Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON Jayapura, 11 dan 12 Oktober 2011 Kerjasama antara: Center for International Forestry Research (CIFOR) Badan Pengelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Gugus Tugas Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua
Latar Belakang Investasi sektor pertanian, khususnya kehutanan dan perkebunan di dunia terus bergeliat. Meningkatnya perdagangan dan investasi di sektor tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara berkembang, misalnya nilai ekspor hasil hutan dan hasil olah kayu mencapai lebih dari US$23 milyar setiap tahunnya, di luar hasil-hasil non-kayu. Di sektor perkebunan kelapa sawit, investasi juga terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya penduduk yang berakibat pada naiknya permintaan akan berbagai kebutuhan pangan dan energi serta meningkatnya harga minyak bumi. Di Indonesia, pertumbuhan investasi pada sektor kehutanan dan perkebunan juga tumbuh pesat. Berdasarkan data statistik BKPM, nilai penanaman modal dalam negeri di sektor kehutanan selama tahun 2010 mencapai Rp 170 milyar, sementara penanaman luar negeri yang terealisasi pada tahun 1 yang sama mencapai US$40 juta. Investasi terkait dengan kehutanan telah memanfaatkan areal seluas 44,2 juta ha yang melibatkan hampir 2.000 unit perusahaan bidang kehutanan, pertambangan, dan perkebunan. Ekspor industri kayu nasional pada tahun 2010, misalnya, tercatat 2,76 juta m3 dengan nilai US$1,5 miliar, dan ini meningkat dari volume ekspor tahun 2009 sebesar 2,72 juta m3 2 dengan nilai ekspor US$1,3 miliar. Industri pulp dan paper telah menarik investasi sebesar US$ 16 3 miliar, dan mendatangkan devisa sekitar US$ 4 miliar. Lahan yang tidak dibebani izin diperkirakan 4 mencapai angka luasan 44,3 juta ha yang potensial untuk dikebangkan investasi. Kepercayaan investor tampaknya juga sedang meningkat di sektor perkebunan kelapa sawit. Besarnya prospek investasi pengembangan sawit di Indonesia juga dapat dilihat dari tren peningkatan harga minyak sawit di pasar dunia. Bank Dunia (2010) mencatat, selama periode Februari 2005 –2008 harga minyak sawit dunia terus mengalami peningkatan, meskipun sempat mengalami penurunan di akhir tahun 2008 namun kemudian kembali naik seiring pulihnya perekonomian dunia pada tahun 2009 dan tahun 2010 lalu. Bagaimana perkembangan investasi sektor kehutanan dan perkebunan di Tanah Papua? Bagaimana implikasi dari tren investasi di dunia dan regional dan bagaimana pula dampak dari investasi tersebut terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat? Tanah Papua, yang secara administratif terbagi menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat, merupakan wilayah yang potensial untuk investasi sektor kehutanan dan perkebunan. Sebagai wilayah yang sedang membangun, masuknya investasi menjadi pendorong percepatan pembangunan dan usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Investasi di kedua sektor mendatangkan banyak keuntungan dari sisi ekonomi dalam bentuk devisa yang cukup besar, meningkatkan pertumbuhan wilayah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat baik dalam proses produksi maupun pengolahan. Di sektor hutan tanaman industri, saat ini tercatat ada dua perusahaan yang beroperasi di Provinsi Papua, dengan luasan 380.000 ha. Terdapat potensi investasi yang besar untuk pengembangan hutan tanaman industri di wilayah Papua. Hal ini terlihat dari rencana pengembangan hutan tanaman industri yang terkait dengan program MIFEE oleh setidaknya 9 perusahaan, yang usulan arealnya 5 mencapai hampir 1 juta ha. Di sektor perkebunan kelapa sawit, antara tahun 1991 sampai 2005, perkembangan luas perkebunan sawit di Provinsi Papua menunjukkan laju yang lambat tetapi pasti,
1
6
yakni bertambah dari 11.000 ha menjadi sekitar 50.000 ha. Di Provinsi Papua Barat, saat ini luas perkebunan kelapa sawit dilaporkan tercatat sekitar 290.000 ha, yang tersebar di Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni, Sorong, Maybrat dan Sorong Selatan. Angka tersebut termasuk perkebunan yang sudah lama, pembukaan areal baru dan perluasan yang sudah memperoleh 7 rekomendasi dari Gubernur. Rencana pengembangan kebun sawit di tanah Papua tampaknya terus digalakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, mengingat ketersediaan lahan yang dianggap masih cukup luas dan 8 potensial. Dengan peran penting investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, ada pertanyaan yang layak diajukan tentang: sejauh mana investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tanah Papua sudah berkontribusi pada pembangunan daerah? Apa saja faktor-faktor yang menghambat berinventasi seperti persoalan kepastian lahan, koordinasi perizinan pusat dan daerah, hak masyarakat adat, biaya transaksi tinggi sudah diselesaikan? Bagaimana mendorong investasi yang bertanggungjawab dan bagaimana dampak investasi yang ada selama ini? Bagaimana investasi di kedua sektor bisa berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan mendorong tercapainya sasaran-sasaran pembangunan di Papua, seperti yang telah tertuang di dalam RPJM Provinsi Papua tahun 2006-2011, yakni meningkatnya secara bermakna kualitas kehidupan seluruh rakyat di Provinsi Papua, khususnya orang-orang asli Papua. Investasi saat ini juga tidak bisa terlepas dari komitmen pemerintah pusat yang akan menurunkan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai 40% dengan dukungan internasional pada tahun 2020. Salah satu mekanisme yang tengah dibicarakan adalah pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi atau reducing emission from deforestation dan degradation (REDD). Selain itu, pemerintah Indonesia telah menandatangani sebuah Letter of Intent dengan pemerintah Norwegia, yang sudah ditindaklanjuti dengan keluarnya Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan 9 Lahan Gambut. Kebijakan yang tertuang dalam instruksi presiden tersebut tentunya berimplikasi pada investasi, khususnya sektor perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah, termasuk di tanah 10 Papua. Dalam merespon perlunya mengurangi emisi gas rumah kaca, pemerintah Provinsi Papua sebenarnya telah berinisiatif menawarkan beberapa skenario pembangunan rendah karbon. Dari sekitar 5,2 juta ha Hutan Produksi Konversi (HPK) yang dapat dikonversi untuk sawit di provinsi tersebut, ada lima opsi yang ditawarkan dengan berbagai tingkat konversi, nilai investasi dan jumlah karbon yang diserap serta taksiran dana kopensasi yang dibutuhkan sebagai pengganti tidak 11 dikonversinya sebagian hutan menjadi sawit, termasuk melalui skema REDD. Provinsi Papua Barat juga telah mengambil langkah-langkah dalam upaya menangkap peluang pengembangan pasar 12 karbon REDD, dan berkomitmen untuk berperan dalam mitigasi perubahan iklim. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan teknis terkait dengan data dasar, sistem monitoring dan verifikasi dan perhitungan unit karbon dan distribusi pembayaran kepada pihak yang terlibat di dalam penurunan emisi. Bagaimana pula berbagai pihak menanggapi tawaran ini? Bagaimana kesiapan para pihak di Papua untuk menerima skenario yang dipilih? Bagaimana pula mekanisme distribusi dana kompensasi dan manfaatnya, termasuk bagi masyarakat adat? Bagaimana tanggapan pihak investor sawit yang sudah beroperasi dan juga yang berencana masuk ke wilayah ini? Bagaimana peran lembaga keuangan dan perbankan dalam mendorong investasi yang bertanggungjawab dan berkeadilan. Pertanyaan-pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab sampai saat ini. Untuk mendiskusikan lebih jauh tentang peranan dan dampak investasi di sektor kehutanan dan perkebunan di kedua provinsi dan mendorong terwujudnya pembangunan dan investasi yang berkeadilan dan berkelanjutan, dipandang perlu untuk menyelenggarakan sebuah lokakarya dengan menghadirkan para pihak yang berkepentingan. Melalui lokakarya ini diharapkan para pihak dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai peran dan dampak investasi dan saling berbagi pengalaman dan pandangan tentang langkah-langkah ke depan yang bisa menjadi masukan bagi para pengambil keputusan di pusat dan juga di kedua provinsi, khususnya terkait dengan pembangunan rendah karbon.
2
Tujuan Tujuan lokakarya ini antara lain: 1. Memahami peran dan tantangan investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tingkat global, regional dan nasional dan bagaimana implikasinya untuk tanah Papua. 2. Mendiskusikan dampak dan implikasi investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tanah Papua dan langkah-langkah ke depan dalam rangka menangkap peluang investasi serta memitigasi dampak negatif 3. Menyusun rekomendasi tentang investasi sektor kehutanan dan perkebunan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan yang sejalan dengan pembangunan rendah karbon
Agenda tentatif Lokakarya 2 (dua) hari ini akan diisi dengan serangkaian presentasi dan diskusi dengan agenda dan tema tentatif sebagai berikut: Hari pertama: Tema 1: Tren investasi global/regional kehutanan dan perkebunan dan implikasinya untuk Papua 1.1 Tren investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tingkat global dan regional serta implikasinya bagi Papua dan Papua Barat. Dalam sub- tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan tren investasi di tingkat dunia dan regional Asia dan Asia Tenggara di sektor kehutanan khususnya terkait dengan komoditas kayu, pulp dan kertas serta di sektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit. Secara khusus akan disoroti juga prosesproses investasi di berbagai negara terpilih dan isu-isu terkait dengan kebijakan, pasar, tata kelola (governance), dan sejauh mana investasi memberikan kontribusi pada penerimaan negara dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan. Analisis di tingkat nasional dan bagaimana implikasi dari tren investasi di berbagai tingkat tersebut terhadap Papua akan mewarnai diskusi dalam sub-tema ini. 1.2 Peran sektor kehutanan dan perkebunan Papua dan Papua Barat: sumberdaya dan dinamikanya. Dalam sub-tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan potret sumberdaya hutan dan perkebunan di kedua provinsi dan perubahannya dalam beberapa tahun terakhir termasuk penyebab mendasar terjadinya perubahan tutupan hutan. Presentasi juga akan menyajikan informasi terakhir tentang peran dan potensi sektor kehutanan di kedua provinsi, khususnya terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan dalam bentuk pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman termasuk di dalamnya produksi kayu dan non kayu. Dalam sub-tema ini, presentasi juga akan mencakup sejauh mana kontribusi yang diberikan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekenomian di kedua provinsi dan kesejahteraan masyarakat adat Papua. 1.3 Kebijakan daerah Provinsi Papua dan Papua Barat di bidang investasi kehutanan dan perkebunan. Fokus dari sub-tema ini adalah tentang kebijakan investasi di kedua provinsi khususnya terkait dengan sektor kehutanan dan perkebunan. Sementara kebijakan nasional di bidang investasi tetap menjadi acuan, presentasi dalam sub-tema ini menyoroti kebijakankebijakan daerah dalam mendorong masuknya investasi yang akan masuk ke kedua wilayah, termasuk di dalamnya prosedur-prosedur dan isu-isu penting yang dihadapi baik oleh pihak pemerindah daerah, pihak investor dan masyarakat. Data-data terbaru tentang investasi sektor kehutanan dan perkebunan, baik yang sedang berlangsung dan sudah operasional maupun yang sifatnya masih rencana, akan dipaparkan dan didiskusikan. Tema 2: Investasi di bidang kehutanan dan perkebunan di Papua dan Papua Barat: potensi, dampak dan prospeknya 2.1 Investasi sektor kehutanan, khususnya Hutan Tanaman Industri. Dalam sub-tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan berbagai isu investasi kehutanan terkait dengan rencana pembukaan kawasan hutan produksi untuk pembangunan hutan tanaman. Secara umum, diskusi
3
dalam sub-tema ini ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kesiapan kedua provinsi dalam membangun hutan tanaman industri dan sejauh mana pelajaran-pelajaran dari berbagai wilayah lain di Indonesia telah menjadi bahan pertimbangan. Selain tentang kebijakan dan isu-isu terkait HTI di tingkat nasional, presentasi dalam sub-tema ini juga akan menyajikan studi kasus dampak dari salah satu perusahaan hutan tanaman industri di Papua. 2.2 Investasi sektor perkebunan kelapa sawit dan bahan bakar nabati. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan kebijakan pemerintah di sektor perkebunan kelapa sawit dan pengadaan bahan bakar nabati serta implementasinya sampai saat ini. Secara khusus, akan didiskusikan keterkaitan antara produksi crude palm oil (CPO) dan produksi biodiesel. Presentasi dalam subtema ini akan mencakup studi kasus analisis dampak sosial dan lingkungan perkebunan kelapa sawit di tiga lokasi penelitian, yang dua diantaranya masing-masing berada di Papua dan Papua Barat. 2.3 Meurake Integrated Food and Energy Estate/MIFEE: implementasi dan dampak. Sub-tema ini akan fokus program pengadaan pangan dan energi nasional yang berada di Merauke, atau yang lebih dikenal dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate atau MIFEE. Selain desain program awal dan hasil revisi menyusul serangkaian konsultasi di tingkat pusat, dalam sub-tema ini juga akan dipresentasikan kemajuan dari pelaksanaan tahap pertama dari program tersebut, berbagai isu dan kendala yang dihadapi. Sebuah analisis dampak kualitatif dan kuantaitif dari program tersebut juga akan disajikan sebagai bahan diskusi untuk menguji asumsi-asumsi ekonomi dan sosial yang mendasari program tersebut dan sejauh mana para pihak terkait telah mempertimbangan aspek negatif program terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati serta sejauh mana program tersebut dapat memenuhi sasaran yang telah ditetapkan. Tema 3: Masyarakat adat di tengah gelombang investasi sektor kehutanan dan perkebunan 3.1 Dinamika hubungan masyarakat dengan investasi sektor kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai bentuk investasi di sektor perkebunan, khususnya kemitraan antara masyarakat sekitar perkebunan dengan perusahaan. Fokus diskusi akan mencakup pola bagi hasil dan sejauhmana kontribusi dari keterlibatan masyarakat dalam perkebunan telah meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam sub-tema ini juga akan dipaparkan dua buah kasus dari Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Boven Digoel tentang interaksi dan aksi kolektif masyarakat dalam mempertahankan hak atas tanah terkait dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit di sekitarnya. Dalam sub-tema ini juga dibahas tentang sejauh mana prinsip-prinsip persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan atau FPIC (free, prior, informed, consent) telah diadopsi di dalam peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia dan telah diterapkan dalam proses akuisisi lahan perkebunan oleh perusahaan. Berbagai isu dan kendala penerapan prinsip-prinsip tersebut akan didiskusikan. 3.2 Pengembangan kapasitas masyarakat dalam menghadapi investasi di bidang kehutanan dan perkebunan. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai pengalaman membangun kemandirian masyarakat adat dan khususnya meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak luar, termasuk investor, khususnya dalam upaya mereka mempertahankan hak-hak adat mereka atas sumberdaya alam.
Hari kedua: Tema 4: Pembangunan dan investasi kehutanan dan perkebunan yang berkelanjutan dan berkeadilan di Papua: Langkah ke depan 4.1 Kebijakan pembangunan rendah karbon (low carbon economy) dan skema pengurangan + emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD ): status dan opsi untuk Papua. Dalam subtema ini akan dibahas perkembangan terakhir tentang skema REDD dan kemungkinan implikasi dari Instruksi Presiden tentang penundaan penerbitan izin baru pada hutan primer dan lahan gambut bagi wilayah Papua. Kebijakan daerah Papua tentang pembangunan rendah karbon dengan berbagai skenario implementasinya akan dipaparkan dan didiskusikan. Fokus dalam subtema ini adalah pada pada kesiapan wilayah Papua di dalam membangun data dasar
4
sumberdaya hutan, menyusun rencana aksi terkait dengan monitoring, pelaporan dan verifikasi hasil penerapan REDD, jika diterapkan di salah satu lokasi di kedua provinsi. Hal yang lebih penting adalah diskusi tentang bagaimana mekanisme distribusi manfaat bagi para pihak, termasuk masyarakat adat. 4.2 Peran lembaga keuangan dan perbankan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Papua. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai lembaga keuangan dan perbankan yang ikut berperan penting dalam mendorong investasi perkebunan kelapa sawit di wilayah Papua. Diskusi akan menjawab pertanyaan tentang sejauh mana instrumen-instrumen untuk memastikan investasi dan pembiayaan pembangunan memenuhi syarat berkelanjutan, bertanggungjawab dan berwawasan lingkungan, telah diadopsi oleh berbagai lembaga keuangan dalam menyalurkan kreditnya untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Papua, khususnya. 4.3 Pemanfaatan lahan kritis dan terdegradasi untuk investasi perkebunan: peluang dan tantangan. Berlatar belakang banyaknya analisis dan usulan agar pembangunan perkebunan kelapa sawit lebih diarahkan di lahan-lahan kritis dan terdegradasi, dalam sub-tema akan dibahas tentang sejauh mana peluang tersebut ada di kedua provinsi, dan apa saja kendalakendala yang dihadapi para pihak jika hal tersebut menjadi sebuah kebijakan. Dalam presentasi akan disajikan data-data terbaru tentang lahan kritis, baik di dalam maupun di dalam kawasan hutan, dan sejauh mana layak untuk perkebunan sawit dari sisi teknis dan bisnis.
Peserta Lokakarya ini direncanakan dihadiri oleh unsur-unsur dari lembaga terkait terkait seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian (Direktorat Jenderal Perkebunan), instansi pemerintah daerah di Prov. Papua dan Prov. Papua Barat, termasuk lembaga pemerintahan di beberapa kabupaten terpilih di kedua provinsi, lembaga swadaya masyarakat, universitas, perusahaan kehutanan dan perkebunan kelapa sawit, lembaga penelitian, dan masyarakat umum pemerhati sektor kehutanan dan perkebunan. Waktu dan Tempat Waktu:
Selasa dan Rabu, 11 dan 12 Oktober 2011 08.30 – 16.00 Wib
Tempat:
Swiss-Belhotel, Jayapura, Papua
Di sektor perkebunan dan tanaman pangan, penanaman modal dalam negeri dan asing pada tahun 2010 masing-masing mencapai nilai Rp 8,7 triliun dan US$750 juta. Lihat: BKPM (2010) Perkembangan Realisasi Investasi PMDN berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) menurut Sektor. http://www.bkpm.go.id/file_uploaded/public/SEKTOR%20PMDN.pdf. 2 Bisnis Indonesia, 28 Februari 2011, Investasi di sektor kehutanan capai 44,2 juta ha, http://www.bisnis.com/industri/agroindustri/14319-investasi-di-sektor-kehutanan-capai-442-juta-ha 3 http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/6978 4 Peta Sebaran untuk Investasi HPH, HTI, RE, HTR, HHBK, dan IUPJL Tahun 2010-2014 http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/5995 5 Biro Hukum dan Humas Kementrian Pertanian RI, seperti dikutip oleh Warta Ekonomi, Th. XXII, 8 Maret-21 Maret 2010, hlm. 32 6 USAID. (2009). Kebijakan umum provinsi Papua untuk mempromosikan penanaman modal di bidang bahan bakar nabati (BBN). Jakarta: Environmental Service Program, USDA. 7 Kesaujila, F.F., Sadsoetoebeon, B.M.G., Peday, Hans, F.Z., Tokede, M. J. dan Komarudin, H. in prep. Pengembangan Kebun Kelapa Sawit dan Dampaknya terhadap Hutan, Hak-hak dan Penghidupan Masyarakat Lokal di Papua: Studi Kasus di Dataran Prafi. CIFOR Working Paper. 8 Departemen Pertanian memperkirakan luas areal lahan di Papua yang potensial dan sesuai untuk tanaman tahunan seperti sawit ada sekitar 5,7 juta ha. Lihat: Departemen Pertanian. 2005. Prospek Pengembangan dan Perkiraan Kebutuhan Investasi Pertanian di Indonesia. Pusat Studi Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Jakarta. 9 Instruksi Presiden ditandatangani oleh Presiden pada 20 Mei 2011. 1
10
Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa penerbitan Instruksi Presiden tersebut tidak akan menghalangi mega proyek MIFEE, sekalipun sekitar 90,2% lahannya berada di dalam kawasan hutan alam. Disebutkan pula bahwa total hutan alam Papua yang masuk dalam cakupan Inpres tersebut adalah sekitar 23,05 juta hektar (Kontan, 23 Mei 2011) 11 Suebu, B. 2009. A Global Solution : Building a Low Carbon Economy for Papua Province, Indonesia. Governor of Papua Province. 12 BPK Manokwari dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat. 2010. Potensi Pengembangan Pasar Karbon REDD Provinsi Papua Barat: Suatu Kerangka Identifikasi Berbagai Proyek Demonstrasi dan Investasi. GCF Aceh Meeting 2010.
5