Dukungan Implementasi Tata Ruang & Pembangunan Rendah Karbon di Papua, Indonesia
Maret 2015
Laporan Tengah Tahunan, Juli-Desember 2014 Versi Bahasa Indonesia
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Daftar Isi Daftar Gambar
4
Daftar Singkatan dan Akronim
6
Pendahuluan
7
Ringkasan Eksekutif
8
1 Pendahuluan
11
1.1
Struktur Laporan
11
1.2
Konteks Program
11
1.3
Teori Perubahan
12
2 Kemajuan Pencapaian Logframe
16
Keluaran 1 “Para pemangku kepentingan memberikan dukungan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua” 16 Keluaran 2 “Strategi untuk mendorong wirausaha rendah karbon dan investasi hijau memperlihatkan alternatif ekonomi selain deforestasi” 19 Hibah untuk YALI untuk mendukung PT Rio Grime Papua Hibah untuk YPPWP untuk melakukan Penelitian tentang Model Manajemen Bisnis Kakao di Kabupaten Jayapura dan Sarmi Hibah untuk Mnukwar dan UNIPA untuk Menilai Potensi Sagu di Papua Hibah untuk Yayasan Somatua untuk Mengembangkan Bisnis Ekowisata Berbasis Masyarakat Strategi Investasi Jangka Panjang
21 23 24 28 28
Keluaran 3 “Sistem informasi dan perlengkapan tata ruang provinsi untuk mendukung penerapan, pemantauan dan penegakan, serta pengawasan publik atas Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi" 29 Keluaran 4 “Kemampuan organisasional Pemerintah Provinsi yang ditingkatkan untuk membahas dan menerjemahkan komitmen keberlanjutan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ke dalam kebijakan pendukung, prosedur dan anggaran” 30 Keluaran 5 “Kerangka regulasi dan mekanisme kepatuhan perencanaan tata ruang yang ada untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan tentang pemanfaatan lahan sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi” 32 3 Rencana Aksi untuk Mencapai Tolok Ukur 2 pada Logframe
35
Keluaran 1 “Para pemangku kepentingan memberikan dukungan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua” 35 Keluaran 2 “Strategi untuk mendorong wirausaha rendah karbon dan investasi hijau memperlihatkan alternatif ekonomi selain deforestasi” 36 Keluaran 3 “Sistem informasi dan perlengkapan tata ruang provinsi untuk mendukung penerapan, pemantauan dan penegakan, serta pengawasan publik atas Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi" 36
PwC
Halaman 2
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keluaran 4 “Kemampuan organisasional Pemerintah Provinsi yang ditingkatkan untuk membahas dan menerjemahkan komitmen keberlanjutan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ke dalam kebijakan pendukung, prosedur dan anggaran" 37 Keluaran 5 “Kerangka regulasi dan mekanisme kepatuhan perencanaan tata ruang yang ada untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan tentang pemanfaatan lahan sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi” 38 Lampiran
39
Lampiran 1: Daftar Dokumentasi Pendukung Lampiran 2: Kemajuan dalam Pemberian Hibah dan Investasi
40 42
PwC
Halaman 3
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Daftar Gambar Gambar 1 Tutupan Lahan Provinsi Papua .............................................................................................. 11 Gambar 2 Ringkasan Logframe ...............................................................................................................14 Gambar 3 Gabungan pengeluaran untuk masing-masing prakarsa wirausaha hijau, sampai dengan Desember 2014 ........................................................................................................................................19 Gambar 4 Peta Kegiatan-kegiatan Program........................................................................................... 20 Gambar 5 Peta Area Survei SBRA dan PCCMA di Pulau Yapen ............................................................ 25 Gambar 6 Sampel peta yang akan tersedia di Simtaru .......................................................................... 29
PwC
Halaman 4
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Catatan Penting Laporan ini disusun untuk dan hanya ditujukan bagi the United Kingdom Climate Change Unit (Unit Perubahan Iklim Pemerintah Inggris) di Jakarta, sesuai dengan ketentuan dalam surat kontrak kami tertanggal 28 Juli 2013 dan bukan untuk tujuan-tujuan lain. Kami tidak menerima atau menanggung kewajiban atau tanggung jawab untuk tujuan lain atau kepada pihak lain yang membaca dan memperoleh laporan ini kecuali apabila secara tegas disetujui melalui izin tertulis dari kami. © 2015 PricewaterhouseCoopers LLP. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dalam dokumen ini, “PwC" mengacu pada PricewaterhouseCoopers LLP (sebuah kemitraan terbatas di Inggris), yang merupakan firma anggota PricewaterhouseCoopers International Limited, yang masing-masing anggotanya merupakan suatu entitas hukum yang terpisah.
Pernyataan Pelepasan Tanggung Jawab Laporan ini disusun dalam bahasa Inggris dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Terjemahan ini dibuat dengan penuh ketelitian, namun PwC tidak bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan penyusunan dan isi terjemahan ini serta akibat langsung maupun tidak langsung dari tindakan yang diambil ataupun tidak diambil berdasarkan terjemahan ini. Dalam hal apapun, laporan dalam Bahasa Inggris merupakan dokumen penentu.
Penafian Penyusunan dokumen ini dibiayai oleh UK Aid dari pemerintah Kerajaan Inggris; akan tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan di sini tidak mencerminkan kebijakan resmi pemerintah Inggris.
PwC
Halaman 5
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Daftar Singkatan dan Akronim Singkatan atau Akronim (Ditjen) Bangda Bappeda Bappenas BKPRD BPMK DFID IFACS Kemendagri KLB KLHS Kopermas KSU M&E PCCMA Perda 23/2013 Protarih PTAC PTPS Renstra RPJMN SBRA Sekda SIG Simtaru SIPD SKPD UKCCU UKM UNIPA USAID SVLK YALI YPPWP
PwC
Keterangan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung UK Department for International Development (Departemen Pembangunan Internasional Inggris) Indonesia Forest and Climate Support (Dukungan Hutan dan Iklim Indonesia) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Kawasan Lindung Bawahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Koperasi Peran Serta Masyarakat Koperasi Serba Usaha Monitoring and Evaluation (Pemantauan dan Evaluasi) Participatory Sago Cluster and Community Mapping Assessment (Pengkajian Pemetaan Partisipatif tentang Masyarakat dan Dusun Sagu) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Program Tata Ruang dan Investasi Hijau di Papua PT Adventure Carstensz PT Papua Sagosia Rencana Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Sago Biomass Resource Assessment (Pengkajian Sumber Daya Biomasa Sagu) Sekretaris Daerah Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Manajemen Tata Ruang Sistem Informasi Pembangunan Daerah Satuan Kerja Perangkat Daerah UK Climate Change Unit (Unit Perubahan Iklim Inggris) Usaha Kecil dan Menengah Universitas Negeri Papua United States Agency for International Development (Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat) Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Yayasan Lingkungan Hidup Papua Yayasan Pengembangan Prakarsa Wirausaha Papua
Halaman 6
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Pendahuluan Dengan senang hati saya menyampaikan laporan ini kepada Pembaca. Laporan ini memuat pencapaianpencapaian program Protarih selama enam bulan terakhir, yang mencakup hampir separuh tahap implementasi program. Dalam kehidupan sehari-hari, kita jarang menyisihkan waktu untuk refleksi. Penyusunan laporan ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyadari dan mencatat perkembangan dan kemajuan Program, yang tidak mungkin tercapai tanpa dedikasi para anggota tim yang antusias dan kompeten. Laporan ini merupakan pengakuan atas kerja keras mereka. Program Protarih melanjutkan kegiatan lebih dari sepuluh tahun di Papua yang disponsori oleh Pemerintah Inggris. Program ini menyatukan pekerjaan-pekerjaan lain sebelumnya dengan tujuan membantu Pemerintah Indonesia membangun kapasitas, sumber daya dan sistem untuk menyusun rencana tata ruang wilayah Provinsi Papua, dan untuk menunjukkan bahwa pembangunan rendah karbon dapat dilakukan di Provinsi ini. Program ini bertujuan untuk membantu Papua mencapai visinya sebagai model ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan yang setara, berkelanjutan secara ekologis, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat Papua. Pada enam bulan terakhir, telah tercapai hasil yang baik dalam restrukturisasi tim manajemen program dan perekrutan untuk posisi-posisi kunci. Program Protarih saat ini memiliki 20 sub-kontrak dengan lebih dari 50 orang staf, yang lebih dari 40 orang di antaranya adalah orang Indonesia. Dua kantor Protarih dibuka pada bulan Agustus 2014 di Jakarta dan Jayapura, yang memberikan lingkungan yang kondusif untuk pekerjaan tim. Upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan kinerja program terlihat dengan peningkatan sebesar 43% dalam peringkat Kinerja Kontrak (skor Manajemen Pemasok Kunci) dan penghargaan yang diberikan oleh DFID untuk Protarih dengan peringkat A dalam Peninjauan Tahunan mereka baru-baru ini. Selama periode ini, Rapat Komite Manajemen Program dilangsungkan dua kali, yaitu di Jakarta dan di Jayapura. Selain itu, kami mengakui perlunya keterlibatan intensif Kemendagri dan instansi pemerintah lainnya, serta menyediakan waktu dan upaya untuk itu. Semangat Wakil Duta Besar Inggris untuk terlibat dalam Program, termasuk dengan mengunjungi Papua pada bulan Desember 2014, meningkatkan profil Protarih dan memberikan peluang bagi Bappeda untuk memaparkan pekerjaan Program Protarih kepada tingkat tertinggi dari Pemerintah Daerah Papua. Restrukturisasi Bappeda Papua menghalangi kemajuan beberapa bagian rencana kerja Protarih selama periode ini. Banyak dari kegiatan awal pembangunan kapasitas ditunda dan dialihkan ke enam bulan berikutnya, termasuk perjalanan studi staf Bappeda ke Inggris pada bulan Maret 2015. Selama periode ini, enam proposal hibah telah diproses dan dicairkan untuk mendukung wirausaha rendah karbon. Laporan-laporan yang berharga telah disusun dan akan dipublikasikan pada situs Web Protarih. Pemberian hibah yang lain telah mendukung penyusunan rencana bisnis yang akan berlanjut dalam periode yang akan datang. Diharapkan dua wirausaha akan dapat memperoleh investasi eksternal. Kunci untuk memperbaiki Program pada periode berikutnya adalah dengan menanggapi umpan balik dari para pemangku kepentingan. Secara khusus, saya akan memperhatikan koordinasi di antara alur kerja dan terus memperbaiki komunikasi kami, yang didukung dengan peluncuran situs Web Protarih pada bulan Februari 2015. Fokus Protarih juga akan beralih ke langkah serah terima yang baik, dengan menentukan cara yang efektif untuk menarik pembelajaran dari Program dan pekerjaan yang terdahulu, dan untuk mendorong kesinambungan dengan mendukung masyarakat yang bekerja sama dengan kami. Pada saat Anda membaca laporan ini, saya harap Anda dapat melihat dengan jelas bahwa visi UKCCU mulai terwujud. Sekali lagi, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mewujudkan hal ini dalam enam bulan terakhir. Saya juga ingin meyakinkan para pemangku kepentingan bahwa kami akan terus berupaya keras meningkatkan kinerja Program lebih baik lagi.
Ketua Tim Program Protarih
PwC
Halaman 7
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Ringkasan Eksekutif Laporan ini mencakup periode dari bulan Juli sampai Desember 2014, paruh pertama dari tahap implementasi Program Tata Ruang dan Investasi Hijau di Papua (Protarih). Kemajuan yang cukup berarti telah dicapai dalam hal keluaran teknis Program, seperti berbagai kegiatan pelatihan tingkat masyarakat, dukungan teknis dan pembangunan kapasitas tingkat Pemerintah Provinsi, serta pemberian hibah kepada wirausaha hijau berbasis masyarakat. Program Protarih juga telah memperkuat hubungan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui kesepakatan untuk paket berbagi pengetahuan dan dukungan teknis. Yang menjadi catatan khusus adalah kunjungan dari perwakilan Kemendagri ke Jayapura untuk ikut serta dalam acara-acara terkait dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Papua pada bulan Agustus 2014. Upaya yang cukup berarti telah diberikan kepada Pemerintah Provinsi Papua dalam hal pelatihan di bidang perencanaan tata ruang dan penguatan organisasi, serta dalam hal bantuan dan sistem teknis, misalnya perancangan dan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Tata Ruang (Simtaru). Kegiatan utama yang dilakukan bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua selama periode laporan ini adalah serangkaian lokakarya pada bulan Agustus 2014 di Jayapura, yang membahas aspek kelembagaan dan regulasi untuk mengimplementasi RTRW, merekonsiliasi RTRW Provinsi dengan RTRW dua kabupaten, serta sosialiasi RTRW Provinsi kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi. Riset awal tentang pengelolaan sumber daya di tingkat masyarakat dilaksanakan bersama dengan tim kampung Bappeda di dua lokasi percontohan, yaitu di Numfor pada bulan Agustus 2014 dan di Wollo pada bulan September 2014. Para pejabat Bappeda yang baru diangkat menerima pengenalan tentang RTRW Provinsi, dengan fokus pada tanggung jawab peraturan, implementasi, serta pemantauan dan evaluasi. Bappeda menyadari sepenuhnya tentang perlunya reformasi struktur dan regulasi untuk memaksimalkan manfaat Program Protarih. Di lingkungan Bappeda, terdapat kesadaran tinggi tentang tujuan RTRW, di mana terlihat komitmen penuh pada level teknis. Dukungan agak lambat untuk dicapai pada tingkat politik yang lebih tinggi; akan tetapi, kemajuan telah dicapai dalam hal ini dalam beberapa bulan terakhir. Misalnya, anggaran tingkat Provinsi telah dialokasikan, dan Protarih sedang menyusun dukungan perluasan anggaran untuk Simtaru di tahun 2015. Pelibatan publik sedang berjalan melalui upaya sosialisasi kepada masyarakat sipil. Dukungan Protarih untuk pemantauan perizinan dan pemberlakuan RTRW terus berjalan. Pengembangan Simtaru dan verifikasi perizinan sedang berjalan dengan baik. Kerangka kerja untuk memfasilitasi kerja sama antar-SKPD untuk penataan ruang di Papua telah dikembangkan. Rencana implementasi RTRW sudah tersusun, dan Protarih bekerja berdampingan dengan Bappeda untuk membuat peraturan untuk mengukuhkan rencana tersebut ke dalam kerangka hukum. Protarih meneruskan upaya untuk meningkatkan kemampuan Bappeda untuk mengkoordinasi proses penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan secara efektif melalui kegiatan-kegiatan pembangunan kapasitas, khususnya membangun kemampuan teknis dari unit penataan ruang Bappeda. Restrukturisasi Bappeda pada awal tahun 2014 berarti bahwa banyak rencana penguatan organisasi harus diubah, dengan persetujuan United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU). Bantuan hibah telah diberikan kepada lima organisasi mitra yang mendukung pengembangan wirausaha ramah lingkungan berskala kecil. Wirausaha-wirausaha ini termasuk pengadaan dan pengolahan kayu yang telah diverifikasi secara sah dari unit-unit manajemen hutan berbasis masyarakat, pengembangan perkebunan kakao melalui program pembangunan kapasitas petani kecil, pengadaan dan pengolahan sagu yang dikelola oleh masyarakat, dan ekowisata di Sugapa di sepanjang rute dengan pemandangan indah menuju Puncak Jaya. Izin telah diperoleh koperasi mitra di Kabupaten Jayapura, Sarmi, dan Keerom untuk mulai memanen kayu secara legal dari hutan masyarakat. Kajian tentang petani kakao di Kabupaten
PwC
Halaman 8
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Jayapura dan Sarmi telah selesai dan memberikan informasi dasar bagi pengembangan pusat pengembangan kakao dengan dukungan dari pemerintah kabupaten. Penelitian lapangan tentang sumber daya dan komunitas sagu telah selesai dan data yang dikumpulkan sedang dianalisa sebagai dasar langkah berikutnya untuk pengembangan bisnis sagu di Yapen. Persiapan sudah selesai untuk studi kelayakan potensi ekowisata di Sugapa pada bulan Januari 2015. Selama implementasi Program Protarih hingga saat ini, semakin terlihat perlunya membangun relasi politis secara terus-menerus. Oleh sebab itu, tim Protarih akan terus berupaya meningkatkan kemauan politik pemerintah dan mengatur ulang prioritas rencana kerja. Banyak keluaran dari Protarih dapat digunakan untuk memengaruhi para pembuat keputusan kunci seperti Gubernur Papua, serta membuka dialog dengan kementerian/lembaga terkait. Hal ini akan membantu terciptanya rasa kepemilikan atas visi dan warisan Protarih kepada lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah. Sebagai bagian dari penutupan, Protarih akan memberikan fokus terhadap penyusunan dan penyebaran produk pengetahuan dan pelajaran, dan perumusan strategi penutupan Program Protarih beserta dengan para pemangku kepentingan.
PwC
Halaman 9
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Umpan balik dari Mitra Program Bapak DR. Drs. Muhammad Musaad, MSi., Kepala Bappeda Papua Bapak Musaad baru-baru ini bergabung dengan tim Protarih dan staf Bappeda dalam serangkaian lokakarya refleksi yang diadakan di Raja Ampat, Papua Barat. Pengamatan beliau adalah sebagai berikut. “Kegiatan ini merupakan proses pembelajaran yang efektif, karena memadukan aspek idealnormatif dan faktual-empiris serta aspek individu dan institusional. Perpaduan ini akan memberikan penyadaran, pengetahuan, dan pemahaman bagi setiap peserta akan hakikat dirinya sebagai pribadi/individu sekaligus sebagai bagian penting dalam suatu institusi/organisasi. Kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman tersebut merupakan modalitas dalam menstimulus dan memotivasi setiap peserta untuk melakukan perubahan menuju perbaikan secara sistemik dimulai dari diri sendiri dengan memanfaatkan potensi dirinya dan orang lain sebagai mitra strategis (transformasi). Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk melakukan refleksi (perenungan), retrospeksi (penilaian kembali) terhadap peran setiap peserta sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial dalam suatu tatanan/sistem. Hasil refleksi dan retrospeksi merupakan bahan dasar untuk melakukan prospeksi yakni desain masa depan sebagai suatu tatanan baru yg lebih menjamin tercapainya tujuan bersama secara efektif. Kegiatan ini menjadi sarana yang efektif untuk lebih saling mengenal di antara peserta sebagai suatu teamwork yang diberi amanah untuk melayani, membangun dan memberdayakan masyarakat. Sehingga diharapkan mampu memantapkan rasa saling percaya dan berpikir positif sebagai landas pijak untuk bekerja sama secara kreatif, inovatif, dan efektif mewujudkan tanggung jawab sebagai aparatur pemerintah Provinsi Papua.”
Umpan balik dari mitra Program, Bapak Ir. Edison Siagian ME dari Kemendagri Dalam wawancara dengan Bapak Edison Siagian, Kepala Sub Direktorat Konservasi dan Rehabilitasi Bangda, Kemendagri, Beliau mengatakan bahwa, selain membantu pemerintah Indonesia menangani perubahan iklim dan melindungi lingkungan, Protarih juga telah meningkatkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah (Papua). Selanjutnya, keterlibatan di Protarih telah memungkinkan unitnya untuk mengembangkan suatu fokus khusus pada Papua, di mana mereka tidak memiliki sumber daya untuk melakukannya sendiri. Bapak Edison mencatat bahwa produk yang paling berwujud dari Protarih adalah Simtaru, karena Simtaru mencakup kebutuhan Bappeda Papua yang ada saat ini akan suatu sistem informasi perencanaan tata ruang yang terpadu. Akan tetapi, keberlanjutannya bergantung pada banyak faktor, termasuk kesiapan Bappeda untuk melanjutkan dengan sumber daya mereka sendiri. Bapak Edison juga menyatakan bahwa Program perlu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan Kemendagri dalam proyek-proyek investasi hijau. Beliau menekankan bahwa jika Program serius untuk menerapkan pendekatan program yang koheren dan luas, Bangda dan Bappeda perlu dilibatkan lebih jauh dalam komponen investasi hijau Protarih. Bapak Edison juga mengusulkan agar Protarih meninjau apakah proyek-proyek investasi hijau saat ini membantu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan Provinsi Papua, seperti target untuk mempertahankan tutupan hutan 90% di Papua.
PwC
Halaman 10
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
1 Pendahuluan 1.1 Struktur Laporan Tujuan dokumen ini adalah untuk melaporkan kinerja Program Protarih dalam menghasilkan sejumlah keluaran sesuai rencana, untuk periode Juli – Desember 2014. Akhir Desember 2014 bertepatan dengan titik tengah antara dua tolok ukur (milestone) Program, yaitu Juni 2014 dan Juni 2015. Dengan demikian, dari sudut pandang Program, laporan ini memberikan kesempatan yang berharga untuk meninjau kemajuan dan mulai mempersiapkan warisan yang berkelanjutan. Laporan ini terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama (Bagian 1: Pendahuluan) menyajikan latar belakang Program dan teori perubahan yang membantu mengukur efektivitas Program. Bagian berikutnya (Bagian 2: Kemajuan Hasil Logframe) menyajikan narasi tentang kemajuan implementasi Program melalui keluaran, sebagaimana diuraikan dalam kerangka kerja logis (logframe) Program. Bagian terakhir (Bagian 3: Rencana Aksi) memuat aksi-aksi prioritas untuk menindaklanjuti hasil-hasil yang ada saat ini untuk sisa dari masa Program. Beberapa boks disisipkan dalam dokumen ini untuk menjelaskan sekilas latar belakang kegiatan-kegiatan tertentu yang menjadi perhatian khusus. Selain itu, disertakan pula umpan balik dan kutipan dari wawancara yang dilakukan dengan berbagai mitra Protarih, termasuk seorang pejabat Kemendagri, beberapa staf Bappeda, dan para penerima hibah. Sebagaimana disebutkan dalam laporan-laporan sebelumnya, kami tidak akan menarik kesimpulan atau memberikan pendapat mengenai efektivitas dan kinerja secara keseluruhan dalam segi pencapaian sasaran Program. Hal ini akan menjadi tanggung jawab evaluator spesialis independen, yang akan ditugaskan oleh UKCCU atau Departemen Pembangunan Internasional Inggris (Department for International Development, DFID) untuk tujuan evaluasi akhir.
1.2 Konteks Program Indonesia memiliki area hutan tropis terluas ketiga di dunia (sekitar 90 juta hektar), serta lahan gambut kaya karbon yang luas (sekitar 20 juta hektar). Pemeliharaan tutupan hutan yang luas ini sangatlah penting bagi upaya global mengendalikan perubahan iklim. Sama seperti itu, hutan Papua sebagian besar masih utuh dan menutupi area seluas 32 juta hektar (lihat Gambar 1), akan tetapi tekanan terus meningkat untuk mengubah hutan menjadi area penggunaan lain. Pemerintah Provinsi Papua ingin membangun ekonominya secara berkelanjutan yang tidak mengandalkan deforestasi. Pemerintah Inggris menyediakan dana hingga £8,5 juta untuk mendukung Pemerintah Provinsi Papua menghindari deforestasi skala besar melalui Protarih. Protarih dijalankan oleh PwC UK dan subkontraktornya, yang secara bersama-sama disebut PwC Alliance. Protarih membantu Pemerintah Indonesia membangun kapasitas, sumber daya dan sistem untuk implementasi RTRW Papua, dan untuk menunjukkan bahwa pembangunan rendah karbon dapat dilakukan di Papua. Program ini bertujuan untuk membantu Provinsi Papua mencapai visi suatu model ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan yang adil, berkelanjutan secara ekologis, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat Papua.
PwC
Gambar 1 Tutupan Lahan Provinsi Papua
Halaman 11
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Penerima manfaat utama dari Program Protarih adalah staf Bappeda Provinsi Papua. Mereka diberdayakan untuk memberikan layanan publik yang lebih baik kepada masyarakat Papua. Program juga memberikan hibah kepada prakarsa bisnis rendah karbon, untuk mendukung pengembangannya menjadi wirausaha yang mampu bertahan dan menguntungkan. Tujuan Program Protarih adalah: • Untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Provinsi dalam merencanakan, mengoordinasi, dan memantau pemanfaatan lahan, termasuk bekerja sama dengan lembaga lain dan mekanisme untuk pelibatan masyarakat sipil dan sektor swasta. • Untuk menyediakan suatu sistem yang memastikan semua izin pemanfaatan lahan yang dikeluarkan pada tingkat Provinsi dan kabupaten sejalan dengan RTRW Provinsi dan kabupaten. • Untuk mendukung wirausaha rendah karbon dan memberikan pembiayaan awal. • Untuk menciptakan suatu fasilitas investasi hijau untuk menyalurkan pembiayaan internasional dan domestik kepada investasi rendah karbon di Papua. Hasil yang diharapkan dari Program ini adalah Pemerintah Provinsi Papua mampu menerapkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua (Perda 23/2013) dan untuk memperlihatkan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan di Papua. Dalam jangka panjang, implementasi Program diharapkan dapat meninggalkan warisan yang berkelanjutan dan memungkinkan Papua mengikuti jalur yang tepat untuk mencapai visinya untuk pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon.
1.3 Teori Perubahan Pemerintah Provinsi Papua telah memperlihatkan suatu komitmen yang kuat untuk mengejar pembangunan hijau. RTRW Provinsi telah direvisi pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk melestarikan 90% tutupan hutan dan mengurangi penebangan hutan sebesar 21% dibandingkan dengan RTRW sebelumnya, yang ditetapkan tahun 2009. Pemerintah Provinsi telah memperlihatkan dengan jelas komitmen tingkat tinggi untuk mencapai suatu rencana pemanfaatan lahan rendah karbon. Akan tetapi, para pejabat perencanaan kunci masih memerlukan lebih banyak informasi, keahlian, dan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan perubahan pendekatan ini. Hal ini penting khususnya bagi Bappeda, yang merupakan instansi kunci dalam mewujudkan visi pemerintah tentang masa depan rendah karbon bagi Papua. Berbagai lembaga pemerintahan juga memegang mandat yang membingungkan dan bertentangan dalam hal perencanaan pembangunan ekonomi, perencanaan pemanfaatan lahan, dan pengurangan emisi rumah kaca. Situasi ini dipersulit di Papua karena status otonomi khusus, yang dapat memengaruhi kerangka kerja perencanaan yang berbeda ini untuk saling berhubungan secara legal. Lebih lanjut, terlihat kurangnya keterlibatan dari masyarakat sipil dan sektor swasta dalam penyusunan dan penerapan rencana pemanfaatan lahan. Bukan hal yang mudah untuk tiba-tiba beralih dari pembangunan tinggi karbon, karena itulah satusatunya jalan yang sudah diikuti sampai saat ini. Selain itu, hanya ada sedikit contoh alternatif yang jelas, meskipun bukti menunjukkan bahwa berbagai perubahan yang diperlukan dalam sektor pemanfaatan lahan dapat menghasilkan manfaat yang melampaui biayanya1. Selain itu, terdapat beberapa wirausaha rendah karbon di Papua yang dapat menjadi contoh. 1
Misalnya, lihat Elson, D., (2011), Cost-Benefit Analysis of a Shift to a Low Carbon Economy in the Land Use Sector in Indonesia, UK Climate Change Unit, Jakarta, tersedia dalam jaringan di
PwC
Halaman 12
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Untuk memungkinkan perencanaan pembangunan berkelanjutan yang efektif di Papua, dibutuhkan keahlian yang lebih tinggi mengenai proses perencanaan pemanfaatan lahan pada level pemerintahan di bawah tingkat Provinsi. Oleh sebab itu, Program ini berupaya membangun keahlian tersebut dan mendukung lembaga-lembaga kunci untuk memberikan perubahan yang nyata di lapangan. Program juga mendukung peningkatan akses, pemahaman, dan penggunaan data, untuk mendukung argumen untuk mengambil pendekatan yang lebih hijau dan jangka panjang untuk pembangunan di Provinsi ini. Untuk mencapai masa depan hijau yang sungguh-sungguh bagi Papua, sedemikian hingga menghasilkan perbedaan nyata dalam pembangunan ekonomi, dibutuhkan perubahan mendasar dalam cara pemerintah merencanakan dan mengukur pembangunan, dalam pemahaman pemerintah tentang sektor swasta dan masyarakat sipil, dan bagaimana mereka berinteraksi. Program Protarih juga berupaya mendorong pemahaman yang lebih luas tentang pentingnya pendekatan rendah karbon terhadap eksploitasi sumber daya alam di Papua, dan untuk mendukung contoh dari wirausaha yang baik, setara, dan rendah karbon di Provinsi ini, agar dapat memberi contoh bagaimana investasi di masa depan harus berkontribusi secara positif bagi masa depan rendah karbon untuk Provinsi ini. Penyusunan strategi investasi hijau yang menyeluruh untuk Provinsi ini, termasuk mekanisme untuk mengaitkan perencanaan pemanfaatan lahan dengan mekanisme pembangunan dan investasi sektor swasta, akan mendukung pembentukan sejumlah contoh nyata tentang bagaimana investasi dapat berhasil secara ekonomi dan sejalan dengan rencana pemanfaatan lahan. Program ini memberikan sumber daya dan bantuan teknis kepada Bappeda untuk menjalankan perencanaan pemanfaatan lahan. Dukungan Protarih mencakup pembangunan kapasitas, komunikasi dan penyadaran publik, bantuan teknis, dan untuk pengumpulan, pengolahan dan asimilasi data sebagaimana perlu. Sumber daya dan bantuan teknis juga disediakan untuk mendukung penyusunan Strategi Investasi Hijau untuk Provinsi ini, termasuk dukungan bagi Unit Strategi Investasi Hijau dan dana terkait untuk mendukung wirausaha dan investasi pada tingkat masyarakat, kabupaten, dan Provinsi. Penyediaan sumber daya dan bantuan teknis difokuskan untuk mendorong: • Pengambilan keputusan berdasarkan bukti pada tingkat Provinsi dan level pemerintahan di bawahnya. • Dialog yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta tentang masa depan Papua dan pembangunan sumber daya alamnya. • Kepemilikan yang kuat atas agenda keberlanjutan dan pelestarian alam di lingkungan pemerintah Provinsi • Sistem data yang lebih koheren untuk mengelola dan berbagi data di lingkungan pemerintah (Pusat dan Provinsi) dan dengan pemangku kepentingan lain. • Kesadaran media dan politis yang lebih kuat tentang kebutuhan untuk memahami masalahmasalah dan rencana lingkungan dengan mempertimbangkan keberlanjutan. Pada tingkat pusat, intervensi Program Protarih diharapkan untuk mengarah pada pengumpulan dan penyebarluasan pelajaran yang didapatkan tentang bagaimana menghubungkan perencanaan pemanfaatan lahan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini diharapkan selanjutnya mengarah pada dukungan yang lebih besar bagi pembangunan rendah karbon baik di Papua maupun di tempat lain, sehingga mendorong dukungan internasional yang kuat, dan menarik investasi rendah karbon ke Papua. Perubahan tersebut memerlukan komitmen pemerintah Provinsi secara terus-menerus untuk menerapkan RTRW. Pemerintah kabupaten juga perlu diyakinkan untuk menyelaraskan rencana pemanfaatan lahan mereka dengan rencana pemanfaatan lahan Provinsi dan, dengan dukungan dari https://www.academia.edu/10171654/CostBenefit_Analysis_of_a_Shift_to_a_Low_Carbon_Economy_in_the_Land_Use_Sector_in_Indonesia
PwC
Halaman 13
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Protarih, menerapkannya di lapangan. Sektor swasta dan masyarakat sipil perlu diikutsertakan untuk mendukung pemerintah Provinsi dalam menyusun rencana pemanfaatan lahan yang lebih hijau. Keberhasilan promosi pembangunan rendah karbon juga bergantung pada identifikasi dan penciptaan iklim investasi dan peluang rendah karbon yang kondusif di Papua untuk menciptakan contoh-contoh yang baik dan serangkaian proyek hibah atau investasi. Penjelasan tentang langkah-langkah intervensi Protarih di atas serta hasil yang diharapkan diilustrasikan pada Gambar 2 di bawah ini yang meringkas kerangka kerja logis (logframe) Program. Bab berikutnya menyajikan kemajuan kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan keluaran, hasil dan dampak yang diharapkan dari Program Protarih.
Gambar 2 Ringkasan Logframe
PwC
Halaman 14
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Umpan balik dari mitra Program: Ibu Lila Bauw, ST, MT, dari Bappeda Papua Ibu Lila adalah Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Provinsi Papua. Selama Retreat Program di Manokwari, Ibu Lila dan beberapa perwakilan Bappeda mengatakan bahwa mereka sangat terkesan dan termotivasi oleh kemajuan yang telah dicapai oleh Program dengan para fasilitator kampung. Secara khusus, Ibu Lila menyebutkan bahwa kesadaran kritis dalam masyarakat sangatlah penting untuk menjamin partisipasi aktif mereka dalam pembangunan, dan bahwa Protarih telah membantu ke arah itu. Beliau mengatakan bahwa pemerintah daerah perlu mempertimbangkan nilai-nilai dasar perencanaan pembangunan dan perlunya menciptakan ruang bagi masyarakat untuk merencanakan pembangunan mereka sendiri. Pada wawancara berikutnya, Ibu Lila menyambut berbagai dukungan yang diterima Bappeda dari Program dan menyatakan bahwa dukungan tersebut telah memengaruhi cara kerja Bappeda. Secara khusus, Beliau mencatat hasil khusus yang telah mendukung secara langsung visi Bappeda, seperti Simtaru, dan kegiatan-kegiatan pelatihan. Secara pribadi, Ibu Lila mencatat bahwa bekerja bersama Program telah meningkatkan pemahaman Beliau tentang proses pembangunan, yaitu pembangunan bagi Papua adalah mengenai keseimbangan antara pembangunan fisik dan lingkungan serta pembangunan manusia. Ibu Lila juga menyebutkan perlunya melibatkan lebih banyak pihak untuk mendapatkan dukungan bagi Program, termasuk SKPD dan secara khusus Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai perwakilan dari kelompok masyarakat asli Papua. Beliau juga meminta koordinasi yang lebih baik dari kantor Program di Jayapura dan informasi lebih banyak lagi tentang investasi hijau yang dilakukan di bawah Program. Beliau menyatakan keinginan untuk melakukan komunikasi yang lebih baik tentang hal ini agar dapat memaksimalkan upaya dan kerja sama dengan SKPD lain untuk alur kerja ini.
PwC
Halaman 15
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
2 Kemajuan Pencapaian Logframe Kemajuan Program sampai saat ini dapat diukur melalui kegiatan dan pencapaian yang telah diselesaikan. Kemajuan ke arah pencapaian tolok ukur indikator Dampak dan Hasil tidak akan dibahas dalam laporan ini. Indikator Dampak dan Hasil akan diukur dan dilaporkan pada akhir Program, yaitu bulan Juli 2015. Oleh sebab itu, bab ini akan difokuskan pada kemajuan yang dicapai dalam hal Keluaran saja. Daftar hasil ‘keluaran’ yang telah disusun ataupun diselesaikan selama periode setengah tahun ini dapat dilihat di Lampiran 1: Daftar Dokumen Pendukung.
Keluaran 1 “Para pemangku kepentingan memberikan dukungan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua” Program Protarih dirancang dengan pemahaman bahwa RTRW Provinsi hanya dapat diterapkan secara efektif dengan dukungan penuh dari para pemangku kepentingan kunci. Ini termasuk kelompok pribumi, wirausaha lokal, pemerintah setempat, para legislator, dan kementerian pusat. Sejak awal, Protarih telah melakukan kegiatan pelibatan pemangku kepentingan dalam berbagai kepemimpinan: masyarakat setempat, sektor swasta, serta pemerintah daerah dan pusat. Protarih memberi fokus utama pada masyarakat setempat dengan hak tradisional pada tanah dan hutan Papua, yang paling berkepentingan dengan cara pengelolaan lahan dan hutan. Komitmen RTRW pada keberlanjutan bergantung pada dukungan aktif mereka. Protarih telah mendukung Provinsi Papua melalui pengujian cara baru untuk melibatkan masyarakat setempat dalam proses perencanaan, dan secara khusus menguji cara untuk menerjemahkan RTRW menjadi kesepakatan lokal tentang peruntukan dan pengelolaan lahan. Untuk mencapai hal ini, Protarih sedang melatih enam puluh fasilitator masyarakat dari dua lokasi percontohan (Numfor dan Wollo) dalam keterampilan dasar untuk memimpin proses perencanaan lokal, termasuk rencana tata ruang yang terperinci pada tingkat pedesaan. Para fasilitator pada kedua lokasi telah memulai sebuah forum untuk mengumpulkan desa-desa dari seluruh area lokal mereka, membangun identitas bersama, dan memimpin pembahasan tentang bagaimana mereka dapat bekerja sama dengan lebih baik untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Protarih juga telah mendukung Bappeda dalam latihan penelitian partisipatif di Numfor (Agustus 2014) dan Wollo (September 2014), sebagai masukan pada proses perencanaan masyarakat. Saat ini Bappeda sedang bekerja untuk memasukkan pelajaran yang didapatkan dari Numfor dan Wollo ke dalam sekumpulan pedoman perencanaan bagi “revitalisasi” desa di Papua (rencana kebangkitan dan kemandirian kampung) dengan fokus khusus pada lembaga dan wilayah adat. Menimbang saat ini belum ada pedoman tentang bagaimana mengembangkan rencana tata ruang pada tingkat desa, ini akan membantu mengisi celah penting dalam sistem perencanaan. Protarih juga telah membuat kemajuan dalam menjangkau publik yang lebih luas di Provinsi ini. Materi penjangkauan publik telah diselesaikan tanggal 2-14 Juli 2014 dan diedarkan dalam berbagai acara. Acara penjangkauan publik pertama dilakukan di Jayapura pada bulan Agustus 2014 dengan topik tentang pelembagaan perencanaan tata ruang, protokol verifikasi perizinan, dan sinkronisasi RTRW Provinsi dan kabupaten. Acara ini dihadiri oleh Kemendagri, Bappeda, SKPD Provinsi, DPRD, dan satuan militer serta kepolisian Provinsi. Para hadirin memperlihatkan dukungan pada RTRW. Kampanye sosialisasi pembangunan berkelanjutan dan RTRW juga telah diadakan di Merauke dan Biak. Acara pelatihan tambahan tentang pembangunan berkelanjutan diadakan di Jayapura. Pada tingkat nasional, Protarih bekerja sama dengan Kemendagri untuk menyelenggarakan empat acara berbagi pengetahuan. Rangkaian acara ini dirancang untuk memperlengkapi Kemendagri untuk berbagi pengetahuan dan pandangan dari Protarih dengan kementerian dan lembaga lain. Protarih sangat antusias untuk menempatkan Kemendagri sebagai penghubung utama dalam komunikasi dengan Pemerintah Indonesia. Akan tetapi, prioritas Kemendagri mungkin berubah
PwC
Halaman 16
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
akibat restrukturisasi kementerian-kementerian pada awal masa pemerintahan presiden Indonesia yang baru. Protarih akan menyesuaikan dengan keadaan dan terus melibatkan Kemendagri untuk tujuan-tujuan dan kepentingan bersama. Sekarang persiapan sedang dilakukan untuk situs Web Protarih sebagai platfom utama bagi manajemen pengetahuan dan komunikasi. Situs Web tersebut telah dibicarakan dengan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) yang telah menyetujuinya. Laman ini juga akan dihubungkan dengan situs Web Bangda dan akan menyediakan sumber informasi tambahan pada sistem informasi Bangda yang sudah ada. Edisi pertama Kabar Protarih, publikasi resmi Protarih, diterbitkan pada bulan November 2014. Publikasi tersebut dicetak dalam bahasa Indonesia dan Inggris dan diedarkan kepada para pemangku kepentingan, secara khusus Bangda, Bappeda, dan UKCCU. Edisi pertama terdiri dari empat topik utama: Bagaimana menyelaraskan RTRW Provinsi Papua dengan investasi untuk Pembangunan Berkelanjutan, dukungan Protarih untuk investasi hijau bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Prakarsa Wirausaha Papua untuk pengembangan kakao di Papua; tantangan dalam pembangunan Papua, secara khusus menyangkut pemberdayaan desa, dan dukungan Protarih untuk industri kayu yang berkelanjutan di Papua. Edisi ini juga mencakup wawancara mendalam dengan Marsalina Waromi, staf Bappeda, mengenai tantangan dalam pembangunan pedesaan. Artikel-artikel yang disajikan dalam edisi ini disusun oleh tim Protarih, dengan sumbangan informasi dan foto-foto dari pihak-pihak lain.
Berbagi Pengetahuan dengan Kementerian Dalam Negeri Melalui komunikasi yang intensif dengan Bangda selama enam bulan terakhir, tim manajemen Program telah mencapai suatu perjanjian prinsip dengan Bangda bahwa Program akan mendukung prioritas-prioritas Bangda yang relevan dengan pekerjaan Protarih di Papua, dan akan menggunakan pengalaman di Papua untuk memperkuat proses analitis dan penyusunan kebijakan di Bangda. Saat ini terdapat dua prioritas di Bangda yang ditimbang relevan dengan pekerjaan Protarih di Papua: Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Protokol Perizinan dari Pemerintah Daerah. Untuk merespons kepada dua prioritas tersebut, Program telah mengajukan dua acara berbagi pengetahuan: Seminar Nasional tentang Penerapan KLHS dalam Pembangunan Daerah, dan Lokakarya Nasional mengenai Penguatan Protokol Perizinan pada Pemerintah Daerah. Rekomendasi dari lokakarya tersebut dapat menjadi dasar untuk pekerjaan lebih lanjut untuk menghasilkan suatu Keputusan Menteri tentang Protokol Perizinan pada Pemerintah Daerah. Saat ini, persiapan untuk acara berbagi pengetahuan sedang dihentikan berdasarkan permintan dari Kemendagri. Dua dari tiga laporan penelitian yang direncanakan, yaitu laporan tentang pelajaran yang didapatkan dari investasi hijau dan studi tentang ekonomi politis dari perizinan kayu di Papua, diselaraskan dengan prioritas-prioritas Bangda. Penelitian tentang laporan investasi hijau akan dimulai pada bulan Februari 2015. Kajian ekonomi politik akan dimulai kemudian, pada bulan Maret 2015.
PwC
Halaman 17
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Penelitian awal dengan masyarakat percontohan di Numfor dan Wollo Pelatihan fasilitator desa yang diselenggarakan dari tanggal 23 Mei sampai 6 Juni 2014 diikuti dengan dua kunjungan ke masyarakat percontohan di Papua (Numfor dan Wollo) untuk melakukan penelitian awal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data di lapangan terkait dengan isu-isu tekanan ekonomi, sosial, dan lingkungan di masyarakat percontohan. Data yang dikumpulkan akan menjadi rujukan dalam memetakan dan melaksanakan perencanaan tata ruang partisipatif, sehingga masyarakat dapat melindungi dan mengelola aset produktif mereka secara berkelanjutan. Data tersebut juga akan memberikan masukan yang berharga untuk pembangunan ekonomi kedua wilayah tersebut, khususnya dalam upaya mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan pemasaran produk-produk lokal. Penelitian awal di Pulau Numfor, di Kabupaten Biak-Numfor, dilaksanakan pada tanggal 11-30 Agustus 2014. Penelitian serupa di Lembah Wollo, di Kabupaten Jayawijaya, dilaksanakan tanggal 22 September 2014 sampai 3 Oktober 2014. Penelitian awal pada kedua lokasi tersebut dilakukan oleh Tim Inovasi Pembangunan Desa dan Investasi Hijau dari Bappeda Provinsi, dengan bantuan teknis dari tim Protarih. Data dikumpulkan melalui diskusi kelompok terarah yang dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing desa yang dikunjungi, termasuk pria, wanita dan pemuda. Diskusi diadakan tentang berbagai aspek terkait dengan pembangunan desa, termasuk pemanfaatan lahan, sumber-sumber kehidupan (baik yang tunai maupun non tunai), kondisi aset produktif, dan potensi ekonomi. Hasil dari penelitian awal tersebut akan dipaparkan kembali kepada masyarakat dan pemerintah Kabupaten pada bulan Januari dan Februari 2015, dan segera diikuti oleh pelatihan fasilitator desa putaran berikutnya.
PwC
Halaman 18
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keluaran 2 “Strategi untuk mendorong wirausaha rendah karbon dan investasi hijau memperlihatkan alternatif ekonomi selain deforestasi” Protarih telah membuat kemajuan yang baik dalam mendukung beberapa wirausaha rendah karbon di bidang pemanfaatan lahan dan energi yang mendukung pencegahan deforestasi dan mendorong pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Enam proposal hibah telah diproses dan didanai. Lima hibah diberikan untuk studi kelayakan yang mengkaji kasus bisnis yang potensial, sementara satu hibah diberikan untuk menyusun rencana bisnis. Wirausaha yang didukung dengan hibah tersebut antara lain: - Pengolahan kayu berkelanjutan berbasis masyarakat, yang difokuskan di kabupaten Jayapura, Sarmi dan Keerom - Pengembangan perkebunan kakao, yang difokuskan pada petani kecil di Kabupaten Jayapura dan Sarmi - Pengolahan sagu yang bermitra dengan masyarakat setempat di Kabupaten Kepulauan Yapen - Ekowisata di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya Nilai hibah total yang diberikan hingga Desember 2014 adalah £193.210, sementara bantuan teknis yang diserahkan sebesar £332.990 (mencakup biaya profesional dan tidak termasuk pengeluaran). Gambar 3 menunjukkan proporsi pengeluaran gabungan (hibah dan bantuan teknis) untuk masingmasing prakarsa wirausaha hijau. Empat proposal lain saat ini sedang dalam proses, dengan total sepuluh hibah yang akan segera dilaksanakan. Selain itu, evaluasi terhadap kabupaten yang menjadi target wirausaha rendah karbon yang prospektif (Numfor dan Wollo) dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan studi kampung (lihat Keluaran 1). Lokasi dari wirausaha-wirausaha di atas diperlihatkan dalam Gambar 4 pada halaman berikut.
7% 6%
Usaha kayu masyarakat
12%
Usaha sagu masyarakat 9% Pertanian kakao Ekowisata
14%
Numfor (TBD) 52% Wolo (TBD)
Gambar 3 Gabungan pengeluaran untuk masing-masing prakarsa wirausaha hijau, sampai dengan Desember 2014
PwC
Halaman 19
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Petunjuk gambar Kantor Program Protarih, UKCCU, Bangda, Kemendagri, dan kementerian terkait lainnya di Jakarta
Proyek investasi hijau – ekowisata di Kab. Intan Jaya dan Timika
Kantor Jayapura Protarih dan Bappeda Provinsi Papua di Jayapura. Simtaru dikelola oleh Bappeda Provinsi
Proyek investasi hijau – Penilaian Potensi Sagu di Kab. Kepulauan Yapen dan Waropen
Proyek investasi hijau – Survei Awal Kakao dan Pusat Pengembangan Kakao di Kab. Sarmi dan Jayapura
Proyek investasi hijau – penilaian potensi energi alternatif di Kab. Jayawijaya
Proyek investasi hijau – Industri kayu Berbasis Masyarakat yang Berkelanjutan di Kab. Keerom, Sarmi, dan Jayapura
Penelitian Awal dengan Masyarakat Percontohan/ Tim Kampung di Kab. BiakNumfor dan Jayawijaya
Gambar 4 Peta Kegiatan-kegiatan Program
PwC
Halaman 20
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Hibah untuk YALI untuk mendukung PT Rio Grime Papua Sejak tahun 2000, Papua telah kehilangan rata-rata 100.000 hektar hutan per tahun akibat deforestasi yang direncanakan maupun yang ilegal. Kebanyakan dari kehilangan hutan ini adalah melalui penebangan untuk perkebunan, tetapi juga telah terjadi degradasi dari sebagian area hutan produksi, yang seiring berjalannya waktu mengarah ke fragmentasi hutan. Industri ekstraksi kayu di Papua didominasi oleh perusahaan skala besar yang mengelola konsesi yang sangat besar. Manakala masyarakat setempat dilibatkan dalam rantai pasokan, pada umumnya mereka berada pada posisi yang dirugikan sehingga tidak dapat memperoleh pendapatan yang berkelanjutan dari hutan yang merupakan bagian dari tanah adat mereka. Berbagai upaya untuk memperbaiki keadaan ini sampai sekarang belum berhasil menangani akar penyebab masalahnya. Misalnya, sepuluh tahun lalu pemerintah Provinsi mendorong masyarakat untuk mendirikan Koperasi Peran Serta Masyarakat (Kopermas). Akan tetapi, mereka tidak diberi pelatihan bisnis atau dukungan, dan menjadi korban pembeli kayu dan konsesi industri yang berada di sekitarnya. Dalam praktiknya, muncul banyak kecurangan dalam penggunaan hak Kopermas untuk mengelola kayu, sehingga mengakibatkan deforestasi yang tidak direncanakan. Akibatnya, pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P07/Menhut-II/2005, yang secara efektif menghapus skema Kopermas. Untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh skema Kopermas, dan untuk mencari cara bagi masyarakat untuk mengelola area hutan mereka sendiri, pemerintah Provinsi telah mencoba merancang ijin pengelolaan hutan yang konsisten dengan peraturan nasional dan efektif untuk menjamin bahwa hutan dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat. Sejak era Gubernur Barnabas Suebu (2006-2011) hingga era Gubernur Lukas Enembe saat ini, kebijakan baru mengenai pengelolaan hutan lestari telah dikeluarkan untuk Papua, di mana hak pengelolaan hutan dikembalikan kepada masyarakat. Dasar hukum bagi pengelolaan hutan masyarakat telah diperkuat melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat (IUPHHKMHA), yang diterapkan berdasarkan Peraturan Daerah Khusus No. 21 tahun 2008. Izin ini memberikan kepada masyarakat adat hak hukum untuk mengelola dan memanfaatkan produk-produk hutan. Akan tetapi, kebijakan perizinan ini belum diakui dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu nasional (SVLK). Selama ini, tidak adanya pengakuan oleh SVLK telah menjadi penghalang bagi masyarakat yang ingin mengekspor kayu dari area hutan mereka sendiri. Protarih bekerja sama dengan Yayasan Lingkungan Hidup Papua (YALI Papua) dan PT Rio Grime Papua untuk mengembangkan wirausaha kayu berkelanjutan berbasis masyarakat. Wirausaha tersebut akan berperan sebagai simpul teknis dan pemasaran untuk mendukung masyarakat adat dalam mengelola kawasan hutan mereka secara komersial. YALI dan PT Rio Grime Papua menyediakan pendampingan kepada beberapa Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kabupaten Jayapura, Sarmi dan Keerom untuk menjalankan usaha pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Pendampingan ini berfokus pada penyediaan dukungan pembangunan kapasitas bagi KSU agar dapat mengelola hutan secara independen dan mendapatkan nilai tambah dari kegiatan tersebut.
PwC
Halaman 21
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
YALI merupakan penerima pertama hibah Protarih yang diberikan dalam dua tahap, yaitu senilai Rp 311.036.969,28 pada tanggal 14 April 2014 dan Rp 212.821.834,32 pada tanggal 25 Juli 2014. Dukungan telah difokuskan pada penguatan status hukum, rencana bisnis, dan penilaian sertifikasi. Berkaitan dengan status hukum, YALI sekarang telah menyelesaikan semua persyaratan hukum untuk mendirikan PT Rio Grime Papua. Hal ini memerlukan kunjungan serta pembicaraan yang intensif dengan dewan pengurus dari koperasi mitra. Selama kunjungan, dicatat bahwa sebagian izin dari pemerintah setempat untuk koperasi telah habis masa berlakunya. Oleh sebab itu, YALI melakukan lobi dan memberi dukungan finansial kepada pengurus koperasi untuk melengkapi semua persyaratan hukum yang diperlukan. Hasilnya, tim PT Rio Grime Papua sudah dapat memperoleh izin-izin untuk koperasi kayu masyarakat. Draf rencana bisnis telah disusun oleh PT Rio Grime Papua untuk membeli dan memproses kayu dari masyarakat adat. Pertemuan dilakukan dengan perwakilan masyarakat dari tiga koperasi untuk memberikan dukungan bagi rencana bisnis PT Rio Grime Papua. PT Rio Grime Papua juga telah menemukan lokasi yang cocok untuk menyimpan kayu, dan menemukan sebuah gudang yang bisa disewa. Perwakilan dari PT Rio Grime Papua telah mengadakan pertemuan dengan Kementerian Kehutanan di Jakarta untuk menyetujui bagaimana izin kayu masyarakat setempat dapat dibuat kompatibel dengan SVLK. Program Kehutanan Multi Pemangku Kepentingan (Multistakeholder Forestry Programme atau MFP), yang berbasis di Kementerian Kehutanan dan juga didukung oleh UKCCU, telah membantu tim Rio Grime dan pemangku kepentingan lain di Papua untuk melobi pejabat terkait untuk memastikan sistem SVLK juga dirancang untuk memenuhi kebutuhan provinsi Papua. Tim Protarih mendampingi Direksi PT Rio Grime Papua dalam pertemuan dengan para pembeli kayu serta perwakilan Forest Stewardship Council (FSC) di Jakarta. PT Rio Grime Papua sekarang telah mendapatkan surat izin usaha perdagangan dan pesanan pertama dari Wood United, dengan harga yang lebih tinggi daripada yang diharapkan.
Umpan balik dari mitra Program: Bapak Lyndon Pangkali dari YALI YALI merupakan sebuah organisasi nirlaba lingkungan yang membantu mendirikan sebuah perusahaan pengolahan kayu masyarakat yang dinamakan PT Rio Grime Papua. Bapak Lyndon menyebutkan bahwa tantangan utama dalam mendirikan bisnis ini adalah kebingungan antara kebijakan nasional dan daerah menyangkut pengelolaan hutan masyarakat dan perdagangan kayu. Bapak Lyndon mengatakan bahwa Protarih sangat mendukung dalam konteks ini. YALI dan PT Rio Grime Papua dibantu oleh Bapak Silverius Unggul (Onte), seorang Asisten Teknis Protarih, melobi pemerintah nasional mengenai kebijakan dan peraturan tentang kehutanan. Bapak Onte juga memberi dorongan dan pencerahan dengan menceritakan keberhasilan koperasi kayu jati yang beliau dukung di Sulawesi. Protarih mendanai pekerjaan YALI untuk mendapatkan izin operasional bagi PT Rio Grime Papua dan para koperasi mitranya. “Dengan dukungan Protarih, kami telah mendapatkan seorang pembeli untuk produk kayu mereka dan menciptakan hubungan baik dengan pemerintah daerah di Kabupaten Jayapura, Sarmi dan Keerom.” Bapak Lyndon menyatakan keyakinannya bahwa YALI dan PT Rio Grime Papua saat ini sudah siap untuk mengolah kayu masyarakat dan menunjukkan suatu model bisnis kayu yang berkelanjutan.
PwC
Halaman 22
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Hibah untuk YPPWP untuk melakukan Penelitian tentang Model Manajemen Bisnis Kakao di Kabupaten Jayapura dan Sarmi Budidaya kakao mendatangkan berbagai manfaat ekologis dan ekonomis. Manfaat ekologis termasuk mendorong program pengembangan emisi rendah karbon, manfaat ekonomis termasuk penguatan finansial bagi petani kecil. Atas alasan ini, Protarih telah menyediakan hibah dan bantuan teknis kepada Yayasan Pengembangan Prakarsa Wirausaha Papua (YPPWP) untuk melakukan penelitian untuk membantu masyarakat petani kakao meningkatkan kinerja ekonomi mereka. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kakao di delapan desa percontohan. Penelitian tersebut dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2014. Anggaran total adalah Rp. 371.456.000, atau sekitar £19.200. Studi tersebut mengungkapkan bahwa harga biji kakao petani yang rendah disebabkan oleh kurangnya akses ke informasi mengenai harga, rantai nilai yang panjang, kurangnya daya tawar, serta produktivitas dan mutu yang rendah. Produktivitas kakao yang rendah di delapan desa disebabkan oleh pengelolaan kebun yang kurang baik, sehingga memicu serangan hama (seperti ngengat cokelat, penggerek batang, tikus, dan semut) dan penyakit (seperti penyakit pembuluh kayu, penyakit busuk tongkol, dan kanker batang). Mutu rendah disebabkan penanganan yang kurang tepat atas biji kakao, mulai dari pemetikan dan pembelahan buah matang hingga pemeraman, pengeringan, dan penyortiran biji kakao. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa harga dapat ditingkatkan dengan memotong rantai nilai dan menciptakan transparansi harga, memastikan proses pascapanen yang tepat untuk dapat memproduksi biji kakao kering yang berkualitas baik, dan menciptakan jaringan lobi (asosiasi) untuk mempromosikan kepentingan para petani. Untuk meningkatkan produksi kakao, motivasi petani perlu dihidupkan kembali dengan menjelaskan potensi kontribusi kakao bagi pendapatan keluarga. Selain itu, para petani memerlukan pelatihan yang tepat untuk menerapkan praktik pertanian yang baik, dan bimbingan serta bantuan yang lebih terarah dan berkelanjutan. Menindaklanjuti kesimpulan tersebut, perwakilan beberapa instansi daerah di Jayapura diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kunjungan awal ke Mars Cocoa Academy di Luwu, Sulawesi Selatan, pada tanggal 11-16 Agustus 2014, yang difasilitasi oleh YPPWP. Cocoa Academy didirikan oleh PT Mars Inc. dan secara luas dianggap sebagai contoh yang berhasil untuk pelatihan petani. Cocoa Academy dilengkapi dengan ruangan pelatihan, akomodasi, persemaian, dan lahan percontohan. Lembaga tersebut merupakan bagian dari sistem pengembangan petani yang juga mencakup jaringan Pusat Pengembangan Kakao dan Pusat Desa Kakao. Pusat Pengembangan Kakao merupakan perpanjangan skala kecil dari Cocoa Academy, sementara Pusat Desa Kakao merupakan unit komersial dari desa produsen kakao yang dikelola oleh ‘dokter kakao' yang berpengalaman dan memiliki semangat wirausaha. Kunjungan awal tersebut menghasilkan penyusunan beberapa rekomendasi kepada instansi terkait di Jayapura, termasuk Nota Kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten dan Mars Cocoa Academy, kemungkinan kerja sama dengan para pelaku terkait, memilih calon dokter kakao, dan menyiapkan lahan contoh dan bibit yang berkualitas. Berangkat dari pandangan yang didapatkan melalui pengalaman panjang YPPWP dengan para petani kakao, penelitian, kunjungan awal, lokakarya, serta diskusi kelompok terarah dengan para pemangku kepentingan di Kabupaten Jayapura, YPPWP mengusulkan suatu struktur pengembangan kebun kakao yang mencontoh dan dihubungkan dengan Mars Cocoa Academy. Struktur ini akan diuji coba melalui hibah berikutnya dari Protarih untuk YPPWP, yang akan dimulai bulan Januari 2015.
PwC
Halaman 23
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Hibah untuk Mnukwar dan UNIPA untuk Menilai Potensi Sagu di Papua Sejak 2011, PT Papua Sagosia (PTPS), yang berbasis di Jayapura, Papua, telah mengembangkan suatu model bisnis berdasarkan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk pengelolaan dan pemanenan sagu (Metroxylon sagu) untuk diolah menjadi tepung sagu dan turunan lain yang bernilai tinggi. Bisnis ini berupaya untuk bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial, dengan berkontribusi terhadap pendapatan, penyediaan lapangan kerja bagi orang Papua, pelestarian hutan, dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Tujuan jangka panjang PTPS adalah untuk menciptakan operasi industrial yang beragam, menggabungkan fasilitas pengolahan bebas limbah dengan dusun sagu yang dimiliki dan dikelola masyarakat. Ini dapat menjadi model untuk pengembangan sagu yang berkelanjutan di Papua. Model bisnis yang dipilih PTPS berbeda dengan upaya eksploitasi sagu yang komersial di Papua, dan dirancang untuk mengatasi rintangan yang dihadapi bisnis lain. Secara khusus, model ini dirancang untuk memberdayakan masyarakat dalam mengelola dusun sagu mereka sebagaimana dianggap tepat, dengan sumber daya, dukungan teknis dan saran bilamana diperlukan. Hubungan antara perusahaan pengolahan dan pemasok bahan baku adalah kemitraan setara, bukan kendali kaku seperti pada konsesi atau perkebunan konvensional. Bukti menunjukkan bahwa pendekatan ini lebih kondusif bagi keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan jangka panjang. Ini juga merupakan pilihan yang kemungkinan besar dapat menghasilkan keuntungan finansial bagi para investor dan masyarakat setempat. Akan tetapi, model bisnis ini lebih rumit untuk dirancang dan diterapkan, dengan pemangku kepentingan yang luas yang perlu diajak berkonsultasi dan digandeng sebagai mitra. Tanpa dukungan dari Protarih, sulit bagi perusahaan seperti PTPS untuk mengembangkan model bisnis seperti itu. Konsultasi luas dengan pemerintah daerah dan masyarakat adalah penting untuk menetapkan tingkat dukungan lokal bagi model bisnis PTPS. Selain itu, diperlukan penilaian yang menyeluruh tentang potensi alam dan sumber daya manusia dan isu-isu di lingkungan area produksi dan fasilitas pengolahan yang diusulkan. Untuk tujuan ini, Protarih mendukung suatu perencanaan bisnis dan proses desain kolaboratif yang melibatkan PTPS, universitas setempat (Universitas Negeri Papua, UNIPA), dan sebuah lembaga swadaya masyarakat yaitu Yayasan Mnukwar untuk menciptakan suatu kesempatan investasi hijau yang potensial di bidang produksi dan pemasaran tepung sagu. Dukungan Protarih mencakup hibah pertama untuk Mnukwar sebesar Rp 207.550.350 atau sekitar £10.700 untuk mendanai: 1. Konsultasi dengan pemerintah daerah dan perwakilan masyarakat setempat yang berlokasi di dekat dusun sagu dan prospek fasilitas pengolahan di Yapen 2. Perencanaan Pengkajian Sumber Daya Biomasa Sagu (Sago Biomass Resource Assessment, SBRA) oleh UNIPA dan Pengkajian Pemetaan Partisipatif atas Masyarakat dan Budaya (Participatory Cultural and Community Mapping Assessment, PCCMA) oleh Mnukwar. 3. Peninjauan terhadap data yang ada tentang status hukum, klasifikasi pemanfaatan lahan, serta aspek status lahan dari area produksi dan pengolahan yang diusulkan. 4. Identifikasi lokasi target untuk SBRA dan PCCMA. Berdasarkan rekomendasi yang muncul dari hibah pertama, Protarih memutuskan untuk mendukung dua survei utama, yaitu untuk menilai potensi sumber daya (SBRA) dan keinginan serta kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam bisnis produksi sagu (PCCMA). Anggaran untuk survei SBRA adalah Rp 1.989.076.950 atau sekitar £102.700, sementara anggaran untuk studi PCCMA adalah Rp 1.455.801.900 atau sekitar £75.200. Gambar 5 berikut ini lokasi dari desa-desa yang disurvei.
PwC
Halaman 24
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Disurvei Okt-Nov 2014 Disurvei Sep-Okt 2014 Gambar 5 Peta Area Survei SBRA dan PCCMA di Pulau Yapen
Survei di beberapa desa sampel di Yapen Timur mengungkapkan bahwa tidak banyak warga desa yang masih menebang sagu. Satu keluarga memanen sekitar 3-4 batang sagu dalam waktu enam bulan hingga satu tahun, sementara sisa dusun sagu diabaikan dan tidak dipelihara. Banyak pohon sagu sudah terlalu tua hingga tumbang dengan sendirinya. Warga tidak mau bersusah payah untuk berjalan jauh ke dusun sagu, apalagi menjangkau hutan yang terpencil dan berawa-rawa. Alasannya adalah beras lebih praktis, lebih murah dan lebih mudah didapatkan (khususnya dengan program subsisi beras) dibandingkan dengan sagu, yang memerlukan logistik, peralatan, waktu dan energi yang cukup banyak untuk dipanen. Akan tetapi, dibandingkan dengan Yapen Timur, penduduk di Yapen Barat lebih aktif dalam memelihara, memanen, menjual, dan bahkan menanam kembali pohon sagu. Pertanyaan tentang harga batang sagu tidak dapat dijawab dengan mudah karena banyak masyarakat setempat tidak terbiasa menjual batang sagu di pasar terbuka. Menebang dan memanen sagu kebanyakan dilakukan hanya untuk konsumsi keluarga atau upacara adat (misalnya pernikahan), dan hanya sedikit yang dijual. Alasan lain warga enggan memelihara dan menanam sagu adalah karena rendahnya harga di pasar setempat yang terbatas, yang tidak sebanding dengan upaya dan waktu yang dikeluarkan. Satu karung tepung sagu seberat 25 kg dihargai Rp. 100.000 – 150.000. Ini mencerminkan permintaan yang rendah di wilayah di mana warga biasa memproduksi sendiri sagu yang mereka konsumsi. Secara historis, penduduk di Yapen memperdagangkan sagu dengan penduduk di daratan utama Papua dan Pulau Numfor, akan tetapi perdagangan ini telah menurun seiring dengan perubahan pola makan dan budaya. Kegiatan yang paling menantang di lapangan adalah pemetaan sosial secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari keresahan dan konflik di antara penduduk setempat. Di setiap desa, tim survei menemukan paling tidak sepuluh hingga lima belas marga yang tinggal bersama. Selama beberapa generasi, mereka melakukan kegiatan mencari nafkah kehidupan secara bersama-sama pada lahan yang sama. Pengaturan kolektif diturunkan dari orang tua kepada anak-anak. Sekarang, situasinya berangsur-angsur berubah dengan diperkenalkannya kegiatan-kegiatan pembangunan yang baru. Tanah bukan lagi hanya merupakan aset sosial namun aset ekonomi, dan persil sering kali diklaim oleh suatu marga, keluarga atau bahkan individu. Ini merupakan pelajaran penting untuk dipertimbangkan dalam mengelola bisnis sagu bersama warga Papua.
PwC
Halaman 25
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Survei Logistik Sagu di Pulau Yapen Survei logistik sagu dilakukan di Pulau Yapen oleh tim teknis Protarih pada tanggal 4-14 Desember 2014. Pekerjaan lapangan diawali oleh lokakarya dua hari di Manokwari yang membahas hasil pekerjaan lapangan sebelumnya oleh tim SBRA dan PCCMA. Survei tersebut menemukan bahwa persyaratan utama untuk pengembangan bisnis sagu di Pulau Yapen sudah dipenuhi. Penduduk setempat sedang mencari sumber penghasilan baru dan bersedia untuk menebang pohon dan menjual sagu. Rumpun sagu tumbuh di area seluas 1.100 hektar dengan produktivitas sekitar 7 ton tepung sagu per hektar per tahun (perkiraan konservatif). Ada potensi untuk meningkatkan produktivitas sampai dengan sekitar 10 ton tepung sagu per hektar per tahun. Konsumsi sagu domestik tampak menurun berhubung masyarakat telah meningkatkan konsumsi beras mereka (konfirmasi dan kuantifikasi dari tren ini akan menjadi bagian dari laporan tim PCCMA yang akan datang). Pada pusat-pusat produksi, struktur kepemimpinan tradisional merupakan alat yang efektif untuk mengajak dan mengoordinasikan penebangan pohon sagu dan untuk mempertahankan dan merehabilitasi kebun-kebun sagu. Akan tetapi, tim survei mencatat bahwa pasokan dari satu pusat produksi mana pun tampaknya tidak akan cukup untuk memasok fasilitas pengolahan. Untuk mencapai pasokan bahan baku yang cukup, diperlukan penampungan batang sagu dalam jumlah besar pada pusat-pusat produksi lokal untuk selanjutnya diangkut ke fasilitas pengolahan pusat. Dari segi logistik, pusat-pusat produksi lain di luar Yapen (misalnya Waropen) dapat menambah pasokan bahan baku. Empat calon lokasi untuk fasilitas pengolahan pusat telah diindentifikasi. Model bisnis yang disusun menyerupai usaha karet dan kakao, yaitu fasilitas pengolahan pusat yang dikelilingi oleh pasokan petani kecil. Keunggulan yang unik dari pengolahan sagu adalah banyaknya persediaan sagu yang dibudidayakan dengan produksi yang berlebih. Perlu dicatat bahwa peraturan baru-baru ini tentang kehutanan masyarakat membuka jalan penting untuk melindungi hak penduduk , suku, dan individu setempat untuk memanfaatkan lahan. Lebih lanjut, bisnis sagu perlu memiliki area perluasan yang cukup, untuk mencapai skala ekonomi yang memadai.
PwC
Halaman 26
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Umpan balik dari mitra Program: Bapak Bobby Hadipraja dari PTPS PTPS merupakan sebuah perusahaan pengolahan sagu dan salah satu pemangku kepentingan kunci dalam prakarsa sagu masyarakat Protarih. Dalam wawancara dengan Bapak Bobby Hadipraja, Direktur Komersial PTPS, Bapak Bobby menyebutkan bahwa PTPS telah mendapatkan keuntungan besar dari dukungan yang diberikan oleh Protarih, melalui peningkatan dalam profil bisnisnya dan penyediaan sumber daya untuk melakukan kajian. Kajian-kajian dilakukan oleh penerima hibah Protarih, UNIPA dan Munkwar, memberikan informasi lebih baik mengenai area pengembangan sagu yang potensial di Papua, karena kajian tersebut bertentangan dengan asumsi sebelumnya tentang area mana yang mempunyai potensi sagu yang terbesar.
PwC
Halaman 27
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Hibah untuk Yayasan Somatua untuk Mengembangkan Bisnis Ekowisata Berbasis Masyarakat Yayasan Somatua telah bekerja di Kabupaten Intan Jaya sejak 2004, melakukan berbagai kegiatan sosial dengan masyarakat, dengan fokus pada suku Moni di desa Ugimba (diperlihatkan pada gambar di sebelah kanan). Yayasan ini berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lingkungan masyarakat. Prakarsa saat ini termasuk pengembangan pariwisata untuk meningkatkan kehidupan penduduk Moni dengan partisipasi penuh mereka dalam bisnis pariwisata. Prakarsa ini dilakukan melalui pendirian PT Adventure Carstensz (PT AC), untuk melakukan manajemen pariwisata modern berdasarkan budaya setempat. Prakarsa ini telah diakui oleh pemerintah Indonesia melalui suatu keputusan oleh Kementerian Pariwisata tentang pendirian Ugimba sebagai desa pariwisata. PT AC telah mendapatkan status hukum untuk melakukan kegiatan pariwisata, namun tetap perlu memenuhi persyaratan administratif untuk mengembangkan bisnis pariwisata, seperti studi kelayakan, rencana strategis, dan tata kelola. Lebih lanjut, untuk beroperasi secara sah di Taman Nasional Lorentz, perusahaan perlu mendapatkan izin yang sesuai dari Kementerian Kehutanan. Protarih telah memberikan pendanaan untuk Yayasan Somatua untuk melaksanakan penilaian dan pengidentifikasian potensi pariwisata di sekitar Ugimba, perencanaan bisnis PT AC, pendaftaran bisnis penggunaan jasa lingkungan, dan pelibatan penduduk setempat dan pemangku kepentingan. Anggaran total bernilai Rp 558.725.000. Cicilan pertama dari dana telah dibayarkan pada bulan November 2014, untuk mendukung survei potensi pariwisata yang direncanakan bulan Januari 2015.
Strategi Investasi Jangka Panjang Strategi investasi hijau jangka panjang untuk Provinsi Papua merupakan bagian dari ‘Strategi Ekonomi Pembangunan Pedesaan Berkelanjutan untuk Papua’ yang sedang dikembangkan oleh ketiga alur kerja yang bermitra dengan Bappeda dan pejabat tinggi lainnya di jajaran pemerintah Provinsi. Sebuah lokakarya dengan Bappeda diselenggarakan pada bulan Desember 2014 untuk membahas cetak biru ini, dan pembicaraan masih terus berlangsung untuk memasukkan rekomendasinya ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ini berpotensi untuk secara signifikan memengaruhi strategi perencanaan Provinsi.
Umpan balik dari mitra Program: Bapak Tinus Karoba dari Bappeda, Papua Bapak Tinus Karoba, staf Bappeda Provinsi Papua yang berasal dari Wollo, mencatat bahwa masyarakat Wollo sangat antusias dan berkomitmen untuk terlibat dalam Program. Beliau juga melihat bahwa diskusi kelompok terarah yang diselenggarakan selama kunjungan juga menjadi forum penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan dalam masyarakat. Beliau mengamati bahwa anggota masyarakat telah mengakui perlunya bekerja sama dengan desadesa tetangga ketika merumuskan rencana pemanfaatan lahan. Menyangkut pekerjaan investasi hijau di Wollo (kopi, babi, dan mikrohidro), Bapak Tinus khawatir bahwa harapan masyarakat terlalu tinggi. Protarih dan staf Bappeda perlu menjaga harapan ini dan jujur pada masyarakat mengenai apa yang dapat dilakukan dalam sisa waktu yang masih ada.
PwC
Halaman 28
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keluaran 3 “Sistem informasi dan perlengkapan tata ruang provinsi untuk mendukung penerapan, pemantauan dan penegakan, serta pengawasan publik atas Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi" Sistem informasi tata ruang Provinsi berpusat pada Simtaru, sistem aplikasi basis data untuk Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis web. Simtaru memberikan kepada pemerintah Papua informasi yang andal untuk perencanaan, penerapan, dan pemantauan tata ruang. Desain Simtaru mencakup empat aspek: -‐ data dan informasi, termasuk peta, peraturan, dan program/kegiatan publik terkait dengan perencanaan tata ruang -‐ spesifikasi teknis, termasuk antarmuka pengguna dan keamanan -‐ perangkat keras pendukung, termasuk server dan jaringan -‐ aspek kelembagaan dari sistem informasi, termasuk prosedur operasi standar teknis, pengaturan pemeliharaan dan pendanaan, dan tata kelola. Protarih telah membuat kemajuan yang baik dalam merancang dan mengembangkan Simtaru, termasuk inventarisasi izin. Secara khusus, Protarih telah menyelesaikan peninjauan atas basis data tata ruang dan infrastruktur informasi tata ruang, termasuk perangkat keras, perangkat lunak dan sistem WebGIS untuk berbagi data secara on-line. Pengembangan Simtaru saat ini sudah siap untuk diluncurkan pada awal 2015. Pekerjaan selanjutnya saat ini diperlukan untuk menyetujui suatu protokol tentang akses publik ke informasi yang ada dalam Simtaru, dan kelompok kerja akan dibentuk yang harus mendapatkan persetujuan dari mitra masyarakat sipil. Simtaru telah dirancang dan akan menyediakan akses ke data tata ruang mengenai peruntukan lahan, infrastruktur, tutupan lahan, dan izin-izin. Dua contoh peta yang akan tersedia di Simtaru diperlihatkan pada Gambar 6 di bawah ini. Diharapkan agar jaringan Simtaru dan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) Kemendagri akan mempunyai akses satu dengan yang lain, sehingga Kemendagri dapat memenuhi kewajibannya berdasarkan kebijakan Satu Peta. Tantangan terbesar adalah untuk menjamin Simtaru terus dipakai dan diperbarui oleh pemerintah Provinsi setelah Program ini berakhir. Ini akan memerlukan peraturan khusus untuk Simtaru, termasuk ketentuan pendanaan oleh Pemerintah Provinsi. Pekerjaan untuk membuat draf peraturan ini akan menjadi fokus penting pekerjaan Protarih di bawah Keluaran 3 hingga akhir Program. Diharapkan pula agar peraturan ini akan menyertakan protokol-protokol mengenai akses publik.
(a)
(b)
Gambar 6 Sampel peta yang akan tersedia di Simtaru (a) peta area yang dilindungi sebagaimana ditetapkan dalam RTRW; (b) peta fungsi-fungsi zona
PwC
Halaman 29
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keluaran 4 “Kemampuan organisasional Pemerintah Provinsi yang ditingkatkan untuk membahas dan menerjemahkan komitmen keberlanjutan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ke dalam kebijakan pendukung, prosedur dan anggaran” Protarih telah membantu Bappeda mendapatkan pelajaran dari proses perencanaan masyarakat di Numfor dan Wollo. Protarih telah melatih staf Bappeda dalam teknik penelitian partisipatif dengan dukungan dari beberapa peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tim Bappeda kemudian memimpin dua putaran penelitian lapangan di Numfor dan Wollo selama bulan Agustus dan September 2014. Tim Gadjah Mada saat ini menjadi mentor untuk tim lapangan Bappeda dalam menulis makalah penelitian individu sendiri, dengan menganalisis pengamatan di lapangan, serta ringkasan laporan singkat kebijakan. Dua lokakarya penulisan dilaksanakan pada bulan Oktober dan November 2014, yang dilengkapi dengan bimbingan individual untuk anggota tim Bappeda. Protarih juga telah mendukung tim Bappeda dalam membuat kerangka dasar dan memaparkan temuan mereka kepada Sekretaris Daerah (Sekda) dan kepala departemen lainnya pada bulan Desember 2014. Karena hal ini dapat memberikan wawasan baru tentang keadaan ekonomi pedesaan dan masyarakat pedesaan di Papua, proses di Numfor dan Wollo juga telah menjadi pemicu bagi staf Bappeda untuk secara teliti meninjau pemahaman serta pendekatan mereka terhadap pembangunan. Protarih telah menyiapkan suatu pelatihan intensif enam bulan yang direncanakan akan dilaksanakan bulan Januari – Juni 2015 untuk membantu Bappeda dalam proses refleksi yang penting ini. Dikombinasikan dengan kerja lapangan di Numfor dan Wollo, diharapkan agar pada bulan Juni 2015 proses pelatihan akan menghasilkan: (i) prinsip yang jelas (“Cetak Biru Ekonomi Pembangunan Pedesaan untuk Papua”) untuk menyelaraskan perencanaan ekonomi dan pembangunan pedesaan dengan komitmen Bappeda terhadap keberlanjutan sebagaimana ditetapkan dalam Visi 2100 dan RTRW; (ii) draf awal rencana kebangkitan dan kemandirian kampung; (iii) kemampuan untuk menganjurkan penemuan-penemuan ini di lingkungan Bappeda dan di seluruh bagian pemerintahan lainnya. Tinjauan keterampilan dari Lab Informasi Tata Ruang Provinsi untuk perolehan, penyimpanan, pengelolaan, penafsiran, dan pemodelan data sudah selesai. Strategi pembangunan kapasitas juga telah dikembangkan. Pelatihan SIG dasar bagi staf Bappeda dilaksanakan pada tanggal 11-15 Juli 2014 di Bogor. Pelatihan ini diberikan untuk memperlengkapi staf Bappeda dengan pemahaman yang cukup tentang pemetaan, SIG dan keterampilan dasar dalam menggunakan perangkat lunak SIG. Selama pelatihan, empat orang staf Bappeda dipilih sebagai kandidat potensial untuk staf SIG Bappeda untuk mendukung Simtaru. Pelatihan SIG tingkat lanjut dirancang dan akan dilaksanakan pada bulan Januari 2015. Acara perkenalan untuk para pimpinan baru Bappeda untuk isu tata ruang dilaksanakan pada tanggal 17-19 Juli 2014. Topik yang dicakup dalam perkenalan termasuk mandat untuk pembangunan berkelanjutan, tinjauan umum dan keunikan Provinsi Papua, isu-isu pembangunan yang dihadapi oleh Papua, Visi 2100 untuk Papua, dan bagaimana memasukkan Visi tersebut ke dalam perencanaan tata ruang yang berkelanjutan. Berhubung RTRW perlu ditinjau setiap lima tahun, antara masing-masing revisi implementasi diperlukan pemantauan secara konsisten. Di sisi lain, rencana pengembangan organisasi dan Rencana Strategis (Renstra) untuk Bappeda belum dilanjutkan. Bappeda menyatakan dalam pertemuan Komite Manajemen Program (Desember 2014) bahwa Renstra bukan lagi merupakan prioritas karena sudah disusun. Mereka membutuhkan dukungan Protarih dalam hal pedoman perencanaan, khususnya ‘Cetak Biru Ekonomi Pembangunan Pedesaan untuk Papua’.
PwC
Halaman 30
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Umpan balik dari mitra Program: Staf Bappeda Wawancara individual dilakukan dengan tiga staf Bappeda Provinsi. Mereka semua sangat bersemangat menyatakan bahwa Program telah sangat membantu mereka. Secara khusus, kajian tentang pedesaan yang dilakukan bersama Bappeda mempunyai nilai strategis dalam mengevaluasi kesempatan dan tantangan pembangunan pada tingkat desa. Kerja sama dengan staf Bappeda dan masyarakat dalam tugas-tugas yang jelas dan bermakna bagi semua pihak telah menghasilkan dampak yang bertahan lama. Salah satu staf Bappeda menyarankan agar pelatihan tingkat desa menjadi bagian dari pelatihan wajib di lingkungan mereka. Staf Bappeda setuju bahwa mereka ingin melihat koordinasi lebih lanjut antara alur kerja dalam Program, khususnya ketika beberapa alur kerja bekerja sama dengan staf Bappeda dan masyarakat setempat yang sama. Staf Bappeda juga merasa bahwa pelibatan aktor-aktor politik di Provinsi ini merupakan prioritas langkah ke depan, untuk mendapatkan dukungan yang lebih kuat untuk kegiatan Program. Bapak Sram Payar Maryen dari Bappeda Kabupaten Biak-Numfor juga diwawancarai. Beliau sudah terlibat dalam kunjungan lapangan masyarakat untuk Program. Beliau mencatat bahwa masyarakat setempat terlibat secara positif dalam Program. Bagi beliau, pelatihan mengenai pertanian merupakan komponen yang paling menarik. Beliau ingin melihat lebih banyak lagi pelibatan pada tingkat masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan Program. Pak Sram juga menyatakan keinginan agar staf Bappeda Kabupaten memperoleh pembangunan kapasitas – baik dari Program maupun dari Bappeda Provinsi. Beliau merasa bahwa lebih banyak staf Bappeda Kabupaten dapat memperoleh manfaat dari pelatihan tentang pelibatan penduduk setempat dalam pembangunan.
Gambar: Staf Bappeda dan tim teknis Protarih berfoto bersama perwakilan masyarakat setempat di Wollo selama kunjungan di bulan September 2014.
PwC
Halaman 31
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keluaran 5 “Kerangka regulasi dan mekanisme kepatuhan perencanaan tata ruang yang ada untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan tentang pemanfaatan lahan sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi” Kemajuan yang baik telah dicapai dalam menyusun kerangka kelembagaan yang direvisi untuk implementasi RTRW, serta protokol pengawasan perizinan. Sekarang pekerjaan akan difokuskan pada penyusunan draf hukum, untuk mengesahkan inovasi-inovasi ini menjadi Peraturan Gubernur. Protarih telah membantu Bappeda dalam mengidentifikasikan reformasi yang diperlukan dari segi struktur kelembagaan untuk menerapkan RTRW di tingkat Provinsi. Reformasi ini difokuskan pada pemberdayaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) untuk memantau dan mengendalikan secara lebih baik pengambilan keputusan tentang pemanfaatan lahan, serta unit perencanaan tata ruang Bappeda. Proposal reformasi tersebut akan dimasukkan ke dalam draf peraturan untuk merestrukturisasi pemerintah Provinsi pada awal tahun 2015. Berdasarkan proposal ini, protokol verifikasi keputusan pemberian izin sesuai RTRW Papua juga telah disusun melalui konsultasi dengan SKPD-SKPD dan masyarakat sipil, dan sekarang akan dijadikan draf peraturan untuk ditempatkan bersama prosedur perizinan terintegrasi yang baru yang akan diberlakukan melalui Peraturan Gubernur. Protokol tersebut mengusulkan prosedur inventarisasi investasi publik dan swasta (proyek infrastruktur, agribisnis, industri ekstraktif, dsb.), dan untuk memverifikasi kepatuhannya terhadap Perda 23/2013 serta Instruksi Presiden No. 6/2013 tentang penundaan pemberian izin baru pada wilayah hutan primer dan lahan gambut. Sebuah kelompok kerja pembuat konsep hukum saat ini sedang dibentuk, termasuk anggota dari BKPRD (termasuk Bappeda), akademisi dan masyarakat sipil, untuk membantu penyusunan peraturan, yaitu untuk menyusun konsep reformasi struktur kelembagaan dan verifikasi perizinan. Proses penyusunan peraturan juga akan berfungsi sebagai latihan pembangunan kapasitas untuk staf inti penataan ruang Bappeda. Protarih juga telah bekerja sama dengan tim penataan ruang Bappeda untuk mengkaji dan merekonsiliasi RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten Keerom dan Jayapura. Kedua kabupaten tersebut menjadi studi kasus untuk mengembangkan metodologi bagi para perencana Provinsi untuk memediasi dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan dengan kabupaten, dengan menggunakan KLHS. Mengenai draf Keputusan Menteri tentang pelaporan izin, Kemendagri memutuskan bahwa tidak akan tepat untuk mengeluarkan suatu keputusan baru tentang pelaporan izin sambil menunggu perubahan dalam pemerintahan. Protarih akan mengajukan kembali topik ini pada awal tahun 2015.
PwC
Halaman 32
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Kunjungan Wakil Duta Besar Inggris ke Jayapura Pada bulan Desember 2014, Protarih mengatur kunjungan Wakil Duta Besar Inggris, Rebecca Razavi, ke Papua untuk melihat secara langsung pekerjaan Program. Selama kunjungan ini, Bappeda memaparkan pekerjaan mereka dengan Protarih kepada Ibu Rebecca; Sekretaris Daerah Papua Titus Emanuel Adopehan Hery Dosinaen, SIP; Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Provinsi; dan anggota tim penasihat Gubernur Papua. Ini adalah kali pertama Bappeda dapat berbagi pendapat mereka dengan para Pejabat Pemerintah Senior ini. Bapak Sony, Penasihat Khusus Gubernur Papua untuk Hubungan Masyarakat, juga mengikuti kunjungan tersebut.
Yang menjadi perhatian khusus bagi Rebecca adalah kunjungannya ke desa Klaisu di mana Protarih mendukung para petani kakao melalui hibah kepada YPPWP.
Rebecca mengatakan bahwa, “Sangat mengesankan bisa melihat secara langsung dampak dari program Protarih dalam membantu masyarakat membangun bisnis agro-kehutanan berkelanjutan seperti kebun kakao masyarakat, serta pembangunan kapasitas teknis dan pengembangan rencana pada tingkat provinsi untuk mengimplementasikan rencana tata ruang Papua yang melindungi hutan dan kehidupan. Pertemuan dengan para pempimpin politik dan pemerintah membantu membangun kesadaran politik dan memperkuat dukungan bagi Program.”
PwC
Halaman 33
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Menyelaraskan pedoman perencanaan pembangunan dengan komitmen pembangunan keberlanjutan Provinsi Dalam konteks Protarih, Bappeda berupaya menunjukkan bagaimana masyarakat desa dapat didorong untuk mendukung penerapan RTRW Provinsi Papua. Pekerjaan tersebut menunjukkan bagaimana model pembangunan kawasan perdesaaan selama ini telah meningkatkan tekanan pada hutan dan sumber daya alam lainnya. Model tersebut juga mengikis kemampuan lembaga adat dan lembaga setempat lainnya untuk mengelola tanah dan sumber daya secara berkelanjutan. Tim Bappeda yang memimpin pekerjaan ini telah mengumpulkan temuantemuan tersebut dalam bentuk buku bergambar untuk dipaparkan kepada para perencana senior. Hasil dari pekerjaan ini telah dipakai oleh Pemerintah Provinsi untuk membahas dengan kritis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk Papua, yang memberi tekanan yang signifikan pada pembangunan infrastruktur dan industri ekstraksi skala besar. Saat ini Bappeda sedang bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk merevisi tujuan dari RPJMN untuk memberikan penekanan lebih besar pada pembangunan manusia pada tingkat desa. Bappeda telah meminta agar masa yang tersisa dalam program Protarih difokuskan pada pembuatan draf Cetak Biru untuk Pembaruan Desa yang akan memberikan bimbingan jangka panjang kepada para perencana, agar dapat mengarahkan kembali pembangunan desa di Papua. Ini juga akan menekankan pentingnya berinvestasi pada aset produktif masyarakat (pertanian skala kecil, rehabilitasi hutan, dll) serta dalam pembaruan lembaga-lembaga masyarakat. Secara paralel, Protarih memfasilitasi pelatihan mengenai pembangunan berkelanjutan dan pemahaman atas konsep pembangunan berkelanjutan. Protarih mengadakan lokakarya selama empat hari di Jayapura untuk memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan kepada staf Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung, Dinas Perhubungan, Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas Kehutanan. Pertemuan internal/informal juga diadakan dengan fasilitasi Protarih untuk merumuskan bagaimana tim Bappeda akan mengelola diri sendiri, tetap fokus, menghadapi ketidakpastian internal di Bappeda, merekrut pendukung dari instansi lain dan menjabarkan tujuan mereka untuk enam bulan ke depan. Bappeda telah menyadari bahwa pedoman perencanaan pembangunan yang ada saat ini tidak sejalan dengan komitmen pembangunan keberlanjutan. Kesadaran tersebut terlihat secara eksplisit melalui dukungan mereka untuk kunjungan resmi seperti kunjungan Wakil Duta Besar Inggris baru-baru ini ke Papua. Tim Bappeda memberikan pemaparan yang gamblang tentang temuan lapangan dan isu-isu kritis pembangunan perdesaan, dengan ditunjang analisis pembangunan berkelanjutan.
PwC
Halaman 34
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
3 Rencana Aksi untuk Mencapai Tolok Ukur 2 pada Logframe Mengingat sedikitnya waktu yang tersisa sampai dengan akhir Program, tim manajemen Protarih menyadari perlunya memfokuskan sumber daya pada pencapaian tolok ukur untuk Juni 2015 sebagaimana ditetapkan dalam kerangka kerja logis (logframe). Melalui pembicaraan secara internal maupun dengan UKCCU dan Kemendagri, Protarih telah mengkaji pencapaian saat ini, dan memilih beberapa kegiatan strategis untuk diprioritaskan dalam sisa waktu enam bulan. Implementasi Program hingga saat ini menunjukkan perlunya berinvestasi dalam pelibatan politik yang konstan. Oleh sebab itu, tim Protarih akan berupaya untuk meningkatkan pelibatan politik dan merevisi prioritas rencana kerja untuk memberi ruang untuk hal ini. Banyak produk Protarih dapat digunakan dengan lebih baik/optimal untuk memengaruhi para pembuat keputusan kunci seperti Gubernur Papua, serta membuka dialog dengan kementerian terkait. Hal ini akan memfasilitasi kelancaran pengalihan kepemilikan atas tujuan dan warisan Program kepada instansi-instansi pusat dan provinsi.
Keluaran 1 “Para pemangku kepentingan memberikan dukungan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua” Protarih sedang menyelesaikan desain suatu kurikulum pelatihan untuk enam bulan yang akan mendukung Bappeda dalam mengambil pelajaran dari proses perencanaan lokal yang sedang berjalan di Numfor dan Wollo; meninjau implikasinya untuk kebijakan perencanaan; dan mengintegrasikan pelajaran-pelajaran ini ke dalam usulan Cetak Biru Bappeda. Topik-topik yang dicakup dalam kurikulum adalah: (i) ekonomi berkelanjutan; (ii) pemberdayaan masyarakat; dan (iii) keterampilan kepemimpinan kolaboratif yang diperlukan untuk secara efektif menyarankan pendapat-pendapat baru di dalam sistem pemerintahan Provinsi. Diharapkan agar program pelatihan akan melengkapi kelompok agen perubahan yang lebih besar (sekitar 15 orang) di lingkungan Bappeda dengan tujuan, pemahaman konseptual dan motivasi untuk mengaktifkan kembali agenda perubahan organisasi Bappeda. Acara pelatihan pertama dijadwalkan tanggal 19-23 Januari 2015, di mana Bappeda akan menilai secara kritis pendekatan dan hasil pembangunan saat ini di Papua, berdasarkan data tingkat makro serta pengalaman di Numfor dan Wollo. Bappeda telah bertemu dua kali dengan mitra masyarakat sipil untuk menyepakati komitmen bersama untuk penerapan dan pemantauan RTRW Papua. Komitmen ini termasuk pembentukan kelompok kerja untuk menyusun protokol tentang akses informasi publik dan keluhan publik. Bappeda juga berupaya membangkitkan kesadaran dan pemahaman publik tentang RTRW bersama dengan mitra masyarakat sipil, dan telah meminta Protarih untuk mendukung pembuatan sebuah film pendek. Protarih juga mendukung pembuatan sebuah buklet yang menjelaskan bagaimana RTRW dirumuskan. Saat ini Protarih sedang bekerja sama dengan Bappeda mengenai desain organisasi yang akan mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk tim penataan ruangnya, dengan fokus khusus pada tanggung jawab Bappeda sebagai Sekretariat BKPRD. Protarih juga sedang bekerja sama dengan Bappeda untuk menyelenggarakan diskusi kelompok terfokus dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga nonpemerintah untuk sosialisasi visi pembangunan berkelanjutan dan RTRW Provinsi, rekomendasi struktur kelembagaan di setiap SKPD untuk menerapkan RTRW, dan menyusun protokol untuk memverifikasi dan menyetujui permohonan izin untuk investasi publik dan swasta. Protarih perlu mendedikasikan sumber daya yang memadai untuk menjamin bahwa peran Kemendagri dalam pembelajaran pelajaran dapat diwujudkan. Ini akan dilakukan melalui forum berbagi pengetahuan yang membahas isu-isu prioritas Kemendagri, khususnya Bangda.
PwC
Halaman 35
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Keterlibatan dengan Bappeda dan BPMK tingkat kabupaten juga perlu diformalkan, termasuk menjelaskan manfaat yang diperoleh serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk menghubungkan perencanaan tingkat kabupaten dan Provinsi. Menyelaraskan kegiatan pengembangan masyarakat kampung di Wollo dan Numfor dengan prioritas-prioritas Bappeda dan BPMK tingkat kabupaten akan menjadi sangat penting. Perencanaan strategi akhir bagi pekerjaan pengembangan masyarakat pada tingkat kabupaten perlu dimulai awal 2015. Bilamana memungkinkan dan tepat, Protarih perlu memaksimalkan kesempatan untuk keberlanjutan dukungan kepada masyarakat yang ditargetkan, misalnya mengupayakan hibah kecil untuk melanjutkan pelatihan dan menyepakati dengan Bappeda tingkat Provinsi dan kabupaten tentang dukungan apa yang dapat mereka berikan.
Keluaran 2 “Strategi untuk mendorong wirausaha rendah karbon dan investasi hijau memperlihatkan alternatif ekonomi selain deforestasi” Protarih tidak berencana menambah banyak wirausaha yang didampingi karena wirausaha yang baru tidak akan punya cukup waktu untuk mencapai banyak kemajuan. Pengembangan wirausaha hanya dapat dilakukan sesuai kemampuan mitra lokal Program Protarih di Papua, yang tidak selalu seiring dengan laju Program. Hal ini dikarenakan para pengembang proyek memiliki keterbatasan waktu, karena mereka juga terlibat dalam berbagai proyek dan kegiatan lain. Protarih juga menghadapi banyak hambatan logistik dalam melakukan beberapa studi lapangan (khususnya untuk sagu di Yapen), yang membuat kerja lapangan cukup memakan biaya. Pengembangan konsep wirausaha dengan mitra lokal dan fasilitasi proposal hibah memerlukan masukan dan bimbingan teknis yang cukup banyak dari tim teknis, khususnya pimpinan alur kerja. Dengan demikian, proyek hibah yang dapat Protarih kelola dengan baik terbatas jumlahnya. Lebih lanjut, keterbatasan anggaran untuk tambahan konsultan bantuan teknis menyebabkan Protarih tidak dapat mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk membantu dalam tugas ini. Terbatasnya sumber daya bantuan teknis menjadi kendala dalam mengembangkan, memfasilitasi, mengelola, dan memfinalisasi proyek-proyek hibah. Pengembangan strategi investasi hijau jangka panjang untuk Provinsi memerlukan komitmen pada level tinggi Bappeda dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah Provinsi. Hal ini akan lebih mudah dicapai sekarang karena pengembangan strategi investasi telah diserap ke dalam cetak biru ekonomi berkelanjutan, yang merupakan prioritas dari pemerintah Provinsi saat ini. Protarih akan menyelesaikan dokumen cetak biru dalam enam bulan ke depan sehingga Bappeda dapat meminta dukungan Gubernur.
Keluaran 3 “Sistem informasi dan perlengkapan tata ruang provinsi untuk mendukung penerapan, pemantauan dan penegakan, serta pengawasan publik atas Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi" Untuk memastikan bahwa staf Bappeda mampu mengelola Simtaru secara mandiri mulai bulan Agustus 2015, Protarih akan melakukan: 1. Pelatihan intensif untuk kelompok pengguna Simtaru di lingkungan pemerintah Provinsi termasuk acara-acara pelatihan terstruktur, dan pelatihan serta bimbingan lapangan dalam perolehan, pemilahan, pengelolaan, dan pemodelan data, serta dalam pemeliharaan rutin. 2. Penyusunan manual Simtaru, yang antara lain mengatur protokol terperinci untuk perolehan, pengelolaan, akses dan pembagian data, serta untuk pelaporan berkala. 3. Advokasi Peraturan Gubernur tentang Simtaru, yang mewajibkan setiap SKPD untuk mendapatkan semua informasi tata ruang dari Simtaru; dan yang mewajibkan pemerintah
PwC
Halaman 36
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Provinsi untuk mengalokasikan staf dan anggaran untuk terus memelihara dan mengembangkan sistem tersebut. Protarih juga berusaha untuk memaksimalkan hubungan dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Development atau USAID) yang mendanai Program Dukungan Hutan dan Iklim Indonesia (Indonesia Forest and Climate Support Programme atau IFACS).. Kerja sama ini khususnya untuk menghubungkan Simtaru Provinsi dengan sistem informasi tata ruang Kabupaten yang setara di area percontohan IFACS (Sarmi, Mimika, dan Asmat). Ini akan menjadi contoh bagaimana mengintegrasikan data perizinan pada tingkat Provinsi dan kabupaten. USAID telah menyatakan bahwa mereka akan bekerja di Papua selama tiga tahun mendatang untuk manajemen lanskap dan pengurangan emisi, jadi mereka perlu mengetahui hasil pekerjaan Protarih.
Keluaran 4 “Kemampuan organisasional Pemerintah Provinsi yang ditingkatkan untuk membahas dan menerjemahkan komitmen keberlanjutan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ke dalam kebijakan pendukung, prosedur dan anggaran" Penelitian lapangan di Numfor dan Wollo berlanjut hingga putaran kedua pekerjaan lapangan dengan melatih fasilitator masyarakat di bawah Keluaran 1. Putaran ini akan menguji pendekatanpendekatan baru terhadap perencanaan tingkat lokal. Saat ini Bappeda dibantu oleh tim teknis Protarih untuk meninjau dan mengadaptasi pedoman yang ada untuk perencanaan tata ruang dan pembangunan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan setempat. Bappeda akan memaparkan usulan metodologi kepada mitra Kabupaten pada awal bulan Januari 2015, sebelum memulai pekerjaan di bulan Februari 2015. Penekanan khusus akan diberikan pada rencana-rencana masyarakat untuk mengelola tanah adat dan sumber daya alam sebagai aset produktif. Para fasilitator masyarakat akan dilatih dalam keterampilan advokasi dan melobi, untuk melibatkan dan mendapatkan pengesahan dari pemerintah Kabupaten atas rencana-rencana mereka. Selain itu, staf Bappeda yang terlibat dalam penelitian desa akan berbagi pengalaman mereka tentang pengembangan pedesaan melalui makalah penelitian, dan bertindak sebagai pembicara untuk agenda ini. Protarih akan menyampaikan temuan-temuan ini kepada pemerintah pusat sebagai masukan untuk penyusunan pedoman baru dan memaksimalkan pembelajaran. Bappeda memimpin pekerjaan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi fungsi berbagai SKPD dan hubungan di antara mereka, untuk menyusun suatu mekanisme koordinasi antar-SKPD. Protarih sedang memberikan dukungan dengan menyusun draf kerangka kerja kelembagaan, termasuk peran dan tanggung jawab Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda sebagai Sekretariat BKPRD. Ini akan mencakup penilaian organisasi atas Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda, di mana tim penataan ruang Bappeda saat ini berada. Ini mencakup peninjauan tentang peran, tanggung jawab dan susunan staf, serta rekomendasi untuk merestrukturisasi Unit tersebut untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Perda 23/2013. Bappeda saat ini sedang bekerja sama dengan Bappenas untuk merevisi sasaran-sasaran yang relevan dengan Papua dalam RPJMN. Revisi ini akan memberikan penekanan yang lebih besar pada pembangunan manusia di tingkat desa – memberdayakan penduduk setempat dengan kemampuan untuk merencanakan masa depan mereka sendiri. Ini merupakan suatu kesempatan untuk menghubungkan perencanaan pembangunan manusia dan perencanaan tata ruang, serta suatu kesempatan untuk mengkritisi pendekatan status quo yang berfokus pada proyek infrastruktur dan pertanian skala besar. Protarih akan terus mendukung Bappeda untuk terlibat dengan Kementerian kunci (khususnya Bappenas) membangun dukungan terhadap inovasi dalam perencanaan pembangunan desa. Ini memberikan kesempatan untuk pembelajaran pada tingkat pemerintah pusat.
PwC
Halaman 37
Laporan Tengah Tahunan Protarih (Juli - Desember 2014)
Bappeda telah setuju untuk menciptakan sebuah Cetak Biru untuk Pembaruan Desa. Hal ini akan memberikan kesempatan untuk melindungi akses masyarakat ke lahan dan sumber daya yang mereka andalkan. Ini juga akan menekankan pentingnya berinvestasi pada aset produktif masyarakat (pertanian skala kecil, rehabilitasi hutan, dan lain-lain) serta dalam pembaruan lembaga-lembaga masyarakat. Jalur komunikasi langsung dengan Gubernur dan Sekda (melalui pengarahan, kunjungan lapangan berkala, dll.) juga perlu dipertahankan, melalui kantor Protarih di Jayapura. Protarih juga merasakan perlunya melibatkan kabupaten mitra secara rutin dalam pekerjaan lapangan dan kebijakan.
Keluaran 5 “Kerangka regulasi dan mekanisme kepatuhan perencanaan tata ruang yang ada untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan tentang pemanfaatan lahan sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi” Konsultasi dengan masyarakat sipil menunjukkan perlunya suatu prosedur keluhan publik yang handal untuk RTRW dan keputusan perizinan. Prosedur tersebut akan menjadi bagian dari protokol yang disusun Bappeda dengan dukungan Protarih untuk memverifikasi kepatuhan dari semua keputusan perizinan terhadap RTRW. Kelompok kerja pembuat draf peraturan sudah dibentuk, dengan terdiri dari akademisi dan perwakilan masyarakat sipil, untuk mengadaptasi protokol menjadi draf Peraturan Gubernur. Diharapkan draf ini akan setara dengan usulan prosedur perizinan “satu pintu” Gubernur, untuk menjamin integritasnya. Akan tetapi, protokol ini hanya akan menjadi solusi sementara sebelum terbentuknya dewan pertanahan independen atau lembaga serupa yang ditugaskan untuk menengahi semua transaksi tanah dengan masyarakat.
PwC
Halaman 38