Mobilitas dan HARAPAN MASYARAKAT PERDESAAN
adanya pemanfaatan lahan pertanian, perdagangan, dan sebagainya. b) “The Early Transitional Society” pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah yang besar dan cukup berarti dari
eputusan untuk pindah tidak semata ditentukan oleh keuntungan maksimum yang akan diperoleh, tetapi juga ditentukan oleh kerugian yang minimal yang dimungkinkan dan berbagai hambatan yang akan ditemui, dikaitkan dengan terjadinya kegagalan pasar (market failures)...Taylor, 1986; Stark: 1991 (Dalam bukunya Mobilitas Sebagai Tantangan Kependudukan Masa Depan oleh Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Ph.D) Perpindahan penduduk atau migrasi dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain dalam batas politik/negara, batas
administrasi/bagian
dalam
suatu
negara
mengalami
perkembangan dari tradisional menuju moderen disebabkan adanya perubahan proses sosial dari gejala ekonomi. Perkembangan
mobilitas
atau
perpindahan
penduduk
disebabkan oleh dampak pembangunan dan juga mempengaruhi proses pembangunan, diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang merata. Masih dalam buku Mobilitas sebagai tantangan kependudukan masa
depan,
sifat
dan
kecenderungan
mobilitas
penduduk
disampaikan oleh Zelinsky (1971) ada lima tahapan transisi mobilitas yaitu : a) “The Premodern Traditional Society” sangat rendahnya arus perpindahan penduduk disebabkan hanya terjadi karena
penduduk daerah perdesaan menuju ke daerah yang baru, adanya kecenderungan untuk mendatangkan migran atau tenaga kerja ahli dari luar negeri dan berkembangkanya mobilitas sirkuler dengan bentuk dan pola mobilitas sirkuler. c) “The Late Transitional Society” menurunnya pergerakan penduduk dari perdesaan menuju daerah perkotaan, menuju daerah baru, menurunnya keinginan berpindah keluar negeri, serta makin berkembangnya mobilitas sirkuler dengan bentuk dan pola yang makin kompleks. d) “The Advanced Society” makin menurunnya arus migrasi dari daerah
perdesaan
pergerakan
penduduk
pemusatan
atau
menuju
perkotaan,
meningkatnya
antar
kota
dalam
suatu
sistem
aglomerasi
yang
sama,
cenderungnya
meningkatnya migrasi masuk tenaga kerja yang kurang berkualitas dari daerah belum berkembang, meningkatnya arus migrasi internasional maupun migrasi sirkuler tenaga kerja terdidik dengan tujuan ekonomi maupun kenyamanan atau bahkan pelesiran. e) “A Future Superadvanced Society” menurunnya migrasi permanen dan meningkatnya migrasi sirkuler disebabkan makin baiknya sistem komunikasi para pendatang umumnya berasal dari daerah perkotaan atau pinggiran perkotaan,
migrasi tenaga kerja kurang terampil dari negara atau daerah belum berkembang. Pola Perpindahan penduduk baik masuk maupun keluar di Provinsi Bengkulu dari hasil perhitungan sementara Sensus penduduk Tahun 2010 secara total sebesar 3.11 persen yag terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebesar 1,69 persen dan perempuan 1,42 persen, dari data tersebut perempuan lebih banyak melakukan perpindahan keluar dari pada laki-laki terutama pada kelompok umur 5 – 24 tahun dan disusul pada kelompok umur 35 – 64 tahun sehingga Provinsi Bengkulu
menurut
pentahapan
ciri
Skeldon dari
sudah
mobilitas
dapat
penduduk
dikategorikan pada
tahap
Provinsi Bengkulu
Laki-Laki
Perempuan
Total
52.69 51.33 54.39 55.62 55.48 55.15 53.62 52.31 54.42 48.73
47.31 48.67 45.61 44.38 44.52 44.85 46.38 47.69 45.58 51.27
4.89 8.74 12.84 4.03 4.73 12.41 4.27 5.60 5.70 36.79
52.00
48.00
100.00
pada tiga
(Intermediate Transitional Society) dengan munculnya partisipasi perempuan dalam keputusan berpindah. . Perpindahaan penduduk baik keluar maupun masuk atau migrasi risen tingkat Kabupaten/Kota hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tertinggi terjadi di Kota Bengkulu dengan 36,79 persen, disusul Bengkulu Utara dan Mukomuko masing-masing 12,84 persen dan 12,41 persen, kabupaten Rejang Lebong sebesar 8,74 persen sedangkan empat kabupaten yaitu Bengkulu Selatan, Kaur, Seluma, dan Lebong masing-masing empat persen. Perpindahan penduduk risen menurut karakteristik tempat tinggal menunjukkan perpindahan dari perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan, hal ini diasumskan bahwa penduduk perdesaan ingin memperoleh tingkat kesejahteraan yang lebih baik diperkotaan yang dirasakan menjanjikan secara ekonomi, sosial, maupun politik dibandingkan di perdesaan.
01 02 03 04 05 06 07 08 09 71
Kabupaten/Kota Bengkulu Selatan Rejang Lebong Bengkulu Utara Kaur Seluma Mukomuko Lebong Kepahiang Bengkulu Tengah Kota Bengkulu
Kabupaten Kaur tertinggi mobilitas dari perdesaan, disusul dengan kabupaten Seluma dan Bengkulu Tengah, dan Bengkulu Utara masing-masing 96,86 persen; 94,05 persen; 85,15 persen dan 81,53 persen, terendah Kota Bengkulu dengan 6,74 persen.
Transisi mobilitas di Provinsi Bengkulu masih berada pada tahap kedua yaitu Early Transitional Society didominasi oleh perpindahan antara Kabupaten/Kota (internal) dari daerah perdesaan menuju ke daerah perkotaan, yang memberikan dampak penduduk perkotaan menjadi
padat
sehingga
menimbulkan
persoalan-persoalan
kependudukan daerah perkotaan. Kota Bengkulu dengan luas wilayah 144,52 km
2
dengan rata
2
2134,96 jiwa per km dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Gambaran
Tiga kabupaten lainnya yaitu Bengkulu Selatan, Rejang Lebong dan
migrasi
Provinsi
masing-masing 120,55 jiwa per km2, 162,81 dan 187 jiwa per km2.
pembangunan ekonomi dengan pola mobilitas penduduk, pola migrasi
jiwa per km2, termasuk Kabupaten Mukomuko 38,58 jiwa per km2, bila perpindahan
penduduk
atau
migran
tidak
dibekali
dengan
keterampilan dan pendidikan yang memadai akan menimbulkan persoalan pada tempat tujuan dan tempat yang ditingggalkan. Otonomi Daerah dimana adanya pemekaran wilayah baik tingkat Desa, Kecamatan maupun Kabupaten menimbulkan bentuk-bentuk baru dari migrasi sirkuler dan migrasi ulang alik. Kemudahan-kemudahan yang tersedia seperti untuk jarak dekat dan daerah yang memiliki sarana komunikasi dan transportasi yang memadai, banyak ditemukan dari pekerja Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pindah tugas pada Kabupaten/Wilayah pemekaran atau dilakukan oleh petani yang mempunyai Kebun atau Sawah diwilayah diluar tempat tinggalnya karena adanya pemekaran wilayah.
hubungan
antara
Bengkulu
memperlihatkan
wilayah perdesaan tertinggi mempunyai kepadatan penduduk 45,66
dan
di
Kepahiang mempunyai rata-rata kepedatan diatas 100 jiwa per km2,
Kabupaten Kaur yang mempunyai perpindahan penduduk pada
keterkaitan
penduduk
strategi
di Provinsi Bengkulu selain dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam mencari kehidupan yang terbaik dalam karier, juga biasanya secara musiman yang dilakukan oleh para petani/buruh tani disebabkan ketidakberhasilan sektor pertanian yang berpindah profesi mencri pekerjaan diluar sektor pertanian (Off-Farmemployment), migrasi yang dilakukan oleh buruh tani untuk memperoleh kesempatan kerja yang
mungkin terbuka dan diharapkan masih terbuka diluar
perdesaan tempat tinggalnya seperti tenaga tukang di Kota Bengkulu, penambang batu bara di sungai Bengkulu atau penambang pasir sehingga mengakibatkan persoalan tersendiri di wilayah yang didatangi/kota dan daerah perdesaan menjadi kurang berkembang dan telah ditinggalkan, selain itu migrasi ke wilayah perkotaan juga dilakukan oleh pelajar yang ingin mendapatkan pendidikan yang lengkap, bermutu dan moderen, menyebabkan spekulasi dari wilayah yang dituju dengan peraturan-peraturan berupa pungutan biaya
pendidikan yang melambung tinggi, menyebabkan wilayah perdesaan
Komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan di Provinsi
sekolah akan menjadi kosong, jumlah tenaga guru tidak rasional
Bengkulu adalah Kopi, Karet, Kelapa, Cengkeh, Coklat, Aren,
dengan jumlah murid dan berbandingkan terbalik dengan diwilayah
Lada, Kayu Manis, Pinang, Jahe, Nilam, Teh, dan Tembakau. c.
perkotaan.
Pertambangan dan Industri, Provinsi Bengkulu memiliki
Pemerintah Daerah Bengkulu periode tahun 2011 – 2015 dengan
cadangan sumber daya mineral yang cukup banyak meliputi
Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu yang Maju dan Sejahtera,
Pengelolaan usaha pertambangan yang ditetapkan dalam
perlu
wilayah
melakukan
kebijakan
dengan
menyebarkan
pemerataan
pembangunan melalui berbagai sektor
pertambangan
(WP),
terdiri
dari
wilayah
usaha
pertambangan (WUP), wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan wilayah pencadangan negara (WPN), potensi tambang galian di
a.
Meningkatkan
sektor
Pertanian
Tanaman
Pangan
yang
Provinsi Bengkulu cukup beragam, dari batubara, emas, pasir
merupakan penyumbang pendapatan daerah yang terbesar
besi, batu gamping, batu apung, bentonit, lempung, zeolit/tras
dengan produksi yang relatif terus meningkat setiap tahunnya
serta bahan galian C seperti pasir dan batu.
dengan cara intensifikasi dan penyediaan sarana produksi
b.
d.
Perikanan dan Kelautan, Usaha budi daya pengembangan
berupa pupuk dan bibit dengan harga termurah atau disubsidi
perikanan air tawar (perikanan darat) di Provinsi Bengkulu, pada
oleh Pemerintah Daerah adanya lumbung-lumbung pangan dan
umumnya diusahakan melalui tambak, keramba, sawah dan
home industri pengolahan hasil pertanian sehingga dijual sudah
perairan. Provinsi Bengkulu yang sebagian besar menghadap ke
menjadi bahan jadi.
Samudera Hindia dengan panjang pantai yang diperkirakan
Perkebunan, merupakan salah satu sub sektor penyumbang
sekitar 525 km, dengan luas Laut Teritorial sebesar 53.000 km2
PDRB yang cukup besar di Provinsi Bengkulu dengan menarik
dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu batas jarak 12-200
inventasi dari luar dan melibatkan masyarakat sekitar. Data dari
mil laut dari pantai dengan luas sebesar 685.000 km2. Perlu
Bapedda Provinsi Bengkulu, kawasan perkebunan kelapa sawit
diberikan modal dalam pengembangan tambak, keramba
rakyat baik yang telah bekerja sama dengan pabrik pengolahan
sebagai usaha keluarga yang dikembangkan melalui koperasi
maupun belum bekerjasama mencapai luas total 105.654 Ha
dan diolah menjadi bahan jadi yang siap dijual.
tersebar di masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi
e.
Pariwisata dan Budaya
Bengkulu serta perlu adanya pengolahan perkebunan sehingga
Provinsi Bengkulu memiliki berbagai potensi dan daya tarik
penjualan sudah bahan jadi.
wisata yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan
datang dan menikmati kekayaan alam dan budaya Provinsi Bengkulu. yang belum diolah dan dimanfaatkan sebagai potensi wisata dan sebagian potensi yang telah dimanfaatkan cenderung belum dikelola dengan baik, sehingga perlu diolah sehngga dapat menarik wisatawan yang akan mengembangkan usahausaha perhotelan, produk rumah tangga seperti makanan, asesori, dan konfeksi, budaya serta jasa lainnya. f.
Penyebaran sekolah baik sarana prasarana serta SDM dengan modernisasi sehingga anak usia sekolah tidak perlu keluar dari wilayah tempat tinggalnya.
Sumber : 1) Publikasi BPS Bengkulu 2) Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Ph.D dkk ; Dasar-Dasar Demografi Edisi 2 3) Prof.Prijono Tjiptoherijanto, Ph.D; Mobilitas Sebagai Tantangan Kependudukan Masa Depan 4) Zelinsky (1971),The Hypothesis of the Mobility Transition, dalam buku Mobilitas Sebagai Tantangan Kependudukan Masa Depan
Bidang Pengendalian Penduduk Perwakilan BKKBN Bengkulu
Mobilitas dan HaRaPan MASYARAKAT PERDESAAN DAlAM KebijaKan pemerataan pembangunan