro Kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan makro menitikberatkan pada keterkaitan pelabuhan kajian terhadap pelabuhan-pelabuhan lainnya dalam sistem transportasi laut yang ditinjau. Peningkatan ataupun penurunan permintaan terjadi akibat adanya interaksi antara tiap-tiap pelabuhan yang tercakup di dalam sistem. a. Analisis Kondisi Eksisting 1) Penentuan cakupan sistem transportasi laut yang ditinjau Cara yang paling sederhana adalah dengan mengacu pada hierarki pelabuhan seperti yang diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Masingmasing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan adalah sebagai berikut: a) pelabuhan pengumpan lokal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan regional (lalu lintas nasional), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional), dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasional); b) pelabuhan pengumpan regional memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasional). Berdasar pada peraturan tersebut maka jika pelabuhan yang ditinjau adalah pelabuhan utama maka cakupan sistem yang perlu ditinjau adalah seluruh pergerakan yang terjadi baik pergerakan pada pelabuhan lokal, regional, nasional maupun internasional yang bersinggungan dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut. Sebagai contoh, jika pelabuhan yang ditinjau adalah Pelabuhan Tg. Priok maka cakupan sistem adalah seluruh Indonesia dan seluruh pelabuhan di luar Indonesia yang memiliki rute pelayaran dari/ke Tg. Priok. 2) Penentuan asal tujuan pergerakan dari pelabuhan yang ditinjau Asal tujuan angkutan ini umumnya direpresentasikan oleh suatu matriks pergerakan yang dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destination Matrix (OD Matrix). MAT merupakan representasi pergerakan yang ditinjau sehingga perlu juga dibedakan berdasarkan kebutuhan. Sebagai contoh, jika pergerakan yang ditinjau adalah pergerakan barang maka MAT perlu dikelompokkan sesuai dengan kelompok komoditasnya, misal peti
19
kemas, curah cair, curah kering, kargo umum, dll, atau bahkan per jenis komoditasnya, misal padi, jagung, alat-alat elektronik, dll. MAT merupakan sebuah tabel yang berisikan zona asal pada sistem yang ditinjau pada kolom pertamanya dan zona tujuan pada baris pertamanya. Sehingga, setiap sel lainnya merepresentasikan besaran pergerakan dari zona asal ke zona tujuan dan sebaliknya. Asal tujuan pergerakan ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu hinterland dan foreland, sehingga penentuan asal tujuan pergerakan dilakukan dalam 2 (dua) tahapan berikut ini: a) Penentuan hinterland eksisting dari masing-masing alternatif lokasi pelabuhan Hinterland adalah daerah di belakang pelabuhan. Hinterland dapat diartikan sebagai asal tujuan angkutan yang ditinjau, baik angkutan penumpang maupun barang, yang berada di sisi darat dari pelabuhan yang ditinjau. MAT hinterland sebaiknya memasukkan pelabuhan sebagai zona internal sehingga dapat terlihat besar pergerakan baik yang masuk ke pelabuhan maupun yang keluar pelabuhan. Secara visual, ilustrasi dari MAT hinterland ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 - Ilustrasi Hinterland Eksisting Angkutan Peti Kemas Pelabuhan Tg. Priok
MAT ini juga menunjukkan besar permintaan yang berasal dari hinterland masingmasing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau merupakan total permintaan yang masuk dari kawasan industri ke pelabuhan tersebut dan yang keluar dari pelabuhan ke pasar. b) Penentuan foreland eksisting dari masing-masing alternatif lokasi pelabuhan Foreland adalah asal tujuan angkutan yang ditinjau baik angkutan penumpang maupun angkutan barang yang berada di sisi laut dari pelabuhan yang ditinjau. Asal tujuan angkutan ini umumnya juga direpresentasikan oleh suatu matriks pergerakan yang dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destination Matrix (OD Matrix).
20
MAT yang paling baik digunakan adalah MAT port-to-port dimana sel-sel asal dan tujuan berada pada level pelabuhan (umumnya berada pada level administratif). Gambar berikut menunjukkan contoh visualisasi untuk MAT port-to-port:
Gambar 2 - Ilustrasi Foreland Eksisting Angkutan Peti Kemas Domestik di Indonesia Tahun 2012
Pada tahap ini juga dilakukan estimasi besar permintaan yang berasal dari foreland masing-masing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau merupakan total permintaan yang masuk dari pelabuhan-pelabuhan lain ke pelabuhan yang ditinjau dan sebaliknya yang keluar dari pelabuhan yang ditinjau ke pelabuhanpelabuhan tujuan lainnya. 3) Identifikasi stakeholders terkait sebagai calon pengguna pelabuhan Secara umum, stakeholders yang terkait sebagai calon pengguna pelabuhan adalah pemilik barang (shipper), logistik (forwarder), dan pemilik kapal atau perusahaan pelayaran (shipping lines). 4) Identifikasi besaran tarif jasa kepelabuhanan Jika sudah ada pelabuhan pada kondisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi adalah besaran tarif pada pelabuhan eksisiting tersebut. Namun, jika belum terdapat pelabuhan pada kondisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi adalah pelabuhan lain dengan skala yang kurang lebih sama untuk nantinya digunakan sebagai acuan dalam penentuan tarif. Tarif jasa kepelabuhanan yang dimaksud adalah tarif jasa kapal, bongkar/muat, tarif jasa dermaga, dan tarif jasa penumpukan. 5) Identifikasi kinerja eksisting pelabuhan Identifikasi dapat dilakukan jika pada kondisi eksisting sudah terdapat pelabuhan di alternatif lokasi yang menjadi tinjauan. Namun, jika belum terdapat pelabuhan pada kondisi eksisting maka kinerja eksisting yang dimaksud adalah kinerja eksisting yang direncanakan, baik berdasarkan standar maupun berdasarkan analisis. Identifikasi kinerja eksisting dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kinerja kepelabuhanan, seperti Berth Occupancy Ratio (BOR), Turn Round Time (TRT), Yard Occupancy Ratio (YOR), Shed Occupancy Ratio (SOR), dll.
21
6) Identifikasi peralihan permintaan Peralihan permintaan diidentifikasi dengan mempertimbangkan keseluruhan data yang diperoleh pada step-step sebelumnya. Peralihan permintaan ini menunjukkan besar permintaan yang akan menggunakan pelabuhan yang ditinjau. Untuk kasus hanya terdapat satu pelabuhan di sekitar sumber permintaan maka umumnya peralihan akan mempertimbangkan kompetisi antara permintaan yang diangkut dengan moda darat atau permintaan yang diangkut melalui moda laut atau dengan kata lain melalui pelabuhan. Sedangkan, untuk kasus dimana terdapat lebih dari satu pelabuhan di sekitar sumber permintaan maka peralihan akan mempertimbangkan kompetisi antar pelabuhan dan juga jalur darat. b. Proyeksi Permintaan 1) Penentuan periode perencanaan Proyeksi permintaan merupakan perkiraan permintaan pelabuhan untuk periode perencanaan yang ditetapkan. Umumnya periode perencanaan pelabuhan ditetapkan minimal selama 50 tahun. Namun, perencanaan pelabuhan sebaiknya difokuskan pada 1520 tahun pertama. 2) Proyeksi permintaan Tahapan ini berisi metode yang digunakan dalam memproyeksi permintaan mulai dari tahun eksisting hingga tahun rencana. Umumnya menggunakan metode-metode manipulasi matriks secara matematis yang dilakukan terhadap MAT, misal metode pemodelan transportasi 4 tahap. Tentu saja karena pendekatan ini mempertimbangkan seluruh zona yang termasuk dalam sistem maka proyeksi permintaan dilakukan untuk seluruh zona yang tercakup dalam sistem. c. Analisis Kapasitas Pelabuhan Untuk menjaga nilai ekonomis dari suatu pelabuhan maka perencanaan kapasitas pelabuhan harus memperhitungkan periode manfaat. Umumnya digunakan periode manfaat selama 5 tahun untuk 10 tahun pertama dan 10 tahun untuk 10 tahun berikutnya. Atas dasar ini, maka perencanaan kapasitas pelabuhan untuk 5 tahun pertama mengacu nilai prediksi permintaan pada tahun ke-5. Dengan mekanisme yang sama, maka peningkatan kapasitas pelabuhan dilakukan untuk memfasilitasi besar permintaan pada tahun ke-10. Sedangkan, untuk peningkatan selanjutnya digunakan acuan permintaan pada tahun ke-20. Gambar di bawah ini merupakan contoh dimana suatu pelabuhan direncanakan untuk dibangun pada kapasitas 900,000 TEUs walaupun pada tahun pertama besar permintaan dari pelabuhan tersebut baru sebesar 400,000 TEUs. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga nilai ekonomis dari investasi yang dilakukan dimana jika pelabuhan dikembangkan dengan kapasitas sebesar 900,000 TEUs maka pelabuhan tersebut dapat dioptimalkan untuk beroperasi selama 5 tahun hingga kapasitasnya tercapai.
22
Gambar 3 - Ilustrasi Proyeksi Permintaan vs Kapasitas Pelabuhan 2.
Pendekatan Mikro Berbeda dengan pendekatan makro, kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan mikro menitikberatkan pada dinamika dari pelabuhan yang ditinjau saja tanpa memperhitungkan dinamika yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan lain yang terkait dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut. a. Analisis Kondisi Eksisting 1) Penentuan hierarki pelabuhan yang ditinjau Pada pendekatan mikro ini hanya perlu ditentukan hierarki dari pelabuhan yang ditinjau saja. Cara yang paling sederhana adalah tetap dengan mengacu pada hierarki pelabuhan seperti yang diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Masing-masing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan adalah sebagai berikut: a) pelabuhan pengumpan lokal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan regional (lalu lintas nasional), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional), dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasional) b) pelabuhan pengumpan regional memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasional) Penentuan hierarki pelabuhan ini menentukan cakupan daerah hinterland dari pelabuhan yang ditinjau. Untuk beberapa kasus bahkan menentukan hingga ke tingkat jenis komoditas dari pelabuhan tersebut.
23
2) Penentuan hinterland eksisting Hinterland adalah daerah di belakang pelabuhan. Hinterland dapat diartikan sebagai sumber permintaan dari pelabuhan yang ditinjau, baik angkutan penumpang maupun barang, yang berada di sisi darat dari pelabuhan yang ditinjau. b. Proyeksi Permintaan 1) Penentuan periode perencanaan Proyeksi permintaan merupakan perkiraan permintaan pelabuhan untuk periode perencanaan yang ditetapkan. Umumnya periode perencanaan pelabuhan ditetapkan minimal selama 50 tahun. Namun, perencanaan pelabuhan sebaiknya difokuskan pada 1520 tahun pertama. 2) Proyeksi permintaan Tahapan ini berisi metode yang digunakan dalam memproyeksi permintaan mulai dari tahun eksisting hingga tahun rencana. Umumnya menggunakan data-data sosioekonomi dan metode-metode multilinear regression berdasar pada data historis throughput dari pelabuhan yang ditinjau. c. Analisis Kapasitas Pelabuhan Analisis kapasitas pelabuhan pada pendekatan mikro serupa dengan pada pendekatan makro (lihat Gambar 3). Untuk menjaga nilai ekonomis dari suatu pelabuhan maka perencanaan kapasitas pelabuhan harus memperhitungkan periode manfaat. Umumnya digunakan periode manfaat selama 5 tahun untuk 10 tahun pertama dan 10 tahun untuk 10 tahun berikutnya. Atas dasar ini, maka perencanaan kapasitas pelabuhan untuk 5 tahun pertama mengacu nilai prediksi permintaan pada tahun ke-5. Dengan mekanisme yang sama, maka peningkatan kapasitas pelabuhan dilakukan untuk memfasilitasi besar permintaan pada tahun ke-10. Sedangkan, untuk peningkatan selanjutnya digunakan acuan permintaan pada tahun ke-20. B.
Analisis Pasar (Market)
Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.
Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.
Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU, diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur perolehan penjaminan, dan lainnya.
Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam pengadaan proyek KPBU.
24
C.
Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari proyekproyek KPBU sektor pelabuhan. Analisis Struktur Pendapatan KPBU
Berisikan uraian mengenai proyeksi tarif pendapatan PJPK/BLUD dan juga Badan Usaha. Pendapatan yang dapat diperoleh dari sektor pelabuhan beragam tergantung dari jenis dan tujuan pengembangannya. Berikut adalah contoh identifikasi potensi pendapatan untuk terminal peti kemas: 1. Pelayanan jasa kapal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga peti kemas yang meliputi: 1) Jasa labuh 2) Jasa pemanduan 3) Jasa penundaan 4) Jasa tambat 5) Jasa pelayanan tambahan: biaya administrasi nota dan biaya administrasi IT system 2. Pelayanan jasa peti kemas di terminal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga peti kemas yang meliputi: 1) kegiatan operasi kapal, terdiri atas: 1) Kegiatan dermaga 2) Stevedoring 3) Haulage/trucking 4) Shifting 5) Buka tutup palka 6) Lift on/lift off 2) kegiatan operasi lapangan, terdiri atas: 1) Penumpukan 2) Lift on/lift off 3) Gerakan ekstra 4) Relokasi 5) Angsur 3) kegiatan operasi container freight station, terdiri atas: 1) Stripping/ stuffing 2) Penumpukan 3) Penerimaan penyerahan
25
4) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) Biaya administrasi nota 2) Biaya inter terminal transfer 3) Biaya SPP (Surat Penyerahan Petikemas) 4) Biaya kartu ekspor 5) Biaya hi-co scan 6) Biaya hi-co scan with behandle 7) Biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra) 8) Biaya batal transaksi 9) Biaya after closing time 10) Biaya administrasi IT System 11) Biaya PLP (Pindah Lokasi Penumpukan) 12) Biaya site office 13) Biaya monitoring/supervisi Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi:
D.
kenaikan biaya KPBU (cost over run);
pembangunan KPBU selesai lebih awal;
pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehngga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawbac mechanism);
pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban.
Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS)
Analisis Biaya Manfaat Sosial merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. 1.
Asumsi umum
Periode evaluasi;
Faktor konversi;
Dan asumsi lain yang diperlukan.
26
2.
Manfaat Manfaat yang dari pengembangan pelabuhan dapat beragam tergantung dari jenis serta tujuan pengembangan pelabuhan tersebut. Berikut adalah beberapa manfaat yang mungkin terjadi dari investasi pelabuhan: Manfaat Langsung bagi Pelabuhan Pendapatan dari iuran kapal
Manfaat Langsung bagi Pengguna Pelabuhan Penghematan dalam biaya transportasi darat
Manfaat Tidak Langsung bagi Pihak Terkait
hal Peningkatan penghasilan buruh yang terkait dengan pelabuhan
Peningkatan pendapatan dari Penghematan dalam hal Peningkatan pendapatan penanganan kargo biaya penanganan kargo industri yang terkait dengan pelabuhan Kemungkinan lahan
penyewaan Penghematan dalam hal Multiplier effects beban bunga modal persediaan Penghematan dalam hal Keselamatan dan keamanan biaya kapal di pelabuhan Penghematan dalam hal Manfaat lingkungan meningkatnya biaya operasi kapal Penghematan biaya asuransi
dalam
hal
Peningkatan output dari industri pengguna pelabuhan Sumber: UNCTAD (1977), Appraisal of Port Investment, pp-10 TB/D/C.4/174
Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi, seperti penghematan biaya transportasi, penghematan biaya bongkar muat kargo, dan lainnya. Manfaat tersebut selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi. 3.
Biaya
Biaya penyiapan KPBU; Biaya modal; Biaya operasional; Biaya pemeliharaan; Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.
Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak. Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi. 4.
Parameter penilaian
Economic Internal Rate of Return (EIRR); Economic Net Present Value (ENPV);
27
5.
Economic Benefit Cost Ratio (BCR).
Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:
Perubahan nilai social discount rate;
Penurunan/kenaikan komponen biaya;
Penurunan/kenaikan komponen manfaat
E.
Analisis Keuangan
1.
Asumsi analisis keuangan Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU Pelabuhan adalah sebagai berikut :
2.
Tingkat inflasi per tahun
Persentase pembiayan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun
Jenis kapal yang Berkunjung
Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per tahunnya
Lama waktu standar tiap jenis kapal.
Besarnya tarif pada pelabuhan laut
Harga bahan bakar solar non-subsidi per liter dengan kenaikan sesuai indeks inflasi.
Tarif pajak
Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya
Periode kerja sama
Pendapatan Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis sebelumnya.
3.
Biaya
Biaya investasi (CAPEX) Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX) sektor Pelabuhan ini antara lain meliputi :
Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah kawasan, reklamasi
28
Biaya investasi untuk pembangunan dermaga
Biaya investasi untuk pembangunan terminal
Biaya investasi untuk pembangunan bangunan penunjang
Biaya investasi untuk pembangunan tangki timbun
Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan, termasuk jalan akses
Biaya investasi untuk sarana
Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan pelabuhan)
Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran.
Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX) Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain:
4.
Biaya tenaga kerja
Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur pelabuhan
Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas
Biaya penyusutan
Biaya asuransi
Biaya bunga hutang
Biaya lainnya
Indikator keuangan Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah: IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas. Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return (MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
5.
Proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:
29
6.
Proyeksi laba rugi (income statement)
Proyeksi neraca (balance sheet)
Proyeksi arus kas (cash flow)
Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:
F.
Penurunan/kenaikan biaya;
Penurunan/kenaikan permintaan.
Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)
Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberkan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih. Competitive neutrality Risk
Value for Money Risk Ancillary cost
Ancillary cost Financing Financing
1.
Base cost
Base cost
PSC
KPBU
Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost) Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama. Untuk PSC
: CAPEX dan OPEX
Untuk KPBU
: CAPEX, OPEX, dan profit
30
2.
Financing Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya total pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi.
3.
Ancillary Cost Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.
4.
Risk Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada Badan Usaha.
5.
Competitive Neutrality Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC.
6.
Kesimpulan Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran VFM dari proyek KPBU.
31
VI.
KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi: A.
Pengamanan Lingkungan
Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan: 1.
Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life);
2.
Lokasi terkena dampak;
3.
Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;
4.
Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek: - Susun daftar potensi dampak; - Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak; - Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan), jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);
5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi. B.
Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan
Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini. Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU. Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini: 1.
Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya;
2.
Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak;
3.
Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;
4.
Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;
5.
Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;
6.
Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali;
7.
Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak;
8.
Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali.
32
Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh PJPK: 1.
Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Berikut adalah kriteria proyek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup): a. Berlokasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (batas tapak bersinggungan atau dampak potensial diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung terdekat); dan/atau b. Memenuhi salah satu kriteria berikut: No
Jenis Kegiatan
1
Pengerukan perairan dengan capital dredging - Volume Pengerukan perairan sungan dan/atau laut dengan capital dredging yang memotong batu, yang bukan termasuk material karang Penempatan hasil keruk di laut - Volume, atau - Luas area penempatan hasil keruk Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut: a. Dermaga dengan bentuk konstruksi sheet pile atau open pile - Panjang, atau - Luas b. Dermaga dengan konstruksi masif c. Penahan gelombang (talud) dan/atau pemecah gelombang (break water) - Panjang d. Fasilitas terapung (floating facility)
2
3
4
2.
Skala/Besaran ≥ 500,000 m3 ≥ 250,000 m3 atau semua besaran yang menggunakan bahan peledak ≥ 500,000 m3 ≥ 5 ha
≥ 200 m ≥ 6,000 m2 Semua besaran
≥ 200 m ≥ 10,000 DWT
Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.
33
VII. KAJIAN BENTUK KPBU Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi: A.
Alternatif Skema Kerjasama
Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut. B.
Penetapan Skema KPBU
Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha, kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik. Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masingmasing lembaga. 1.
Lingkup kerjasama KPBU Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha. Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk tupoksi dari lembaga-lembaga terkait. Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya. Berikut adalah contoh struktur KPBU yang dapat diterapkan untuk konsesi penuh kepelabuhan:
34
2.
Jangka waktu dan pentahapan KPBU Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanamkan Badan Usaha. Untuk pembangunan pelabuhan skala besar seringkali perlu dilakukan pentahapan dengan memperhatikan kondisi permintaan ataupun pertimbangan lainnya.
3.
Keterlibatan pihak ketiga Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi /pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian.
4.
Penggunaan aset daerah Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD apa saja yang akan digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian yang akan diterapkan. Aset ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya aset jalan akses, aset jalan kereta api, aset jaringan listrik dan sebagainya.
5.
Alur finansial operasional Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya. Uraian alur finansial ini adalah mulai dari penarikan retribusi dari pengguna pelabuhan sampai dengan bagaimana membayar kepada SPC.
6.
Status kepemilikan aset dan pengalihan aset Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian kerjasama dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.
35
VIII. KAJIAN RISIKO Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisa risiko terdiri atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisa risiko adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan menyerap/menerima risiko tersebut. A.
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek. Risiko spesifik dari KPBU sektor pelabuhan adalah risiko pembebasan lahan, risiko operasi tertentu (misalnya kecelakaan lalu lintas atau masalah keselamatan umum), risiko permintaan, risiko tarif, dan risiko interface (terhadap standar layanan dan teknologi).1 B.
Prinsip Alokasi Risiko
Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih efisien dan efektif. Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek tersebut. Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money). C.
Metode Penilaian Risiko
Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, maka disusun suatu kriteria penilaian risiko yang dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko tersebut. Peringkat Hampir Pasti Terjadi Mungkin Sekali Terjadi Mungkin Terjadi Jarang Terjadi Hampir Tidak Mungkin Terjadi
1
Keterangan Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah terjadi di proyek lainnya. Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi, tapi mungkin tidak akan pernah terjadi Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi di proyek lainnya.
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 2015. Acuan Alokasi Risiko KPBU Indonesia. Indonesia: PT. PII.
36
Peringkat Tidak Penting
Dampak Keuangan Varian <5% terhadap anggaran
Ringan
Varian 5%10% terhadap anggaran
Sedang
Varian 10%-20% terhadap anggaran
Besar
Varian 20%_30% terhadap anggaran
Serius
Varian 30%-50% terhadap anggaran
Keselamatan
Penundaan
Kinerja
Hukum
Politik
Tidak ada atau hanya cidera pribadi, Pertolongan Pertama dibutuhkan tetapi tidak ada penundaan hari Cidera ringan, perawatan medis dan penundaan beberapa hari
< 3 bulan
Sesuai tujuan, tetapi ada dampak kecil terhadap unsur-unsur non-inti
Pelanggaran Kecil
Perubahan dan dampak kecil terhadap proyek
3 – 6 bulan
Pelanggaran prosedur/ pedoman internal
Perubahan memberikan dampak yang signifikan terhadap proyek
Cidera: Kemungkinan rawat inap dan banyak penundaan hari Cacat sebagian atau penyakit jangka panjang atau beberapa cidera serius Kematian atau cacat permanen
6 – 12 bulan
Sesuai tujuan, tetapi ada kerugian sementara dari sisi layanan, atau kinerja unsur-unsur non-inti yang berada dibawah standar Kerugian sementara unsur proyek inti, atau standar kinerja unsur inti yang menjadi berada di bawah standar Ketidakmampuan untuk memenuhi unsur inti, dan secara signifikan menjadikan proyek dibatalkan Kegagalan total proyek
Pelanggaran kebijakan/ peraturan pemerintah
Ketidakstabilan situasi berdampak pada keuangan dan kinerja.
Pelanggan lisensi atau hukum, pengenaan penalti Intervensi peraturan atau tuntutan, pengenaan penalti
Ketidakstabilan berdampak pada keuangan dan kinerja
1 – 2 tahun
>2 tahun
Ketidakstabilan menyebabkan penghentian layanan
Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukaan dalam matriks peta risiko sebagai berikut: Kemungkinan Hampir Pasti Mungkin Sekali Mungkin Jarang Hampir Tidak Mungkin
D.
Tidak Penting Menengah Rendah Rendah Rendah
Ringan Menengah Menengah Menengah Rendah
Rendah
Rendah
Konsekuensi Sedang Tinggi Menengah Menengah Menengah Rendah
Besar Tinggi Tinggi Tinggi Menengah
Serius Tertinggi Tertinggi Tinggi Tinggi
Menengah
Menengah
Mitigasi Risiko
Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko ini berisi rencanarencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko, meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau menerima/menyerap risiko tersebut.
Tabel berikut adalah contoh matriks risiko proyek KPBU sektor pelabuhan yang disusun oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Matriks risiko di bawah mengacu pada proyek pelabuhan dengan struktur Konsesi Penuh yang mencakup desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan fasilitas kepelabuhanan, termasuk pemungutan tarif kepada pelanggan akhir.
37
Matriks Risiko untuk Konsesi Penuh Pelabuhan Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko 1. RISIKO LOKASI Keterlambatan dan kenaikan biaya pembebasan lahan
Deskripsi Keterlambatan dan kenaikan Biaya akibat proses pembebasan lahan yang berkepanjangan
PJPK
BU
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko
Pemerintah menyediakan lahan proyek sebelum proses pengadaan
Kebutuhan lahan biasanya masif dan dipengaruhi dari trase yang direncanakan Kejelasan status hukum dan tata ruang lahan bisa menjadi kendala Dampak sosial relatif luas bila lahan di perkotaan dan sifatnya masih produktif
Bersama
Lahan tidak dapat dibebaskan
Kegagalan perolehan lokasi lahan proyek karena proses pembebasan lahan yang sulit
Status hukum lahan dan prosedur yang jelas dalam pembebasan lahan proyek
Proses pemukiman kembali yang rumit
Keterlambatan dan kenaikan biaya karena rumitnya isu proses pemukiman kembali
Kompensasi yang wajar dan komunikasi yang baik ke pihak yang terkena dampak
Risiko status tanah
Kepemilikan sertifikat tanah ganda yang diketahui setelah proyek dilaksanakan
Melaksanakan validasi status kepemilikan lahan; dukungan dari otoritas terkait (BPN, Dinas Kependudukan)
Keterlambatan karena ketidakpastian kondisi lokasi
Data historis penggunaan lahan dan penyelidikan tanah
Kesulitan pada kondisi lokasi yang tak terduga Kerusakan artefak dan barang kuno pada lokasi
Data historis penggunaan lahan dan penyelidikan tanah
Gagal menjaga keselamatan dalam lokasi
Implementasi prosedur keselamatan kerja yang baik
Kontaminasi/polusi ke lingkungan lokasi
Kesesuaian dengan studi Amdal yang baik
Klarifikasi sat proses tender; kapasitas desain yang baik
Spesifikasi output PJPK harus mengacu ke best practice Biasanya teridentifikasi saat uji operasi teknis
2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI, DAN UJI OPERASI Ketidakjelasan spesifikasi Keterlambatan dan kenaikan output biaya akibat spesifikasi output tidak jelas
Kesalahan desain
Menyebabkan ekstra/revisi desain yang diminta operator
Konsultan desain yang berpengalaman dan baik
Terlambatnya penyelesaian
Dapat termasuk terlambatnya
Kontraktor yang handal dan
38
Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko konstruksi
Deskripsi
PJPK
Bersama
pengembalian akses lokasi
Kenaikan biaya konstruksi Risiko uji operasi
BU
Kesalahan estimasi waktu/ biaya dalam uji operasi teknis
3. RISIKO SPONSOR Kinerja subkontraktor yang buruk Default subkontraktor
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice klausul kontrak yang standar
Kesepakatan faktor eskalasi harga tertentu dalam kontrak
Koordinasi kontraktor dan operator yang baik
Proses pemilihan subkontraktor yang kredibel
Proses pemilihan subkontraktor yang kredibel
Default Badan Usaha
Default Badan Usaha yang mengarah ke terminasi/step-in oleh financier
Konsorsium didukung sponsor yang kredibel dan solid
Default sponsor proyek
Default pihak sponsor (atau anggota konsorsium)
Proses PQ untuk memperoleh sponsor yang kredibel
4. RISIKO FINANSIAL Kegagalan mencapai financial close
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko
Tidak tercapainya financial close karena ketidakpastian kondisi pasar
Koordinasi yang baik dengan potential lenders
Risiko struktur finansial
Inefisiensi karena struktur modal proyek yang tidak optimal
Konsorsium didukung sponsor /lender yang kredibel
Risiko nilai tukar mata uang
Fluktuasi (non ekstrim) nilai tukar mata uang
Instrumen lindung nilai; pembiayaan dalam Rupiah
Bisa dibagi dengan Pemerintah apabila fluktuasinya ekstrim
Risiko tingkat inflasi
Kenaikan (non ekstrim) tingkat inflasi terhadap asumsi dalam life-cycle cost
Faktor indeksasi tarif
Bisa dibagi dengan Pemerintah apabila fluktuasinya ekstrim
Risiko suku bunga
Fluktuasi (non ekstrim) tingkat suku bunga
Lindung nilai tingkat suku bunga
Bisa dibagi dengan Pemerintah apabila fluktuasinya ekstrim
Bisa juga karena conditions precedence tidak terpenuhi
39
Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko Risiko asuransi (1)
Cakupan asuransi untuk risiko tertentu tidak lagi tersedia di pasaran
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice Konsultansi dengan spesialis/broker asuransi
Kenaikan substansial tingkat premi terhadap estimasi awal
Konsultansi dengan spesialis/broker asuransi
Akibat fasilitas tidak bisa terbangun
Kontraktor yang handal
Buruk atau tidak tersedianya layanan
Akibat fasilitas tidak bisa beroperasi
Operator yang handal; spesifikasi output yang jelas
Aksi industri
Aksi mogok, larangan kerja, dsb
Kebijakan SDM dan hubungan industrial yang baik
Risiko sosial dan budaya lokal
Risiko yang timbul karena tidak diperhitungkannya budaya atau kondisi sosial masyarakat setempat dalam implementasi proyek
Menerapkan program pengembangan masyarakat yang people-oriented; pemberdayaan masyarakat
Kegagalan manajemen proyek
Kegagalan atau ketidakmampuan Badan Usaha dalam mengelola operasional Proyek Kerjasama
Menyusun rencana manajemen operasi dan dijalankan secara profesional
Kegagalan kontrol dan monitoring proyek
Terjadinya penyimpangan yang tidak terdeteksi akibat kegagalan kontrol dan monitoring oleh Badan Usaha atau PJPK
Menyusun rencana kontrol dan monitoring serta evaluasi berkala terhadap efektivitas rancangan dan pelaksanaannya
Kenaikan biaya O&M
Akibat kesalahan estimasi biaya O&M atau kenaikan tidak terduga
Risiko asuransi (2) 5. RISIKO OPERASI Ketersediaan fasilitas
Kesalahan estimasi biaya life cycle
Deskripsi
PJPK
BU
Bersama
Operator yang handal; faktor eskalasi dalam kontrak
Kesepakatan/kontrak dengan supplier sedini mungkin
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko Khususnya untuk cakupan risiko terkait keadaan kahar
Bisa oleh staf operator, subkontraktor atau penyuplai
40
Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko Kecelakaan lalu lintas atau isu keselamatan
Deskripsi
PJPK
6. RISIKO PENDAPATAN Perubahan proyeksi volume permintaan
Kesalahan estimasi pendapatan dari model awal
BU
Bersama
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice Asuransi kewajiban pihak ketiga
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko
Survei lalu lintas yang handal; pinjaman lunak di awal operasi
Bila dipicu aksi Pemerintah, jaminan permintaan minimum dapat dipertimbangkan
Survei lalu lintas yang handal
Bila dipicu aksi Pemerintah, jaminan pendapatan minimum dapat dipertimbangkan
Subsidi (khususnya tarif) sosialisasi yang baik ke publik
Pelanggan akhir tidak membayar
Akibat user affordability and willingness di bawah tingkat kelayakan
Kegagalan memungut pembayaran tarif
Akibat kegagalan / tidak optimalnya sistem pemungutan tarif
Survei user affordability and willingness yang handal
Kegagalan mengajukan penyesuaian tarif
Akibat Badan Usaha tidak mampu memenuhi standar minimal yang disepakati
Kinerja operasi yang baik dan jelas
Penyesuaian tarif periodik terlambat
Kinerja operasi yang baik dan jelas
Tingkat penyesuaian tarif lebih rendah dari proyeksi
Kinerja operasi yang baik dan jelas
Survei user affordability and willingness yang handal
Standar kinerja operasi dan pengawasan yang baik
Pemahaman kontrak yang baik oleh sektor publik
Kesalahan perhitungan estimasi tarif 7. RISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN Risiko jaringan (1) Ingkar janji otoritas untuk membangun dan memelihara jaringan sesuai rencana Risiko jaringan (2)
Ingkar janji otoritas untuk membangun fasilitas
41
Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko
Deskripsi
PJPK
BU
Bersama
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko
penghubung Risiko jaringan (3)
8. RISIKO INTERFACE Risiko interface (1)
Risiko interface (2)
Ingkar janji otoritas untuk tidak membangun fasilitas pesaing Ketimpangan kualitas pekerjaan dukungan pemerintah dan yang dikerjakan Badan Usaha
Pemahaman kontrak yang baik oleh sektor publik
Pekerjaan perbaikan oleh pihak yang mutu pekerjaannya lebih rendah
Kontrak konstruksi dari pihak pemerintah maupun Badan Usaha harus selaras dalam kualitas pekerjaan Kontrak konstruksi dari pihak pemerintah maupun Badan Usaha harus selaras dalam kualitas pekerjaan
Kesepakatan para pihak sedini mungkin tentang standar /metode yang akan diterapkan
Mata uang asing tidak tersedia dan/atau tidak bisa dikonversi dari Rupiah
Pembiayaan domestik Akun pembiayaan luar negeri Penjaminan dari bank sentral
Mata uang asing tidak dapat direpatriasi
Mata uang asing tidak bisa ditransfer ke negara asal investor
Pembiayaan domestik Akun pembiayaan luar negeri Penjaminan dari bank sentral
Risiko ekspropriasi
Nasionalisasi/pengambilalihan tanpa kompensasi (yang memadai)
Mediasi, negosiasi Asuransi Risiko Politik Penjaminan pemerintah
Perubahan regulasi (dan pajak) yang umum
Bisa dianggap sebagai risiko bisnis
Perubahan regulasi (dan pajak) yang diskriminatif dan spesifik
Berbentuk kebijakan pajak oleh otoritas terkait (pusat atau daerah)
Keterlambatan perolehan persetujuan perencanaan
Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas terkait
9. RISIKO POLITIK Mata uang asing tidak dapat dikonversi
Rework yang substantial terkait perbedaan standar / metode layanan yang digunakan
Mediasi, negosiasi Asuransi Risiko Politik Penjaminan pemerintah
Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
Selain memiliki provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
42
Kategori Risiko dan Peristiwa Risiko Gagal/terlambatnya perolehan persetujuan
Deskripsi Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas terkait
10. RISIKO KAHAR (FORCE MAJEURE) Bencana alam Force majeure politis
Peristiwa perang, kerusuhan, gangguan keamanan masyarakat
Cuaca ekstrim Force majeure berkepanjangan
Jika di atas 6-12 bulan, dapat mengganggu aspek ekonomis pihak yang terkena dampak (terutama bila asuransi tidak ada)
11. RISIKO KEPEMILIKAN ASET Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb
PJPK
BU
Bersama
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
Asuransi, bila dimungkinkan Setiap pihak dapat mengakhiri kontrak KPBU dan memicu terminasi dini
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko Biasanya terkait isu selain perencanaan
Asuransi, bila dimungkinkan Asuransi, bila dimungkinkan
Terutama bila asuransi tidak tersedia untuk risiko tertentu
Asuransi
Sumber: PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 2015. Acuan Alokasi Risiko KPBU Indonesia. Indonesia: PT. PII.
43
IX.
KAJIAN KEBUTUHAN PEMERINTAH
DUKUNGAN
PEMERINTAH
DAN/ATAU
JAMINAN
Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan Pemerintah berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan proyek untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah). Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
44
X.
KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES)
Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai berikut: A.
Identifikasi Hal-hal Kritis
Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya. B.
Rencana Penyelesaian Hal-hal Kritis
Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal kritis yang perlu diselesaikan. Hal ini akan dijabarkan dalam bentuk matriks.
45
XI.
KAJIAN PENGADAAN
Dalam bab ini perlu diuraikan beberapa hal berikut. A.
Landasan Hukum Pengadaan KPBU
Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan Usaha. B.
Pembentukan Panitia Pengadaan
Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia Pengadaan. C.
Tahapan dalam Pengadaan KPBU
Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan satu tahap atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya. Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU yang memiliki karakteristik: a.
Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan
b.
Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang memiliki karakteristik:
D.
a.
Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan
b.
Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal. Proses Pengadaan
Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada sebelumnya. E.
Jadwal dan Kontak
Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat sekretariat Panitia Pengadaan.
46