KEPEMIMPINAN NEGARA MENURUT PANDANGAN DELIAR NOER Ismanizar Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
[email protected] Abstract Leadership is a big issue in the middle of the welfare of the society at large. Political developments being experienced at the time of the revolution until the beginning of the 21st century makes Deliar Noer appears as a figure that firm and rigid, so revealing the direction of development of the political rigth. But, then make the person eliminated Deliar Noer from three periods, namely the old order, new order, and reform. The facts of the leadership in Indonesia have also proven how leadership has been influential on the political life and state. Based on these arguments, the study discusses the leadership of the country. As for the purpose of this research is to identify the relevance of thinking Deliar Noer againts Indonesia's leadership. The results of this research indocates that leadership according to Deliar Noer deals with the prinsiples of the ethics of political leadership to run in people's lives, as well as in political life. In this case, the ruler claimed to have first example which can be responsible for its people, so that should also be labelled by Islamic values in a political ethics, that order the leaders on the ground water can create ethical values of leadership, as well as the morality of a nation. Later, Islam offers a solution imbalance that occurs in all human behaviour, not only in the Western world, but also Indonesia's Muslim majority. In this case, that the public wants Deliar Noer Indonesia should be able to motovating it self to be able to direct and make a change to a better life, especially for Indonesia. Regarding his relationship with leaders of Indonesia in the old order, new order, and reform. Keywords: Leadership, State, Deliar Noer
Abstrak Kepemimpinan merupakan persoalan yang besar di tengah isu kesejahteraan masyarakat luas. Perkembangan politik yang dialami pada zaman revolusi sampai awal abad ke-21 menjadikan Deliar Noer tampil sebagai sosok yang teguh dan tegar, sehingga menampakkan arah perkembangan politik yang benar. Tetapi, kemudian menjadikan Deliar Noer orang yang tersingkirkan dari tiga periode, yaitu orde lama, orde baru, dan reformasi. Fakta-fakta kepemimpinan di Indonesia juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah berpengaruh besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Berdasarkan argumen tersebut, penelitian ini membahas tentang kepemimpinan negara. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi relevansi pemikiran Deliar Noer terhadap kepemimpinan Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan menurut Deliar Noer berkaitan dengan prinsip-prinsip etika politik kepemimpinan yang harus dijalankan dalam kehidupan manusia, termasuk juga dalam kehidupan politik.
227 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 Dalam hal ini, penguasa dituntut untuk lebih dahulu mempunyai sifat keteladanan yang dapat bertanggungjawab bagi rakyatnya, sehingga juga harus dibubuhi oleh nilai-nilai Islam dalam suatu tatanan etika politik, supaya para pemimpin di tanah air dapat menciptakan nilai-nilai etika kepemimpinan, serta moralitas dari suatu bangsa. Kemudian, Islam menawarkan solusi ketimpangan yang terjadi diberbagai perilaku manusia, tidak hanya di dunia Barat, tetapi juga di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam hal ini, Deliar Noer menginginkan bahwa masyarakat Indonesia harus mampu memotivasikan dirinya untuk bisa mengarahkan serta melakukan suatu perubahan kepada kehidupan yang lebih baik, khususnya bagi Indonesia. Kata Kunci: Kepemimpinan, Negara, Deliar Noer
Pendahuluan Kepemimpinan merupakan persolan yang besar di tengah isu kesejahteraan masyarakat luas. Fakta-fakta kepemimpinan di Indonesia juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah berpangaruh besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Kepemimpinan dalam suatu negara selalu terjadi perdebatan yang kursial dalam hal pemegang kekuasaan. Ketika berbicara mengenai kekuasaan, maka kekuasaan tidak akan lepas dari soal tanggung jawab, sehingga antara keduanya saling berkaitan. Bagi orang yang hidup di tengah masyarakat juga mempunyai tanggung jawab ketika kekuasaan itu berada di tangannya. 1 Hal ini dapat dilihat pada saat rasulullah menjadi pemimpin. Dalam hal ini rasulullah tidak hanya sebagai pemimpin agama tetapi juga sebagai pemimpin negara. Pada masa kepemimpinan rasulullah, berjalan dengan lancar, damai, dam penuh keadilan. Hak azasi manusia selalu dijunjung tinggi, perbedaan selalu dihormati, persamaan rakyat terbagi serta pengakuan hak-hak wilayah di luar Islam yang selalu dilindungi, sehingga terbentuk suatu nation state of Arabs yang damai dan sejahtera.2 Oleh karena itu, istilah kepemimpinan dalam Islam juga diidentik dengan sebutan khalifah yang berarti wakil atau pengganti. Selain itu, juga terdapat dalam hadist riwayat Muslim, di mana tiap orang mempunyai tanggung jawab, tetapi tanggung jawab itu pada akhirnya diserahkan kepada Allah. Istilah pemimpin dijumpai dalam kata ra'in seperti yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan Muslim:
صههى ه ٌُل ه ع َْه اب ِْه ُع َم َزرضً ه اع ًَ ُكهُّ ُك ْم َم ْسئٌُ ٌل َ ََّللاُ َعهَ ْي ِو ًَ َسهه َم ق َ َِّللا َ َّللاِ أَ هن َرس ٍ أَ ََل ُكهُّ ُك ْم َر:بل اع َعهَى أَ ْى ِم بَ ْيتِ ِو ِ ع َْه َر ِعيهتِ ِو فَ ْبْلَ ِمي ُز انه ِذي َعهَى اننه ٍ اع َعهَ ْي ِي ْم ًَىُ ٌَ َم ْسئٌُ ٌل َع ْنيُ ْم ًَان هز ُج ُم َر ٍ بس َر
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 228
اع َعهَى ِ ًَىُ ٌَ َم ْسئٌُ ٌل َع ْنيُ ْم ًَ ْان َمزْ أَةُ َرا ِعيَتٌ َعهَى بَ ْي ٍ ت بَ ْعهِيَب ًَ ًَنَ ِد ِه ًَ ِى ًَ َم ْسئٌُنَتٌ َع ْنيُ ْم ًَ ْان َع ْب ُد َر اع ًَ ُكهُّ ُك ْم َم ْسئٌُ ٌل ع َْه َر ِعيهتِ ِو ِ َم ٍ بل َسيِّ ِد ِه ًَىُ ٌَ َم ْسئٌُ ٌل َع ْنوُ فَ ُكهُّ ُك ْم َر Artinya: "Ibnu Umar r.a berkata: "saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban atas perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungjawab) dari hal-hal yang dimpimpinnya". (H.R. Muslim).3 Berdasarkan hadist di atas, maka Deliar Noer menyatakan bahwa tiap manusia itu adalah pemimpin sehingga dalam agama Islam disebut sebagai khalifatullah fi'l ardh, khalifah di sini maksudnya sebagai pengganti dalam memelihara dan menyelenggarakan sesuatu yang ada di dunia.4 Deliar Noer juga menyatakan bahwa pemimpin itu harus mempunyai sikap etika serta moral dalam berpolitik. Pemimpin bagi Deliar Noer harus mempunyai suatu nilai dalam berpolitik.5 Pembahasan mengenai nilai dalam suatu etika serta moral politk dalam kepemimpinan negara di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan hingga kini sudah cukup banyak diungkapkan oleh para intelektual dan pakar politik, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu di antaranya adalah Deliar Noer. Deliar Noer adalah seorang tokoh intelektual, pemikir, peneliti, dan pengamat politik Indonesia. Deliar Noer adalah orang pertama kali di Indonesia yang mendapat gelar Doktor bidang politik. Kemudian, Deliar Noer mendapatkan gelar PhD, di Universitas Cornell, Amerika tahun 1962.6 Pada tahun 1953 dalam kongres se-Indonesia di Jakarta, Deliar Noer terpilih sebagai ketua Umum Pengurus Besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Mengenai perjalanannya dalam menghadapi HMI, pada masa itu selalu mengalami konflik dengan Masyumi. Konflik antara HMI dan Masyumi terus merambah hingga periode kepemimpinan Deliar Noer. Pengalaman hidup Deliar Noer dalam segi kepemimpinannya, menampilkan corak esensi politik yang disikapi dan dihayati sebagai moral yang membimbing kekuasaan ke arah nilainilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi. Esensinya dapat terus dipertahankan dalam perluasan eksistensi politik keIndonesiaan, dan Islam adalah nama yang
229 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 menjadi sifat yang tertanam dalam sepakterjangnya menghadapi kenyataankenyataan politik di tanah air. Deliar Noer dalam segi hal pemimpin merupakan sebagai sosok intelektual serta mencoba memberanikan diri tampil dan ikut serta membawa perkembangan politik Indonesia ke arah yang lebih beradab. Pengetahuan dan ilmu yang diperolehnya tidak membuatnya menjadi bersikap netral, terhadap perkembangan sosial politik yang terjadi di tanah air. Deliar Noer menerjunkan diri dalam ruang dan aktivitas politik nasional di mana banyak kalangan seperti tidak turut serta dengan menyebutkan dunia politik praktis sebagai sesuatu yang kotor. Deliar Noer memahami politik sebagai bagian dari perjuangan hidup mencapai keridhoan Ilahi. Deliar Noer memandang politik secara lebih serius, mendalam dan sebagai esensi dalam membawa perkembangan masyarakat kepada kemaslahatan dan nilai-nilai yang lebih luhur.7 Menurut Deliar Noer, pemimpin dahulu yaitu M. Natsir dan M. Hatta tampak sekali mempunyai cita-cita yang tinggi dalam masyarakat, bangsa dan tanah air. Mereka bisa dikatakan senantiasa berjuang tanpa memperlihatkan nasib diri sendiri. Kemudian dana yang tidak dipertanggung jawabkan, seperti dana taktis, dipercayakan kepada presiden, wakil presiden, atau perdana menteri, sehingga dana tersebut mereka pergunakan untuk kepentingan bersama. Oleh sebab itu, untuk masa depan negara perlulah dicari pemimpin yang di samping memiliki wawasan, dan pengertian tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kemudian bisa diteladani dalam segi hal moral, etika dan akhlak. Sekurang-kurangnya mampu mendengarkan pendapat orang lain, dan tidak hanya mau mendengar pendapat sendiri.8 Dengan demikian, maka sesuatu yang ingin dilakukan Deliar Noer dalam hal kepemimpinan adalah memperjuangkan etika serta moral politik dalam percaturan perpolitikan di Indonesia. Mengapa demikian, karena bagi Deliar Noer pemimpin itu harus mempunyai etika, moral, dan nilai-nilai dalam berpolitik. Ketika seorang pemimpin tidak mempunyai etika, moral serta nilai dalam memimpin, maka negara tersebut akan menjadi kacau. Dengan demikian, pemimpin yang dimaksud Deliar Noer di sini adalah pemimpin yang harus dibubuhi oleh nilai-nilai dalam suatu tatanan etika politik supaya para pemimpin di tanah air dapat menciptakan nilai-nilai keIslaman serta moralitas dari suatu bangsa.
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 230 Menurut hemat penulis, nilai-nilai keIslaman inilah yang menjadi patokan yang harus dimiliki oleh pemimpin dalam memimpin suatu bangsa dan negara. Di sini penulis akan mengupas permasalahan mengenai nilai-nilai kepemimpinan Deliar Noer serta moralitas yang bagaimanakah yang harus dimiliki oleh pemimpin dalam suatu negara menurut pandangan Deliar Noer. Apakah kepemimpinan yang dimaksud Deliar Noer hanya merupakan sebuah konsep saja. ataukah dalam bentuk pengaplikasian terhadap kehidupan bernegara dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga menjadi menarik dalam pembahasan tentang kepemimpinan negara menurut pandangan Deliar Noer. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan (library research) yang menggunakan metode deskriptif secara konten analisis dengan pendekatan studi tokoh, yaitu pengkajian terhadap pemikiran atau gagasan seorang tokoh dan pemikir Muslim, dalam penelitian ini adalah pemikiran Deliar Noer. Aplikasi pendekatan studi tokoh dalam tesis ini menekankan pada wacana kritis karya Deliar Noer, yang dijadikan alat untuk menganalisis kepemimpinan negara yang akan digambarkan secara deskriptif dari setiap ide pemikirannya, sehingga dapat diketahui bagaimana nilainilai kepemimpinan negara menurut pandangan Deliar Noer, dan relevansi pemikiran Deliar Noer terhadap kepemimpinan Indonesia.
Biografi Deliar Noer Deliar Noer adalah putra Minang kelahiran Medan, Sumatera Utara, 9 Februari 1926. Deliar Noer, meninggal pada 18 Juni 2008 di Jakarta. Deliar Noer merupakan sebagai cendekiawan yang menamatkan program magister dan doktoral di Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat. Deliar Noer termasuk produktif menulis opini di Kompas sejak tahun 1966. Tulisan pertamanya "Politik dan Kebudayaan" yang di muat di halaman kompas, tanggal 14 Mei 1966 dan terakhir Saran untuk Presiden Megawati yang juga dimuat di halaman Kompas, tanggal 19 September 2002. Pikiran-pikiran Deliar Noer termasuk cerdas, bahkan sebagian ada yang menilai keras. Sikapnya yang terkesan keras dan terus terang disebabkan karena Deliar Noer dilahirkan di tengah keluarga kaum pergerakan karena sikapnya ini Deliar Noer pernah mengalami masa-masa sulit.9 Pengalaman yang paling mengesankan bagi Deliar Noer adalah pada saat menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Waktu itu Deliar
231 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 Noer dilarang mengajar dan dipanggil oleh Menteri Perguruan Tinggi dan ilmu Pengetahuan Dr. Syarif Thayeb. Akhirnya Deliar Noer terpaksa melepaskan jabatannya sebagai dosen pada tahun 1964 yaitu pada masa Orde Lama. Adapun karya-karya lainnya yang ditulis oleh Deliar Noer, di antaranya adalah Islam dan Politik; Islam dan Masyarakat; Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa; Membincang tokoh-tokoh Bangsa; Mencari Presiden; Aku Bagian UmatAku Bagian Bangsa: Otobiografi Deliar Noer; Mohammad Hatta: Biografi Politik; Perubahan, Pembaharuan, dan Kesadaran Menghadapi Abad ke- 21; Partai Islam di Pentas Nasional; Islam, Pancasila dan dan Azas Tunggal; Bunga Rampai dari Negeri Kanguru; Administrasi of Islam in Indonesia; Guru sebagai Benteng Terakhir Nilai-nilai Ideal: Tuntutan: Bekerja tertib; The Modernis Movement in Indonesia 1900-1942; Pengantar ke Pemikiran Politik; The Rise and Development of The Modernist Muslim Movement in Indonesia During the Dutch Colonial Period 1900-1942.10
Kepemimpinan Dalam Islam Secara umum kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu kekuatan yang menggerakkan perjuangan atau kegiatan untuk menuju kesuksesan berdasarkan perilaku serta pengaruh yang dimilikinya. Dengan demikian, keberhasilan seorang pemimpin sangat bergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang disekitarnya, karena keberhasilan suatu kelompok sangat bergantung pada potensi sumber daya manusia dalam kelompok atau organisasi tersebut. Adapun jika dilihat dari segi ajaran Islam, kepemimpinan berarti kegiatan menuntun, membimbing, memandu dalam menunjukkan jalan diridhai Allah Swt. Kegiatan ini bermaksud untuk menumbuhkembangkan kemampuannya sendiri di lingkungan orang-orang yang dipimpin dalam usahanya mencapai ridha Allah Swt selama kehidupannya di dunia dan di akhirat. Istilah kepemimpinan kenegaraan dalam dunia Islam, mempunyai beberapa nama di antaranya istilah khalifah, Amir, Sulthan, Ulul Amri, Waliyul Amri, dan Imarah. Istilah tersebut terdapat perbedaan dalam hal segi penempatan, tetapi makna sama. Khalifah berasal dari kata khalafa yang bermakna pengganti atau pengurus.11 Kata khalifah atau khalifah terdapat dua kali dalam Alquran
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 232 berkenaan dengan Nabi Adam as. dan Nabi Daud as. Sebagai contoh dapat dikemukakan dalam Alquran surah Al-Baqarah, ayat 30, yang berbunyi: Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi". Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. AlBaqarah/2:30).12 Perkataan Imamah berasal dari kata Arab "amma" yang bermakna mendahului atau memimpin. Makna aslinya pemimpin, terutama sekali pemimpin kafilah, atau seorang yang membimbing sekelompok unta. Aslinya Imam adalah Rasulullah Saw. sendiri ketika beliau berhalangan, imam digantikan orang lain atas arahan dan kuasa beliau, pasca beliau istilah tersebut adalah khulafah atau delegasi-delegasi lain yang mengisi tempat tersebut.13 Kemudian, perkataan Amir juga sering digunakan menjadi sebutan kepada seorang pemimpin. Amir bermaknan pemimpin atau komando, istilah Amirul Mu'minin pertama digunakan oleh Umar bin Khatab r.a. Ibnu Khaldun bercerita tentang penyebab penamaan ini, itulah bagian dari ciri khas kekhalifahan, dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah menamakan para pemimpin delegasi dengan nama Amir, yaitu wazan (bentuk kata) fa'iil dari imarah. Dalam kalangan muslim di Indonesia istilah amir ini cenderung diartikan dengan makna raja secara khusus atau pemimpin secara umum.14 Selain itu, Sulthan ialah gelar yang dipakai para penguasa muslim secara resmi semenjak abad ke-11 M (5 H). Kata sulthan merupakan sebuah derivasi dari kata kerja salata yang berarti menguasai atau memimpin. Sulthan juga bermakna kuasa atau otoritas, dari sisi pandang politik ia membawa makna kuasa dan bukan pemimpin agama kaum muslimin.15 Di samping itu, istilah waliyul amri juga pernah digunakan untuk sebutan bagi seorang penguasa wilayah pada zaman Rasulullah Saw. Waliyul Amri bermakna orang yang mempunyai kekuasaan terhadap sesuatu urusan Rasulullah Saw., para khalifah raja-raja Islam sering mengangkat seseorang ke suatu daerah untuk sesuatu urusan tertentu yang diberi nama Waliyul Amri. Kemudian, Imarah yang juga digunakan dalam konteks pemimpin atau kepemimpinan berasal dari kata amara yang bermakna memerintah. Jadi, Imarah itu apabila tersandung kepada seseorang mengandung
233 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 makna orang yang memerintah atau dengan kata lain disebut pemimpin atau penguasa.16 Dengan demikian, dari pemaparan di atas mengenai istilah kepemimpinan dalam Islam, maka terdapat banyak sebutan jabatan seorang kepala negara, dalam Islam sebutan tunggalnya adalah imam yang berarti pemimpin, apabila disebut imamah maka maknanya berubah menjadi kepemimpinannya, dan meskipun disebut kata kerja amma mengandung arti memimpin. Dalam bahasa Inggris perkataan ini tertarik dari akar kata kerja lead yang berarti memimpin, ketika berubah kepada kata benda berbunyi leader yang bermakna pemimpin, dan leadership yang mengandung makna kepemimpinan.17
Nilai-nilai Kepemimpinan Negara Menurut Deliar Noer Masalah kepemimpinan dalam suatu negara demokrasi pada umumnya tidak terlepas dari persoalan mengenai partai. Partai adalah suatu tempat berkumpul orang-orang yang secita-cita, se-ideologi, sehingga dapat dikatakan bahwa sebanyak partai, maka sebanyak itu pula masyarakat bersangkutan mempunyai ideologi. Di samping itu, Deliar Noer sebagai pemimpin Partai Umat Islam (PUI). Partai yang dipimpin Deliar Noer, yang sekaligus menjadi mantan rektor IKIP Jakarta, ingin eksistensinya menjadi rahmat bagi semua insan. Partai tersebut di deklarasikan di Mesjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta pada hari Jum'at tanggal 28 Juni 1998, yang merupakan partai pertama berazas Islam, yang didirikan sesudah Soeharto Jatuh.18 Di samping itu, Deliar Noer juga berkeinginan membangun bangsa Indonesia yang sempat tercabik-cabik di mata dunia Internasional. Kemudian, Deliar Noer juga membangun citra bangsa yang berdaulat. Bagi Deliar Noer, misi utama partai PUI adalah mewujudkan Islam dalam kehidupan nyata sebagai rahmatan lil'alamin (rahmat bagi semuanya).19 Selain
itu,
Deliar
Noer
juga
mempunyai
komitmen
dalam
memperjuangkan kiprahnya PUI, yaitu ingin menegakkan moral dan etika bangsa terutama para pemimpinnya. Hal ini disebabkan karena melihat kondisi bangsa yang dipimpin oleh mereka yang kurang memperhatikan moral dan etika, maka Deliar Noer menegaskan: "Kami berpendapat bahwa hukum, umpamanya akan mudah dipermainkan bila moral dan etika tidak tegak. Moral dan etika ini dapat memperkuat hukum tersebut. Di tengah kekurangan kita dalam perundang-undangan
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 234 dan hukum (perhatikanlah betapa sulitnya selama ini keadilan tegak di negara kita), hendaknya moral bisa menyuruh kita dengan lebih kuat menegakkan hukum dan keadilan".20 Berdasarkan hal di atas, maka Deliar Noer menunjukkan keprihatinannya terhadap perkembangan moral bangsa, terutama pemimpin-pemimpin yang telah diamanahkan oleh rakyat untuk memimpin bangsa yang cukup besar. Jadi, perjuangan yang paling di kedepankan melalui PUI adalah ingin menegakkan moral bangsa sehingga baik pemimpin atau rakyatnya patuh terhadap tata nilai yang sudah disepakati bersama. Ketika orang mempunyai moral yang baik, maka hukum akan tegak, sehingga keadilan pun akan mudah diterapkan. Di samping itu, orang yang menjunjung tinggi moral yang selalu berpihak pada kebenaran dan malu melakukan kesalahan. Jika kembali melihat fungsi dari partai PUI yang mempunyai suatu komitmen terhadap nilai-etika dan nilai moral. Maka Deliar Noer menyatakan bahwa fungsi partai dari keseluruhannya adalah pertama, mengadakan pilihan dalam penampilan pemimpin. Kedua, mendidik pilihan dalam politik. Ketiga, memperjuangkan paham/ideologi.21 Dengan demikian, berdasarkan fungsi partai tersebut, maka Deliar Noer juga mempunyai nilai-nilai dalam kepemimpinan negara yang disertai dengan nilai-nilai Islam, diantaranya: Pertama, iman, ikhlas. Kedua, amanah dan sikap/pertanggungjawaban sebagai khalifah di muka bumi. Ketiga, Keadilan. Kempat, Keterbukaan mencari kebenaran. Kelima, sikap musyawarah.
Keenam,
perlombaan
dalam
kebaikan.
Ketujuh,
hormat-
menghormati. Kedelapan, solidaritas. Kesembilan, pendalaman ilmu.22 Selain nilai-nilai yang dimaksud Deliar Noer di atas, maka Deliar Noer juga menekankan bahwa pemimpin yang dimaksud Deliar Noer adalah pemimpin yang mempunyai nilai akhlak, karena akhlak itu harus didasari oleh niat dan perbuatan. Dengan demikian, maka nilai-nilai kepemimpinan menurut Deliar Noer dapat disimpulkan bahwa, yaitu pertama, pemimpin itu hendaknya sadar tentang kedudukannya sebagai khalifahtullah fi'l ardh, yang memegang amanah, yang disadari oleh Iman, Islam, dan ihsan, serta mempunyai akhlak yang baik. Kedua, nilai-nilai yang pada umumnya, seharusnya tergambar pada diri manusia, tentu harusnya lebih dijumpai dari diri pemimpin.23
235 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 Mengenai nilai-nilai kepemimpinan di atas, yang dikemukakan oleh Deliar Noer dalam memperjuangkan dasar negara yang berdasarkan pada nilai ajaran Islam. Hal ini, ternyata juga diungkapkan oleh Deliar Noer secara tegas yang dikemukakan oleh M. Natsir dengan menelusuri nilai-nilai Islam tentang dasar negara dalam bentuk yang ideal, yaitu pertama, Tolong-menolong. Kedua, Musyawarah yang disamakan Natsir dengan demokrasi. Ketiga, cinta tanah air, dan mengakui adanya kebangsaan dan nilai. Keempat, Islam juga mencegah dalam rangka kebangsaan yang berlebih-lebihan yang biasanya merosot menimbulkan
kecongkakan
dan
kesombongan
bangsa.
Kelima,
cinta
kemerdekaan. Keenam, tidak mementingkan diri sendiri. Ketujuh, toleransi antar pemeluk agama.24 Berdasarkan gagasan yang ditegaskan oleh Deliar Noer yang dikemukakan oleh M. Natsir mengenai dasar negara, menunjukkan bahwa terdapat suatu nilainilai Islam yang terkandung dalam unsur-unsur dasar negara. Ideologi dalam suatu negara adalah pancasila. Menurut Deliar Noer, pancasila merupakan nilai, ideologi negara, dan falsafah negara. Falsafah atau ideologi negara akan bisa lebih banyak diterima bila perumusan dan pengertiannya dilakukan secara garis besar. Menurut Deliar Noer, pancasila akan lebih berhasil bila suatu lingkungan dapat dipupuk dan dibina, sehingga sebagian itu bergantung pada seseorang atau kelompok, hingga sampai kepada penguasa (pemimpin). Dengan demikian, maka kriteria pemimpin yang dimaksud oleh Deliar Noer, yaitu pertama, tegaknya hukum. Kedua, konsistensi antara kata dengan perbuatan. Ketiga, solidaritas sebangsa. keempat, moral diri. Kelima, hidup beragama. Berdasarkan kriteria tersebut, maka inilah syarat-syarat yang memungkinkan hidupnya suasana lingkungan tempat pancasila itu berkembang.25 Berbicara mengenai Pancasila, maka Deliar Noer berpendapat bahwa Pancasila memang tidak bertentangan dengan Islam, tetapi itu semua tergantung pada tafsiran yang diberikan. Dengan begitu, Deliar Noer menerima ideologi negara sebagai Pancasila, karena bagi Deliar Noer di dalam Pancasila juga terdapat nilai-nilai ajaran Islam, salah satunya prinsip demokrasi. Demokrasi menurut Deliar Noer adalah suatu tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian, untuk mencari pemimpin yang dapat diteladani oleh masyarakat adalah pemimpin yang mengandung berbagai makna
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 236 yang terkait dengan berbagai nilai, diantaranya pengetahuan, etika, moralitas, keahlian, kredibilitas, serta kemampuan melakukan komunikasi, serta keluasan visi. Berdasarkan kriteria yang disebutkan diatas, maka Deliar Noer juga mempunyai beberapa prinsip etika politik kepemimpinan yang harus dimiliki oleh pemimpin, diantaranya adalah pertama, Alquran dan sunnah. Kedua, syariat (hukum) yang harus dijalankan. Ketiga, prinsip syura.26 Keempat, prinsip kebebasan. Kelima, toleransi antar umat beragama.27 Dari berbagai prinsip-prinsip tersebut maka, pemimpin-pemimpin dalam suatu negara demokrasi harus mempunyai suatu moral dalam kepemimpinannya. Menurut pandangan penulis, bahwa moral dan kepemimpinan dalam pandangan Deliar Noer harus mempunyai nilai-nilai atau moral dan kepemimpinan dari suatu pemimpin.
Relevansi Pemikiran Deliar Noer Terhadap Kepemimpinan Indonesia. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh negara dalam tiga periode yaitu periode orde lama, orde baru, serta reformasi membuat Deliar Noer ikut berperan dalam memikirkan bagaimana kondisi masyarakat Indonesia ke depannya. Hal ini, membuat Deliar Noer mempunyai kedekatan dengan beberapa tokoh-tokoh nasional Indonesia, yaitu M. Hatta dan M. Natsir pada era orde lama. Kedekatan hubungan Deliar Noer dengan M. Hatta telah mempengaruhi pemikiran M. Hatta terhadap Deliar Noer, sehingga Deliar Noer mengetahui sosok M. Hatta yang dituangkan dalam sebuah buku "Muhammad Hatta: Biografi Politik". Sosok M. Hatta yang religius membuat Deliar Noer tertarik dengan gaya kepemimpinan M. Hatta dengan sikap, moral, serta integritas yang tinggi. Deliar Noer merupakan seorang ilmuan yang cerdas. Kapasitas keilmuannya diakui di tingkat nasional dan Internasional. Di dalam negeri Deliar Noer dikenal mempunyai kedekatan dengan M. Hatta. Tetapi bukan M. Hatta saja, melainkan Deliar Noer juga dekat dengan M. Natsir, Sjahrir, Soekarno bahkan juga Soeharto dan ratusan tokoh bangsa lainnya. Mengenai kehidupannya di luar negeri, selain kapasitas keilmuannya, Deliar Noer juga dikenal sebagai ilmuwan yang hidup dalam kenyataan "kekinian dan kedisinian" sambil cita-citanya tertera jauh ke depan. Deliar Noer tidak hanya membahas fenomena dengan teori dan analisa, tetapi Deliar Noer mau turun tangan ikut bekerja, berbenah, menceburkan diri dalam lumpur perjuangan perbaikan nasib bangsa yang telah tercabik-cabik.
237 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 Pada era reformasi, Deliar Noer membentuk suatu Partai yaitu Partai Umat Islam Indonesia (PUI), sekaligus menjadi ketua Umum dari Partai Umat Islam (PUI). Ketika itu, Deliar Noer banyak berkecimpung dengan tokoh-tokoh pemimpin Indonesia. Selain itu, pada era reformasi, Deliar Noer juga mempunyai kedekatan
hubungan
dengan
beberapa
tokoh-tokoh
nasional
Indonesia
diantaranya: Bj. Habibie. Pada masa pemerintahan Habibie yang berlangsung tidak lama yaitu selama 436 hari. Pada masa itu terjadi demonstrasi yang begitu banyak dilakukan antara 21 Mei sampai 31 Desember 1998. Dalam pertemuan itu, Habibie menyatakan bahwa dalam menghadapi cobaan yang menimpa bangsa Indonesia, yang diperlukan adalah rasa tulus ikhlas, apalagi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, sesuatu hal yang sangat diingat oleh Deliar Noer dalam sebuah negara harus diperlukan suatu agama yang menjadi bimbingan dalam hidup bernegara, kemudian negara hendaknya mendekatkan masyarakatnya dengan agama serta moral.28 Selain itu, Deliar Noer juga bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara lainnya yaitu Abdurrahman Wahid yang biasa disebut dengan Gus Dur. Dalam pertemuan itu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mempersilahkan Deliar Noer untuk membuka suatu percakapan diskusi dalam forum tersebut. Dalam pembicaran tersebut, Deliar Noer yang sangat menekankan sekali masalah mengenai moral, karena menurut Deliar Noer moral sangat berpengaruh besar kepada sikap dan tindak tanduk masyarakat, pemerintah, partai, dan sebagainya. Kemudian menurut Deliar Noer, moral juga berpengaruh pada penegakkan hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Deliar Noer juga menyatakan bahwa pemimpin, pejabat tinggi, panglima harus melakukan suatu pemberantasan KKN, sehingga mampu menciptakan birokrasi yang bersih. Mengenai masalah sosial ekonomi atau kesejahteraan, Deliar Noer merujuk pada UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa seharusnya tiap warga negara harus mendapatkan pekerjaan. Dalam bidang politik, Deliar Noer menekankan perlunya pendidikan bagi rakyat yang sudah pernah dilakukan pada zaman revolusi, antara lain dengan penerbitan-penerbitan khusus berupa brosur kecil oleh Kementerian Penerangan. Bagi Deliar Noer, dalam rangka pendidikan politik ini, Dewan Pertimbangan Agung (DPA) harus diikut sertakan. Hal ini dapar dijadikan bahwa tugasnya bukan semata-mata untuk memberikan masukan kepada presiden. Tetapi yang perlu diusahakan lebih dahulu adalah menempatkan
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 238 orang-orang yang lebih mandiri, netral, dan tidak berpihak sehingga kepentingan bersama lebih kedepankan. Ketika menyinggung permasalahan yang ada di Indonesia seperti, perkelahian, perampokkan, pemerkosaan, dan usaha-usaha yang tidak halal untuk mendapatkan harta, kedudukan dan pengaruh dalam bisnis, ekonomi, dan politik. Hal ini, menurut Deliar Noer disebabkan oleh kemerosotan moral, sehingga untuk memperbaikinya tidak ada jalan lain, kecuali dengan menegakkan moral disegala bidang. Akhirnya Deliar Noer menemukan soal yang merupakan kewajiban bersama yaitu bagaimana mengajak masyarakat untuk menjaga persatuan, solidaritas, serta integritas suatu bangsa dapat diciptakan. Dengan demikian, Deliar Noer mengakui bahwa bentuk negara dalam Islam bisa bermacam-macam, secara berkonstitusi Madinah, khilafah dengan bermacam sifat (seperti yang dicontohkn khilafah yang empat dan Mu'awiyah), sehingga syura harus ditegakkan dalam suatu negara.29 Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh negara dalam tiga periode, yaitu periode lama, orde baru, serta reformasi membuat Deliar Noer ikut berperan dalam memikirkan bagaimana kondisi masyarakat Indonesia ke depannya. Relevansi pemikiran Deliar Noer dengan pemimpin Indonesia di era reformasi, yang mempunyai relevansi dengan nilai-nilai kepemimpinan Deliar Noer, salah satunya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY merupakan sosok pribadi yang santun, tidak suka konflik, dan tidak reaksioner. Berbagai terobosan politik yang dilakukan, sehingga SBY memilih Boediono sebagai calon wakil presiden. Sosok Boediono di mata SBY merupakan seorang muslim yang jujur, lurus, sederhana, konsisten, dan toleran serta pribadi yang cerdas, ulet, keras bekerja, dan tanggungjawab. Bersama Boediono, SBY ingin membentuk kabinet presidensial yang amanah. Ciri-ciri dari kepemimpinan ideal yang sesuai dengan SBY, diantaranya adalah seorang militer intelektual, kemampuan analitik yang tajam, kadangkala mengurangi kecepatan dalam mengambil keputusan. Keterampilan komunikasi secara efektif juga dimiliki oleh SBY di mana terlihat dampaknya pada kabinet yang dipimpinnya. Dengan demikian, SBY merupakan sosok pemimpin yang memiliki pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, sehingga dapat membawa Indonesia ke depannya. Ketika dilihat dari segi pembangunan, Deliar Noer menjelaskan persoalan mengenai nilai, ideologi, golongan, hubungan penguasa-masyarakat, dan
239 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 pendidikan. Dalam hal ini, persoalan nilai menurut Deliar Noer merupakan suatu prinsip dasar yang dapat dijadikan secara operasional ke dalam jenis nilai instrumental. Menurut Deliar Noer, dengan mencampuradukkan nilai dasar dengan nilai instrumental atau sebaliknya dapat menimbulkan dampak negatif dalam proses pembangunan.30 Selain itu, ideologi merupakan suatu nilai dasar bagi bangsa Indonesia. Ideologi juga sebagai pengikat kegiatan sebagai daya penggerak pembangunan itu sendiri. Dalam hal ini, persoalan golongan masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga Deliar Noer memberikan kritik yang tajam terhadap kebudayaan politik, meskipun belum tuntas bagi suatu penilaian. Mengenai persoalan golongan ini, Deliar Noer menjelaskan pengaruh pemikirannya terhadap masyarakat Indonesia meliputi masyarakat tradisional, masyarakat modern, dan masyarakat plural. Golongan masyarakat tradisional senantiasa bersikap statis. Golongan masyarakat tradisional melakukan suatu perubahan-perubbahan di kalangan masyarakat tradisional. Organisasi yang tergolong dari masyarakat tradisional ini adalah Nahdhatul ulama (NU, 1926) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1929) yang juga mengadakan perubahanperubahan lain.31 Dengan demikian, konsep Islam yang dimaksud Deliar Noer adalah kelompok Islam yang masih mempertahankan tradisi sebagai bagian dari aktivitas keagamaannya.32 Selain itu, kepemimpinan dalam gerakan masyarakat modern, semua ini mengakibatkan terdapatnya dualisme dalam kepemimpinan gerakan modern. Salah satunya organisasi Muhammadiyah yang berhasil menghimpun pengikutnya sebanyak mungkin di daerah tersebut, sedangkan organisasi modern lainnya lebih terpecah. Dengan demikian, kalangan masyarakat modern yang ada di Minangkabau sangat besar peranannya, dalam hal menyebarkan pemikiran modern
Islam
di
seluruh
Indonesia.33
Penyebaran
Muhammadiyah
di
Minangkabau tersebut berjalan dengan pesat. Hal ini disebabkan karena mendapat dorongan dari kalangan ulama. Dengan demikian, berdasarkan hal tersebut bahwa ada lima ciri-ciri masyarakat modern yang dikemukakan oleh Deliar Noer adalah pertama, bersifat rasional yakni mengutamakan pendapat akal pikiran, dari pada pendapat emosional. Kedua, berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh. Ketiga, menghargai waktu, yaitu selalu melihat waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Keempat, bersifat terbuka, yaitu menerima masukan dari
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 240 berbagai saran, kritik, dan gagasan yang bersifat membangun. Kelima, berfikir objektif yaitu melihat segala sesuatu dari sudut fungsi serta kegunaannya. Pada masyarakat plural, bangsa Indonesia ketika dilihat dari awal kelahiran bangsa masa pertumbuhan dan masa perkembangan Indonesia ke depannya. Hal ini tertera secara sosio-kultural, sosio-politik, dan sosio-religius, Menurut periode sejarah Indonesia yang dikategorikan sebagai karakter kultural, aslinya pada masa awal kelahiran bangsa Indonesia yaitu zaman revolusi dan awal kemerdakaan (1928-1959), karakter politik dan kekuasaan (1959-1990), serta karakter reformasi hingga sekarang, yaitu meliputi karakter pertama, disebut dengan karakter kemajemukan (pluralitas) secara sosio-kultural aslinya.34 Karakter kedua, yng disebut sebagai karakter sosio-politik dan kekuasaan. Karakter sosio-politik ini berlangsung setelah era proklamasi bangsa ini mencitrakan diri sebagai bangsa majemuk untuk mengisi kemerdekaan dengan mengikuti cara-cara demokrasi politik liberalisme Barat.35 Karakter ketiga, pluralitas agama secara sosiologis. Berdasarkan beberapa golongan masyarakat yang dikemukakan di atas, maka pembangunan masyarakat Indonesia dapat dijelaskan dalam tiga golongan masyarakat yaitu, masyarakat tradisional, masyarakat modern, dan masyarakat plural. Dengan begitu, manusia dapat menemukan suatu perbandingan dari golongan masyarakat tersebut. Lebih lanjut, mengenai masyarakat Indonesia Deliar Noer juga menjelaskan tentang hubungan antara penguasa dengan masyarakat. Masalah pendidikan bagi Deliar Noer sangat diperlukan dalam menciptakan suatu pembangunan bagi masyarakat Indonesia. Deliar Noer berpendapat bahwa kehidupan manusia mengenal nilai dasar dari suatu ideologi Pancasila, yang merupakan nilai dasar pembangunan bangsa yang dibentuk, sehingga diisi oleh segenap kelompok masyarakt yang ada. Dengan demikian, menurut Deliar Noer pembangunan hanya akan berhasil bila sebanyak mungkin rakyat turut berpartisipasi. Dalam hal ini, pembangunan dapat dilihat sebagai kebijaksanaan yang perlu didukung secara berkelompok, bukan bagi golongan yang kebetulan sedang memegang kekuasaan. Agar kebijaksanaan berkelompok ini bisa terwujud, maka harus saling rela serta saling menghargai dalam menciptakan suatu pembangunan yang baik.36
241 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244 Penutup Pemikiran Deliar Noer tentang kepemimpinan negara dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang dimaksud Deliar Noer adalah pemimpin yang mempunyai akhlak, karena akhlak itu harus didasari oleh niat dan perbuatan. Nilai-nilai kepemimpinan menurut Deliar Noer dapat disimpulkan yaitu pertama, pemimpin itu hendaknya sadar tentang kedudukannya sebagai khalifah fi'l ardh, yang memegang amanah, yang didasari oleh iman, Islam, dan ihsan, yang mempunyai akhlak yang baik. Kedua, nilai-nilai pada umumnya harus tergambar pada diri manusia, tentu harusnya lebih dijumpai pada diri pemimpin. Selain itu, nilai-nilai kepemimpinan yang dikemukakan oleh Deliar Noer, juga mempunyai relevansi dengan nilai-nilai Islam tentang dasar negara dalam bentuk yang ideal, yaitu tolong-menolong, musyawarah, cinta tanah air, Islam juga mencegah dalam rangka kebangsaan berlebih-lebihan, cinta kemerdekaan, tidak mementingkan diri sendiri, toleransi antar pemeluk agama. Berdasarkan gagasan yang ditegaskan oleh Deliar Noer yang dikemukakan oleh M. Natsir mengenai dasar negara, menunjukkan bahwa suatu nilai-nilai Islam yang terkandung dalam unsur-unsur dasar negara, sehingga Islam dijadikan sebagai dasar negara. Berbagai permasalahan yang dihadapi negara dalam tiga periode, yaitu periode orde lama, orde baru, serta reformasi membuat Deliar Noer ikut berperan dalam memikirkan bagaimana kondisi masyarakat Indonesia ke depannya. Di samping itu, relevasni pemikiran Deliar Noer dengan pemimpin-pemimpin Indonesia di era reformasi, yang mempunyai relevansi dengan nilai-nilai kepemimpinan Deliar Noer, salah satunya Susilo Bambang Yodhoyono (SBY). SBY merupakan sosok pribadi yang santun, tidak suka konflik, dan tidak reaksioner. Berbagai terobosan politik yang dilakukan, sehingga SBY memilih Boediono sebagai calon wakil presiden. Sosok Boediono di mata SBY merupakan seorang Muslim yang jujur, lurus, sederhana, konsisten, dan toleran serta pribadi yang cerdas, ulet, keras bekerja dan tanggung jawab. Catatan 1
Deliar Noer, Pengantar Ke Pemikiran Politik (Jakarta: Rajawali, 1983), h. 46.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 35.
3
Muhammad Nahiruddin Albani, Mukhtashar Sahih Muslim, Terj. Subhan, Imran Rosaidi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 8.
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 242
4
Deliar Noer, Islam dan Politik, Cet. I (Jakarta: Yayasan Risalah, 2003), h. 2.
5
Frans Magnis Soseno, Etika Politik (Jakarta: Gramedia, 1998), h. 2.
6
Deliar Noer, Aku Bagian Umat, Aku Bagian Bangsa: Otobiografi Deliar Noer (Jakarta: Mizan, 1996), h. 1-5. 7
Dikutip dari halaman cover belakang yang dimuat dalam buku Deliar Noer, 80 Tahun karya Deliar Noer. 8
Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah Dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965 (Bandung: Mizan, 2000), h. vii-xii. 9
Deliar Noer, Muhammad Hatta: Hati Nurani Bangsa (Jakarta: Kompas, 2012), h. 177.
10
Ibid., h. 179.
11
Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992),
h. 542. 12
Q.S. Al-Baqarah/2:30. Berdasarkan dialog antara Allah dan para malaikat yang terdapat dalam surah Al-Baqarah dapat disimpulkan bahwa: Pertama, adanya dialog antara Allah dan para Malaikat perihal penciptaan manusia di bumi karena adanya perbedaan pandangan, serta malaikat telah mengetahui keberadaan manusia di bumi dan semuanya di bantah oleh Allah dengan perkataan "Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Kedua, kedudukan manusia di muka bumi ini adalah sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah, yang diberi tugas untuk mememlihara dan melestarikan alamnya sehingga terwujud kedalaman dan kesejahteraan segenap manusia. Ketiga, malaikat menyaksikan bahwa tugas kekhalifahan tersebut dilaksanakan oleh manusia, karena menurut malaikat dirinyalah yang lebih baik berhak memikul tugas tersebut dengan bukti bahwa mereka tidak mempunyai nafsu, selalu bertasbih dan memuja Allah. Keempat, kesangsian malaikat akan diciptakannya manusia, memiliki alasan yang jelas, karena malaikat khawatir jika nantinya manusia tidak menaati Allah, tidak pandai bertasbih justru akan menimbulkan kerusakan di muka bumi. 13
Hasanuddin Yusuf Adan, Elemen-Elemen Politik Islam, Cet. I (Yogyakarta: Ak Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh, 2006), h. 38. 14
Ibid., h. 39.
15
Ibid...,
16
Ibid., h. 39-40.
17
Ibid...,
18
Deliar Noer, 80 Tahun Deliar Noer, Cet. I (Jakarta Selatan: Hilal Publishing House, 2007), h. 292-293. 19
Ibid., h. 297.
20
Deliar Noer, Mengapa Partai Islam?, dalam "Memilih Partai Islam Visi, Misi, Dan Persepsi" (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 86. 21
Deliar Noer, Islam, Pancasila, Dan Azaz Tunggal, Cet. I (Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983), h. 46. 22
Deliar Noer, Islam dan Politik, h. 276.
23
Ibid., h. 208.
24
Ibid...,
243 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 226-244
25
Deliar Noer, Islam, Pancasila, h. 97-105.
26
Ibid., h. 122.
27
Ibid., h. 124-125.
28
Deliar Noer, 80 Tahun Deliar Noer, h. 367-368.
29
Ibid., h. 378.
30
Deliar Noer, "Ideologi, Politik, dan Pembangunan", dalam buku Sorotan Budaya Jawa Dan Yang Lainnya (Yogyakarta: Andi Offset, 1985), h. 92. 31
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1982),
32
Ibid., h. 242.
33
Ibid., h. 331.
34
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: aksara Baru, 1979), h. 21-34.
35
Deliar Noer, Muhammad Hatta: Biografi Politik (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 248-289.
36
Deliar Noer, Islam dan Politik, h. 307.
h. 336.
Daftar Pustaka Al-Quran & Hadis Koentjaraninggrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1979. Magnis Soseno, Frans, Etika Politik. Jakarta: Gramedia, 1998. Nahiruddin Albani, Muhammad, Mukhtashar Sahih Muslim, terj. Subhan, Imran Rosaidi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Noer, Deliar, "Ideologi, Politik, dan Pembangunan", dalam buku Sorotan Budaya Jawa dan Yang Lainnya. Yogyakarta: Andi Offset, 1985. Noer, Deliar, 80 Tahun Deliar Noer, Cet. I. Jakarta Selatan: Hilal Publishing House, 2007. Noer, Deliar, Aku Bagian Umat, Aku Bangian Bangsa: Otobiografi Deliar Noer. Jakarta: Mizan, 1996. Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1982. Noer, Deliar, Islam dan Politik, Cet. I. Jakarta: Yayasan Risalah, 2003. Noer, Deliar, Islam, Pancasila, Dan Azaz Tunggal, Cet. I. Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983.
Kepemimpinan Negara Menurut Pandangan Deliar Noer (Ismanizar) 244
Noer, Deliar, Mengapa Partai Islam?, dalam "Memilih Partai Islam Visi, Misi, Dan Persepsi". Jakarta: Gema Insani Press, 1998. Noer, Deliar, Muhammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES, 1990. Noer, Deliar, Muhammad Hatta: Hati Nurani Bangsa. Jakarta: Kompas, 2012. Noer, Deliar, Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah Dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Mizan, 2000. Noer, Deliar, Pengantar Ke Pemikiran Politik. Jakarta: Rajawali, 1983. Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Jambatan, 1992. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Yusuf Adan, Hasanuddin, Elemen-Elemen Politik Islam, Cet. I. Yogyakarta: Ak Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh, 2006.