UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMASI ANALISIS UNTUK MEMISAHKAN AZTREONAM, IMIPENEM, DAN MEROPENEM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
CITRA AULIA RIYONO 0806398026
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JULI 2012
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMASI ANALISIS UNTUK MEMISAHKAN AZTREONAM, IMIPENEM, DAN MEROPENEM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
CITRA AULIA RIYONO 0806398026
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JULI 2012
ii Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 6 Juli 2012
Citra Aulia Riyono
iii Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Citra Aulia Riyono
NPM
: 0806398026
Tanda Tangan : Tanggal
: 6 Juli 2012
iv Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
: Citra Aulia Riyono
NPM
: 0806398026
Program Studi
: S1 Farmasi
Judul Skripsi
: Optimasi Analisis untuk Memisahkan Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 6 Juli 2012
v Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Optimasi Analisis untuk Memisahkan Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Pada penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia beserta segenap staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 2. Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing I yang telah dengan sabar mengarahkan, memberikan nasihat, bantuan, semangat, dan perhatian saat penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini. 3. Drs. Hayun, M.Si., Apt., selaku pembimbing II dan Ketua Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif yang telah memberikan pengajaran, bimbingan, pengarahan, semangat, dan pengalaman selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini. 4. Dr. Berna Elya Apt., M.Si selaku pembimbing akademik atas berbagai saran selama menempuh pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 5. Segenap laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas waktu dan bantuannya, terutama selama penelitian berlangsung. 6. Drs. Soekiandi Ali dari PT Tatarasa Primatama, Bapak Robert dari PT Fahrenheit, Pratapa Nirmala, dan Bapak Angga dari PT Sanbe Farma, yang telah memberikan bantuan bahan baku untuk keberlangsungan penelitian penulis. 7. Keluarga tercinta; mama dan papa, atas kasih sayang, dukungan moril, doa, serta semangat yang tidak pernah putus. Untuk kakak tersayang, Aditya
vi Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
Riyono, atas saran, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini. 9. Teman-teman penelitian terutama KBI Kimia Kuantitatif; Nurul, Cyntiani, Adon, Yogo, Rio, Wenny dan Samira (KBI Teknologi Farmasetika), Hannie (KBI Mikrobiologi Farmasi), serta Puji atas kebersamaan, bantuan, dan juga semangat terutama saat penelitian berlangsung. 11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dan doa untuk penulis selama penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis akan senang hati menerima segala kritik dan saran demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis 2012
vii Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Citra Aulia Riyono
NPM
: 0806398026
Departemen
: Farmasi
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Optimasi Analisis untuk Memisahkan Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 6 Juli 2012
Yang menyatakan
(Citra Aulia Riyono)
viii Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Citra Aulia Riyono : Farmasi : Optimasi Analisis untuk Memisahkan Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Pengembangan antibiotik baru yang memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas seperti antibiotik β-laktam baru yaitu aztreonam (monobaktam), imipenem dan meropenem (karbapenem) telah dilakukan untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik. Ada kemungkinan akan muncul terapi kombinasi antara aztreonam, imipenem, atau meropenem di masa mendatang. Metode kromatografi cair kinerja tinggi yang sederhana dan reprodusibel telah dikembangkan untuk memisahkan ketiga senyawa tersebut. Sistem kromatografi terdiri dari kolom Zorbax SBPhenyl (4,55mm x 25cm) dengan fase gerak metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 (1:5). Larutan dideteksi pada panjang gelombang 294 nm dengan laju alir 1,2 mL/menit. Pada tahap validasi, metode dinyatakan linear dengan nilai koefisien korelasi (r) untuk aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut 0,9991, 0,9992, dan 0,9990; presisi dengan nilai koefisien variasi (KV) 1,30%, 1,26%, dan 1,14%, serta akurasi dengan nilai perolehan kembali untuk 3 konsentrasi sebesar 98% - 102%. Metode ini juga memenuhi kriteria uji selektivitas. Pada analisis sampel, kedua sampel simulasi memenuhi akurasi dengan nilai perolehan kembali sebesar 98% - 102% dan nilai koefisien variasi (KV) tidak melebihi 2%. Kata kunci xiv + 76 halaman Daftar pustaka
: aztreonam, imipenem, KCKT, meropenem, optimasi : 7 tabel; 25 gambar; 8 lampiran : 26 (1983-2011)
ix Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Citra Aulia Riyono : Pharmacy : Optimation Analysis to Separate Aztreonam, Imipenem, and Meropenem by High Performance Liquid Chromatography
Development of new antibiotics that have a broader spectrum of activity such as new β-lactam antibiotics; aztreonam (monobactam), imipenem and meropenem (carbapenems) has been performed to overcome the problem of antibiotic resistance. There is possibility of combination therapy will emerge between aztreonam, imipenem, or meropenem in the future. A simple and reproducible high-performance liquid chromatography method was developed to separate these three compounds. Chromatography was performed on a Zorbax SB-Phenyl column (4,55mm x 25cm) under isocratic elution with methanol – potassium dihydrogen phospate pH 6,8 (1:5). Detection was made at 294 nm with analysis was run at a flow-rate of 1,2 mL/min. In validation stage, the calibration curve was linear by r values for aztreonam, imipenem, and meropenem successively 0,9991, 0,9992, and 0,9990, precision by coefficient of variation (CV) were 1,30%, 1,26%, and 1,14%, also accurate by % recovery for 3 concentrations were 98% - 102%. This method also meets the test criteria of selectivity. In the analysis of sample, two simulated samples accurate by % recovery were 98% - 102% and by the coefficient of variation (CV) not more than 2%. Keywords xiv + 76 pages Bibliography
: aztreonam, HPLC, imipenem, meropenem, optimation : 7 tables; 25 figures; 8 appendix : 26 (1983-2011)
x xii
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………........ HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME....................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………………. HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………….. KATA PENGANTAR ……………………………………………………............. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………........................ ABSTRAK ……………………………................................................................... DAFTAR ISI …………………………………........................................................ DAFTAR TABEL …………………………………................................................ DAFTAR GAMBAR ………………………........................................................... DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1.2 Tujuan Penelitian ……………………………….………………. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik β -Laktam …....………………………………….…... 2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) …………………….. 2.3 Validasi Metode Analisis ……………………………………….. 2.4 Tinjauan Pustaka Metode Analisis Aztreonam, Imipenem, atau Meropenem Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ………… BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………… 3.2 Alat dan Bahan ………………………………………………….. 3.3 Tahap Penelitian ………………………………………………… BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Panjang Gelombang Analisis ………………………… 4.2 Optimasi Kondisi Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem …………………………………………………. 4.3 Validasi Metode Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem ……………………………………………………... 4.4 Analisis Sampel …………………………………………………. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………... 5.2 Saran …………………………………………………………….. DAFTAR ACUAN …………………………………………………………….
i ii iii iv v vi viii ix xi xii xiii xiv
xi Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
1 3 4 10 13 16 18 18 21 25 25 27 29 30 30 31
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Data hasil pemilihan komposisi fase gerak untuk aztreonam, imipenem, dan meropenem …………………………………………………………… Tabel 4.2 Data hasil uji kesesuaian sistem dan keberulangan penyuntikan ………….. Tabel 4.3 Data hasil pengukuran kurva kalibrasi standar aztreonam, imipenem, dan meropenem ………………………………………………………………... Tabel 4.4 Data hasil pengukuran akurasi aztreonam, imipenem, dan meropenem …. Tabel 4.5 Data hasil pengukuran presisi aztreonam, imipenem, dan meropenem ….. Tabel 4.6 Data hasil pengukuran uji perolehan kembali dan koefisien variasi sampel simulasi A …………………………………………………………………. Tabel 4.7 Data hasil pengukuran uji perolehan kembali dan koefisien variasi sampel simulasi B ………………………………………………………………….
xii Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
34 35 36 37 39 40 41
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25
Alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) …………………... Spektrum serapan imipenem (A), aztreonam (B), dan meropenem (C) pada spektrofotometer …………………………………………. Kromatogram larutan standar aztreonam ………………………… Kromatogram larutan standar imipenem ………………………….. Kromatogram larutan standar meropenem ……………………….. Kromatogram larutan campuran standar imipenem (A), aztreonam (B), dan meropenem (C) ……...................…………………………. Kromatogram larutan standar aztreonam ………………………… Kromatogram larutan standar imipenem ………………………….. Kromatogram larutan standar meropenem ……………………….. Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C) ..................………………………………... Kromatogram larutan standar aztreonam ………………………… Kromatogram larutan standar imipenem ………………………….. Kromatogram larutan standar meropenem ………………………... Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C) ……..................…………………………... Kromatogram larutan standar aztreonam ………………………… Kromatogram larutan standar imipenem ………………………….. Kromatogram larutan standar meropenem ………………………... Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C) ……..................…………………………... Kromatogram larutan standar aztreonam ………………………… Kromatogram larutan standar imipenem ………………………….. Kromatogram larutan standar meropenem ……………………...….. Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C) ………………………………..................... Hasil uji selektivitas …………………………………….………….. Kromatogram sampel simulasi A, aztreonam (A) dan imipenem (B) ……………………………………………………………......……... Kromatogram sampel simulasi B, aztreonam (A) dan meropenem (B) …………………………………………………………………...
xiii xi Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
Cara memperoleh efisiensi kolom ………………………………… Cara memperoleh resolusi ………………………………………… Cara memperoleh persamaan garis linear ………………………… Cara perhitungan uji perolehan kembali ………………………….. Cara perhitungan koefisien variasi ………………………………... Sertifikat analisis aztreonam ……………………………………… Sertifikat analisis imipenem ……………………………………….. Sertifikat analisis meropenem ……………………………………...
xii Universitas Indonesia xiv Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
67 68 69 70 71 72 73 75
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penggunaan antibiotik di Asia Tenggara sangat tinggi, bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia. Pemakaian antibiotik yang tidak berdasarkan ketentuan menyebabkan tidak efektifnya kemampuan antibiotik tersebut, sehingga kemampuan membunuh kumannya akan berkurang, akibat terjadinya resistensi antibiotik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Bakteri mampu bermutasi sehingga tahan terhadap antibiotik. Banyak penyakit infeksi yang tidak dapat disembuhkan sehingga membahayakan kesehatan masyarakat. Kuman yang sudah resisten dapat menginfeksi siapa pun dan menyebabkan sakit lebih berat, lebih lama, serta memperbesar risiko kematian. Untuk membasmi kuman ini, perlu antibiotik lebih kuat (Permanasari, 2011). Kemoterapi berbagai infeksi bakteri berubah drastis pada awal tahun 1940-an sehubungan dengan munculnya antibiotik β-laktam pertama, yaitu penisilin. Sebelum masa perubahan tersebut, satu-satunya bahan kemoterapi yang ada yaitu sulfonamida yang baru saja dikembangkan. Penisilin memberikan daya terapi yang efektif bagi penyakit-penyakit yang tidak lazim dan hampir secara keseluruhan berakibat fatal seperti meningitis. Penisilin G masih bertahan sebagai antibiotik yang sangat bermanfaat selama 40 tahun sejak pengenalannya. Senyawa tersebut merupakan antibiotik pilihan bagi hampir semua penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri kokus Grampositif, kecuali Staphylococcus. Manfaat klinis penisilin terhadap infeksi Staphylococcus di negara-negara maju tidak terlalu lama, sejak diketahui Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis hampir secara total resisten (Morin dan Gorman, 1995). Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan pengembangan antibiotik baru yang memiliki spektrum aktivitas lebih luas.
1
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
2
Perkembangan mutakhir dalam aspek kimia dan hayati antibiotik βlaktam, telah memberi suatu pemahaman yang lebih baik tentang kerja dan hubungan struktur kimia-aktivitas golongan antibiotik penting ini, serta mendorong kimiawan β-laktam untuk mencoba memodifikasi inti penisilin dan sefalosforin. Penelitian antibiotik β-laktam dengan inti baru, seperti turunan karbapenem menunjukkan sifat-sifat hayati yang unik. Kelompok Takeda dan Squibb menemukan golongan antibiotik β-laktam baru yang dihasilkan oleh bakteri, yaitu monobaktam (Morin dan Gorman, 1995). Antibiotik karbapenem yang beredar di Indonesia adalah imipenem dan meropenem, sedangkan antibiotik monobaktam yang beredar di Indonesia adalah aztreonam. Adapun selain terapi antibiotik tunggal, dapat juga dilakukan terapi kombinasi dari dua antibiotik karena adanya jaminan efek pengobatan yang lebih baik, tindakan sinergis dari kombinasi tersebut terhadap patogen tertentu, dan adanya infeksi polimikroba yang tidak dapat diobati dengan terapi tunggal (Bouza dan Munoz, 2000). Ampiclox merupakan contoh kombinasi antibiotik β-laktam yang mengandung ampisilin dan kloksasilin yang keduanya merupakan turunan penisilin (Adekele, Coker, Oluwagbohum, dan Fatoyinbo, 2010). Tidak menutup kemungkinan akan muncul terapi kombinasi antara aztreonam, imipenem, atau meropenem di masa mendatang, sehingga diperlukan metode analisis yang dapat memisahkan ketiga senyawa tersebut. Uji antibiotik secara konvensional telah dilakukan dengan uji mikrobiologi, tetapi sekarang ini dilakukan juga uji dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) secara luas sebagai metode alternatif (Pilkiewicz, Remsburg, Fisher, dan Sykes, 1983). Untuk menetapkan kadar obat diperlukan suatu metode analisis yang memiliki tingkat selektivitas dan sensitivitas yang tinggi, serta nilai akurasi dan presisi yang tinggi. Untuk mendapatkan hasil tersebut, metode analisis yang digunakan harus divalidasi. Metode validasi bertujuan untuk memastikan bahwa metode analisis yang akan divalidasi, parameternya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Indrayanto, 1994).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
3
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk analisis imipenem, meropenem, dan aztreonam adalah dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena memiliki kecepatan analisis yang baik dan kemampuan untuk memisahkan metabolit obat (Pilkiewicz, Remsburg, Fisher, dan Sykes, 1983). Penelitian ini akan mengadaptasi dan memodifikasi metode yang ada dan melakukan validasi metode sehingga dapat diterapkan untuk analisis aztreonam, imipenem, dan meropenem di masa yang akan datang.
1.2 Tujuan Penelitian 1. Memperoleh perubahan waktu retensi, N, HETP, dan R akibat perubahan fase gerak. 2. Optimasi
analisis untuk
memisahkan aztreonam,
imipenem,
dan
meropenem.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik β-laktam Antibiotik merupakan senyawa kimia yang sangat penting dalam bidang kedokteran terutama digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri di dalam tubuh manusia. Menurut definisi, antibiotik adalah senyawa kimia yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Razzak, Hermanto, dan Priambodo, n.d.). Penemuan penisilin secara kebetulan sebagai hasil sampingan pencemaran laboratorium Fleming (1929) telah membuka era farmakologi modern. Mekanisme aksi antibiotik penisilin dan β-laktam lain yaitu dengan menghasilkan beberapa protein spesifik, protein pengikat penisilin (PPP), mengakibatkan penghambatan perakitan dinding sel (Morin dan Gorman, 1995).
2.1.1 Monobaktam Monobaktam merupakan golongan antibiotik β-laktam baru, dihasilkan dari berbagai galur bakteri Gram-negatif, diantaranya Chromobacterium violaceum. Ciri antibiotik ini adalah adanya bagian baru asam 3-asilamino-2oksoazetidina-1-sulfonat (Morin dan Gorman, 1995).
2.1.1.1Aztreonam a. Monografi O
S
H2N
H
CH3
N H
N
N
N O
HOOC
O
SO3H
CH3 CH3
[Sumber: Clarke's Analysis of Drugs and Poisons, 2005]
Gambar 1. Rumus struktur aztreonam
4
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
5
Nama lain: AZT; Azactam; Azonam; Aztreon; Primbactam; Urobactam. C13H17N5O8S2; BM = 435,4 Pemerian: Serbuk kristal putih tidak berbau. Terurai pada 227°. Kelarutan: Sangat sedikit larut dalam alkohol dehidrasi, sedikit larut dalam metanol, larut dalam dimetilformamida dan dimetilsulfoksida, praktis tidak larut dalam kloroform, etil asetat dan toluena (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2005).
b. Kimia Aztreonam merupakan antibiotik pertama dari kelas monobaktam. Obat ini memiliki sebuah inti asam aminomonobaktamat dengan kelompok asam sulfonat pada posisi 1 yang mengaktivasi kelompok karbonil β-laktam. Pada posisi 4, terdapat α-metil yang berguna untuk stabilitas cincin terhadap hidrolisis β-laktamase. Kelompok aminothiazol oksim pada posisi 3 memberi aktivitas melawan bakteri Gram-negatif. Bagian asam karboksilat dan kelompok metil yang ada pada rantai samping memberikan peningkatan aktivitas melawan spesies Pseudomonas. Modifikasi struktur ini membuat aztreonam kehilangan aktivitas sepenuhnya terhadap organisme Gram-positif dan anaerob (Orlicek, 1999).
c. Mekanisme Aksi Aztreonam mudah melewati membran luar organisme Gram-negatif dan merupakan agen bakterisida. Obat ini mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat secara khusus protein pengikat penisilin-3 yang merupakan sekat peptidoglikan transpeptidase untuk Enterobacteriaceae, Pseudomonas, dan basil gram negatif aerobik lainnya. Sebagai hasil dari pengikatan, aztreonam menyebabkan pemanjangan struktur atau filamen pada struktur yang mengalami lisis dan kematian sel. Aztreonam merupakan pengikat yang lemah terhadap protein pengikat penisilin dari bakteri Gram-positif dan bakteri anaerob, sehingga obat ini tidak aktif melawan jenis organisme tersebut (Orlicek, 1999).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
6
d. Spektrum Aktivitas Aztreonam aktif secara spesifik melawan bakteri gram negatif fakultatif ataupun aerob. Secara umum, spektrum aktivitas aztreonam mirip dengan aminoglikosida kecuali aztreonam menunjukkan tidak ada aktivitas terhadap bakteri
Gram-positif
sedangkan
aminoglikosida
aktif
terhadap
Staphylococcus aureus. Jenis yang rentan termasuk Enterobacteriaceae, khususnya Escherichia
coli,
Pseudomonas
aeruginosa,
dan
spesies
Enterobacter, Serratia, dan Citrobacter. Aztreonam efektif bahkan terhadap jenis bakteri yang resisten terhadap penisilin, sefalosporin lama, dan aminoglikosida. Selain itu, aztreonam aktif melawan Neisseria gonorrhoeae dan Haemophilus influenzae, termasuk jenis-jenis yang menghasilkan βlaktamase. Aztreonam memiliki aktivitas yang tidak berarti terhadap bakteri gram positif dan gram negatif anaerob bakteri, termasuk Bacteroides dan spesies Prevotella (Davis, 1997).
2.1.2 Karbapenem Karbapenem merupakan antibiotik β-laktam yang menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat protein pengikat penisilin (Legrand et al., 2008). Seluruh antibiotik karbapenem memiliki 6-alkil atau tersubstitusi substituen alkil, dan rantai samping ini dapat berorientasi cis ataupun trans terhadap substituen di sekitar cincin azetidinon (Morin dan Gorman, 1995). Antibiotik karbapenem memiliki spektrum aktivitas antibakteri terluas dibandingkan dengan antibiotik β-laktam golongan lain yang ada saat ini (Darville, 1999).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
7
1.1.2.1 Imipenem a. Monografi CO 2H O
NH
N
H3C
S
H
. H2 O
HN
H
[Sumber: British Pharmacopoeia, 2009]
Gambar 2. Rumus struktur imipenem
Nama lain: Imipemide; IMP; N-formimidoylthienamycin. C12H17N3O4S,H2O; BM = 317,4 Pemerian: Serbuk putih atau hampir putih atau kuning pucat. Kelarutan: Sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam metanol (The Departement of Health, 2009)
b. Kimia Imipenem terhidrolisis di dalam ginjal oleh dehidropeptidase-1 (DHP1), tidak seperti meropenem dan ertapenem yang secara alami tahan terhadap DHP-1 karena memiliki gugus 1-p-metil (Legrand et al., 2008).
c. Mekanisme Aksi Mekanisme kerja antibiotik kelas karbapenem sama seperti antibiotik βlaktam lainnya, yaitu terikat kepada protein pengikat penisilin dan secara kompetitif menghambat transpeptidase yang bertanggung jawab untuk sintesis peptidoglikan yang terlibat dalam pembentukan dan perbaikan dinding sel bakteri. Gangguan sintesis dinding sel menyebabkan kematian mikroorganisme (Blumer, 1996).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
8
d. Spektrum Aktivitas Imipenem memiliki spektrum aktivitas in vitro yang sangat luas, termasuk aktivitas terhadap organisme Gram-positif dan Gram-negatif baik aerobik maupun anaerobik, dan stabil terhadap hidrolisis oleh beta-laktamase yang dihasilkan oleh kebanyakan spesies bakteri. Di antara bakteri Gramnegatif, imipenem aktif terhadap banyak jenis dari Enterobacteriaceae, termasuk Citrobacter dan Enterobacter spp., Escherichia coli, Salmonella, Serratia, Shigella, dan Yersinia spp. Imipenem juga aktif terhadap Acinetobacter Haemophilus
spp.
dan
influenzae
Campylobacter dan Neisseria
jejuni, spp.,
dan
juga
termasuk
terhadap
galur
yang
memproduksi beta-laktamase (Sweetman, 2009).
2.1.2.2 Meropenem a. Monografi
.3 H 2O
[Sumber: Blumer, 1996]
Gambar 3. Rumus struktur meropenem
Nama lain: Meropenem anhydrous; Meropenemum; Meronem; Merrem. C17H25N3O5S.3H2O; BM = 437,5 Pemerian: Kristal tak berwarna hingga berwarna putih. Kelarutan: Sedikit larut dalam air, sangat sedikit larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam aseton dan dalam eter; larut dalam dimetilformamida dan dalam larutan kalium fosfat monobasa 5% (Sweetman, 2009).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
9
b. Kimia Meropenem merupakan salah satu diantara agen antimikroba β-laktam semi sintetik yang termasuk ke dalam kelas karbapenem. Meropenem berbeda secara kimia dari imipenem, yaitu dengan adanya gugus 1-p-metil dalam bagian karbapenem dan substitusi rantai samping posisi 2’. Gugus 1-p-metil memberikan stabilitas terhadap dehidropeptidase-1 (DHP-1), yaitu enzim yang dapat menghidrolisis imipenem. Rantai samping pada posisi 2’ meropenem berfungsi untuk meningkatkan aktivitas melawan P. aeruginosa (Blumer, 1996).
c. Mekanisme Aksi Mekanisme kerja antibiotik kelas karbapenem sama seperti antibiotik βlaktam lainnya, yaitu terikat kepada protein pengikat penisilin dan secara kompetitif menghambat transpeptidase yang bertanggung jawab untuk sintesis peptidoglikan yang terlibat dalam pembentukan dan perbaikan dinding sel bakteri. Gangguan sintesis dinding sel menyebabkan kematian mikroorganisme (Blumer, 1996).
d. Spektrum Aktivitas Penelitian menunjukkan meropenem mempenetrasi Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa. Meropenem memiliki spektrum aktivitas antibakteri luas yang meliputi sebagian besar dari bakteri aerob, bakteri kritis nutrisi, dan bakteri anaerob. Spektrum aktivitas meropenem mirip dengan imipenem. Namun, meropenem lebih aktif secara in vitro dari imipenem terhadap Enterobacteriaceae dan Gram-negatif aerob dan sedikit kurang aktif terhadap beberapa Gram-positif kokus aerob. Meropenem juga menunjukkan aktivitas terhadap galur organisme anaerob yang resisten terhadap cefoxitin, klindamisin dan metronidazol (Blumer, 1996).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
10
2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 2.2.1 Teori Kromatografi
dapat
didefinisikan
sebagai
pemisahan
campuran
berdasarkan perbedaan distribusi antara dua atau lebih fase terlarut. Beberapa fase terlarut diantaranya adalah gas-cair, gas-padat, cair-cair, cair-padat, gascair-padat, dan cair-cair-padat (Wellings, 2006). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas (gas chromatography) dan kromatografi cair (liquid chromatography) (Harmita, 2006). Terdapat dua macam variasi yang digunakan dalam KCKT tergantung dari polaritas pelarut dan fase diam, yaitu (Clark, 2007): a. Fase normal Kolom diisi dengan silika, dan menggunakan pelarut non polar seperti heksan. Kolom yang biasa digunakan memiliki diameter dalam 4,6 mm (atau lebih kecil) dan memiliki panjang 150 – 250 mm. Campuran senyawa polar akan tertahan lebih lama di dalam kolom silika dibandingkan dengan senyawa non polar. Sehingga senyawa non polar akan keluar dari kolom lebih cepat. b. Fase terbalik Pada KCKT fase terbalik, ukuran kolom yang digunakan sama dengan fase normal, namun partikel silika dimodifikasi untuk menjadikannya non polar dengan melekatkan rantai karbon yang panjang pada permukaannya, umumnya C-8 atau C-18. Pelarut yang digunakan adalah yang bersifat polar, seperti campuran air dan alkohol, contohnya metanol. Pada fase ini akan terjadi interaksi antara pelarut polar dengan senyawa polar dalam campuran bahan, senyawa polar dalam bahan tidak akan tertahan di dalam kolom, karena kolom bersifat non polar. Sehingga senyawa polar akan keluar lebih cepat dari kolom.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
11
Keuntungan KCKT antara lain (Harmita, 2006): a. Waktu analisis cepat Waktu yang diperlukan biasanya kurang dari satu jam, seringkali hanya 15 menit hingga 30 menit. Untuk analisis yang mudah waktu yang diperlukan kurang dari 5 menit. b. Daya pisahnya baik c. Peka Kepekaannya sangat tergantung pada jenis detektor dan eluen yang digunakan. d. Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi e. Kolom dapat dipakai kembali f. Dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil g. Mudah untuk memperoleh kembali cuplikan Tidak seperti kebanyakan detektor dalam kromatografi gas, detektor KCKT tidak merusak komponen zat yang dianalisis, sehingga zat yang telah dielusi dapat dikumpulkan dengan mudah setelah melewati detektor. h. Dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah Hal ini sangat bergantung kepada detektor yang digunakan, namun detektor KCKT dapat mendeteksi zat sampai dengan kadar ppt (part per trillion).
2.2.2 Alat (Harmita, 2006) Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri dari: a. Pompa Pompa berfungsi untuk mengalirkan eluen ke dalam kolom. b. Injektor Injektor berfungsi untuk memasukkan suplikan ke dalam kolom. c. Kolom Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kolom standar mempunyai diameter dalam antara 4-5 mm. Panjang kolom biasanya berkisar antara 5-100 cm. Bertambahnya panjang kolom akan mengakibatkan waktu retensi bertambah, dan pemisahan yang semakin baik. Diameter kolom dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kolom analitik (diameter dalam 2-6 mm)
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
12
dan kolom preparatif (diameter dalam 6 mm atau lebih). Bahan pengisi kolom dapat berupa partikel bulat atau tidak teratur. Fase gerak yang digunakan harus selektif terhadap komponen yang dikehendaki dan tidak kental agar dapat memperkecil penurunan tegangan. Tekanan kolom timbul akibat hambatan terhadap eluen. d. Detektor Detektor berfungsi untuk mendeteksi atau mengidentifikasi komponen yang ada dalam eluat dan mengukur jumlahnya. e. Integrator Integrator berfungsi untuk menghitung luas puncak.
2.2.3 Fase Gerak (Johnson, 1991) Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Fase gerak haruslah: a. Murni, tanpa cemaran b. Tidak bereaksi dengan kemasan c. Sesuai dengan detektor d. Dapat melarutkan cuplikan e. Mempunyai viskositas rendah f. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan g. Harganya wajar
2.2.4 Analisis Kuantitatif (Harmita, 2006) Dasar perhitungan kuantitatif untuk suatu komponen zat yang dianalisis adalah dengan mengukur luas puncaknya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu: a. Baku luar (dengan kurva kalibrasi dan perbandingan luas puncak) Larutan baku dengan berbagai konsentrasi disuntikkan dan diukur luas puncaknya. Buat kurva kalibrasi antara luas puncak terhadap konsentrasi. Kadar sampel diperoleh dengan cara memplot luas puncak sampel pada kurva kalibrasi baku atau dengan perbandingan langsung. Kekurangan metode ini
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
13
adalah diperlukan baku yang murni serta ketelitian dalam pengenceran dan penimbangan. b. Baku dalam Sejumlah baku dalam ditambahkan pada sampel dan standar. Kemudian larutan campuran komponen standar dan baku dalam dengan konsentrasi tertentu disuntikkan dan hitung perbandingan luas puncak kedua zat tersebut. Buat kurva baku antara perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi komponen standar. Kadar sampel diperoleh dengan memplot perbandingan luas puncak komponen sampel dengan baku dalam pada kurva standar. Keuntungan menggunakan cara ini adalah kesalahan volume injeksi dieliminer. Kesulitan cara ini adalah diperlukan baku dalam yang tepat.
2.3 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2006). Parameter tersebut adalah: a. Kecermatan/Akurasi Kecermatan atau akurasi dari suatu prosedur analitis mengungkapkan kedekatan hasil antara nilai yang diterima baik sebagai nilai sebenarnya atau sebagai nilai referensi yang dapat diterima dan nilai ditemukan. Kecermatan dinyatakan
sebagai
persen
perolehan
kembali
dengan
pengujian
menggunakan prosedur analitis yang diusulkan dari jumlah analit yang ditambahkan ke dalam sampel (Chan, Lam, Lee, & Zhang, 2004). Cara penentuan kecermatan / akurasi: a) Cara absolut b) Cara adisi Syarat akurasi yang baik: 98% - 102%, untuk sampel hayati (biologis/nabati) : ± 10% (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
14
b. Keseksamaan/Presisi Menurut
ICH
(International
Conference
on
Harmonization),
keseksamaan atau keterulangan dari prosedur analisis mengungkapkan kedekatan antara serangkaian pengukuran yang diperoleh dari beberapa sampel dalam homogenitas yang sama di bawah kondisi yang ditentukan (Chan, Lam, Lee, & Zhang, 2004). Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien
variasi).
Keseksamaan
dapat
dinyatakan
sebagai
keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih 2% (Harmita, 2006). c. Selektivitas/Spesifisitas Menurut ICH, spesifisitas adalah kemampuan untuk menilai secara tepat suatu analit yang diharapkan berada di dalam komponen. Sebagian besar metode yang terkait dengan suatu senyawa akan digunakan untuk uji stabilitas, oleh sebab itu senyawa tersebut harus menunjukkan stabilitasnya dalam metode tersebut. Stabilitas dalam hal ini adalah metode yang digunakan harus memiliki spesifisitas yang cukup untuk memisahkan semua substansi terkait dan substansi obat dari substansi lainnya (Chan, Lam, Lee, & Zhang, 2004). Selektivitas sering kali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2006). d. Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
15
adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit (Harmita, 2006). e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Menurut ICH, batas kuantitasi dari suatu prosedur analisis adalah nilai terkecil dari analit di dalam suatu sampel yang masih dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang sesuai (Chan, Lam, Lee, & Zhang, 2004). Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2006). f. Ketangguhan Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan paramater uji yang sama (Harmita, 2006). g. Kekuatan Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan suatu metodologi yang kecil dan terus-menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek pada presisi dan akurasi (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
16
2.4 Tinjauan Pustaka Metode Analisis Aztreonam, Imipenem, atau Meropenem secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2.4.1 Aztreonam (The USP Convention Inc, 2008) Larutan buffer 6,8 mg/mL kalium fosfat monobasa dalam air; sesuaikan dengan 1 M asam fosfat hingga pH 3,0 ± 0,1. Fase gerak metanol – buffer (1:4). Larutan standar 1 mg/mL USP Aztreonam RS dalam fase gerak. Larutan kesesuaian sistem 0,2 mg/mL USP Aztreonam RS dan 0,2 mg/mL USP Aztreonam E-Isomer RS dalam fase gerak. Larutan sampel 1 mg/mL Aztreonam dalam fase gerak. Detektor UV 270 nm. Kolom 2 mm x10 cm, packing L2. Laju alir 1,5 mL/min. Volume injeksi 20 µl.
2.4.2 Imipenem (The USP Convention Inc, 2008) Pembuatan larutan A: 0,135 mg/mL kalium fosfat monobasa di dalam air. Sesuaikan pH dengan 0,5 N NaOH atau dengan 0,5 M asam fosfat hingga pH mencapai pH 6,8 ± 0,1. Fase gerak: 2,0 mg/mL natrium 1-heksansulfonat dalam larutan A. Sesuaikan pH dengan 0,5 N NaOH atau dengan 0,5 M asam fosfat hingga pH mencapai 6,8 ± 0,1. Larutan standar A: 500 µg/mL imipenem dari USP Imipenem Monohidrat RS dalam saline, 0,1% larutan natrium bikarbonat, dan larutan A (5:0,5:19,95). Larutan standar B: 500 µg/mL cilastatin dari USP Cilastatin Ammonium Salt RS dalam saline, 0,1% larutan natrium bikarbonat, dan larutan A (5:0,5:19,95). Larutan sampel: 500 µg/mL imipenem di dalam larutan A. Detektor UV 254 nm. Kolom 4,6 mm x 30 cm, packing L1. Laju alir 2 mL/min. Temperatur 50 ± 1,0oC. Volume injeksi 10 µl.
2.4.3 Meropenem (The USP Convention Inc, 2008) Pembuatan asam fosfat encer: asam fosfat dan air (1:9). Pembuatan Larutan A: encerkan 15 mL tetrabutilamonium hidroksida (25% di dalam air) dengan air 750 mL. Sesuaikan pH dengan asam fosfat encer hingga pH 7,5 ± 0,1. Fase gerak: asetonitril – metanol – larutan A (15:10:75). Larutan standar: 0,11 mg/mL USP Meropenem RS dalam fase gerak. Larutan sampel:
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
17
pindahkan sampel Meropenem (bentuk injeksi) ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air hingga batas labu ukur, kocok. Encerkan dari larutan ini dengan fase gerak untuk memperoleh konsentrasi sampel 0,1 mg/mL. Larutan kesesuaian menggunakan larutan standar. Detektor UV 300 nm. Kolom 4,6 mm x 25 cm; 5 µm packing L1. Laju alir 1,5 mL/min. Volume injeksi 20 µl.
2.4.4 Meropenem (Narala dan Saraswathi, 2011) Metode isokratik menggunakan kolom C18 (5µ, 250mm x 4,6mm) sebagai fase stasioner dengan volume injeksi 20µl. Fase gerak terdiri dari metanol dan 0,01 M kalium dihidrogen fosfat (pH disesuaikan hingga mencapai pH 3 dengan asam ortofosfat) dengan perbandingan 2:1; laju alir 1,0 mL/menit. Detektor UV 290 nm.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
18
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Analisis Kuantitatif dan laboratorium-laboratorium penunjang lainnya di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, selama 3 bulan dari Maret 2012 hingga Mei 2012.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu) terdiri dari pompa (LC-6A), injektor manual, kolom Phenyl (Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm), detektor UV (SPD-6A), dan pengolah data pada komputer (CBM-102); spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1610); timbangan analitik (AND GR-202); pH meter (Eutech Instruments); penyaring eluen (Whatman); penghilang gas (Elmasonic S60H); syringe (Hamilton); mikropipet (Socorex); alat-alat gelas.
3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Bahan baku Aztreonam (High Hope Int’l Group Jaingsu Knitwear & Home-Textiles Imp.&Exp.Corp Ltd); imipenem (Orchid Chemicals & Pharmaceuticals Ltd.); meropenem (Orchid Chemicals & Pharmaceuticals Ltd); kalium dihidrogen fosfat (Merck); natrium hidroksida (Merck); asam fosfat (Merck); metanol (Merck); aquabidestilata (Otsuka); natrium karbonat (J.T.Baker); sampel simulasi aztreonam – imipenem (dibuat sendiri); sampel simulasi aztreonam meropenem (dibuat sendiri).
3.2.2.2 Fase Gerak untuk KCKT a. Fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) pH 3,0 ± 0,1 (1:3)
18
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
19
Dicampurkan 125 mL metanol dengan 375 mL larutan KH2PO4 10mmol pH 3,0 yang diatur dengan 0,5 M asam fosfat. Sebelum digunakan, fase gerak disaring melalui membran 0,45 µm dan dilakukan proses penghilangan gas. b. Fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) pH 6,8 ± 0,1 (1:3) Dicampurkan 125 mL metanol dengan 375 mL larutan KH2PO4 10mmol pH 6,8 yang diatur dengan 0,5 M natrium hidroksida. Sebelum digunakan, fase gerak disaring melalui membran 0,45 µm dan dilakukan proses penghilangan gas. c. Fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) pH 6,8 ± 0,1 (1:4) Dicampurkan 100 mL metanol dengan 400 mL larutan KH2PO4 10mmol pH 6,8 yang diatur dengan 0,5 M natrium hidroksida. Sebelum digunakan, fase gerak disaring melalui membran 0,45 µm dan dilakukan proses penghilangan gas. d. Fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Dicampurkan 100 mL metanol dengan 500 mL larutan KH2PO4 10mmol pH 6,8 yang diatur dengan 0,5 M natrium hidroksida. Sebelum digunakan, fase gerak disaring melalui membran 0,45 µm dan dilakukan proses penghilangan gas. e. Fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) pH 6,8 ± 0,1 (1:6) Dicampurkan 100 mL metanol dengan 600 mL larutan KH2PO4 10mmol pH 6,8 yang diatur dengan 0,5 M natrium hidroksida. Sebelum digunakan, fase gerak disaring melalui membran 0,45 µm dan dilakukan proses penghilangan gas.
3.2.2.3 Larutan Induk a. Larutan induk aztreonam Senyawa aztreonam ditimbang seksama lebih kurang 10 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan air,
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
20
dicukupkan volumenya hingga batas sehingga diperoleh konsentrasi 56 µg/mL. Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan fase gerak hingga batas dan diperoleh konsentrasi 5,6 µg/mL.
b. Larutan induk imipenem Senyawa baku imipenem ditimbang seksama lebih kurang 10 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan air, dicukupkan volumenya hingga batas sehingga diperoleh konsentrasi 10 µg/mL. Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan fase gerak hingga batas dan diperoleh konsentrasi 10 µg/mL.
c. Larutan induk meropenem Senyawa baku meropenem ditimbang seksama lebih kurang 10 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan air, dicukupkan volumenya hingga batas sehingga diperoleh konsentrasi 10 µg/mL. Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan fase gerak hingga batas dan diperoleh konsentrasi 10 µg/mL.
d. Larutan induk campuran Senyawa baku aztreonam, imipenem, dan meropenem ditimbang seksama masing-masing lebih kurang 10 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan air, dicukupkan volumenya hingga batas sehingga diperoleh konsentrasi aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut 56 µg/mL, 10 µg/mL, dan 10 µg/mL. Kemudian dipipet 1,0 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan fase gerak hingga batas dan didapatkan konsentrasi aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut 5,6 µg/mL, 10 µg/mL, dan 10 µg/mL.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
21
3.3 Tahap Penelitian 3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Analisis Dibuat larutan induk aztreonam, imipenem, atau meropenem dan diencerkan dengan air hingga diperoleh konsentrasi masing-masing 10 µg/mL kemudian diukur spektrum serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis dan dibuat spektrum serapannya. Nilai panjang gelombang optimum dipilih untuk analisis.
3.3.2 Optimasi Kondisi Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem 3.3.2.1 Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis Larutan yang mengandung aztreonam, imipenem, atau meropenem dengan konsentrasi berturut-turut 5,7 µg/mL, 10 µg/mL, dan 10 µg/mL masing-masing disuntikkan sebanyak 20,0 μL ke alat KCKT dengan fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3) sebagai kondisi awal. Selanjutnya, masing-masing disuntikkan 20,0 μL larutan ke alat KCKT dengan fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) sebagai kondisi awal. Kemudian masing-masing disuntikkan 20,0 μL larutan ke alat KCKT
dengan fase gerak metanol – larutan kalium
dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) sebagai kondisi awal. Masing-masing disuntikkan 20,0 μL larutan ke alat KCKT dengan fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) sebagai kondisi awal. Kemudian dilaksanakan perlakuan yang sama dengan menggunakan fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) sebagai kondisi awal. Untuk pemilihan metode, laju alir yang digunakan sebesar 1,2 mL/menit dan hasil elusi dideteksi pada panjang gelombang analisis. Catat waktu retensi, nilai N, HETP, R aztreonam, imipenem, atau meropenem yang diperoleh. Bandingkan hasil analisis yang diperoleh dari fase gerak pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
22
3.3.2.2 Uji Kesesuaian Sistem Larutan campuran yang mengandung aztreonam dengan konsentrasi 5,6 µg/mL, imipenem dengan konsentrasi 10 µg/mL, dan meropenem dengan konsentrasi 10 µg/mL disuntikkan sebanyak 20,0 μL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Catat waktu retensi, hitung nilai N, HETP, dan R yang diperoleh, serta presisi pada enam kali penyuntikkan.
3.3.3 Validasi Metode Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem 3.3.3.1 Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar, penentuan koefisien korelasi (r) Ditimbang seksama lebih kurang 40 mg aztreonam, 20 mg standar imipenem, dan 20 mg standar meropenem kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Zat dilarutkan dengan air, lalu dicukupkan volumenya hingga batas. Kemudian larutan di atas diencerkan dengan fase gerak hingga didapatkan seri konsentrasi aztreonam 4,60; 9,20; 11,50; 13,80; 16,10; 18,40 µg/mL, imipenem 4,02; 8,04; 10,05; 12,06; 14,07; 16,08 µg/mL, dan meropenem 4,04; 8,08; 10,10; 12,12; 14,14; 16,16 µg/mL. Masing-masing larutan dengan seri konsentrasi tersebut disuntikkan sebanyak 20,0 μL ke alat KCKT sebanyak dua kali dan dihitung nilai rata-ratanya. Kurva kalibrasi dibuat antara konsentrasi larutan standar campuran aztreonam, imipenem, dan meropenem dengan area kromatogram. Dari data yang diperoleh dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r).
3.3.3.2 Uji selektivitas Uji selektivitas dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan yang mengandung plasebo serbuk injeksi untuk melihat kemungkinan gangguan dari eksipien pada daerah waktu retensi setiap zat aktif. Hasil kromatogram larutan hasil uji selektivitas tidak boleh mengandung gangguan di sekitar waktu retensi zat aktif, baik aztreonam, imipenem, maupun meropenem serta tetap terpisah dengan baik walaupun ada komponen lain.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
23
3.3.3.3 Uji akurasi Uji akurasi dilakukan pada kadar aztreonam, imipenem, dan meropenem sebesar 80%, 100%, dan 120%. Dibuat formulasi plasebo serbuk injeksi, kemudian ditimbang sejumlah standar aztreonam, imipenem, dan meropenem hingga diperoleh kadar 80%, 100%, dan 120%. Lakukan pengenceran hingga konsentrasi tertentu dengan fase gerak. Suntikkan larutan sebanyak tiga kali masing-masing 20,0 μL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Dihitung nilai % perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasinya (KV).
3.3.3.4 Uji presisi Uji presisi dilakukan dengan dibuat formulasi plasebo serbuk injeksi dengan konsentrasi zat aktif sebesar 100% sebanyak enam kali penimbangan. Dihitung nilai % perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasinya (KV).
3.3.4 Analisis Sampel Pengukuran uji perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasi (KV) aztreonam dan imipenem, serta aztreonam dan meropenem dilakukan dengan menggunakan sampel simulasi aztreonam – imipenem, serta sampel simulasi
aztreonam
–
meropenem
yang
dibuat
sendiri.
Menurut
Kasiviswanathan, komposisi farmasi yang mengandung karbapenem dan aztreonam masing-masing dalam rentang dosis 0,25 g sampai dengan 0,75 g serta mengandung eksipien farmasi yang dapat diterima (Kasiviswanathan, 2011). Oleh karena itu, dibuat sampel simulasi aztreonam – imipenem dengan perbandingan 1:1 dan sampel simulasi aztreonam – meropenem dengan perbandingan 1:1. Pada sampel simulasi aztreonam dan imipenem, ditimbang seksama lebih kurang 500 mg aztreonam dan 250 mg standar imipenem. Sampel simulasi dimasukkan ke dalam labu 100,0 mL, dilarutkan dengan air hingga batas, lalu diencerkan dengan fase gerak hingga diperoleh konsentrasi tertentu. Pada sampel simulasi aztreonam dan meropenem, ditimbang seksama lebih kurang 500 mg aztreonam, 210 mg standar meropenem, dan 40
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
24
mg natrium karbonat. Sampel dimasukkan ke dalam labu 100,0 mL, dilarutkan dengan air hingga batas, lalu diencerkan dengan fase gerak hingga diperoleh konsentrasi tertentu. Kedua larutan disuntikkan sebanyak 3 kali ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Hitung nilai perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasi (KV) aztreonam dan imipenem, serta aztreonam dan meropenem dalam kedua sampel simulasi.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Panjang Gelombang Analisis Pada
penelitian
ini,
pemilihan
panjang
gelombang
analisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Setiap zat aktif dibuat spektrum serapannya pada konsentrasi 10 μg/mL, di-overlay, kemudian ditentukan panjang gelombang optimumnya. Panjang gelombang optimum terpilih adalah 294 nm. Panjang gelombang tersebut dipilih karena kedua zat memiliki panjang gelombang optimum yang sama, yaitu aztreonam dan imipenem. Sedangkan, meropenem memiliki panjang gelombang optimum yang berdekatan dengan panjang gelombang optimum aztreonam dan imipenem. Spektrum serapan gabungan zat aztreonam, imipenem, dan meropenem pada spektrofotometer dapat dilihat pada Gambar 4.2.
4.2 Optimasi Kondisi Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem 4.2.1 Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis Untuk mendapatkan kondisi optimal analisis, diadakan pemilihan komposisi fase gerak terbaik untuk analisis campuran aztreonam, imipenem, dan meropenem. Kondisi yang pertama terdiri dari fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3). Kondisi yang kedua terdiri dari fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3). Kondisi yang ketiga terdiri dari fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4). Kondisi yang keempat terdiri dari fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5). Kondisi yang kelima terdiri dari fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6). Laju alir yang digunakan sebesar 1,2 mL/menit. Pemilihan pH larutan kalium dihidrogen fosfat yang digunakan sebagai fase gerak yaitu berdasarkan nilai pKa aztreonam, imipenem, dan meropenem. Nilai pKa aztreonam kurang dari 2, pKa imipenem 3,2 dan 9,9, dan pKa meropenem 2,9 dan 7,4. Oleh karena itu, pH yang dipilih adalah 6,8.
25
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
26
Kondisi yang dipilih untuk analisis adalah kondisi keempat dengan fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 (1:5). Kondisi pertama tidak dipilih karena pada analisis campuran ketiga zat, puncak imipenem pecah akibat ketidakstabilan cincin β-laktam pada pH asam. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa cincin β-laktam sensitif asam dan akan terdegradasi pada pH rendah dengan mekanisme yang lebih kompleks (Woster, n.d.). Kondisi kedua dan ketiga tidak dipilih karena memiliki nilai N serta resolusi yang lebih kecil daripada kondisi keempat. Analisis campuran tidak menggunakan kondisi fase gerak kelima sebab waktu analisis yang lebih panjang
dibandingkan
dengan
kondisi
fase
gerak
keempat.
Hasil
kromatogram optimasi kondisi analisis dapat dilihat pada Gambar 4.3 sampai dengan Gambar 4.22.
4.2.2 Uji Kesesuaian Sistem Sebelum dilakukan validasi metode analisis, terlebih dahulu dilakukan uji kesesuaian sistem untuk memberikan jaminan bahwa kromatografi yang akan digunakan akan bekerja dengan baik selama analisis berlangsung (FDA, 1994). Pada metode terpilih, dilakukan uji kesesuaian sistem sebanyak 6 kali penyuntikan larutan campuran aztreonam, imipenem, dan meropenem. Konsentrasi larutan aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut sebesar 5,6 µg/mL, 10,1 µg/mL, dan 10,1 µg/mL. Dari hasil penyuntikan, diperoleh waktu retensi dan area masing-masing zat kemudian dihitung perbandingan area setiap zat aktif. Waktu retensi setiap zat mulai dari aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut adalah 1,8 menit, 3,0 menit, dan 7,3 menit untuk fase gerak terpilih, yaitu fase gerak metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 (1:5). Koefisien variasi yang didapat dari uji kesesuaian sistem untuk aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut adalah 1,43%, 1,68%, dan 1,62%. Hasil statistik uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
27
4.3 Validasi Metode Analisis Campuran Aztreonam, Imipenem, dan Meropenem 4.3.1 Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar, penentuan koefisien korelasi (r) Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan konsentrasi analit yang diketahui. Cara mendapatkan persamaan kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 Rumus 4.5. Pada percobaan, diperoleh persamaan kurva kalibrasi y = 13345,99x – 5210,36 untuk aztreonam, y = 21849,70x – 25946,3 untuk imipenem, dan y = 19253,74x – 32189,97 untuk meropenem. Koefisien regresi yang diperoleh adalah r = 0,9991 untuk aztreonam, r = 0,9992 untuk imipenem, dan r = 0,9990 untuk meropenem. Nilai r untuk ketiga zat memenuhi standar linearitas yang ditetapkan yaitu lebih besar sama dengan 0,999 (FDA, 1994). Hasil statistik untuk kurva kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.
4.3.2 Uji selektivitas Selektivitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2006). Dalam suatu sediaan serbuk injeksi komponen lain yang mungkin terdapat dalam sampel adalah eksipien-eksipien serbuk injeksi. Oleh sebab itu, untuk menguji selektivitas disuntikkan larutan yang mengandung eksipien plasebo serbuk injeksi yang dilarutkan menggunakan air kemudian diencerkan dengan fase gerak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini selektif karena tidak terdapat gangguan dari eksipien plasebo pada waktu retensi zat aktif, baik aztreonam, imipenem, atau meropenem. Hasil uji selektivitas dapat dilihat pada Gambar 4.23.
4.3.3 Uji Akurasi Akurasi merupakan ukuran kedekatan hasil percobaan terhadap nilai sebenarnya (FDA, 1994). Uji akurasi pada penelitian ini menggunakan
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
28
metode spiked placebo recovery dengan cara menambahkan sejumlah tertentu zat aktif ke dalam formulasi plasebo. Bobot akhir yang ditimbang lebih kurang 1200 mg yang terdiri dari serbuk plasebo dan standar aztreonam, imipenem, dan meropenem pada kadar 80%, 100%, dan 120% dari perbandingan kadar pada sampel simulasi. Serbuk plasebo dan standar yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL; dilarutkan dengan air, dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan air. Dilakukan pengenceran dengan fase gerak hingga mencapai konsentrasi tertentu. Disuntikkan larutan sebanyak tiga kali masing-masing 20 µL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Metode yang digunakan memenuhi persyaratan akurasi yaitu nilai persen perolehan kembali 98 - 102 % dan menunjukkan presisi yang baik dengan nilai koefisien variasi tidak melebihi 2 % (Harmita, 2006). Cara perhitungan untuk akurasi dan presisi dapat dilihat pada Rumus 4.6 dan Rumus 4.7. Data statistik uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.
4.3.4 Uji Presisi Presisi merupakan ukuran kedekatan antara satu nilai terukur dengan nilai terukur lainnya pada kondisi analisis yang sama (FDA, 1994). Uji presisi dilakukan dengan cara melakukan 6 kali penimbangan terhadap ketiga zat aktif dan plasebo. Awalnya, dilakukan penimbangan terhadap aztreonam, imipenem, meropenem, dan plasebo. Masing-masing ditimbang sesuai dengan perbandingan bobot masing-masing pada sampel simulasi kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan air dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan air. Dilakukan pengenceran dengan fase gerak hingga mencapai konsentrasi tertentu dan disuntikkan ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2006). Metode yang digunakan memenuhi kriteria presisi yang baik dengan nilai koefisien variasi (KV) untuk aztreonam, imipenem, dan meropenem berturut-turut sebesar
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
29
1,30%, 1,26%, dan 1,14%. Hasil statistik uji presisi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
4.4 Analisis Sampel Metode yang telah divalidasi selanjutnya digunakan untuk menguji dua sampel simulasi yang dibuat sendiri, yaitu sampel simulasi aztreonam – imipenem dan sampel simulasi aztreonam – meropenem, yang seterusnya akan disebut sampel simulasi A dan sampel simulasi B. Setelah ditimbang sejumlah sampel simulasi A dan sampel simulasi B, masing-masing sampel simulasi dilarutkan dengan air dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan air. Dilakukan pengenceran dengan fase gerak hingga mencapai konsentrasi tertentu. Disuntikkan larutan sebanyak tiga kali masing-masing 20 µL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih dan laju alir 1,2 mL/menit. Dilakukan pengukuran uji perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasi (KV). Hasil kromatogram kedua sampel simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.24 dan Gambar 4.25. Dari hasil pengukuran, kedua sampel simulasi memenuhi kriteria yaitu nilai persen perolehan kembali (% recovery) 98 - 102% dan menunjukkan presisi yang baik dengan nilai koefisien variasi (KV) tidak melebihi 2%. Pada sampel simulasi A diperoleh persen perolehan kembali (% recovery) untuk aztreonam berturut-turut 98,31%, 101,49%, dan 98,45%, dengan nilai koefisien variasi (KV) 1,99%. Sedangkan persen perolehan kembali (% recovery) untuk imipenem berturut-turut adalah 101,38%, 98,42%, dan 99,39%, dengan nilai koefisien variasi (KV) 1,50%. Pada sampel simulasi B diperoleh % recovery untuk aztreonam berturut-turut 98,61%, 98,55%, dan 100,09%, dengan nilai koefisien variasi (KV) 0,93%. Sedangkan % recovery untuk meropenem berturut-turut adalah 99.46%, 98,09%, dan 101,76%, dengan nilai koefisien variasi (KV) 1,86%. Hasil statistik pengukuran uji perolehan kembali (% recovery) dan koefisien variasi (KV) dalam sampel simulasi A dan sampel simulasi B dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
30
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan analisis untuk senyawa aztreonam, imipenem, dan meropenem dapat dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi. 5.1.1 Perubahan waktu retensi, N, HETP, dan R akibat perubahan fase gerak diperoleh dimana semakin besar konsentrasi larutan kalium dihidrogen fosfat pada fase gerak yang digunakan maka nilai N dan R akan semakin besar, HETP semakin kecil, namun waktu retensinya akan semakin panjang. 5.1.2 Optimasi analisis untuk memisahkan aztreonam, imipenem, dan meropenem diperoleh dengan menggunakan kolom Zorbax® SB-Phenyl dan fase gerak campuran metanol – larutan kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 (1:5) dan dengan laju alir 1,2 mL/menit, dideteksi pada panjang gelombang 294 nm.
5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar melakukan pemisahan kombinasi aztreonam dengan senyawa karbapenem lainnya, misalnya ertapenem, karena ada kemungkinan akan muncul terapi kombinasi antara aztreonam dengan ertapenem di masa yang akan datang, selain dengan meropenem dan imipenem.
30
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
31
DAFTAR ACUAN
Adeleke, O.E., Coker, M.E., Oluwagbohun, J.O., & Fatoyinbo. (2010). Brands of ampiclox against clinical strains of Staphylococcus aureus. Afr J Clin Exp Immun, 129-136. Blumer, J. L. (1996). Meropenem: Evaluation of a new generation carbapenem. Int J Antimicrob Ag, 73-92. Bouza, E., dan Munoz, P. (2000). Monotherapy versus combination therapy for bacterial infections. Med Clin N Am, 84, 1357-1389. Chung, H. C., Lam, H., Lee, Y.C., dan Xue-Ming Zhang. (2004). Analytical method validation and instrument performance verification. USA: John Wiley & Sons, 17-37. Clark, J. (2007). High performance liquid chromatography – HPLC. Januari 7, 2012. http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/hplc.htmL. Darville, T. (1999). Imipenem and meropenem. Semin Pediatr Infect Dis, 10, 3844. Davis, J. D. (1997). Aztreonam. Elsevier Science Inc, 2, 61-64. Food and Drug Administration. (1994). Validation of chromatographic methods. Reviewer guidance. Mei 26, 2012. http://www.fda.gov/downloads/Drugs/ GuidanceComplianceRegulatoryInformation/Guidances/UCM134409.pdf. Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Indrayanto, G. Metode validasi pada analisis dengan kromatografi. Medika J. Kedokteran dan Farmasi. 1994. 20 (2). 49-51. Johnson, E.L., dan R. Stevenson. (1991). Dasar kromatografi cair. (K. Padmawinata, Penerjemah.). Bandung: Penerbit ITB, 46. Kasiviswanathan, K. (2011, Juli 7). Patent application title: Synergistic combinations of aztreonam with the carbapenems meropenem and ertapenem. Patentdocs. Mei 19, 2012. http://www.faqs.org/patents/app/ 20110166119. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011, April 7). Gunakan antibiotik secara
tepat
untuk
mencegah
31
kekebalan.
Januari
16,
2012.
Universitas Indonesia
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
32
http://dinkesbanggai.files.wordpress.com/2011/04/buku-panduan-hks.2011. pdf. Legrand, T., et al,. (2008). Simultaneous determination of three carbapenem antibiotics in plasma by HPLC with ultraviolet detection. J Chromatogr B, 551-556. Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (Ed.). (2005). Clarke’s analysis of drugs and poisons (3th ed.). London: The Pharmaceutical Press. Morin, R. B., dan Marvin G. (1995). Kimia dan biologi antibiotik β-laktam (Vol 2 dan 3). (Imono Argo Donatus, Penerjemah.). Semarang: IKIP Semarang Press. 82, 206, 272, 81, 239. Narala,
S.
R.,
dan
Saraswathi,
K.
(2011).
RP-HPLC
and
visible
spectrophotometric methods for the estimation of meropenem in pure and pharmaceutical formulations. Int J Chem Tech Res, 3, 605-609. Orlicek, S. L. (1999). Aztreonam. Semin Pediatr Infect Dis, 10, 45-50. Permanasari, I. (2011, April 5). Bijak gunakan antibiotik. Kompas. Januari 9, 2012. http://health.kompas.com/read/2011/04/05/03515649/Bijak.Gunakan. Antibiotik. Pilkiewicz, F. G., Remsburg, B. J., Fisher, S. M., & Sykes, R. B. (1983). Highpressure liquid chromatography analysis of aztreonam in sera and urine. Antimicrob Agents Ch, 852-856. Razzak, M. T., Hermanto, S, dan Priyambodo. Karakteristik dari beberapa jenis antibiotik berdasarkan pola difraksi sinar-x (XRD) dan spektrum FTIR. Jurnal LIPI, 118-126. Sweetman, S. C. (Ed.). (2009). Martindale the complete drug reference (36th ed.). London: The Pharmaceutical Press. The Departement of Health. (2009). British pharmacopoeia (Vol I and II). London: Author. The USP Convention. (2008). United states pharmacopoeia 32th edition. Rockville. Woster, P. M. Chemistry of beta lactam antibiotics. Juni 7, 2012. http://www.acsmedchem.org/module/betalactam.html.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
33
Wellings, D. A. (2006). A practical handbook of preparative HPLC. UK: Elsevier Ltd.
Universitas Indonesia Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
TABEL
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.1. Data hasil pemilihan komposisi fase gerak untuk aztreonam, imipenem, dan meropenem
Fase gerak
Plat teoritis (N) Height Equivalent to a Theoretical Plate (HETP)
Metanol - Kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3)
Metanol - Kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) A I M
Metanol - Kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) A I M
A
I
M
720,50
320,20
1276,70
259,20
534,80
697,30
325,40
542,10
0,035
0,078
0,020
0,096
0,047
0,036
0,077
0,046
Rasio area
1,50 : 1 : 3,14
1 : 2,48 : 1,86
Metanol - Kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5)
Metanol - Kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) A I M
A
I
M
984,50
378,00
511,90
1087,80
390,00
542,70
1560,80
0,025
0,066
0,049
0,023
0,064
0,046
0,016
1 : 2,77 : 2,18
1 : 2,91 : 2,11
1 : 3,53 : 1,49
Waktu Retensi
3,725
6,393
8,508
1,663
2,760
4,470
1,756
2,930
5,905
1,801
3,070
7,409
1,883
3,263
9,139
(menit) Resolusi
-
-
2,235
-
2,607
3,122
-
2,661
4,366
-
2,796
5,812
-
2,951
7,990
Tailing factor
1,372
1,380
1,353
2,716
2,084
1,865
2,992
1,829
1,635
2,764
1,770
1,475
2,648
1,913
1,318
Keterengan
Kondisi analisis
A : Aztreonam
Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm
I : Imipenem
Laju alir : 1,2 mL/menit
M : Meropenem
Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikan : 20,0 μL
34
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.2 Data hasil uji kesesuaian sistem dan keberulangan penyuntikan
Waktu Retensi (menit)
Area (µV/s)
Rata-Rata Area (µV/s)
Aztreonam
Imipenem
Meropenem
Aztreonam
Imipenem
Meropenem
1,886
3,137
7,475
38210
103817
87537
1,860
3,093
7,314
37594
102623
86105
1,806
3,093
7,398
36769
101471
83967
1,861
3,095
7,337
37620
99561
84558
1,849
3,081
7,334
37879
99649
84425
1,840
3,089
7,341
37022
102299
85624
Koefisien Variasi (%)
Aztreonam
Imipenem
Meropenem
Aztreonam
Imipenem
Meropenem
37545,33
101644,00
85399,00
1,43
1,68
1,62
Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
35
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
36
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran kurva kalibrasi standar aztreonam, imipenem, dan meropenem Konsentrasi
Area
aztreonam
(µV/s)
(µg/mL)
Konsentrasi imipenem (µg/mL)
Area (µV/s)
Konsentrasi meropenem Area (µV/s) (µg/mL)
4,60
57486
4,02
65428
4,04
49044
9,20
118488
8,04
149367
8,08
117066
11,50
143788
10,05
189897
10,10
162028
13,80
178088
12,06
233813
12,12
201879
16,10
213365
14,07
280416
14,14
243929
18,40
239788
16,08
330774
16,16
277476
Keterangan Aztreonam
Imipenem
Meropenem
a = -5210,36
a = -25946,30
a = -32189,97
b = 13345,99
b = 21849,70
b = 19253,74
r = 0,9991
r = 0,9992
r = 0,9990
Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
37
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran akurasi aztreonam, imipenem, dan meropenem
Konsentrasi (µg/mL)
Zat
A
80%
I
M
A
100%
I
M
A
120%
I
M
Area (µV/s) 130361 131467 132491 178143 172412 173885 117033 115895 117018 161238 163311 167190 220843 220938 221519 142327 145959 143839 200636 196625 198763 267047 268148 266735 172676 173467 175367
Jumlah yang ditambahkan Hasil % Rekoveri Dalam serbuk penentuan injeksi (mg) (mg) 90,70 100,33 90,40 91,40 101,11 92,10 101,88 Koefisien Variasi = 0,81% 81,20 101,29 80,20 78,60 98,03 79,30 98,84 Koefisien Variasi = 1,70% 69,70 101,31 68,80 69,00 100,29 69,80 101,45 Koefisien Variasi = 0,56% 110,30 98,22 112,30 111,60 99,37 114,20 101,60 Koefisien Variasi = 1,84% 102,50 100,69 101,80 102,60 100,79 102,80 100,98 Koefisien Variasi = 0,16% 83,40 99,04 84,20 85,50 101,54 84,30 100,12 Koefisien Variasi = 1,27% 136,40 100,96 135,10 133,70 98,96 135,20 100,07 Koefisien Variasi = 1,01% 123,11 101,66 121,10 123,61 101,96 122,96 101,54 Koefisien Variasi = 0,28% 100,70 100,29 100,40 101,20 100,79 102,20 101,79 Koefisien Variasi = 0,79%
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
38
Keterangan A : Aztreonam I : Imipenem M : Meropenem Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
39
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran presisi aztreonam, imipenem, dan meropenem
Zat
Konsentrasi
Area
(µg/mL)
(µV/s)
11,23
161238
98,20
11,23
163311
99,35
11,24
167190
101,57
11,21
164858
100,45
11,23
163946
99,73
11,28
166246
100,66
10,18
220843
101,66
10,20
220938
101,47
10,25
221519
101,28
10,24
222525
101,84
10,08
215803
100,33
10,05
216726
101,06
8,42
142327
98,99
8,51
145959
100,48
8,44
143839
99,82
8,43
145862
101,36
8,47
144811
100,15
8,51
146850
101,09
Aztreonam
Imipenem
Meropenem
%Rekoveri
Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
Koefisien variasi (%)
1,30
1,26
1,14
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran uji perolehan kembali dan koefisien variasi sampel simulasi A Sampel Simulasi A
Konsentrasi (µg/mL) Aztreonam Imipenem 11,23
10,15
Area (µV/s) Aztreonam Imipenem 161544 221657 167285 215241 161749 217341
%Rekoveri Aztreonam Imipenem 98,31 101,38 101,49 98,42 98,45 99,39
Koefisien variasi (%) Aztreonam Imipenem 1,99
1,50
Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
40
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.7 Data hasil pengukuran uji perolehan kembali dan koefisien variasi sampel simulasi B
Sampel Simulasi
B
Konsentrasi (µg/mL) Aztreonam Meropenem 11,25
8,52
Area Aztreonam Meropenem 162331 144668 162217 142705 164896 148044
%Rekoveri Aztreonam Meropenem 98,61 99,46 98,55 98,09 100,09 101,76
Koefisien variasi (%) Aztreonam Meropenem 0,93
1,86
Kondisi analisis Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
41
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
42
Keterangan: 1. Wadah penampung fase gerak 2. Pompa Shimadzu LC-6A 3. Injektor 4. Kolom Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm 5. Detektor UV-Vis SPD-6A 6. Intergrator CBM-102 7. Komputer untuk memproses data
Gambar 4.1 Alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
43
Panjang gelombang optimum : 294 nm
Gambar 4.2 Spektrum serapan imipenem (A), aztreonam (B), dan meropenem (C) pada spektrofotometer
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
44
3.5
uV(x1,000)
3.0
Area (μV/s)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Waktu retensi (menit) Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.3 Kromatogram larutan standar aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
45
uV(x1,000) 2.5
Area (μV/s)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 0.0
2.0
1.0
3.0
4.0
5.0
Waktu retensi (menit) Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.4 Kromatogram larutan standar imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
46
uV(x1,000) 3.0 2.5
Area (μV/s)
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
Waktu retensi (menit) Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.5 Kromatogram larutan standar meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
47
uV(x1,000) 3.0 2.5
A
C
Area (μV/s)
2.0 1.5
B
1.0 0.5 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.6 Kromatogram larutan campuran standar imipenem (A), aztreonam (B), dan meropenem (C)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
48
3.5
uV(x1,000)
3.0
Area (μV/s)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.7 Kromatogram larutan standar aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
49
uV(x1,000) 6.0
Area (μV/s)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.8 Kromatogram larutan standar imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
50
4.5
uV(x1,000)
4.0 3.5
Area (μV/s)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.9 Kromatogram larutan standar meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
51
uV(x1,000) 6.0
B
Area (μV/s)
5.0 4.0
C A
3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:3) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.10 Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
52
3.5
uV(x1,000)
3.0
Area (μV/s)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.11 Kromatogram larutan standar aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
53
uV(x1,000) 6.0
Area (μV/s)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.12 Kromatogram larutan standar imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
54
uV(x1,000) 5.0
Area (μV/s)
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.13 Kromatogram larutan standar meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
55
uV(x1,000) 6.0
B
Area (μV/s)
5.0 4.0 3.0
C
A
2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:4) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.14 Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
56
3.5
uV(x1,000)
3.0
Area (μV/s)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.15 Kromatogram larutan standar aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
57
uV(x1,000) 7.0 6.0
Area (μV/s)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.16 Kromatogram larutan standar imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
58
uV(x1,000) 5.0
Area (μV/s)
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.17 Kromatogram larutan standar meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
59
uV(x1,000)
B
6.0
Area (μV/s)
5.0 4.0
C
A
3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0 min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.18 Kromatogram larutan standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
60
uV(x1,000) 2.5
Area (μV/s)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.19 Kromatogram larutan standar aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
61
uV(x1,000) 6.0 5.0
Area (μV/s)
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
2.0
1.0
3.0
4.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.20 Kromatogram larutan standar imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
min
62
uV(x1,000) 2.5
Area (μV/s)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.21 Kromatogram larutan standar meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
63
uV(x1,000) 6.0
B
5.0
Area (μV/s)
4.0 3.0 2.0
A C
1.0 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:6) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.22 Kromatogram larutan campuran standar aztreonam (A), imipenem (B), dan meropenem (C)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
64
Area (μV/s)
uV(x1,000) 7.5 Chromatogram
5.0
2.5
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.23 Hasil uji selektivitas
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
9.0
min
65
Area (μV/s)
uV(x1,000) 7.5 Chromatogram
B
A
5.0
2.5
0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
min
Waktu retensi (menit) Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.24 Kromatogram sampel simulasi A, aztreonam (A) dan imipenem (B)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
66
Area (μV/s)
1.5
uV(x10,000) Chromatogram
1.0 A
0.5 B
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0 min
Waktu retensi (menit)
Keterangan Kolom : Zorbax Columns®, ZORBAX SB-Phenyl 4,55mm x 25cm Fase gerak : Metanol – kalium dihidrogen fosfat pH 6,8 ± 0,1 (1:5) Laju alir : 1,2 mL/menit Detektor UV-Vis : 294 nm Volume penyuntikkan : 20,0 μL
Gambar 4.25 Kromatogram sampel simulasi B, aztreonam (A) dan meropenem (B)
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
67
Lampiran 1 Cara memperoleh efisiensi kolom
Jumlah plat teoritis :
tR N = 16 W
2
(4.1)
Height Equivalent to A Theoritical Plate :
L N
(4.2)
W0,05 2f
(4.3)
HETP =
Faktor ikutan :
Tf =
Dimana : N
= Jumlah pelat teoritis
HETP = Height Equivalent to A Theoritical Plate Panjang lempeng teoritis tR
= Waktu retensi
W
= Width Lebar puncak
L
= Length Panjang kolom
W0,05 = Perbandingan jarak antara tepi muka sampai tepi belakang puncak diukur pada titik yang ketinggiannya 5% dari tinggi puncak di atas garis dasar. F
= Jarak dari maksimal puncak sampai tepi muka puncak diukur pada titik yang ketinggiannya 5% dari tinggi puncak di atas garis dasar.
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 2 Cara memperoleh resolusi
Resolusi atau daya pisah :
R=2x
tR2 - tR1 W2 + W1
Keterangan : tR1 dan tR2
= waktu retensi kedua komponen
W1 dan W2
= lebar alas puncak kedua komponen
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
(4.4)
69
Lampiran 3 Cara memperoleh persamaan garis linear
Persamaan garis y = a + bx a dan b adalah bilangan normal, dihitung dengan rumus : 2 ( Σyi) (Σxi ) − (Σxi ) (Σyi) a=
(
) (
)
n Σxi 2 − Σyi2 nΣxi.yi − (Σxi ) (Σyi) b= n Σxi 2 − Σxi 2
(
) (
)
Linearitas ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dengan rumus:
r=
nΣxy − (Σx ) (Σy )
[ ( n (Σx )− (Σx ) ) (n (Σy )(Σy) ) ] 2
2
2
2
1 2
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
(4.5)
70
Lampiran 4 Cara perhitungan uji perolehan kembali
Persen perolehan kembali :
% Recovery =
B x 100% A
(4.6)
Keterangan : B = Konsentrasi hasil penyuntikan setelah area diplotkan pada kurba kalibrasi A = Konsentrasi sampel yang ditimbang
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
71
Lampiran 5 Cara perhitungan koefisien variasi
Rata-rata :
x=
Σx n
Simpangan deviasi : 1
Σ(xi − x )2 2 SD = − n 1
Koefisien variasi :
KV =
SD x 100% x
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
(4.7)
72
Lampiran 6 Sertifikat analisis aztreonam
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 7 Sertifikat analisis imipenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
74
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
75
Lampiran 8 Sertifikat analisis meropenem
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012
76
Optimasi analisis..., Citra Aulia Riyono, FMIPA UI, 2012