KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT
RESTU WIDYASTUTI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK RESTU WIDYASTUTI. Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan RUDI HERYANTO. Jahe dikenal memiliki khasiat obat misalnya sebagai antioksidan, antiradang, dan antikanker. Rimpang jahe banyak digunakan sebagai komponen dalam berbagai sediaan obat herbal sehingga diperlukan ketersediaan metode untuk menjamin mutu dan khasiatnya. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi mutu rimpang jahe gajah melalui pengujian aktivitas antioksidan, pemeriksaan pola sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), penetapan kandungan senyawa utama, serta pembuatan model mutu ekstrak etanol rimpang jahe yang berasal dari 3 daerah, yaitu Ponorogo, Tangerang, dan Bogor. Semua sampel didapati berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat. Hasil analisis KCKT menunjukkan 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol sebagai senyawa dominan. Pengelompokan berdasarkan kandungan senyawa dominan dan sidik jari KCKT menggunakan analisis komponen utama menghasilkan kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Model mutu yang dibentuk menggunakan analisis diskriminan kuadrat terkecil parsial menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh komposisi keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan. Kata kunci: analisis multivariat, antioksidan, jahe, KCKT, sidik jari
ABSTRACT RESTU WIDYASTUTI. Quality Control of Ginger Using High Performance Liquid Chromatography Fingerprint and Multivariate Analysis. Supervised by ETI ROHAETI and RUDI HERYANTO Ginger is known to have pharmacology effect such as antioxidant, antiinflamation, and anticancer. The rhizome of ginger is widely used as component in various herbal medicine preparations so that needed some methods to guarantee its quality and pharmacology effect. The aim of this research was to evaluate the quality of gajah ginger rhizome by antioxidant activity assay, high performance liquid chromatography (HPLC) fingerprint pattern examination, major compound content determination, and also quality model establishment of ginger ethanol extracts from 3 areas, that is Ponorogo, Tangerang, and Bogor. All samples were indeed potential as very strong antioxidant. The result of HPLC analysis showed 6-, 8-, and 10-gingerol, also 6-shogaol as dominant compounds. Grouping based on content of dominant compounds and HPLC fingerprint that used principal component analysis resulted group I (Tangerang), group II (Ponorogo), and group III (Bogor). The quality model that was formed using partial least square discriminant analysis showed that antioxidant activity of ginger was more defined by composition of all compounds than by its dominant compounds. Keywords: antioxidant, fingerprint, ginger, HPLC, multivariate analysis
KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT
RESTU WIDYASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat Nama : Restu Widyastuti NIM : G44080048
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Eti Rohaeti, M.S. NIP 19600807 198703 2 001
Rudi Heryanto, S.Si., M.Si. NIP 19760428 200501 1 002
Diketahui Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
PRAKATA Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penelitian serta skripsi dari kegiatan tersebut dengan judul “Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat”. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman. Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S. dan Bapak Rudi Heryanto, S.Si., M.Si. selaku pembimbing yang telah membimbing, memberikan arahan, saran, dan dorongan selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ayahanda, Ibunda, Adik, dan Sahabat tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan material sehingga menjadi motivasi penulis untuk berbuat yang terbaik. Terima kasih juga kepada Pak Eman, Pak Kosasih, Pak Dede, Bu Nunung, dan seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, serta staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Restu Widyastuti
RIWAYAT HIDUP Restu Widyastuti, lahir di Ponorogo pada tanggal 4 Desember 1989. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Djaka Santoso dan Ibu Misratun. Penulis memiliki satu adik perempuan bernama Rista Afina Widyarkanti. Penulis memulai pendidikannya di TK PGRI Prayungan (Ponorogo) pada tahun 1994–1996. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Prayungan (Ponorogo) pada tahun 1996–2002, SMP Negeri 1 Jetis (Ponorogo) pada tahun 2002–2005, dan SMA Negeri 2 Ponorogo pada tahun 2005–2008. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kimia, anggota UKM Gentra Kaheman (2008/2009) dan anggota UKM Catur (2008/2009). Bulan Juli-Agustus 2011, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 2 Bahan dan Alat ............................................................................................... 2 Metode............................................................................................................ 2 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4 Deskripsi Karakteristik Kimia Rimpang Jahe ................................................ 4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Rimpang Jahe ..................................... 5 Analisis Kuantitatif Gingerol dan Shogaol Menggunakan KCKT ................ 6 Klasifikasi Rimpang Jahe Menggunakan PCA .............................................. 8 Analisis PLSDA untuk Model Mutu Ekstrak Jahe......................................... 9 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 11 Simpulan ....................................................................................................... 11 Saran .............................................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 11 LAMPIRAN .......................................................................................................... 14
6
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi air-asetonitril pada elusi gradien KCKT .......................................... 3
2
Nilai IC50 ekstrak kasar rimpang jahe ................................................................ 5
3
Rerata kadar gingerol dan shogaol hasil KCKT dalam simplisia jahe .............. 7
4
Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan ............... 10
5
Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan .................. 10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Rerata kadar air, kadar abu, dan rendemen sampel rimpang jahe asal Ponorogo ( ), Tangerang ( ), dan Bogor ( )................................................... 4
2
Plot skor PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan aktivitas antioksidan .... 6
3
Kromatogram KCKT standar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol ............. 6
4
Kromatogram KCKT ekstrak kasar jahe Ponorogo 1 ........................................ 6
5
Struktur kimia 6-gingerol (a) dan 6-shogaol (b) ................................................ 7
6 Alur proporsi varians 4 komponen utama .......................................................... 8 7
Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan kadar senyawa 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol .............................................. 8
8 Alur proporsi varians 7 komponen utama .......................................................... 9 9
Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan sidik jari KCKT... .............................................................................................................. 9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir penelitian ........................................................................................ 15
2
Kadar air sampel rimpang jahe ........................................................................ 16
3
Kadar abu sampel rimpang jahe ....................................................................... 16
4
Rendemen ekstrak kasar rimpang jahe............................................................. 17
5
Kondisi geografis daerah asal jahe................................................................... 17
6
Standar mutu simplisia jahe kering berdasarkan SNI 01-7084-2005 .............. 18
7
Contoh foto rendemen ekstrak kasar rimpang jahe .......................................... 18
8
Contoh foto uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe ................... 18
9
Data uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe ............................... 19
10 Uji Duncan aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe ......................... 26 11 Kromatogram ekstrak kasar rimpang jahe hasil KCKT ................................... 27 12 Data hasil KCKT ekstrak kasar rimpang jahe .................................................. 30 13 Penentuan kadar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol dalam simplisia kering rimpang jahe ......................................................................................... 33 14 Uji Duncan kadar senyawa dominan rimpang jahe ......................................... 35 15 Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan ................ 38 16 Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan ................... 38
1
PENDAHULUAN Obat-obatan herbal telah banyak dimanfaatkan selama ribuan tahun di negaranegara oriental seperti Cina dan Jepang, bahkan saat ini telah menarik perhatian dunia. Obat herbal lebih sering dimanfaatkan sebagai produk jamu dan kosmetik, dikarenakan obat herbal cenderung lebih aman dan memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat sintetis. Semakin banyaknya penggunaan obat herbal tersebut kurang diimbangi dengan pengawasan yang baik terhadap kualitasnya sehingga menjadi kendala untuk pengembangan dan modernisasi produk jamu. Belakangan ini, semakin banyak jamu berkualitas rendah dan adanya pemalsuan dengan tanaman lain yang lebih murah dari genus yang sama meskipun tidak diketahui efeknya. Hal tersebut dapat memengaruhi keamanan dan kemanjuran obat-obatan herbal (Jing et al. 2011). Kandungan kimia dalam tanaman herbal juga dapat beragam karena perbedaan musim panen, asal-usul tanaman, proses pengolahan, dan faktor lainnya (Liang et al. 2004). Pembentukan sistem kontrol kualitas tanaman obat yang canggih dan efektif diperlukan untuk menjamin mutu produk jamu yang di antaranya meliputi keaslian, keamanan, dan kemanjuran tanaman obat (Chen 2006). Jahe termasuk famili Zingiberaceae yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Jahe memiliki 3 varietas, yaitu jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah. Rimpang jahe gajah lebih besar dan gemuk, berwarna kuning, berserat halus dan sedikit, serta beraroma maupun berasa kurang tajam. Jahe emprit ruasnya lebih kecil, agak rata, berserat halus, serta beraroma dan berasa lebih tajam. Jahe merah rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe emprit, berserat kasar, dan beraroma sangat tajam. Jahe memiliki efek farmakologis sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat lain. Jahe sering digunakan sebagai obat batuk, masuk angin, diare, rematik, anti-mual, radang tenggorokan, menghilangkan rasa sakit, asma, dan lainnya (Harmono dan Andoko 2005). Komponen senyawa kimia dalam jahe terdiri dari minyak menguap, minyak tidak menguap (oleoresin), dan pati. Minyak menguap merupakan komponen yang memberi bau khas, sedangkan komponen oleoresin dalam minyak tidak menguap memberi rasa pahit dan pedas. Komponen utama dari oleoresin adalah gingerol
(C17H26O4), shogaol (C17H24O3), dan resin (Chrubasik dan Pitler 2005). Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan dan antikanker. Oleoresin jahe yang mengandung gingerol, shogaol, dan zingeron memiliki sifat antioksidan melebihi α-tokoferol (Kikuzaki dan Nakatani 1993). Jahe yang digunakan sebagai bahan baku industri terkadang merupakan jahe berkualitas rendah dan bukan jahe murni, melainkan campuran dari beberapa varietas jahe atau bahkan dengan tanaman lain yang memiliki ciri hampir sama dengan jahe. Untuk menghilangkan masalah tersebut, diperlukan kontrol kualitas jahe yang ditekankan pada kandungan kimianya. Identifikasi morfologi dan mikroskopis dapat digunakan untuk menentukan keaslian tanaman jahe. Selain itu, ciri fisik dan kimia yang ditemukan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas tanaman jahe dari standar kualitas yang ada (Jiang et al. 2006). Penentuan unsur kimia dan senyawa aktif yang penting juga diperlukan untuk mencerminkan kualitas intrinsik tanaman jahe, konsistensi, dan kemanjurannya (Ernst 2002). Penentuan mutu tanaman obat berdasarkan sidik jari (fingerprint) telah dilakukan dengan berbagai metode seperti kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), elektroforesis kapiler (CE), spektroskopi inframerah (FTIR), dan spektrometri resonans magnetik inti (NMR). Darusman et al. (2007) pernah menerapkan analisis FTIR untuk mendapatkan sidik jari sediaan ekstrak kunyit, temu lawak, jahe, temu kunci, dan cabe jawa. Metode analisis HPLC digunakan oleh Tao et al. (2011) untuk mendapatkan pola sidik jari dari obat herbal Cina (Gastrodia). Metode analisis yang sama (HPLC) dilakukan oleh Wahyuni (2010) untuk validasi sidik jari ekstrak Phyllanthus niruri L. Umam (2011) juga menerapkan metode FTIR dan HPLC untuk diferensiasi tanaman jahe melalui sidik jari yang diperoleh. Metode yang digunakan untuk klasifikasi dan penentuan kualitas ekstrak jahe dalam penelitian ini adalah sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Keunggulan dari metode sidik jari KCKT adalah kemampuannya untuk mendeteksi komponen kimia dalam tanaman obat, menentukan komposisi dari semua komponen dalam sampel yang sesuai untuk setiap area puncak sidik jari, mengidentifikasi jenis obat yang sama dari koleksi yang berbeda, dan mengklasifikasikannya berdasarkan tingkat
2
kesamaan sidik jari (Tao et al. 2011). Metode sidik jari KCKT untuk evaluasi kualitas tanaman obat telah digunakan secara luas karena sangat selektif, sensitif, dan memiliki presisi yang bagus sehingga secara kimia dapat mewakili karakteristik dari obat-obatan herbal yang diselidiki (Liang et al. 2004). Sidik jari KCKT sangat rumit sehingga perbedaan antara kromatogram tidak tampak dengan jelas. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode kemometrik untuk mendapatkan informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dari daerah sidik jari tersebut. Metode kemometrik yang digunakan ialah analisis multivariat menggunakan principal component analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis (PLSDA). Metode ini memainkan peran penting dalam diskriminasi dan klasifikasi tanaman obat (Jing et al. 2011). Selain itu, metode berbasis sidik jari KCKT ini digunakan parameter lain sebagai indikator baik tidaknya mutu suatu ekstrak, yaitu nilai bioaktivitasnya (aktivitas antioksidan). Penggunaan metode kemometrik tersebut diharapkan mampu mengelompokkan tanaman obat berdasarkan kemiripan pola sidik jarinya dan mengekstrak informasi tersembunyi dari ekstrak yang diuji. Penelitian ini bertujuan membuat kromatogram sidik jari KCKT, menentukan kandungan senyawa dominan, dan menguji aktivitas antioksidan ekstrak kasar jahe dari 3 daerah, yaitu Ponorogo, Tangerang, dan Bogor. Analisis PCA terhadap sidik jari KCKT dilakukan untuk melihat pengelompokan antardaerah asal jahe. Analisis PLSDA juga dilakukan untuk menduga keterkaitan antara aktivitas antioksidan jahe dengan kandungan senyawa dominan maupun pola sidik jarinya. Jahe yang digunakan dari varietas jahe gajah yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dengan cara ekstraksi ultrasonik.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rimpang jahe gajah yang berasal dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) masing-masing 3 sampel dengan rimpang yang berbeda, standar campuran (6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6shogaol), etanol 96%, etanol pa, 1.1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH), metanol pa, dan fase gerak KCKT (air dan asetonitril).
Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer Microplate Reader BioRad model 3550; perangkat HPLC Hitachi L-2420 yang dilengkapi dengan detektor ultraviolet (UV), sistem pompa gradien, dan sistem injeksi loop; kolom Shimadzu C18, 4.6 x 250 mm, 5μm, 120 Å; membran filter 0.45 μm; neraca analitik; oven; tanur; perangkat ekstraksi ultrasonik; penguap putar; perangkat keras komputer; serta perangkat lunak The Unscrambler X dan SAS versi 9.0. Metode Tahapan Penelitian Secara umum, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, yaitu preparasi simplisia dan ekstrak kasar jahe. Pertamatama, jahe segar dikeringkan, dihaluskan, dan ditentukan kadar air serta abunya. Selanjutnya, simplisia jahe diekstrak menggunakan teknik ekstraksi ultrasonik dengan pelarut etanol. Tahap kedua, yaitu uji aktivitas antioksidan ekstrak jahe menggunakan metode DPPH dan analisis ekstrak jahe menggunakan KCKT. Tahap terakhir, yaitu pengolahan data uji aktivitas antioksidan dan analisis KCKT dengan metode PCA dan PLSDA menggunakan perangkat lunak The Unscrambler X hingga diperoleh kelas jahe dan model mutu ekstrak jahe. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Preparasi Sampel (Daryono 2010) Jahe segar dibersihkan dari kotoran, kemudian diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan cara dijemur dan diangin-angikan. Setelah kering, jahe kemudian digiling hingga diperoleh simplisia jahe. Simplisia jahe dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C hingga kadar airnya kurang dari 10%. Penentuan Kadar Air (WHO 1998) Kadar air simplisia jahe ditentukan dengan gravimetri evolusi tidak langsung. Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga diperoleh bobot konstan (perbedaan < 5 mg). Kadar air diperoleh dari nisbah selisih bobot awal dengan bobot sampel setelahdikeringkan terhadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Kadar air
100
3
Ket: A = bobot sampel sebelum dikeringkan B = bobot sampel setelah dikeringkan Penentuan Kadar Abu (WHO 1998) Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit dan diketahui bobotnya. Cawan dipanaskan sampai sampel tidak berasap kemudian dipindahkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 690 °C sampai semua karbon berwarna keabuan hilang. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu diperoleh dari nisbah bobot abu dengan bobot sampel. bobot abu Kadar abu 100 bobot sam el Ekstraksi Jahe (BPOM 2005, Anwar 2011) Simplisia jahe dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) diekstraksi dengan rasio bahan:pelarut adalah 1:5. Sebanyak 20 g simplisia jahe dicampur dengan 100 mL etanol 96% ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Campuran kemudian diekstraksi pada suhu 40 °C dengan gelombang ultrasonik 42 kHz selama 15 menit. Maserat disaring ke dalam erlenmeyer lain, sedangkan ampas diperlakukan sama sebanyak 2 kali ekstraksi. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 °C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh ditentukan % rendemennya. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Juarez et al. 2011). Sebanyak 100 µL ekstrak dengan konsentrasi 1.5625, 3.125, 6.25, 12.5, 25, 50, dan 100 µg/mL ditambah dengan 100 µL larutan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) 125 µM dalam etanol pa. Setelah itu larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 °C. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan yang hanya mengandung DPPH digunakan sebagai kontrol negatif. Aktivitas penangkapan DPPH dihitung berdasarkan persamaan: ktivitas
sam el
100
Nilai konsentrasi penghambatan 50% (IC50) dihitung berdasarkan kurva kalibrasi menggunakan hasil persen aktivitas penangkapan DPPH dan log konsentrasi larutan ekstrak. IC50 menunjukkan nilai konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH.
Analisis Menggunakan KCKT (Lee et al. 2007) Larutan standar campuran disiapkan dengan melarutkan masing-masing 10.0 mg senyawa dalam 25 mL metanol pa. Kemudian larutan diencerkan dalam labu takar 5 ml hingga diperoleh konsentrasi 50.0 µg/mL (6gingerol), 25.0 µg/mL (8-gingerol), 50.0 µg/mL (10-gingerol), dan 50.0 µg/mL (6shogaol). Selanjutnya larutan standar diambil masing-masing 1 mL untuk dicampur, kemudian disaring melalui membran filter 0.45 µm dan ditempatkan dalam botol kecil. Untuk pembuatan larutan sampel, ekstrak jahe dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) ditimbang sebanyak 25 mg lalu dilarutkan dalam 5 mL metanol pa hingga diperoleh konsentrasi 5000 µg/mL. Selanjutnya larutan disaring melalui membran filter 0.45 µm dan ditempatkan dalam botol kecil. Larutan standar dan sampel yang telah disiapkan kemudian dianalisis menggunakan KCKT. Kolom yang digunakan adalah Simadzu C18, 4.6 x 250 mm, 5μm, 120 Å. Suhu kolom dijaga konstan sebesar 40 °C. Detektor yang digunakan adalah UV pada panjang gelombang 280 nm. Laju alir fase gerak 1 mL/menit. Volume larutan yang diinjeksikan adalah 20 µL. Fase gerak yang digunakan adalah air-asetonitril dalam modus gradien seperti disajikan pada Tabel 1. Pertama-tama dilakukan injeksi tunggal dari pelarut ekstrak (metanol), kemudian larutan standar dan sampel. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram setiap ekstrak dihitung. Data sidik jari KCKT masingmasing ekstrak dianalisis dan dibedakan berdasarkan jumlah puncak komponen dan waktu retensinya. Tabel 1 Komposisi air-asetonitril pada elusi gradien KCKT Waktu (menit) % air % asetonitril 0 60 40 10 60 40 40 10 90 40.5 0 100 45 0 100 45.5 60 40 50 60 40 Analisis Multivariat (Darusman et al. 2007) Data yang meliputi kadar senyawa dominan, waktu retensi, dan area sidik jari KCKT diolah dengan PCA dan PLSDA menggunakan perangkat lunak The
4
kadar air kecil akan memiliki masa simpan yang lebih lama. Jika kadar air tinggi, maka akan cepat rusak karena ditumbuhi kapang dan organisme lainnya. Tinggi rendahnya kadar air juga berpengaruh pada proses ekstraksi. Jika kadar air tinggi, maka zat-zat yang larut air seperti karbohidrat, protein, resin, dan gom akan ikut terekstraksi sehingga dapat memengaruhi jumlah dan komposisi komponen kimia dari rendemen yang diperoleh (Daryono 2010). Oleh karena itu, simplisia yang akan diproses lebih lanjut sebaiknya memiliki kadar air lebih kecil daripada standar mutu yang ditetapkan, yaitu SNI 01-7084-2005 (Lampiran 6). Kadar air simplisia jahe asal Ponorogo dan Tangerang telah memenuhi standar mutu tersebut, sehingga memiliki mutu lebih baik daripada simplisia jahe asal Bogor. 15 Jumlah (%)
Unscrambler X. Analisis menggunakan PCA berfungsi untuk membuat pola pengelompokan ekstrak berdasarkan kadar senyawa dominan dan sidik jari KCKT yang diperlihatkan pada plot skor dua dimensi. Plot skor untuk dua komponen utama (PC) pertama biasanya paling berguna dalam analisis karena kedua PC ini mengandung paling banyak keragaman dalam data. PLSDA berfungsi untuk membuat model mutu ekstrak. Model ini digunakan untuk menduga keterkaitan antara aktivitas antioksidan dengan senyawa dominan dan sidik jari KCKT dari ekstrak. Dalam PLSDA, data kadar senyawa dominan dan area sidik jari digunakan sebagai peubah bebas, sedangkan untuk data responnya digunakan peubah tak bebas yang berunsurkan 0 dan 1. Peubah tak bebas ini diturunkan dari nilai aktivitas antioksidan ekstrak. Jika nilai IC50 sampel < IC50 standar, maka diberikan nilai 1, dan sebaliknya diberikan nilai 0. Pemberian nilai 0 dan 1 ini juga bisa dilakukan dari hasil pengelompokan aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak dengan kelompok IC50 lebih kecil diberikan nilai 1 dan sebaliknya diberikan nilai 0. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan sarana regresi multivariat PLS.
10 5 0 Kadar air
Kadar abu
Rendemen
Karakteristik kimia
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Kimia Rimpang Jahe Analisis karakteristik kimia rimpang jahe gajah meliputi kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak kasar yang reratanya disajikan pada Gambar 1 dan data lengkapnya berturut-turut pada Lampiran 2–4. Kadar air paling tinggi ditunjukkan oleh jahe asal Bogor, disusul jahe asal Ponorogo, kemudian Tangerang. Perbedaan ini umumnya dipengaruhi oleh proses pascapanen (pencucian, pengeringan, penggilingan, dan penyimpanan) (Rafi et al. 2012). Selain itu, iklim dan curah hujan juga berpengaruh terutama pada jahe segar. Kondisi geografis daerah asal jahe dapat dilihat pada Lampiran 5. Iklim basah dengan curah hujan sangat tinggi seperti daerah Bogor mengakibatkan tanaman jahe memiliki kadar air lebih besar. Sementara iklim dengan 2 musim (penghujan dan kemarau) seperti daerah Ponorogo dan Tangerang mengakibatkan jahe memiliki kadar air lebih kecil. Kadar air penting untuk proses pengolahan jahe lebih lanjut. Simplisia jahe kering dengan
Gambar 1 Rerata kadar air, kadar abu, dan rendemen sampel rimpang jahe asal Ponorogo ( ), Tangerang ( ), dan Bogor ( ) Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dalam jahe. Kadar abu jahe asal Ponorogo paling tinggi, disusul jahe asal Bogor, kemudian Tangerang. Sampel jahe asal Tangerang memiliki kadar abu lebih kecil daripada standar mutu, sedangkan kadar abu jahe asal Ponorogo dan Bogor lebih besar dari standar mutu yang ada. Perbedaan kadar abu umumnya dipengaruhi oleh jenis tanah dan ketersediaan hara di daerah asal jahe (Rafi et al. 2012). Ponorogo merupakan daerah dengan banyak pegunungan kapur sehingga mengandung banyak mineral terutama kalsium. Oleh karena itu, jahe asal Ponorogo memiliki kadar abu paling tinggi. Kondisi geografis daerah Bogor merupakan pegunungan yang subur dengan jenis tanah latosol, sedangkan daerah Tangerang merupakan dataran rendah juga dengan jenis tanah latosol. Jenis tanah ini tidak banyak mengandung mineral, sehingga kadar abunya lebih rendah.
5
Ekstraksi simplisia jahe untuk memperoleh ekstrak kasar berupa oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyiapan bahan, jenis pelarut, metode dan kondisi proses ekstraksi, serta proses pemisahan/penguapan pelarut ekstrak (Purseglove et al. 1981). Dalam penelitian ini digunakan ekstraksi ultrasonik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz. Keuntungan metode ini antara lain waktu proses lebih singkat, produk lebih banyak, dan kualitas produk lebih baik (Widjanarko et al. 2011). Pelarut etanol digunakan untuk ekstraksi karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu titik didihnya rendah, aman, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Meskipun demikian, etanol juga memiliki kelemahan, yaitu larut di dalam air sehingga dapat melarutkan komponen larut air seperti karbohidrat, protein, dan gom sehingga kemurnian oleoresin berkurang. Untuk memenuhi standar, ekstrak oleoresin harus diuapkan pelarutnya sampai batas yang tetap untuk setiap jenis pelarut. Pemisahan pelarut dilakukan dengan penguapan vakum pada suhu sekitar 40 °C untuk menghindari kerusakan senyawa dan penguapan minyak atsirinya (Purseglove et al. 1981). Oleoresin jahe yang diperoleh berbentuk cairan sangat kental dan berwarna cokelat tua atau gelap dengan aroma khas jahe (Lampiran 7). Rendemen yang diperoleh berbeda-beda untuk setiap sampel, tetapi jumlahnya relatif sama untuk setiap daerah. Rendemen yang diperoleh berkisar antara 6.74 sampai 7.81% dan masih memenuhi standar mutu yang ada untuk penggunaan pelarut etanol. Rendemen ini cukup besar, meskipun pada penelitian Daryono (2010), penggunaan pelarut etanol 70% dan waktu ekstraksi 3 jam menghasilkan rendemen yang lebih besar (9.98%). Meskipun demikian, penggunaan ekstraksi ultrasonik dengan pelarut etanol 96% menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut n-heksana yang hanya menghasilkan rendemen 1.58% pada jahe kering dan 1.13% pada jahe basah (Daryono 2010). Rendemen tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi geografis daerah asal jahe karena besarnya relatif sama. Namun, kemiripan jumlah rendemen tidak selalu menunjukkan kemiripan kandungan kimianya, sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Rimpang Jahe Analisis aktivitas antioksidan ekstrak kasar jahe dilakukan menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, dan sensitif. Larutan DPPH berwarna ungu dan mengabsorpsi kuat pada panjang gelombang 517 nm. Antioksidan bereaksi dengan DPPH dengan cara menyumbangkan atom hidrogen atau elektron sehingga mengubah DPPH ke bentuk DPPHH (hidrazina). Tingkat penghilangan warna menunjukkan potensi peredaman radikal bebas dari senyawa antioksidan. Pada waktu bereaksi, larutan mengalami perubahan warna dari ungu ke kuning (Lampiran 8), dan intensitas warna bergantung pada kemampuan antioksidan (Semuel 2008). Uji aktivitas antioksidan melalui penentuan nilai IC50 menunjukkan rerata nilai IC50 jahe asal Bogor lebih besar daripada jahe asal Ponorogo dan Tangerang (Tabel 2). Data lengkap uji aktivitas antioksidan ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai IC50 semua sampel berkisar antara 9.34 sampai 21.13 µg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang jahe berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat karena memiliki nilai IC50 di bawah 50 µg/mL (Jun et al. 2003). IC50 merupakan konsentrasi yang dapat menghambat 50% radikal bebas. Semakin kecil nilai IC50, aktivitas penghambatan radikal bebas dari ekstrak semakin bagus. Tabel 2 Nilai IC50 ekstrak kasar rimpang jahe Sampel Nilai IC50 Rerata IC50* d Ponorogo 1 11.23 Ponorogo 2 11.29d 10.66b e Ponorogo 3 9.46 Tangerang 1 10.94d Tangerang 2 9.34e 10.39b d Tangerang 3 10.87 Bogor 1 21.13a Bogor 2 19.48b 19.46a c Bogor 3 17.76 *
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Aktivitas antioksidan pada tanaman jahe disebabkan oleh berbagai molekul penghambat radikal bebas seperti fenol, flavonoid, vitamin, dan terpenoid (Cai et al. 2003). Berbagai penyusun polifenolik dalam tanaman jahe merupakan antioksidan yang efektif secara in vitro dibandingkan dengan vitamin C dan E. Senyawa dalam jahe yang
6
diduga paling aktif sebagai antioksidan adalah 6-gingerol dan 6-shogaol (Suhaj 2004). Antioksidan alami cenderung aman dan juga memiliki potensi sebagai antivirus, antiradang, antikanker, antitumor, dan memiliki sifat hepatoprotektif (Lim dan Murtijaya 2007). Uji Duncan nilai IC50 digunakan untuk melihat pengelompokan aktivitas antioksidan di antara ketiga daerah. Hasil uji menunjukkan rerata nilai IC50 berbeda nyata untuk daerah Bogor dan tidak berbeda nyata untuk daerah Ponorogo dan Tangerang (Lampiran 10). Hasil dikatakan berbeda nyata jika nilai Pr < selisih rata-rata tiap perlakuan. F hitung > F tabel artinya menolak hipotesis bahwa rata-rata antarperlakuan yang dicobakan sama. Nilai 0.05 merupakan taraf signifikansi dan diberi simbol atau α yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, sedangkan nilai (1α)100 disebut taraf ke ercayaan. Jika α sebesar 0.05 atau 5% berarti sama dengan menentukan taraf kepercayaan sebesar (10.05)=0.95 atau 95% (Winer 1971). Uji Duncan menghasilkan 2 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Bogor) dan kelompok II (Tangerang dan Ponorogo). Pengelompokan aktivitas antioksidan menggunakan PCA menghasilkan plot skor 2 dimensi (Gambar 2), yang menunjukkan 2 kelompok aktivitas antioksidan. Kelompok I memiliki nilai IC50 lebih besar, yaitu jahe asal Bogor dan kelompok II memiliki nilai IC50 lebih kecil, yaitu jahe asal Tangerang dan Ponorogo. Berdasarkan aktivitas antioksidan, jahe kelompok II memiliki mutu lebih baik. Pengelompokan aktivitas antioksidan berdasarkan PCA telah sesuai dengan uji Duncan.
I II
Gambar 2 Plot skor PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan aktivitas antioksidan Analisis Kuantitatif Gingerol dan Shogaol Menggunakan KCKT Analisis KCKT dilakukan terhadap seluruh sampel ekstrak kasar jahe menggunakan standar campuran yang berisi 6-, 8-, dan 10gingerol, serta 6-shogaol dengan konsentrasi
berturut-turut 50, 25, 50, dan 50 µg/mL. Fase diam hidrofobik (C18) digunakan dengan fase gerak air dan asetonitril dalam modus gradien yang mengelusi selama 35 menit. Setiap sampel diukur 1 kali sehingga diperoleh 9 kromatogram (Lampiran 11). Contoh kromatogram standar dan sampel disajikan pada Gambar 3 dan 4. Berdasarkan kromatogram standar, waktu retensi 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol berturut-turut 12.697, 22.847, 29.683, dan 24.307 menit.
Gambar 3 Kromatogram KCKT standar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol
Gambar 4 Kromatogram KCKT ekstrak kasar jahe Ponorogo 1 Kromatogram seluruh sampel memperlihatkan puncak-puncak yang bentuknya mirip satu sama lain dan hanya berbeda pada besarnya area dan waktu retensi (Lampiran 11). Perbedaan pola sidik jari dari tanaman yang sejenis pada umumnya tidak kasatmata. Dengan alat KCKT, waktu retensi dan area dari puncak-puncak kromatogram dapat direkam sehingga menghasilkan banyak data. Data sidik jari KCKT dapat dilihat pada Lampiran 12. Data yang diperoleh memiliki kisaran waktu retensi dari 2.740 sampai 34.023 menit. Waktu retensi untuk senyawa 6, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol pada seluruh sampel berturut-turut berkisar pada 12.6, 22.8, 29.6, dan 24.3 menit. Area sidik jari berjumlah sekitar 87–96% dari total area keseluruhan puncak kromatogram. Senyawa yang mendominasi kromatogram adalah 6gingerol dengan jumlah sekitar 30–57% dari total area, sedangkan 6-shogaol memiliki jumlah sekitar 9–17% dari total area. Struktur kimia 6-gingerol dan 6-shogaol ditunjukkan oleh Gambar 5 (Chrubasik dan Pitler 2005).
7
Tabel 3 Rerata kadar gingerol dan shogaol hasil KCKT dalam simplisia jahe (a)
(b)
Sampel
Gambar 5 Struktur kimia 6-gingerol (a) dan 6-shogaol (b) Perbedaan waktu retensi dipengaruhi oleh kepolaran senyawa, struktur kimia senyawa, dan fase gerak KCKT. Pelarut ekstrak untuk analisis KCKT ialah metanol murni, sehingga larutan bersifat polar (Ramadhan dan Phaza 2007). Pada kondisi awal injeksi, komposisi air lebih besar dari asetonitril, sehingga senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti 6-gingerol terdeteksi lebih awal. Pada tahap akhir, komposisi asetonitril menjadi lebih besar dari air. Hal ini menyebabkan senyawasenyawa yang bersifat kurang polar seperti 10gingerol terdeteksi lebih akhir. Senyawa 8gingerol dan 6-shogaol memiliki kepolaran yang hampir sama sehingga memiliki waktu retensi yang berdekatan. Kepolaran keempat senyawa tersebut dipengaruhi oleh jumlah atom oksigen dan panjang rantainya. Semakin banyak atom oksigen pada senyawa, maka kepolaran akan meningkat. Sama dengan senyawa yang berantai pendek dan tidak bercabang, maka akan bersifat lebih polar. Oleh karena itu, senyawa lebih polar akan terdeteksi lebih awal mengikuti komposisi fase gerak, sedangkan senyawa kurang polar akan terdeteksi lebih akhir. Jahe memiliki kandungan senyawa dalam jumlah tertentu yang dapat menjadi acuan kualitas jahe. Senyawa tersebut dapat merupakan senyawa penanda, senyawa dengan efek farmakologi paling bagus, atau senyawa yang paling berpengaruh terhadap senyawa lain yang dicampurkannya. Sejauh ini, senyawa yang diketahui sebagai komponen utama pada jahe adalah gingerol dan shogaol. Gingerol merupakan senyawa utama pembentuk rasa pedas pada jahe, sedangkan shogaol merupakan senyawa pembentuk rasa pahit pada jahe (Bhattarai et al. 2001). Hasil penentuan kadar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol menggunakan KCKT disajikan pada Tabel 3 untuk reratanya dan Lampiran 13 untuk data lengkap serta perhitungannya.
Ponorogo Tangerang
Rerata jumlah analit dalam simplisia jahe (mg/g)* 68610gingerol gingerol shogaol gingerol 14.92b 2.30a 2.99a 3.95a 22.03a
1.86b
3.02a
c
ab
a
0.75b
Bogor 10.23 1.90 3.29 3.63a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). *
Data memperlihatkan 6-gingerol sebagai senyawa paling dominan, sedangkan 8gingerol merupakan senyawa dengan jumlah paling kecil dari ekstrak jahe yang dianalisis. Konsentrasi senyawa 6-gingerol dan 6shogaol sesuai dengan rentang konsentrasi yang dilaporkan oleh Suhaj (2004), yaitu 130– 7138 µg/mL untuk 6-gingerol dan 40–330 µg/mL untuk 6-shogaol. Uji Duncan menunjukkan senyawa 6-gingerol berbeda nyata untuk semua daerah, 8-gingerol dan 6shogaol tidak berbeda nyata untuk semua daerah, dan 10-gingerol berbeda nyata untuk Tangerang dan tidak berbeda nyata untuk Ponorogo dan Bogor (Lampiran 14). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 6- dan 10gingerol memiliki jumlah yang lebih bervariasi dibandingkan dengan 8-gingerol dan 6-shogaol. Variasi kadar senyawa pada jahe umumnya dipengaruhi oleh variasi lingkungan pertumbuhan, kondisi geografis (iklim, jenis tanah, dan ketersediaaan hara), waktu panen, dan proses pengolahan pascapanen (pencucian, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan ekstraksi) (Rafi et al. 2012). Kondisi lingkungan tumbuh yang menimbulkan stres terhadap suatu tanaman, seperti keterbatasan air dan suhu tinggi akan meningkatkan kandungan senyawa pada jahe. Pengaruh dari proses pengolahan terutama disebabkan oleh pelarut ekstraksi, karena setiap pelarut memiliki kepolaran yang berbeda-beda sehingga senyawa yang terekstrak akan berbeda. Menurut Djubaedah (1986), pelarut yang paling baik untuk ekstraksi oleoresin jahe adalah etanol karena mempunyai polaritas yang tinggi dibandingkan dengan pelarut organik lain seperti aseton dan heksana. Selain itu, suhu juga dapat memengaruhi kadar senyawa pada jahe. Gingerol dapat berubah menjadi shogaol, zingeron, atau aldehida pada suhu yang lebih tinggi sehingga rasa pedas pada jahe berkurang (Purseglove et al. 1981).
8
Berdasarkan hasil analisis, jahe asal Tangerang memiliki kadar gingerol tertinggi, disusul oleh jahe asal Ponorogo, kemudian Bogor. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa kondisi iklim dan tanah di daerah Tangerang sangat mendukung untuk pertumbuhan jahe. Jahe asal Ponorogo memiliki kandungan gingerol dengan jumlah terbesar kedua. Hal ini sesuai dengan kondisi iklim yang mirip dengan jahe asal Tangerang. Berbeda dengan daerah Bogor yang memiliki curah hujan sepanjang tahun, sehingga kadar gingerol dalam jahe jumlahnya rendah. Besarnya kandungan senyawa aktif belum tentu memperlihatkan kualitas jahe, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut terhadap keseluruhan senyawa pada jahe. Klasifikasi Rimpang Jahe Menggunakan PCA Analisis komponen utama dilakukan terhadap senyawa dominan (6-, 8-, dan 10gingerol, serta 6-shogaol) dan sidik jari KCKT untuk mengetahui pemisahan antardaerah. Pada analisis senyawa dominan, jenis sampel digunakan sebagai respon dan jenis senyawa sebagai variabel bebasnya. Analisis ini menghasilkan 4 buah PC dengan varians yang berbeda, yaitu PC1 96%, PC2 3%, PC3 1%, dan PC4 0% (Gambar 6). Total nilai varians seluruh PC sebesar 100%. PC1 memiliki nilai varians paling besar karena digunakan untuk memaksimumkan varians data, sedangkan PC selanjutnya digunakan untuk memaksimumkan data sisaan.
Gambar 6 Alur proporsi varians 4 komponen utama Klasifikasi sampel berdasarkan senyawa dominan menggunakan 2 PC pertama dapat menjelaskan 99% dari total keragaman (PC1: 96%, PC2: 3%). Plot loading menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan komponen utama. Plot loading yang dihasilkan menunjukkan letak 6-, 8-,dan 10gingerol, serta 6-shogaol yang saling berjauhan (Gambar 7). Hal ini berpengaruh pada letak plot skor yang dihasilkan. Plot skor pada Gambar 7 menghasilkan 3 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Sampel Ponorogo 2 tidak termasuk ke dalam kelompok karena kadar senyawa yang diperoleh berada di antara Bogor dan Ponorogo. Berkelompoknya plot menunjukkan bahwa komposisi senyawa dominan dalam ekstrak kasar jahe memiliki jumlah yang mirip satu sama lain. Selain itu, plot skor berdasarkan kadar senyawa dominan sudah dapat mengelompokkan jahe berdasarkan daerah asalnya.
II
III
I
Gambar 7 Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan kadar senyawa 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol. Analisis komponen utama terhadap sidik jari KCKT menggunakan jenis sampel sebagai respon dan waktu retensi sebagai variabel bebasnya. Analisis ini menghasilkan 7 buah PC dengan varians yang berbeda, yaitu PC1 89%, PC2 8%, PC3 2%, PC4 0%, PC5 0%,
PC6 0%, dan PC7 0% (Gambar 8). Total nilai varians seluruh PC sebesar 99%.
9
Gambar 8 Alur proporsi varians 7 komponen utama Klasifikasi sampel berdasarkan sidik jari KCKT menggunakan 2 nilai PC pertama dapat menjelaskan 97% dari total keragaman (PC1: 89%, PC2: 8%). Plot loading yang menunjukkan waktu retensi nomor 7, 9, 10, dan 14 dengan senyawa secara berturut-turut 6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol, dan
III
10-gingerol memiliki letak yang berjauhan (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut paling berpengaruh terhadap letak plot skor. Plot skor pada Gambar 9 menghasilkan 3 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki pola pengelompokan yang mirip dengan pengelompokan berdasarkan senyawa dominan. Sementara jahe asal Bogor memiliki pola yang lebih acak dibandingkan dengan pengelompokan berdasarkan senyawa dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa pada jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki konsistensi yang lebih besar daripada jahe asal Bogor.
II I
Gambar 9 Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan sidik jari KCKT. Pengelompokan sampel berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari KCKT memperlihatkan pola yang berbeda dengan pengelompokan berdasarkan aktivitas antioksidan. Pengelompokan berdasarkan aktivitas antioksidan menghasilkan 2 kelompok, sedangkan berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari menghasilkan 3 kelompok berdasarkan asal daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan sampel menggunakan PCA belum bisa dikaitkan dengan aktivitas antioksidannya. Oleh karena tidak ada kesesuaian pola, maka diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara aktivitas antioksidan jahe dengan senyawa dominan maupun sidik jarinya. Analisis PLSDA untuk Model Mutu Ekstrak Jahe Pendugaan keterkaitan antara senyawa dominan (6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6shogaol) dan sidik jari KCKT dengan aktivitas antioksidan memerlukan metode pemodelan lain, yaitu PLSDA. Metode ini sering digunakan untuk pengenalan pola dan
pembentukan suatu model. Pembuatan model dilakukan dengan cara meregresikan komponen utama dari dua variabel yang digunakan. Dalam kasus dua kelompok, biasanya nilai dari peubah tak bebas diberikan 1 untuk satu kelompok dan 0 atau -1 untuk kelompok lainnya (Hakim 2010). Berbeda dengan metode PCA, kebaikan model klasifikasi pada metode PLSDA cukup dilihat dari nilai determinant coefficient (R2), root mean square error of calibration (RMSEC), dan root mean square error of prediction (RMSEP). Nilai RMSE merupakan galat yang dihasilkan dari model PLSDA (Jing et al. 2011). PLSDA menggunakan data kadar senyawa dominan dan area sidik jari sebagai peubah bebas, sedangkan untuk data responnya digunakan peubah tak bebas yang bernilai 0 dan 1. Peubah tak bebas ini diturunkan dari nilai aktivitas antioksidan ekstrak. Pemberian nilai 0 dan 1 ini dilakukan dari hasil pengelompokan aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak dengan kelompok IC50 lebih kecil (Tangerang dan Ponorogo) diberikan nilai 1 dan kelompok IC50 lebih besar (Bogor)
10
diberikan nilai 0. Masing-masing sampel dianalisis hingga diperoleh slope, RMSE, R2, dan korelasi. Model PLSDA dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Y1 merupakan model untuk sampel yang lebih aktif, sedangkan Y2 merupakan model untuk sampel yang kurang aktif. Hasil PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 4. Model kalibrasi dan prediksi untuk Y1 dan Y2 memiliki nilai slope, RMSE, R2, dan korelasi yang sama dan hanya berbeda pada nilai B0. B0 merupakan koefisien regresi, yaitu perkiraan besarnya rata-rata Y ketika kenaikan
nilai X=0. Slope merupakan perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran. Model Y1 menghasilkan nilai B0 negatif, sedangkan Y2 menghasilkan nilai B0 positif. Nilai R2 mengindikasikan mutu data antara konsentrasi nyata dan dugaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat. Nilai R2 yang diperoleh kurang mendekati 1, sehingga konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang kurang dekat.
Tabel 4 Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan Model Set Β0 Slope RMSE R2 Y1 Y2
-3.139550
0.802999
0.209232
0.802999
0.896102
prediksi
-3.139550
0.733709
0.275425
0.730280
0.816717
kalibrasi
4.139549
0.802999
0.209232
0.802999
0.896102
prediksi
4.139549
0.733709
0.275425
0.730280
0.816717
Nilai RMSEC dan RMSEP secara berurutan menunjukkan kesesuaian jumlah puncak dugaan dengan puncak yang dideteksi pada data yang digunakan untuk membangun model. Semakin kecil nilai RMSEC dan RMSEP, semakin baik model regresi yang dibangun (Naes et al. 2002). Nilai RMSEC yang diperoleh cukup kecil dan lebih kecil dari nilai RMSEP, sehingga model yang dihasilkan sudah cukup baik. Nilai korelasi dari set kalibrasi dan prediksi belum mendekati 1 atau masih lebih kecil dari 95%. Oleh karena itu, penggunaan senyawa dominan belum mampu menduga aktivitas antioksidan pada jahe. Hasil PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 5.
Model kalibrasi dan prediksi untuk Y1 dan Y2 memiliki nilai slope, RMSE, R2, dan korelasi yang sama dan hanya berbeda pada nilai B0. Model Y1 menghasilkan nilai B0 negatif, sedangkan Y2 menghasilkan nilai B0 positif. Nilai R2 kalibrasi yang diperoleh sudah mendekati 1 dan lebih besar dari R2 prediksi, sehingga antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat. Nilai RMSEC yang diperoleh sangat kecil dan lebih kecil dari nilai RMSEP, sehingga model yang dihasilkan sudah baik. Nilai korelasi untuk set kalibrasi dan prediksi yang dihasilkan sangat baik karena memiliki rerata lebih besar dari 95%. Oleh karena itu, sidik jari KCKT sudah mengandung informasi penting untuk menduga aktivitas antioksidan pada jahe.
Tabel 5 Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan Model Set Β0 Slope RMSE R2 Y1 Y2
Korelasi
kalibrasi
Korelasi
kalibrasi
-1.764345
0.993769
0.037212
0.993769
0.996879
prediksi
-1.764345
0.828877
0.190428
0.871065
0.919127
kalibrasi
2.764345
0.993769
0.037212
0.993769
0.996879
prediksi
2.764345
0.828877
0.190428
0.871065
0.919127
Hasil dari kedua model PLSDA menunjukkan korelasi yang lebih besar untuk analisis sidik jari daripada senyawa dominan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan. Menurut Suhaj (2004), senyawa selain gingerol dan shogaol yang
aktif sebagai antioksidan antara lain alanin, asam askorbat, asam kafeat, kamfena, mircen, asam laurat, asam palmitat, metionin, beta karoten, dan lain-lain. Keberadaan senyawa tersebut dalam rimpang jahe memungkinkan adanya aktivitas antioksidan yang lebih besar dalam ekstrak kasar yang diperoleh. Oleh karena itu, model PLSDA antara sidik jari
11
KCKT dengan aktivitas antioksidan dapat digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan pada sampel jahe yang belum diketahui. Dengan demikian, teknik sidik jari KCKT yang dipadukan dengan PLSDA dapat dimanfaatkan untuk metode cepat dalam menentukan kualitas jahe menggunakan ekstrak kasarnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teknik sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang dipadukan dengan analisis multivariat berpotensi digunakan untuk kontrol kualitas jahe gajah asal Bogor, Ponorogo, dan Tangerang. Uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak etanol rimpang jahe menunjukkan bahwa semua sampel berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat dengan IC50 10.39 µg/mL untuk Tangerang, 10.66 µg/mL untuk Ponorogo, dan 19.46 µg/mL untuk Bogor. Hasil analisis KCKT menunjukkan 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6shogaol sebagai senyawa dominan dalam jahe dari ketiga daerah dengan jumlah secara berturut-turut 30.50–56.03%, 5.08–8.95%, 1.76–14.83%, dan 9.17–16.09% dari total area keseluruhan. Pengelompokan menggunakan PCA menghasilkan 2 kelompok berdasarkan aktivitas antioksidan dan 3 kelompok berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari KCKT. Berdasarkan senyawa dominan dan aktivitas antioksidan, jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki mutu lebih baik daripada jahe asal Bogor. Model mutu yang dibentuk menggunakan PLSDA menghasilkan korelasi lebih kecil dari 95% untuk senyawa dominan dan lebih besar dari 95% untuk sidik jari KCKT. Oleh karena itu, penggunaan senyawa dominan belum mampu menduga aktivitas antioksidan pada jahe, sedangkan sidik jari KCKT sudah mengandung informasi penting untuk menduga aktivitas antioksidan pada jahe. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh komposisi keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan Saran Kontrol kualitas tanaman jahe perlu dilakukan pada varietas tanaman jahe lain dan daerah asal jahe dengan kondisi geografis yang lebih beragam. Perlu dilakukan pula analisis diskriminan lebih lanjut dengan
metode diskriminasi lain terhadap sampel yang lebih banyak untuk menghasilkan prediksi mutu yang lebih sahih.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2012. Pemerintah Kabupaten Ponorogo. [terhubung berkala]. http://www.ponorogo.go.id/ [24 Okt 2012]. [Anonim]. 2012. Pemerintah Kota Bogor. [terhubung berkala]. http://www.kotabogor.go.id/ [24 Okt 2012]. [Anonim]. 2012. Pemerintah Kota Tangerang Selatan. [terhubung berkala]. http://www.tangerangselatankota.go.id/ [24 Okt 2012]. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1. Jakarta: BPOM RI. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2005. Jahe untuk Bahan Baku Obat. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [WHO] World Health Organization. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. England: WHO. ISBN 92 4 154510 0. Anwar H. 2011. Pola sidik jari kromatogram KLT untuk identifikasi keragaman kualitas jahe merah [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bhattarai S, Tran VH, Duke CC. 2001. Stability of gingerol and shogaol in simulated gastric and intestinal fluid. Pharmaceutical and Biomedical Analysis 45: 648–653. Cai Y, Sun M, Corke H. 2003. Antioxidant activity of betalains from plants of the Amaranthacea. J Agric Food Chem 51: 2288–2294. Chen YM. 2006. Traditional Chinese medicine industry development and their impact and countermeasures. Mod Chin Med 8: 35–391. Chrubasik S, Pitler MH. 2005. Roufogalis, Zingiberis rhizome: Comprehensive review on the ginger effect and efficacy profiles. International Journal of
12
Phytotherapy & Phytopharmacology 12: 684–701. Darusman LK, Heryanto R, Rafi M, Wahyuni WT. 2007. Potensi daerah sidik jari spektrum inframerah sebagai penanda bioaktivitas ekstrak tanaman obat. Jurnal llmu Pertanian Indonesia 12 (3): 154–162. Daryono ED. 2010. Oleoresin dari jahe menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut etanol. Jurnal Ekstrak 3 (3). Djubaedah E. 1986. Ekstraksi Oleoresin dari Jahe. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Ernst E. 2002. Toxic heavy metals and undeclared drugs in Asian herbal medicines. Trends Pharmacol Sci 23: 136– 139. Hakim F. 2010. Penerapan metode transformasi wavelet diskret dan partial least square discriminant analysis (PLSDA) untuk klasifikasi komponen obat bahan alam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Harmono dan Andoko. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta: Agromedia Pustaka. Jiang B, Kronenberg F, Nuntanakorn P, Qiu MH, Kennelly EJ. 2006. Evaluation of the botanical authenticity and phytochemical profile of black cohosh products by high performance liquid chromatography with selected ion monitoring liquid chromatography-mass spectrometry. J Agric Food Chem 54: 3242–3253. Jing et al. 2011. Application of chemometrics in quality evaluation of medicinal plants. Journal of Medicinal Plants Research 5 (17): 4001–4008. Juarez AG, Cavazos LS, Aranda RS, Meseguer JP, Torres NW. 2011. Correlation between chromatographic fingerprint and antioxidant activity of Turnera diffusa (Damiana). Planta Med 77: 958–963 Jun MHY, Yu J, Fong X, Wan CS, Yang CT, Ho. 2003. Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root (Pueraria labata Ohwl.). J. Food Sci 68: 2117–2122.
Kikuzaki K, Nakatani N. 1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. Journal of Food Sci 58 (6): 1407–1410. Lee S, Khoo C, Halstead CW, Huynh T, Bensoussan A. 2007. Liquid chromatographic determination of 6-, 8-, 10-gingerol, and 6-shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the raw herb and dried aqueous extract. Journal of AOAC International 90 (5): 1219–1226. Liang YZ, Xie PS, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. Chromatogr B 812: 53–70. Lim YY, Murtijaya J. 2007. Antioxidant properties of Phyllanthus amarus as affected by different drying methods. LebensmWish Technol 40: 1664–1669. Naes T, Isakkson T, Fearn T, Davies T. 2002. A User-Friendly Guid to Multivariate Calibration and Classification. Chichester: NIR Publication. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices 2. Rafi M, Lim LW, Takeuchi T, Darusman LK. 2012. Simultaneous determination of gingerols and shogaol using capillary liquid chromatography and its application in discrimination of three ginger varieties from Indonesia. J Talanta 103: 28–32. Ramadhan E, Phaza AH. 2007. Pengaruh konsentrasi etanol, suhu, dan jumlah stage pada ekstraksi oleoresin jahe secara batch [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semuel MY. 2008. Aktivitas antioksidan dan antikanker ekstrak kulit batang langsat (Lansium domesticum L.) [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhaj M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal of Food Composition and Analysis 19: 531–537. Tao et al. 2011. Chemical fingerprint technique and its application in Gastrodia tuber. African Journal of Biotechnology 10 (74): 16746–16756. Umam N. 2011. Spektroskopi FTIR dan metode pengenalan pola kimia untuk diferensiasi tanaman jahe [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
13
Pengetahuan Bogor.
Alam,
Institut
Pertanian
Wahyuni WT. 2010. Pengoptimuman dan validasi sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi ekstrak Phyllanthus niruri L [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Widjanarko SB, Sutrisno A, Faridah A. 2011. Efek hidrogen peroksida terhadap sifat fisiko-kimia tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) dengan metode maserasi dan ultrasonik. Jurnal Teknologi Pertanian 12 (3): 143–152. Winer BJ. 1971. Statistical Principles in Experimental Design 2nd edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Rimpang jahe segar dikeringkan, dihaluskan Simplisia jahe
penentuan kadar air & abu ekstraksi ultrasonik
Ekstrak jahe
analisis KCKT
uji aktivitas antioksidan
IC50
Kromatogram
uji Duncan
Peubah boneka (0 & 1) Tr & area PCA
Kelompok jahe
penetuan kadar senyawa
Kadar 6-, 8-, 10-gingerol, & 6-shogaol
Tr & area
PLSDA PCA Model (kalibrasi & prediksi
Kelompok jahe
16
Lampiran 2 Kadar air sampel rimpang jahe Asal daerah Ponorogo
Tangerang
Bogor
Sampel
Bobot sampel awal (a) (g)
Bobot sampel setelah pengeringan (b) (g)
Kadar air (%)
1
3.0047
2.6931
10.37
2
3.0027
2.7563
8.21
3
3.0012
2.7287
9.08
1
3.0056
2.7356
8.98
2
3.0068
2.7266
9.32
3
3.0016
2.7478
8.46
1
3.0032
2.6632
11.32
2
3.0049
2.6498
11.82
3
3.0051
2.6611
11.45
Rerata kadar air (%) 9.22
8.92
11.53
Contoh perhitungan Penentuan kadar air sampel Ponorogo 1 ab 100 Kadar air a .004 g 2.6 1 g Kadar air 100 10. .004 g
Lampiran 3 Kadar abu sampel rimpang jahe Asal daerah Ponorogo
Tangerang
Bogor
Sampel
Bobot sampel awal (a) (g)
Bobot abu (b) (g)
Kadar abu (%)
1
2.0062
0.1971
9.82
2
2.0012
0.1979
9.89
3
2.0017
0.1927
9.63
1
2.0014
0.0934
4.67
2
2.0034
0.1023
5.11
3
2.0015
0.0979
4.89
1
2.0027
0.1160
5.79
2
2.0024
0.1202
6.00
3
2.0082
0.1497
7.45
Contoh perhitungan Penentuan kadar abu sampel Ponorogo 1 a Kadar abu 100 b 0.1 1 g Kadar abu 100 .82 2.0062 g
Rerata kadar abu (%) 9.78
4.89
6.41
17
Lampiran 4 Rendemen ekstrak kasar rimpang jahe Asal daerah Ponorogo
Tangerang
Bogor
Sampel
Bobot sampel awal (g)
Kadar air (%)
Bobot ekstrak (g)
Rendemen (%)
1
20.0045
10.37
1.3585
7.58
2
20.0008
8.21
1.3003
7.08
3
20.0044
9.08
1.2766
7.02
1
20.0094
8.98
1.3233
7.27
2
20.0044
9.32
1.2235
6.74
3
20.0062
8.46
1.3553
7.40
1
20.0038
11.32
1.3227
7.46
2
20.0029
11.82
1.2991
7.37
3
20.0024
11.45
1.3828
7.81
Contoh perhitungan Penentuan rendemen sampel Ponorogo 1 bobot ek trak endemen bobot sam el a al 1 fraksi bobot kadar air 1. 585 g endemen 100 .58 20.0045 g 1 0.10 )
Rerata rendemen (%) 7.23
7.14
7.55
100
Lampiran 5 Kondisi geografis daerah asal jahe Daerah
Ponorogo
Tangerang
Bogor
Topografi
92–2.563 mdpl (dataran rendah, dataran tinggi bergelombang, pegunungan)
0–25 mdpl (dataran rendah)
15–2500 mdpl (dataran rendah, dataran rendah bergelombang, pegunungan)
Iklim
tropis dua musim, kemarau dan penghujan
tropis dua musim, kemarau dan penghujan
tropis basah dan sangat basah (penghujan)
Curah hujan
±1500 mm/tahun
±1475 mm/tahun
2500–5.000 mm/tahun
Jenis tanah
podsolik (coklat, kuning, lempung berpasir hingga liat) dan kapur
latosol (merah dan coklat kemerahan)
latosol (merah, coklat kemerahan, coklat sampai kuning)
Suhu udara 23.9–32.2 °C 23.4–34.2 °C 20–30 °C Sumber: Pemerintah kota Ponorogo, Tangerang, dan Bogor (2012)
18
Lampiran 6 Standar mutu simplisia jahe kering berdasarkan SNI 01-7084-2005 Karakteristik
Syarat mutu
Berjamur dan berserangga
tidak ada
Bau dan rasa
khas jahe
Kadar air (% b/b), maksimum
10
Kadar abu (% b/b), maksimum
5
Benda asing (% b/b), maksimum
2
Kadar minyak atsiri (mL/100g), minimum
1.5
Kadar ekstrak larut etanol (%), minimum
4.3
Lampiran 7 Contoh foto rendemen ekstrak kasar rimpang jahe
cokelat tua
Lampiran 8 Contoh foto uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe
Sampel + DPPH
DPPH
19
Lampiran 9 Data uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Ponorogo Sampel
Ulangan
1
1
2
3
1
2
2
Konsentrasi (µg/mL)
Log konsentrasi
Absorbans
% inhibisi
1.5625
0.1938
0.459
9.47
3.125
0.4949
0.389
23.27
6.25
0.7959
0.318
37.28
12.5
1.0969
0.203
59.96
25
1.3979
0.144
71.60
50
1.699
0.103
79.68
100
2
0.077
84.81
1.5625
0.1938
0.463
8.68
3.125
0.4949
0.401
20.91
6.25
0.7959
0.323
36.29
12.5
1.0969
0.217
57.20
25
1.3979
0.136
73.18
50
1.699
0.100
80.28
100
2
0.079
84.42
1.5625
0.1938
0.453
10.65
3.125
0.4949
0.388
23.47
6.25
0.7959
0.314
38.07
12.5
1.0969
0.223
56.02
25
1.3979
0.137
72.98
50
1.699
0.097
80.87
100
2
0.077
84.81
1.5625
0.1938
0.445
12.23
3.125
0.4949
0.403
20.51
6.25
0.7959
0.318
37.28
12.5
1.0969
0.210
58.58
25
1.3979
0.128
74.75
50
1.699
0.099
80.47
100
2
0.07
86.19
1.5625
0.1938
0.439
13.41
3.125
0.4949
0.404
20.32
6.25
0.7959
0.306
39.64
12.5
1.0969
0.232
54.24
25
1.3979
0.132
73.96
50
1.699
0.107
78.90
100
2
0.069
86.39
IC50 (µg/mL)
Rerata IC50 (µg/mL)
11.09
11.55
11.23
11.05
10.80
11.02
11.29
20
Lampiran 9 Lanjutan
3
1
3
2
3
1.5625
0.1938
0.455
10.26
3.125
0.4949
0.442
12.82
6.25
0.7959
0.318
37.28
12.5
1.0969
0.226
55.42
25
1.3979
0.137
72.98
50
1.699
0.098
80.67
100
2
0.072
85.80
1.5625
0.1938
0.421
16.96
3.125
0.4949
0.372
26.63
6.25
0.7959
0.313
38.26
12.5
1.0969
0.197
61.40
25
1.3979
0.130
74.36
50
1.699
0.087
82.84
100
2
0.071
86.00
1.5625
0.1938
0.433
14.60
3.125
0.4949
0.384
24.26
6.25
0.7959
0.299
41.03
12.5
1.0969
0.218
57.00
25
1.3979
0.137
72.98
50
1.699
0.087
82.84
100
2
0.080
84.22
1.5625
0.1938
0.400
21.10
3.125
0.4949
0.381
24.85
6.25
0.7959
0.294
42.01
12.5
1.0969
0.185
63.51
25
1.3979
0.118
76.73
50
1.699
0.091
82.05
100
2
0.072
85.80
12.05
9.43
10.34
8.62
9.46
21
Lampiran 9 Lanjutan Tangerang Sampel
Ulangan
1
1
2
3
1
2
2
Konsentrasi (µg/mL)
Log konsentrasi
Absorbans
% inhibisi
1.5625
0.1938
0.405
12.34
3.125
0.4949
0.353
23.59
6.25
0.7959
0.288
37.66
12.5
1.0969
0.206
55.41
25
1.3979
0.125
72.94
50
1.699
0.091
80.30
100
2
0.071
84.63
1.5625
0.1938
0.382
17.32
3.125
0.4949
0.360
22.08
6.25
0.7959
0.284
38.53
12.5
1.0969
0.206
55.41
25
1.3979
0.123
73.38
50
1.699
0.092
80.09
100
2
0.070
84.85
1.5625
0.1938
0.405
12.34
3.125
0.4949
0.364
21.21
6.25
0.7959
0.292
36.80
12.5
1.0969
0.202
56.28
25
1.3979
0.130
71.86
50
1.699
0.091
80.30
100
2
0.070
84.85
1.5625
0.1938
0.380
17.75
3.125
0.4949
0.294
36.36
6.25
0.7959
0.263
43.07
12.5
1.0969
0.183
60.39
25
1.3979
0.119
74.24
50
1.699
0.091
80.30
100
2
0.069
85.06
1.5625
0.1938
0.386
16.45
3.125
0.4949
0.367
20.56
6.25
0.7959
0.272
41.13
12.5
1.0969
0.180
61.04
25
1.3979
0.126
72.73
50
1.699
0.091
80.30
100
2
0.070
84.85
IC50 (µg/mL)
Rerata IC50 (µg/mL)
10.00
10.55
10.94
11.29
8.32
10.13
9.34
22
Lampiran 9 Lanjutan
3
1
3
2
3
1.5625
0.1938
0.386
16.45
3.125
0.4949
0.336
27.27
6.25
0.7959
0.265
42.64
12.5
1.0969
0.189
59.09
25
1.3979
0.129
72.08
50
1.699
0.091
80.30
100
2
0.070
84.85
1.5625
0.1938
0.405
12.34
3.125
0.4949
0.367
20.56
6.25
0.7959
0.282
38.96
12.5
1.0969
0.199
56.93
25
1.3979
0.127
72.51
50
1.699
0.087
81.17
100
2
0.070
84.85
1.5625
0.1938
0.395
14.50
3.125
0.4949
0.330
28.57
6.25
0.7959
0.281
39.18
12.5
1.0969
0.199
56.93
25
1.3979
0.132
71.43
50
1.699
0.085
81.60
100
2
0.071
84.63
1.5625
0.1938
0.403
12.77
3.125
0.4949
0.395
14.50
6.25
0.7959
0.289
37.45
12.5
1.0969
0.194
58.01
25
1.3979
0.126
72.73
50
1.699
0.086
81.39
100
2
0.072
84.42
9.58
10.99
10.10
11.52
10.87
23
Lampiran 9 Lanjutan Bogor Sampel
Ulangan
1
1
2
3
1
2
2
Konsentrasi (µg/mL)
Log konsentrasi
Absorbans
% inhibisi
1.5625
0.1938
0.452
6.61
3.125
0.4949
0.442
8.68
6.25
0.7959
0.373
22.93
12.5
1.0969
0.311
35.74
25
1.3979
0.215
55.58
50
1.699
0.146
69.83
100
2
0.093
80.79
1.5625
0.1938
0.462
4.55
3.125
0.4949
0.418
13.64
6.25
0.7959
0.366
24.38
12.5
1.0969
0.313
35.33
25
1.3979
0.218
54.96
50
1.699
0.143
70.45
100
2
0.097
79.96
1.5625
0.1938
0.472
2.48
3.125
0.4949
0.445
8.06
6.25
0.7959
0.399
17.56
12.5
1.0969
0.326
32.64
25
1.3979
0.210
56.61
50
1.699
0.135
72.11
100
2
0.098
79.75
1.5625
0.1938
0.444
8.26
3.125
0.4949
0.398
17.77
6.25
0.7959
0.354
26.86
12.5
1.0969
0.290
40.08
25
1.3979
0.203
58.06
50
1.699
0.139
71.28
100
2
0.099
79.55
1.5625
0.1938
0.466
3.72
3.125
0.4949
0.421
13.02
6.25
0.7959
0.370
23.55
12.5
1.0969
0.299
38.22
25
1.3979
0.210
56.61
50
1.699
0.147
69.63
100
2
0.093
80.79
IC50 (µg/mL)
Rerata IC50 (µg/mL)
20.88
20.60
21.13
21.91
18.26
20.07
19.48
24
Lampiran 9 Lanjutan
3
1
3
2
3
1.5625
0.1938
0.458
5.37
3.125
0.4949
0.426
11.98
6.25
0.7959
0.377
22.11
12.5
1.0969
0.285
41.12
25
1.3979
0.211
56.40
50
1.699
0.150
69.01
100
2
0.096
80.17
1.5625
0.1938
0.446
7.85
3.125
0.4949
0.421
13.02
6.25
0.7959
0.368
23.97
12.5
1.0969
0.270
44.21
25
1.3979
0.189
60.95
50
1.699
0.150
69.01
100
2
0.092
80.99
1.5625
0.1938
0.444
8.26
3.125
0.4949
0.403
16.74
6.25
0.7959
0.354
26.86
12.5
1.0969
0.278
42.56
25
1.3979
0.200
58.68
50
1.699
0.142
70.66
100
2
0.089
81.61
1.5625
0.1938
0.453
6.40
3.125
0.4949
0.383
20.87
6.25
0.7959
0.351
27.48
12.5
1.0969
0.278
42.56
25
1.3979
0.196
59.50
50
1.699
0.149
69.21
100
2
0.090
81.40
20.10
18.21
17.63
17.45
17.76
25
Lampiran 9 Lanjutan Contoh perhitungan Penentuan IC50 sampel Ponorogo 1 ulangan 1 100.00 y = 44.273x + 3.7326 R² = 0.9674
% inhibisi
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
0.5
1
1.5
2
Log konsentrasi Kurva kalibrasi log konsentrasi ekstrak vs % inhibisi y = 44.273x + 3.7326 R2 = 0.9674 IC50 diperoleh saat y = 50 Jadi, 50 = 44.273x + 3.7326 46.2674 = 44.273x x = 1.0450 antilog x = 11.09 µg/mL
2.5
26
Lampiran 10 Uji Duncan aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe IC50 semua sampel dengan kelas perlakuan (jenis sampel) Class Level Information Levels Values* 9 B1 B2 B3 P1 P2 P3 T1 T2 T3
Class perlakuan
Number of observations Source Model Error Corrected Total
DF 8 18 26
R-Square 0.982491
Sum of Squares 507.4782074 9.0439333 516.5221407 Coeff Var 5.250020
Mean Square 63.4347759 0.5024407
Root MSE 0.708831
2 1.216
3 1.276
4 1.314
F Value 126.25
respon Mean 13.50148
5 1.340
6 1.359
7 1.373
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlakuan* A 21.1300 3 B1
*Keterangan: B = Bogor P = Ponorogo T = Tangerang
Pr > F <.0001
0.05 18 0.502441
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
27
B
19.4767
3
B2
C
17.7633
3
B3
D D D D D D D
11.2900
3
P2
11.2300
3
P1
10.9467
3
T1
10.8700
3
T3
E E E
9.4633
3
P3
9.3433
3
T2
8 1.384
9 1.393
27
Lampiran 10 Lanjutan Rerata IC50 sampel dengan kelas lokasi (asal daerah)
Class lokasi
Class Level Information Levels Values 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations
Source Model Error Corrected Total
DF 2 6 8
R-Square 0.944090
Sum of Squares 159.7022066 9.4576862 169.1598928 Coeff Var 9.298984
Mean Square 79.8511033 1.5762810
Root MSE 1.255500
F Value 50.66
respon Mean 13.50148 0.05 6 1.576281
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
9
2 2.508
3 2.600
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A 19.457 3 Bogor B B B
10.661
3
Ponorogo
10.387
3
Tangerang
Lampiran 11 Kromatogram ekstrak kasar rimpang jahe hasil KCKT Ponorogo 1
Pr > F 0.0002
28
Lampiran 11 Lanjutan Ponorogo 2
Ponorogo 3
Tangerang 1
Tangerang 2
29
Lampiran 11 Lanjutan Tangerang 3
Bogor 1
Bogor 2
Bogor 3
30
Lampiran 12 Data hasil KCKT ekstrak kasar rimpang jahe Ponorogo 1 Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Ponorogo 2 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Ponorogo 3 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
% area
2.747
1293197
1.41
2.747
1848011
2.12
2.743
1206534
1.25
3.990
2965770
3.23
4.010
3942344
4.53
3.970
3334979
3.47
4.847
1725911
1.88
4.867
2457522
2.82
4.813
1786715
1.86
8.733
1030402
1.12
8.753
1293137
1.49
8.673
1261059
1.31
9.423
526637
0.57
9.483
716851
0.82
9.393
556888
0.58
10.390
1394747
1.52
10.423
1380336
1.59
10.327
1353772
1.41
12.653 18.553
41888883
45.65
12.703
36296823
41.70
12.597
43722009
45.43
637582
0.69
18.550
516464
0.59
18.500
610805
0.63
22.817
6961424
7.59
22.780
5963945
6.85
22.763
8041916
8.36
24.277 26.310
10789939
11.76
24.253
9203851
10.57
24.243
10087216
10.48
631350
0.69
26.247
647703
0.74
26.253
681298
0.71
27.310
3360023
3.66
27.267
2859022
3.28
27.263
3335337
3.47
28.373
1627631
1.77
28.293
1515341
1.74
28.297
1867702
1.94
29.663 31.117
10412700
11.35
29.600
8593326
9.87
29.603
11294515
11.74
1099768
1.20
31.067
944295
1.08
31.060
1124725
1.17
34.000
658859
0.72
33.963
596869
0.69
33.977
685068
0.71
e
Total
87004823
94.82
Total
78775840
90.50
Total
90950538
94.50
f
Total
91757273
100
Total
87046612
100
Total
96243516
100
a
b c
d
31
Lampiran 12 Lanjutan Tangerang 1 Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Tangerang 2 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Tangerang 3 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
% area
2.743
1499542
1.35
2.767
1584868
1.49
2.740
1416225
1.38
3.950
3437812
3.09
4.000
3445045
3.23
3.950
3390612
3.30
4.793
2127827
1.91
4.850
1681883
1.58
4.790
1893558
1.84
8.637
1967342
1.77
8.723
1605727
1.51
8.617
1750662
1.71
9.297
657168
0.59
9.417
515950
0.48
9.300
529021
0.52
10.277
2150403
1.93
10.373
2252728
2.11
10.257
2152797
2.10
12.517 18.513
61770179
55.53
12.623
59120400
55.44
12.503
57523014
56.03
993276
0.89
18.547
853747
0.80
18.470
900781
0.88
22.803
5647605
5.08
22.827
5879307
5.51
22.763
5526898
5.38
24.260 26.280
11114429
9.99
24.280
10144467
9.51
24.233
9414124
9.17
876027
0.79
26.293
831119
0.78
26.270
736969
0.72
27.317
3942834
3.54
27.323
3936324
3.69
27.267
3814716
3.72
28.363
2652717
2.38
28.357
2727119
2.56
28.317
2386078
2.32
29.680 31.100
1957171
1.76
29.683
2020118
1.89
29.633
1851937
1.80
776063
0.70
31.100
827889
0.78
31.067
701637
0.68
34.017
1931248
1.74
34.010
1804638
1.69
33.980
1671194
1.63
e
Total
103501643
93.05
Total
99231329
93.05
Total
95660223
93.18
f
Total
111229258
100
Total
106637480
100
Total
102663779
100
a
b c
d
32
Lampiran 12 Lanjutan Bogor 1 Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Bogor 2 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
Bogor 3 % area
Waktu retensi (menit)
Area (mAU)
% area
2.743
2917255
3.39
2.753
742417
1.04
2.757
1217470
1.65
3.967
3577944
4.15
3.970
1860307
2.60
3.987
1857606
2.52
4.793
3572855
4.15
4.797
1145358
1.60
4.807
1106123
1.50
8.670
2059928
2.39
8.670
875589
1.22
8.687
1670236
2.27
9.317
841002
0.98
9.353
459284
0.64
9.333
529148
0.72
10.300
2400251
2.79
10.313
1502026
2.10
10.327
2101269
2.85
12.557 18.503
26272159
30.50
12.560
27590351
38.58
12.577
26874594
36.50
817566
0.95
18.507
615340
0.86
18.517
848248
1.15
22.800
5174799
6.01
22.800
6402233
8.95
22.807
5433039
7.38
24.257 26.260
12027107
13.96
24.260
8633456
12.07
24.260
11847399
16.09
723024
0.84
26.247
1341532
1.88
26.267
744108
1.01
27.300
2467834
2.87
27.307
2087495
2.92
27.307
2467829
3.35
28.373
1634881
1.90
28.373
1762796
2.47
28.363
1737256
2.36
29.633 31.100
8230608
9.56
29.647
10605559
14.83
29.637
8557059
11.62
1800132
2.09
31.100
1333770
1.87
31.097
1690353
2.30
34.023
727043
0.84
34.023
1165036
1.63
34.013
755645
1.03
e
Total
75244388
87.36
Total
68122549
95.26
Total
69437382
94.30
f
Total
86135696
100
Total
71512643
100
Total
73634600
100
a
b c
d
Keterangan: a = baris data senyawa 6-gingerol b = baris data senyawa 8-gingerol c = baris data senyawa 6-shogaol d = baris data senyawa 10-gingerol e = baris data total area sidik jari kromatogram f = baris data total area seluruh puncak kromatogram Persentase area sidik jari: 6-gingerol = 30.50–56.03% 8-gingerol = 5.08–8.95% 10-gingerol = 1.76–14.83% 6-shogaol = 9.17–16.09%
33
Lampiran 13 Penentuan kadar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol dalam simplisia kering rimpang jahe Sampel
Area (mAU) 6-gingerol
8-gingerol
6-shogaol
10-gingerol
Ponorogo 1
41888883
6961424
10789939
10412700
Ponorogo 2
36296823
5963945
9203851
8593326
Ponorogo 3
43722009
8041916
10087216
11294515
Tangerang 1
61770179
5647605
11114429
1957171
Tangerang 2
59120400
5879307
10144467
2020118
Tangerang 3
57523014
5526898
9414124
1851937
Bogor 1
26272159
5174799
12027107
8230608
Bogor 2
27590351
6402233
8633456
10605559
Bogor 3
26874594
5433039
11847399
8557059
Standar
1754990
994248
2201814
1674777
C (ppm)
50.0
25.0
50.0
50.0
Sampel
Kadar analit dalam larutan (µg/mL) 2
6-gingerol (×10 )
8-gingerol (×102)
6-shogaol (×102)
10-gingerol (×102)
Ponorogo 1
11.93
1.75
2.45
3.11
Ponorogo 2
10.34
1.50
2.09
2.57
Ponorogo 3
12.46
2.02
2.29
3.37
Tangerang 1
17.60
1.42
2.52
0.58
Tangerang 2
16.84
1.48
2.30
0.60
Tangerang 3
16.39
1.39
2.14
0.55
Bogor 1
7.48
1.30
2.73
2.46
Bogor 2
7.86
1.61
1.96
3.17
Bogor 3
7.66
1.37
2.69
2.55
Contoh perhitungan (Ponorogo 1) Kadar analit dalam larutan (µg/mL) area analit analit standar area standar 4188888 analit 50 gm 1 54 0 analit 11 gm
34
Lampiran 13 Lanjutan Sampel
Jumlah analit (mg) dalam 5 mL larutan 6-gingerol
8-gingerol
6-shogaol
10-gingerol
Ponorogo 1
5.97
0.88
1.23
1.55
Ponorogo 2
5.17
0.75
1.05
1.28
Ponorogo 3
6.23
1.01
1.15
1.69
Tangerang 1
8.80
0.71
1.26
0.29
Tangerang 2
8.42
0.74
1.15
0.30
Tangerang 3
8.19
0.69
1.07
0.28
Bogor 1
3.74
0.65
1.37
1.23
Bogor 2
3.93
0.80
0.98
1.58
Bogor 3
3.83
0.68
1.35
1.28
Contoh perhitungan (Ponorogo 1) Jumlah analit (mg) dalam 5 mL larutan m analit larutan mg m 11 0.005 m 5.
mg
Sampel
Bobot ekstrak (mg)
Total analit (mg) dalam 20 gr simplisia jahe 6-gingerol 8-gingerol 6-shogaol 10-gingerol (×102) (×102) (×102) (×102) 3.24 0.48 0.67 0.84
Ponorogo 1
1358.5
Ponorogo 2
1300.3
2.69
0.39
0.54
0.67
Ponorogo 3
1276.6
3.18
0.52
0.58
0.86
Tangerang 1
1323.3
4.66
0.38
0.67
0.15
Tangerang 2
1223.5
4.12
0.36
0.56
0.15
Tangerang 3
1355.3
4.44
0.38
0.58
0.15
Bogor 1
1322.7
1.98
0.34
0.72
0.65
Bogor 2
1299.1
2.04
0.42
0.51
0.82
Bogor 3
1382.8
2.12
0.38
0.74
0.71
Contoh perhitungan (Ponorogo 1) Total analit (mg) dalam 20 gr simplisia jahe bobot ekstrak total analit bobot ekstrak untuk analisis KCK 1 58.5 mg total analit 5. mg 25 mg total analit 24 mg
bobot analit
35
Lampiran 13 Lanjutan Jumlah analit dalam simplisia jahe (mg/g)
Sampel
Bobot simplisia (g)
6-gingerol
8-gingerol
6-shogaol
10-gingerol
Ponorogo 1
20.0045
16.20
2.38
3.33
4.22
Ponorogo 2
20.0008
13.45
1.95
2.72
3.34
Ponorogo 3
20.0044
15.10
2.58
2.92
4.30
Tangerang 1
20.0094
23.28
1.88
3.34
0.77
Tangerang 2
20.0044
20.60
1.81
2.82
0.74
Tangerang 3
20.0062
22.20
1.88
2.90
0.75
Bogor 1
20.0038
9.90
1.72
3.61
3.25
Bogor 2
20.0029
10.21
2.09
2.55
4.11
Bogor 3
20.0024
10.59
1.89
3.72
3.53
Contoh perhitungan (Ponorogo 1) Jumlah analit dalam simplisia jahe (mg/g) total analit kadar analit bobot sim lisia 24 mg kadar analit 20.0045 g mg kadar analit 16.20 g
Lampiran 14 Uji Duncan kadar senyawa dominan rimpang jahe 6-gingerol
Class lokasi
Class Level Information Levels Values 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations
Source Model Error Corrected Total
DF 2 6 8
R-Square 0.964853
Sum of Squares 211.5684222 7.7068000 219.2752222 Coeff Var 7.207015
Mean Square 105.7842111 1.2844667
Root MSE 1.133343
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
9
2 2.264
F Value 82.36
respon Mean 15.72556 0.05 6 1.284467 3 2.347
Pr > F <.0001
36
Lampiran 14 Lanjutan Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A 22.0267 3 Tangerang B
14.9167
3
Ponorogo
C
10.2333
3
Bogor
8-gingerol
Class lokasi
Class Level Information Levels Values 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations
Source Model Error Corrected Total
DF 2 6 8
R-Square 0.566024
Sum of Squares 0.36406667 0.27913333 0.64320000 Coeff Var 10.67773
Mean Square 0.18203333 0.04652222
Root MSE 0.215690
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
9 F Value 3.91
Pr > F 0.0817
respon Mean 2.020000 0.05 6 0.046522
2 .4309
3 .4466
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A 2.3033 3 Ponorogo A B A 1.9000 3 Bogor B B 1.8567 3 Tangerang 6-shogaol
Class lokasi
Class Level Information Levels Values 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations
Source Model Error Corrected Total
DF 2 6 8
Sum of Squares 0.16762222 1.18506667 1.35268889
9
Mean Square 0.08381111 0.19751111
F Value 0.42
Pr > F 0.6724
37
Lampiran 14 Lanjutan R-Square 0.123918
Coeff Var 14.33106
Root MSE 0.444422
0.05 6 0.197511
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
respon Mean 3.101111
2 .8879
3 .9202
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A 3.2933 3 Bogor A A 3.0200 3 Tangerang A A 2.9900 3 Ponorogo 10-gingerol
Class lokasi
Class Level Information Levels Values 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations
Source Model Error Corrected Total
DF 2 6 8
R-Square 0.951323
Sum of Squares 18.61975556 0.95273333 19.57248889 Coeff Var 14.33966
Mean Square 9.30987778 0.15878889
Root MSE 0.398483
F Value 58.63
respon Mean 2.778889 0.05 6 0.158789
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
9
2 .7961
3 .8251
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A 3.9533 3 Ponorogo A A 3.6300 3 Bogor B
0.7533
3
Tangerang
Pr > F 0.0001
38
Lampiran 15 Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan Y1
Y2
Lampiran 16 Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan Y1
Y2
Keterangan: = kalibrasi = prediksi