Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI The Mobility Variation of Irrigated Rice Farming Labor Force Sugiarto Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT The study was aimed to reveal the dynamics of labor force migration to provide policy alternatives related to migrating phenomenon. The results of the research unveiled the fact that the primary cause of labor force migration was related to non-agriculture occupation. The average age of migrant labor force was 45 year with formal education ranged between elementary school and secondary school drop outs. The characteristics of non-farming occupation they obtained were those related to skill and experience. Other causes to migration were landlessness, low job opportunity, low wages, low demand on farm labor in the rural area, and higher wage of non-agricultural job in the urban area. Key words : mobility, farm labor, irrigated rice field ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan angkatan kerja yang melakukan migrasi dan kebijakan yang dapat diambil sebagai langkah pengambilan keputusan tentang kemigrasian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola migrasi yang banyak dilakukan oleh angkatan kerja adalah migrasi komutasi yang lebih cenderung pada sumber matapencaharian di luar pertanian. Sementara keragaan umur para migran berkisar pada usia produktif dibawah 45 tahun dan berpendidikan yang setaraf dengan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama belum tamat dan kesempatan kerja yang diperoleh setaraf dengan pekerjaan yang setaraf dengan daerah asalnya yang lebih mengandalkan ketrampilan dan pengalaman. Dilain pihak, faktor yang mendorong untuk melakukan migrasi diantaranya adalah ketiadaan pemilikan lahan pertanian di daerah asal, sempitnya peluang pekerjaan, tingkat upah tenaga kerja rendah, dan kesempatan kerja di perdesaan sudah kurang mampu lagi menyerap pertumbuhan tenaga kerja yang relatif tinggi, dan banyak juga tenaga kerja yang tertarik bekerja ke luar desa karena tertarik pada upah yang relatif tinggi dan berkesinambungan Kata kunci : mobilitas, angkatan kerja, agroekosistem lahan sawah irigasi
PENDAHULUAN Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya, yaitu kelahiran dan kematian. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting ditelaah secara khusus mengingat adanya desentralisasi (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak
243
Sugiarto
merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan. Dilain pihak, komunikasi termasuk transportasi yang semakin lancar, sampai saat ini menunjukkan bahwa tidak ada satu provinsi pun yang tidak mengalami perpindahan penduduk baik perpindahan masuk maupun perpindahan keluar. Pada hakekatnya migrasi penduduk merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhannya kurang akan bergerak menuju ke daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Namun faktor ekonomi masih merupakan hal yang mendominasi alasan para migran untuk berpindah tempat di seluruh daerah-daerah di Indonesia. Menurut Todaro (1991), bahwa dengan adanya disparitas dalam laju pembangunan antardesa-kota mendorong penduduk perdesaan melakukan migrasi dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan. Daerah yang dijadikan migran pada umumnya daerah perkotaan yang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi seperti kota kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan luar negeri. Namun pergerakan migran sangat dibatasi oleh ruang gerak karena biaya trasnportasi, opportunity akibat meninggalkan daerah asalnya. Sehingga muncul pola migrasi seperti sirkulasi, komutasi dan permanen atau menetap. Dilain pihak, keputusan seseorang melakukan migrasi dipengaruhi oleh tingkat umur yang akan mencerminkan kematangan dalam pengambilan keputusan, tingkat pendidikan yang mencerminkan tingkat rasionalisasi dalam pengambilan keputusan, status perkawinan dan jenis kelamin yang mencerminkan kebutuhan tempat tinggal. Penilaian tempat tinggal yang berkaitan dengan rasio kepemilikan lahan terhadap tenaga kerja dalam keluarga. Makin tinggi beban ketergantungan dalam rumah tangga makin besar tuntutan biaya hidup. Oleh karena itu dengan asumsi kesempatan untuk memperoleh yang lebih baik banyak tersedia di kota, maka makin tinggi rasio ketergantungan makin besar peluang untuk melakukan migrasi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui keragaan angkatan kerja yang bekerja dengan cara melakukan migrasi, serta memberikan masukan pada pengambil keputusan tentang masalah migrasi di perdesaan berbasis agroekosistem lahan sawah irigasi.
METODOLOGI Penentuan Lokasi dan Sampel Responden Kajian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian PATANAS (Panel Petani Nasional) TA 2010 di perdesaan berbasis agroekosistem lahan sawah irigasi di 5 provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara, dengan 14 kabupaten dan 14 desa. Untuk melihat sejumlah sampel yang akan diwawancara, data yang diambil dari hasil sensus dengan metode blok penguasaan lahan sawah irigasi
244
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
(Sensus BPS). Jumlah sampel yang terambil yaitu rumah tangga masing-masing desa sejumlah 40 kepala keluarga dengan metode pengambilan contoh “ Stratified Random Sampling”, sehingga total rumah tangga contoh yang diteliti ada 560 rumah tangga contoh. Kemudian dari 560 rumah tangga contoh diambil sejumlah angkatan kerja yang melakukan migrasi untuk dianalisis keragaannya didalam melakukan migrasi. Sementara itu penyebaran lokasi penelitian, seperti yang ada pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Penelitian Terpilih Menurut Provinsi, Kabupaten, Desa, dan Basis Agroekositem Lahan Sawah Irigasi, 2007 Provinsi A. Jawa 1. Jawa Barat
2. Jawa Tengah
3. Jawa Timur
B. Luar Jawa 1. Sulawesi Selatan
Kabupaten
Desa
Jumlah sampel (RT)
1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati 1. Jember 2. Banyuawangi 3. Lamongan
1. Tugu 2. Simpar 3. Sindang Sari 1. Padang sari 2. Demangan 3. Mojorejo 4. Tambah Mulyo 1. Padomasan 2. Kaligondo 3. Sungegeneng
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1. Sidrap 2. Luwu 1. Asahan 2. Serdang Badagai
1. Carawali 2. Salu Jambu 1. Kuala Gunung 2. Lidah Tanah
40 40 40 40 560
2. Sumatera Utara Jumlah Sumber: Data Primer 2007
Data dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode wawancara langsung dengan responden dalam bentuk kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari hasil kompilasi di perpustakaan atau informasi instansi terkait. Analisis data, menggunakan analisis statistik deskriptif dengan tabulasi silang time series. Analisis data dilakukan dengan mengelompokan desa di Jawa dan di Luar Jawa sesuai dengan kondisi agroekosistem lahan sawah irigasi. Pengelompokan ini dimasudkan untuk memberikan makna perbedaaan pola migrasi dan permasalahannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Angkatan Kerja yang Bermigrasi Migrasi angkatan kerja bagi masyarakat di perdesaan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi ekonomi keluarga, kondisi sumber daya alam
245
Sugiarto
yang marginal dan daya tarik atau pendorong yang menyebabkan mereka harus melakukan migrasi. Migrasi angkatan kerja dikategorikan menurut sumber mata pencaharian antara lain: (1) migrasi yang terjadi karena perpindahan antarsektor atau didalam sub sektor pendukungnya dan (2) migrasi yang terjadi karena perubahan wilayah administrasi. Sedangkan dilihat dari jenis migrasi dapat terjadi karena: (1) kejadian migrasi yang dilakukan dengan cara pulang-pergi dari rumah ketempat kerja yang disebut dengan migrasi “komutasi”, (2) migrasi yang dilakukan dengan menginap kurang dari 6 bulan yang disebut dengan migrasi “sirkulasi” dan (3) migrasi yang dilakukan dengan cara menginap di tempat migrasi lebih dari 6 bulan yang disebut dengan migrasi menetap. Mobilitas penduduk dan perubahan sosial di daerah perdesaan meliputi mobilitas permanen atau semi permanen yang disebut migrasi, serta mobilitas nonpermanen yang meliputi sirkulasi (mobilitas secara geografis, repetitif dan siklikal dengan dimensi waktu antara 24 jam sampai satu tahun tanpa bermaksud untuk menetap di daerah tujuan) dan komutasi (mobilitas harian dengan dimensi waktu maksimal 24 jam, tanpa bermaksud untuk bermalam di daerah tujuan). Disamping itu definisi migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administratif/ batas bagian negara. Dilain pihak bahwa apabila seseorang tidak bermaksud menetap di daerah yang didatangi dan telah tinggal di daerah itu kurang dari tiga bulan, maka orang tersebut dapat digolongkan dalam migrasi sirkuler. Sementara itu definisi mobilitas sirkuler adalah penduduk yang bekerja di luar wilayah desanya dan pulang kembali setelah minimal dua hari dan maksimal enam bulan baik secara teratur maupun tidak. Batas waktu minimal dua hari untuk membedakan dengan mobilitas ulang-alik dan batas waktu maksimal enam bulan untuk membedakan dengan migran menetap. Mantra (1988), menyatakan bahwa batasan tempat dan waktu tersebut lebih banyak ditentukan berdasarkan kesepakatan. Tabel 1 menunjukkan bahwa tenaga kerja yang melakukan migrasi terhadap jumlah angkatan kerja secara agregrat ada 9,88 persen, sedangkan tenaga kerja migran antara Jawa dan luar pulau Jawa, masing-masing 11,27 persen dan 6,26 persen. Jumlah tenaga kerja yang paling banyak melakukan migrasi di Jawa terdapat di Desa Padomasan, Kabupaten Jember (25%) dan di Luar Jawa di Desa Kwala Gunung, Kabupaten Asahan (11%). Kondisi ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bermigrasi di Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan di Luar Jawa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kustiari et al. (2008), bahwa untuk migrasi keluar, selama 24 tahun terakhir secara absolut Pulau Jawa adalah pulau yang paling banyak mengeluarkan migran. Hal ini tidak terlepas dari membaiknya sarana informasi dan sistem transportasi yang menghubungkan pulau ini lebih baik dan lancar, baik dari segi frekuensi maupun jenis angkutannya dibandingkan dengan sistem transportasi pulau-pulau yang lain. Dengan demikian, aksesibilitas penduduk akan lebih mudah pergi meninggalkan daerahnya. Selanjutnya Tabel 2 menyajikan jumlah rumah tangga responden yang melakukan migrasi menurut jenis migrasi. Secara agregat tenaga kerja yang melakukan migrasi sekitar 30 persen, namun secara regional migrasi dengan cara
246
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
komutasi dan sirkulasi banyak dilakukan rumah tangga di wilayah luar Jawa (59%) dibandingkan di Jawa (24%). Sedangkan migrasi dengan cara permanen banyak dilakukan tenaga kerja di Jawa di bandingkan dengan luar Jawa (32% dan 17%). Tabel 2. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Migrasi terhadap Jumlah AK di Perdesaan Patanas, pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi 2010 Tahun 2010 Jumlah AK
Jumlah AK Bekerja
Jumlah AK Migrasi
Jumlah Migran Thd Total AK (%)
Tugu Simpar Sindangsari Total
110 117 115 342
28 31 38 97
12 7 5 24
10,91 5,98 4,35 7,02
Padangsari Demangan Mojorejo Tambahmulyo
158 127 151 134
46 28 37 36
24 21 6 14
15,19 16,54 3,97 10,45
Total
570
147
65
11,40
Padomasan Kaligondo Sungegeneng
134 110 140
38 36 42
33 8 16
24,63 7,27 11,43
Total
384
116
57
14,84
1296
360
146
11,27
Kwala Gunung Lidah Tanah
116 126
71 56
13 8
11,21 6,35
Total
242
127
21
8,68
Carawali Salu Jambu
114 139
50 82
8 2
7,02 1,44
Total
253
132
10
3,95
Total Luar Jawa
495
259
31
6,26
Total Jawa dan Luar Jawa
1791
619
177
9,88
Provinsi/kabupaten
Desa
Jawa Barat 1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang Jawa Tengah 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati Jawa Timur 1. Jember 2. Banyuwangi 3. Lamongan Total Jawa Sumut 1. Asahan 2. Serdang Bedagai Sulsel 1. Sidrap 2. Luwu
. Relatif dominannya jenis migrasi komutasi di wilayah Jawa dan luar Jawa disebabkan oleh relatif mudahnya jangkauan transportasi dari desa ke kota, terutama untuk desa-desa yang berada di agroekosistem lahan sawah irigasi, sebagai contoh di Desa Salu Jambu, sarana dan prasarana transportasi desa ini cukup baik, jarak dari desa ke kota kecamatan sekitar 5 km, untuk menjangkaunya cukup mudah dan lancar, karena dapat ditempuh dengan angkutan umum roda empat, seperti minibus, bahkan bis besar bisa masuk ke jalan desa dan beroperasi setiap hari.
247
Sugiarto
Hal yang sama dengan lokasi desa di Padangsari, Kabupaten Cilacap, tenaga kerja yang melakukan migrasi dengan cara permanen (79,17%), dikarenakan lokasi desa ke kota kecamatan terdekat sekitar 5 km, dan jarak ke Kabupaten Cilacap sekitar 76 km, yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat selama 2 jam. Disamping itu, Desa Padangsari termasuk salah satu desa yang dekat dengan perbatasan Jawa Barat, dimana perkembangan wilayahnya cukup baik sehingga memudahkan penduduknya untuk bekerja ke luar desa. Kebanyakan penduduk di desa ini kerja bermigrasi secara permanen keluar kabupaten, kota provinsi, seperti Jakarta, bahkan keluar negeri. Menyoroti migrasi nonpermanen, sarana transportasi yang menghubungkan antara desa dan kota yang semakin lancar merupakan faktor penyebabnya di samping pola mobilitas musiman yang biasanya dilakukan oleh petani ketika kegiatan pertanian sedang tidak sibuk sehingga melakukan migrasi sirkulasi dan komutasi. Di beberapa desa yang relatif dekat dengan kota, para migran cenderung mengambil bentuk migrasi harian. Sedangkan untuk desa-desa yang letaknya jauh dari kota cenderung melahirkan migrasi tahunan. Tabel 3.
Persentase Jumlah Angkatan Kerja yang Migrasi terhadap Jumlah AK yang Bekerja Menurut Jenis Migrasi di Perdesaan Patanas pada Basis Agroekositem Lahan Sawah Irigasi, 2010
Kabupaten Jawa Barat 1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang
Komutasi
Jenis Migrasi Sirkulasi
Permanen
Tugu Simpar Sindangsari Total
75,00 42,86 80,00 66,67
0,00 42,86 0,00 12,50
25,00 14,29 20,00 20,83
Padangsari Demangan Mojorejo Tambahmulyo Total
20,83 61,90 0,00 57,14 40,00
0,00 28,57 0,00 21,43 13,85
79,17 9,52 100,00 21,43 46,15
Padomasan Kaligondo Sungegeneng Total Total Jawa
78,79 62,50 37,50 64,91 54,11
6,06 12,50 31,25 14,04 13,70
15,15 25,00 31,25 21,05 32,19
Kwala Gunung Lidah Tanah Total
36,36 50,00 42,11
36,36 25,00 31,58
27,27 25,00 26,32
Carawali Salu Jambu Total Total Luar Jawa Total Jawa & Luar Jawa
87,50 100,00 90,00 58,62 54,86
12,50 0,00 10,00 24,14 15,43
0,00 0,00 0,00 17,24 29,71
Desa
Jawa Tengah 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati Jawa Timur 1. Jember 2. Banyuwangi 3. Lamongan
Sumut 1. Asahan 2. Serdang Bedagai Sulsel 1. Sidrap 2. Luwu
248
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
Keadaan Migran Menurut Tingkat Pendidikan Pada Tabel 3, memperlihatkan jumlah migran menurut tingkat pendidikan yang secara agregrat relatif dominan berpendidikan SD kebawah (40%), kemudian setara pendidikan SMP/tamat SMP (27%) dan setara SMA/tamat SMA (26%), sedangkan yang diatas SMA atau perguruan tinggi kurang dari 10 persen. Selanjutnya pada tabel tersebut menjelaskan bahwa tingkat pendidikan rata-rata rumah tangga yang bekerja ke luar desanya relatif rendah, yaitu Sekolah Dasar tamat atau tidak tamat dan atau yang drop-out dari Sekolah Menengah Pertama/Atas. Sedangkan jumlah tenaga kerja perdesaan yang bermigrasi harian tingkat pendidikannya relatif tinggi, yaitu tamat SMA ternyata mempunyai persentase yang kecil. Disatu sisi sektor industri di perkotaan atau di pusat-pusat industri pada umumnya memerlukan tenaga kerja yang berpendidikan relatif cukup (di atas SD). Kondisi ini merupakan dilema, sebab disatu pihak pusat-pusat industri, atau sektor nonpertanian memerlukan tenaga kerja yang berpendidikan, namun tenaga kerja yang tersedia di perdesaan tingkat pendidikannya relatif rendah. Dengan demikian banyak tenaga kerja perdesaan yang keluar perdesaan, untuk bekerja di kota biasanya hanya sebagai tenaga kerja kasar dengan gaji minimum (rendah), seperti jasa pelayan toko, pembantu rumah tangga, dan jasa lainnya. Sedangkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi baik pria maupun wanita biasanya mendapatkan pekerjaan dan gaji yang relatif lebih baik daripada yang berpendidikan rendah. Lebih jauh lagi apabila dihubungkan dengan umur maka sebagian besar tenaga kerja yang bermigrasi ke luar desanya berumur antara 20 tahun s/d 54 tahun, walaupun (di lapangan) ada juga yang bekerja sebagai migran harian di atas 55 tahun. Tingkat pendidikan dan rata-rata umur yang bermigrasi musiman, informasinya tidak jauh berbeda dengan tenaga kerja perdesaan yang bekerja ke luar desa secara harian (migrasi komutasi). Tingkat pendidikan yang bermigrasi musiman persentase terbesar pada pendidikan 0 s/d 9 tahun, berarti tingkat pendidikan SMP ke bawah, sedangkan umur rata-rata yang bekerja ke luar desa adalah usia yang sangat produktif (20 tahun s/d 48 tahun). Sementara itu, orang yang berpendidikan relatif tinggi yang melakukan migrasi, umumnya mereka cenderung menetap di kota (migrasi permanen) yang hanya kembali ke desa sesekali saja. Menurut Todaro (1991), secara teoritis hubungan antara pendidikan dengan peluang bermigrasi akan membentuk huruf U, dimana peluang bermigrasi akan lebih besar bagi individu yang berpendidikan rendah dan tinggi. Berdasarkan Informasi di atas, nampaknya kesempatan kerja di luar desa menuntut tingkat pendidikan yang relatif tinggi dari tenaga kerja perdesaan, selain itu juga menuntut usia kerja yang relatif masih produktif. Oleh karena itu usaha meningkatkan pendidikan baik formal maupun nonformal tenaga kerja perdesaan sangat diperlukan, terutama untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja perkotaan/ pusat industri yang telah tersegmen berdasarkan pendidikan, keahlian atau keterampilan.
249
Sugiarto
Tabel 4. Persentase Migran Menurut Tingkat Pendidikan di Perdesaan Patanas pada Basis Lahan Sawah Irigasi, 2010
Kabupaten
Desa
Lulus SD/SD tdk Tamat
Kelompok Pendidikan Lulus Lulus SMP/SMP SMA/SMA tdk Tamat tdk Tamat
> 12 Lulus SMA
Jawa Barat 1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang
Tugu Simpar Sindangsari
66,67 42,86 80,00
33,33 14,29 0,00
0,00 42,86 20,00
0,00 0,00 0,00
Total
60,00
25,00
15,00
0,00
Padangsari Demangan Mojorejo Tambahmulyo
16,67 23,81 16,67 42,86
33,33 33,33 33,33 35,71
41,67 23,81 50,00 21,43
8,33 19,05 0,00 0,00
Total
24,62
33,85
32,31
9,23
Padomasan Kaligondo Sungegeneng
54,55 25,00 31,25
21,21 25,00 25,00
12,12 25,00 43,75
12,12 25,00 0,00
Total
43,86
22,81
22,81
10,53
38,36
27,40
26,03
8,22
Kwala Gunung Lidah Tanah
63,64 75,00
36,36 25,00
0,00 0,00
0,00 0,00
Total
68,42
31,58
0,00
0,00
Carawali Salu Jambu
25,00 0,00
0,00 0,00
75,00 50,00
0,00 50,00
Total
Jawa Tengah 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati Jawa Timur 1. Jember 2. Banyuwangi 3. Lamongan
Total Jawa (A) Sumut 1. Asahan 2. Serdang Bedagai Sulsel 1. Sidrap 2. Luwu
20,00
0,00
70,00
10,00
Total Luar Jawa (B)
51,72
20,69
24,14
3,45
Total A + B
40,57
26,29
25,71
7,43
Sumber : data primer 2010
. Keadaan Migran Menurut Tingkat Umur Pada Tabel 4, menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah tenaga kerja yang migrasi di Jawa dan di Luar Jawa berada pada kelompok umur 15-24 tahun (36% dan 37%). Tenaga kerja migran pada kelompok umur tersebut menyebar hampir di seluruh desa dengan kisaran antara 30 – 50 persen, dan paling banyak terdapat di Desa Kwala Gunung (55%). Besarnya tenaga kerja migrasi pada kelompok umur ini diduga tenaga kerja muda di perdesaan sudah tidak terlalu tertarik untuk bekerja di sektor pertanian lagi, sebab selain pekerjaannya relatif berat, aktivitas kerjanya sangat tergantung pada musim, hasilnya tidak menentu,
250
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
dan pendapatannya relatif rendah. Para tenaga kerja muda di perdesaan di Jawa, pada umumnya lebih tertarik untuk bekerja sebagai buruh di luar sektor pertanian. Lebih lanjut menjelaskan bahwa semakin tua umur, semakin kecil kemungkinan individu untuk bermigrasi hal ini dimungkinkan karena biaya psikologis untuk melakukan penyesuaian menghadapi lingkungan kerja dan tempat tinggal yang baru semakin besar. Demikian halnya, mengingat perpindahan tempat kerja dari tempat yang satu ke tempat yang lain mengandung unsur spekulatif, maka dihipotesakan makin tua umur seseorang makin kecil peluang melakukan migrasi. Tabel 5. Jumlah Angkatan Kerja yang Bermigrasi Menurut Kelompok Umur, di Perdesaan Patanas pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi, 2010. Kabupaten
Desa
15-24
25-34
Kelompok Umur 35-44 45-54
>55
Jawa Barat 1. Indramayu
Tugu
25,00
25,00
33,33
16,67
-
2. Subang
Simpar
42,86
28,57
14,29
14,29
-
3. Karawang
Sindangsari
80,00
20,00
0,00
-
-
Total
41,67
25,00
20,83
12,50
-
1. Cilacap
Padangsari
50,00
41,67
4,17
4,17
0,00
2. Klaten
Demangan
28,57
28,57
28,57
14,29
0,00
3. Sragen
Mojorejo
50,00
33,33
16,67
0,00
0,00
4. Pati
Tambahmulyo
42,86
28,57
21,43
7,14
0,00
Total
41,54
33,85
16,92
7,69
0,00
Jawa Tengah
Jawa Timur 1. Jember
Padomasan
2,24
15,15
21,21
24,24
15,15
2. Banyuwangi
Kaligondo
25,00
25,00
12,50
37,50
0,00
3. Lamongan
Sungegeneng
50,00
18,75
18,75
12,50
0,00
Total
31,58
17,54
19,30
22,81
8,77
37,67
26,03
18,49
14,38
3,42
Total Jawa (A) Sumut 1. Asahan
Kwala Gunung
54,55
9,09
9,09
18,18
9,09
50,00
25,00
25,00
0,00
-
Total
52,63
15,79
15,79
10,53
5,26
1. Sidrap
Carawali
25,00
12,50
37,50
12,50
12,50
2. Luwu
Salu Jambu
50,00
-
50,00
-
-
Total
30,00
10,00
40,00
10,00
10,00
Total Luar Jawa (B)
44,83
13,79
24,14
10,34
6,90
Total A + B
38,86
24,00
19,43
13,71
4,00
2. Serdang Bedagai Lidah Tanah
Sulsel
251
Sugiarto
Keadaan Migran Menurut Lokasi Tujuan Migrasi Pada Tabel 5, memperlihatkan tenaga kerja yang paling variatif melakukan migrasi ke berbagai lokasi adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat, yaitu 25 persen dan 20 persen. Tenaga kerja migran terbanyak untuk lokasi ke luar negeri terdapat di Desa Mojorejo (83%). Besarnya tingkat migrasi permanen di Desa Mojorejo ini mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi perdesaan. Para tenaga kerja, terutama migran musiman, pada umumnya berusaha ke luar desa sebagai pedagang hasil pertanian atau hasil industri di desanya (pedagang buah, pedagang makanan keliling), sebagai penjual jasa (buruh bangunan, tukang ojek, dsb.) atau bekerja sebagai tenaga harian lepas, bahkan ada pula yang bekerja sebagai pegawai negeri di daerah lain. Tenaga kerja musiman kebanyakan bekerja jauh ke luar desanya, misalnya ke ibukota kabupaten, ke luar kabupaten dalam provinsi, ada pula yang ke ibu kota provinsi, atau ke Jakarta. Sedangkan di desadesa yang mempunyai tenaga kerja musiman biasanya bekerja sebagai pekerja bangunan, angkutan, dagang dan jasa, serta buruh industri. Khusus untuk tenaga kerja migran wanita banyak yang bekerja sebagai pelayan rumah atau pelayan toko di kota-kota besar. Di Jawa kota-kota besar yang menjadi magnet tenaga kerja migran diantaranya Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, dan Jakarta. Sedangkan penduduk yang melakukan migrasi dengan cara permanen pada umumnya ke Jakarta atau ke keluar negeri, seperti Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Korea Selatan. Mereka umumnya bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Sementara tenaga kerja migrasi dari Jawa Barat, sebagian penduduk desa Sindangsari (Karawang), Simpar (Subang), maupun Tugu (Indramayu) bekerja di luar sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Negara-negara tujuan TKI tersebut adalah Timur Tengah (Saudi Arabia, Yaman, Kuwait, Yordania), Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan. Jenis pekerjaan bagi TKI perempuan adalah (a) pembantu rumah tangga, (b) mengasuh orang jompo, atau (c) pelayan di rumah makan. Sementara itu, jenis pekerjaan untuk TKI laki-laki adalah sopir atau buruh pabrik. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Namun secara umum, faktor ekonomi sangat dominan menyebabkan mobilitas penduduk. Penelitian Suharso (1978) memperkuat pendapat adanya kaitan antara migrasi dengan aspek ekonomi. Tabel 6 memperlihatkan beberapa alasan yang menjadi faktor yang mempengaruhi besarnya keinginan tenaga kerja di perdesaan untuk mencari nafkah ke luar desanya, baik untuk sementara maupun menetap dalam jangka waktu tertentu, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penarik (pull factor), diantaranya upah tenaga kerja di luar desa lebih tinggi, peluang mendapatkan pekerjaan lebih banyak. Disamping itu, biasanya mereka yang pergi meninggalkan desa sudah punya sanak famili atau kerabat/kenalan yang tinggal dan bekerja di daerah tujuan. Ketiadaan pemilikan lahan pertanian di daerah asal serta tidak
252
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
adanya peluang pekerjaan, kalaupun ada upahnya rendah yang merupakan faktor pendorong untuk melakukan migrasi. Bekal utama yang menjadi harapan untuk mendapatkan pekerjaan di daerah tujuan adalah tingkat keterampilan/pendidikan yang cukup. Tabel 6. Jumlah Angkatan Kerja yang Bermigrasi Menurut Lokasi, di Perdesaan pada Basis Lahan Sawah Irigasi, 2010 Lokasi Kerja Kabupaten
Desa
Luar Desa
Luar Kec.
Luar Kab.
Luar Prov.
JKT
Luar Negeri
Tugu Simpar Sindangsari
8,33 14,29 80,00
58,33 28,57 -
8,33 -
0,00 -
8,33 28,57 20,00
16,67 28,57 28,57
Total
25,00
37,50
4,17
0,00
12,50
20,83
Padangsari Demangan Mojorejo Tambahmulyo
12,50 14,29 0,00 28,57
0,00 19,05
0,00 42,86
37,50 19,05
28,57
7,14
16,67 4,76 16,67 14,29
-
33,33 83,33 21,43
Total
15,38
12,31
15,38
12,31
20,00
24,62
Padomasan Kaligondo Sungegeneng
60,61 37,50 18,75
18,18 0,00 18,75
12,12 37,50 37,50
9,09 25,00 12,50
12,50
-
Total
Jawa Barat 1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang Jawa Tengah 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati Jawa Timur 1. Jember 2. Banyuwangi 3. Lamongan
45,61
15,79
22,81
12,28
3,51
-
Total Jawa (A)
28,77
17,81
16,44
10,27
12,33
14,38
Sumut 1. Asahan Kwala Gunung 2. Serdang Bedagai Lidah Tanah
27,27 50,00
18,18 25,00
54,55 25,00
0,00 -
0,00
-
Total
36,84
21,05
42,11
0,00
0,00
0,00
Carawali Salu Jambu Total
50,00 0,00
50,00 100,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
40,00
60,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Total Luar Jawa (B)
37,93
34,48
27,59
0,00
0,00
0,00
Total A + B
30,29
20,57
18,29
8,57
10,29
12,00
Sulsel 1. Sidrap 2. Luwu
Lebih lanjut bahwa alasan tenaga kerja melakukan migrasi karena tidak mempunyai lahan atau lahan pertanian yang dimiliki relatif sempit, berkisar antara 50 – 100 persen. Alasan lain yang menjadi motif keluar desa karena kesempatan kerja di perdesaan sudah kurang mampu lagi menyerap pertumbuhan tenaga kerja yang relatif tinggi dan banyak juga tenaga kerja yang tertarik bekerja ke luar desa karena tertarik pada upah yang relatif tinggi dan berkesinambungan.
253
Sugiarto
254
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
Keadaan Migran Menurut Jenis Pekerjaan Secara umum sumber mata pencaharian angkatan kerja di perdesaan tidak bergantung pada salah satu sumber mata pencaharian saja, namun melakukan beberapa kegiatan yang bersumber di sektor pertanian maupun non petanian. Namun demikian ragam sumber mata pencaharian yang memerlukan curahan waktu yang lebih banyak, biasanya dianggap sebagai sumber mata pencaharian utama dan merupakan pendapatan yang terbesar. Kemudian apabila ada sisa curahan waktu pada kegiatan utama, akan dialokasikan pada sumber mata pencaharian yang kedua atau ketiga sebagai kegiatan sampingan. Hasil penelitian Suharso et al. (1976) menunjukkan bahwa ketiadaan pekerjaan di perdesaan mendorong penduduk untuk melakukan migrasi. Apabila sektor pertanian merupakan sumber pendapatan utama bagi penduduk perdesaan, sementara pendapatan tersebut tidak mencukupi dan alternatif pekerjaaan lainnya tidak tersedia maka akan mencari alternatif pekerjaan lain di kota. Tabel 8. Migrasi Menurut Jenis Pekerjaan di Perdesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi, 2010 Komutasi
Jawa Sirkulasi
Permanen
Komutasi
Luar Jawa Sirkulasi
Permanen
Buruh Tani
29,89
3,57
0,00
34,78
1,28
0,00
Buruh Industri
13,79
8,33
25,35
4,35
1,28
0,00
Tukang Bangunan
8,05
8,33
0,00
10,87
8,97
0,00
Pedagang
5,17
11,31
0,00
5,43
8,33
0,00
Sopir
3,45
3,57
0,00
6,52
1,28
0,00
Pelayan Toko Pelayan Rumahmakan
5,75
8,33
8,68
10,87
24,36
0,00
0,00
0,00
21,18
0,00
1,28
0,00
Pembantu RT
0,00
0,00
29,51
0,00
16,67
100,00
Tkg Kebun/ Satpam
5,75
8,33
0,35
2,17
8,97
0,00
Pekerja Jasa lainnya
7,45
18,47
0,00
9,8
8,35
0,00
Guru
9,20
8,33
4,51
6,52
1,28
0,00
PNS
4,60
8,33
4,51
6,52
1,28
0,00
Peg. Swasta
6,90
13,10
4,51
2,17
16,67
0,00
Jenis Pekerjaan
Tabel 8 menunjukkan bahwa secara agregrat jenis migran dengan sumber mata pencaharian di sektor pertanian seperti buruh tani, tidak melakukan migrasi yang sifatnya permanen, namun melakukan migrasi yang sifatnya temporer seperti komutasi dan sirkulasi. Menurut Syafaat et al. (1998), kaitan antara migran yang bekerja disektor pertanian dengan migrasi permanen tidak ada, dengan demikian migran permanen secara tidak langsung tidak akan memberikan dampak lebih lanjut terhadap perekonomian desa. Namun migrasi yang sifatnya temporer akan
255
Sugiarto
memberikan dampak seperti (a) transfer kapital yang bisa terjadi dua arah dari desa ke kota dan dari kota ke desa dan (b) efisiensi tenaga kerja pertanian yang menurun karena berkurangnya tenaga terampil. Jenis pekerjaan sebagai migran umumnya lebih mengandalkan di sektor pertanian yang mengutamakan ketrampilan dan pengalaman sehingga kondisinya sama dengan tenaga kerja sebagai buruh tani di sektor pertanian. Jenis pekerjaan di luar sektor pertanian diantaranya adalah sebagai buruh industri, pelayan toko, pembantu rumah tangga, sopir, satpam/ tukang kebun dan pekerja jasa lainnya. Akan tetapi ada sebagian migran yang bekerja dengan jenis pekerjaan yan mengandalkan skill dan kemampuannya di luar sektor pertanian dengan berbagai jenis migrasi seperti pekerja pegawai negeri/swasta dan sebagai guru.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perubahan struktur tataruang dalam pembangunan wilayah menyebabkan angkatan kerja untuk melakukan migrasi dari daerah perdesaan ke perkotaan yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sebagian besar angkatan kerja yang melakukan migrasi dengan pola komutasi dengan tujuan ibukota kecamatan atau kabupaten lebih banyak dilakukan di Jawa dibanding luar Jawa. Pola migrasi yang sifatnya komutasi lebih banyak dilakukan pada sumber mata pencaharian di sektor luar pertanian yang sektor informal yang lebih mengandalkan ketrampilan dan pengalaman dari pada tingkat pengetahuan. Disamping itu angkatan kerja yang melakukan migrasi sebagian besar berusia muda dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar atau belum tamat Sekolah Menengah Pertama, sehingga pendapatan yang mereka terima setaraf dengan upah buruh tani di daerah asalnya. Beberapa faktor angkatan kerja yang melakukan migrasi diantaranya adalah upah tenaga kerja di luar desa lebih tinggi, peluang mendapatkan pekerjaan lebih banyak. Disamping itu, ketiadaan pemilikan lahan pertanian di daerah asal, serta tidak adanya peluang pekerjaan, kalaupun ada upahnya rendah yang merupakan faktor pendorong untuk melakukan migrasi kesempatan kerja di perdesaan sudah kurang mampu lagi menyerap pertumbuhan tenaga kerja yang relatif tinggi, dan banyak juga tenaga kerja yang tertarik bekerja ke luar desa karena tertarik pada upah yang relatif tinggi dan berkesinambungan. Sebagai langkah untuk meningkatkan kemampuan para migran di perdesaan, diperlukan program peningkatan ketrampilan dan pengetahuan yang orientasinya tidak hanya pada pembangunan pertanian tetapi pembangunan wilayah secara utuh sehingga tenaga kerja dapat bersaing di pasar tenaga kerja dan produktivitas dapat ditingkatkan. Disamping itu, perlu diprioritasi pengembangan sumber daya angkatan kerja yang memiliki pengetahuan, ketrampilan serta kapasitas manajemen yang lebih tinggi serta mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan di wilayahnya.
256
Keragaan Mobilitas Angkatan Kerja di Perdesaan Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi
DAFTAR PUSTAKA Kustiari, R., P.U. Hadi, Sugiarto, A. Purwoto, Supadi, M. Ariani. Sunarsih, Y.F. Sinuraya, D. Hidayat, M. Maulana. T.B. Purwantini, B. Winarso, dan Waluyo. 2008. Panel Petani Nasional (PATANAS) Analisa Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Mantra, I.B. 1982. Mobilitas Penduduk di Daerah Perdesaan. Studi Kasus Kelurahan Trimulyo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewah Yogyakarta dalam Kesempatan Kerja, Kemiskinan dan Mobilitas Penduduk di Daerah Perdesaan. Bulletin Eknas. Pebruari 1982. Suharso, et al. 1976. Rural Urban Migration in Indonesia. LENAS-LIPI. Monograph Series Syafaat, et al. 1998. Studi Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan Perdesaan (PATANAS): Mobilitas Tenaga Kerja Perdesaan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Todaro, M.P. 1991. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga (Buku I). Alih bahasa Aminudin dan Mursid. Gahlia.Indonesia.Jakarta.
257