KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG
RINDANG LARAS SUHITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
MENGENAI
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016 Rindang Laras Suhita D151150316
RINGKASAN RINDANG LARAS SUHITA. Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung. Dibimbing oleh ASEP GUNAWAN, CECE SUMANTRI dan NIKEN ULUPI Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang masih memiliki produktivitas rendah dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki keunggulan pada tingkat adaptasi, ketahanan terhadap panas, dan ketahanan terhadap penyakit yang tinggi. Rendahnya produktivitas ayam kampung berbanding terbalik dengan permintaan konsumsi daging ayam kampung di masyarakat. Sehingga perlu dilakukan peningkatan produktivitas ayam kampung melalui seleksi. Gen IGF2 (Insuline-like Growth Factor 2) dan FMO3 (Flavincontaining monooxygenases 3) sebagai gen pengontrol pertumbuhan dan kualitas karkas dapat digunakan sebagai gen potensial dalam seleksi berbasis marka genetik untuk meningkatkan produktivitas ayam kampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman gen IGF2 dan FMO3 pada populasi ayam kampung dan memahami hubungan keragaman gen-gen tersebut dengan bobot karkas dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu analisis keragaman gen IGF2 dan FMO3 pada dua populasi ayam kampung serta beberapa ayam lokal sebagai pembanding. Asosiasi keragaman kedua gen diidentifikasi pada bobot karkas dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Sampel yang digunakan sebanyak 118 sampel ayam kampung untuk gen IGF2 yang terdiri atas kampung populasi 12 minggu, dan kampung populasi 26 minggu. Sebanyak 129 sampel darah ayam kampung yang digunakan untuk gen FMO3 terdiri atas 6 populasi yaitu broiler, kampung, sentul, merawang, pelung, dan nunukan. Ayam kampung yang digunakan untuk asosiasi sebanyak 118 ekor untuk bobot karkas dan potongan komersial serta 56 ekor untuk sifat fisik karkas. Genotyping dilakukan menggunakan metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism). Analisis data yang dilakukan yaitu frekuensi genotipe, frekuensi alel, heterozigositas, keseimbangan Hardy-Weinberg dan asosiasi data genotipe dengan fenotipe menggunakan GLM (General Linear Model). Hasil menunjukkan gen IGF2 pada dua populasi ayam kampung bersifat polimorfik dan gen FMO3 pada semua populasi bersifat monomorfik. Gen IGF2 pada populasi ayam kampung 12 minggu memiliki keragaman yang rendah dan pada populasi 26 minggu memiliki keragaman yang tinggi sedangkan pada gen FMO3 tidak ditemukan keragaman. Ditemukan asosiasi secara suggestive ( P < 0.1) gen IGF2 dengan bobot paha bawah pada ayam kampung 26 minggu. Tidak ditemukan asosiasi antara keragaman gen IGF2 dan FMO3 terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Kata kunci : ayam kampung, bobot potong, gen FMO3, gen IGF2, sifat fisik karkas
SUMMARY RINDANG LARAS SUHITA. Polymprphism of IGF2 and FMO3 genes Associated with Slaughtered Weight and Physical Meat Traits in Kampung Chicken. Supervised by ASEP GUNAWAN, CECE SUMANTRI and NIKEN ULUPI. Kampung chicken is an Indonesian native chicken that still have low productivity compare with commercial breed. Kampung chicken has genetic diversity as its potential and superiority than commercial breed. In other cases, kampung chicken was mentioned has high levels of adaptability, resistance to heat, and resistance to disease. The low productivity of chicken is unrelevant to the demand of chicken meat in the country. The increase in demand due to the increasing awareness of the importance of healthy lifestyles, particularly through the pattern of consumption of animal protein. IGF2 gene (Insuline-like growth factor 2) and FMO3 (Flavin-containing monooxygenases 3) as the genes that control the growth and carcass quality can be used as a potential gene-based selection of genetic markers to improve the productivity of kampung chicken. This study aimed to analyze the IGF2 gene diversity in populations and FMO3 chicken also understand the diversity of genes relationship with carcass weight and physical properties of the chicken carcass. The study consisted of two phases: analysis of IGF2 gene diversity and FMO3 in two populations of chicken and some local chickens as a comparison. Both genes diversity carried association with carcass weight and physical traits of the chicken carcass. A total 118 DNA samples of chicken for IGF2 gene consisting of the kampung chicken population of 12 weeks, and the kampung chicken of 26 weeks. A total of 129 DNA samples of 6 chicken population were used for gene FMO3 that consists of broiler, kampung, sentul, merawang, pelung, and nunukan. A total of 118 heads of chicken used for the association for slaughtered weight and commercial carcass weight as well as the 56 heads to the physical traits of the carcass. Genotyping was performed using PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism). The data analysis were frequency of genotype, allele frequencies, heterozygosity, Hardy-Weinberg equilibrium and genotype with phenotype data association using GLM (General Linear Model). Results showed IGF2 gene in two chicken populations polymorphic and FMO3 genes in all populations are monomorphic. IGF2 gene in populations of chicken 12 weeks had lower diversity and at 26 weeks has a high diversity while at FMO3 genes not found diversity. There was suggestive association (p < 0.1) of IGF2 gene with down leg weight. No association was found between the IGF2 gene diversity and FMO3 to slaughter weight and physical properties of the chicken carcass. Key words : FMO3 gene, IGF2 gene, kampung chicken, slaughtered weight, physical traits of carcass
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG
RINDANG LARAS SUHITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rukmiasih, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Marimin, MS Dr Ir Naresworo Nugroho, MS
PRAKATA Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji dan syukur Penulis kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 hingga Januari 2015 ini adalah ayam kampung dengan judul Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung. Salawat dan salam tak lupa dilimpahkan kepada role model terbaik, Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr agr Asep Gunawan, SPt, MSc, Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc, Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MS sebagai dosen pembimbing atas curahan waktu, perhatian, bimbingan, motivasi, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis sejak penulis menempuh pendidikan sarjana hingga menyelesaikan program magister. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rukmiasih, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan karya tulis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu (Indah Setiawati), bapak (Budi Kasmiyanto), dan kakak (Abidin Pandianta) serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sejak kecil hingga saat ini. Semoga Allah memberikan kesempatan kita untuk berkumpul kembali di jannah-Nya kelak. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan ABG-Sci yaitu Ka Shelvi, Ka Isyana, Ka Furqon, Ka Muhsinin, Ka Himma, Ka Nurul, Nawal dan tim kurcaci. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi lapang Laboratorium Pemuliaan dan Genetika yaitu Pak Dadang, Ali, dan Robi. Terima kasih kepada tim penelitian yaitu Ka Saleh, Mujo, dan Ka Gayuh atas semangat juangnya. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 48, kelas ITP 2014 dan ITP 2015 atas kebersamannya yang nampak sangat singkat namun penuh kenangan manis. Kepada suami terkasih, Muhamad Iqbal Gozali terima kasih atas kesabaran, dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya serta kebersamaannya sehingga penulis merasa tidak pernah sendiri. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas segalanya. Semoga Allah memberikan kelimpahan berkah, pahala, karunia, dan balasan yang terbaik atas kebaikan, dukungan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Penulis
Rindang Laras Suhita
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Tahap 1 : Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 Total Sampel Ekstraksi DNA Amplifikasi PCR Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) Genotyping Gen IGF2 Genotyping Gen FMO3 Analisis Data Penelitian Tahap 2: Asosiasi Gen IGF2 dan Gen FMO3 terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging Total Sampel Pemeliharaan Analisis Sifat Fisik Daging Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi dan Genotyping Gen IGF2 serta FMO3 Keragaman Gen IGF2 dan FMO3 Heterozigositas dan Keseimbangan Gen IGF2 serta FMO3 Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Kampung Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
v v v 1 1 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 7 7 7 8 8 9 9 9 11 12 14 16 17 19 19 19 20 25 32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Primer gen IGF2 dan FMO4 Frekuensi genotipe dan alel gen IGF2 Frekuensi genotipe dan alel gen FMO3 Heterozigositas dan chi-square gen IGF2 serta FMO3 Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 12 minggu Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 26 minggu Analisis sifat fisik daging ayam kampung populasi 26 minggu Asosiasi sifak fisik daging ayam kampung dengan keragaman gen IGF2
4 10 11 12 13 14 15 15 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Bagan kerangka pemikiran penelitian Visualisasi penempelan primer gen IGF2 Visualisasi penempelan primer gen FMO3 Visualisasi hasil PCR RFLP gen IGF2 dan FMO3
2 5 5 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Pembuatan primer melalui primer designing tools Blast primer melalui MEGA 6.06 Penentuan enzim restriksi melalui NEBcutter V2.0 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam jantan populasi 12 minggu Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam betina populasi 12 minggu Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam populasi 26 minggu
24 25 25 26 30 35
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang banyak dibudidayakan di masyarakat, namun masih memiliki produktivitas yang rendah (Nataamijaya 2010). Ayam kampung memiliki beberapa potensi, diantaranya keragaman sifat fenotipe dan genotipe yang tinggi, tingkat adaptasi, ketahanan terhadap panas, serta ketahanan terhadap penyakit. (Nataamijaya 2000; Mardiningsih et al. 2004; Pagala et al. 2013; Tamzil et al. 2013; Ulupi et al. 2013).Muryanto et al. (2002) menyatakan pengembangan ayam kampung memiliki kendala pada lambatnya laju reproduksi dan pertumbuhan. Rendahnya produktivitas ayam kampung berbanding terbalik dengan permintaan konsumsi daging ayam kampung di masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat, khususnya melalui pola konsumsi protein hewani. Badan pusat statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2014 produksi daging ayam kampung sebesar 297 652 ton dan meningkat pada tahun 2015, yaitu mencapai 313 993 ton, nilai tersebut berada di bawah produksi ayam ras. Produksi daging ayam kampung hanya menyumbang 15.13% dari total produksi daging unggas dan 10.26% dari total produksi daging ternak Indonesia. Dengan demikian, ayam kampung memiliki potensi untuk dapat ditingkatkan sebagai pemenuhan program ketahanan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Semakin tingginya konsumsi ayam kampung berkaitan dengan adanya paradigma di masyarakat bahwa ayam kampung memiliki rasa yang enak dan aroma spesifik serta lebih aman dikonsumsi. Rasa yang enak dan aroma khas dari ayam kampung berkaitan dengan kandungan lemak yang ada di daging ayam kampung. Lemak memberikan cita rasa dan aroma spesifik pada makanan yang tidak dapat digantikan oleh komponen makanan lainnya (Sartika 2008). Winarso (2003) menyatakan lemak merupakan komponen daging yang bervariasi, sehingga kualitas fisik daging dapat ditentukan oleh kadar lemak dalam daging. Hal ini mendukung Setiyono (1987) yang menyebutkan kualitas fisik daging ditentukan oleh komposisi kimia daging yang memiliki variasi pada komponen lemak. Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Salah satu jenis asam lemak, yaitu asam lemak esensial dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (Mayes 2003). Potensi ayam kampung sebagai sumber kebutuhan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal dapat dilakukan melalui upaya dalam peningkatan kualitas maupun kuantitas daging ayam kampung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ayam kampung adalah melalui seleksi berbasis marka genetik khususnya pada sifat pertumbuhan dan kualitas daging. Terdapat beberapa gen yang mengontrol pertumbuhan dan kualitas daging, diantaranya adalah IGF2 dan FMO3. Insulin-Like Growth Factor 2 (IGF 2) merupakan bagian dari GH grup yang terbukti mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi pada embrio hewan (Zhihui et al 2004). Selain itu, IGF2 juga berperan pada pertumbuhan otot ayam dan perlemakan serta kualitas daging (Duclos et al. 1999; Gao et al. 2007). IGF2 memiliki keunggulan dibandingkan
2 dengan gen pada GH grup lainnya, yaitu konsentrasinya pada darah tidak dipengaruhi oleh status nustrisi (McMurty 1998). Ditemukan dua titik mutasi pada gen IGF 2 yang teridentifikasi pada ayam Black Penedesenca. Mutasi menyebabkan adanya substitusi basa Guanin menjadi Adenin pada intron 2 yang juga dapat dideteksi menggunakan enzim restriksi Hsp92 sehingga didapatkan dua genotype yaitu AA dan AB (Amills et al. 2003). Rahmadani et al. (2015) menyatakan adanya keragaman gen IGF2 pada ayam kampung di ekson 4 namun tidak berasosiasi terhadap pertumbuhan sampai umur 12 minggu. Amills et al (2003) menyatakan tidak ada asosiasi gen IGF2 pada ayam lokal Black penedesenca jantan dan betina dengan pertumbuhan dan konsumsi pakan. Tang et al. (2010) menyatakan terdapat asosiasi gen IGF2 terhadap pertumbuhan ayam petelur umur 17 minggu, namun tidak ditemukan asosiasi dengan bobot karkas dan bobot telur. Grup FMO memiliki peran sebagai kontributor mayor metabolisme xenobiotic (Hao et al. 2009). Selain itu, grup FMO memetabolis endogen tertentu sebagai bagian dari substrat hasil proses fisiologis diskrit. Gunawan et al (2013) menyebutkan adanya mutasi pada gen FMO5 berasosiasi dengan kandungan androstenon yang berpengaruh pada odour daging babi. FMO memiliki kekhususan substrat dan sering menghasilkan metabolit yang berbeda yang berpotensi signifikan sebagai toksikologi (Hao et al. 2009). Neuhoff et al. (2015) mengamati adanya mutasi gen FMO5 pada babi dengan indikasi tingkat androstenon dan skatol serta danindol yang berpengaruh pada sifat reproduksi. Gen FMO3 (flavin containing monooxygenase 3) memiliki peran sebagai kandidat gen mayor yang mengontrol bau amis akibat akumulasi trimetylamine (TMA) di beberapa komoditas ternak (Lunden et al. 2002; Honkatukia et al. 2005). Bau atau aroma amis sebagai sifat yang umumnya diatur oleh kandungan lemak pada ternak, ternyata dapat dikendalikan melalui sistem kerja gen FMO3. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung serta melihat asosiasi kedua gen tersebut terhadap sifat pertumbuhan dan kualitas karkas. Hasil penelitian ini kemudian dapat dijadikan informasi pelengkap dalam proses seleksi ayam kampung dengan pertumbuhan dan kualitas karkas yang optimal sehingga dapat diaplikasikan secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani. Perumusan Masalah Sebelum membahas perumusan masalah dalam penelitain ini, terlebih dahulu akan disampaikan tentang kerangka pemikiran dari penelitian ini. Bagan kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1. Masalah utama yang ingin diteliti adalah hubungan antara keragaman gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas ayam tersebut. Penelitian ini akan dilakukan melalui dua tahapan pengujian, yaitu pengujian terhadap faktor genetik dan pengujian terhadap fenotipik. Pengujian terhadap faktor genetik bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung. Pengujian terhadap fenotipik dilakukan pada bobot potong dan sifat fisik karkas ayam kampung. Kedua hasil pengujian tersebut kemudian digunakan untuk
3 mengasosiasi genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas pada ayam kampung.
Gambar 1 Bagan kerangka penelitian Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 ayam kampung serta asosiasinya terhadap bobot potong, bobot komersil karkas, dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi pelengkap untuk menseleksi bobot potong dan sifat fisik karkas ayam kampung. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 yang terdapat pada ayam kampung. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk menerangkan asosiasi bobot potong dan sifat fisik daging ayam kampung terhadap genotipe pada gen IGF2 dan gen FMO3.
4
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak dan Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian Tahap 1 : Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 Total Sampel Sampel yang digunakan dalam tahap ini adalah sebanyak 118 sampel DNA ayam kampung untuk gen IGF2 dan 129 sampel DNA ayam kampung serta beberapa ayam lokal sebagai pembanding untuk gen FMO3. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dimulai dengan pengambilan sampel darah. Darah diambil dari bagian vena axilaris, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah diisi Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 5 mL. Selanjutnya sebanyak 50 µL sampel darah dimasukkan ke dalam tabung ependorf (1.5 mL) dan ditambahkan dengan 1000 µL Sodium chloride (NaCl) 0.2%. Kemudian didiamkan 5 menit. Setelah didiamkan, disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit, kemudian bagian supernatan dibuang. Setelah bagian supernatan dibuang, larutan ditambahkan dengan 20 µL proteinase K 5 mg mL-1, 40µL sodium dodesil fosfat (SDS) 10% dan 30 µL 1 x sodium tris EDTA (STE). Selanjutnya campuran larutan tersebut diputar pelan di dalam inkubator selama 2 jam pada suhu 55 oC. Setelah diputar, campuran larutan tersebut ditambahkan dengan 400 µL fenol, 400 µL Cloroform isoamyl alcohol (CIAA) dan 40 µL 5 M NaCl sambil digoyang pelan selama 1 jam pada suhu ruang. Setelah itu, campuran tersebut disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Sebanyak 400 µL bagian yang berwarna bening (DNA) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung baru (1.5 mL). Tabung yang sudah berisi DNA ini kemudian ditambahkan dengan 800 µL etanol absolut dan 40 µL 5 M NaCl lalu disimpan di dalam freezer selama semalam. Setelah itu, larutan disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi, bagian supernatan dibuang dan didiamkan dalam keadaan terbuka pada suhu ruang sampai etanol hilang. Selanjutnya ditambahkan 100 µL TE 80%. DNA yang diperoleh kemudian disimpan di freezer sampai siap untuk digunakan. Amplifikasi PCR Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen IGF2 dan gen FMO3 yang digunakan diamati pada Tabel 1. Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 15 µL yang terdiri atas 0.5 µL DNA, 6.2 µL air bebas ion steril,0.3 primer, dan 7.5 µL Master mix. Terdapat tiga tahap pada metode amplifikasi. Tahap pertama meliputi proses denaturasi awal pada 95 oC selama 5 menit yang dilakukan satu siklus. Tahap kedua meliputi proses denaturasi pada suhu 95 oC selama 10 detik, proses annealing pada suhu 60 oC selama 20 detik, dan proses
5 ekstensi 72 oC selama 30 detik. Tahap kedua dilakukan 35 siklus. Tahap ketiga meliputi proses ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 4 oC hingga digunakan untuk analisis lebih lanjut. Tabel 1 Primer gen IGF2 ekson 4 dan FMO3 ekson 6 Gen
Sekuen Primer
IGF2
F : 5’-GCT GGG GAC CCA ATA GAA CC-3’ R : 5’-CGA TTT GTG ATC TCC TGG GGA-3’ F : 5’-CAC CGT GGC CTC GC-3’ R : 5’-GAA ACA TCA GTC TTG TTT CAA G-3’
FMO3
Posisi Ekson 4 Ekson 6
Referensi Amills et al. (2003) Wang et al. (2013)
Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) Penentuan genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 menggunakan metode RFLP. Sebanyak 5 µL produk PCR gen IGF2 dan 5 µL gen FMO3 dipotong menggunakan 2 µL restriction endonuclease mix yang terdiri atas 1 µL dH2O, 0.7 µL buffer, dan 0.3 µL enzim pemotong, kemudian diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37 oC. Enzim pemotong yang digunakan untuk gen IGF2 adalah NlaIII yang mengenali situs potong CATG|, sedangkan enzim pemotong yang digunakan untuk gen FMO3 adalah AlwNI yang mengenali situs potong CAGNNN|. Produk PCR yang sudah dipotong oleh enzim restriksi kemudian dielektroforesis menggunakan gel agarose 2% dengan buffer 0.5 Tris Borat EDTA (TBE) yang dialiri arus listrik dengan tegangan 100 V selama 40 menit. Visualisasi hasil elektroforesis dilakukan di bawah UV trans iluminator. Genotyping Gen IGF2 Terdapat dua alel yang diamati pada gen IGF2 ekson 4, yaitu alel C jika terdapat titik potong pada hasil amplifikasi sehingga menghasilkan produk yang sama dengan produk PCR yaitu sepanjang 395 bp. Alel T memiliki titik potong pada posisi 139 bp sehingga menghasilkan produk dengan panjang masingmasing 139 bp dan 256 bp.
Gambar 2 Visualisasi penempelan primer dan situs pemotongan pada sekuen gen IGF2 ekson 4 ( kode akses Ensembl ENSGALG00000006555) Genotyping Gen FMO3 Terdapat 2 alel yang diamati pada gen FMO3 ekson 6, yaitu alel A jika memiliki titik potong pada posisi 249 bp sehingga menghasilkan produk dengan panjang masing-masing 249 bp dan 275 bp. Alel G muncul jika tidak terdapat titik
6 potong pada hasil amplifikasi sehingga menghasilkan produk yang sama dengan produk PCR yaitu sepanjang 525 bp.
Gambar 3 Visualisasi penempelan primer dan situs pemotongan pada sekuen gen FMO3 ekson 6 ( kode akses Ensembl ENSGALG00000003316) Analisis Data Setelah genotipe didapat melalui metode PCR-RFLP, nilai frekuensi alel, frekuensi genotipe, nilai keseimbangan Hardy-Weinberg, heterozigositas pengamatan, dan heterozigositas harapan dihitung berdasarkan rumus berikut: Frekuensi alel (Nei dan Kumar 2000) Frekuensi alel merupakan frekuensi relatif dari suatu alel. Frekuensi alel merupakan parameter dasar di dalam evolusi, karena perubahan genetik dalam suatu populasi dapat dijelaskan melalui perubahan pada frekuensi alel. Perhitungan frekuensi alel didapatkan melalui rumus berikut :
Keterangan: xi = frekuensi alel ke-i nii = jumlah individu bergenotipe ii nij = jumlah individu bergenotipe ij N = total sampel
Frekuensi genotipe (Nei dan Kumar 2000) Frekuensi genotipe merupakan frekuensi relatif dari suatu genotipe yang didapatkan dari hasil perbandingan genotipe tertentu dengan jumlah sampel. Nilai frekuensi genotipe berkisar antara 0-1. Perhitungan frekuensi genotipe didapatkan melalui rumus berikut :
Keterangan: xii = frekuensi genotipe ii ni = jumlah individu bergenotipe ii N = total sampel
7 Uji Chi Square (χ2) ( Allendorf dan Luikart 2007) Uji chi square menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Perhitungan chi square didapatkan melalui rumus berikut :
Keterangan: x2 = nilai chi-square O = jumlah genotipe teramati E = jumlah genotipe harapan
Heterozigositas (Allendorf dan Luikart 2007) Heterozigositas merupakan perhitungan untuk mengetahui keragaman gen dalam populasi. Perhitungan heterozigositas didapatkan melalui rumus berikut :
Keterangan: Ho = heterozigositas pengamatan N1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-1 N = jumlah individu yang diamati He = heterozigositas harapan P1i = frekuensi alel ke-i pada lokus ke-1
Penelitian Tahap 2: Asosiasi Gen IGF2 dan Gen FMO3 terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging Total Sampel Sampel yang digunakan dalam tahap ini sebanyak 62 day old chick (DOC) dan 56 ekor ayam kampung umur 26 minggu. Pemeliharaan Ternak yang diteliti dipelihara di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan diawali dengan persiapan kandang melalui sanitasi kandang dengan desinfektan. Ayam diberi nomor identitas pada bagian sayap. DOC ayam kampung dipelihara pada kandang kelompok yang dibagi ke dalam 2 koloni sampai umur 4 minggu (fase starter) dan diberi pakan dan minum adlibitum. Ayam umur 5 minggu dipindahkan ke kandang kelompok 4 koloni hingga umur 12 minggu. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial untuk ayam ras pedaging fase starter (511 diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand) dan dedak padi (diperoleh dari penggilingan padi di wilayah Situ Gede Dramaga) dengan perbandingan 80:20 pada minggu 1-3 dan dilanjutkan dengan perbandingan 60:40 sampai minggu 12. Setiap 1 minggu bobot ayam ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Pada umur 1, 3, dan 8 minggu dilakukan vaksinasi ND untuk seluruh ayam. Setelah 12 minggu, ayam dipotong dan dijadikan potongan komersial kemudian ditimbang setiap bagian.
8 Analisis Sifat Fisik Daging Ternak yang telah dipotong kemudian diukur bobot potong dan potongan komersialnya. Selain itu, analisis kualitas karkas fisik pada ayam kampung untuk setiap genotipe dilakukan menggunakan sample daging dada dengan menguji beberapa parameter : pH Daging Pengukuran pH daging dilakukan sesuai metode Van Laack et al. (2000) dengan memasukan pH meter yang telah dikalibrasi sebelumnya ke bagian dalam daging , kemudian ditunggu hingga tertera nilai pada layar pH meter. Keempukan Daging Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kgcm-2) yang diperlukan untuk memotong core daging yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk alat pemotong daging Warner Bratzler Device. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan Suryati et al. (2008). Daya Mengikat Air (Water Holding Capacity) Daya mengikat air adalah kemampuan protein daging mengikat air di dalam daging. Nilai ini diukur dengan planimeter dengan cara mencari jumlah air yang keluar (mg) sesuai metode Hamm (1972) di dalam Soeparno (2005): (selisih lingkar luar-selisih lingkar dalam) 100 x 6.45 – 8.0 H2O = 0.0948 Untuk mengetahui persentase air bebas digunakan rumus sebagai berikut : %H2O =
% mgH2O 300
x 100 %
Susut Masak (Cooking Loss) Susut masak adalah sedikit banyaknya air yang hilang dan nutrien yang yang larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Prosedur dilakukan sesuai metode Bouton et al. (1971) dengan rumus sebagai berikut : Susut masak (%) =
berat awal – berat akhir x 100 % berat awal
Analisis Data Pengaruh perbedaan genotipe gen terhadap potongan karkas pada ayam kampung umur 12 dan 26 minggu serta perbedaan genotipe gen terhadap kualitas fisik pada ayam kampung umur 26 minggu dianalisis menggunakan prosedur GLM (General Linier Model ) (SAS Institute Inc. 2008) portable dengan model sebagai berikut: Yij = μ + Gi + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan akibat pengaruh genotipe ke-i pada ulangan ke-j μ = rataan umum Gi = pengaruh genotipe ke-i εij = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi dan Genotyping Gen IGF2 serta FMO3 Gen IGF2 pada ekson 4 dan FMO3 pada ekson 6 berhasil diamplifikasi dengan panjang masing-masing 395 pb dan 524 pb. Hasil RFLP menggunakan enzim pemotong NlaIII pada fragmen gen IGF2 menghasilkan tiga tipe gen (genotipe), yaitu CC, TC, dan TT yang dibentuk dari kombinasi dua alel C dan T (Gambar 4a). Satu SNP (Single Nucleotide Polymorphism) ditemukan pada gen IGF2. SNP pada gen IGF2 dikenali melalui situs potong CATG| dengan menggunakan enzim restriksi NlaIII. Mutasi terjadi pada basa ke- 138 dengan perubahan basa timin (T) menjadi sitosin (C). Hal ini telah dibuktikan oleh Rahmadani et al. (2015) yang melalukan sekuensing gen IGF2 pada ayam kampung dengan sekuen dari GenBank dengan nomor akses NC_006092.3. Perubahan basa ini dikenal sebagai subtitusi basa transisi karena perubahan basa timim (pirimidin) menjadi sitosin (pirimidin). Subtitusi basa transisi umumnya lebih sering terjadi dibandingkan dengan transversi (Nei dan Kumar 2000). Mutasi ini juga dikenal sebagai synonymous atau silent substitution karena perubahan basa hanya mengkode asam amino yang sama yaitu histidin (Amills et al. 2003).
Gambar 4 Visualisasi hasil PCR-RFLP gen IGF2 (a) dan FMO3 (b) pada gel agarose 2%. M: Marker 100 pb; TT, TC, CC, dan AA: genotipe Hasil genotyping gen FMO3 disajikan pada Gambar 4b. Tidak ditemukan titik SNP di sekuen yang diamati pada ekson 6 gen FMO3. Wang et al (2013) sebagai acuan primer menyebutkan adanya titik missense mutation pada ekson 6 di posisi 869 dengan perubahan basa adenin (A) menjadi guanin (G) pada itik. Mutasi ini dapat berpengaruh terhadap kerja enzim FMO3 pada itik. Honkatukia et al. (2005) menyebutkan adanya mutasi adenin (A) menjadi timin (T) pada ayam ras petelur di ekson 7 posisi 329 yang menyebabkan perubahan asam amino threonin menjadi serin. Perubahan ini menyebabkan adanya bau amis pada kuning telur. Keragaman Gen IGF2 dan FMO3 Analisis keragaman gen IGF2 ekson 4 pada ayam kampung dilakukan menggunakan frekuensi genotipe dan frekuensi alel yang disajikan pada Tabel 2. Ayam lain digunakan sebagai pembanding diperoleh dari Rahmadani et. al
10 (2015). Proporsi genotipe gen IGF2 ekson 4 pada populasi broiler, sentul, dan merawang menunjukkan frekuensi genotipe CC paling tinggi dan TT yang paling rendah bahkan pada broiler dan sentul tidak ditemukan frekuensi genotipe TT. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe CC pada ketiga populasi tersebut memiliki peluang kemunculan tertinggi dibandingkan dengan genotipe TT. Hal ini sesuai dengan Amills et al. (2003) yang menunjukkan genotipe CC memiliki frekuensi tertinggi pada populasi ayam Black Penedesenca. Tang et al. (2010) menunjukkan bahwa genotipe CC pada ayam beijing you memberikan performa pertumbuhan dan bobot karkas tertinggi pada umur 17 minggu. Populasi kampung 26 minggu dan pelung menunjukkan frekuensi genotipe TC paling tinggi sehingga genotipe TC memiliki peluang kemunculan tertinggi dibandingkan genotipe lainnya pada populasi tersebut. Berbeda dengan populasi kampung 12 minggu, frekuensi genotipe TT memiliki frekuensi tertinggi sehingga peluang kemunculannya lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya pada populasi tersebut. Tabel 2 Frekuensi genotipe dan alel gen IGF2 Sampel Broiler Kampung 12 minggu Kampung 26 minggu Sentul Merawang Pelung
10
CC (n) 0.80 (8)
Genotipe TC (n) 0.20 (2)
62
0.16 (10)
56 34a 18a 23a
n a
Alel TT (n) - (0)
C 0.90
T 0.10
0.36 (22)
0.48 (30)
0.34
0.66
0.28 (16)
0.50 (28)
0.21 (12)
0.54
0.46
0.56 (19) 0.50 (9) 0.35 (8)
0.44 (15) 0.39 (7) 0.48 (11)
- (0) 0.11 (2) 0.17 (4)
0.78 0.69 0.59
0.22 0.31 0.41
Keterangan : aSumber : Rahmadani et al. (2015); n = jumlah individu
Hasil penelitian yang didapatkan pada ayam kampung 12 minggu menunjukkan bahwa frekuensi alel T memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan alel C. Distribusi alel gen IGF2 ekson 4 pada populasi ayam broiler, sentul, merawang, pelung yang diamati Rahmadani et al. (2015) dan ayam kampung 26 minggu memiliki frekuensi alel C lebih tinggi dibandingkan dengan alel T. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Amills et al. (2003). Tang et al. (2010) juga menyatakan hal yang sama, bahwa alel C memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada populasi ayam beijing you dan kapas. Nilai ini berbeda pada ayam kampung 26 minggu dan ayam kampung yang diamati Rahmadani et al. (2015) pada sekuen gen yang sama. Hal ini disebabkan adanya seleksi betina pada populasi sebelumnya yang digunakan oleh Rahmadani et al. (2015) terhadap sifat bobot badan. Noor (2010) menyebutkan bahwa frekuensi gen dapat mengalami perubahan jika terjadi seleksi, mutasi, percampuran populasi, silang dalam dan silang luar, serta genetic drift. Nilai frekeunsi dari beberapa populasi ayam yang diamati tersebut menunjukkan bahwa gen IGF2 memiliki keragaman yang tinggi. Hartl dan Clark (1997) menyebutkan bahwa suatu alel dinyatakan memiliki keragaman yang tinggi jika frekuensi alelnya kurang dari 0.99. Frekuensi genotipe dan alel juga dilakukan untuk mengetahui keragaman gen FMO3 ekson 6 pada beberapa ayam lokal dapat diamati pada Tabel 3. Hasil yang didapatkan dari total 129 ayam dari berbagai populasi menunjukkan bahwa
11 hanya satu genotipe yang dapat diamati yaitu genotipe AA (100%), sehingga frekuensi alel A sebesar 1.00. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada keragaman genetik sekuen gen FMO3 ekson 6 yang digunakan dan tidak ditemukan alel G pada seluruh populasi ayam yang diteliti. Hal ini mengakibatkan populasi yang diamati tidak dapat diasosiasikan dengan parameter yang telah ditentukan. Tabel 3 Frekuensi gen dan alel gen FMO3 Sampel
n
Broiler Kampung Sentul Merawang Pelung Nunukan
7 56 20 20 20 6
AA (n) 1.00 (7) 1.00 (56) 1.00 (20) 1.00 (20) 1.00 (20) 1.00 (6)
Genotipe AG (n) - (0) - (0) - (0) - (0) - (0) - (0)
GG (n) - (0) - (0) - (0) - (0) - (0) - (0)
A 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Alel G 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Keterangan : n = jumlah individu
Keragaman gen FMO3 telah banyak diteliti dan terbukti berasosiasi dengan bau amis pada beberapa hewan. Nonsense mutasi pada sekuen gen FMO3 sapi menunjukkan adanya asosiasi dengan bau amis pada susu sapi Lunden et al. (2002). Glenn et al. (2007) membuktikan adanya asosiasi bau amis pada daging babi dengan keragaman gen FMO3. Mutasi nonsinonimus terjadi pada penelitian Honkatukia et al. (2005) menyebabkan perubahan asam amino yang meningkatkan level TMA sehingga berpengaruh pada bau amis kuning telur ayam. Teknik sekuensing dan ekspresi RNA dilakukan Wang et al. (2013) pada titik yang sama dengan penelitian menunjukkan adanya 27 SNP, salah satunya terjadi missense mutation di ekson 6 itik yang sangat berperan pada aktivitas enzim FMO3 di jaringan hati. Total panjang gen FMO3 yang terletak di kromosom 8 sebesar 7 693kb akan muncul banyak peluang mutasi. Allendorf dan Luikart (2007) menyebutkan ratusan mutasi dapat terjadi pada setiap individu baru. Tidak ditemukannya keragaman di sekuen gen FMO3 pada beberapa sampel ayam lokal dapat disebabkan karena teknik PCR-RFLP yang digunakan hanya mampu mengenali satu titik mutasi. Heterozigositas dan Keseimbangan Gen IGF2 serta FMO3 Hasil yang diamati menunjukkan bahwa dua populasi ayam kampung tidak memiliki keragaman gen IGF2 maupun FMO3 yang tinggi. Keragaman genetik suatu populasi dinyatakan tinggi jika nilai heterozigositas lebih dari 0.5 (Allendorf dan Luikart 2007). Hasil perhitungan Ho dan He dapat diamati pada Tabel 4.Analisis heterozigositas dilakukan dengan membandingkan nilai heterozigositas observasi (Ho) dan heterozigositas harapan (He). Heterozigositas digunakan untuk mengetahui keragaman gen dalam satu populasi yang dapat membantu pada program seleksi untuk generasi berikutnya (Marson et al. 2005). Berbeda dengan nilai Ho yang diamati Rahmadani et al. (2015) dengan jumlah individu lebih banyak menunjukkan adanya keragaman yang tinggi pada ayam kampung. Hal ini dapat disebabkan kurangnya jumlah pengamatan dari
12 populasi yang digunakan kecil. Allendorf dan Luikart (2007) menyebutkan bahwa perbandingan antara heterozigositas tidak akan valid jika tidak dilakukan dengan jumlah pengamatan yang besar. Moioli et al. (2004) menyebutkan bahwa nilai Ho selalu memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan He. Selain itu, He merupakan indikator yang layak digunakan dalam menentukan keragaman suatu gen pada suatu populasi, semakin tinggi maka semakin baik. Tabel 4 Heterozigositas dan chi-square (χ2) gen IGF2 Sampel
n
Ho 0.20 0.36 0.50 0.44 0.39 0.48
Gen IGF2 He 0.18 0.45 0.79 0.34 0.43 0.48
χ2
Broiler 10a ns Kampung 12 minggu 62 ns Kampung 26 minggu 56 ns Sentul 34a ns a Merawang 18 ns Pelung 23a ns a 2 Keterangan : Sumber : Rahmadani et al. (2015); n = jumlah individu; χ tabel, db (n-1), α 5% = 3.84; ns = tidak nyata (χ2 hitung < χ2 tabel)
Berdasarkan nilai He yang diamati, populasi ayam kampung umur 26 minggu memiliki nilai He yang paling tinggi. Sesuai dengan pernyataan Moioli et al. (2004), populasi ini memiliki keragaman gen IGF2 ekson 4 yang tinggi. Machado et al. (2003) menyatakan nilai Ho yang lebih rendah dari He dapat mengindikasikan tingkat endogami yang merupakan hasil dari proses seleksi intensif. Uji chi-square (χ2) digunakan untuk mengetahui populasi berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Nilai chi square yang tidak signifikan pada taraf 5% menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Nilai chi square akan semakin besar jika terdapat perbedaan yang besar antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Populasi dikatakan berada dalam keseimbangan jika nilai hitung χ2 lebih kecil dibandingkan dengan χ2 tabel (Allendorf dan Luikart 2007). Hasil yang didapatkan pada dua populasi ayam kampung menunjukkan bahwa populasi berada pada keseimbangan HardyWeinberg, walaupun pada populasi ayam kampung 12 minggu telah ada percampuran dengan populasi lain. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilakukan oleh Rahmadani et al. (2015). Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan antara Ho dan He. Semakin besar nilai χ2 maka semakin besar pula perbedaan Ho dan He (Allendorf dan Luikart 2007). Perbedaan nilai Ho dan He yang besar dapat mengindikasikan adanya ketidakseimbangan dari populasi (Tambasco et al. 2000). Keseimbangan pada populasi dapat diartikan bahwa populasi tersebut tidak terjadi mutasi, seleksi, migrasi, dan genetic drift (Noor 2010). Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Kampung Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa bobot potong ayam umur 12 minggu pada jantan dan betina berturut-turut sebesar 765.31±107.36 g dan 665.70±76.93 g. Nilai ini memiliki nilai lebih rendah dari penelitian Tamzil et al. (2015) yang menyebutkan bahwa bobot potong ayam kampung umur 10 minggu mencapai 855.654 g. Sunari et al. (2001) menyebutkan perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup dapat digunakan sebagai parameter produksi dalam bidang
13 peternakan. Umur pemotongan merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas. Bobot potong yang tinggi akan meningkatkan bobot karkas yang didapatkan (Matitaputty et al. 2011). Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung yang didapatkan dari dua populasi, yaitu populasi ayam 12 minggu dan 26 minggu dapat diamati pada Tabel 5. Tabel 5
Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung 12 Minggu 26 Minggu Parameter Jantan (29) Betina (33) Jantan (56)
Bobot potong (g) 765.31±107.36 665.70±76.93 Bobot karkas (g) 440.45±88.46 394.70±84.82 Bobot dada (g) 111.66±24.14 100.00±18.56 Bobot paha atas (g) 82.34±16.22 71.30±10.86 Bobot paha bawah (g) 80.07±15.07 66.24±10.25 Bobot sayap (g) 72.41±11.36 63.21±9.24 Bobot daging dada (g) 64.26±16.29 58.72±11.27 Bobot daging paha atas (g) 47.56±12.05 40.69±6.84 Bobot daging paha bawah (g) 43.62±8.53 36.81±6.29 %Bobot karkas (gbp-1) 56.13±9.41 55.76±6.33 %Bobot dada (gbk-1) 25.72±2.25 25.10±2.22 %Bobot paha atas (gbk-1) 18.91±1.58 18.27±1.90 -1 %Bobot paha bawah (gbk ) 18.23±0.95 17.14±1.59 %Bobot sayap (gbk-1) 16.62±1.33 16.13±1.43 %Bobot daging dada (gbk-1) 14.44±1.92 15.25±2.30 %Bobot daging paha atas (gbk-1) 10.69±1.04 10.53±1.51 %Bobot daging paha bawah (gbk-1) 9.89±0.85 9.62±1.41 Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas
1605.30±153.54 1012.98±119.61 258.07±31.77 198.29±28.14 185.54±24.94 130.27±12.39 180.66±28.48 145.88±25.65 123.53±21.21 63.51±3.20 25.50±1.36 19.55±1.22 18.31±0.99 12.94±1.20 17.83±1.79 14.35±1.43 12.18±1.47
Persentase karkas, dada, paha atas, paha bawah, dan sayap yang diamati oleh Tamzil et al. (2015) memiliki nilai 63.08%, 24.04%, 18.49, 16.65, dan 15.04%, berbeda dengan hasil penelitian. Perbedaan ini disebabkan penggunakan ayam kampung unggul balitnak (KUB) dan pakan komersil yang digunakan oleh Tamzil et al. (2015). Iskandar (2007) menyebutkan bahwa bobot badan ayam kampung umur 12 minggu mencapai 708 g. Nilai ini sesuai dengan kisaran hasil yang didapatkan pada penelitian. Bobot potong umur 26 minggu didapatakan sebesar 1605.30±153.54 g, nilai ini lebih rendah dari Iskandar (2007) yang melaporkan bahwa bobot ayam kampung umur 20 minggu sebesar 1408 g. Tamzil et al. (2015) menyebutkan selain umur, strain ayam dapat mempengaruhi bobot potong pada ayam. Karkas merupakan komponen penting yang mempengaruhi daya beli konsumen dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Karkas juga merupakan organ tubuh yang masak lambat, sehingga dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat (Matitaputty et al. 2011). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa potongan karkas dan komersialnya pada ayam umur 12 minggu jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan metabolisme antara jantan dan betina. Setyanto et al (2012) menyebutkan bahwa
14 ayam kampung jantan memiliki kemampuan lebih baik dalam memanfaatkan protein ransum yang dicerna dibandingkan dengan betina. Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ketiga genotipe dari populasi ayam 12 minggu yaitu CC, TC, dan TT tidak berasosiasi dengan bobot potong, bobot karkas, dan bobot komersil karkas ayam kampung. Tabel 6
Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 12 minggu
Genotipe CC TC TT Betina n=5 n=13 n=15 671.40±111.63 651.23±65.51 676.33±77.22 Bobot potong (g) 411.00±84.88 402.54±121.64 382.47±37.28 Bobot karkas (g) 107.20±27.47 97.38±20.76 99.87±13.29 Bobot dada (g) 76.20±19.28 69.23±9.31 71.47±8.75 Bobot paha atas (g) 71.80±15.27 64.62±10.79 65.80±7.75 Bobot paha bawah (g) 64.40±11.78b 60.08±9.50b 65.53±7.93a Bobot sayap (g) 61.60±14.88 59.66±11.65 56.94±10.18 Bobot daging dada (g) 44.00±11.77 39.94±5.94 40.22±5.71 Bobot daging paha atas (g) 39.80±5.81 36.60±7.70 36.00±5.10 Bobot daging paha bawah (g) 60.96±2.91 53.99±13.21 53.44±12.10 %Bobot karkas (gbp-1) 25.90±1.93 27.66±9.70 29.96±14.84 %Bobot dada (gbk-1) -1 18.46±1.45 17.82±2.90 18.53±1.34 %Bobot paha atas (gbk ) 17.45±0.61 16.70±2.81 17.26±1.34 %Bobot paha bawah (gbk-1) 15.72±0.70 15.57±2.41 17.11±1.18 %Bobot sayap (gbk-1) 15.10±1.59 12.73±2.06 15.49±2.13 %Bobot daging dada (gbk-1) 10.65±1.10 10.46±2.18 10.47±1.25 %Bobot daging paha atas (gbk-1) 9.77±0.56 9.61±2.46 9.50±1.21 %Bobot daging paha bawah (gbk-1) Jantan n=5 n=9 n=15 805.60±82.42 745.56±120.61 763.73±109.38 Bobot potong (g) 430.40±82.26 438.00±107.13 445.27±84.23 Bobot karkas (g) 107.40±22.03 106.89±31.90 115.93±20.12 Bobot dada (g) 82.00±10.22 80.44±19.31 83.60±16.71 Bobot paha atas (g) 78.20±15.02 79.89±19.04 80.80±13.43 Bobot paha bawah (g) 69.00±7.04 70.56±15.65 74.67±9.60 Bobot sayap (g) 65.20±18.51 56.78±19.64 68.44±12.55 Bobot daging dada (g) 45.60±6.31 44.67±14.10 49.95±12.36 Bobot daging paha atas (g) 42.20±8.35 42.00±9.81 45.07±8.11 Bobot daging paha bawah (g) 50.77±5.97 58.26±6.53 58.26±6.49 %Bobot karkas (gbp-1) 24.94±2.03 24.16±1.92 26.21±2.71 %Bobot dada (gbk-1) 19.32±1.09 19.72±1.27 19.48±1.30 %Bobot paha atas (gbk-1) -1 18.13±0.36 18.29±0.87 18.27±1.61 %Bobot paha bawah (gbk ) -1 16.65±1.09 16.21±1.19 17.00±1.70 %Bobot sayap (gbk ) 15.10±1.59c 12.73±2.06d 15.49±2.13c %Bobot daging dada (gbk-1) 10.79±0.38 10.09±1.07 11.20±1.66 %Bobot daging paha atas (gbk-1) 9.85±0.61 9.65±1.02 10.17±0.91 %Bobot daging paha bawah (gbk-1) Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas; a,b angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p=0.06; c,d angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p<0.05 (uji selang berganda Duncan) Parameter
15 Asosiaso gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung disajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil yang didapatkan sesuai dengan Tang et al. (2010) yang menyatakan tidak ada asosiasi gen IGF2 ayam Beijing You dan kapas dengan bobot potong, bobot sayap, bobot paha, bobot otot paha, dan bobot otot dada. Hasil berbeda didapatkan pada persentase bobot sayap pada betina dan bobot daging dada pada jantan. Masing-masing menunjukkan adanya perbedaan pada p = 0.06 dan p<0.05. Perbedaan daging yang dihasilkan dari karkas dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan nutrisi (Soeparno 2011). Populasi yang diamati menunjukkan bahwa genotipe TT memiliki persentase bobot lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Hasil ini sesuai dengan Rahmadani et al. (2015) yang menyebutkan genotipe TT memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Kesamaan ini dapat disebabkan karena populasi yang digunakan merupakan turunan dari populasi yang digunakan oleh Rahmadani et al. (2015). Tang et al. (2010) menyebutkan keragaman gen IGF2 berasosiasi dengan bobot badan dan bobot karkas umur 17 minggu (p<0.05). Oleh sebab itu dilakukan pengamatan pada populasi dengan umur yang lebih tua untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan asosiasi keragaman IGF2 dengan bobot potong dan potongan komersial karkas. Tabel 7
Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung jantan populasi 26 minggu
Genotipe CC TC TT n=16 n=28 n=12 1626.56±143.47 1618.14±148.96 1547.00±174.79 Bobot potong (g) 1007.44±105.35 1031.32±119.22 977.58±132.83 Bobot karkas (g) 254.56±29.34 261.71±31.00 254.25±36.41 Bobot dada (g) 195.19±27.93 203.54±27.86 190.17±27.65 Bobot paha atas (g) 182.31±24.21b 192.14±24.84a 174.42±22.14c Bobot paha bawah (g) 127.38±9.91 132.63±13.45 128.58±12.03 Bobot sayap (g) 175.94±22.91 183.53±29.04 180.24±34.85 Bobot daging dada (g) 141.61±28.12 150.5±24.16 140.79±25.88 Bobot daging paha atas (g) 120.40±20.65 126.91±20.83 119.82±23.33 Bobot daging paha bawah (g) -1 63.54±3.85 63.65±2.58 63.06±3.72 %Bobot karkas (gbp ) 25.27±1.15 25.41±1.41 26.01±1.46 %Bobot dada (gbk-1) 19.32±1.09 19.72±1.27 19.48±1.30 %Bobot paha atas (gbk-1) 18.09±1.19 18.62±0.81 17.89±0.90 %Bobot paha bawah (gbk-1) 12.71±1.00 12.94±1.31 13.27±1.19 %Bobot sayap (gbk-1) 17.49±1.58 17.78±1.69 18.42±2.25 %Bobot daging dada (gbk-1) -1 13.96±1.58 14.57±1.40 14.36±1.28 %Bobot daging paha atas (gbk ) 11.93±1.34 12.31±1.60 12.22±1.41 %Bobot daging paha bawah (gbk-1) Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas; a,b angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p<0.1; c,d,e angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p=0.06 (uji selang berganda Duncan) Parameter
Pemotongan dilakukan pada ayam kampung populasi 26 minggu dengan menseleksi jenis kelamin jantan sebagai pembanding. Hal ini disebabkan oleh pernyataan Chao dan D’Amore (2008) bahwa aktivasi gen IGF2 pada betina memiliki kendala akibat adanya imprinting control region (ICR) yang menyebabkan terhambatnya ekspresi gen ini pada betina. Tabel 7 menunjukkan
16 asoasiasi keragaman gen IGF2 dengan bobot potong, bobot karkas, dan bobot potong komersial karkas ayam kampung jantan umur 26 minggu. Hasil analisis statistik terhadap populasi ayam kampung jantan 26 minggu menunjukkan tidak adanya asosiasi seluruh komponen karkas dengan keragaman gen IGF2 pada taraf 5%, namun berasosiasi secara suggestive pada bobot paha bawah (p < 0.1) dan persentase bobot paha bawah (p=0.06) dengan tiga genotipe yang ditemukan. Penggunaan p<0.1 dan p=0.06 ini digunakan sesuai Gunawan et al. (2011) yang mengamati asosiasi gen ESR2 dengan kualitas sperma pada babi. Genotipe TC memberikan performa paling tinggi diantara genotipe lainnya. Hal ini sesuai dengan Tang et al. (2010) bahwa genotipe heterozigot memberikan performa paling baik pada bobot karkas. Paha bawah merupakan salah satu bagian komersil karkas yang memilki permintaan cukup tinggi. Pada populasi ini, genotipe TC merupakan genotipe yang berpotensi diseleksi untuk mendapatkan bobot paha bawah yang tinggi. Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung Pengujian fisik daging ayam dilakukan untuk mengetahui kualitas karkas yang dihasilkan. Pengujian dilakukan terhadap empat parameter, yaitu pH, susut masak, keempukan, dan persentase air bebas. Pengujian hanya dilakukan pada sampel populasi ayam 26 minggu. Hasil pengujian fisik daging ayam kampung dapat diamati pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis fisik daging dada ayam kampung umur 26 minggu* Parameter Nilai pH 5.46 ± 0.20 Susut masak (%) 49.05 ± 3.32 Keempukan (kgcm-2) 2.98± 0.81 H2O (%) 29.59 ± 2.15 *Setelah penyimpanan selama 8 minggu
Faktor-faktor yang diamati untuk dapat mengetahui kualitas karkas adalah spesies, maturitas, kepadatan dan kekompakan daging, serta tingkat perlemakan. Soeparno (2011) menyebutkan faktor kualitas daging yang dimakan meliputi warna, keempukan dan tektur, flavor dan aroma serta termasuk bau dan cita rasa serta kesan jus daging. Selain itu, lemak intramuskular, susut masak (berat daging yang hilang selama pemasakan), retensi cairan, dan pH ikut menentukan kualitas daging. Parameter pH berpengaruh terhadap 3 karakteristik kualitas sensori daging yaitu warna/penampilan, tekstur/keempukan, dan rasa yang semuanya berpengaruh terhadap penerimaan konsumen (Min dan Ahn 2005). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa water holding dan keempukan meningkat pada kondisi asam di bawah pH post mortem (5.2-5.5) (Ke et al. 2009). Nilai pH yang dihasilkan menunjukkan daging ayam kampung usia 26 minggu memiliki nilai keempukan yang cukup tinggi. Susut masak adalah persentase penyusutan atau bobot yang hilang selama proses pemasakan atau pemanasan (Soeparno 2011). Nilai ini juga berkorelasi negatif dengan pH dan daya ikat air. Dengan demikian, semakin rendah nilai susut masak maka nilai pH dan daya ikat air semakin tinggi menyebabkan daging
17 semakin empuk. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa susut masak rata-rata daging ayam kampung mencapai 49.05 ± 3.32. Hal ini dapat diartikan, susut masak daging selama pemasakan berjumlah 49.05 ± 3.32 % dari total 100% bobot daging. Bobot yang hilang adalah akibat keluarnya air yang ada di dalam daging dan sebagian karena evaporasi air (Soeparno 2011). Keempukan memiliki pengelompokan berdasarkan nilai keempukannya, yaitu sangat empuk (< 3.3 kgcm-2), empuk (3.3 – 5.0 kgcm-2), agak empuk ( 5.0 – 6.71 kgcm-2), agak alot (6.71 – 8.42 kgcm-2), alot (8.42 – 10.12 kgcm-2) dan sangat alot ( >10.12 kgcm-2) (Suryati et al. 2008). Berdasarkan hasil yang didapatkan, daging ayam kampung memiliki nilai keempukan yang rendah. Hal ini sesuai dengan parameter sebelumnya, pH dan susut masak yang menunjukkan daging ayam kampung yang diamati memiliki nilai keempukan sangat empuk. Keempukan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik ternak serta interaksinya. Metode sensori untuk mengetahui kesukaan konsumen dapat dilakukan, tapi membutuhkan waktu yang lama. Metode dengan warner bratzler dipengaruhi oleh tipe otot, preparasi sampel, metode pemasakan, pelaksanaan prosedur, dan tipe panel (Destefanis et al. 2008) Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging mengikat atau menahan kandungan air (mengabsorbsi air) sebagai respon dari aplikasi kekuatan eksternal seperti pemotongan, pemasakan, dan penggilingan daging (Soeparno 2011). Kualitas daging dapat ditentukan dari besarnya DMA, baik secara teknis maupun ekonomis, baik untuk industri maupun konsumen secara langsung sebagai salah satu komponen penting dalam penyimpanan daging (Prevolnik et al. 2010). DMA dapat diketahui melalui perhitungan kandungan air bebas dalam daging. H2O (%) adalah persentase dari jumlah air bebas yang keluar. Diketahui bahwa nilai DMA yang didapatkan adalah 88.76 ± 6.46. Tingginya nilai DMA yang didapatkan dapat diartikan air mengalami sedikit kehilangan air bebas sehingga susut masak yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Nilai DMA berkorelasi negatif dengan jumlah air bebas yang keluar. Persentase jumlah air bebas yang keluar adalah 29.59 ± 2.15% , sehingga tingginya nilai DMA dapat berpengaruh terhadap rendahnya jumlah air bebas yang keluar. Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung Hasil analisis statistik yang dilakukan pada pengujian fisik daging ayam kampung dan asosiasinya dengan keragaman gen IGF2 menunjukkan tidak terdapat asosiasi yang signifikan pada seluruh parameter yang diuji. Hasil asosiasi keragaman gen IGF2 dengan kualitas fisik dapat diamati pada Tabel 9. Soeparno (2011) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas fisik karkas dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengaruh muatan listrik dan pH otot daging, genetik, serta pengaruh sterik. Tidak ditemukannya asosiasi pada kualitas daging ayam kampung dapat disebabkan karena mutasi yang terjadi pada titik yang diamati adalah synonimus sehingga hanya mengkode asam amino yang sama (Amils et al. 2003; Rahmadani et al. 2015). Faktor lain seperti yang dinyatakan Yun et al. (2005) yaitu menurunnya ekspresi gen IGF2 pada fase posthatch dapat menyebabkan tidak ditemukannya asosiasi. Selain itu, Soeparno (2011) menyebutkan nutrisi pakan mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap
18 kualitas daging. IGF2 merupakan gen yang berperan penting pada pertumbuhan plasenta dan perkembangan pada fase embrional (Constancia et al. 2002). Hal ini dapat menjelaskan tidak ditemukannya asoasiasi pada sifat fisik daging ayam kampung umur 26 minggu dengan keragaman gen IGF2. Tabel 9 Asosiasi sifak fisik daging dada ayam kampung dengan keragaman gen IGF2* Geotipe Parameter CC TC TT n=16 n=28 n=12 pH 5.43 ± 0.26 5.50 ± 0.09 5.42 ± 0.29 Susut masak (%) 50.16 ± 5.20 48.48 ± 2.22 48.86 ± 1.77 Keempukan (kgcm-2) 3.03± 0.76 2.95 ± 0.64 3.01 ± 1.19 MgH2O (%) 29.89 ± 1.27 29.81 ± 2.45 28.69 ± 2.28 *Setelah penyimpanan selama 8 minggu
Selain itu, analisis RFLP yang dilakukan hanya mampu mengenali satu titik mutasi, sehingg perlu kajian lebih lanjut pada titik mutasi lainnya agar diketahui secara pasti ada atau tidaknya asosiasi pada gen IGF2 dengan sifat fisik karkas. Beberapa penelitian telah melakukan pengujian kualitas daging pada ayam broiler. Van Laack et al. (2000) melakukan pengamatan pada pH daging ayam pedaging pada umur potong dengan nilai pH sebesar 5.7-5.9. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian, maka nilai ini masih berada pada rentan pH normal. Susut masak ayam broiler umur 5 minggu memiliki susut masak sebesar 18.87 – 26.79% (Prayitno et al. 2010), nilai ini berbeda dengan hasil pengamatan yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa susut masak pada daging ayam kampung 26 minggu memiliki nilai susut masak yang tinggi dan akan berpengaruh terhadap nilai keempukan yang tinggi. Nilai ini dapat disebabkan adanya penyimpanan selama 8 minggu pada daging yang diamati. Arizona et al. (2011) menyebutkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata dapat menurunkan daya ikat air dan meningkatkan susut masak pada daging ayam broiler. Nilai keempukan pada ayam broiler umur 6-7 minggu memiliki kisaran 1.82 – 2.19 kgcm-2 (Lyon et al. 2004). Sesuai dengan hasil yang didapatkan, nilai keempukan daging ayam kampung yang diamati memiliki nilai lebih besar atau dengan kata lain memiliki daging yang lebih alot. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan umur pada ayam kampung yang diamati dengan ayam broiler pada penelitian Lyon et al. (2004). Prayitno et al. (2010) menyebutkan nilai daya ikat air pada ayam broiler sebesar 30.93-42.21%. Sama halnya dengan nilai keempukan, nilai daya ikat air ini berbeda dengan hasil yang didapatkan. Sesuai yang dijelaskan oleh Soeparno (2011) bahwa umur menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan keempukan dan daya ikat air pada daging selain faktor genetik dan pengaruh sterik. Selain itu, masa simpan dari daging yang diamati dapat meningkatkan daya ikat air daging dan berpengaruh terhadap parameter lainnya seperti keempukan dan susut masak (Arizona et al. 2011).
19
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gen IGF2 pada dua populasi ayam kampung bersifat polimorfik. Gen FMO3 bersifat monomorfik pada seluruh populasi ayam yang diamati. Gen IGF2 pada populasi ayam kampung 12 minggu memiliki keragaman yang rendah dan pada populasi 26 minggu memiliki keragaman yang tinggi sedangkan pada gen FMO3 tidak ditemukan keragaman. Asosiasi keragaman gen IGF2 dengan bobot paha bawah ayam kampung 26 minggu diamati pada (p < 0.1) pada namun tidak ditemukan asosiasi gen IGF2 dengan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Saran Penelitian asosiasi keragaman gen pengontrol pertumbuhan dan kualitas daging perlu dilakukan pada sampel dan titik mutasi yang lebih banyak. Penelitian ekspresi dan epigenetik pada dua gen tersebut perlu dilakukan pada ayam kampung yang dipelihara di lingkungan tropis.
20
DAFTAR PUSTAKA Allendorf FW, Luikart G. 2007. Conservation and The Genetics of Populations. Oxford (UK): Blackwell Publishing Amills M, Jime´nez N,Villalba D, Tor M, Molina E,Cubilo D, Marcos C, Francesch A, Sa`nchez A, Estany J. 2003. Identification of three single nucleotide polymorphisms in the chicken Insulin-like Growth Factor 1 and 2 genes and their associations with growth and feeding traits. Poult. Sci.82:1485–1493. Arizona R, Suryanto E, Erwanto Y. 2011. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kenari dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Kimia dan Fisik Daging. Buletin Peternakan. 35:50-56 [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2015. Produksi Daging Unggas berdasarkan Provinsi dan Jenis Unggas. Jakarta (ID): BPS RI. Chao W, D’Amore PA. 2008. IGF2: Epigenetic regulation and role in development and disease. Cytokine & Growth Fact. Rev.19 : 111–120 Constancia M, Hemberger M, Hughes J, DeanW, Ferguson-Smith A, Fundele R, et al. Placental-specific IGF-II is a major modulator of placental and fetal growth. Nature. 417: 945–8. Destefanis G, Brugiapaglia A, Barge MT, Molin ED. 2008. Relationship between beef consumer tenderness perception and Warner–Bratzler shear force. Meat Sci. 78:153–156 Duclos MJ, Beccavin C, Simon J. 1999. Genetic models for the study of insulinlike growth factors (IGF) and muscle development in birds compared to mammals. Domes. Anim. Endocrin. 17: 231–243 Gao Y, Zhang R, Hu X, Li N. 2007. Application of genomic technologies to the improvement of meat quality of farm animals. Meat Sci. 77 : 36–45 Gandolfi G, Pomponio L, Ertbjerg P, Karlsson AH, Nanni Costa L, Lametsch R, Russo V, Davoli R. 2011. Investigation on CAST, CAPN1 and CAPN3 porcine gene polymorphisms and expression in relation to post-mortem calpain activity in muscle and meat quality. Meat Sci. 88 : 694–700 Glenn KL, Ramos AM, Rothschild MF. 2007. Analysis of FMO genes and off flavour in pork. J Anim Breed Genet 124:35–38 Gunawan A, Cinar U, Uddin MJ, Kaewmala K, Tesfaye D, Phatsara C, Tholen E, Looft C, Schellander K. 2011. Investigation on Association and Expression of ESR2 as a Candidate Gene for Boar Sperm Quality and Fertility. Reprod. Dom .Anim.47: 782-790 Gunawan A, Sahadevan S, Neuhoff C, Brinkhaus CG, Gad A, Frieden L, Tesyafe D, Tholen E, Looft C, Uddin MJ, Schellander K, Cinar MU. 2013. RNA deep sequencing reveals novel candidate genes and polymorphisms in boar testis and liver tissues with divergent androstenone levels. Plos One. 8:5 Hartl DL, Clark AG. 1997. Principle of Population Genetics. 3rd ed. Sunderland (US) : Sinauer Associate Inc. Hao DC, Chen SL, Mu J, Xiao PG. 2009. Molecular phylogeny, long-term evolution, and functional divergence of flavin-containing monooxygenases. Genetica. 137:173–187 Honkatukia M, Reese K, Preisinger R, Tuiskula-Haavisto M, Weigend S, Roito J, Maki-Tanila A, Vilkki J. 2005. Fishy taint in chicken eggs is associated with
21 a substitution within a conserved motif of the FMO3 gene. Genomics. 86:225–232. Iskandar S. 2007. Penanganan pasca panen produk ayam lokal. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia. Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. pp: 185192. Ke S, Huang Y, Decker EA, Hultin HO. 2009. Impact of citric acid on the tenderness, microstructure and oxidative stability of beef muscle. Meat Sci. 82 : 113–118 Lunden A, Marklund S, Gustafsson V. 2002. A nonsense mutation in the FMO3 gene underlies fishy off-flavor in cow’s milk. Genome Res 12:1885–1888 Lyon BG, Smith DP, Lyon CE, Savage EM. 2004. Effects of Diet and Feed Withdrawal on the Sensory Descriptive and Instrumental Profiles of Broiler Breast Fillets. Poult. Sci.83:275–281 Machado MA, Schuster I, Martinez ML, Campos AL. 2003. Genetic diversity of four cattle breeds using microsatellite markers. Rev. Bras. de Zoot. 32: 9398. Mardiningsih D, Rahayuning TM, Roessali W, dan Sriyanto DJ. 2004. Tingkat Produktivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Wanita pada Peternakan Ayam Lokal Intensif di Kecamatan Ampel Gading Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCC, Eler JP, Figueiredo LGG, Mourão GB. 2005. Genetic characterization of European-Zebu composite bovine using RFLP markers. Genet. Mol. Res. 4: 496-505 Matitaputty PR, Noor RR, Hardjosworo PS, Wijaya CH. 2011. Performa, persentase karkas dan nilai heterosis itik alabio, cihateup dan hasil persilangannya pada umur delapan minggu. JITV . 16: 90-98. Mayes PA. 2003. Biosintesis Asam Lemak. Jakarta (ID): Universitas Indonesia McMurty JP. 1998. Nutritional and Developmental Roles of Insulin-like Growth Factors in Poultry. J. of Nutri. 128 : 302-305 Min B, Ahn DU. 2005. Mechanism of lipid oxidation in meat and meat products – A review. Food Sci. Biotech.14:152–163. Moioli B, Napolitano F, Catillo G. 2004. Genetic diversity between Piedmontese, Maremmana, and Podolica cattle breeds. J. Hered. 95: 250-256. Muryanto, Hardjosworo PS, Herman R, Setijanto H. 2002. Evaluasi karkas hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur betina. Anim. Prod. 4:71-76. Nataamijaya AG. 2000. The native chicken of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 6, No. 1. Nataamijaya AG. 2010. Pengembangan potensi ayam lokal untuk menunjang peningkatan kesejahteraan petani. J.Litbang Pertanian. 29: 4. Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US): Oxford University Pr. Neuhoff C, Gunawan A, Farooq MO, Cinar MU, Brinkhaus CG, Sahadeva S, Frieden L, Tesfaye L, Tholen E, Looft C, Schellander K, Uddin MJ. 2015. Preliminary study of FMO1, FMO5, CYP21, ESR1, PLIN2 and SULT2A1 as candidate gene for compounds related to boar taint. Meat Science. 108: 67-73
22 Noor RR. 2010. Genetika Ternak. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya Pr. Pagala MA, Muladno, Sumantri C, Murtini S. 2013. Association of Mx Gene Genotype with Antiviral and Production Traits in Tolaki Chicken. Inter. J. Poultry. Sci. 12: 735-739 Prayitno AH, Suryanto E, Zuprizal. 2010. Kualitas Fisik dan Sensoris Daging Ayam Broiler yang Diberi Pakan dengan Penambahan Ampas Virgin Coconut Oil (VCO). Buletin Peternakan. 34: 55-63 Prevolnik M, Potokar MC, Škorjanc D. 2010. Predicting pork waterholding capacity with NIR spectroscopy in relation to different reference methods. J. Food Eng. 98:347–352. Rahmadani RP, Sumantri C, Darwati S, Ulupi N. 2016. Hubungn Keragman Gen Insulin-like Growth Factor 2 (IGF2) terhadap Sifat Pertumbuhan pada Ayam Lokal. JIPTH.3:1-3 Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. (US): CSH Laboratory Pr. Sartika RAD. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Depok (ID): Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. SAS Institute Inc. 2008. SAS/STAT® 9.2 User’s Guide. Cary, NC: SAS Institute Inc. Setiyono. 1987. Hubungan kualitas fisik dengan komposisi fisik dan kimia karkas daging domba lokal jantan yang diberi pakan dengan level energi dan berat potong berbeda. [Tesis]. Yogyakarta (ID): Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Setyanto A, Atmomarsono U, Muryani R. 2012. Pengaruh penggunaan tepung jahe emprit (Zingiber officinale var amarum) dalam ransum terhadap laju pakan dan kecernaan pakan ayam kampung umur 12 minggu. Anim. Agric. J. 1: 711 – 720 Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Sunari, Rukmiasih, Hardjosworo PS. 2001. Persentase bagian pangan dan nonpangan itik Mandalung pada berbagai umur. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Ciawi, 6-7 Agustus 2001. Balitnak, Ciawi. hlm: 202-207. Suryati T, Arief II, Polii BN. 2008. Korelasi dan Kategori Keempukan Daging Berdasarkan Hasil Pengujian Menggunakan Alat dan Panelis. Anim. Prod. 10 : 188-193 Winarso D. 2003. Perubahan karakteristik fisik akibat perbedaan umur, macam otot, waktu, dan perebusan pada daging ayam kampung. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 28:119-132 Tambasco DD, Alencar MM, Coutinho LL, Tambasco AJ, Tambasco MD, Regitano LCA. 2000. Caracterização molecular de animais da raça Nelore utilizando microssatélites e genes candidatos. Rev. Bras. de Zoot. 29: 10441049.
23 Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, Sumantri C. 2013. Acute heat stress responses of three lines of chickens with different Heat Shock Protein (HSP)-70 genotypes. Inter. J. Poult. Sci. 12: 264-272 Tamzil MH, Ichsan M, Jaya NS,Taqiuddin M. 2015. growth rate, carcass weight and percentage weight of carcass parts of laying type cockerels, kampong chicken and arabic chicken in different ages. Pak. J. Nutr.14 : 377-382 Tang S, Sun D, Ou J, Zhang Y , Xu G, Zhang Y. 2010. Evaluation of the IGFs (IGF1 and IGF2) Genes as Candidates for Growth, Body Measurement, Carcass, and Reproduction Traits in Beijing You and Silkie Chickens. Anim Biotec. 21: 104–113. Ulupi N, Muladno, Sumantri C, Wibawan IWT. 2013. Association of TLR4 gene genotype and resistance against Salmonella enteritidis natural infection in kampung chicken. Inter. J. Poult. Sci. 12:445-450 Van Laack RLJM, Liu CH, Smith MO, Loveday HD. 2000. Characteristics of Pale, Soft, Exudative Broiler Breast Meat. Poult. Sci. 79:1057–1061 Wang P, Zheng J, Qu L, Lian L, Xu G, Yang N. 2013. Molecular cloning, sequence characterization, SNP detection, and tissue expression analysis of duck FMO3 gene. Mol. Cell Biochem. 379:141–151 Yun JS, Seo DS, Kim WK, Ko Y. 2005. Expression and Relationship of the Insulin-Like Growth Factor System with Posthatch Growth in the Korean Native Ogol Chicken. Poult. Sci. 84:83–90 Zhihui L, Li Hui, Wang Qigui, Zhao Jianguo, Wang Yuxiang. 2004. The study on correlation analysis of single nucleotide polymorphism of IGF2 gene and body fatness traits in chicken. Chin. Acad. of Agric. Sci. .3:789-79
24
25
Lampiran 1 Pembuatan primer melalui (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/)
primer
designing
tools
26
Lampiran 2 Blast primer melalui MEGA 6.06
Lampiran 3 Penentuan enzim restriksi (http://www.labtools.us/nebcutter-v2-0/)
melalui
NEBcutter
V2.0
27
Lampiran 4 Rekonstruksi hasil RFLP gen
Lampiran 5 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam betina populasi 12 minggu Tabel analisis keragaman bobot hidup SK db JK Model 2 11665.8513 Galat 26 311044.3556 Total 28 322710.2069
KT 5832.9257 11963.2444
Nilai F 0.49
Tabel analisis keragaman bobot karkas SK db JK Model 2 907.0391 Galat 26 218200.1333 Total 28 219107.1724
KT 453.5195 8392.3128
Nilai F 0.50
Tabel analisis keragaman bobot dada SK db JK Model 2 569.52950 Galat 26 15751.02222 Total 28 16320.55172
KT 284.76475 605.80855
Nilai F 0.47
Tabel analisis keragaman bobot paha atas SK db JK KT Model 2 56.729502 28.364751 Galat 26 7309.822222 281.147009 Total 28 7366.551724
Nilai F 0.10
28
Tabel analisis keragaman bobot paha bawah SK db JK KT Model 2 25.773180 12.886590 Galat 26 6330.088889 243.464957 Total 28 6355.862069
Nilai F 0.50
Tabel analisis keragaman bobot sayap SK db JK Model 2 165.478927 Galat 26 3445.555556 Total 28 3611.034483
KT 82.739464 132.521368
Nilai F 0.62
Tabel analisis keragaman otot dada SK db JK Model 2 773.704215 Galat 26 6674.088889 Total 28 7447.793103
KT 386.852107 256.695726
Nilai F 1.51
Tabel analisis keragaman otot paha atas SK db JK Model 2 179.039080 Galat 26 3890.133333 Total 28 4069.172414
KT 89.519540 149.620513
Nilai F 0.60
Tabel analisis keragaman otot paha bawah SK db JK KT Model 2 65.094253 32.547126 Galat 26 1969.733333 75.758974 Total 28 2034.827586
Nilai F 0.43
Lampiran 6 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam betina populasi 12 minggu Tabel analisis keragaman bobot hidup SK db JK Model 2 4580.1287 Galat 30 184824.8410 Total 32 189404.9697
KT 2290.0643 6160.8280
Nilai F 0.70
Tabel analisis keragaman bobot karkas SK db JK Model 2 4372.0056 Galat 30 225824.9641 Total 32 230196.9697
KT 2186.0028 7527.4988
Nilai F 0.75
29
Tabel analisis keragaman bobot dada SK db JK Model 2 569.52950 Galat 30 15751.02222 Total 32 16320.55172
KT 284.76475 605.80855
Tabel analisis keragaman bobot paha atas SK db JK KT Model 2 176.128671 88.064336 Galat 30 3598.841026 119.961368 Total 32 3774.969697 Tabel analisis keragaman bobot paha bawah SK db JK KT Model 2 191.783683 95.891841 Galat 30 3170.276923 105.675897 Total 32 3362.060606
Nilai F 0.47
Nilai F 0.48
Nilai F 0.41
Tabel analisis keragaman bobot sayap SK db JK Model 2 215.658741 Galat 30 2517.856410 Total 32 2733.515152
KT 107.829371 83.928547
Nilai F 0.29
Tabel analisis keragaman otot dada SK db JK Model 2 101.642890 Galat 30 3968.902564 Total 32 4070.545455
KT 50.821445 132.296752
Nilai F 0.68
Tabel analisis keragaman otot paha atas SK db JK Model 2 66.010256 Galat 30 1439.323077 Total 32 1505.333333
KT 33.005128 47.977436
Nilai F 0.51
Tabel analisis keragaman otot paha bawah SK db JK KT Model 2 55.032168 27.516084 Galat 30 1207.876923 40.262564 Total 32 1262.909091
Nilai F 0.51
30
Lampiran 7 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam populasi 26 minggu Tabel analisis keragaman bobot hidup SK db JK Model 2 4580.1287 Galat 30 184824.8410 Total 32 189404.9697
KT 2290.0643 6160.8280
Nilai F 0.70
Tabel analisis keragaman bobot karkas SK db JK Model 2 4372.0056 Galat 30 225824.9641 Total 32 230196.9697
KT 2186.0028 7527.4988
Nilai F 0.75
Tabel analisis keragaman bobot dada SK db JK Model 2 569.52950 Galat 30 15751.02222 Total 32 16320.55172
KT 284.76475 605.80855
Nilai F 0.47
Tabel analisis keragaman bobot paha atas SK db JK KT Model 2 176.128671 88.064336 Galat 30 3598.841026 119.961368 Total 32 3774.969697 Tabel analisis keragaman bobot paha bawah SK db JK KT Model 2 191.783683 95.891841 Galat 30 3170.276923 105.675897 Total 32 3362.060606
Nilai F 0.48
Nilai F 0.41
Tabel analisis keragaman bobot sayap SK db JK Model 2 215.658741 Galat 30 2517.856410 Total 32 2733.515152
KT 107.829371 83.928547
Nilai F 0.29
Tabel analisis keragaman otot dada SK db JK Model 2 101.642890 Galat 30 3968.902564 Total 32 4070.545455
KT 50.821445 132.296752
Nilai F 0.68
31
Tabel analisis keragaman otot paha atas SK db JK Model 2 66.010256 Galat 30 1439.323077 Total 32 1505.333333
KT 33.005128 47.977436
Tabel analisis keragaman otot paha bawah SK db JK KT Model 2 55.032168 27.516084 Galat 30 1207.876923 40.262564 Total 32 1262.909091
Nilai F 0.51
Nilai F 0.51
32
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Rindang Laras Suhita dilahirkan di Bandung pada tanggal 28 Januari 1993 dari pasangan ayah Budi Kasmiyanto dan ibu Indah Setiawati. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dengan kakak Abidin Pandianta. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Angkasa I Margahayu tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SDN Angkasa III pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 3 Bandung tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 4 Bandung tahun 2011 dan langsung diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP). Penulis dinyatakan lulus pada program sarjana pada bulan April 2015. Di tahun yang sama penulis diterima pada program fast track (Sinergi) Pascasarjana Departemen IPTP IPB. Penulis telah menulis jurnal dengan judul “Identifikasi Keragaman Gen Insulin-Like Growth Factor 2 (IGF2|NlaIII) pada Ayam Kampung dan Ras Petelur serta Persilangannya” di Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner (JITV) dan “Identifikasi Keragaman Gen Flavin-Containing Monooxygenases 3 (FMO3| AlwnI) pada Ayam Lokal Indonesia” di Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Ternak”.