ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS BATANG DAN DAUN BROTOWALI (Tinospora crispa, L.)
MIFTAHUL JANNAH
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Batang dan Daun Brotowali (Tinospora crispa, L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Miftahul Jannah NIM G44120056
ABSTRAK MIFTAHUL JANNAH. Analisis Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Batang dan Daun Brotowali (Tinospora crispa). Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI. Banyaknya kandungan kimia dan beragamnya senyawa kimia dalam tanaman obat menyulitkan dalam upaya menjamin keamanan dan pengendalian mutu tanaman obat. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengendalian mutu yang menunjukkan ciri spesifik dari tanaman obat. Penelitian ini dilakukan guna mengembangkan metode analisis sidik jari kromatografi lapis tipis (KLT) brotowali untuk kendali mutu. Fase gerak yang terdiri atas kloroform dan metanol (8.5:1.5) (v/v) dipilih sebagai fase gerak yang optimum karena dapat memisahkan 10 pita dari sampel batang dan 11 pita dari sampel daun dengan keterpisahan yang baik. Standar berberina memiliki pita penciri berwarna hijau di bawah sinar ultraviolet 366 nm dengan pereaksi asam sulfat pada Rf 0.11 yang tidak dimiliki oleh batang dan daun brotowali. Selain itu, profil sidik jari daun brotowali dapat dibedakan dengan daun binahong dan sirih pada Rf 0.13. Secara umum parameter validasi metode sidik jari KLT brotowali dapat diterima kecuali parameter stabilitas analit selama kromatografi dan ketegaran tipe bejana belum memenuhi standar untuk kendali mutunya. Kata kunci: analisis sidik jari, berberina, brotowali, kromatografi lapis tipis
ABSTRACT MIFTAHUL JANNAH. Thin Layer Chromatography Fingerprint Analysis of Stems and Leaves of Brotowali (Tinospora crispa). Supervised by ETI ROHAETI and MOHAMAD RAFI. The number and variety of chemical compounds in medicinal plants are give rise to difficulty in ensuring safety and quality control of medicinal plants. Therefore, we need a method of quality control that shows the specific characteristics of medicinal plants. This study was conducted to develop a method by thin layer chromatography (TLC) fingerprint analysis of brotowali for quality control. A mixture of chloroform and methanol (8.5:1.5) (v/v) was selected as the optimum mobile phase since it gave 10 bands from stem sample and 11 bands from leaf sample with good separation. Characteristic band of berberine standard as a standard was detected as a green band at Rf 0.11 under 366 nm ultraviolet light after derivatization with sulfuric acid reagent, which was not revaled by stems and leaves of brotowali. Additionally, fingerprint of brotowali leaves can be distinguished from binahong and betel at Rf 0.13. Generally, validation parameters of TLC fingerprint method of brotowali is acceptable except for analyte stability during chromatography and robustness of developing chamber that do not meet the standard criteria for quality control. Keywords: berberine, brotowali, fingerprint analysis, thin layer chromatography
ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS BATANG DAN DAUN BROTOWALI (Tinospora crispa, L.)
MIFTAHUL JANNAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Analisis Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Batang dan Daun Brotowali (Tinospora crispa, L.) dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai dengan September 2016. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Eti Rohaeti, MS dan Dr Mohamad Rafi, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, arahan, dan sarannya kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Labaoratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB (Nunuk Kurniati Nengsih, SFarm, Apt; Salina Febriany, SSi; Dewi Anggraeni Septaningsih, MSi; Antonio Kautsar, SSi, Endi Suhendi, Yusuf Ibrahim, dan Mulyadi) serta suluruh staf Laboratorium Kimia Analitik (Nunung Nuryanti; Eman Suherman; Edi Suhendar; dan Kosasih) yang senantiasa membantu penulis saat melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Analitik dan Pusat Studi Biofarmaka IPB. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orangtua Sahabuddin dan Bau Pati serta adik Rahmat Hidayat atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Aditya Utama Fatahillah, Meylani Astuti, Vivin Buldan Syarifah, Lusiana Hakim, Titis Wahyu Utami, dan Nisa Mi’rajun Muppariqoh yang senantiasa memberikan masukan dan semangatnya kepada penulis selama penelitian. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Kemahasiswaan IPB atas bantuan beasiswa PPA-BBM yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani kegiatan akademik di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2016 Miftahul Jannah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Lingkup Penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kadar Air
5
Fase Gerak Terbaik
6
Stabilitas
8
Spesifitas
10
Presisi dan Presisi Antara
11
Ketegaran
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 Kadar air serbuk batang dan daun brotowali
6
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kromatogram eluen tunggal batang dan daun brotowali Jumlah pita eluen campuran batang dan daun brotowali Stabilitas analit dalam pelat dan dalam larutan Stabilitas analit selama proses kromatografi Stabilitas visualisasi Morfologi daun brotowali, binahong, dan sirih Spesifitas daun brotowali, binahong, dan sirih Presisi dan presisi antara Ketegaran tipe bejana dan ketegaran jarak pengembangan
7 7 9 8 9 10 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Kadar air serbuk batang brotowali 3 Kadar air serbuk daun brotowali 4 Kromatogram eluen tunggal ekstrak batang dan daun brotowali 5 Komposisi fase gerak yang dioptimumkan 6 Kromatogram eluen campuran batang dan daun brotowali 7 Indeks kepolaran pelarut tunggal 8 Resolusi batang dan daun brotowali 9 Resolusi batang dan daun brotowali 10 Kromatogram batang, daun, dan standar berberina 11 Nilai Rf stabilitas dalam pelat dan dalam larutan 12 Nilai Rf presisi intrapelat dan antarpelat 13 Nilai Rf presisi antara intrapelat dan antarpelat 14 Nilai Rf ketegaran tipe bejana dan jarak pengembangan
16 16 17 18 19 19 20 20 21 21 22 22 23 23
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman yang berpotensi sebagai obat banyak ditemukan di Indonesia. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti Indonesia untuk mengetahui potensi suatu tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan. Komponen kimia yang terkandung di dalam suatu tanaman dapat menimbulkan aktivitas farmakologi. Kuantitas komponen kimia dalam satu spesies tanaman dapat berbeda disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor geografis yaitu beda lokasi tumbuh dan iklim dapat memengaruhi komposisi kimia suatu tanaman. Waktu pemanenan dan proses pasca panen seperti pengeringan, perajangan, pembuatan menjadi serbuk juga dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas komponen kimia dari tanaman obat (Liang et al. 2004). Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam pengobatan adalah brotowali (Tinospora crispa, L.). Kandungan senyawa kimia tanaman brotowali yang berkhasiat sebagai obat dapat ditemukan di seluruh bagian tanaman, mulai dari akar, batang, dan daun. Salah satu komponen kimia brotowali adalah alkaloid seperti berberina, pikroretin (zat pahit), dan juga senyawa lain seperti tinokrisposid, saponin, tanin, kolumbin, palmatin, kaempferol, dan pati. Brotowali memiliki efek farmakologi seperti analgesik, antipiretik, antiinflamasi, hipoglikemik, dan melancarkan meredian (Mahendra 2005). Penelitian mengenai brotowali telah dilakukan oleh Widyaningsih et al. (2009) pada ekstrak etanol batang brotowali sebagai obat antipiretik, Praman et al. (2011) pada ekstrak n-butanol batang brotowali sebagai obat hipertensi, Langrand et al. (2014) menguji hepatitis toksik yang disebabkan oleh tamanan brotowali, dan Sharma et al. (2015) pada brotowali sebagai obat antidiabetes. Banyaknya kandungan kimia dan variasi senyawa kimia dalam tanaman obat merupakan faktor kesulitan dalam menjamin keamanan dan pengendalian mutu dari tanaman obat (Reich dan Schibli 2008). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengendalian mutu yang menunjukkan ciri spesifik dari tanaman tersebut. Teknik analisis yang banyak digunakan adalah analisis sidik jari. Analisis sidik jari merupakan analisis yang dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen dari tanaman obat (Delaroza dan Scarminio 2008). Berbagai penelitian analisis sidik jari menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) diantaranya telah dilakukan oleh Sarbu dan Mot (2011) pada propolis menggunakan KLT, Ahmad et al. (2015) pada Piper nigrum menggunakan KLTKT, dan Chang et al. (2015) melakukan identifikasi sidik jari tanaman herbal di China Jinqi Jiangtang menggunakan KLT-Ultra. Penelitian mengenai analisis sidik jari pada brotowali belum dilakukan sehingga pada penelitian ini akan mengembangkan analisis sidik jari pada batang dan daun brotowali menggunakan metode KLT. Analisis sidik jari menggunakan KLT memiliki beberapa keuntungan seperti sederhana, selektif dan sensitif, cepat, biaya yang relatif murah, dapat mengujikan beberapa sampel dalam waktu yang bersamaan, kromatogramnya dapat dilihat secara visual, dan penggunaan pelarut yang sedikit (Liang et al. 2004). Pola sidik jari dari suatu tanaman dapat
2
memberikan informasi mengenai komponen kimia berupa kromatogram yang merupakan penciri dari tanaman tersebut (Zhao et al. 2008). Salah satu senyawa penciri dari tanaman brotowali adalah berberina. Menurut BPOM RI (2014), obat tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung Berberis sp. telah dilarang produksi dan pengedarannya. Adanya senyawa berberina di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular seperti penyakit arteri koroner, jantung, dan hipertensi (Shigwan et al. 2013) sehingga senyawa ini tidak diharapkan keberadaannya dalam tanaman obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengembangkan metode analisis sidik jari kromatografi lapis tipis batang dan daun brotowali dan dibandingkan dengan senyawa berberina yang merupakan senyawa penciri dari tanaman tersebut. Validasi metode yang meliputi stabilitas analit, spesifitas, presisi, dan ketegaran juga dilakukan untuk mengabsahkan metode sidik jari KLT brotowali yang dikembangkan.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri atas batang dan daun brotowali (kebun Biofarmaka, IPB), standar berberina (Sigma Aldrich, St Louis, Amerika Serikat), asam sulfat, pelat KLT silica gel 60 F254 (Merck, Darmstadt, Jerman), kertas saring, aluminium foil, pelarut untuk fase gerak seperti n-heksana pa, dietil eter pa, diklorometana pa, kloroform pa, etil asetat pa, etanol pa, aseton pa metanol pa, dan asetonitril pa (Merck, Darmstadt, Jerman). Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain KLT aplikator semiotomatis Camag Linomat 5 dan Camag Reprostar 3, bejana pengembang twin trough dan flat bottom (CAMAG, Muttenz, Swiss), neraca analitik XT 220A (Precisa, Moosmattstrasse, Swiss), sonikator Branson 1510 (Branson, Danbury, USA), bulb, oven, dan alat gelas. Lingkup Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri atas ekstraksi serbuk tanaman brotowali dengan sonikasi, pengembangan pelat menggunakan berbagai komposisi pelarut untuk mendapatkan fase gerak terbaik, dan proses validasi. Validasi yang dilakukan terdiri atas uji stabilitas analit selama kromatografi, stabilitas analit dalam pelat dan dalam larutan, stabilitas warna hasil derivatisasi analit, spesifitas, presisi, presisi antara, ketegaran terhadap perbedaan jenis bejana kromatografi, dan ketegaran terhadap penurunan jarak pengembangan pelat (Lampiran 1).
Persiapan Bahan Baku Sampel tanaman brotowali diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 . Setelah kering, sampel selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk berukuran 40 mesh dan disimpan.
3
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006) Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105 menggunakan oven selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Serbuk ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam cawan kemudian dipanaskan pada suhu 105 menggunakan oven hingga diperoleh bobot konstan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air contoh dapat ditentukan dengan persamaan: adar air( ) Keterangan: A = Bobot sampel awal sebelum dikeringkan dengan oven (g) B = Bobot sampel setelah dikeringkan (g) Ekstraksi Tanaman Brotowali Serbuk tanaman brotowali ditimbang sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 25 mL dan ditambahkan 10 mL metanol. Labu erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil. Ekstraksi dilakukan selama 30 menit menggunakan ultrasonikator dengan frekuensi 42 kHz pada suhu ruang. Ekstrak disaring ke dalam botol yang bersih kemudian ditutup rapat. Preparasi pelat sebelum digunakan
Pelat silika gel 60 F254 berukuran 20×20 cm dipotong sesuai kebutuhan kemudian diberi garis awal dan akhir menggunakan pensil, dengan jarak setiap garis 1 cm dari tepi pelat. Pelat dikembangkan dalam bejana kromatografi jenis flat bottom yang telah dijenuhkan dengan metanol. Pelat dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105 selama 3-5 menit (sampai kering). Pelat yang telah kering digunakan untuk aplikasi sampel. Penotolan sampel menggunakan KLT aplikator semiotomatis, yaitu Camag Linomat 5. Kondisi alat antara lain gas pembawa menggunakan gas nitrogen, kecepatan pengiriman sampel dengan semprit sebesar 70 nL/s, aplikasi volume sampel sebesar 10 , lebar pita 8 mm, jarak antar spot dan jarak dari bawah pelat masing-masing sebesar 5 mm. Pemilihan Fase Gerak Sebanyak 5 mL masing-masing pelarut tunggal, yaitu n-heksana, dietil eter, diklorometana, kloroform, etanol, etil asetat, aseton, metanol, dan asetonitril dimasukkan ke dalam bilik kaca kromatografi dan dijenuhkan selama 30 menit. Pelat KLT yang telah ditotol ekstrak brotowali dimasukkan ke dalam bejana pengembang. Pelat dielusi hingga jarak eluen mencapai 8 cm. Pelat kemudian diangkat dan dikeringudarakan. Dua pelarut yang dipilih dari 9 pelarut tunggal, yaitu memberikan jumlah pita terbanyak dengan keterpisahan yang baik yang dilihat dari nilai resolusinya. Pembuatan Pereaksi Pewarna (Reich dan Schibli 2006) Derivatisasi komponen pita ekstrak brotowali menggunakan pereaksi asam sulfat. Pereaksi asam sulfat disiapkan dengan mencampurkan 10 mL asam sulfat pekat dengan hati-hati ke dalam 90 mL metanol dingin. Bahan-bahan diaduk
4
hingga bercampur sempurna di dalam labu erlenmeyer dengan pendingin berupa air bersih. Pereaksi kemudian dipindahkan ke dalam botol gelap dan ditutup rapat. Deteksi dan Derivatisasi Komponen (Reich dan Schibli 2006) Pelat berisi ekstrak yang telah dikembangkan dikeringkan pada suhu ruang selama 5-10 menit. Derivatisasi komponen pita ekstrak brotowali menggunakan asam sulfat dilakukan dengan menyemprotkan pereaksi ke pelat kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu selama 10 menit dan diamati pada sinar tampak dan UV 366 nm. Validasi Metode Validasi metode yang dilakukan mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Reich dan Schibli (2006) seperti di bawah ini. Stabilitas Analit selama Kromatografi. Ekstrak sebanyak 3 L diaplikasikan sebagai spot pada sudut kiri bawah pelat berukuran 10 × 10 cm (10 mm dari masing-masing tepi) dengan lebar spot 0.6 mm. Pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough dan dikeringkan, kemudian diputar 90º dan dikembangkan untuk kedua kalinya dengan fase gerak yang baru. Pelat kemudian didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi. Sampel dikatakan stabil selama kromatografi jika semua komponennya dapat terdeteksi pada garis diagonal yang menghubungkan posisi aplikasi dan titik potong dari 2 sisi pelarut. Stabilitas Analit pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak sebanyak 20 L diaplikasikan 8 jalur pada pelat berukuran 13 × 10 cm. Ekstrak segar batang dan daun brotowali diaplikasikan pada jalur 1 dan 2. Kemudian ekstrak tersebut disimpan dan pelat didiamkan selama tiga jam. Disiapkan juga ekstrak segar batang dan daun brotowali yang diaplikasikan pada jalur 3 dan 4. Selanjutnya ekstrak yang telah disimpan selama 3 jam diaplikasikan pada jalur 5 dan 6 serta diaplikasikan pula ekstrak segar batang dan daun brotowali pada jalur 7 dan 8. Pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough dan didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi. Analit stabil dalam pelat dan dalam larutan jika dihasilkan selisih nilai Rf tidak lebih dari 0.05. Stabilitas Visualisasi. Ekstrak batang dan daun brotowali diaplikasikan sebanyak 20 L pada pelat berukuran 3 × 10 cm, kemudian pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough. Setelah itu, pelat diderivatisasi dan diamati dengan visualisasi sinar tampak dan UV 366 nm. Pengamatan dilakukan pada 2, 5, 10, 20, 30 menit, dan 60 menit. Hasil yang diperoleh stabil jika tidak terjadi perubahan yang signifikan pada pita selama 60 menit. Spesifitas. Ekstrak daun brotowali, ektrak daun binahong, dan ekstrak daun sirih diaplikasikan sebanyak 2 L pada jalur , 2, dan 3 pada pelat yang berukuran × 10 cm. Pelat dielusi kemudian pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough. Pelat didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi, kemudian hasil kromatogram dibandingkan.
5
Presisi. Batang dan daun brotowali diekstraksi dengan cara yang sama sebanyak 3 kali. Kemudian ekstrak tersebut diaplikasikan sebanyak 2 L pada pelat berukuran 13 × 10 cm dilakukan pada 3 pelat yang berbeda di hari yang sama. Masing-masing pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough. Pelat didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi, kemudian hasil kromatogram dibandingkan. Hasil dapat diterima jika pola sidik jari yang dihasilkan identik baik dari segi jumlah, letak, warna, dan intensitasnya. Selain itu, perbedaan selisih nilai Rf yang dihasilkan tidak lebih dari 0.02. Presisi Antara. Batang dan daun brotowali diekstraksi dengan cara yang sama sebanyak 3 kali. Kemudian ekstrak tersebut diaplikasikan sebanyak 2 L pada pelat berukuran 13 × 10 cm dilakukan pada 3 pelat yang berbeda di hari yang berbeda (satu pelat per hari). Masing-masing pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough. Pelat didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi, kemudian hasil kromatogram dibandingkan. Hasil dapat diterima jika pola sidik jari yang dihasilkan identik baik dari segi jumlah, letak, warna, dan intensitasnya. Selain itu, perbedaan selisih nilai Rf yang dihasilkan tidak lebih dari 0.05. Ketegaran Tipe Bejana. Masing-masing ekstrak batang dan daun brotowali diaplikasikan sebanyak 2 L serta standar berberina diaplikasikan sebanyak 3 L dengan konsentrasi standar 100 ppm. Ekstrak dan standar diaplikasikan pada 2 pelat berbeda. Pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough dan flat bottom. Pelat didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi, kemudian hasil kromatogram dibandingkan. Hasil dapat diterima jika pola sidik jari yang dihasilkan identik baik dari segi jumlah, letak, warna, dan intensitasnya. Selain itu, selisih nilai Rf yang dihasilkan tidak lebih dari 0.05. Ketegaran Jarak Pengembangan. Masing-masing ekstrak batang dan daun brotowali diaplikasikan sebanyak 2 L serta standar berberina diaplikasikan sebanyak 3 L dengan konsentrasi standar ppm. Ekstrak dan standar diaplikasikan pada 2 pelat berbeda. Pelat dikembangkan menggunakan bejana twin trough dengan jarak pengembangan dibedakan menjadi 7 cm dan 8 cm. Pelat didokumentasikan sebelum dan setelah derivatisasi, kemudian hasil kromatogram dibandingkan. Hasil dapat diterima jika pola sidik jari yang dihasilkan identik baik dari segi jumlah, letak, warna, dan intensitasnya. Selain itu, selisih nilai Rf yang dihasilkan tidak lebih dari 0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Sampel yang digunakan adalah batang dan daun brotowali yang berasal dari kebun Biofarmaka IPB. Batang dan daun brotowali dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 dan dibuat menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Pengeringan bertujuan menurunkan kandungan air pada sampel dan juga
6
mencegah kerusakan sampel akibat mikroba. Simplisia batang dan daun brotowali dibuat menjadi serbuk agar memudahkan pengekstrakan zat aktif dari sampel karena memiliki luas permukaan yang besar sehingga kontak antara sampel dan pelarut lebih intensif. Penentuan kadar air bertujuan mengetahui daya tahan suatu sampel sehingga dapat diketahui cara penyimpanan terbaik agar tidak terjadi kerusakan sampel. Berdasarkan nilai kadar air yang dihasilkan diperoleh bahwa kandungan air serbuk batang brotowali lebih banyak dibandingkan daunnya (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan sampel daun brotowali cenderung lebih lama dibandingkan batangnya. Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2009), syarat suatu serbuk untuk bisa menjadi bahan baku obat tradisional memiliki nilai kadar air tidak lebih dari 10%. Nilai kadar air yang diperoleh baik pada batang (Lampiran 2) dan daun brotowali (Lampiran 3) sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk pembuatan sediaan obat tradisional. Tabel 1 Kadar air serbuk batang dan daun brotowali Tanaman Batang brotowali Daun Brotowali
Kadar air (%b/b) ± SD 9.39 ± 0.06 8.54 ± 0.04
Ekstraksi serbuk batang dan daun brotowali menggunakan metode sonikasi. Ekstraksi dilakukan selama 30 menit pada suhu ruang menggunakan pelarut metanol. Konsentrasi sampel yang digunakan sebesar 10% (b/v), yaitu 1 gram simplisia brotowali dalam 10 mL metanol. Pemilihan metanol sebagai pelarut pengekstrak dipilih karena dapat melarutkan semua senyawa organik yang ada pada sampel yang bersifat polar. Metode sonikasi dipilih karena waktu ekstraksi yang cepat, biaya yang murah, dan hanya membutuhkan sedikit instrumen (Herdiana 2010). Ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat (Ashley et al. 2001). Fase Gerak Terbaik Pemilihan fase gerak terbaik menggunakan metode KLT, yaitu pemisahan campuran komponen berdasarkan interaksi antara cuplikan, fase diam, dan fase gerak. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (Stahl 1985). Fase diam yang digunakan adalah silika gel sedangkan fase gerak yang digunakan adalah 9 pelarut tunggal. Pemilihan silika gel sebagai fase diam karena memiliki kekuatan pemisahan yang cukup baik dan juga umum digunakan dalam pemisahan menggunakan KLT. Pemilihan 9 pelarut tunggal sebagai fase gerak dipilih berdasarkan indeks kepolarannya dari pelarut nonpolar, semi polar, dan polar (Lampiran 4). Kesembilan pelarut tersebut diharapkan dapat mewakili kepolaran dari kandungan senyawa aktif batang dan daun brotowali. Profil kromatogram 9 pelarut tunggal diamati pada sinar UV 254 nm (Gambar 1), 366 nm (Lampiran 5A) dan sinar tampak (Lampiran 5B). Deteksi kromatogram yang digunakan dalam penentuan fase gerak terbaik adalah UV 254 nm. Visualisasi ini dipilih karena sebagian besar komponen penyusun batang dan daun brotowali merupakan
7
golongan alkaloid dan memiliki serapan yang kuat di daerah 230-300 nm (Stahl 1985). Berdasarkan hasil kromatogram, pelarut yang paling banyak memunculkan pita adalah kloroform dan etil asetat (Gambar 1) sehingga diduga senyawa senyawa dalam sampel cenderung bersifat polar. a
c
b
d
e
g
g
f
)
h
i
g
e )
)
Gambar 1 Kromatogram eluen tunggal batang dan daun brotowali dengan fase gerak gerak n-heksana (a), dietil eter (b), diklorometana (c), kloroform (d), etanol (e), etil asetat (f), aseton (g), metanol (h), dan asetonitril (i)
Jumlah Pita Batang
Penentuan eluen campuran menggunakan metode trial and error dengan berbagai komposisi pelarut (Lampiran 6). Berdasarkan hasil kromatogram eluen campuran (Lampiran 7) jumlah pita terbanyak pada batang dan daun brotowali menggunakan visualisasi 254 nm diperoleh pada komposisi eluen campuran kloroform dan metanol (8:2), yaitu 7 pita batang dan 12 pita daun (Gambar 2). Perbedaan kombinasi pelarut memberikan jumlah kemunculan pita yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat kepolaran pelarut dalam memisahkan senyawa yang terkandung dalam batang dan daun brotowali. 8 6 4 2 0
EA:DE EA:DE EA:DE (3:7) (5:5) (7:3)
EA:H (9:1)
EA:H (8:2)
EA:H (7:3)
KL:DE KL:DE KL:DE (4:6) (5:5) (6:4)
KL:H (9:1)
KL:EA KL:EA (6:4) (7:3)
KL:M (9:1)
KL:M (8:2)
KL:M (7:3)
Eluen campuran
Jumlah Pita Daun
(a) 15 10 5 0
EA:DE EA:DE EA:DE (3:7) (5:5) (7:3)
EA:H (9:1)
EA:H (8:2)
EA:H (7:3)
KL:DE KL:DE KL:DE (4:6) (5:5) (6:4)
KL:H (9:1)
KL:EA KL:EA (6:4) (7:3)
KL:M (9:1)
KL:M (8:2)
Eluen campuran
(b) Gambar 2 Jumlah pita eluen campuran batang (a) dan daun (b) brotowali visualisasi menggunakan sinar UV 254 nm
KL:M (7:3)
8
Selain jumlah pita, keterpisahan antar pita juga merupakan faktor penting dalam pemisahan menggunakan KLT. Keterpisahan antar pita dapat dilihat dari nilai resolusi yang dihasilkan. Berdasarkan nilai resolusi eluen campuran kloroform dan metanol (8:2) pada sinar UV 254 nm (Lampiran 8) menghasilkan keterpisahan yang baik karena memiliki nilai resolusi yang besar (> 1.5) dan dapat memisahkan standar berberina pada Rf 0.20 (Lampiran 10A2). Selain itu, dilakukan juga deteksi kromatogram menggunakan pereaksi asam sulfat untuk memunculkan pita yang tidak terdeteksi pada sinar UV 254 nm. Pereaksi asam sulfat dipilih sebagai pewarna karena merupakan reagen yang umum digunakan untuk derivatisasi (pewarnaan) pada tanaman obat (Reich dan Schibli 2006). Akan tetapi hasil pewarnaan menggunakan pereaksi asam sulfat pada kloroform dan metanol (8:2) menggunakan sinar UV 366 nm dan sinar tampak tidak menghasilkan pita yang tersebar merata (Lampiran 10A2 dan 10A3) sehingga perbandingan pelarut kloroform dan metanol dioptimasi kembali menjadi (8.5:1.5). Berdasarkan resolusi keterpisahan antar pita dan pola kromatogram yang dihasilkan (Lampiran 9 dan 10B) kloroform dan metanol (8.5:1.5) dipilih sebagai fase gerak yang optimum karena memiliki jumlah pita terbanyak dengan keterpisahan yang baik yaitu, 11 pita batang dan 11 pita daun pada sinar UV 254 nm dan 10 pita batang dan 11 pita daun dengan pewarnaan menggunakan pereaksi asam sulfat. Oleh karena itu, kloroform dan metanol (8.5:1.5) digunakan sebagai fase gerak untuk tahap selanjutnya. Stabilitas Stabilitas pada validasi metode KLT terdiri atas stabilitas analit pada pelat dan dalam larutan, stabilitas analit selama kromatografi, dan stabilitas visualisasi. Stabilitas bertujuan mengetahui mutu bahan baku maupun produk tanaman obat yang dapat bervariasi bergantung pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan oksigen serta memungkinkan rekomendasi terhadap kondisi penyimpanan, waktu sebelum pengujian, dan penentuan waktu simpan terhadap pola sidik jari analit (Koll et al. 2003). B D B D B DB D
1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 3 Stabilitas analit batang dan daun brotowali selama 3 jam dalam pelat dan dalam larutan visualisasi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat Kestabilan analit dapat diuji sebelum proses kromatografi baik pada pelat maupun dalam larutan dengan mengembangkan dua ekstrak yang disiapkan pada waktu yang berbeda. Stabilitas pada pelat dan dalam larutan bertujuan melihat adanya pengaruh waktu penundaan sebelum dan setelah sampel diaplikasikan
9
pada pelat. Pengujian stabilitas analit pada pelat dan dalam larutan dilakukan dengan mengaplikasikan 8 jalur pada pelat. Ekstrak segar batang dan daun brotowali diaplikasikan pada jalur 1 dan 2 pada pelat. Kemudian ekstrak tersebut disimpan dan pelat didiamkan selama tiga jam. Hal ini bertujuan mengevaluasi stabilitas analit pada pelat. Disiapkan juga ekstrak segar batang dan daun brotowali yang diaplikasikan pada jalur 3 dan 4. Selanjutnya ekstrak yang telah disimpan selama 3 jam diaplikasikan pada jalur 5 dan 6 serta diaplikasikan pula ekstrak segar batang dan daun brotowali pada jalur 7 dan 8. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah, posisi, warna, dan intensitas pita (Gambar 3) dan selisih nilai Rf yang dihasilkan baik pada batang dan daun brotowali berkisar 0.01-0.02 (Lampiran 11). Menurut Reich et al. (2008), analit stabil pada pelat dan dalam larutan jika dihasilkan selisih nilai R f tidak lebih dari 0.05. Hasil yang diperoleh, yaitu tidak ada perbedaan intensitas, warna, jumlah, dan posisi pita baik pada sampel yang diaplikasikan 3 jam sebelum kromatografi, 3 jam dalam larutan, dan sampel yang diaplikasikan segera sebelum kromatografi. Hal ini menunjukkan bahwa analit pada batang dan daun brotowali stabil selama 3 jam baik sebelum kromatografi.
Pengembangan pertama
Pengembangan kedua
Pengembangan pertama
Pengembangan kedua
B Gambar 4 Stabilitas analit batang (A) dan daun (B) brotowali selama proses kromatografi visualisasi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat Stabilitas analit selama kromatografi dapat dilakukan menggunakan KLT dua dimensi. Stabilitas dua dimensi bertujuan mengetahui stabilitas analit selama kromatografi berlangsung. Analit stabil selama kromatografi bila seluruh komponen sejajar pada sebuah garis diagonal persimpangan dua fase gerak (Koll et al. 2003). Hasil kromatogram baik pada batang dan daun brotowali masih terdapat beberapa spot yang berada di atas garis diagonal (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa analit tidak stabil selama proses kromatografi. A
BD
2 menit
Gambar 5
BD
5 menit
BD
10 menit
BD
20 menit
BD
BD
30 menit 60 menit
Stabilitas visualisasi batang dan daun brotowali visualisasi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat
10
Stabilitas visualisasi dilakukan dengan mengamati hasil kromatogram dan daerah sidik jari KLT yang telah diberi pereaksi selama 60 menit. Kestabilan hasil derivatisasi (pewarnaan) ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan kromatogram selama waktu tertentu. Intensitas warna dari kromatogram yang dihasilkan sedikit berkurang dari waktu ke waktu, namun tidak terdapat pita yang hilang selama 60 menit (Gambar 5). Hal ini mengindikasikan bahwa hasil setelah pewarnaan stabil selama 60 menit. Spesifitas
Spesifitas untuk tanaman obat dilakukan dengan membandingkan sidik jari sampel dengan sidik jari bahan obat yang asli, atau dengan bagian bahan yang memiliki aktifitas tertentu yang berhubungan dengan sampel uji, atau substansi penanda (senyawa standar) (Koll et al. 2003). Suatu metode kualitatif dikatakan spesifik jika pengujian terhadap dua sampel dengan identitas yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Selain itu, hasil pengujian dua sampel dengan identitas yang sama harus memberikan hasil yang sama (Reich dan Schibli 2006).
(a) (b) (c) Gambar 6 Morfologi daun brotowali (a), daun binahong (b), dan daun sirih (c) Spesifitas dilakukan dengan mengembangkan sampel daun brotowali dengan sampel yang memiliki bentuk yang sama secara fisik, misalnya daun binahong dan sirih (Gambar 6). Daun binahong dan sirih memiliki bentuk daun yang secara visual terlihat mirip dengan brotowali, yaitu berbentuk seperti jantung dengan ujung runcing, tulang daun menjari, dan berwarna hijau sehingga dipilih sebagai tanaman pembanding. BTW BNH SRH
*0.13
Gambar 7 Spesifitas daun brotowali (BTW), binahong (BNH), dan sirih (SRH) visualisasi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat
11
Jalur 1 menunjukkan sidik jari KLT daun brotowali sedangkan jalur 2 dan 3 adalah sidik jari daun binahong dan sirih. Hasil kromatogram daun brotowali, binahong, dan sirih memiliki pola yang mirip, tetapi berbeda ketebalan pitanya pada Rf 0.78 (pita berwarna merah) dan pada Rf 0.49 (pita berwarna abu-abu). Selain itu, daun brotowali memiliki pita penciri berwarna biru pada Rf 0.13 yang membedakannya terhadap daun binahong. Hasil kromatogram uji spesifitas untuk identifikasi brotowali menunjukkan bahwa pola sidik jari daun brotowali (jalur 1) dapat dibedakan dengan daun binahong (jalur 2) dan sirih (jalur 3) pada Rf 0.13 (Gambar 7). Presisi dan Presisi Antara Parameter lain dalam validasi metode adalah presisi dan presisi antara. Presisi dilakukan pada 3 pelat yang berbeda pada hari yang sama sedangkan presisi antara dilakukan pada 3 pelat yang berbeda pada hari yang berbeda. Presisi dalam metode kualitatif untuk kromatografi lapis tipis diketahui melalui simpangan baku nilai Rf pita senyawa yang sama. Masing-masing ekstrak diaplikasikan pada pelat dan diamati pola kromatogram identik berdasarkan jumlah, posisi, intensitas, dan warna pita.
A
B1 B2 B3 D1 D2 D3
B1 B2 B3 D1 D2 D3
B1 B2 B3 D1 D2 D3
Pelat ke-1
Pelat ke-2
Pelat ke-3
B1 B2 B3 D1 D2 D3
B1 B2 B3 D1 D2 D3
B1 B2 B3 D1 D2 D3
Pelat hari ke-1 Pelat hari ke-2 Pelat hari ke-3 B Gambar 8 Presisi (A) dan presisi antara (B) batang dan daun brotowali visualisasi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat Pola sidik jari ketiga pelat pada presisi (Gambar 8A) dan presisi antara (Gambar 8B) deteksi menggunakan sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat memiliki pola sidik jari yang identik berdasarkan jumlah, intensitas, dan warna pita. Pola sidik jari yang dihasilkan dipilih tiga zona pita kemudian ditentukan nilai simpangan baku tiga zona pita baik pada batang dan daun brotowali. Nilai simpangan baku pada presisi berkisar 0. − . 2 (Lampiran 2) sedangkan pada presisi antara berkisar . − . 3 (Lampiran 3). Menurut Reich dan Schibli
12
(2006), perbedaan selisih nilai Rf dapat diterima jika tidak lebih dari 0.02 untuk presisi dan 0.05 untuk presisi antara. Oleh karena itu, berdasarkan hasil tersebut kromatogram presisi dan presisi antara pada batang dan daun brotowali dapat diterima. Ketegaran Ketegaran adalah kemampuan suatu metode mempertahankan hasil yang tidak berbeda signifikan jika satu atau beberapa parameter mengalami perubahan (Reich dan Schibli 2006). Parameter ketegaran meliputi ketegaran tipe bejana dan ketegaran jarak pengembangan. Ketegaran tipe bejana dilakukan dengan memisahkan komponen brotowali menggunakan bejana twin trough dan flat bottom sedangkan ketegaran jarak pengembangan dilakukan pada jarak 7 cm dan 8 cm. Ketegaran dilakukan dengan mengembangkan standar di jalur 1 sedangkan batang dan daun pada jalur 2 dan 3. S B D
A twin though S B D
S B D
flat bottom
S B D
7 cm 8 cm B Gambar 9 Ketegaran tipe bejana (A) dan ketegaran jarak pengembangan (B) pada standar berberina, batang, dan daun brotowali visualisasi pada sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat
Hasil kromatogram ketegaran tipe bejana pada batang dan daun brotowali menunjukkan penggunaan kedua bejana menghasilkan pola sidik jari yang berbeda secara visual (Gambar 9A). Berdasarkan hasil perhitungan nilai rerata Rf dihasilkan simpangan baku dari ketiga pita diperoleh dua pita yang memiliki nilai simpangan baku pada batang dan daun brotowali (Lampiran 14) lebih besar dari nilai yang diperbolehkan, yaitu 0.05 (Reich dan Schibli 2006). Nilai Rf batang dan daun brotowali pada bejana flat bottom menghasilkan nilai yang lebih besar dari
13
bejana twin trough. Hal ini disebabkan bejana flat bottom memiliki ukuran 2 kali lebih besar dibandingkan bejana twin trough sehingga saat proses pemisahan, diduga bejana tersebut belum jenuh terhadap uap pelarut yang menyebabkan adanya perbedaan nilai Rf yang dihasilkan pada kedua bejana. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut parameter ketegaran tipe bejana belum memenuhi kriteria keberterimaannya. Ketegaran jarak pengembangan dilakukan pada jarak 7 cm dan 8 cm. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan adanya penurunan jarak pengembangan dari 8 ke 7 cm tidak memengaruhi pola sidik jari yang dihasilkan (Gambar 9B). Ketegaran jarak pengembangan memberikan pola yang identik baik dari segi jumlah, posisi, intensitas, dan warna pita. Selain itu, perbedaan nilai Rf yang dihasilkan tidak lebih dari 0.05. Berdasarkan hasil tersebut kromatogram ketegaran jarak pengembangan telah memenuhi standar untuk kendali mutunya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fase gerak yang terdiri atas kloroform dan metanol (8.5:1.5) (v/v) dipilih sebagai fase gerak yang optimum karena dapat memisahkan 10 pita dari sampel batang dan 11 pita dari sampel daun dengan keterpisahan yang baik. Standar berberina memiliki pita penciri berwarna hijau di bawah sinar ultraviolet 366 nm dengan pereaksi asam sulfat pada Rf 0.11 yang tidak dimiliki oleh batang dan daun brotowali. Selain itu, profil sidik jari daun brotowali dapat dibedakan dengan daun binahong dan sirih pada Rf 0.13. Secara umum parameter validasi metode sidik jari KLT brotowali dapat diterima kecuali parameter stabilitas analit selama kromatografi dan ketegaran tipe bejana belum memenuhi standar untuk kendali mutunya. Saran Sebaiknya ukuran bejana twin trough dan flat bottom menggunakan ukuran yang sama. Selain itu, diperlukan bejana kromatografi yang memiliki kelembaban, suhu, dan kejenuhan yang dapat dikontrol agar kondisi bejana yang digunakan seragam sehingga menghasilkan keterulangan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad A, Husain A, Mujeeb M, Khan SA, Alhadrami HAA, Bhandari A. 2015. Quantification of total phenol, flavonoid content and pharmacognostical evaluation including HPTLC fingerprinting for the standardization of Piper
14
nigrum Linn fruits. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 5(2):101-107. [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of AOAC International. Edisi ke-14.Washington DC (US): Assosiation of Official Analytical Chemist. Ashley K, Andrews RN, Cavazosa L, Demange M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry. Journal of Analytical Atomic Spectrometry. 6: 47‒ 53. [BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Larangan Memproduksi dan Mengedarkan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yang Mengandung Coptis sp., Berberis sp., Mahonia sp., Chelidonium majus, Phellodendrom sp., Archangelica flava, Tinosporase radix, dan Cataranthus roseus. Jakarta (ID): BPOM RI. Chang Y, Ge A, Donnapee S, Li J, Bai Y, Liu J, He J, Yang X, Song L, Zhang B, Gao X. 2015. The multi-targets integrated fingerprinting for screening antidiabetic compounds from a Chinese medicine Jinqi Jiangtang Tablet. Journal of Ethnopharmacology. 164:210-222. Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. Journal Separation Science. 31:1034-1041. Herdiana M. 2010. Analisis sidik jari kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) dengan kromatografi lapis tipis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta (ID): KEMENKES RI. Koll K, Reich E, Blatter A, Veit M. 2003. Validation of standardized high performance thin layer chromatographic methods for quality control and stability testing of herbals. Journal of The Assosiation of Official Analytical Chemist International. 86:909-915. Langrand T, Regnault H, Cachet X, Villa AF, Serfaty L, Garnier R, Michel S. 2014. Toxic hepatitis induced by a herbal medicine: Tinospora crispa. Phytomedicine. 21:1120-1123. Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. Journal of Chromatography. 812:53-70. Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Praman S, Mulvany MJ, Allenbach Y, Marston A, Hostettmann K, Sirirugsa P, Jansakul C. 2011. Effects of an n-butanol extract from the stem of Tinospora crispa on blood pressure and heart rate in anesthetized rats. Journal of Ethnopharmacology. 133: 675-686. Reich E, Shibli A. 2006. High Performance Thin Layer Chromatography for The Analysis of Medicinal Plants. New York (US): Thieme Medical Publishers, Inc. Reich E, Shibli A. 2008. Validation of high performance thin layer chromatograpic methods for identification of botanical in a cGMP environment. Journal Assosiation of Official Analytical Chemist. 91:13-20.
15
Sarbu C, Mot AC. 2011. Ecosystem discrimination and fingerprinting of Romanian propolis by hierarchical fuzzy clustering and image analysis of TLC patterns. Talanta. 85:1112-1117. Sharma R, Amin H, Galib, Prajapati PK. 2015. Antidiabetic claims of Tinospora cordifolia (Willd.) Miers: critical appraisal and role in therapy. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 5(1):68-78. Shigwan H, Saklani A, Hamrapurkar PD, Mane T, Bhatt P. 2013. HPLC Method Development and Validation for Quantification of Berberine from Berberis aristata and Berberis tinctoria. International Journal of Applied Science and Engineering. 11(2):203-211 Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Padmawinata K Penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Synder LR, Kirland JJ. 1979. Introducing to Modern Liquid Chromatography. New York (US): Willey. Widyaningsih W, Yuniarti W, Anita A, Vivi S. 2009. Efek antipiretik dari fraksinasi ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa, L.) pada tikus putih jantan galur wistar. Jurnal Media Farmasi. 8(1):33-38. Zhao L, Chaoyu H, Zhen S, Bingren X, Linghua M. 2008. Fingerprint analysis of Psoralea corylifolia, L. by HPLC and LC-MS. Journal Chromatography. 821:67-74.
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian Simplisia batang dan daun brotowali diserbukkan Serbuk batang dan serbuk daun brotowali
Kadar air batang dan daun brotowali
diultrasonikasi dengan pelarut metanol, disaring, dan dipekatkan
Penentuan kadar air
Ekstrak metanol batang dan daun brotowali Penentuan eluen terbaik Eluen terbaik batang dan daun brotowali Validasi metode (stabilitas analit, spesifitas, presisi, dan ketegaran) Pola sidik jari batang dan daun brotowali Lampiran 2 Kadar air serbuk batang brotowali Ulangan 1 2 3
cawan kosong 1.9449 1.9772 1.9658
sampel 1.0020 1.0019 1.0012
Bobot (g) sampel kering+cawan 2.8533 2.8843 2.8731
sampel kering 0.9084 0.9071 0.9073 Rerata SD
Contoh perhitungan: Kadar air ulangan 1
[ [
Rerata kadar air
obot sampel- obot sampel kering
]
obot sampel ( . 2 g - .9 84 g .
2
kadar airulangan
]
9.34
(b b
kadar airulangan 2 kadar airulangan 3 3
9.34 9.46 9.38 9.39 3
(b b
Kadar air (%(b/b)) 9.34 9.46 9.38 9.39 0.06
17
i n
√∑ i
(xi x̅ ) n
√(9.34 9.39
2
(9.46 9.39 3
2
(9.38 9.39
2
. 6
Lampiran 3 Kadar air serbuk daun brotowali Ulangan 1 2 3
cawan kosong 1.9394 1.9829 1.9389
sampel 1.0008 1.0008 1.0013
Bobot (g) sampel kering+cawan 2.8549 2.8977 2.8549
sampel kering 0.9155 0.9148 0.9155 Rerata SD
Contoh perhitungan: Kadar air ulangan 1
[ [
obot sampel- obot sampel kering
( .
obot sampel 8 g - .9 55 g
. 8 kadar airulangan
Rerata kadar air
]
8.52
√∑ i
3
(b b
(xi x̅ ) n
√(8.52 8.54
2
(8.59 8.54 3
2
(b b
kadar airulangan 2 kadar airulangan 3
8.52 8.59 8.52 8.54 3 i n
]
(8.52 8.54
2
. 4
Kadar air (% (b/b)) 8.52 8.59 8.52 8.54 0.04
18
Lampiran 4 Indeks polaritas pelarut (Synder dan Kirland 1979) Pelarut n-heksana Dietil eter Diklorometana Kloroform Etanol Etil asetat Aseton Metanol Asetonitril
Indeks Polaritas 0.1 2.8 3.1 4.1 4.3 4.4 5.1
5.1 5.8
Lampiran 5 Kromatogram eluen tunggal ekstrak batang dan daun brotowali
A
B (d) (f) (g) (h) (i) (e) g g e Keterangan: Kromatogram eluen sinar UV 366 ) ) tunggal )visualisasi menggunakan nm (A) dan sinar tampak (B) dengan fase gerak n-heksana (a), dietil eter (b), diklorometana (c), kloroform (d), etanol (e), etil asetat (f), aseton (g), metanol (h), dan asetonitril (i) menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan konsentrasi sampel 10% (b/v) dan volume injeksi sampel L (a)
(b)
(c)
( i)
19
Lampiran 6 Komposisi fase gerak yang dioptimumkan Kode fase gerak
Volume fase gerak (mL) Etil Kloroform Metanol asetat 0.00 3.00 0.00 0.00 5.00 0.00 0.00 7.00 0.00 0.00 9.00 0.00 0.00 8.00 0.00 0.00 7.00 0.00 4.00 0.00 0.00 5.00 0.00 0.00 6.00 0.00 0.00 9.00 0.00 0.00 6.00 4.00 0.00 7.00 3.00 0.00 9.50 0.00 0.50 9.00 0.00 1.00 8.00 0.00 2.00 7.00 0.00 3.00
Dietil eter 7.00 5.00 3.00 0.00 0.00 0.00 6.00 5.00 4.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A B C D E F G H I J K L M N O P
n-Heksana 0.00 0.00 0.00 1.00 2.00 3.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 7 Kromatogram eluen campuran batang dan daun brotowali A
B
C
K
D
L
E
M
F
N
G
O
H
I
J
P
Keterangan: Kromatogram eluen campuran dengan komposisi pelarut sesuai dengan Lampiran 6 visualisasi menggunakan sinar UV 254 nm menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan konsentrasi sampel 10% (b/v) dan volume injeksi sampel L
20
Lampiran 8 Resolusi batang dan daun brotowali menggunakan eluen campuran kloroform dan metanol (8:2) sebelum pewarnaan dengan sinar UV 254 nm Batang Pita 1 2 3 4 5 6 7
d (cm) 7.8 6.6 5.4 4.2 3.6 3.1 0.9
dw (cm) 0.4 0.1 0.2 0.1 0.1 0.3 0.1
Rf 0.97 0.83 0.68 0.52 0.45 0.39 0.11
Rs 4.40 7.33 8.00 5.00 2.50 10.50
d (cm) 7.8 7.4 6.6 6.0 5.3 5.2 4.3 3.4 2.7 2.1 1.4 0.7
dw (cm) 0.3 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.3 0.4 0.4
Rf 0.97 0.92 0.83 0.75 0.67 0.65 0.53 0.43 0.33 0.27 0.17 0.09
Rs 2.00 4.67 4.00 6.00 1.00 9.00 4.00 3.50 2.50 2.00 1.50
Daun Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lampiran 9 Resolusi batang dan daun brotowali menggunakan eluen campuran kloroform dan metanol (8.5:1.5) sebelum pewarnaan dengan sinar UV 254 nm Batang Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
d (cm) 7.0 6.7 6.3 5.8 4.6 4.2 3.6 3.1 2.2 1.4 1.0
dw (cm) 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3 0.1 0.1 0.2 0.3 0.1
Rf 0.88 0.84 0.79 0.72 0.57 0.52 0.45 0.39 0.28 0.17 0.12
Rs 3.00 2.67 2.50 5.50 1.60 2.50 5.00 5.33 3.20 2.00
21
Lanjutan lampiran 9 Daun Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
d (cm) 7.0 6.3 5.4 4.6 3.6 3.3 2.8 2.3 2.0 1.6 0.9
dw (cm) 0.2 0.1 0.2 0.3 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.2 0.3
Rf 0.88 0.79 0.68 0.57 0.45 0.41 0.35 0.29 0.25 0.20 0.11
Rs 4.67 5.33 3.20 3.60 2.00 3.33 2.67 3.00 2.67 2.80
Contoh perhitungan resolusi kromatogram Faktor retensi (Rf) pita 1 pada batang dengan eluen campuran kloroform dan metanol (8.5:1.5) f
d
7. cm
deluen
8. cm
.88
Resolusi antara pita 1 dan 2 s
2
(d d2 (dw dw2
(7. 6.7 2
( .
.
3.
Keterangan d : Jarak bagian tengah zona pita senyawa dari garis start dw: Lebar pita senyawa Rf : Faktor retensi Rs : Resolusi antara dua pita senyawa Lampiran 10 Kromatogram standar berberina, batang, dan daun brotowali
*0.20 *0.11
A
B
1 3 2 3 1 2 h g e Keterangan: Fase gerak kloroform dan metanol 8:2 (A) dan 8.5:1.5 (B) padae sinar ) sulfat pada )sinar 366 ) nm (2)) dan sinar UV 254 nm (1) dengan pereaksi asam tampak (3) menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan volume injeksi dan konsentrasi sampel 2 L 10% (b/v) serta standar 3 L 100 ppm
22
Lampiran 11 Nilai Rf stabilitas ekstrak batang dan daun brotowali dalam pelat dan dalam larutan Rf Batang Pita 1 Pita 2 Pita 3 Rf Daun Pita 1 Pita 2 Pita 3
Jalur 1
Jalur 3
Jalur 5
Jalur 7
0.75 0.46 0.27
0.74 0.42 0.25
0.74 0.41 0.24
0.75 0.44 0.26
Jalur 2
Jalur 4
Jalur 6
Jalur 8
0.75 0.44 0.26
0.74 0.41 0.24
0.75 0.42 0.25
0.77 0.46 0.27
Rerata Rf 0.75 0.43 0.26 Rerata Rf 0.75 0.43 0.26
SD 0.01 0.02 0.01 SD 0.01 0.02 0.01
Lampiran 12 Nilai Rf presisi batang dan daun brotowali intrapelat dan antarpelat pada sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat Ekstrak Jalur Pelat kePita 1
Intrapelat Antarpelat
Rerata SD Rerata SD
Pita 2
Intrapelat Antarpelat
Rerata SD Rerata SD
Pita 3
Intrapelat Antarpelat
Rerata SD Rerata SD
Rf Batang 1 2 3 1 2 3 0.74 0.73 0.73 0.75 0.74 0.73 0.76 0.75 0.75 0.75 0.74 0.74 0.01 0.01 0.01 0.74 0.01 0.45 0.44 0.43 0.46 0.44 0.42 0.47 0.46 0.45 0.46 0.45 0.43 0.01 0.01 0.02 0.45 0.01 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.24 0.25 0.25 0.24 0.25 0.25 0.24 0.00 0.00 0.01 0.25 0.00
4 1 0.74 0.73 0.75 0.74 0.01
0.43 0.41 0.44 0.43 0.02
0.24 0.23 0.24 0.24 0.01
Rf Daun 5 2 0.74 0.73 0.75 0.74 0.01 0.74 0.01 0.43 0.41 0.44 0.43 0.02 0.43 0.00 0.25 0.24 0.24 0.24 0.01 0.24 0.01
6 3 0.75 0.74 0.76 0.75 0.01
0.44 0.42 0.44 0.43 0.01
0.25 0.24 0.25 0.25 0.01
23
Lampiran 13 Nilai Rf presisi antara batang dan daun brotowali intrapelat dan antarpelat pada sinar UV 366 nm dengan pereaksi asam sulfat Ekstrak Jalur Pelat Hari kePita 1 Rerata SD Rerata SD
Inrapelat Antarpelat
Pita 2 Rerata SD Rerata SD
Intrapelat Antarpelat
Pita 3
Intrapelat Antarpelat
Rerata SD Rerata SD
Batang
Daun
1 1
2 2
3 3
4 1
5 2
6 3
0.74 0.74 0.76 0.75 0.01
0.73 0.73 0.75 0.74 0.01 0.74 0.01 0.44 0.42 0.41 0.42 0.02 0.42 0.02 0.25 0.23 0.23 0.24 0.01 0.24 0.01
0.73 0.71 0.74 0.73 0.02
0.74 0.72 0.74 0.73 0.01
0.75 0.74 0.76 0.75 0.01
0.43 0.41 0.39 0.41 0.02
0.43 0.40 0.38 0.40 0.03
0.25 0.23 0.22 0.23 0.02
0.24 0.24 0.22 0.23 0.01
0.74 0.73 0.75 0.74 0.01 0.74 0.01 0.43 0.42 0.39 0.41 0.02 0.41 0.01 0.25 0.24 0.23 0.24 0.01 0.24 0.00
0.45 0.43 0.44 0.44 0.01
0.25 0.24 0.24 0.24 0.01
0.44 0.43 0.41 0.43 0.02
0.25 0.24 0.23 0.24 0.01
Lampiran 14 Nilai Rf ketegaran tipe bejana dan jarak pengembangan Jenis Bejana Batang Pita 1 Pita 2 Pita 3 Daun Pita 1 Pita 2 Pita 3
Twin trough 0.30 0.55 0.87
Flat bottom 0.44 0.80 0.93
0.31 0.56 0.87
0.44 0.80 0.93
Rerata
SD
Jarak Pengembangan 7 cm
Rerata
SD
8 cm
0.37 0.68 0.90
0.10 0.18 0.04
0.31 0.56 0.81
0.31 0.54 0.79
0.31 0.55 0.80
0.00 0.01 0.01
0.38 0.68 0.90
0.09 0.17 0.04
0.31 0.56 0.81
0.31 0.54 0.79
0.31 0.55 0.80
0.00 0.01 0.01
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, 16 September 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sahabuddin dan Ibu Bau Pati. Pada Tahun 2012, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng, Selayar. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia B Tingkat Persiapan ersama (TP IP tahun 2 4−2015. Asisten praktikum Kimia Analitik dan ensor imia tahun 2 5−2016. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Sulawesi Selatan (Ikami) tahun 2 2−2014 dan Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika tahun 2 3−2015. Selain itu, selama menjalani perkuliahan, penulis juga mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa ( M tahun 2 3−2015 dan beasiswa Peningkatan Prestasi kademik (PP tahun 2 5−2016 serta penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapangan pada tahun 2015 di Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor.